Strategi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Berbasis Kearifan Lokal di Kota Administratif Atauro Kota Madya Dili, Timor Leste.
TESIS
STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR
DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA
ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI
TIMOR-LESTE
DOMINGOS MESQUITA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
TESIS
STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR
DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA
ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI
TIMOR-LESTE
DOMINGOS MESQUITA NIM 1491261013
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(3)
STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR
DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA
ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI
TIMOR-LESTE
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Udayana
DOMINGOS MESQUITA NIM 1491261013
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(4)
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, 26 MEI 2016
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. Prof. Dr. Wayan Windia, SU. NIP. 195905191986011001 NIP. 194912151975031001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. Ir. I Wayan Nuarsa, M.Si. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 196805111993031003 NIP. 195902151985102001
(5)
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal, 23 Mei 2016
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. : 2056/UN.14.4/HK/2016 Tanggal : 3 Mei 2016
Panitia Penguji Tesis adalah:
Ketua : Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. Anggota :
1. Prof. Dr. Wayan Windia, SU.
2. Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS. 3. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP.
(6)
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Domingos Mesquita
NIM : 1491261013
Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan
Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis
Kearifan Lokal di Kota Administratif Atauro Kota Madya
Dili, Timor-Leste
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 23 Mei 2016 Hormat saya,
Domingos Mesquita NIM. 1491261013
(7)
UCAPAN TERIMA KASIH
Perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya /
karunia-Nya tesis ini yang berjudul “Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Kearifan Lokal di Kota Administratif Atauro Kota Madya Dili
Timor-Leste” dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan tesis ini penulis mendapatkan banyak sekali bantuan
berupa bimbingan, saran, motivasi dan inspirasi dari berbagai pihak. Untuk itu
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada.
1. Bapak Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD
(KEMD) dan Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan
kepada penulis selama menempuh pendidikan pada Program Studi Magister
Ilmu Lingkungan.
2. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. selaku Pembimbing I yang telah dengan
sabar dan penuh perhatian memberikan bimbingan, motivasi, inspirasi dan
saran sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
3. Prof. Dr. Wayan Windia, SU. selaku Pembimbing II yang senantiasa
memberikan saran dan bimbingan kepada penulis dalam upaya penyempurnaan
(8)
4. Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS. selaku Pembahas yang dengan sabar
memberikan berbagai masukan dan bimbingan sehingga cakrawala penulis
dalam penyusunan tesis ini dapat terbuka.
5. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP. selaku Penguji yang telah memberikan masukan,
saran dan perbaikan sehingga tesis ini dapat sesuai harapan.
6. Prof. Dr. Ir. I Wayan Nuarsa, M.Si. sebagai Ketua Program Studi Magister
Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang selalu memotivasi dan
memberikan arahan kepada penulis selama menempuh pendidikan dan dalam
penyusunan tesis ini.
7. Para dosen dan staf pengajar di Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
(PSMIL) Universitas Udayana yang selalu memberikan ilmu dan membuka
wawasan keilmuan penulis di bidang Ilmu Lingkungan.
8. Pemerintah Timor-Leste melalui Kementrian Perdagangan, Industri dan
Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Komisi Kepegawaian (Comissão da Função Pública) dan Institut Nasional Administrasi Publik (Instituto Nacional de Administração Pública) yang telah memberikan ijin belajar dan beasiswa sehingga penulis dapat menempuh pendidikan magister di Universitas
Udayana.
9. Para staf sekretariat Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL)
Universitas Udayana yang selalu membantu kelancaran semua keperluan
(9)
10.Teman-teman Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
Universitas Udayana yang senantiasa kompak dalam memberikan dorongan
semangat dan ide serta masukan dalam kelancaran penyelesaian tesis ini.
11.Keluarga tercinta, atas limpahan kasih sayang yang diberikan serta atas semua
doa restu dan dorongan yang selama ini diberikan, istri tercinta Filomena
Maculada, dan putra putri tersayang Fidelio Canizio Mesquita, Finicia
Maculada Mesquita dan Leticia Mesquita yang dengan penuh ketulusan telah
memberikan kepada penulis kasih sayang dan kesempatan untuk lebih
berkonsentrasi menyelesaikan pendidikan di Universitas Udayana.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
penyusunan tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar, 23 Mei 2016
(10)
ABSTRAK
STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI
TIMOR-LESTE
Sumberdaya pesisir dan laut dewasa ini mengalami degradasi sebagai akibat dari pemanfaatan yang merusak dan cenderung mengutamakan kepentingan sesaat. Masyarakat di Kota Administratif Atauro memiliki tradisi kearifan lokal tersendiri dari nenek moyang yang dituangkan dalam hukum adat yang dikenal oleh masyarakat lokal sebagai tara bandu (lubuk larangan). Penelitian dilakukan dengan tujuan: 1) mengetahui potensi sumberdaya pesisir dan laut serta sejauh mana tingkat pemanfaatannya, 2) mengetahui nilai-nilai kearifan lokal masyarakat pesisir yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, 3) mengetahui sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, 4) untuk mendapatkan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal di Kota Administratif Atauro. Penelitian dengan metode survei menggunakan pendekatan secara deskriptif kualitatif yang dikombinasikan dengan analisis SWOT. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara (interview), dan dokumentasi. Metode dan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal yang mempunyai peranan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah tradisi pemasangan bubu (bubur), kearifan lokal tara bandu (lubuk larangan), kearifan lokal di Kampung Maquer untuk melarang penangkapan terhadap beberapa jenis biota laut yang gerakannya lambat, tradisi baku tasi dan baku lai, tradisi menyembah patung kayu dan festival saint petrus. Di Desa Biqueli terdapat tradisi larangan untuk merokok, makan sirih, dan menjual/mengkonsumsi minuman beralkohol di tempat umum. Hasil analisis SWOT menyimpulkan bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro berada dalam kuadran/posisi konservatif, yakni posisi strategi berbenah. Strategi yang digunakan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah a) menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) dengan konsep strategi pengelolaan
one island management sehingga program pembangunan tidak berdampak negatif pada sumberdaya pesisir dan laut, b) penyusunan rencana aksi tahunan dan pengalokasian dana untuk pengadaan sarana dan prasarana, c) peningkatan SDM melalui pendidikan formal, pelatihan-pelatihan profesi, dan studi banding di tempat-tempat yang lebih maju, d) melakukan kajian dampak lingkungan terhadap pembangunan di wilayah pesisir, e) tradisi pemasangan bubu dan lubuk larangan perlu dilakukan guna menjaga harmonisasi hubungan manusia dengan lingkungan sekitar, f) program pendidikan dan penyuluhan kesadaran masyarakat mengenai konservasi sumberdaya pesisir dan laut.
Kata kunci: Pulau Atauro, strategi pengelolaan, sumberdaya pesisir dan laut, kearifan lokal
(11)
RINGKASAN
STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA ADMINISTRATIF ATAURO KOTA MADYA DILI
TIMOR-LESTE
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan, karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut semakin mengarah pada penggunaan armada dan peralatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut lebih bersifat merusak yang tidak memperhatikan aspek konservasi dan keseimbangan ekosistem, yang hanya mengutamakan kepentingan sesaat ketimbang memikirkan generasi berikutnya.
Sumberdaya pesisir dan laut sebagai kekayaan yang milik bersama, sehingga kebanyakan masyarakat pesisir melakukan pemanfaatan tidak sesuai dengan aturan dan norma-norma yang berbasis prinsip berkelanjutan. Oleh karena itu, kebijakan implementasi undang-undang perikanan dan lingkungan hidup serta hukum adat sebagai kearifan lokal disuatu daerah sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir dan laut.
Masyarakat di Kota Administratif Atauro memeliki tradisi kearifan lokal tersendiri yang diwariskan secara turun temurun dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat pesisir Atauro sangat beragam, mulai dari kearifan lokal untuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang berpotensi merusak ekosistem sampai pada kearifan lokal yang dinilai mampu menjaga dan melestarikan kekayaan alam dari ancaman aktivitas manusia.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengetahui potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif Atauro dan tingkat pemanfaatannya, 2) mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada mansyarakat pesisir di Kota Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, 3) mengetahui sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, 4) untuk mendapatkan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal di Kota Administratif Atauro.
Penelitian ini dilakukan di Kota Administratif Atauro, terutama desa yang letaknya di daerah pesisir pantai yaitu; Desa Vila, Desa Beloi, Desa Maquili dan Desa Biqueli. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang menggunakan pendekatan secara deskriptif kualitatif yang dikombinasikan dengan analisis SWOT. Teknik penumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara (interview), dan dokumentasi. Sedangkan metode dan teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif dan analisis SWOT.
(12)
dimana dari hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa seluruh desa yang ada di kota ini terletak di sepanjang pesisir pantai, sedangkan hanya desa Macadade yang sebagian besar terletak di dataran tinggi Pulau Atauro.
Pada umumnya masyarakat di Kota Administratif Atauro hidup sebagai nelayan dan petani. Nelayan di Pulau Atauro adalah nelayan subsisten yang masih mengandalkan alat penangkapan tradisional menggunakan pancing dan jaring sederhana untuk menangkap ikan. Penghasilan masyarakat Atauro adalah ikan laut, jagung dan ubi-ubian, kerajinan tangan berupa patung yang dibuat dari kayu, cincing dan gelang yang dibuat dari kulit penyu dan budidaya rumput laut.
Sarana dan prasarana daerah tersebut hanya memiliki satu pelabuhan kecil yang mampu menampung satu kapal ferri dari Dili. Armada penangkapan masih menggunakan sampan/jakung dan perahu papan, sedangkan motor ketinting dan motor tempel hanya dimiliki oleh beberapa orang saja. Kapal motor modern untuk penangkapan ikan di laut dalam ada.
Peralatan yang digunakan oleh nelayan berupa pancing, jaring, jala yang dilengkapi dengan peralatan tradisional lainnya seperti, panah tradisional, bubu (bubur), tombak (hehai), tongkat berupa besi (keur), senapan panah (kilat), kaca mata selam yang terbuat dari kayu.
Potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif Atauro adalah, terumbu karang, berbagai jenis ikan, padang lamun, rumput laut, hutan bakau (mangrove), pantai berpasir putih dan mata air panas. Kondisi ekosistem pesisir dan laut tersebut yaitu: a) Tutupan karang keras hidup (hard coral live) di perairan Pulau Atauro adalah antara 12% - 31% dengan rata-rata 20,2%. Presentase tutupan karang di Pulau Atauro masuk dalam kategori rendah. Rendahnya tutupan karang keras karena tingginya tutupan abiotik dan tingginya tutupan rubble. Tutupan rubble
ini diduga akibat dari penangkapan ikan dengan bom, b) keanekaragaman ikan dan biota laut penting di perairan Pulau Atauro termasuk tinggi karena di beberapa lokasi dijumpai kelimpahan ikan dan biota laut penting seperti ikan jack-travelly, ekor kuning dan barakuda dalam jumlah yang cukup besar. Bumphead parrotfish atau ikan kakatua kaibam dan ikan napoleon yang relatif sangat banyak, c) jenis padang lamun yang ditemukan kebanyakan didominasi oleh Enhalus acoroides, Halophila ovalis, dan Cymodocea serrulata, d) rumput laut (seaweed) yang kebanyakan dibudidayakan oleh petani adalah jenis Eucheuma cottonii warna hijau dan Eucheuma spinosum
berwarna coklat, e) hutan bakau (mangrove) di Pulau Atauro jumlahnya hanya sedikit yang didominasi oleh jenis Avicennia alba, Avicennia marina, Sonneratia alba,
Rhizopora mucronata, Rhizopora apiculata, dan Aegiceras corniculatum. Lokasi penyebaran hutan mangrove di Pulau Atauro adalah di wilayah pesisir pantai Desa Vila, Desa Beloi dan Desa Biqueli, f) wilayah pesisir daerah ini terdapat pantai pasir putih yang terbentang sepanjang 23 km dimana penyu kerap dijumpai bertelur pada musim tertentu, g) mata air panas di Desa Biqueli dan Desa Maquili berpotensi sebagai salah satu atraksi wisata di Pulau Atauro. Mata air panas di Desa Biqueli terdapat di dua lokasi yaitu Uaro-Ana dan Vatu’u sedangkan mata air panas di Desa Maquili terdapat di kampung Maumeta.
(13)
ikan yang merusak ekosistem laut (destructive fishing). Destructive fishing yang dilakukan oleh nelayan seperti, pengeboman ikan, menggunakan racun ikan tradisional (tuha), penggalian terumbu karang untuk menangkap ikan, dan menangkap penyu yang hendak bertelur di pesisir pantai. Sampah yang tidak dikelola dengan baik, sedimentasi semakin meningkat, pembangunan di wilayah pesisir yang tidak terkontrol dengan baik, dan penebangan hutan mangrove untuk kebutuhan pembuatan perahu tradisional.
Kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro yaitu: tradisi pemasangan bubu (bubur), kearifan lokal tara bandu (lubuk larangan), kearifan lokal di Kampung Maquer untuk melarang penangkapan terhadap beberapa jenis biota laut yang gerakannya lambat, tradisi baku tasi dan baku lai, tradisi menyembah patung kayu dan festival saint petrus. Di Desa Biqueli terdapat tradisi larangan untuk merokok, makan sirih, dan menjual/mengkonsumsi minuman beralkohol ditempat umum.
Strategi yang akan digunakan untuk memperbaiki kondisi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro adalah strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang atau sering disebut strategi WO. Strategi tersebut adalah: a) menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) dengan konsep strategi pengelolaan one island management sehingga program pembangunan tidak berdampak negatif pada sumberdaya pesisir dan laut, b) penyusunan rencana aksi tahunan dan pengalokasian dana untuk pengadaan sarana dan prasarana, c) peningkatan SDM melalui pendidikan formal, pelatihan-pelatihan profesi, dan studi banding di tempat-tempat yang lebih maju, d) melakukan kajian dampak lingkungan terhadap pembangunan di wilayah pesisir, e) tradisi pemasangan bubu dan lubuk larangan perlu dilakukan guna menjaga harmonisasi hubungan manusia dengan lingkungan sekitar dan sebagai daya tarik wisata, f) program pendidikan dan penyuluhan kesadaran masyarakat mengenai konservasi sumberdaya pesisir dan laut.
(14)
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRACT ... ix
ABSTRAK ... x
RINGKASAN ... xi
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 7
1.3Tujuan Penelitian …….. ... 7
1.4Manfaat Penelitian……… . 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN ... 9
2.1Tinjauan Pustaka ... 9
2.2Konsep ... 15
2.2.1 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 15
(15)
2.2.3 Karakteristik Sosial dan Sistem Pengetahuan Masyarakat
Pesisir ... 18
2.2.4 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 20
2.3Landasan Teori ... 20
2.3.1 Strategi Pengelolaan ... 20
2.3.2 Teori Perencanaan ... 23
2.3.3 Teori Pengelolaan... 24
2.3.4 Teori Partisipasi ... 25
2.3.5 Pengertian Wilayah Pesisir ... 26
2.3.6 Pengenalan Kearifan Lokal ... 30
2.4Model Penelitian ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 38
3.1Pendekatan Penelitian ... 38
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 38
3.2.2 Waktu Penelitian ... 39
3.3Jenis dan Sumber Data ... 39
3.3.1 Jenis Data ... 39
3.3.2 Sumber Data ... 40
3.4Instrumen Penelitian... 41
3.5Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 41
3.5.1 Metode Observasi ... 42
3.5.2 Metode Wawancara ... 43
3.5.3 Metode Dokumentasi ... 44
3.6Metode dan Teknik Analisis Data ... 44
3.6.1 Analisis Deskriptif Kualitatif ... 44
3.6.2 Analisis SWOT ... 45
(16)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48
4.1 Gambaran Umum Kota Administratif Atauro ... 48
4.1.1 Sejarah Kota Administratif Atauro ... 48
4.1.2 Kondisi Geografi dan Topografi ... 49
4.1.3 Kelembagaan ... 49
4.1.4 Penduduk dan Demografi ... 51
4.1.5 Kondisi Lingkungan Darat ... 53
4.1.6 Kondisi Pesisir dan Laut ... 54
4.1.7 Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya ... 56
4.1.8 Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 59
4.2 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 60
4.2.1 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 60
4.2.2 Ancaman Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 65
4.3 Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 66
4.4 Sikap dan Perilaku Masyarakat Serta Komponen Terkait Terhadap Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 73
4.5 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Kearifan Lokal ... 76
4.5.1 Identifikasi faktor Internal dan Eksternal ... 76
4.5.2 Analisis SWOT ... 78
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 92
5.1 Simpulan ... 92
5.2 Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 96
(17)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Jumlah Penduduk Diperinci Menurut Desa di Kota Administratif Atauro 51
4.2 Tingkat Pendidikan Masyarakat ... 52
4.3 Angkatan Kerja ... 56
4.4 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ... 78
4.5 Analisis Faktor Internal ... 83
(18)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Pembagian Wilayah Pesisir dan Pantai ... 27
2.2 Model Penelitian ... 37
3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 39
3.2 Matriks SWOT Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 47
4.1 Peta Kota Administratif Atauro ... 50
4.2 Kondisi Pesisir Pantai ... 55
4.3 Kondisi Hutan Mangrove di Desa Vila dan Desa Beloi ... 64
(19)
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
SINGKATAN
OTEC : Ocean Thermal Energy Conservation
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
SWOT : Strength Weakness Opportunity Threat
RDTL : República Democrática de Timor-Leste
MPA : Marine Protected Areas SDM : Sumberdaya Manusia
MDPL : Meter Diatas Permukaan Laut DNE : Direcção Nacional de Statística
DNPA : Direcção Nacional de Pesca e Aquicultura
USD : United States Dollars
UNCBD NFP : United Nations Convention on Biological Diversity – National Focal Point
PMO/PEMSEA : Project Management Office / Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia
SUPM : Sekolah Usaha Perikanan Menengah
ISTILAH
Chefe do Posto administrativo: Kepala pemerintahan daerah di bawah Bupati. Chefe do Posto Administrativo (Camat) yang mengepalai kecamantan/posto administrativo
Suco : Kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem dan aturan sendiri. Suco (desa) di kepalai oleh seorang Chefe Suco
(Kepala Desa)
Aldeia : Kesatuan administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu yang di kepalai oleh seorang kepala kampung. Aldeia (kampung)
Bubur : Peralatan tangkap ikan berupa perangkap yang berbentuk kurungan dan berupa jebakan dimana ikan akan mudah masuk dan sulit untuk keluar.
(20)
plastik
Koro-koro : Armada penangkapan ikan tradisional yang dibuat dari kayu. Koro- koro (perahu tradisional) adalah kendaraan air (biasanya tidak bergeladak) yang lancip pada kedua ujungnya dan lebar ditengahnya
Hehai : Alat penangkap ikan yang terdiri dari batang (kayu/bambu) dengan ujungnya berkait balik (mata tombak) dan tali penarik yang diikatkan pada mata tombak. Hehai (tombak) tali penariknya dipegang oleh nelayan kemudian setelah tombak mengenai sasaran tali tersebut ditarik untuk mengambil hasil tangkapan
Keur : Alat penangkap ikan berupa besi atau tongkat dari kayu yang ujungnya meruncing untuk tombak ikan. Keur (tongkat besi) tanpa menggunakan tali pengikat digunakan untuk tombak ikan di celah-celah terumbu karang pada saat air laut surut
Kilat : Alat tangkap ikan tradisional yang dibuat dari kayu menyerupai senapan.
Kilat (senapan panah) dibuat oleh masyarakat digunakan untuk memanah ikan pada saat nelayan menyelam di laut
Gill net : Alat tangkap ikan berupa jaring berbentuk persegi empat panjang yang dilengkapi dengan pemberat di bagian bawah dan pelampung di bagian atas. Gill net (jaring insang) dipasang menghadap arah gerak ikan sehingga ikan tertangkap karena insangnya tersangkut pada mata jaring
Tuha : Alat tangkap ikan tradisional yang diperoleh dari zat-zat beracun dari kulit kayu atau buah. Tuha (racun lokal) dipersiapkan oleh nelayan sebelum melaut dimana pada saat melaut para nelayan yang berperilaku merusak akan membawa racun tersebut dan meletakkan di celah-celah terumbu karang sehingga membuat ikan mabuk untuk memudahkan penangkapan
Lumuklolon: Tempat persembahan yang berada di daerah pesisir Desa Maquili.
Lumuklolon dipercayai oleh para tua adat sebagai tempat pertemuan leluhur dengan manusia saat melakukan acara ritual pemasangan bubu
Uma lisan : Pusat aturan tradisional yang lazim dilakukan sejak dahulu kala. Uma lisan (suku adat) berlaku bahwa laki-laki yang berhak sebagai ahli waris yang sering disebut lia nain (tua adat)
Lia nain : Ahli waris dari suku adat yang berhak melakukan acara ritual dalam kegiatan-kegiatan tradisional atau budaya lokal.
(21)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Matriks Formulasi Strategi SWOT ... 101
2. Pedomaan Wawancara untuk Instansi Pemerintah ... 103
3. Pedomaan Wawancara untuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Roman Luan ... 106
4. Pedomaan Wawancara untuk Tokoh Masyarakat Lokal ... 109
5. Pedomaan Wawancara untuk Masyarakat yang Terlibat Langsung dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut yang Berbasis Kearifan Lokal. ... 112
6. Daftar Nama-nama Informan ... 115
7. Foto dokumentasi kegiatan observasi lokasi penelitian ... 117
(22)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk
diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut
semakin mengarah pada penggunaan armada dan alat penangkapan yang tidak ramah
lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut lebih bersifat merusak demi
memperoleh keuntungan sesaat yang lebih besar tanpa memperhatikan aspek konservasi dan
keseimbangan ekosistem.
Sumberdaya pesisir dan laut merupakan suatu potensi yang cukup menjanjikan untuk
mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Konsekuensi logis
dari sumberdaya pesisir dan laut sebagai sumberdaya milik bersama (common property) dan terbuka untuk umum (open acces) maka pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut dewasa ini
semakin meningkat hampir semua wilayah.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut sekarang ini semakin ketat, sehingga
masyarakat pesisir selalu berusaha untuk menggunakan armada dan peralatan tangkap yang
modern. Usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat pesisir selalu dihubungkan dengan
peningkatan pendapatan agar menjamin kehidupan yang lebih baik.
Pengelolaan berbasis masyarakat akan memberikan insentif bagi masyarakat untuk
mandiri melalui lembaga lokal. Masyarakat yang akan menentukan keberlanjutan dari
sumberdaya alam yang dimiliki di wilayahnya. Oleh karena itu, peran masyarakat begitu
penting untuk menyepakati dan menjalankan norma dan aturan dalam pengelolaan
(23)
2
sumberdaya pesisir dan laut. Norma dan aturan tersebut menjadi acuan dalam pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut karena pada dasarnya muncul dari inisiatif masyarakat lokal.
Saat ini terjadi peningkatan usaha penangkapan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari, baik bagi masyarakat pesisir maupun permintaan pasar. Di sisi lain hal yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat agar bisa
menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan laut. Dengan demikian bisa menunjang kehidupan
yang lebih baik untuk masa yang akan datang.
Sebagai akibat pemanfaatan sumberdaya pesisir dan sekitarnya jauh lebih besar dari
daya dukung lingkungan (over eksploitation) yang lebih mengarah ke kerusakan (destruction), maka perlu perhatian dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan yang baik. Namun sampai saat ini partisipasi masyarakat masih sangat rendah dalam hal perlindungan
dan pelestarian sumber daya pesisir dan laut. Partisipasi masyarakat pesisir sebagai
stakeholders utama sumberdaya pesisir dan laut adalah faktor yang sangat menentukan khususnya dalam pendekatan pengelolaan dengan melaksanakan proses co-management
berbasis komunitas dan dilakukan secara partisipatif.
Salah satu pemanfaatan dan mobilisasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya pesisir adalah mengintegrasikan kearifan lokal setempat dalam upaya
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Di banyak tempat/daerah di Timor-Leste terdapat
kebiasaan adat istiadat yang selalu dan terus menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan
lokal/tradisional. Hal itu ternyata cocok dan efektif dalam menjaga keberlangsungan
kehidupan sumberdaya pesisir dan laut.
Kebijakan pengembangan kawasan pesisir yang dilaksanakan selama ini sering
bersifat parsial dan berpola top-down. Dengan demikian sering kali kurang atau bahkan tidak mencerminkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat lokal, dan tidak berpola bottom-up.
(24)
3
Sementara itu dalam implementasinya, kurang mendayagunakan potensi yang ada secara
optimal termasuk nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan
bermasyarakat di wilayah pesisir.
Aktivitas masyarakat pesisir seringkali berdampak negatif bagi kelestarian
sumberdaya pesisir dan laut. Penggunaan pupuk kimia atau pestisida di lahan pertanian
daerah pesisir, penggunaan peralatan dan cara tangkap tradisional yang merusak, tumpahan
minyak dari mesin kapal dapat menyebabkan pencemaran tanah, air berpotensi merusak
terumbu karang serta hutan bakau.
Upaya penanganan permasalahan di wilayah pesisir perlu mengintegrasikan kearifan
lokal masyarakat pesisir sebagai bentuk pertisipasi masyarakat dalam konservasi sumberdaya
pesisir dan laut. Kearifan lokal atau kearifan tradisional adalah merupakan pengetahuan yang
secara turun temurun dimiliki oleh masyarakat lokal dalam mengolah lingkungan hidupnya,
yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku sebagai hasil dari adaptasinya terhadap
lingkungannya, yang mempunyai implikasi positif terhadap kelestarian lingkungan (Lamech
dan Prioyulianto, 1995). Berbagai macam tabu/pantangan adat, upacara-upacara tradisional,
dan berbagai tradisi lainnya yang dimiliki oleh banyak suku adat di berbagai daerah, apabila
dikaji maka dapat mengungkapkan pesan-pesan budaya yang besar manfaatnya bagi upaya
pelestarian lingkungan hidup.
Tradisi dan kearifan lokal merupakan bukti adanya ikatan antara manusia dengan
lingkungan sekitar, sehingga melahirkan pengetahuan dan pikiran bagaimana memperlakukan
alam dan lingkungannya. Mesyarakat menyadari betul akan segala perubahan dalam
lingkungan sekitar dan mampu mengatasinya demi menjaga keselarasan hubungan antara
manusia dan alam . Salah satu cara ialah dengan mengembangkan sikap, gaya hidup, dan
(25)
4
lingkungan hidup (Salim, 2008). Tradisi-tradisi inilah yang disebut sebagai salah
satu aplikasi sebuah kearifan lokal.
Untuk memperkuat implementasi kearifan-kearifan lokal maka Pemerintah
Timor-Leste telah menertibkan Undang-Undang Lingkungan Hidup (Lei Baze Ambiente) no. 26 tahun 2012, dimana pada pasal 8 negara mengakui pentingnya kearifan lokal sebagai suatu
budaya dan mekanisme tradisional untuk mengatur hubungan antara manusia dengan
lingkungan sekitarnya. Pada pasal ini pemerintah menjamin efektivitas dari implementasi
kearifan lokal untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya alam serta komponen terkait
demi mencapai penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Untuk itu masyarakat
diminta untuk lebih aktif dalam merencanakan dan mengimplementasikan kearifan budaya
lokal dari bawah sebagai bentuk partisipasi masyarakat agar bisa menjaga sumberdaya alam
dari kerusakan.
Undang-Undang Timor-Leste, no. 5 tahun 2004 tentang Pimpinan Daerah
(autoridades comunitarias) pasal 2 tugas kepala desa (chefe do suco) ayat 2, baris (f) menyebutkan bahwa salah satu kegiatan yang dilakukan oleh kepala desa adalah
perlindungan lingkungan hidup. Hal itu membuka kewenangan untuk mengelola masyarakat
dan menentukan kebijakan dari bawah (bottom-up) untuk menjaga dan melindungi sumberdaya alam baik daratan, pesisir maupun laut.
Masyarakat di Kota Administratif Atauro memiliki tradisi kearifan lokal tersendiri
yang diwariskan dari nenek moyang daerah tersebut untuk melindungi dan melestarikan
sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian setiap masyarakat mempunyai kewajiban
untuk mentaati segala bentuk aturan yang disepakati dalam tradisi kearifan lokal tersebut.
Kearifan lokal tersebut baik disadari atau tidak, merupakan sikap pelestarian lingkungan yang
(26)
5
sikap masyarakat terhadap pelestarian lingkungan adalah dengan adanya kesadaran sendiri
dari masyarakat untuk melakukan kegiatan lubuk larangan terhadap sumberdaya pesisir dan
laut sehingga menghindari kegiatan penangkapan ikan yang merusak, pembakaran hutan dan
penangkapan satwa liar yang tidak berijin.
Aturan adat di Kota Administratif Atauro pada umumnya dituangkan dalam hukum
adat yang dikenal oleh masyarakat lokal sebagai tara bandu (lubuk larangan). Tara bandu
dihasilkan oleh kesepakatan masyarakat di seluruh desa yang ada di Pulau Atauro. Peraturan
adat di pulau ini masih kuat dan mengikat, diantaranya adalah aturan adat yang melarang
masyarakatnya untuk menebang pohon, memburu satwa liar, membakar rumput/semak, dan
mencuri. Pelanggaran atas hukum adat ini akan dikenakan sanksi berupa memotong hewan
ternak sesuai dengan jumlah yang disepakati dan dibagikan kepada warga di desa tersebut
untuk dimakan bersama-sama. Tujuan dari adanya tara bandu ini adalah untuk menjaga kelestarian sumberdaya pesisir dan laut di Pulau Atauro.
Undang-Undang Dasar Republik Demokratik Timor-Leste pasal 71 ayat 3 (2002),
bahwa Atauro akan diberikan status ekonomi khusus. Mengacu pada Undang-Undang Dasar
tersebut di atas pemerintah telah membuat rencana strategi pembangunan nasional
Timor-Leste tahun 2011-2030:132 (plano estrategico dezenvolvimento nacional), dimana dalam jangka pendek (2011-2015) menyebutkan bahwa salah satu strategi pembangunan di Pulau
Atauro adalah untuk meningkatkan pengelolaan perikanan pesisir dan perikanan darat demi
menciptakan sektor perikanan komersial yang berkualitas. Tujuannya fokus pada
peningkatan hasil tangkapan dari kegiatan penangkapan ikan tradisional dan pemanfaatan
lahan perikanan di zona ekonomi eksklusif.
Sebagai tindak lanjut untuk memberikan dukungan dalam kearifan lokal yang mana
(27)
6
agar bisa menunjukkan dan membuktikan secara ilmiah sehingga bisa diterima oleh semua
kalangan nasional sebagai suatu usaha pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup secara
tradisional. Penelitian yang berhubungan dengan kearifan lokal di Timor-Leste belum
banyak dilakukan. Penelitian ini sangat penting guna merespon spekulasi atau
keluhan-keluhan dari berbagai pihak agar bisa membantu dan mendorong implementasi kearifan lokal
untuk melaraskan hubungan manusia dengan lingkungan sekitar.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan bahasan tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian adalah sebagai
berikut.
1. Apa saja potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif
Atauro dan sejauh mana tingkat pemanfaatannya ?
2. Nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang terdapat pada masyarakat pesisir di Kota
Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut ?
3. Bagaimana sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro ?
4. Bagaimana strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan
lokal di Kota Administratif Atauro ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota
(28)
7
2. Mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada mansyarakat pesisir di
Kota Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut.
3. Mengetahui sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro.
4. Untuk mendapatkan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis
kearifan lokal di Kota Administratif Atauro.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
wawasan dalam bidang pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan laut serta
sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal.
2. Manfaat Praktis
Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan sebagai dasar pertimbangan dan
referensi dalam pengambilan keputusan dan rencana aksi untuk pelestarian
lingkungan hidup dan khususnya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
Selanjutnya bagi masyarakat pesisir, hasil penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat pesisir dalam praktek
(29)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Dalam kajian pustaka ini diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu
yang dianggap cukup relevan dengan penelitian ini, khususnya tentang tradisi dan
kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Tujuannya adalah
sebagai pembanding antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini, sehingga
akan menghasilkan penelitian yang lebih akurat.
Penelitian Amri (2013), tentang “Kearifan Lokal Lubuk Larangan sebagai Upaya Pelestarian Sumberdaya Perairan di Desa Pangkalan Indarung Kabupaten
Kuantan Singing”. Hasil penelitian ini menemukan peraturan adat yang akan membuat lubuk larangan, yaitu: 1) etnotecnology/instrument yang sederhana, 2) penanaman dan menjaga vegetasi selama keruk sungai, 3) melarang untuk
menangkap ikan kaloso, 4) ikan yang diizinkan untuk tangkap adalah mereka
yang berat 250 gram/ikan, dan 5) lubuk. Persamaan dari penelitian ini adalah
kearifan lokal sebagai suatu peraturan adat yang sederhana untuk pelestarian
sumberdaya perairan. Perbedaanya adalah penelitian Amri hanya membahas
tentang lubuk larangan tetapi penelitian ini akan mengkaji berbagai macam
kearifan lokal yang ada di Atauro dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut.
(30)
10
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Diandri (2014), tentang
“Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan dalam Menjaga Lingkungan Wilayah
Pesisir di Kenagarian Surantih Kecamantan Sutera Sumatera Barat”. Informan penelitian ini ditentukan dengan teknik snow ball sampling. Informan kunci yang dimaksud adalah nelayan yang ada di Desa Surantih yang ikut mematuhi
kesepakatan dalam menjaga lingkungan serta wali nagari sebagai Aparat
Pemerintah. Metode yang digunakan untuk analisis data adalah reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian Diandri tersebut adalah pertama, masyarakat memiliki
pengetahuan yang cukup tentang pentingnya kelestarian wilayah pesisir bagi
kehidupan. Bentuk pengetahuan tersebut berupa: fungsi wilayah pesisir, larangan
penangkapan ikan dengan bom, dan lingkungan pesisir sebagai sumber mata
pencaharian. Wujud pengetahuan tersebut dalam bentuk kearifan lokal lubuk
larangan untuk menghindari aktivitas penangkapan ikan yang merusak serta
adanya sangsi bagi yang melanggar larangan tersebut. Kedua, masyarakat yakin
dengan kelestarian lingkungan pesisir pantai dapat menjamin kelangsungan
hidupnya, oleh karena itu adanya kearifan lokal yang melarang menangkap ikan
menggunakan bom, membuat masyarakat yakin dengan masa depannya. Bentuk
keyakinan tersebut di antaranya: lingkungan pesisir sebagai sumber kehidupan
dan menjaga lingkungan pesisir dapat melestarikan kehidupan ikan. Ketiga,
pemahaman masyarakat tentang kearifan lokal dalam menjaga wilayah pesisir
diperlukan, karena wilayah pesisir merupakan salah satu sumber kehidupan.
(31)
11
dijaga kelestariannya dan paham kebersihan merupakan syarat untuk kelestarian
lingkungan. Keempat, kebiasaan masyarakat lingkungan pesisir termasuk baik
karena alat-alat yang digunakan untuk menangkap ikan. Bentuk kebiasaan
tersebut di antaranya: menggunakan jaring dan perahu dalam menangkap ikan,
dan tidak membuang sampah sembarang tempat. Kebiasaan masyarakat juga
tergambar dari kemauan untuk mematuhi peraturan tentang larangan
menggunakan bom untuk menangkap ikan. Persamaan dari penelitian ini adalah
masyarakat sudah memiliki berbagai macam kearifan lokal sebagai pengetahuan
yang diwariskan dari nenek moyang dalam upaya pelestarian sumberdaya pesisir
dan laut. Perbedaanya adalah penelitian Diandri hanya mengkaji kearifan lokal
lubuk larangan, sedangkan penelitian ini membahas berbagai macam kearifan
lokal berupa tradisi dan budaya lokal masyarakat pesisir dalam pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
Penelitian Juliani (2015), tentang “Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Berbasis Kearifan Lokal di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur”. Penelitian ini merupakan penelitian survey yang menggunakan pendekatan secara deskriptif
kualitatif. Informan penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling. Untuk memudahkan penggalian informasi dalam pengumpulan data dilakukan
pula teknik PRA (Partisipatory Rural Appraisal) serta FGD (Focus Group Discussion) dengan menggunakan metode analisis kesejarahan, diagram venn, peta sumberdaya alam secara partisipatif, dan tabel mata pencaharian.
Hasil penelitian Juliani menunjukkan kearifan lokal yang berkaitan erat
(32)
12
atau pantangan berupa: a) pelaksanaan upacara adat/selamatan kampung/pesta laut
dan selamatan pada saat pertama kali mennggunakan perahu dan mesin beserta
alat tangkap seperti bagan, b) pantangan untuk tidak melakukan kegiatan
penangkapan pada hari jumat, c) tidak boleh menangkap jenis ikan tertentu (hiu
tutul), dan d) tidak boleh bersifat takabur yang berkaitan dengan aktivitas
penangkapan.
Kedua, pengetahuan dan teknologi berupa: a) menggunakan alat tangkap
yang ramah lingkungan (jaring dengan mesh size yang selektif 2,5 inch) dan melestarikan habitat/wilayah perkembangbiakan ikan dengan menggunakan
rumpon, b) pengetahuan terhadap fenomena alam (misalnya: warna air laut, arah
angin, suara ikan, keberadaan burung, musim tanam padi) dalam melakukan
aktivitas penangkapan terutama dalam hal penentuan saat melakukan
penangkapan dan alat tangkap yang akan digunakan, c) pengetahuan terhadap
tofografi dan vegetasi daratan dalam menentukan wilayah penangkapan ikan
(fishing ground).
Ketiga, etika dan aturan berupa: a) hubungan ponggawa-nelayan
(patron-klien) yang berkaitan dengan pengadaan modal usaha dan pemasaran hasil
tangkapan, b) sistem bagi hasil atau resiko melalui kesepakatan tertentu antara
juragan atau pemilik kapal mesin dengan anak buah kapal, c) sistem pembayaran
cicilan pinjaman antara nelayan dengan pedagang pengumpul lokal atau
penyambang di laut.
Keempat, pengelolaan sumberdaya berupa: a) adanya kelembagaan adat
(33)
13
perikanan pesisir dan laut, b) pembentukan kelembagaan kelompok nelayan dan
pembudidaya disertai dengan pembinaan dan pendampingan yang lebih efektif
bekerjasama dengan pemerintah, perusahaan dan lembaga penelitian, c) adanya
kelembagaan arisan/yasinan wanita nelayan yang memiliki peran dapan penguatan
modal usaha perikanan tangkap, d) kesepakatan penentuan wilayah penangkapan
dan jenis alat tangkap yang diperbolehkan untuk wilayah perairan tertentu.
Penelitian Juliani hampir sama dengan penelitian ini karena kedua penelitian ini
pada prinsipnya mengkaji berbagai macam kearifan lokal yang berhubungan
dengan usaha pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut.
Permana, et al. (2011), melakukan penelitian dengan judul “Kearifan Lokal tentang Mitigasi Bencana pada Masyarakat Baduy”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) masyarakat Baduy yang selalu melakukan tebang-bakar
hutan untuk membuat ladang (huma), tidak terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor di wilayah Baduy; 2) di wilayah Baduy banyak permukiman
penduduk berdekatan dengan sungai, tidak terjadi bencana banjir; 3) walaupun
rumah dan bangunan masyarakat Baduy terbuat dari bahan yang mudah terbakar
(kayu, bambu, rumbia, dan ijuk), jarang terjadi bencana kebakaran hebat; dan 4)
wilayah Baduy yang termasuk dalam daerah rawan gempa, tidak terjadi kerusakan
bangunan akibat bencana gempa. Kearifan lokal dalam mitigasi bencana yang
dimiliki masyarakat Baduy sejatinya didasari oleh pikukuh (ketentuan adat) yang menjadi petunjuk dan arahan dalam berpikir dan bertindak. Pikukuh merupakan dasar dari pengetahuan tradisional yang arif dan bijaksana, termasuk juga dalam
(34)
14
terletak pada kearifan lokal dari masyarakat di suatu wilayah dalam pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut. Perbedaannya yaitu; penelitian Permana lebih fokus
terhadap kearifan lokal untuk mitigasi bencana sedangkan penelitian ini mengkaji
berbagai macam tradisi kearifan lokal yang berhubungan dengan usaha
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
Penelitian Stanis (2005) tentang “ Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal Di Kabupaten Lembata Propinsi
Nusa Tenggara Timur”. Nilai kearifan lokal yang mempunyai peranan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir adalah Badu, Muro, Kolo Umen Bale Lamaq, Poan Kemer Puru Larang, Toto, Bito Berue, Lepa Nua Dewe, Bruhu Bito dan Leffa Nuang. Ketaatan masyarakat terhadap nilai kearifan lokal sangat tinggi, karena memiliki kesadaran dan persepsi bahwa eksistensi kehidupan tidak terlepas
dengan eksistensi kehidupan makhluk lainnya dalam kebersamaan di bumi.
Penelitian Stanis lebih menekankan pada pemberdayaan kearifan lokal dalam
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga bisa meningkatkan pendapatan
masyarakat pesisir. Sedangkan penelitian ini lebih mengarah pada indentifikasi
potensi-potensi sumberdaya pesisir dan laut yang ada, menganalisis berbagai
macam kearifan lokal yang berhubungan dengan usaha pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga akan menghasilkan strategi
(35)
15
2.2 Konsep
Penelitian ini berawal dari asumsi bahwa masyarakat yang tinggal di
daerah pesisir punya cara dan tradisi tersendiri dalam pemanfaatan sumberdaya
pesisir dan laut sehingga bisa menunjang kehidupan yang lebih baik.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut dengan menggunakan armada
dan alat penangkapan yang sederhana dilakukan secara terus menerus meskipun
dengan adanya peradaban zaman modern dengan teknologi yang semakin
bersaing. Penggunaan peralatan penangkapan sederhana tidak terlepas dari
kearifan lokal sebagai warisan dari nenek moyang yang dianggap mampu
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Beberapa konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
2.2.1 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut
Daerah pesisir dan laut memiliki berbagai macam keanekaragaman hayati
yang mempunyai peranan dan fungsi masing-masing dalam menjaga
keseimbangan ekosistem. Keanekaragaman hayati tersebut merupakan potensi
sumberdaya yang mampu menyokong kehidupan masyarakat pesisir dalam
peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik.
Sumberdaya pesisir dan laut secara garis besar dibagi kedalam tiga bagian,
yaitu: sumber daya alam hayati, non hayati (mineral), dan energi. Ketiga jenis
sumberdaya tersebut merupakan kekayaan alam yang potensial untuk
(36)
16
Untuk mencapai pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan, diperlukan
identifikasi dan arahan pemanfaatan terhadap potensi sumberdaya tersebut.
Suatu wilayah pesisir, di dalamnya terdapat satu atau lebih sistem
lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat
alami ataupun buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuari, laguna dan delta. Ekosistem buatan antara lain berupa;
tambak sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan
agroindustri dan kawasan pemukiman. Sumberdaya pesisir merupakan salah satu
kekayaan alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, akan tetapi
pemanfaatan sumberdaya tersebut sampai saat ini kurang memperhatikan
kelestariannya, akibatnya terjadi penurunan fungsi, kualitas serta keanekaragaman
hayati yang ada.
Menurut Dahuri, et al. (2001), menyatakan bahwa potensi sumberdaya pesisir secara umum dibagi atas empat kelompok antara lain sebagai berikut.
1. Sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources). 2. Sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources). 3. Energi kelautan.
4. Jasa-jasa lingkungan kelautan (environmental services).
Sumberdaya yang dapat pulih terdiri dari berbagai sumberdaya perikanan
(plankton, benthos, ikan, moluska, krustasea, mamalia laut), rumput laut
(seaweed), padang lamun (seagrass), hutan mangrove dan terumbu karang, termasuk kegiatan budidaya pantai dan budidaya laut (marine culture).
(37)
17
Sumberdaya tidak dapat pulih meliputi mineral, bahan tambang/galian,
minyak bumi dan gas, bijih besi, pasir, timah, dan bauksit. Sumberdaya energi
terdiri dari OTEC (Ocean Thermal Energy Conservation), pasang surut, gelombang dan sebagainya, sedangkan yang termasuk jasa-jasa lingkungan
kelautan adalah pariwisata dan perhubungan laut.
2.2.2 Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Nilai-nilai kerarifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial
masyarakat, dapat dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari satu
generasi ke genarasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola
perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap alam maupun ekosistemnya.
Menurut Kutanegara, et al. (2014), menyatakan kearifan lokal memiliki nilai lebih materil atau spiritual, dan memeliki penjelasan rasional atas
keseluruhan praktiknya. Pada berbagai praktik kearifan lokal gotong royong,
masyarakat pelaku mendapatkan manfaat nilai lebih materil dan spiritual. Gotong
royong memiliki beragam bahasa daerah dengan makna sama yaitu bekerjasama
untuk suatu tujuan bersama secara sukarela.
Menurut Nababan (2003), mengatakan bahwa masyarakat adat umumnya
memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan
ditumbuh-kembangkan terus-menerus secara turun temurun. Pengertian
masyarakat adat adalah masyarakat yang secara tradisional tergantung dan
memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya.
Pandangan ini sejalan dengan dasar dari kongres I masyarakat adat nusantara
(38)
18
yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun temurun atas satu wilayah adat,
yang diatur oleh hukum adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan
alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat
yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.
2.2.3 Karakteristik Sosial dan Sistem Pengetahuan Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir
yang sumber kehidupan ekonominya bergantung secara langsung pada
pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
Berdasarkan pendapat Nikijuluw (dalam Bengen, 2001), masyarakat
pesisir itu sendiri dapat didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu
komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya
bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
Masyarakat pesisir ini terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya
ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier factor
sarana produksi perikanan. Bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri
dari; penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, dan kelompok masyarakat
lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pasir untuk
menyokong kehidupannya.
Selain itu, karakteristik masyarakat pesisir dapat dilihat dari beberapa
aspek diantaranya, aspek pengetahuan, kepercayaan (teologis), dan posisi nelayan
sosial. Dilihat dari aspek pengetahuan, masyarakat pesisir mendapat pengetahuan
dari warisan nenek moyangnya misalnya untuk melihat kalender dan penunjuk
(39)
19
masyarakat pesisir masih menganggap bahwa laut memilki kekuatan magic
sehingga mereka masih sering melakukan adat pesta laut atau sedekah laut.
Namun, dewasa ini sudah ada dari sebagian penduduk yang tidak percaya
terhadap adat-adat seperti pesta laut tersebut. Mereka hanya melakukan ritual
tersebut hanya untuk formalitas semata. Begitu juga dengan posisi nelayan sosial,
pada umumnya, nelayan bergolong kasta rendah.
Secara sosiologis, masyarakat pesisir memiliki ciri yang khas dalam hal
struktur sosial yaitu kuatnya hubungan antara patron dan klien dalam hubungan
pasar pada usaha perikanan. Biasanya patron memberikan bantuan berupa modal
kepada klien, hal tersebut merupakan taktik bagi patron untuk mengikat klien
dengan utangnya sehingga bisnis tetap berjalan (Satria, 2002). Dari masalah
utang piutang tersebut sering terjadi konflik, namun konflik yang mendominasi
adalah persaingan antar nelayan dalam memperebutkan sumberdaya ikan yang
jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, sangatlah penting adanya pihak yang dapat
mengembangkan sumberdaya laut dan mengatur pengelolaannya. Dalam hal ini
peranan aktif dari Pemerintah, Akademik dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) sangat membantu dalam mengarahkan strategi pembangunan yang
diperlukan masyarakat pesisir dan menunjang pengelolaan sumberdaya
lingkungan laut di sekitar tempat tinggal misalnya budidaya perikanan.
Pengelolaan ini dilakukan dengan kegiatan nyata yang sesuai dengan warna dari
kultur masyarakat setempat dan mampu memberikan masukan dan kritikan bagi
(40)
20
2.2.4 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut
Pengelolaan sumberdaya alam adalah usaha manusia dalam mengubah
ekosistem untuk memperoleh manfaat maksimal, dengan mengupayakan
kesinambungan produksi dan menjamin kelestarian sumberdaya tersebut (Afiati,
1999).
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut pada hakekatnya adalah suatu
proses pengontrolan tindakan manusia atau masyarakat di sekitar kawasan pesisir
agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan
mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan (Supriharyono, 2002).
Dalam pengelolaan lingkungan sumberdaya pesisir tidaklah bersifat serta
merta atau latah, namun kita perlu mengkaji secara mendalam isu dan
permasalahan mengenai sumberdaya yang hendak dilakukan pengelolaan. Penting
atau tidaknya sumberdaya alam yang ada, potensi dan komponen sumberdaya
mana yang perlu dilakukan pengelolaan dan apakah terdapat potensi dampak
perusakan lingkungan, serta untung atau tidaknya sumberdaya tersebut bagi
masyarakat merupakan pertimbangan penting dalam pengelolaan.
2.3 Landasan Teori
Dalam menganalisis strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di
Kota Administratif Atauro diperlukan beberapa teori dalam mendukung penelitian
ini adalah sebagai berikut.
2.3.1 Strategi Pengelolaan
Kata strategi berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani merupakan gabungan dari Stratos atau tentara dan ego atau pemimpin. Suatu strategi
(41)
21
mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada
dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Menurut Marrus (2002), strategi didefinisikan sebagai suatu proses
penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka
panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar
tujuan tersebut dapat dicapai. Selanjutnya Quinn (1999), mengartikan strategi
adalah suatu bentuk atau rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama,
kebijakan-kebijakan dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi suatu
kesatuan yang utuh. Strategi diformulasikan dengan baik akan membantu
penyusunan dan pengalokasian sumberdaya yang dimiliki perusahaan menjadi
suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan.
Menurut David (2004), strategi adalah rencana yang disatukan , luas dan
berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi suatu kawasan dengan
tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama
dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh suatu organisasi atau instansi.
Strategi sebagai suatu tindakan penyesuaian untuk mengadakan reaksi terhadap
situasi lingkungan tertentu yang dapat dianggap penting, di mana tindakan
penyesuaian tersebut dilakukan secara sadar berdasarkan pertimbangan yang
wajar.
Pengertian strategi menurut Argyris, 1985; Mintzberg, 1979; Steiner dan
Miner, 1977 (dalam Rangkuti, 2006), strategi merupakan respon secara
terus-menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan
(42)
22
Goldworthy dan Ashley (1996), mengusulkan tujuh aturan dasar dalam merumuskan suatu strategi sebagai berikut.
a. Ia harus menjelaskan dan menginterpretasikan masa depan, tidak hanya masa sekarang.
b. Arahan strategi harus bisa menentukan rencana dan bukan sebaliknya. c. Strategi harus berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak semata-mata
pada pertimbangan keuangan.
d. Ia harus diaplikasikan dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas. e. Strategi harus mempunyai orientasi eksternal.
f. Fleksibilitas adalah sangat esensial.
g. Strategi harus berpusat pada hasil jangka panjang.
Secara umum konsep strategi pengelolaan diartikan sebagai suatu
rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus, dengan
manfaatkan peluang, ancaman dan sumberdaya serta kemampuan yang dimiliki,
pada setiap tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara berkelanjutan.
Dengan demikian pengamatan lingkungan eksternal dan internal merupakan
proses awal dari konsep strategi pengelolaan, dilanjutkan dengan perencanaan
yang keberadaanya diperlukan untuk memberikan arah dan patokan dalam suatu
kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh sumberdaya dan
kemampuan yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan pelaksanaan
kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan kegiatan yang
selalu berpedomaan pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap terakhir
adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk
memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah
(43)
23
2.3.2 Teori Perencanaan
Menurut Kaufman (1972), mengemukakan perencanaan atau yang sudah akrab
dengan istilah planning adalah serangkaian proses penentuan tindakan masa depan yang disertai pertimbangan yang logis dan terus menerus untuk memanfaatkan sumberdaya
yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan tertentu.
Boudeville (1966), dan Glasson (1974), mendefinisikan wilayah
perencanaan (planning region atau programming region) sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah
perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang cukup besar untuk
memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam penyebaran
penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk kemungkinan
persoalan-persoalan perencanaan dapat dipandang sebagai satu kesatuan.
Perencanaan wilayah pesisir dan laut merupakan kunci bagi pemecahan
masalah dan konflik di daerah pesisir dan laut yang sangat pelik dan kompleks.
Keterpaduan di dalam manajemen publik dapat didefinisikan sebagai penentuan
tujuan dan objektif secara simultan, melakukan secara bersama-sama
pengumpulan informasi, perencanaan dan analisis secara kolektif, penggunaan
secara bersama-sama perangkat/instrument pengelolaan. Konsepsi pengembangan
wilayah pesisir dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan dan selalu terdapat
isu-isu yang lebih menonjol tergantung dari kondisi wilayah pesisir bersangkutan.
Pendekatan-pendekatan ini meliputi: pendekatan ekologis, pendekatan
fungsional/ekonomi, pendekatan sosio-politik, pendekatan behavioral dan kultual.
Menurut Silalahi,1987 (dalam Zelthauzallam, 2013 ), menjelaskan bahwa tujuan perencanaan adalah sebagai berikut.
(44)
24
a. Perencanaan adalah jalan atau cara untuk mengantifikasi dan merekam perubahan (a way to anticipate and offset change).
b. Perencanaan memberikan pengarahan (direction) kepada administrator-administrator maupun non-administrator.
c. Perencanaan juga dapat menhindari atau setidak-tidaknya memperkecil tumpang-tindih dan pemborosan (wasteful) pelaksanaan aktivitas-aktivitas.
d. Perencanaan menetapkan tujuan-tujuan dan standar-standar yang akan digunakan untuk memudahkan pengawasan.
2.3.3 Teori Pengelolaan
Pengelolaan merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan
risiko terhadap lingkungan hidup berupa terjadinya pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup, mengingat bahan berbahaya dan beracun mempunyai potensi
yang cukup besar untuk menimbulkan efek negatif.
Tujuan pengelolaan sumberdaya alam adalah sebagai berikut.
a. Menyelaraskan hubungan manusia dengan lingkungan hidup sebagai
salah satu bagian dari tujuan pembangunan manusia seutuhnya.
b. Memanfaatkan sumberdaya alam secara bijak dan terkendali.
c. Membentuk masyarakat yang mencintai dan berperan sebagai pembina
lingkungan hidup.
d. Menjamin kesinambungan pembangunan berwawasan lingkungan
demi kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
e. Melindungi Negara dari berbagai pengaruh luar yang dapat merusak
(45)
25
2.3.4 Teori Partisipasi
Keberhasilan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang
berkelanjutan sangat tergantung dari berbagai faktor. Salah satunya adalah
adanya dukungan atau partisipasi masyarakat lokal dalam pemeliharaan
sumberdaya lingkungan dengan kearifan-kearifan lokal yang ada sebagai identitas
suatu daerah. Keterlibatan masyarakat lokal dalam konteks ini mengandung
pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang baik hendaknya
dikembangkan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Dalam kamus sosiologi participation ialah setiap proses identifikasi atau menjadi peserta suatu proses komunikasi atau kegiatan bersama dalam suatu
situasi sosial tertentu. Definisi lain menyebutkan partisipasi adalah kerja sama
antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan,
dan mengembangkan hasil pembangunan.
Sundariningrum (2001), mengklasifikasikan partisipasi menjadi dua,
berdasarkan cara keterlibatannya yaitu; partisipasi langsung dan tidak langsung.
Pertama, partisipasi langsung adalah partisipasi yang terjadi apabila
individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini
terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok
permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap
ucapannya.
Kedua, partisipasi tidak langsung adalah partisipasi yang terjadi apabila
(46)
26
Pendekatan partisipatif adalah suatu metode yang dapat mendorong
seseorang atau sekelompok orang untuk aktif dalam berkontribusi dengan adil
terhadap kemampuannya sendiri, dalam pengembangan masyarakat. Pendekatan
ini melibatkan masyarakat di dalam proses pengembangan dirinya. Dengan
berpartisipasi diharapkan masyarakat lebih memahami apa yang harus dilakukan
olehnya dan memahami kemampuan apa yang mereka miliki.
Konsep partisipasi masyarakat, bahwa dalam pengelolaan berkelanjutan
seharusnya masyarakat dilibatkan dalam pemenuhan kebutuhannya. Pengelolaan
sumberdaya alam secara berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup harus dapat
memberikan keuntungan kepada masyarakat setempat dalam bentuk seperti
peningkatan kesempatan kerja, diversifikasi kegiatan ekonomi masyarakat
setempat, meningkatkan pasar untuk produk-produknya, dan memperbaiki
infrastruktur.
2.3.5 Pengertian Wilayah Pesisir
Menurut Marfai, et al. (2015), menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Batas ke arah darat meliputi
bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh
sifat-sifat laut. Sifat-sifat laut tersebut meliputi angin laut, pasang surut, dan
perembesan air laut. Wilayah pesisir ke arah darat dicirikan oleh vegetasinya
yang khas. Batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar
pada daerah paparan benua. Namun, wilayah ini masih dipengaruhi oleh
proses-proses yang terjadi di darat. Proses-proses-proses tersebut antara lain sedimentasi dan
(47)
27
Batas wilayah pesisir ke arah darat secara administratif adalah batas terluar
sebelah hulu dari desa pantai. Dapat juga diukur sebagai jarak definitif sepanjang
2 km, 20 km, dan seterusnya dari garis pantai. Berbeda dengan batas ke arah
daratan, batas wilayah pesisir ke arah laut sebesar 4 mil, 12 mil, dan seterusnya
dari garis pantai. Istilah pesisir (coast) berbeda dengan pantai (shore). Pantai merupakan daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan
air surut terendah (Triatmodjo,1999). Pembagian wilayah pesisir dan pantai lihat
pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Pembagian wilayah pesisir dan pantai Sumber: Diadaptasi dari Bakosurtanal, 2000 (dalam Marfai, et al. 2015)
Wilayah pesisir memiliki karakteristik yang berbeda dari yang lain.
Berbagai karakteristik yang dimiliki oleh wilayah pesisir menurut Marfai, et al. (2015), antara lain sebagai berikut.
1. Sangat dinamis dan selalu mengalami perubahan fisik yang disebabkan oleh angin dan gelombang.
2. Termasuk ekosistem yang memiliki nilai tinggi karena produktivitas dan biodiversitas yang dimiliki sangat tinggi.
(48)
28
3. Mempunyai bentukan terumbu karang, hutan mangrove, pantai, gumuk pasir, dan lain sebagainya yang dapat melindungi wilayah dari banjir, gelombang badai, dan tsunami.
4. Memiliki aktivitas perekonomian yang tinggi karena banyak terdapat pemukiman.
5. Pusat kegiatan yang berkaitan dengan seluruh aktivitas manusia di lautan.
Kay dan Alder (1999), menyatakan bahwa pesisir merupakan wilayah
yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat
bertemunya daratan dan lautan. Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah
peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih
terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi
daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley, 1994).
Batas wilayah pesisir, apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore). Belum ada ukuran baku mengenai batas ke arah darat dan ke arah laut dari wilayah pesisir. Namun, berdasarkan ukuran yang telah
diimplementasikan dalam pengelolaan wilayah pesisir di beberapa negara, dapat
dirangkum sebagai berikut.
1. Batas wilayah pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak secara
arbitrater dari rata-rata pasang tinggi (mean hight tide), dan batas ke arah laut umumnya adalah sesuai dengan batas juridiksi provinsi.
2. Untuk kepentingan pengelolan, batas ke arah darat dari suatu wilayah pesisir
dapat ditetapkan sebanyak dua macam, yaitu batas untuk wilayah perencanaan
(planning zone) dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian (day-to-day management). Wilayah perencanaan
(49)
29
sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan (hulu) apabila terdapat kegiatan
manusia (pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara nyata
(significant) terhadap lingkungan dan sumberdaya pesisir. Oleh karena itu, batas wilayah pesisir ke arah darat untuk kepentingan perencanaan (planning zone) dapat sangat jauh ke arah hulu. Jika suatu program pegelolaan wilayah pesisir menetapkan dua batasan wilayah pengelolaannya (wilayah perencanaan
dan wilayah pengaturan), maka wilayah perencanaan selalu lebih luas
daripada wilayah pengaturan. Dalam pengelolaan wilayah sehari-hari,
pemerintah (pihak pengelola) memilki kewenangan penuh untuk
mengeluarkan atau menolak izin kegiatan pembangunan. Sementara itu,
kewenangan semacam ini di luar batas wilayah pengaturan (regulation zone) sehingga menjadi tanggung jawab bersama antara instansi pengelolaan
wilayah pesisir dalam regulation zone dengan instansi yang mengelola daerah hulu atau laut lepas.
3. Batas ke arah darat dari suatu wilayah pesisir dapat berubah. Negara bagian
California yang pada tahun 1972 menetapkan batas wilayah pesisirnya sejauh
seribu meter dari garis rata-rata pasang tinggi, kemudian sejak 1977 batas
tersebut menjadi batas arbitrater yang bergantung pada isu pengelolaan.
Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah
peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark, 1996).
(50)
30
memanfaatkan sumberdayanya dan mendorong berbagai instansi untuk
meregulasi pemanfaatannya.
Wilayah pesisir selain memiliki potensi sumberdaya yang besar, juga
memiliki kompleksitas yang cukup tinggi. Kompleksitas yang dimaksud adalah
sebagai berikut, (Clark, 1996).
1. Penentuan wilayah pesisir baik ke arah darat maupun ke arah laut sangat
bervariasi tergantung karakteristik lokal kawasan tersebut.
2. Adanya keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem
di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan
atas dan laut lepas.
3. Sumberdaya wilayah pesisir memiliki berbagai jenis sumberdaya dan jasa
lingkungan, sehingga menghadirkan berbagai penggunaan/ pemanfaatan
sumberdaya pesisir yang dapat menimbulkan berbagai konflik kepentingan
antar sektor pembangunan.
4. Secara sosial ekonomi, wilayah pesisir biasa dihuni oleh lebih dari satu
kelompok masyarakat yang memiliki preferensi yang berbeda.
5. Adanya sifat common property dari sumberdaya pesisir yang dapat mengakibatkan ancaman terhadap sumberdaya tersebut.
6. Sistem sosial budaya masyarakat pesisir memiliki ketergantungan terhadap
fenomena alam.
2.3.6 Pengenalan Kearifan Lokal
Kearifan lokal secara makna linguistik disamakan dengan local wisdom
(1)
sampai sekarang ini, kearifan tersebut merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, perilaku ini berkembang menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan akan berkembang secara turun-temurun, secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu.
Pengertian keraifan lokal/tradisional menurut Keraf (2002), adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Dijelaskan pula bahwa kearifan lokal/tradisional bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi di antara penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun.
Pengertian tersebut memberikan cara pandang bahwa manusia sebagai makhluk integral dan merupakan satu kesatuan dari alam semesta serta perilaku penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan di alam semesta serta mengubah cara pandang antroposentrisme ke cara pandang biosentrisme dan ekosentrisme.
(2)
Menurut Mitchell, et al. (2003), menyatakan bahwa kearifan-kearifan lokal tradisional tidak terdapat di masyarakat perkotaan yang telah mengalami modernisasi atau industrialisasi. Sistem pengetahuan lokal terdapat dalam masyarakat-masyarakat lokal dengan karakteristik-karakteristik antara lain sebagai berikut.
1) Keturunan penduduk asli suatu daerah yang kemudian dihuni oleh sekelompok masyarakat dari luar yang lebih kuat.
2) Sekelompok orang yang mempunyai bahasa, tradisi, budaya dan agama yang berbeda dengan kelompok yang lebih dominan.
3) Selalu diasosiasikan dengan beberapa tipe kondisi ekonomi masyarakat. 4) Keturunan masyarakat pemburu, nomadik dan ladang berpindah.
5) Masyarakat dengan hubungan sosial yang selalu menekankan pada kelompok, pengambilan kesepakatan melalui kesepakatan dan pengelolaan sumberdaya alam secara komunal.
Kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan kelestarian lingkungan. Hal ini dikarenakan pentingnya memelihara lingkungan hidup bukanlah suatu hal yang baru bagi masyarakat Timor-Leste. Sebelum Undang-Undang mengenai ligkungan hidup diterbitkan, nenek moyang masyarakat di Timor-Leste dan khususnya masyarakat di Pulau Atauro telah memiliki kearifan lokal dalam pemeliharaan lingkungan hidup. Pemeliharaan lingkungan tersebut dilakukan dengan cara berpikir dan tradisi yang berlangsung pada zamannya, sehingga mampu menciptakan cara-cara dan media untuk melestarikan keseimbangan lingkungan.
Pengetahuan yang diturunkan oleh nenek moyang, sesungguhnya terbukti menguntungkan, terlihat dari kelestarian lingkungan hidup dengan pemeliharaan tradisional, sehingga dalam penggunaan sumberdaya lingkungan tanpa menyebabkan kerusakan yang berarti dalam jangka waktu yang lama. Namun
(3)
dengan meningkatnya penduduk dan banyaknya teknologi yang masuk, menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan dan ketidakseimbangan lingkungan akibat dari penggunaan teknologi yang kurang memperthitungkan aspek ramah lingkungan. Kearifan lokal memilki cara-cara yang baik untuk menjaga kelesatrian lingkungan hidup terutama di kawasan pesisir, diantaranya dalam pengolahan daerah pesisir tidak menggunakan peralatan yang cenderung merusak lingkungan seperti penggunaan alat pengebom ikan, menggali terumbu karang, dan lainnya. Kearifan lokal yang ada di suatu masyarakat pasti bermanfaat bagi mereka, sebab kearifan lokal yang dibuat oleh suatu masyarakat bermanfaat bagi mereka sendiri dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut ataupun sebagai alat kontrol sosial tertentu.
Kearifan lokal di suatu masyarakat biasanya dijaga oleh seorang tetua adat atau tokoh masyarakat, cara menjaga kearifan lokal itu bisa diajarkan kepada generasi muda yang ada. Cara mengajarkannya bisa secara terprogram atau tertulis dan juga kegiatan insidental dalam suatu masyarakat. Dengan cara menjaga dan meregenerasikan kearifan lokal yang ada di masyarakat setempat diharapkan kearifan ini tidak akan pudar atau hilang, tetapi terus hidup di tengah masyarakat dan terus digunakan untuk sebuah lingkungan hidup yang seimbang.
Menurut Ataupah (2004), mengatakan bahwa kerarifan lokal bersifat histories tetapi positip. Nilai-nilai diambil oleh leluhur dan kemudian diwariskan secara lisan kepada generasi berikutnya lalu oleh ahli warisnya tidak menerimanya secara pasif dapat menambah atau mengurangi dan diolah sehingga apa yang disebut kearifan itu berlaku secara situasional dan tidak dapat dilepaskan
(4)
dari sistem lingkungan hidup atau sistem ekologi/ekosistem yang harus dihadapi orang-orang yang memahami dan melaksanakan kearifan itu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kearifan tercermin pada keputusan yang bermutu prima. Tolak ukur suatu keputusan yang bermutu prima adalah keputusan yang diambil oleh seorang tokoh/sejumlah tokoh dengan cara menelusuri berbagai masalah yang berkembang dan dapat memahami masalah tersebut. Kemudian diambil keputusan sedemikian rupa sehingga yang terkait dengan keputusan itu akan berupaya melaksanakannya dengan kisaran dari yang menolak keputusan sampai yang benar-benar setuju dengan keputusan tersebut.
2.4 Model Penelitian
Untuk menjawab dan memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka diperlukan suatu model penelitian yang dapat digunakan sebagai kerangka kerja penelitian. Penelitian ini diawali dengan adanya potensi sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro yang begitu beragam baik dari segi kualitas maupun kuantitas mampu memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi Timor-Leste dan khususnya di Pulau Atauro. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang ada belum optimal karena keterbatasan fasilitas pendukung seperti infastruktur dan peralatan modern yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di Pulau Atauro. Oleh karena itu, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut selama ini masih berdasarkan pengetahuan dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang
(5)
masyarakat setempat sehingga belum mampu bersaing di pasar nasional dan internasional.
Sesuai dengan permasalahan ini maka perlu diketahui potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif Atauro dan sejauh mana tingkat pemanfaatannya, nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang terdapat pada masyarakat pesisir di Kota Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, dan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal di Kota Administratif Atauro.
Permasalahan tersebut dijawab dengan melakukan analisis menggunakan beberapa teori sebagai dasar pembenaran seperti teori perencanaan, teori pengelolaan, dan teori partisipasi serta beberapa konsep yaitu konsep potensi sumberdaya pesisir dan laut, nilai-nilai kearifan lokal, karakteristik sosial dan sistem pengetahuan masyarakat, dan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Setelah melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan teori-teori dan beberapa konsep maka selanjutnya dikaji dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dikombinasikan dengan analisis SWOT sehingga dapat dirumuskan suatu strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal yang baik di Kota Administratif Atauro.
Hasil analisis ini akan direkomendasikan kepada seluruh pemangku kepentingan baik itu pemerintah, masyarakat maupun para stakeholders di Timor-Leste dalam rangka pengembangan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang
(6)
berkelanjutan dan mampu mewujutkan rencana strategi pembangunan nasional (plano estrategico dezenvolvimento nacional) tahun 2011-2030 yang telah ditetapkan status ekonomi yang layak untuk masyarakat di Pulau Atauro. Model dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Model penelitian
Sumberdaya Pesisir dan Laut di Kota Administratif Atauro
Konsep:
1. Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut
2. Nilai-nilai kearifan lokal 3. Karakteristik sosial dann sistem
pengetahuan masyarakat pesisir 4. Pengelolaan sumberdaya pesisir
dan laut
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut berbasis kearifan lokal
1. Apa saja potensi sumberdaya pesisir dan laut yang terdapat di Kota Administratif Atauro dan sejauh mana tingkat pemanfaatannya ?
2. Nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang terdapat pada masyarakat pesisir di Kota Administratif Atauro yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut ?
3. Bagaimana sikap dan perilaku masyarakat serta komponen terkait terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Administratif Atauro ?
4. Bagaimana strategi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis kearifan lokal di Kota Administratif Atauro ?
Analisis Deskriptif Kualitatif dan SWOT Strategi pengelolaan sumberdaya pesisir
dan laut berbasis kearifan lokal di Kota Administratif Atauro Teori: 1. Perencanaan 2. Pengelolaan 3. Partisipasi Rekomendasi Potensi Sumberdaya Pesisir
dan Laut
Kehidupan Masyarakat Pesisir dan Nilai-nilai Kearifan Lokal