Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco Berbasis Masyarakat di Kota Administratif Atauro, Dili Timor-Leste.

(1)

TESIS

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA

ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR- LESTE

ERNESTO MATOS SOARES

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

TESIS

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA

ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR- LESTE

ERNESTO MATOS SOARES NIM 1491261015

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA

ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR-LESTE

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Megister, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Udayana

ERNESTO MATOS SOARES NIM 1491261015

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, 27 JUNI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS. Dr. Ir. I Made Adhika. MSP. NIP. 195412251981021001 NIP. 195912311986011003

Mengetahui

Ketua Program Studi Direktur

Magister Ilmu Lingkungan Program Program Pascasarjana Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana,

Prof. Dr.Ir. I Wayan Nuarsa, MSi. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 196805111993031003 NIP. 195902151985102001


(5)

PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji Pada Program Pascasarjana Universitas Udayana

Pada Tanggal, 27 Juni 2016

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor : 2814 / UN.14.4 / HK / 2016 Tanggal : 17 Juni 2016

Panitia Penguji Tesis Adalah:

Ketua : Prof.Dr.Ir. I Made Antara, MS. Anggota :

1. Dr.Ir. I Made Adhika, MSP. 2. Prof.Dr.Ir. I Wayan Suarna, MS. 3. Dr.Drs. I.B.G. Pujaastawa, M.A.


(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ernesto Matos Soares Nim : 1491261015

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco Berbasis Masyarakat di Kota Administratif Atauro, Dili Timor-Leste

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 27 Juni 2016 Hormat saya,

Ernesto Matos Soares NIM. 1491261015


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco Berbasis Masyarakat Di Kota Administratif Atauro, Dili Timor-Leste.

Proses penulisan tesis ini penulis mendapatkan banyak bantuan, baik berupa tenaga, materi maupun pikiran dan arahan serta dorongan moril dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini disampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1) Bapak Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD (KEMD) dan Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas semua fasilitas yang diberikan kepada penulis selama mengikuti proses belajar di Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana.

2) Bapak Prof. Dr. I Wayan Nuarsa selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan dan Mantan Ketua Program Magister Ilmu Lingkungan Prof. Dr. I Wayan Budiarsa, MS serta seluruh staf sekretariat PSMIL yang telah mengfasilitasi penulis selama menempuh pendidikan di program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana

3) Bapak Prof. Dr. Ir. I Made Antara, MS selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr. Ir. I Made Adhika,MSP selaku Pembimbing Kedua yang banyak memberikan motivasi, arahan dan saran dalam penyusunan tesis ini.

4) Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS dan Bapak Dr. Drs. I.B.G. Pujaastawa, M.A selaku dosen Penguji yang telah memberikan masukkan dan saran untuk kesempurnaan penyusunan tesis ini.


(8)

5) Kepada Pemerintah Timor-Leste melalui Institut Nasional Administrasi Publik dan Komisi Kepegawaian yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk menempuh pendidikan Magister di Universitas Udayana

6) Rekan-rekan seangkatan 2014/2015 dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.

7) Kepada Ibundaku tercinta Etelvina da Costa Soares dan Ayahanda Ernesto Soares (Almarhum) yang dengan kemurahan hati membesarkan penulis baik dalam suka maupun duka sampai menempuh pendidikan Pascasarjana di Universitas Udayana

8) Kepada istriku tercinta Julieta da Costa Gomes dan kedua putraku J.L Kevin Soares dan Milagriano R.G.M Soares atas semua dukungan dan doa yang selalu mengiringi penulis selama menempuh studi di Program Pascasarjana Universitas Udayana

9) Kepada semua keluarga yang tidak sempat penulis sebutkan namanya, yang telah memberikan motivasi dan dorongan moral baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis

Disadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan serta masih jauh dari sempurna, mengingat segala keterbatasan pada kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, oleh karena itu segala kritik dan saran yang positif senantiasa diharapkan demi perbaikan ke depan.

Denpasar, 27 Juni 2016


(9)

ABSTRACT

MANAGEMENT STRATEGY OF COMMUNITY-BASED MANUCOCO PROTECTED AREAS IN THE ATAURO ADMINISTRATIVE CITY, DILI

TIMOR-LESTE

Manucoco Protected Area is a mountainous conservation area which is very important for Atauro community because it functions as water catchment areas, especially water sources, an important habitat for birds and other biodiversity, but there are still problems that occur such as deforestation, shifting cultivation, system of slash-and-burn cultivation, area zoning is not clear, the expansion of settlements and forest fires, all of these problems can give a less impact on ecological functions of the forest. The aims of this study are 1) to describe the perception of the public about the conservation of natural resources Manucoco Protected Area as a conservation area 2) to formulate management strategies for community-based Manucoco Protected Area. The data collection techniques used questionnaires, interviews, documentation, and focus group discussions, whereas the determination of the respondents used a purposive sampling method. To formulate a management strategy, internal and external factors were identified by using SWOT analysis. The results showed that the public perception of the function of the forest was that the forests had multiple functions, the public perception related to management policies showed that people did not know the forestry legislations. Public perception regarding the rights and obligations in the management strategy namely the public has the perception that forests are common property. Based on the SWOT analysis produced several community-based management strategies that can be used in the management of Manucoco protected areas as follow 1) Maximizing the primary function of forests, (2) Increasing public knowledge through an intensive socialization (3) Increasing the involvement or participation of the community 4) Encouraging the community-based forests protection through HKM 5) Acceleration of area zoning 6) Increasing related department supervision 7) Performing the empowerment of communities around the protected areas 8) Preparing management plans which needs to involve all stakeholders 9) Establishing the management unit in the village/sub-district levels.

Keywords: Manucoco Protected Area, Pubic Perception, Conservation, Management Strategy


(10)

ABSTRAK

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR-LESTE Kawasan Lindung (KL) Manucoco merupakan kawasan konservasi pegunungan yang sangat penting bagi masyarakat Atauro karena mempunyai fungsi sebagai daerah resapan air terutama sumber mata air, habitat penting bagi burung dan keanekaragaman hayati lainnya, namun masih ada permasalahan yang terjadi seperti penebangan hutan, ladang berpindah, sistem bercocok tanam tebas dan bakar, penataan kawasan belum jelas, meluasnya pemukiman penduduk dan kebakaran hutan, semua permasalahan tersebut dapat mempengaruh kurang baik terhadap fungsi ekologis hutan. Tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan persepsi masyarakat mengenai pelestarian sumberdaya alam KL Manucoco sebagai kawasan konservasi 2) merumuskan strategi pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco berbasis masyarakat, teknik pengumpulan data mengunakan kuesioner,wawancara,dokumentasi dan fokus diskusi group sedangkan penentuan responden mengunakan metode purposive sampling, untuk merumuskan strategi pengelolaan dilakukan identifikasi faktor internal dan eksternal dengan mengunakan matriks analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat mengenai fungsi hutan diketahui bahwa hutan memiliki fungsi majemuk, persepsi masyarakat terkait dengan kebijakan pengelolaan diketahui bahwa masyarakat tidak mengetahui peraturan perundangan kehutanan, persepsi masyarakat mengenai hak dan kewajiban dalam pengelolaan yaitu masyarakat memiliki persepsi bahwa hutan merupakan barang publik (common property). Berdasarkan analisis matriks SWOT dihasil beberapa strategi pengelolaan berbasis masyarakat yang dapat dipakai dalam pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco 1) Memaksimalkan fungsi utama hutan, (2) Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui sosialisasi secara intensif (3) Meningkatkan keterlibatan atau peran serta masyarakat 4) Menerapkan pola perlindungan hutan berbasis masyarakat melalui HKM 5) Percepatan penataan kawasan 6) Meningkatkan pengawasan dinas terkait 7) Melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat di sekitar kawasan lindung 8) Penyusunan rencana pengelolaan perlu melibatkan semua pemangku kepentingan 9) Pembentukan unit pengelola tingkat desa/kecamatan.

Kata Kunci : KL Manucoco, Persepsi Masyarakat, Konservasi, Strategi Pengelolaan


(11)

RINGKASAN

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG MANUCOCO BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA ADMINISTRATIF ATAURO, DILI TIMOR-LESTE

Kawasan Lindung (KL) Manucoco adalah salah satu kawasan hutan konservasi pegunungan yang penting karena mempunyai berbagai fungsi sebagai daerah resapan air, pencegah erosi, sebagai daerah penting bagi burung (fungsi ekologis), sebagai tempat untuk wisata alam trekking (fungsi sosial) dan sebagai tempat untuk aktivitas berladang masyarakat serta mencari keperluan lainnya (fungsi ekonomi). Kawasan ini ditetapkan mengacu pada peraturan UNTAET No.19 tahun 2000, luas area KL Manucoco ± 4000 ha, KL Manucoco secara administratif terletak di Kota Administatif Atauro Kota Madya Dili.

Belum adanya upaya pengelolaan terhadap kawasan lindung ini sehingga terjadi berbagai permasalahan seperti meningkatnya kegiatan berladang masyarakat (menanam tanaman jagung, ubi kayu, dan tanaman hortikultura lainya), penebangan pohon untuk kepentingan membuat rumah dan kebutuhan lainya, ladang berpindah, sistem bercocok tanam tebas dan bakar, penataan kawasan belum jelas, meluasnya pemukiman penduduk dan kebakaran hutan, semua permasalahan tersebut dapat memberikan pengaruh kurang baik terhadap fungsi ekologis hutan. Fenomena tersebut erat hubungannya dengan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan lindung. Terobosan yang telah ditempuh Dirgen Kehutanan melalui program sosialisai dan menempatkan satu staf polisi kehutanan untuk melakukan pengawasan terhadap kawasan lindung, hal ini kurang maksimal karena tingkat ketergantungan terhadap kawasan masih tinggi karena dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial serta pengetahuan masyarakat yang minim mengenai fungsi hutan.

Tujuan penelitian ialah untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat mengenai konservasi sumberdaya alam di KL Manucoco sebagai kawasan konservasi dan merumuskan strategi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat di KL Manucoco, adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan bagi pemerintah dalam rangka mengimplementasikan kebijakan pengelolaan KL Manucoco sebagai kawasan konservasi ke depan.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi KL Manucoco, kuisioner/angket, wawancara, diskusi dan dokumentasi sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan instansi pemerintah terkait dengan masalah penelitian. Untuk merumuskan strategi pengelolaan diperoleh dari observasi lapangan untuk identifikasi faktor internal dan eksternal, kemudian merumuskan strategi pengelolaan dengan matriks Analisis SWOT.

Hasil penelitian tentang persepsi masyarakat menunjukan bahwa persepsi masyarakat mengenai pelestarian sumberdaya alam di KL Manucoco sebagai kawasan konservasi terbagi dalam beberapa bagian yaitu persepsi masyarakat


(12)

mengenai fungsi hutan menunjukan 60% menyatakan hutan mempunyai fungsi majemuk dan 40% menyatakan hutan memiliki fungsi tunggal, persepsi masyarakat mengenai fungsi SDA KL Manucoco yaitu 66,67% menyatakan fungsinya masih baik, sedangkan 53,33% menyatakan KL Manucoco berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Persepsi masyarakat mengenai kebijakan pengelolaan terbagi dalam enam bagian yaitu pengetahuan mengenai Undang-Undang Kehutanan yaitu 68,89% menyatakan tidak mengetahui tentang peraturan perundangan,71,11% menyatakan bahwa tidak ada lembaga pengelola KL Manucoco, 55,56% menyatakan bahwa pengelolaan hutan memerlukan rencana, 64,44% menyatakan bahwa masyarakat perlu dilibatkan dalam upaya melestarikan kawasan hutan, bentuk peran serta masyarakat dalam melestarikan KL Manucoco, yaitu berpartisipasi secara langsung untuk mendapatkan manfaat ekonomi yaitu 57,78%, penyuluhan oleh instansi terkait yaitu 48,89% menyatakan pernah dilakukan. Persepsi masyarakat mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan terbagi dalam empat bagian diantaranya apakah masyarakat memiliki hak dan kewajiban dalam pengelolaan hutan, yaitu 62,22% menyatakan tidak tahu, 88,89% menyatakan bahwa tindakan konservasi menguntungkan, 46,67% menyatakan ada aktivitas masyarakat mengubah fungsi kawasan, kearifan lokal yang dipakai untuk menjaga dan melestarikan hutan, yaitu 86,67% menyatakan ada kearifan lokal yang dipakai untuk menjaga kelestarian hutan KL Manucoco. Berdasarkan hasil analisis SWOT dirumuskan beberapa strategi yang dapat dipakai dalam pengelolaan KL Manucoco 1) Memaksimalkan fungsi utama hutan, (2) Meningkatkan program sosialisai secara intensif (3) Menerapkan pola perlindungan dan pengamanan hutan berbasis masyarakat, (4) Meningkatkan keterlibatan/peran serta masyarakat dan instansi terkait dalam upaya konservasi terhadap KL Manucoco 5) Percepatan penataan kawasan 6) Meningkatkan pengawasan terhadap pelestarian hutan, 7) Meningkatkan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar kawasan lindung melalui HKM 8) Penyusunan rencana/kebijakan pengelolaan bersama perlu melibatkan semua komponen masyarakat (stakeholder) 9) pembentukan unit pengelola tingkat desa/kecamatan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat simpulkan bahwa persepsi masyarakat tentang fungsi hutan yaitu hutan memiliki fungsi majemuk antara lain sebagai tempat menyimpan cadangan air, mencegah erosi, sebagai tempat hidup fauna dan keanekaragaman hayati lainya (fungsi ekologis), sebagai tempat rekreasi (fungsi sosial), dan sebagai tempat mencari penghasilan (fungsi ekonomi). Masyarakat beranggapan bahwa fungsi hutan KL Manucoco masih baik ditandai dengan tidak adanya pengurangan hutan secara signifikan.

Terkait dengan kebijakan pengelolaan masyarakat tidak mengetahui peraturan/regulasi yang mengatur tentang pengolahan hutan, sehingga masyarakat tidak mempunyai pola berfikir mengenai tindakan pengelolaan dan pelestarian hutan. Pengelolaan hutan membutuhkan rencana sehingga masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan, keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Persepsi masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam pengelolaan sumberdaya alam ialah masyarakat beranggapan bahwa


(13)

hutan merupakan barang publik13(common property) sehingga masyarakat merasa punya hak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan serta memiliki kewajiban untuk menjaga dan memelihara kelestarian sumberdaya alam yang ada, selain itu masyarakat punya persepsi bahwa kearifan lokal/aturan adat yang ada sangat bermanfaat sehingga perlu dipadukan dalam pengelolaan dan pelestarian sumberdaya alam.

Strategi yang perlu dilakukan dalam pengelolaan KL Manucoco adalah penataan terhadap kawasan dengan membuat zonasi dan penentuan Pal batas permanen sebagai batas fisik kawasan, meningkatkan keterlibatan/peran serta masyarakat dalam pelestarian hutan, menerapkan pola perlindungan dan pengawasan berbasis masyarakat melalui hutan kemasyarakatan, meningkat sosialisasi secara intensif, pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan lindung dan pembentukan UPTD/K. Saran dalam penelitian ini adalah 1) para pemangku kepentingan dapat menerapkan strategi yang dihasilkan dalam penelitian ini sebagai arahan dalam pengelolaan KL Manucoco ke depan, 2) pemerintah perlu merampungkan proses pembuatan Peraturan Perundangan Kehutanan sebagai pedoman dalam pengelolaan kehutanan 3) Perlu membentuk unit pengelola tingkat desa atau kecamatan (UPTD/UPTK) 4) Perlu dilakukan sosialisasi secara intensif serta meningkatkan pemberdayaan terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan lindung.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

RINGKASAN ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.2 Konsep ... 9

2.2.1 Strategi ... 9


(15)

2.2.3 Kawasan Lindung ... 20

2.2.4 Pengelolaan Lingkungan ... 22

2.2.5 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan ... 24

2.2.6 Pembangunan Berkelanjutan ... 26

2.3 Landasan Teori ... 28

2.3.1 Teori Persepsi ... 28

2.3.2 Teori Konservasi ... 29

2.3.3 Teori Perencanaan ... 31

2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Hutan Tidak Lestari ... 32

2.4 Model Peneletian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitian... 39

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 39

3.3.1 Jenis Data ... 39

3.3.2 Sumber Data... 40

3.4 Instrumen Penelitian ... 40

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 40

3.5.1 Observasi Lapangan ... 40

3.5.2 Penyebaran Kuisioner ... 41

3.5.3 Wawancara Mendalam ... 41

3.6 Analisis Data ... 42

3.6.1 Analisis Deskriptif... 42


(16)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 44

4.1.1 Geografis... 44

4.1.2 Demografis ... 45

4.1.3 Sosial Budaya Masyarakat ... 46

4.1.4 Sosial Ekonomi Masyarakat ... 47

4.1.5 Kondisi Umum Kawasan Lindung Manucoco ... 47

4.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Pelestarian KL Manucoco Sebagai Kawasan Konservasi ... 54

4.2.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi Hutan ... 55

4.2.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Kebijakan Pengelolaan ... 58

4.2.3 Persepsi Masyarakat Mengenai Hak dan Kewajiban dalam Pengelolaa Hutan ... 68

4.3 Strategi Pengelolaan KL Manucoco Sebagai Kawasan Konservasi Berbasis Masyarakat ... 75

4.3.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ... 75

4.3.2 Strategi Pengelolaan ... 87

4.3.3 Program Pengelolaan ... 94

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 103

5.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Matriks Analisis SWOT ... 43

4.1 Demografi Penduduk ... 45

4.2 Tingkat Pendidikan ... 45

4.3 Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi Hutan ... 55

4.4 Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi Eksisting KL Manucoco ... 56

4.5 Persepsi Mengenai Pengaruh KL Manucoco Dalam Kehidupan Masyarakat... 57

4.6 Pengetahuan Masyarakat Mengenai Peraturan-perundangan Kehutanan ... 58

4.7 Sumber Pengetahuan Masyarakat Mengenai Undang-Undang ... 60

4.8 Persepsi Masyarakat Mengenai Kelembagaan Pengelolaan Hutan ... 61

4.9 Pengelolaan Hutan Membutuhkan Rencana ... 63

4.10 Persepsi Masyarakat Mengenai Peran Serta Dalam Pengelolaan Hutan... 64

4.11 Persepsi Masyarakat Mengenai Keinginan dan Keterlibatan Dalam Pengelolaan Kawasan Lindung Manucoco... 66

4.12 Penyuluhan Atau Sosialisasi Instansi Terkait ... 67

4.13 Persepsi Masyarakat Mengenai Hak dan Kewajiban Dalam Pengelolaan Hutan ... 68

4.14 Persepsi Masyarakat Mengenai Tindakan Konservasi ... 70

4.15 Persepsi Mengenai Aktivitas Mengubah Fungsi Pokok KL Manucoco ... 72

4.16 Persepsi Masyarakat Mengenai Kearifan Lokal ... 74

4.17 Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal ... 76

4.18 Matriks Formulasi SWOT Strategi Pengelolaan ... 87


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.2 Model Skema Kerangka Berfikir ... 36 3.3 Peta Lokasi Penelitian ... 39 5.4 Pemanfaatan Sumber Mata Air di KL Manucoco oleh Masyarakat ... 51 5.5 Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat Di KL Manucoco Untuk Aktivitas


(19)

DAFTAR SINGKATAN

CBNRM : Community Base Natural Resources Management DAS : Daerah Aliran Sungai

KL : Kawasan Lindung

MAFP : Ministerio Agricultura Floresta e Pescas NBSAP : National Biodiversity Strategy Action Plan RDTL : Republica Democratica de Timor-Leste SWOT : Strength Weaknesses Opportunities Treats

SDA : Sumberdaya Alam

SDM : Sumberdaya Manusia HKM : Hutan Kemasyarakatan


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Pertanyaan Persepsi Masyarakat Mengenai Pelestarian SDA Kawasan

Lindung Manucoco ... 107

2. Daftar Identitas Responden ... 109

3. Tabulasi Hasil Persepsi Masyarakat ... 110


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan demikian pengelolaan kawasan lindung harus betul-betul sesuai tingkat kepentinganya bagi suatu wilayah, sumberdaya hutan merupakan kekayaan alam yang mempunyai nilai dan manfaat yang sangat tinggi, sehingga hutan sebagai

sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable), dengan demikian

pemanfaatan atau pengelolaan kekayaan alam ini harus betul-betul dikelola sesuai dengan tujuan pemanfaatannya. Hutan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi produksi, fungsi lindung dan fungsi konservasi dimana fungsi produksi yaitu memproduksi hasil hutan, fungsi lindung sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendali erosi, dan memelihara kesuburan tanah sedangkan fungsi konservasi yaitu sebagai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, secara umum pengelolaan hutan perlu memperhatikan tiga prinsip kelestarian yaitu kelestarian ekologi, kelestarian ekonomi dan kelestarian sosial.

Wilayah hutan Timor-Leste ± 869.130.41 ha, mewakili 59% dari keseluruhan luas wilayah daratan 1.493.130.41 ha (MAFP, 2004), kawasan hutan Timor-Leste diklasifikasi menjadi dua bagian yaitu hutan yang mempunyai tutupan masih baik


(22)

312,930.67 ha dan tutupan hutannya kurang 556.199.74 ha. Bagian utara kering curah hujan 500-1000mm, terdiri dari kayu putih (Eucalyptus alba) dan pohon asam (Tamarindus indicus). Bagian timur dan selatan curah hujan sekitar 1500-2000mm, terdiri dari pohon kenari (Canarium reidentalia), kayu merah (Ptedocarpus indicus, Rosewood), Ai Saria (Toona sureni, "Red Cedar") dan jati (Tectonia grandis). Di daerah pegunungan curah hujan mencapai 3000 mm, didominasi oleh kayu putih (urophyla Eucalyptus dan Eucalyptus alba) ( MAFP, 2004). Menurut "Departemen Kehutanan dan Sumberdaya Air" dalam laporannya bahwa, Timor kehilangan masa hutan sebesar 1,1% tahunan empat kali lebih besar dari rata-rata global. Data ini mengacu pada periode antara 1972-1999, di mana kehilangan 114000 hektar hutan lebat dan hutan menengah 78000 hektar. Deforestasi di Timor, disebabkan oleh sistem curah hujan dan topografi di mana 41% dari total wilayah memiliki lereng lebih dari 40% (Mota, 2002).Tutupan hutan di Timor-Leste telah berkurang hampir 30 persen sejak 1972-1999 hanya sekitar 35 persen (453.850 ha) dari luas lahan yang memiliki beberapa jenis tutupan hutan dan sisanya vegetasi hutan primer 1-6 persen (NBSAP, 2012-2020.)

Meningkatnya skala deforestasi di Timor Leste disebabkan oleh permintaan kayu bakar meningkat sebagai sumber energi, kebutuhan membuat rumah, meluasnya praktik tebas bakar karena perladangan berpindah masih merupakan sistem pertanian di Timor-Leste terutama di pedesaan, cara pertanian ini melibatkan pengubahan lahan primer menjadi ladang-ladang penghasil biji-bijian dan sayur-sayuran.


(23)

Berdasarkan PP. No.9 tahun 2007 tentang kebijakan nasional dan strategi disektor kehutanan menyoroti pentingnya pendekatan berkelanjutan untuk pengembangan dan pengelolaan sumberdaya hutan nasional yang mengakui pentingnya hutan bagi keanekaragaman hayati dimana konservasi merupakan prioritas dalam perencanaan pembangunan kehutanan, konstitusi RDTL pasal 61 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang manusiawi sehat dan berimbang secara ekologis serta berkewajiban untuk melindungi dan memperbaikinya untuk dimanfaatkan oleh generasi-generasi mendatang.

Kawasan Lindung (KL) Manucoco merupakan salah satu kawasan konservasi yang ditetapkan pemerintah berdasarkan peraturan UNTAET No. 19 tahun 2000 dengan luas 4000 hektar (40 km2) yang terletak di Kota Administratif Atauro Kota Madya Dili, dasar penunjukan kawasan ini sebagai Kawasan lindung karena mempunyai keanekaragaman hayati keindahan alam dan kondisi ekologisnya yang bermanfaat sebagai perlindungan terhadap sumber mata air dan ekosistem yang ada di dalamnya.

Keberadaan KL Manucoco sangat penting bagi Pulau Atauro yang kondisi geografisnya kebanyakan berlereng terdapat sedikit dataran rendah di sekitar daerah pesisir, kondisi topografinya didominasi oleh bebatuan karang, curah hujan pendek sehingga daerah ini adalah daerah kering, sehingga kawasan ini menjadi sangat penting untuk dikonservasi dan dilestarikan sebagai sumber penyedia air bagi pulau tersebut sebab sumber air bersih yang dipakai selama ini sumbernya berasal dari 3


(24)

Kawasan Lindung Manucoco selain itu kawasan lindung ini oleh the bird life International ditetapkan sebagai habitat penting bagi burung

dan keunikan alamnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan wisata alam, menyadari betapa penting kawasan lindung ini maka sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan lindung secara sukarela/inisiatif sendiri telah melakukan reboisasi di sekitar sumber mata air sebagai bentuk kontribusi terhadap pelestarian KL Manucoco.

KL Manucoco sama dengan kawasan lindung lainnya dimana upaya pengelolaan belum berjalan, kondisi tersebut terlihat dari belum adanya tata batas kawasan yang jelas (belum ada penataan terhadapa kawasan), akses masuk ke dalam kawasan masih bebas untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada tanpa dikontrol, aktivitas berladang di sekitar kawasan, pengambilan kayu baik untuk membuat rumah, kapal tradisional maupun dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta pemukiman penduduk masuk ke dalam kawasan realitas tersebut memperlihatkan bahwa fungsi ekonomi hutan sebagai sumber mata pencaharian bagi sekelompok masyarakat seringkali mengalahkan fungsi hutan dalam memelihara keseimbangan ekologis untuk memberikan perlindungan terhadap sumber mata air, tempat perlindungan bagi keanekaragaman hayati flora dan fauna.

Upaya yang telah ditempuh oleh Dirgen Kehutanan melalui program sosialisai serta menempatkan staf polisi kehutanan untuk memonitoring dan mengevaluasi kondisi kawasan namun upaya tersebut tidak maksimal karena tingkat ketergantungan terhadap kawasan masih tinggi sebab masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan kebanyakkan berprofesi sebagai petani sehingga mau tidak mau masyarakat harus 4


(25)

mencari hidup dengan beraktivitas di sekitar kawasan hutan kondisi tersebut akan berdampak kurang baik terhadap kawasan lindung, melihat fenomena tersebut maka perlu adanya strategi pengelolaan terhadap KL Manucoco sebagai upaya untuk mencegah terjadi kerusakan sumberdaya alam yang lebih luas dan tetap mempertahankan eksistensi KL Manucoco sebagai kawasan konservasi untuk melindungi tata air terutama sumber mata air dan keanekaragaman hayati lainnya. Penelitian ini lebih fokus pada persepsi masyarakat mengenai pelestarian hutan dan kondisi eksternal dan internal yang ada didasari pada teori persepsi, karena persepsi sangat mempengaruhi perilaku yaitu persepsi mengenai fungsi hutan, pengetahuan masyarakat mengenai kebijakan pelestarian hutan, pengetahuan masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam pengelolaan hutan.

Merujuk pada kondisi permasalahan tersebut, maka telah di lakukan penelitian dengan judul Strategi Pengelolaan KL Manucoco Berbasis Masyarakat di Kota Administratif Atauro" sebagai alternatif untuk merumuskan strategi pengelolaan terhadap kawasan lindung ke depan.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan uraian latar belakang maka rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi masyarakat mengenai pelestarian sumberdaya alam

Kawasan Lindung Manucoco sebagai kawasan konservasi

2. Bagaimana strategi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang tepat di Kawasan Lindung Manucoco


(26)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan persepsi masyarakat mengenai pelestarian sumberdaya alam

Kawasan Lindung (KL) Manucoco sebagai kawasan konservasi

2. Merumuskan strategi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang

tepat di Kawasan Lindung Manucoco.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat akademik yaitu untuk memperkaya penerapan metode kualitatif dalam studi yang berhubungan dengan lingkungan yang mana subyek penelitianya adalah persepsi dan perilaku masyarakat. Manfaat praktis adalah sebagai suatu studi yang bermanfaat untuk memberikan masukan bagi pemerintah dalam rangka mengimplementasi kebijakan pengelolaan kawasan lindung yang berbasis masyarakat.


(27)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada sub-bahasan ini diuraikan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan mengenai strategi pengelolaan kawasan lindung berbasis masyarakat sebagai sumber referensi, penelitian ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan di Kawasan Lindung (KL) Manucoco karena belum ditemukan penelitian lain yang berkaitan dengan kawasan lindung sebagai sumber referensia oleh karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan sebagai langkah awal untuk memberikan arahan dalam pengelolaan kawasan lindung Manucoco ke depan.

Emilia (2013), dalam penelitianya dengan judul pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dalam upaya konservasi daerah aliran sungai dalam kesimpulanya bahwa CBNRM di Desa Keseneng mampu menyeimbangkan tujuan pemberdayaan masyarakat dan konservasi sumberdaya alam pada lima dari enam aspek CBNRM, yaitu keadilan (equity), pemberdayaan (empowerment), resolusi konflik (conflict resolution), pengetahuan dan kesadaran (knowledge and awareness), serta perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection). Pada aspek pemanfaatan sumberdaya alam berkelanjutan (sustainable utilization) belum berhasil karena keberlanjutan sumberdaya alam tidak dibatasi oleh batas-batas administratif melainkan batas-batas ekologis daerah aliran sungai (DAS), serta


(28)

8

dipengaruhi oleh faktor ekternalitas, terutama pengelolaan daerah aliran sungai hulu, pada dasarnya penelitian ini sama karena melihat persepsi masyarakat terhadap fungsi kawasan lindung namun penelitian tersebut lebih kearah DAS, terdapat perbedaan pada lokasi penelitian dan metode pembahasan yang akan digunakan.

Umar (2009), dalam tesisnya yang berjudul Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pelestarian Fungsi Hutan Sebagai Daerah Resapan Air (Studi Kasus Hutan Penggaron Kabupaten Semarang) materi penelitiannya mengkaji persepsi dan perilaku masyarakat dalam pelestarian fungsi hutan Penggaron, metode yang digunakan observasi, analisis frekuensi dengan penyebaran kuisioner. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah bahwa melihat persepsi masyarakat dengan metode yang hampir sama, perbedaannya karena pada penelitian tersebut lebih fokus kepada fungsi hutan sebagai daerah resapan air, sedangkan pada penelitian ini lebih lebih fokus pada persepsi masyarakat tehadap kawasan lindung, kebijakan pengelolaan, melihat faktor internal dan eksternal kawasan dan juga lokasi yang berbeda.

Kellert et al. (2000) mengevaluasi program community base natural resource management (CBNRM) pada lima lokasi di tiga negara, yaitu Nepal, Kenya, dan Amerika Utara, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa CBNRM umumnya berhasil dalam pengembangan sosial ekonomi, namun seringkali gagal dalam konservasi pada kasus di Amerika Utara CBNRM berhasil pada ketiga aspek tersebut karena didukung legalitas yang kuat, organisasi yang sudah berkembang, infrastruktur dan pendanaan yang mendukung.


(29)

9

Isyaku et al. (2011) mengevaluasi model CBNRM yang dilakukan di Danau Naivasha Kenya dalam penelitian menyimpulkan bahwa konsep dan teori CBNRM di Danau Naivasha mengalami kegagalan dan akibatnya kerusakan lingkungan meluas, Isyaku mendukung pendapat para pengkritik bahwa teori CBNRM bahwa keberhasilan CBNRM hanya retorika belaka.

Pada penelitian ini lebih difokuskan pada persepsi masyarakat terhadap fungsi kawasan lindung, kebijakan pengelolaan, hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan, metode yang digunakan adalah observasi dengan penyebaran kuisioner dan interview mendalam, perbedaan adalah bahwa pada penelitian ini lokasinya berbeda

2.2 Konsep 2.2.1. Strategi

Strategi merupakan salah satu bagian dari perencanaan suatu kegiatan atau program yang akan dilakukan sehingga strategi dapat dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan, strategi biasanya dikembangkan untuk mengatasi isu strategis dan menjelaskan respon organisasi terhadap pilihan kebijakan pokok (Bryson, 2001:189).

Menurut David, P.H. (2004), strategi adalah rencana yang disatukan dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi suatu kawasan dengan tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi atau instansi.

Salusu, J. (2003:100-101) mencoba menawarkan rumusan yang komprehensif tentang strategi sebagai berikut : a) suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu, dan integral; b) menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian


(30)

10

sasaran jangka panjang, program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya; c) menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan digeluti organisasi; d) mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya; e) melibatkan semua tingkat hierarki dari organisasi.

Widada et al. (2006), strategi konservasi merupakan seringkaian upaya yang bertujuan untuk mengintegrasikan upaya konservasi dengan upaya pembangunan agar perubahan di bumi tetap menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia. Upaya konservasi memerlukan jangka waktu karena dalam pelaksanaannya upaya tersebut meliputi upaya perencanaan, pendidikan, pelatihan, penelitian dan penyusunan organisasi dan kemampuan secara nasional dan internasional dibidang konservasi umumnya masih lemah sehingga usaha konservasi tindak berpengaruh besar dalam proses pembangunan di banyak negara, seringkali proses pembangunan membuat kondisi sumberdaya alam semakin rusak

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan suatu cara dalam bertindak dengan memanfaatkan segala sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi dengan memperhatikan faktor lingkungan internal maupun eksternal organisasi sehingga bisa mencapai tujuan yang diharapkan.


(31)

11

2.2.2 Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat

Menurut Tulungen et al. (2002), bahwa pengelolaan berbasis masyarakat merupakan suatu upaya pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat, pengelolaan berbasis masyarakat bertujuan untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan suatu pengelolaan. Masyarakat mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kualitas hidupnya sendiri sehingga yang diperlukan hanyalah dukungan untuk mengelola dan menyadarkan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannnya, setiap pelaksanaan suatu kegiatan dukungan pemerintah memegang peranan penting dalam memberikan pengarahan, bantuan teknis serta pengambilan keputusan sehingga sangat penting untuk melibatkan masyarakat dan pemerintah secara bersama-sama dalam pengeloaan suatu kawasan hutan.

Child & Lyman (2005), mendefinisikan community base natural resources

management (CBNRM) sebagai sebuah proses dimana para landholder (pemilik

lahan) memperoleh akses dan menggunakan haknya atas sumberdaya alam;

perencanaan yang kolaboratif dan transparan dan berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya alam; serta memperoleh keuntungan finansial maupun keuntungan lainya dari keterlibatannya. Wahyudin (2004) menerangkan bahwa CBNRM merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat, dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya, pengelolaan bersifat multidimensi mulai dari perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan


(32)

hasil-12

hasilnya, Sumberdaya alam adalah seluruh bentang lahan (resources stock) termasuk ruang publik dalam skala luas maupun semua sumberdaya alam di

dalamnya, beserta seluruh komoditi yang dihasilkan (resources flow)

(Kartodiharjo,2008). Undang-Undang RI. No. 32 Tahun 2009 tentang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijelaskan bahwa sumberdaya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.

2.2.2.1 Pengelolaan Sumberdaya Hutan

Pengelolaan hutan merupakan semua upaya untuk memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumberdaya alam hutan dan ekosistemnya, baik sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan dan pelestarian keragaman hayati maupun sebagai sumberdaya ekonomi pembangunan, pengelolaan hutan mempunyai peran penting dalam menunjang kelangsungan hidup dan kehidupan mahluk hidup, khususnya manusia. Hutan tidak hanya memberikan manfaat langsung (tangible use) sebagai sumber penghasil hasil hutan berupa kayu dan non kayu, tetapi hutan juga memberikan manfaat tidak langsung (intangible use) sebagai pengatur tata air, kesuburan tanah, iklim mikro, pencegah erosi dan longsor, sehingga eksistensinya harus tetap dipertahankan melalui pengaturan fungsi hutan. Hutan dapat diartikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu (Suparmoko,1997). Menurut Undang-Undang Kehutanan RI. No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimaksud dengan hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi


(33)

13

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Suhendang (2002) menjelaskan gambaran umum hutan sebagai berikut:

“a) Berdasarkan wujud biofisik; hutan merupakan hamparan lahan yang

ditumbuhi pohon-pohon dengan kerapatan dan luasan yang cukup atau ditumbuhi pohon-pohon dengan luasan dan kepadatan yang cukup. b) Berdasarkan prespektif ekologis; hutan sebagai masyarakat tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon atau tumbuhan berkayu, merupakan satu kesatuan ekosistem dan mampu menciptakan iklim mikro didalam hutan yang berbeda dengan keadaan diluar kawasan hutan”.

Helm (1998), (dalam Budiana 2011) dikatakan bahwa hutan adalah ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon-pohon yang cukup rapat dan luas, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beraneka ragam sifat seperti komposisi jenis, struktur, kelas, umur, dan proses-proses yang berhubungan, termasuk padang rumput, sungai, ikan, dan satwa liar, hutan mencakup beberapa bentuk khusus, seperti hutan industri, hutan milik, hutan tanaman, hutan publik, hutan lindung dan hutan kota.

Hutan memiliki sifat di antaranya: tipe tumbuhan yang terluas distribusinya dan mempunyai produktifitas biologis tinggi, hutan mencakup kehidupan seperti tumbuhan dan hewan serta bukan kehidupan seperti (sinar,air,panas,tanah) yang bersama-sama membentuk struktur biologis dan fungsi kehidupan, regenerasinya sangat cepat dan kuat dibandingkan dengan sumberdaya alam lainnya. Permudaan hutan terjadi secara alami ataupun campur tangan manusia sehingga hutan selain


(34)

14

menyediakan bahan mentah bagi industri dan bangunan dapat melindungi dan memperbaiki kondisi lingkungan ekologi. (Suparmoko, 1997)

Menurut Widada et al. (2006), bahwa hutan mempunyai beberapa fungsi diantaranya mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi serta memelihara kesuburan tanah selain itu juga menyediakan hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk keperluan pembangunan industri dan ekspor sehingga menunjang pembangunan ekonomi, melindungi suasana iklim dan memberi daya pengaruh yang baik, memberikan keindahan alam pada umumnya dan khususnya dalam bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman buruan, taman wisata, sebagai laboratorium untuk ilmu pengetahuan, pendidikan dan pariwisata fungsi lain juga sebagai salah satu unsur strategi pembangunan nasional

Mubyarto (1985), menjabarkan beberapa fungsi hutan dan manfaat bagi manusia dan kehidupan lain diantaranya:

“a) Sumber penghasil kayu bangunan, di kawasan hutan ada tumbuhan beranekaragaman spesies pohon yang menghasilkan kayu berbagai ukuran dan kualitas yang dapat digunakan untuk bahan bangunan dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi b) Sumber penghasil hutan non kayu, tingkat biodiversitas hutan alami sangat tinggi dan memberikan banyak manfaat bagi manusia yang tinggal di sekeliling hutan selain kayu bangunan hutan juga menghasilkan anekaragam hasil yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, sayuran dan keperluan rumah tangga lainya c) Sumber cadangan karbon, salah satu fungsi hutan yang penting adalah sebagai cadangan karbon di alam karena karbon


(35)

15

disimpan dalam bentuk biomassa vegetasinya, alih fungsi lahan mengakibatkan peningkatan emisi karbon di oksidasi di atmosfer yang berasal dari pembakaran dan peningkatan mineralisasi bahan organik tanah selama pembukaan lahan serta berkurangnya vegetasi sebagai sumber karbon d) Habitat bagi fauna, hutan merupakan aneka penting bagi flora dan fauna. Konservasi hutan menjadi bentuk pengunaan lahan akan menurunkan populasi flora dan fauna yang sensitif sehingga tingkat keanekaragaman hayati berkurang e) Sumber tambang dan mineral berharga lainya, di dalam hutan/dibawah hutan sering terdapat barang mineral berharga yang merupakan bahan tambang yang bermanfaat bagi kehidupan manusia f) Lahan, hutan merupakan ruang dalam bumi yang terdiri dari komponen tanah, hidrologi, udara atau atmosfer, iklim yang dinamakan lahan, lahan sangat bermanfaat untuk kepentingan dan keperluan manusia dan bernilai ekonomi tinggi g) Hiburan, hutan digunakan sebagai tempat perburuan dan tempat wisata yang merupakan sumber pendapatan suatu daerah”.

Pengolongan hutan menurut Undang-Undang RI no 41 tahun 1999 tentang kehutanan dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memilihara kesuburan tanah

b. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.


(36)

16

Suparmoko (1997), menyatakan bahwa kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, yang dimaksud dengan kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatannya secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Beberapa klasifikasi hutan sesuai dengan tujuan pengunaannya antara lain;

Hutan lindung, merupakan salah satu kawasan yang karena sifat-sifat alaminya diperuntukan guna pengaturan tata air dan pencegahan banjir dan erosi, serta untuk pemeliharaan kesuburan tanah, Hutan produksi, merupakan suatu kawasan hutan yang diperuntukan guna memproduksi hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri, dan ekspor, hutan produksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu hutan produksi dengan penebangan terbatas lewat cara tebang pilih dan hutan produksi penebangan bebas baik lewat tebang pilih maupun tebang bebas disertai dengan pembibitan terbatas lewat pembibitan buatan, hutan suaka alam adalah kawasan yang sifatnya khas diperuntukan secara khusus untuk perlindungan alam hayati lainnya, Hutan konservasi (taman wisata alam) adalah kawasan hutan yang diperuntukan secara khusus untuk pelestarian flora dan fauna, disamping juga ada fungsi edukasi, wisata alam juga sebagai daerah resapan air. Djaenudin (1994) menyatakan kawasan hutan perlu dipertahankan berdasarkan pertimbangan fisik, iklim dan pengaturan tata air serta kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan negara, hutan


(37)

17

yang dipertahankan meliputi hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, hutan konservasi, hutan produksi terbatas dan hutan produksi.

Pengelolaan hutan sangat penting untuk diperhatikan beberapa fungsi yang sangat erat kaitan dengan kehidupan masyarakat seperti fungsi ekonomi, fungsi sosial dan fungsi ekologi, untuk memahami fungsi dari hutan tersebut dapat diuraikan berikut ini fungsi ekonomi, bahwa pengelolaan hutan perlu memperhitungkan masyarakat di sekitar hutan, agar menikmati hasil dari hutan yang kelola dengan harapan ada peningkatan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja bagi generasi mendatang dengan pola peningkatan pengelolaan hutan yang berteknologi ramah lingkungan dan fungsi sosial bahwa pengelolaan hutan perlu terciptanya solidaritas masyarakat sekitar hutan dan menghindari kesenjangan sosial diantara kelompok masyarakat, maka pengelolaan hutan dilakukan secara kolektif sedangkan fungsi ekologi bahwa pengelolaan hutan harus melihat fungsi sebagai konservasi untuk mencegah terjadinya bencana banjir, longsor, kekeringan dan kebakaran serta memberikan perlindungan terhadap masyarakat sekitarnaya (segi keamanan dan kesehatan).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak sekali manfaat hutan yang dapat dinikmati oleh manusia tergantung dari kegunaan yang diinginkan apakah untuk perlindungan air dan tanah, pencegahan banjir dan erosi, produksi kayu, cagar alam, margasatwa serta tujuan wisata dan lain-lain. 2.2.2.3 Pengelolaan Hutan Sistem Masyarakat

Indriyanto (2006), bahwa pengelolaan hutan yang dikelola oleh masyarakat menjadi lebih terkordinasi dan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan


(38)

18

mengalami perubahan yang cukup berarti dan juga dapat mengurangi kesenjangan sosial serta mengurangi tindak kriminal karena tuntutan ekonomi, pengelolaan hutan secara berkelanjutan harus didasari pada dua hal utama yaitu:

a) Prinsip-prinsip ramah lingkungan; yaitu pengelolaan lahan atau hutan yang berbasis masyarakat adalah metode mengunakan bahan-bahan alami yang berfungsi untuk pupuk organik dan peptisida organik, dari unsur-unsur tersebut tidak mengadung bahan kimia yang dapat merusak kesuburan tanah.

b)Partisipasi seluruh masyarakat; yaitu masyarakat bekerjasama dengan

masyarakat sekitar hutan yang berada didaerah lain untuk saling tukar pikiran dan pengalaman tentang pengolahan hutan, pengawasan pelestarian fungsi hutan agar generasi yang akan datang dapat menikmati keanekaragaman kehidupan didalam hutan dan pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam bisa diselamatkan dengan cara pengolahan hutan secara berkelanjutan oleh masyarakat setempat dan keamanan yang terjamin demi kelangsungan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan maupun sekitarnya. Pada dasarnya masyarakat di sekitar hutan mampu mengelola kekayaan alam yang ada didalam hutan yang dapat digunakan untuk kepentigannya, sehingga pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya berdasarkan warisan dari nenek moyang secara turun-temurun berdasarkan beberapa hal berikut :

1)Budaya adat.

Pengelolaan biasanya menganut aturan adat yang dimiliki misalnya menanam suatu jenis tanaman yang sesuai dengan musimnya menebang pohon


(39)

19

yang usianya sudah tua dan telah siap pohon pengantinya untuk pembuatan rumah, memilih jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi tanah dan iklim yang mendukung

2)Kearifan lokal

Masyarakat pada umumnya percaya pada penghuni makluk gaib di sekitarnya yang dipercaya bisa mendatangkan sebuah bencana jika tidak melakukan ritual, misalnya dengan memberikan sesaji sebagai suatu kebiasaan yang dilakukan adalah sebelum maupun sesudah pengolahan lahan dan pasca panen harus melakukan selamatan dengan mengundang orang-orang yang ada di sekitarnya dan tetap menjaga serta melestarikan suatu tempat yang dianggap keramat

3)Mempelajari keanekaragaman tanaman hutan

Hutan merupakan komponen yang kompleks yang terdapat berbagai jenis kayu yang ada didalamnya, berbagai jenis-jenis tanaman yang hidup, maka masyarakat bisa pelajari semua tanaman yang berfungsi sebagai sumber kehidupan alternatif, jenis tanaman yang dipelajari biasanya yang berfungsi untuk pengobatan tradisional, tanaman yang bisa dimakan, tanaman yang berfungsi untuk ritual dan juga pohon yang bisa dibuat untuk rumah dalam jangka waktu puluhan tahun.

Hutan yang dikelola oleh masyarakat biasanya mengunakan cara-cara tradisional yang tidak merusak kesuburan tanah dan habitat di sekitarnya, alat-alat yang digunakannya juga sangat sederhana, dalam mengelola lahan hutan masyarakat menganalisa dampak-dampak yang timbul dikemudian hari seperti


(40)

20

kemiringan lahan dijadikan sebagai hutan resapan, daerah sekitar sumber air tetap dilestarikan dengan menanam pohon yang banyak mengandung air dan membuat terasering untuk mencegah terjadinya erosi, secara tidak langsung masyarakat di sekitar hutan telah banyak melakukan langkah-langkah penyelamatan hutan dari kerusakan yang disebabkan oleh manusia, pemanfaatan fungsi hutan menurut budaya adat masyarakat adalah pengelolaan yang secara berkelanjutan dan tetap terjaganya nilai-nilai budaya lokal dan kearifan lokal.

Hairiah (2003), mendefinisikan hutan kemasyarakatan adalah perencanaan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan serta pemasaran dilakukan sendiri oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan defenisi tersebut memberikan pandangan tentang pengakuan dan pemberian hak kelola lahan hutan atau lahan adat oleh pemerintah kepada masyarakat lokal atau masyarakat adat serta pentingnya meningkatkan perekonomian masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan dengan tetap menjaga kelestarian hutan.

2.2.3 Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama yaitu melindungi kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan guna kepentingan pembangunan berlanjutan, (Adisasmita, 2010:72). Semakin terbatasnya ruang, maka untuk menjamin terselenggaranya kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan dan terpeliharanya fungsi pelestarian lingkungan, maka upaya pengaturan dan perlindungan terhadap kawasan lindung perlu dituangkan dalam kebijakan pengelolaan pola pemanfaatan ruang, perlindungan kawasan lindung dimaksudkan


(41)

21

untuk meningkatkan diintegrasikan dengan tata ruang wilayah secara keseluruhan (limitasi) dalam pengembangan wilayah. Menurut Undang-undang RI No. 26 tahun 2007 bahwa kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, fungsi utama kawasan lindung adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah, fungsi kawasan lindung selain melindungi kawasan setempat juga memberikan perlindungan kawasan dibawahnya, berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi kawasan lindung tersebut hanya diperbolehkan pengunaan atau pengolahan lahan tanpa pengolahan tanah (zero tillage) dan dilarang melakukan penebangan vegetasi hutan.

Di Timor-Leste kawasan lindung dilihat sebagai bagian yang tidak terpisahkan untuk menjawab prioritas mendasar bagi pengelolaan lingkungan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati seperti tercantum dalam Konstitusi RDTL, Pemerintah Timor-Leste memiliki komitmen kuat untuk membuat dan mengelola jaringan kawasan lindung daratan dan lautan, saat ini tengah dalam proses untuk mengidentifikasi daerah dan sistem pengelolaan yang cocok. Pengelolaan kawasan lindung akan dikelola bersama-sama dengan masyarakat atau pengelolaan berbasis masyarakat, pembentukan jaringan kawasan lindung memberikan peluang-peluang bagi aplikasi praktek-praktek terbaik bagi keuntungan lokal dan nasional bersama-sama demi terwujudnya kelestarian keanekaragaman hayati dan peninggalan alam lainya.


(42)

22

Beberapa kajian sumberdaya alam telah dilakukan berkaitan dengan pengembangan jaringan kawasan lindung di Timor-Leste, dokumen Regulation No. 2000/19 On Protected Places yang dikeluarkan oleh UNTAET pada tahun 2000 menetapkan 15 „kawasan lindung‟ sebagai salah satu langkah penting dalam upaya pelestarian hutan, kemudian diadopsi pemerintah dalam Konstitusi Timor-Leste saat pemindahan kekuasaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa ketika merestorasi kemerdekaan pada tahun 2002.

2.2.4 Pengelolaan Lingkungan

Kartodiharjo (2008) menyatakan pengelolaan lingkungan merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya alam dimana seluruh bentang lahan (resources stock) termasuk ruang publik dalam skala luas maupun seluruh komoditi yang dihasilkan (resources flow), Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dijelaskan bahwa sumberdaya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem, maka dari itu baik pemerintah maupun masyarakat harus bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan semua komponen sumberdaya lingkungan hidup yang ada sehingga dapat dipergunakan secara berkelanjutan baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

2.2.4.1 Interaksi Manusia dengan Lingkungan

Hadi 2000 dalam Budiana (2011), menyatakan bahwa ada satu tahapan (evaluasi) interaksi antara manusia dan lingkungan dimana pada tahap tersebut dimulai dari tahap yang sederhana dimana manusia patuh pada alam (pan


(43)

23

cosmism) sampai pada tahapan yang multi kompleks dimana manusia menguasai dan mengeksploitasi alam (anthropocentris) sekarang tahapan evaluasi tersebut telah menginjak kepada paradigma yang dicita-citakan, yakni kehidupan manusia yang selaras dengan alam (holism) manusia sebagai makluk sosial memiliki berbagai kelompok kehidupan yang membentuk tingkah laku karena masing-masing satuan kehidupan manusia memiliki sistem nilai, berdasarkan uraian tersebut menunjukan bahwa manusia sebagai individu menjadi bagian dari beberapa satuan sosial, kehidupan seorang manusia tidak dapat dipisahkan dari pada lingkungannya seperti contohnya saat manusia bernapas yang berasal dari udara di lingkungan sekitarnya.

Interaksi manusia dengan lingkungan sudah berlangsung melewati dua cara yaitu pertama manusia yang dipengaruhi oleh lingkungan kedua manusia mempunyai kemampuan untuk mengubah suatu lingkungan, sifat interaksi mempunyai perbedaan antara wilayah dan masyarakat yang satu dengan lainya rumah tidak hanya menjadi sekedar tempat tinggal atau berlindung dari cuaca panas maupun hujan serta dari binatang buas tetapi juga menunjukan pada status kekayaan seseorang.

2.2.4.2 Lingkungan Hidup dan Lingkungan Binaan

Lingkungan hidup alam adalah lingkungan hidup yang tidak didominasi oleh manusia sebaliknya lingkungan binaan merupakan lingkungan yang didominasi oleh manusia, berdasarkan perkembangan manusia berangsur-angsur menjadi makluk hidup yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan sehingga lingkungan berubah dari sistem yang berevolusi secara alamiah menjadi sistem yang


(44)

seolah-24

olah dikuasai manusia karena manusia menempatkan diri sebagai bagian dominan dalam ekosistem. Perkembangan lingkungan buatan telah menghasilkan kadar produk sampingan yang meningkat dalam jumlah yang tidak terkendali, produk sampingan tersebut berupa perencanaan dan kerusakan lingkungan (Budiana, 2011).

2.2.5 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan

Menurut Keraf (2002), bahwa prinsip etika lingkungan bertumpu pada dua unsur pokok dari teori biosentrisme dan ekosentrisme, pertama komunitas moral tidak hanya dibatasi pada komunitas sosial, melainkan mencakup komunitas ekologis seluruhnya kedua, hakikat manusia bukan hanya sebagai makluk sosial melainkan makluk ekologis. Manusia sebagai makluk sosial juga sebagai makluk ekologis yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sehingga manusia dalam kehidupan selalu membutuhkan kondisi linkungan yang harmonis dan saling tergantung satu sama lain kondisi tersebut merupakan bagian dari sebuah prinsip etika linkungan. Prinsip etika lingkungan yang menjadi panduan manusia dalam berinteraksi dengan alam yang dapat membutuh yang satu dengan lainya berikut ini merupakan prinsip etika lingkungan yang perlu dipahami sesuai dengan prinsip dan kegunaanya masing-masing:

1. Prinsip sikap hormat terhadap alam.

Prinsip ini menaru Hormat terhadap alam sebagai suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seperti halnya setiap anggota komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama (kohesivitas sosial), dan juga setiap anggota komunitas ekologis harus menghargai


(45)

25

dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis, serta mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kohesivitas dan integritas komunitas ekologis, alam tempat hidup manusia.

2. Prinsip tanggung jawab dan prinsip soliditas kosmis.

Prinsip tanggung jawab menitik beratkan pada pada tanggung jawab secara kolektif bukan secara individual Prinsip ini menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya sedangkan prinsip solidaritas kosmis memandang manusia memiliki kedudukan setara dengan alam dan semua makluk hidup di alam ini. Prinsip ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makluk hidup lain. 3. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam.

Prinsip moral satu arah yang tidak mengharapkan balasan selain itu prinsip ini tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata demi kepentingan alam

4. Prinsip "No Harm" dan prinsip hidup sederhana selaras dengan alam

Prinsip ini melihat bahwa manusia memiliki kewajiban moral dan tanggungjawab terhadap alam, maka paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu, sedangkan prinsip hidup sederhana selaras dengan alam melihat gaya bersama, budaya moderen yang sangat materialistis, konsumtif, dan eksploratif sehingga dibutuhkan sebuah gerakan bersama untuk mengubah gaya hidup bersama yang selaras dengan alam.


(46)

26

5. Prinsip keadilan, prinsip demokrasi dan prinsip integiritas moral.

Prinsip keadilan berbicara mengenai bagaimana manusia harus berprilaku baik antara satu sama lain dalam hubungannya dengan alam semesta, bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif pada kelestarian lingkungan hidup sedangkan prinsip demokrasi beranggapan bahwa alam semesta itu beranekaragam sebab keanekaragaman dan pluralitas merupakan hakikat alam yaitu kehidupan, pada prinsip integritas moral menekan pada moral pejabat yang memegang kendali untuk memberikan perhatian pada aspek lingkungan, Selama pejabat publik tidak mempunyai integritas moral, bisa menyalagunakan kekuasaan untuk kepentingannya dan kelompoknya dengan mengorbankan kepentingan masyarakat, lingkungan hidup bisa ditebak dengan sendirinya akan mudah dirugikan.

2.2.6 Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, definisi tersebut mengandung dua konsep kunci yaitu prioritas pemenuhan kebutuhan esensial penduduk miskin dan adanya keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang (Hadi, 2005). Emil Salim dalam Hadi (2005), Pembangunan berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan mengeliminasi kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga pengelolaan sumberdaya alam dilakukan seoptimal mungkin tanpa mengurangi kualitas sumberdaya alam yang merupakan bagian dari


(47)

27

ekosistem, untuk memastikan kelestarian sumberdaya alam harus memelihara fungsi lingkungan; dengan kata lain bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan dan mempunyai arah dan tujuan sehingga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat baik di masa sekarang maupun di masa mendatang.

Munasinghe (1993), menjelaskan bahwa dalam pembangunan berkelanjutan terdapat tiga pilar utama yang menjadi fokus pembangunan yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Soemarwoto (2009), menjelaskan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan merupakan syarat untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang dipahami sebagai pembangunan yang tidak menyakiti lingkungan hidup dan bersifat pro-lingkungan, pro-sosial serta melayani kepentingan semua anggota masyarakat.

Pembangunan berkelanjutan atau disebut MDGs sudah berakhir pada tahun 2015, saat ini telah diganti dengan percepatan pembangunan ramah lingkungan yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Agenda SDGs atau disebut dengan agenda 2030 menjadi kerangka kerja pembangunan global baru dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Konsep ini hanya

melanjutkan konsep terdahulu (MDGs) yaitu pembangunan manusia (human

development) meliputi pendidikan dan kesehatan, lingkungan dalam skala kecil (social economic development) dan lingkungan yang besar (environmental development) berupa ketersediaan kualitas lingkungan dan sumberdaya alam yang baik.


(48)

28

2.3 Landasan Teori

Teori atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian sebagai definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala (Koentjaraningrat, 1983:21), teori dalam penelitian ini adalah beberapa pengertian dasar yang secara langsung terkait dengan topik penelitian, beberapa teori yang perlu dijelaskan untuk mendapat gambaran ruang lingkup penelitian.

2.3.1 Teori Persepsi Masyarakat

Persepsi adalah pandangan atau penilaian seseorang terhadap obyek tertentu yang dihasilkan oleh kemampuan mengorganisasi pengamatan; persepsi ditentukan oleh dua faktor dalam diri individu (faktor internal) meliputi kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin dan faktor luar individu (faktor eksternal) meliputi pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan perbedaan latar belakang sosial budaya.

Menurut Rangkuti (2002), bahwa Persepsi merupakan sutau proses dimana individu memilih, mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterima melalui inderanya menjadi suatu makna. Dua faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor personal (proses belajar, motif, dan kebutuhan) dan faktor struktural (lingkungan,dan nilai sosial dalam masyarakat).

Walgito (2002), mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga merupakan proses yang berarti dan merupakan proses integral dalam diri individu. Persepsi merupakan proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang di informasikan, sehingga seseorang dapat memandang,


(49)

29

mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana berada, sehingga dapat menentukan tindakannya. Langevelt (1996) dalam Harihanto (2001) mengatakan bahwa persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu yang akan berakibat terhadap motivasi, kemauan, dan perasaan terhadap stimulus tersebut sedangkan stimulus dapat berupa benda, isyarat, informasi, maupun situasi dan kondisi tertentu. Pemahaman terhadap persepsi masyarakat pada suatu obyek, terletak pada pengenalan dan penafsiran unik terhadap obyek pada situasi tertentu dan bukan sebagai suatu pencatatan terhadap situasi tertentu tersebut (Sugiyanto,1996), alasan lain perlunya penelitian persepsi terhadap lingkungan adalah untuk mencapai suatu kualitas lingkungan yang optimal yakni kualitas lingkungan yang sesuai dengan persepsi masyarakat yang menggunakanya, kualitas lingkungan dari suatu kawasan tertentu harus didefinisikan secara umum sebagai lingkungan yang memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang atau sekelompok orang (komunitas) Pandangan ini menyempurnakan pandangan sebelumnya yang mengartikan kualitas lingkungan hanya dari aspek fisik, biologis dan kimia saja (Haryadi dan Setyawan, 1995 dalam Harihanto, 2001).

2.3.2 Teori Konservasi

Konservasi berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai dan servare (keep/save) upaya memelihara apa yang kita punya, namun secara bijaksana. Pemikiran ini dikembangkan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep


(50)

30

konservasi, konservasi bisa dilihat dari segi ekonomi dan ekologi, dimana konservasi dari sudut ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.

Konservasi berarti mengunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu lama sehingga konservasi dapat dilihat sebagai alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial, dibagian lain konservasi dimengerti sebagai managemen udara, air, tanah, mineral keorganisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan managemen seperti survei, penelitian, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan.

Widada et al. (2007), bahwa konservasi sumberdaya berbeda-beda bagi masing-masing tipe sumberdaya, sehingga untuk sumberdaya yang tidak pulih

(exhaustible resources), konservasi dimaksudkan agar dapat mengembangkan

pengunaan sumberdaya itu untuk memenuhi kebutuhan dalam jangka waktu yang lebih lama, misalnya untuk mengurangi tingkat konsumsi atau mengunakan teknologi baru yang menghemat pengunaan sumberdaya alam seperti beralihnya pengunaan dari minyak ke energi surya.

Kegiatan konservasi sumberdaya alam berasaskan pelestarian serta pemanfaatan sumberdaya alam secara serasi dan seimbang asas tersebut adalah landasan untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam serta keseimbangan ekosistem sehingga


(51)

31

dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Muntasib dan Masyud,1998).

Manfaat konservasi sumberdaya alam dapat dilihat dari dua aspek yakni: pertama nilai manfaat ekonomi konservasi ialah sebagai pelestarian tanah dan air, menjaga stabilitas iklim, penghasil hutan non kayu, untuk melindungi plasma nutfah, kedua sebagai sarana ekowisata dan nilai konservasi secara sosio-filosofis yakni menjamin mutu kehidupan yang lebih baik, sebagai salah satu tanggung jawab moral, warisan bagi anak cucu dan kebanggaan bangsa, kelestarian, kelangkaan dan mencegah kepunahan (Darnaedi, 1997).

Wardojo W. (1996) dalam (Budiana, 2011) bahwa konservasi sumberdaya alam mempunyai peranan besar dalam kehidupan manusia, semua segi dari sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara langsung, selain itu ada juga manfaat yang tidak ternilai dan kadang-kadang sulit untuk diukur dan di nilai seperti manfaat sebagai sumberdaya genetik, manfaat sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, manfaat pendidikan, manfaat sebagai pengatur tata air, manfaat terhadap iklim dan manfaat untuk menciptakan lingkungan yang sehat.

2.3.3 Teori Perencanaan

Perencanaan biasanya disebut dengan istilah planning yaitu merupakan salah satu dari fungsi management yang penting, Planning sendiri adalah proses menetapkan tujuan, mengembangkan strategi, menguraikan tugas dan jadwal untuk mencapai tujuan.

Harjanto (2008) menyatakan bahwa Perencanaan merupakan suatu proyeksi yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan, sehingga perencanaan sebagai


(52)

32

proses mempersiapkan kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Arsyad (1999:19) beragumentasi bahwa ada 4 elemen dasar dalam sebuah perencanaan diantaranya bahwa; merencana berarti memilih, perencanaan merupakan alat pengalokasian sumberdaya, perencanaan adalah alat yang di gunakan untuk mencapai tujuan serta perencanaan sebagai suatu proses yang berorientasi kemasa depan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan atas sejumlah alternatif atau pilihan mengenai sasaran dan cara-cara yang dilaksanakan di masa yang akan datang serta dapat dipakai untuk menyusun strategi sehingga dapat dilakukan secara berkesinambungan untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Hutan Tidak Lestari

Guciano (2009), menjelaskan bahwa pembakaran hutan yang kerap kali terjadi dapat menghacurkan habitat satwa, mengurangi keragaman hayati dan menghilangkan kesuburan tanah, rusaknya siklus hidrologi akan menimbulkan pemanasan global, semakin Banyak ladang berpindah akan meningkatkan ancaman kerusakan hutan karena umumnya masyarakat tidak memperhatikan aturan-aturan yang benar untuk menjaga kelestarian hutan dalam melakukan aktivitasnya diladang. Djaenudin (1994), problematika lingkungan di negara-negara berkembang pada umumnya karena eksploitasi hutan yang berlebihan, memperluas areal penanaman dan pengundulan hutan, secara umum kerusakan hutan disebabkan oleh tiga aspek utama, diantaranya adalah aspek mentalitas


(53)

33

mentalitas manusia melihat bahwa manusia berkontribusi pada kerusakan hutan

karena pandangan antrhropocentric banyak dianut manusia Antrhropocentric adalah aliran pemikiran yang berpandangan bahwa manusia adalah pusat dan tujuan akhir dari alam semesta, pandangan ini memposisikan manusia sebagai pihak yang dominan, sehingga tindakan yang dilaksanakanya lebih banyak didominasi kepentingan manusia dan mengabaikan masa depan, akhirnya hutan dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat di manfaatkan dengan sesuka hati, kondisi ini dilihat dari masyarakat membuka hutan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian.

Aspek ekonomi melihat pengelolaan hutan saat ini lebih mengutamakan kepentingan ekonomi daripada kepentingan kelestarian ekologi, akibatnya agenda yang berdimensi jangka panjang yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan, pemahaman bahwa mengeksploitasi sumberdaya alam termasuk hutan adalah cara yang paling mudah dan murah untuk menperoleh pendapatan, investasi yang bertumpu pada hasil-hasil sumberdaya alam, seperti kayu, bahan tambang dan hasil hutan lainya, kegiatan yang sering tidak memperhatikan aspek konservasi, dan disertai aktivitas illegal yang mempercepat terjadinya kerusakan hutan.

Penegakan hukum di bidang kehutanan baru menjangkau para pelaku di lapangan saja, biasanya hanya masyarakat kecil yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya, masyarakat hanyalah suruhan bukan orang yang paling bertanggungjawab sedangkan pihak yang menyuruh sebenarnya paling bertanggungjawab, justru banyak yang belum tersentuh hukum, para aktor


(54)

34

intelektual biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan sehingga tidak tersentuh hukum.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian merupakan hasil abstraksi dan sintesis dari teori yang dikaitkan dengan masalah penelitian yang dihadapi disamping itu untuk menjawab dan memecahkan masalah penelitian.

Kawasan Lindung (KL) Manucoco merupakan salah satu kawasan hutan konservasi yang termasuk dalam hutan pegunungan yang ditetapkan Kementrian Pertanian mengacu pada peraturan UNTAET No. 19 tahun 2000, dengan luas sekitar 5.895 hektar, kondisi KL Manucoco saat ini belum dilakukanya pengelolaan sehingga masyarakat masih melakukan aktivitas di sekitar kawasan dengan melakukan perambahan kawasan, penebangan pohon/kayu dan sering terjadi kebakaran di sekitar kawasan pada musim kemarau akibat sistem pertanian tebas bakar yang masih berlaku.

Pihak penanggung jawab Dirgen Kehutanan melakukan berbagai upaya yaitu mengadakan reboisasi di sekitar sumber mata air yang melibatkan masyarakat setempat dan juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar kawasan tersebut, upaya ini mendapat kendala karena tekanan masyarakat terhadap kawasan ini masih relatif tinggi, yang mana lebih dominan dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan yakni masyarakat desa yang berhubungan langsung dengan KL Manucoco. Keadaan ini dapat dilihat dari masyarakat yang masih banyak membuka lahan di sekitar kawasan untuk menanam tanaman jagung, ubi kayu, dan tanaman hortikultura lainya serta adanya


(1)

dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Muntasib dan Masyud,1998).

Manfaat konservasi sumberdaya alam dapat dilihat dari dua aspek yakni: pertama nilai manfaat ekonomi konservasi ialah sebagai pelestarian tanah dan air, menjaga stabilitas iklim, penghasil hutan non kayu, untuk melindungi plasma nutfah, kedua sebagai sarana ekowisata dan nilai konservasi secara sosio-filosofis yakni menjamin mutu kehidupan yang lebih baik, sebagai salah satu tanggung jawab moral, warisan bagi anak cucu dan kebanggaan bangsa, kelestarian, kelangkaan dan mencegah kepunahan (Darnaedi, 1997).

Wardojo W. (1996) dalam (Budiana, 2011) bahwa konservasi sumberdaya alam mempunyai peranan besar dalam kehidupan manusia, semua segi dari sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara langsung, selain itu ada juga manfaat yang tidak ternilai dan kadang-kadang sulit untuk diukur dan di nilai seperti manfaat sebagai sumberdaya genetik, manfaat sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, manfaat pendidikan, manfaat sebagai pengatur tata air, manfaat terhadap iklim dan manfaat untuk menciptakan lingkungan yang sehat.

2.3.3 Teori Perencanaan

Perencanaan biasanya disebut dengan istilah planning yaitu merupakan salah satu dari fungsi management yang penting, Planning sendiri adalah proses menetapkan tujuan, mengembangkan strategi, menguraikan tugas dan jadwal untuk mencapai tujuan.

Harjanto (2008) menyatakan bahwa Perencanaan merupakan suatu proyeksi yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan, sehingga perencanaan sebagai


(2)

proses mempersiapkan kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Arsyad (1999:19) beragumentasi bahwa ada 4 elemen dasar dalam sebuah perencanaan diantaranya bahwa; merencana berarti memilih, perencanaan merupakan alat pengalokasian sumberdaya, perencanaan adalah alat yang di gunakan untuk mencapai tujuan serta perencanaan sebagai suatu proses yang berorientasi kemasa depan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan atas sejumlah alternatif atau pilihan mengenai sasaran dan cara-cara yang dilaksanakan di masa yang akan datang serta dapat dipakai untuk menyusun strategi sehingga dapat dilakukan secara berkesinambungan untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Hutan Tidak Lestari

Guciano (2009), menjelaskan bahwa pembakaran hutan yang kerap kali terjadi dapat menghacurkan habitat satwa, mengurangi keragaman hayati dan menghilangkan kesuburan tanah, rusaknya siklus hidrologi akan menimbulkan pemanasan global, semakin Banyak ladang berpindah akan meningkatkan ancaman kerusakan hutan karena umumnya masyarakat tidak memperhatikan aturan-aturan yang benar untuk menjaga kelestarian hutan dalam melakukan aktivitasnya diladang. Djaenudin (1994), problematika lingkungan di negara-negara berkembang pada umumnya karena eksploitasi hutan yang berlebihan, memperluas areal penanaman dan pengundulan hutan, secara umum kerusakan hutan disebabkan oleh tiga aspek utama, diantaranya adalah aspek mentalitas manusia, kepentingan ekonomi, dan lemahnya penegakan hukum. Aspek


(3)

mentalitas manusia melihat bahwa manusia berkontribusi pada kerusakan hutan karena pandangan antrhropocentric banyak dianut manusia Antrhropocentric adalah aliran pemikiran yang berpandangan bahwa manusia adalah pusat dan tujuan akhir dari alam semesta, pandangan ini memposisikan manusia sebagai pihak yang dominan, sehingga tindakan yang dilaksanakanya lebih banyak didominasi kepentingan manusia dan mengabaikan masa depan, akhirnya hutan dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat di manfaatkan dengan sesuka hati, kondisi ini dilihat dari masyarakat membuka hutan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian.

Aspek ekonomi melihat pengelolaan hutan saat ini lebih mengutamakan kepentingan ekonomi daripada kepentingan kelestarian ekologi, akibatnya agenda yang berdimensi jangka panjang yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan, pemahaman bahwa mengeksploitasi sumberdaya alam termasuk hutan adalah cara yang paling mudah dan murah untuk menperoleh pendapatan, investasi yang bertumpu pada hasil-hasil sumberdaya alam, seperti kayu, bahan tambang dan hasil hutan lainya, kegiatan yang sering tidak memperhatikan aspek konservasi, dan disertai aktivitas illegal yang mempercepat terjadinya kerusakan hutan.

Penegakan hukum di bidang kehutanan baru menjangkau para pelaku di lapangan saja, biasanya hanya masyarakat kecil yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya, masyarakat hanyalah suruhan bukan orang yang paling bertanggungjawab sedangkan pihak yang menyuruh sebenarnya paling bertanggungjawab, justru banyak yang belum tersentuh hukum, para aktor


(4)

intelektual biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan sehingga tidak tersentuh hukum.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian merupakan hasil abstraksi dan sintesis dari teori yang dikaitkan dengan masalah penelitian yang dihadapi disamping itu untuk menjawab dan memecahkan masalah penelitian.

Kawasan Lindung (KL) Manucoco merupakan salah satu kawasan hutan konservasi yang termasuk dalam hutan pegunungan yang ditetapkan Kementrian Pertanian mengacu pada peraturan UNTAET No. 19 tahun 2000, dengan luas sekitar 5.895 hektar, kondisi KL Manucoco saat ini belum dilakukanya pengelolaan sehingga masyarakat masih melakukan aktivitas di sekitar kawasan dengan melakukan perambahan kawasan, penebangan pohon/kayu dan sering terjadi kebakaran di sekitar kawasan pada musim kemarau akibat sistem pertanian tebas bakar yang masih berlaku.

Pihak penanggung jawab Dirgen Kehutanan melakukan berbagai upaya yaitu mengadakan reboisasi di sekitar sumber mata air yang melibatkan masyarakat setempat dan juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar kawasan tersebut, upaya ini mendapat kendala karena tekanan masyarakat terhadap kawasan ini masih relatif tinggi, yang mana lebih dominan dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan yakni masyarakat desa yang berhubungan langsung dengan KL Manucoco. Keadaan ini dapat dilihat dari masyarakat yang masih banyak membuka lahan di sekitar kawasan untuk menanam tanaman jagung, ubi kayu, dan tanaman hortikultura lainya serta adanya


(5)

penebangan pohon baik untuk kayu bakar maupun membuat kapal tradisional dan bahan bangunan yang diperlukan masyarakat aktivitas tersebut sebagai ancaman bagi kelestarian KL Manucoco.

Merujuk pada fenomena permasalahan diatas, maka muncul suatu pemikiran untuk melakukan suatu kajian untuk melihat persepsi dan perilaku masyarakat tentang kelestarain atau konservasi terhadap KL Manucoco berdasarkan formulasi daftar pertanyaan-pertanyaan baik secara tulisan maupun secara lisan, semua data lapangan yang diperoleh baik dari kuisioner (persepsi masyarakat tentang fungsi kawasan lindung Manucoco, kebijakan pengelolaan hutan konservasi, hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan hutan), observasi lapangan dan wawancara. Data persepsi masyarakat ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif kualitatif sedangkan analisis SWOT untuk memperoleh faktor internal dan eksternal setelah melakukan tahap analisis kemudian merumuskan strategi-strategi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat di KL Manucoco kemudian direkomendasikan kepada pemerintah dalam hal ini Kementrian Pertatanian sebagai arahan dalam pengelolaan KL Manucoco ke depan.


(6)

Gambar 2.2

Model Kerangka Berfikir Penelitian Kegiatan Masyarakat

Teori

Masyarakat sekitarnya

Strategi Konsep

Persepsi KL Manucoco

(UNTAET No.19/2000) Terancam

REKOMENDASI

 Ladang Berpindah-

 Penebangan Pohon

 Kebakaran Hutan

 Pemanfaatan SDA

lainnya Berdampak Terhadap