Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ekstraksi, Karakterisasi, dan Pemurnian Minyak Biji Gambas (Luffa acutangula Linn.) = Extraction, Characterization, and Purification of Ridge Gourd Seed Oil (Luffa acutangula Linn.)
EKSTRAKSI, KARAKTERISASI, DAN PEMURNIAN MINYAK BIJI GAMBAS
(Luffa acutangula Linn.)
EXTRACTION, CHARACTERIZATION, AND PURIFICATION OF RIDGE GOURD
SEED OIL ( Luffa acutangula Linn.)
Oleh
Antonius Rizky Meilano
NIM: 652013017
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2017
TUGAS AKHIR
EKSTRAKSI, KARAKTERISASI, DAN PEMURNIAN MINYAK BIJI GAMBAS
(Luffa acutangula Linn.)
EXTRACTION, CHARACTERIZATION, AND PURIFICATION OF RIDGE GOURD
SEED OIL ( Luffa acutangula Linn.)
1*
2
2 Antonius Rizky Meilano , Hartati Soetjipto , Margareta Novian Cahyanti
2Mahasiswa Program Studi Kimia, FSM, UKSW Salatiga, Indonesia
2Dosen Program Studi Kimia, FSM, UKSW Salatiga, Indonesia Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jln. Diponegoro No. 52
- – 60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia rizkymeilano28@gmail.com *
ABSTRACT
The objectives of this research were to determine the yield of rendement,characterization of physicochemical properties and composition of ridge gourd seed oil
(Luffa acutangula Linn.) before and after purification. Ridge gourd seed oil obtained by
maceration method. Physico chemical properties were determined based on SNI 01-
3555-1998, while the composition of ridge gourd seed oil was determined using GC-
MS. The extraction yield of ridge gourd seed oil was obtained 21.40±0.04% (db). The
three main components that make up ridge gourd seed oil before and after purification
are the same: squalene, methyl palmitate, and methyl oleate. The results of
characterization of physico chemical properties of ridge gourd seed oil before and after
purification experience discoloration, increase of density, and decrease in water
content, acid number, peroxide number, and saponification number.Keywords: Degumming, GC-MS, neutralization, physico chemical properties, ridge
gourd seed oil
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menentukan hasil rendemen, karakterisasi sifat fisiko kimia dan komposisi penyusun minyak biji gambas (Luffa acutangula Linn.) sebelum dan sesudah pemurnian. Minyak biji gambas diperoleh dengan metode maserasi. Sifat fisiko kimia ditentukan bedasarkan SNI 01-3555-1998, sedangkan komposisi penyusun minyak biji gambas ditentukan dengan menggunakan GC-MS. Rendemen ekstraksi minyak biji gambas yang diperoleh sebesar 21,40±0,04% (bk). Tiga komponen utama yang menyusun minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian sama yaitu skualena, metil palmitat, dan metil oleat. Hasil karakterisasi sifat fisiko kimia minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian mengalami perubahan warna, peningkatan massa jenis, dan mengalami penurunan pada kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan penyabunan. Kata kunci: Degumming, GC-MS, minyak biji gambas, netralisasi, sifat fisiko kimia
PENDAHULUAN Latar Belakang
Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari hasil pengolahan bagian tanaman seperti batang, daun, buah, biji, kulit buah maupun bunga yang telah melalui suatu proses ekstraksi (Mahandri dkk., 2011). Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting di dunia, karena banyak dimanfaatkan dalam beberapa bidang seperti pangan dan kosmetik (Dewi dkk., 2014). Di dalam perkembangannya, kebutuhan akan suplai minyak nabati terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 hingga 2012 tercatat konsumsi dari minyak nabati mencapai ±150 juta ton dengan rincian: 114,2 juta ton pada sektor pangan dan 35,8 juta ton pada sektor non pangan (Gunstone, 2013). Senada dengan pernyataan tersebut berdasarkan data Oil World, total produksi dari 17 jenis minyak nabati dan lemak dunia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 236 juta ton (Amri, 2013). Pertumbuhan produksi dalam industri minyak nabati berbanding lurus dengan peningkatan akan konsumsi per kapita minyak nabati dan lemak dari penduduk dunia (Nasionalisme.co, 2014). Oleh sebab itu, masih terbuka lebar bagi sumber-sumber baru minyak nabati untuk terus dieksplorasi.
Kebutuhan akan minyak nabati yang terus meningkat mendorong untuk ditemukannya sumber-sumber baru minyak nabati. Penelitian mengenai potensi sumber dari minyak nabati diharapkan mampu dalam menjawab permasalahan kebutuhan minyak nabati yang terus meningkat. Beberapa sumber minyak nabati yang sudah banyak digunakan antara lain kelapa, kelapa sawit, buah jarak, kacang tanah, dan kacang kedelai (Fatoni dan Mahandri, 2012). Famili Cucurbitaceae memiliki beberapa spesies yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber minyak nabati khususnya dari bijinya. Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber minyak nabati yaitu gambas (Luffa acutangula Linn.).
Gambas memiliki beberapa kandungan kimia diantaranya karbohidrat, karoten, lemak, protein, asam amino, alanin, arginin, glisin, sistein, asam glutamat, hidroksiprolin, leusin, serin, triptopan, flavonoid, dan saponin. Pada bagian bijinya mengandung minyak seperti palmitat, stearat, dan asam miristat (Jyothi et al., 2010). Pada umumnya masyarakat memanfaatkan buah, biji, akar, dan daun dari tanaman ini dalam pengobatan tradisional. Selain itu minyak biji gambas juga digunakan untuk perawatan kulit (Shrivastava and Roy, 2013). Masyarakat di Indonesia pada umumnya memanfaatkan buah ini selain sebagai sumber sayuran juga dikeringkan untuk digunakan sebagai pembersih pengganti spons.
Di Indonesia beberapa penelitian mengenai buah gambas dan aplikasinya sudah banyak dilaporkan (Purwaningsih, 2008; Sari, 2015) namun penelitian mengenai minyak bijinya masih kurang. Beberapa penelitian mengenai ekstraksi minyak biji gambas sudah dilaporkan, namun umumnya digunakan minyak kasar, sehingga dirasa perlu untuk dilakukan pemurnian guna memperoleh data minyak biji gambas murni.
Tujuan
Bedasarkan latar belakang di atas maka, tujuan penelitian ini adalah : 1. Menentukan rendemen ekstrak minyak biji gambas dengan menggunakan metode maserasi.
2. Menentukan hasil karakterisasi sifat fisiko kimia minyak biji gambas sebelum dan sesudah proses pemurnian.
3. Mengidentifikasi komposisi kimiawi minyak biji gambas sebelum dan sesudah dilakukan pemurnian menggunakan Gas Chromatrography-Mass
Spectrometery (GC-MS).
METODOLOGI Bahan dan Piranti
Bahan baku dalam penelitian ini adalah biji gambas varietas F1 Prima yang diperoleh dari PT. East West Seed Indonesia, Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia. Bahan dan pelarut kimia yang digunakan dengan derajat pro analysis dari Smart lab, Indonesia adalah n-heksana, etanol, kloroform, asam asetat glasial, asam klorida, natrium tiosulfat, indikator fenolftalein, natrium hidroksida, kalium iodida (pra kristal), dan kalium hidroksida.
Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitis dengan ketelitian 0,0001 gram (Ohaus PA124, USA), neraca analitis dengan ketelitian 0,01 gram (Ohaus TAJ602, USA), moisture balance (Ohaus MB25, USA), rotary evaporator (Buchi R- 114, Swiss), grinder (Maspion, Indonesia), Gas Chromatrography-Mass Spectrometry (GC-MS), dan berbagai peralatan gelas (pyrex).
Metode Penelitian Preparasi Sampel Pembuatan Serbuk Biji Gambas
Biji gambas yang sudah dicuci dikeringkan dalam drying cabinet, selanjutnya dihaluskan dengan grinder untuk mendapatkan serbuk biji gambas.
Ekstraksi Minyak Biji Gambas
Sebanyak 200 gram biji gambas yang telah dihaluskan, dimaserasi dengan pelarut heksana sebanyak 500 mL pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian maserat dibilas dua kali dengan masing-masing 200 mL pelarut dan diaduk selama 30 menit. Semua
o
filtrat digabung kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 70 C.
Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Minyak Aroma dan Warna Penentuan aroma dan warna ditentukan secara deskriptif. Kadar Air
Sebanyak 0,500 gram minyak biji gambas ditimbang dan diukur kadar airnya menggunakan moisture balance. Kadar air dinyatakan dalam persen berat kering.
Rendemen (Sudarmadji dkk., 1997)
Penentuan rendemen dilakukan secara gravimetri dengan menggunakan neraca dengan ketelitian 0,0001 gram.
Massa Jenis (Sudarmadji dkk., 1997)
Sebanyak 1 mL minyak biji gambas diukur seksama dan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 gram. Massa jenis dinyatakan dalam g/mL.
Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)
Sebanyak 2,0000 gram minyak biji gambas ditambahkan dengan 50 mL etanol 95%. Sampel ditambahkan sebanyak 3-5 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik).
Perhitungan: Bilangan Asam (mg KOH/gram) =
Keterangan: V = Volume KOH yang diperlukan dalam penitaran (mL) T = Konsentrasi KOH (N) m = Berat contoh (gram)
Bilangan Peroksida ( SNI 01-3555-1998)
Sebanyak 0,3000 gram minyak biji gambas ditambah 30 mL campuran kloroform, asam asetat glasial, dan etanol 95% dengan perbandingan 11:4:5. Satu gram kristal KI ditambahkan dalam campuran tersebut. Penentuan dilakukan dengan mengukur jumlah KI yang teroksidasi melalui titrasi dengan Na
2 S
2 O 3 .
Perhitungan: Bilangan Peroksida (mg ek/kg)=
( )
X 1000
Keterangan: Vo = Volume dari larutan natrium tiosulfat untuk blanko (mL) Vl = Volume larutan natrium tiosulfat untuk contoh (mL) T = Konsentrasi natrium tiosulfat (N) m = Berat contoh (gram)
Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1998)
Sebanyak 2,0000 gram minyak biji gambas ditambah dengan 25 mL KOH 0,5 M berlebih lalu direfluks selama satu jam. Ditambahkan sebanyak 0,5-1 mL indikator fenolftalein. Jumlah KOH yang tidak bereaksi dititrasi dengan HCl 0,5 N.
Perhitungan: Bilangan Penyabunan =
( ) Keterangan:
Vo = Volume HCI 0,5 N yang diperlukan pada penitaran blanko (mL)
Vl = Volume HCI 0,5 N yang diperlukan pada penitaran contoh (mL)
T = Konsentrasi HCI (N) m = Berat contoh (gram)Pemurnian (Herwanda, 2011 dan Kartika dkk., 2010 dengan modifikasi) Proses degumming
Minyak hasil ekstraksi ditimbang lalu dipanaskan hingga suhu mencapai 70-75°C. Setelah itu, ditambahkan asam fosfat 20% sebanyak 0,3% (v/b) dari berat minyak. Sampel diaduk selama 10 menit pada suhu yang konstan.
Selanjutnya, minyak dimasukkan ke dalam corong pisah untuk memisahkan minyak dengan gum. Kemudian minyak dibilas dengan air suhu 60°C tiga kali, cek pH. Selanjutnya minyak siap dinetralisasi.
Proses netralisasi
Minyak biji gambas dipanaskan pada suhu 70-75°C, kemudian ditambahkan larutan NaOH dengan konsentrasi 0,3 N. Minyak diaduk selama 15 menit menggunakan magnetic stirrer. Setelah pengadukan selesai, minyak dicuci dengan air suhu 60 °C hingga pH air buangan netral.
Pengujian sifat fisiko kimia
Minyak biji gambas yang telah melalui tahap netralisasi dihitung kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, pH, massa jenis, warna, dan aromanya .
Analisis Komposisi Kimia Minyak Biji Gambas
Analisis komposisi kimia minyak biji gambas murni dianalisa dengan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS-QP2010 SE Shimadzu) di UII, Yogyakarta, jenis kolom yang digunakan adalah AGILENTTJ%W DB-I dengan panjang 30 meter dan suhu 80 °C. Suhu injeksi 300 °C pada tekanan 16,5 kPa dengan total aliran 41,8 mL/menit dan kecepatan linier 26,1 cm/detik. Purge flow 3,0 mL/menit dengan split ratio 73,0. ID 0,25 mm dengan gas pembawa Helium dan pengionan EI 70 Ev.
Analisis Data
Data rendemen dan sifat fisiko-kimia minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian dilakukan secara deskriptif, diulang sebanyak enam kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Karakterisasi Minyak Biji Gambas Rendemen dan Sifat Fisiko Kimia Minyak Biji Gambas Sebelum Pemurnian
Dari hasil ekstraksi minyak biji gambas yang dilakukan diperoleh rataan rendemen minyak biji gambas sebesar 21,40±0,04% (bk). Minyak biji gambas yang dihasilkan berwarna hijau kecoklatan seperti pada Gambar 1 dengan aroma khas biji gambas. Warna hijau kecoklatan disebabkan oleh zat warna yang ikut terambil bersama minyak dalam proses ekstraksi, antara lain karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin (Sipayung, 2012).
Gambar 1. Hasil Ekstraksi Minyak Biji Gambas Sebelum Pemurnian
Karakterisasi minyak biji gambas sebelum pemurnian meliputi massa jenis, bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan penyabunan ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Fisiko Kimia Minyak Biji Gambas Sebelum Pemurnian
Kamel and Anitha and Penelitian Kalyani et.al. Karakteristik Blackman Miruthula ini(2011) (1982) (2014) Massa Jenis
- 0,8382 0,9213 (gr/mL) Bilangan Asam 14,24 9,88 10,5 2,04
- –11,12 (mg KOH/gram) Bilangan Peroksida
- 28,25 (mg ek/kg) Bilangan
Penyabunan 223,86 189,6 190,8 150,82
- –191,9 (mg KOH/gram) Kadar air (%) 2,80
Kadar air dalam minyak menentukan kualitas dari minyak yang diperoleh (Ketaren, 1986). Semakin tinggi kadar air menunjukkan kualitas minyak yang semakin rendah (Handajani dkk., 2010). Bila dibandingkan dengan penelitian Kamel and Blackman (1982) massa jenis minyak yang dihasilkan pada penelitian ini relatif lebih kecil, hal ini dimungkinkan karena perbedaan jenis asam lemak penyusun akan berpengaruh terhadap massa jenis minyak (Nichols and Sanderson, 2003). Bilangan asam dan bilangan penyabunan minyak gambas yang dihasilkan relatif lebih tinggi daripada hasil penelitian lain seperti ditampilan pada Tabel 1.
Rendemen dan Sifat Fisiko Kimia Minyak Biji Gambas Sesudah Pemurnian Hasil pemurnian minyak biji gambas diperoleh rendemen sebesar 87,51±0,03%.
Beberapa parameter dalam karakterisasi fisiko kimia minyak hasil pemurnian ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Karakterisasi Minyak Biji Gambas Sesudah Pemurnian
Karakteristik̅ ± SE Aroma dan Warna Kecoklatan dan beraroma khas biji gambas Kadar Air (%) 1,56±0,91 Rendemen (%) 87,51±0,03
Massa Jenis (gr/mL) 0,8551±0,02 Bilangan Asam (mg KOH/gram) 3,42±0,48 Bilangan Peroksida (mg ek/kg) 14,05±4,91 Bilangan Penyabunan (mg KOH/gram) 2,21±0,88
Proses pemurnian minyak biji gambas secara keseluruhan mengurangi jumlah minyak yang diperoleh. Rataan %loss yang diperoleh sebesar 19,33±0,13% (bk). Perbandingan mutu minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Mutu Minyak Biji Gambas Sebelum dan Sesudah Pemurnian
Minyak Biji Gambas Minyak Biji Gambas Hasil Karakteristik Sebelum Pemurnian Pemurnian (̅ ± SE) Hijau kecoklatan Kecoklatan, aroma khas biji Aroma dan Warna ,aroma khas biji gambas gambas
Kadar Air (%) 2,80 1,56±0,91 Massa Jenis (gr/mL) 0,8382 0,8551±0,02 Bilangan Asam (mg 14,24 3,42±0,48
KOH/gram) Bilangan Peroksida (mg 28,25 14,05±4,91 ek/kg)
Bilangan Penyabunan 223,86 2,21±0,88 (mg KOH/gram)
Kadar air dari minyak hasil pemurnian mengalami penurunan sehingga meningkatkan kualitas dari minyak, sedangkan pada massa jenis minyak biji gambas hasil pemurnian mengalami peningkatan dibanding minyak biji gambas sebelum pemurnian, tampaknya terjadi perubahan susunan jenis asam lemak penyusun minyak gambas (Nichols and Sanderson, 2003).
Bilangan asam dan bilangan penyabunan minyak setelah pemurnian mengalami penurunan drastis. Hal ini disebabkan karena adanya tahap netralisasi dalam proses pemurnian yang menggunakan NaOH (Zeldenrust, 2012). Seiring dengan menurunnya bilangan asam, terjadi pula penurunan bilangan penyabunan, hal ini dimungkinkan terjadi karena pada tahap pemurnian terjadi proses netralisasi sehingga asam lemak bebas relatif berkurang. Selain itu, minyak biji gambas hasil pemurnian didominasi oleh asam lemak jenuh dengan bobot molekul tinggi yang juga berpengaruh pada massa jenisnya yang meningkat. Besarnya massa jenis minyak dipengaruhi oleh jenis asam lemak penyusunnya sehingga setiap minyak memiliki massa jenis yang khas (Nichols
and Sanderson, 2003). Di sisi lain semakin tinggi bobot molekul dari suatu minyak,
maka semakin rendah nilai bilangan penyabunannya dan begitu sebaliknya (Listiawati, 2007).
Bilangan peroksida minyak biji gambas hasil pemurnian mengalami penurunan dengan nilai sebesar 14,05±4,91 mg ek/kg. Bilangan peroksida menunjukkan kualitas minyak ditinjau dari kerusakan akibat oksidasi dan polimerisasi. Sehingga dengan adanya pemurnian minyak biji gambas diperoleh minyak dengan kualitas yang lebih baik. NaOH akan bereaksi dengan asam lemak bebas dan senyawa polimer peroksida yang menyebabkan bilangan peroksida menurun (Herwanda, 2011).
Hasil Identifikasi dan Komposisi GC-MS Identifikasi dan Komposisi Minyak Biji Gambas Sebelum Pemurnian
Gambar 2. Kromatogram Minyak Biji Gambas Sebelum Pemurnian
Hasil analisa GC-MS minyak biji gambas sebelum pemurnian menunjukkan adanya 16 puncak yang didominasi oleh 9 puncak utama dengan kadar 1,08%-45,90% seperti pada Gambar 2. Analisa selanjutnya yaitu mengidentifikasi tiap puncak yang muncul dengan cara membandingkan dengan database WILEY 7. Hasil identifikasi tiap puncak dominan yang muncul ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komponen Penyusun Minyak Biji Gambas Sebelum Pemurnian Pu ncak Nama Komponen Waktu Retensi (Menit) % Area BM (g/mol) Struktur Molekul
17,828 1,08 280 C 18 H 32 O 2 Senyawa lain 3,51 Total 100,00
berbentuk kristal, dan bertitik leleh tinggi (Robinson, 1995). Asam palmitat merupakan
Gambar 3. Skualena berupa triterpenoid asiklik berupa senyawa tidak berwarna,
dengan kadar 11,97%. Skualena merupakan golongan terpenoid, sedangkan metil oleat dan metil palmitat merupakan hasil esterifikasi dari asam oleat dan asam palmitat dengan struktur seperti pada
2
34 O
17
Hdengan kadar 22,44%, dan metil palmitat dengan waktu retensi 16,159 menit, berat molekul 270 g/mol, struktur molekul C
2
36 O
19 H
dengan kadar 45,90%, metil oleat dengan waktu retensi 18,006 menit, berat molekul 296 g/mol, struktur molekul C
50
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa komponen penyusun utama minyak biji gambas sebelum pemurnian adalah skualena dengan waktu retensi 24,661 menit, berat molekul 410 g/mol, struktur molekul C
9 13-hexyl-oxa-cyclotridec-10- en-2-one (asam linoleat)
1 2,6,10,14,18,22- Tetracosahexaene,
84 C 5 H 13 B
8 Borane, diethylmethyl- 19,354 1,41
18,367 1,78 294 C 19 H 34 O 2
7 Octadeca-9,12-dienoic acid methyl ester (metil linoleat)
(1,3 dipalmitin) 19,796 2,32 569 C 35 H 68 O 5
6 Hexadecanoic acid, 2- hydroxy-1,3-propanediyl ester
(metil stearat/isopropil palmitat) 18,182 7,00 298 C 19 H 38 O 2 5 9-Octadecenal, (Z)- 21,365 2,63 266 C 18 H 34 O
4 Octadecanoic acid, methyl ester
16,159 11,97 270 C 17 H 34 O 2
3 Hexadecanoic acid, methyl ester (metil palmitat)
18,006 22,44 296 C 19 H 36 O 2
2 9-Octadecenoic acid, methyl ester (metil oleat)
2,6,10,15,19,23-hexamethyl- (Skualena) 24,661 45,90 410 C 30 H 50
30 H
o
asam lemak jenuh dengan rantai C panjang dan memiliki titik cair tinggi yaitu 64 C (Belitz and Grosch, 2004). Sedangkan asam oleat adalah asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10 (Samosir, 2011). Asam
o
oleat memilki titik leleh lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 14 C (Sinaga, 2011).
(a) (b) (c)
Gambar 3. Struktur Skualena (a); Asam Palmitat (b); dan Asam Oleat (c)
Gambar 4. Kromatogram Minyak Biji Gambas Hasil Pemurnian
Dari hasil analisa GC-MS minyak biji gambas yang telah dimurnikan diperoleh 16 puncak dengan 8 puncak dominan seperti ditampilkan pada Tabel 5. Terdapat perbedaan senyawa penyusun minyak biji gambas sebelum dan setelah pemurnian. Namun demikian komponen utama penyusun minyak masih sama yaitu skualena, metil oleat, dan metil palmitat hanya berbeda kadarnya. Telaah lebih lanjut menunjukkan bahwa kandungan ketiga senyawa dominan yaitu skualena, metil oleat, dan metil palmitat relatif tetap tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.
Tabel 5. Komponen Penyusun Minyak Biji Gambas Hasil Pemurnian
Waktu % BM Struktur Nama Komponen Retensi ncakArea (g/mol) Molekul Pu (Menit) 2,6,10,14,18,22- Tetracosahexaene,
1 24,883 46,32 410 C H 30 50 2,6,10,15,19,23-hexamethyl-
(Skualena)
9-Octadecenoic acid, methyl ester
2 18,117 22,45 296 C 19 H 36 O 2 (metil oleat) Hexadecanoic acid, methyl ester
3 16,283 12,45 270 C 17 H 34 O 2 (metil palmitat) Octadecanoic acid, methyl ester
4 18,275 5,31 298 C 19 H 38 O 2 (metil stearat/isopropil palmitat) 5 9,12-Octadecadienoyl chloride 21,483 2,82 298 C 18 H 31 ClO
Hexadecanoic acid, 1- 6 (hydroxymethyl)-1,2-ethanediyl 19,933 2,23 569 C 35 H 68 O5 ester
7 16-Hentriacontanone 22,875 1,87 450 C 31 H 62 O
8 Borane, diethylmethyl- 19,508 1,55
84 C 5 H 13 B Senyawa lain 5,00 Total 100,00 Senyawa metil stearat mengalami penurunan dari 7% menjadi 5,51%.
Sedangkan senyawa 9-Octadecenal, (Z)-, 1,3 dipalmitin, metil linoleat, dan asam linoleat hilang setelah pemurnian sebagai gantinya muncul beberapa senyawa baru diantaranya adalah 9,12-Octadecadienoyl chloride, Hexadecanoic acid, 1-
(hydroxymethyl)-1,2-ethanediyl ester , dan 16-Hentriacontanone . Perubahan komponen
sebelum dan sesudah pemurnian dimungkinkan karena adanya tahapan seperti
degumming dan netralisasi dalam proses pemurnian. Bila dibandingkan dengan hasil
penelitian Anitha and Miruthula (2014) tidak terdapat perbedaan yang sangat berarti karena asam lemak bebas dominan yang terkandung di dalamnya adalah sama yaitu asam oleat dan asam linoleat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Hasil rendemen ekstraksi minyak biji gambas dengan menggunakan metode maserasi yang diperoleh sebesar 21,40±0,04% (bk).
2. Hasil karakterisasi sifat fisiko kimia minyak biji gambas sebelum dan sesudah proses pemurnian mengalami perubahan warna dengan berkurangnya warna hijau pada minyak, peningkatan pada massa jenis minyak dan mengalami penurunan pada kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan penyabunan.
3. Komposisi minyak biji gambas sebelum dan sesudah pemurnian memiliki tiga komponen utama yang sama yaitu, skualena, metil palmitat, dan metil oleat dengan kadar yang relatif tidak berbeda antara sebelum dan sesudah pemurnian.
Saran
Dalam penelitian ini masih dibutuhkan optimasi dalam proses ekstraksi dan pemurnian terhadap minyak biji gambas.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. A., M. A. K. Azad, M. S. Yeasmin, A. M. Khan, and M. A. Sayeed. 2009. Oil characteristics and nutritional composition of the ridge gourd (Luffa acutangula Roxb.) seeds grown in Bangladesh. Food Science and Technology International . 15(3). 243-250.
Amri, Q. 2013. 2020, Kebutuhan Minyak Nabati Dunia Bergantung kepada CPO Indonesia. Sawit Indonesia.
(20 Juli 2016). Anitha, J., and Miruthula, S., 2014, Traditional Medicinal Uses, Phytochemical Profile and Pharmacological Activities of Luffa Acutangula Linn, Int J
Pharmacog , 1(3), 174-83.
Badami, R. C., and C. D. Daulatabad. 1967. Component acids of Luffa seed oils. Journal of the Science of Food and Agriculture. 18(10). 445-446. Belitz, I. H. D., and Grosch, I. W. 2004. Fruits and fruit products. In Food chemistry (pp. 806-861). Springer Berlin Heidelberg. Dewi, E. M. K., H. Soetjipto, dan A. Ign. Kristijanto. 2014. Pengaruh Lama Ekstraksi
Terhadap Rendemendan Parameter Fisiko-Kimiawi Minyak Biji Tumbuhan Kupu-kupu (Bauhinia Purpurea L.).
http://repository.uksw.edu/handle/123456789/4667 (20 Juli 2016). Fathiyah, S. 2010. Kajian Proses Pemurnian Minyak Nyamplung Sebagai Bahan Bakar Nabati Skripsi. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Fatoni, A., dan C. P. Mahandari. 2012. Kajian Awal Biji Buah Kepayang Masak Sebagai Bahan Baku Minyak Nabati Kasar.
(
22 Juli 2016). Gunstone, F. D. 2013. Oils and Fats in The Marketplace Non Food Uses.
(20 Juli 2016).
Handajani, S., Godras, dan Baskara. 2010. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensoris Minyak Wijen (Sesamum indicum L.).
Agritech 30(2), 116-122.
Herlina, N. dan M.
H. S. Ginting. 2002. Lemak dan minyak.
(16 Juli 2016).
Hermanto, S., A. Muawanah, dan P. Wardhani. 2011. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani. Jurnal Kimia Valensi. 1(6). 262-268. Herwanda, A.E. 2011. Kajian Proses Pemurnian Minyak Biji Bintaro (Cerbera Manghas
L) Sebagai Bahan Bakar Nabati Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Jyothi, V., S. Ambati, and, Asha Jyothi V. 2010. The Pharmacognostic,
Phytochemichal and Pharmacological Profile of Luffa acutangula. International Journal of Pharmacy & Technology . 2(4). 512-524. Kalyani, G. A., Ramesh, C. K., and Krishna, V. 2011. Extractrion and Characterization of Luffa Acutangula var Amara Seed Oil for Antioxidant. International Journal
of Research in Ayurveda & Pharmacy , 2(5). 1593-1594.
Kamel, B. S., and Blackman, B. 1982. Nutritional and oil characteristics of the seeds of angled luffa Luffa acutangula. Food Chemistry, 9(4), 277-282. Kartika, I.A., S. Fathiyah, Desrial, dan Y. A. Purwanto. 2010. Pemurnian Minyak Nyamplung dan Aplikasinya Sebagai Bahan Bakar Nabati . J. Tek. Ind. Pert.
20 (2). 122-129.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI – Press. Lal, B. M., N. Datta, and T. R. Madaan. 1983. A study of kernel oils of some cultivated cucurbits. Plant Foods for Human Nutrition. 32(1). 83-85.
Listiawati, A. P. 2007. Pengaruh kecepatan sentrifugasi terhadap karakteristik biodiesel
jarak pagar (Jatropha curcas L.) Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.Madaan, T. R., and B. M. Lal. 1984. Some studies on the chemical composition of cucurbit kernels and their seedcoats. Plant Foods for Human Nutrition. 34(2).
81-86. Mahandari, C. P., Wiwik, dan A. Fatoni. 2011. Perbandingan Minyak Nabati Kasar Hasil Ekstraksi Buah Kepayang Segar Dengan Kluwek. Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 . 26-27 Oktober 2011. Universitas Sriwijaya, Palembang.
471-481. Muhammad, F.R., S. Jatranti, L. Qadariyah, dan Mahfud. 2014. Pembuatan Biodiesel
Dari Minyak Nyamplung Menggunakan Pemanasan Gelombang Mikro. Jurnal Teknik Pomits. 3 (2). 154-159. Nasionalsime., 2014. Minyak Nabati Dunia Tergantung CPO Indonesia.
Nasionalisme.co. Diakses pada 29 September 2016.
(29 September 2016).
Nichols, D. S., and Sanderson, K. 2003. The nomenclature, structure, and properties of food lipids. Chemical and functional properties of food lipids. Washington: CRC
Press Prihandana R., R. Hendroko, dan M. Nuramin. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah.
Mengatasi Polusi, dan Kelangkaan BBM. Jakarta: Agromedia Pustaka. Purwaningsih, E. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Luffa acutangula, Roxb pada
Mencit Betina Galur Swiss Webster terhadap Lama Siklus Estrus dan Jumlah Folikel Muda. YARSI Medical Journal. 16(3). 198-205. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan Prof. Dr.
Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB Samosir, Y. 2011. Sintesis Metil Ester Sulfonat Dari Asam Stearat Dan Metil Ester
Sulfonat Dari Asam Oleat Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Sari, M. 2012. Minyak Kacang Tanah Sebagai Sumber Minyak Nabati Yang Baik
Untuk Bahan Pangan Dan Minyak Goreng Thesis. Bengkulu: Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu.
Sari, H. T. 2015. Pengaruh Pemberian Infusa Buah Gambas (Luffa Acutangula L) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan
Doctoral dissertation. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Shrivastava, A. and S. Roy. 2013. Cucurbitaceae : A Ethnomedicinally Important Vegetable Family. Journal of Medicinal Plants Studies. 1(4). 16-20. Sinaga, R. A. 2011. Kajian Mutu Minyak Sawit Kasar Dan Analisis Karakterisrik Olein
Serta Stearin Sebagai Hasil Fraksinasinya Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. SNI 01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan Lemak. Badan Standarisasi Nasional (BSN) Sipayung, A. N. 2012. Analisa Keberadaan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng
Jenis Curah Berdasarkan Waktu Pemakaian Pada Pedagang Gorengan Kaki Lima Di Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2012 Skripsi. Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Sudarmadji, S., B. Haryono., dan Suhardi. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty Wijayanti, F. E. 2008. Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Sumber Bahan Baku
Produksi Metil Ester Skripsi. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuhan Alam Departemen Farmasi Universitas Indonesia. Zeldenrust, R.S. 2012. Alkali Refining Edible Oil Processing. Diakses pada 12 Januari
2017. Diunduh dari