Uji Validitas Pemeriksaan Laju Endap Darah Metode Westergren dan Metode Clinical Laboratory And Standards Institute (CLSI) 2011 Terhadap Metode Rujukan International Council For Standardization In Haematology (ICSH) 1993.

(1)

ABSTRAK

UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH METODE WESTERGREN DAN METODE CLINICAL LABORATORY

AND STANDARDS INSTITUTE (CLSI) 2011 TERHADAP METODE RUJUKAN INTERNATIONAL COUNCIL FOR STADARDIZATION IN

HAEMATOLOGY (ICSH) 1993

Samuel Dwiputra, 2012 ; Indra Sjarief Sugianli, dr. M.Kes., AIF.(Alm.) Penny Setyawati Martioso, dr., Sp.PK., M.Kes.

Laju Endap Darah (LED) adalah pemeriksaan laboratorium yang relatif sederhana, ekonomis dan yang digunakan secara luas untuk memeriksa dan memantau reaktan fase akut penyakit infeksi atau inflamasi dan sebagai penanda kerusakan organ. Metode rujukan pemeriksaan LED yang direkomendasikan oleh International Council for Standardization in Haematology (ICSH) adalah berdasarkan metode Westergren konvensional yang menggunakan sampel darah EDTA tanpa pengenceran yang dibaca pasca 1 dan 2 jam. Metode terkalibrasi dan dapat dipercaya keabsahannya dibutuhkan untuk pemantauan akurasi dan presisi metode rutin di laboratorium klinik. Penelitian ini bertujuan untuk 1. mendeskripsikan dan evaluasi pemeriksaan LED metode Westergren dan metode CLSI (Clinical Laboratory and Standards Institute) 2011 dengan metode rujukan ICSH 1993 2. untuk mengevaluasi hasil pemeriksaan LED pasca 2 jam apakah masih mempunyai aspek klinik.

Penelitian komparatif analitik observasional dengan rancangan cross sectional terhadap pemeriksaan LED metode Westergren dan metode CLSI dibandingkan dengan metode rujukan ICSH 1993. Data dianalisis dengan ANOVA dan Fisher LSD.

Rerata dan SD hasil pengukuran LED metode CLSI 2011, Westergren, dan rujukan ICSH, pasca 1 dan 2 jam yaitu (12,13 ± 10,22) mm dan (24,9 ± 17,75) mm; (7,50 ± 7,03) mm dan (15,03 ± 11,1) mm; dan (12 ± 12,37) mm dan (26,83 ± 21,86) mm menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara metode Westergren dengan metode rujukan ICSH 1993. Tetapi, antara metode CLSI dengan metode rujukan ICSH 1993 tidak menunjukan perbedaan yang bermakna (p>0,05).

Hasil pengukuran LED metode Westergren tidak setara sedangkan metode CLSI valid setara dengan metode rujukan ICSH 1993.


(2)

ABSTRACT

THE VALIDITY TEST OF ERYTHROCYTE SEDIMENTATION RATE WITH WESTERGREN AND CLINICAL LABORATORY AND STANDARDS

INSTITUTE (CLSI) 2011 TO THE REFERENCE METHOD INTERNATIONAL COUNCIL FOR STANDARDIZATION IN

HAEMATOLOGY (ICSH) 1993

Samuel Dwiputra, 2012 ; Indra Sjarief Sugianli, dr. M.Kes., AIF.(Alm.) Penny Setyawati Martioso, dr., Sp.PK., M.Kes.

The erythrocyte sedimentation rate (ESR) is a relative simple, inexpensive, and remains the most widely used laboratory test for assess and monitoring the acute phase response of infection or inflammatory diseases and a predictor of organ damage. The reference method recommended by the International Council for Standardization in Haematology (ICSH) for ESR measurement is based on the conventional Westergren method, using EDTA-anticoagulated samples without dilution after 1 and 2 hour analysis. In clinical laboratories, reliable methods for calibration are required for monitoring the accuracy and precision of the routine method. The aims of this study are: 1. to describe and evaluate ESR Westergren and CLSI (Clinical Laboratory and Standards Institute) 2011 methods compare to the ICSH 1993 reference method. 2. to evaluate the result of ESR after 2 hours have a clinical aspect.

The comparative analytic observational study with cross sectional design to ESR measurement Westergren and CLSI 2011 methods, using 30 EDTA blood samples to with the ICSH 1993 reference method after 1 and 2 hour. The Data were analyzed with ANOVA and Tukey LSD test α=0,05.

The means of ESR Westergren, CLSI 2011, and ICSH methods after 1 and 2 hour (12,13 ± 10,22) mm dan (24,9 ± 17,75) mm; (7,50 ± 7,03) mm dan (15,03 ± 11,1) mm; dan (12 ± 12,37) mm dan (26,83 ± 21,86) mm. They were significant differences between Westergren method and ICSH 1993 reference method (p < 0.05). But, between CLSI method and ICSH 1993 reference method they didn’t show a significant difference (p >0.05).

The measurement result of Westergren method was invalid and the CLSI method show a valid result compare to ICSH 1993 reference method.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL……….... i

LEMBAR PERSETUJUAN……….. ii

SURAT PERNYATAAN………... iii

ABSTRAK……….………. iv

ABSTRACT……….……….……….……….. v

KATA PENGANTAR……….……….………. vi

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL………. x

DAFTAR GAMBAR……… . xi

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang………... 3

1.2 Identifikasi Masalah………... 3

1.3 Maksud dan Tujuan penelitian………... 3

1.3.1 Maksud penelitian………... 3

1.3.2 Tujuan penelitian………... 4

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah………... 4

1.4.1 Manfaat Akademis……….. 4

1.4.2 Manfaat Praktis………... 4

1.5 Kerangka Pemikiran………... 5

1.6 Hipotesis Penelitian……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 8

2.1 Definisi LED……… 9

2.2 Sinonim LED……… 9

2.3 Prinsip pemeriksaan LED………. 9

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi LED……… 10


(4)

2.6 Metode-Metode Pengukuran LED………. 15

2.7 Sejarah Riwayat Pengembangan Metode Pemeriksaan LED…. 17

2.8 Parameter-Parameter Laboratorium yang mempunyai Korelasi dengan Pemeriksaan LED………... 19

2.8.1 C-Reactive Protein (CRP)………... 19

2.8.2 Procalcitonin (PCT)………. 20

2.8.3 Complete Blood Count (CBC), Protein, dan Fibrinogen 21 2.9 Penelitian Multicentre Pemeriksaan LED……….. 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 23

3.1 Alat dan Bahan...……….. 23

3.2 Metode Penelitian………. 23

3.2.1 Metode dan Rancangan Penelitian……… 23

3.3 Definisi Penelitian………... 24

3.4 Prosedur Kerja……….. 25

3.5 Analisis Data……… 27

3.6 Aspek Etik Penelitian………... 27

3.7 Kriteria Uji………... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN….….….….….….….….….….….. 28

4.1 Hasil Penelitian….….….….….….….….….….….….….….….… 28 4.2 Pembahasan….….….….….….….….….….….….….….….….… 32 4.3 Uji Hipotesis….….….….….….….….….……….. 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN….….….….….….….….….….….... 36

5.1 Kesimpulan….….….….….….….….….….….….….….….….…. 36 5.2 Saran….….….….….….….….….….….….….….….….….….…. 36 DAFTAR PUSTAKA……….. 37

LAMPIRAN….….….….….….….….….….….….….….….….….….….….. 40


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor yang meningkatkan dan menurunkan

LED………... … 12

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan LED Ketiga Metode pasca 1 Jam

(Rerata dan SD)……… 28

Tabel 4.2 Hasil Uji ANOVA Ketiga Metode Pemeriksaan LED selama 1 Jam 29 Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan LED Ketiga Metode pasca 2 Jam

(Rerata dan SD)……… 30

Table 4.4 Hasil Uji ANOVA Ketiga Metode Pemeriksaan LED

Pasca 2 Jam………...………. 31


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Respon Protein Fase Akut………... 14 Gambar 2.2 Ikatan Rantai Procalcitonin……….…... 20


(7)

38

LAMPIRAN 1

Hasil percobaan uji validitas pemeriksaan laju endap darah (LED) dengan metode Westergren, metode CLSI 2011, dan metode rujukan ICSH 1993 pasca 1 dan 2 jam

No. ICSH 1993 CLSI 2011 Westergren 1 jam 2 jam 1 jam 2 jam 1 jam 2 jam

1 5 20 1 10 5 20

2 4 25 10 24 8 20

3 2 13 1 10 1 11

4 4 10 10 20 3 9

5 8 19 12 21 10 20

6 17 43 18 40 14 28

7 15 19 11 24 1 1

8 5 8 6 21 5 18

9 42 80 35 65 25 50

10 5 8 22 38 30 20

11 5 27 38 65 1 1

12 4 15 5 8 3 3

13 5 20 7 20 7 15

14 4 15 5 15 5 12

15 5 20 8 16 9 24

16 4 15 5 14 5 12

17 25 40 15 25 1 1

18 5 10 7 12 7 11

19 1 1 1 1 1 1

20 4 9 4 11 1 1

21 5 10 3 7 8 15

22 5 10 8 16 5 10

23 6 14 10 22 9 20

24 18 40 10 21 10 19

25 20 44 19 40 3 7


(8)

39

27 30 59 31 60 16 30

28 30 60 24 44 13 27

29 2 7 5 10 3 9


(9)

40

LAMPIRAN 2

TABEL HASIL UJI POST HOC FISHER LSD Dependent Variable: LED 2 Jam

LSD

(I) Metode-2 Jam

(J) Metode-2 Jam

Mean

Difference (I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

CLSI Na Citrate 9.87(*) 4.513 .031 .90 18.84

ICSH -1.93 4.513 .669 -10.90 7.04

Na Citrate CLSI -9.87(*) 4.513 .031 -18.84 -.90

ICSH -11.80(*) 4.513 .011 -20.77 -2.83

ICSH CLSI 1.93 4.513 .669 -7.04 10.90

Na Citrate 11.80(*) 4.513 .011 2.83 20.77


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laju endap darah (LED) juga disebut erythrocyte sedimentation rate (ESR) atau sedimentation rate (sed rate) atau bezinking-snelheid der erythrocyten (BSE) adalah kecepatan pengendapan sel-sel eritrosit ke dasar tabung berisi darah dengan antikoagulan dalam waktu satu jam, dinyatakan dalam satuan millimeter (Bridgen, 1999; Desai & Isa-Pratt, 2000; Burns, 2004; Norderson, 2004). Pemeriksaan LED adalah salah satu pemeriksaan hematologi yang rutin diusulkan oleh para klinisi sebagai penunjang diagnosis penyakit, karena selain prosedur pemeriksaan LED relatif mudah dan sederhana, biayanya cukup ekonomis, tetapi masih memiliki aspek klinik penting untuk membantu menunjang diagnosis, memantau perjalanan penyakit, serta evaluasi hasil penatalaksaan (Bridgen, 1999; Desai & Isa-Pratt, 2000; Norderson, 2004; Lewis, 2006; Jou et al, 2011).

Pemeriksaan laju endap darah (LED) adalah pemeriksaan laboratorium non- spesifik yang punya keterbatasan sebagai sarana penunjang diagnosis penyakit. Peningkatan LED secara fisiologis dapat ditemukan pada wanita hamil, karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi. Peningkatan LED pada keadaan patologis menunjukkan adanya suatu proses inflamasi atau infeksi dalam tubuh seseorang, baik inflamasi/infeksi akut maupun kronis, serta dapat menunjukkan adanya proses kerusakan jaringan tubuh yang luas, misalnya pada penderita penyakit autoimun atau proses keganasan (ICSH, 1993; Bridgen, 1999; Estridge et al, 2000; Desai & Isa-Pratt, 2000; Burns, 2004; Norderson, 2004).

Pemeriksaan LED metode Westergren adalah pemeriksaan LED yang telah dinyatakan dan dipublikasikan sebagai metode pemeriksaan LED rujukan pertama oleh International Council for Standardization in Haematology (ICSH) pada tahun 1973, serta digunakan secara luas di seluruh dunia. Pemeriksaan LED metode Westergren hingga saat ini masih digunakan secara luas walaupun telah banyak dipublikasikan metode-metode pemeriksaan LED lebih baru hasil revisi metode Westergren dan metode rujukan ICSH 1993 dan telah diaplikasi pada


(11)

2

instrumen laboratorium dengan metode otomatis. Pemeriksaan LED metode Westergren konvensional menggunakan sampel antikoagulan cair Natrium sitrat 3,8% dan darah vena dengan perbandingan 1:4 dianggap mengakibatkan pengenceran terhadap sampel darah. Nilai rujukan normal LED wanita dewasa

0-20 mm/jam (usia > 50 tahun 0-30 mm/jam) dan pria dewasa 0-15 mm/jam (usia > 50 tahun 0-20 mm/jam), anak-anak 0-10 mm/jam, dan neonatus

0-2 mm/jam (Bridgen, 1999; Fischbach & Dunning III, 2009).

International Council for Standardization in Haematology (ICSH) adalah suatu organisasi Expert panel on blood rheology pertama yang didirikan pada tahun 1965, dan Westergren adalah salah seorang anggota pendiri organisasi ICSH. ICSH pada tahun 1965 telah mengusulkan metode Westergren sebagai pemeriksaan LED rujukan internasional, kemudian pada tahun 1973 ICSH menetapkan dan mempublikasikan metode Westergren sebagai metode rujukan pemeriksaan LED pertama yang berlaku secara internasional. Metode pemeriksaan LED rujukan ICSH telah beberapa kali mengalami revisi yaitu pada tahun 1977, 1988, dan revisi terakhir pada tahun 1993 (ICSH, 1993; Bridjen, 1999; Jou et al, 2011).

Metode rujukan ICSH 1993 kemudian diterima oleh World Health Organization (WHO) sebagai metode pemeriksaan LED rujukan. EDTA selain untuk pemeriksaan LED juga dapat digunakan untuk pemeriksaan hematologi lain. Pemeriksaan LED metode rujukan tahun 1993 adalah modifikasi metode Westergren dengan mengganti sampel darah antikoagulan cair Natrium-sitrat 3,8% dengan antikagulan kering garam EDTA (Ethylene Diamine Tetra-Acetic acid) (Herdiman T. Pohan, 2004). Antikoagulan EDTA selain untuk pemeriksaan LED juga dapat digunakan untuk pemeriksaan parameter laboratorium lain, seperti hematologi rutin, Elektroforesis Hemoglobin, dan Glikohemoglobin (HbA1c) sehingga pengambilan bahan pemeriksaan bisa sekaligus, jadi lebih praktis dan memudahkan dalam proses sampling (ICSH 1993; Bridgen 1999; Lewis, 2006; Joe et al, 2011).

Metode rujukan pemeriksaan LED internasional lain yaitu Clinical Laboratory and Standards Institute (CLSI) yang telah ditetapkan dan dipublikasikan oleh


(12)

3

National Committee of laboratory standards (NCCLS) yaitu suatu komite yang dibentuk oleh pakar-pakar di bidang hematologi dari berbagai Negara di Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 1993. Metode CLSI sejak tahun 1993 hingga saat ini telah mengalami revisi beberapa kali, CLSI 2011 adalah hasil revisi metode CLSI yang kelima yang dipublikasikan akhir tahun 2011, merupakan hasil revisi metode CLSI 2000 yang dipublikasikan pada tahun 2000. Metode CLSI 2000 adalah revisi metode ICSH 1993, menggunakan sampel darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0,9% atau Na-sitrat 3,8% dengan perbandingan 1:4 yang diperiksa dalam tabung Westergren dari bahan gelas (NCCLS, 2000; Lewis, 2006; Jou et al, 2011). Metode CLSI 2011 adalah revisi metode CLSI 2000 yang merekomendasikan dan menyatakan bahwa pemeriksaan LED dapat dilakukan

dalam tabung Westergren yang terbuat dari bahan gelas atau plastik. Metode CLSI 2000 dan CLSI 2011 digunakan sebagai metode pemeriksaan LED

standar internasional oleh badan akreditasi internasional bidang laboratorium yaitu International standardization Organisation (ISO)/IEC 17025 untuk bidang laboratorium (Lewis, 2006; Jou et al, 2011).

1.2Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang dapat diidentifikasi dari latar belakang penelitian, yaitu :  Apakah hasil LED metode Westergren setara metode rujukan ICSH 1993.  Apakah hasil LED metode CLSI 2011 setara metode rujukan ICSH 1993.  Apakah hasil pengukuran LED pasca 2 jam mempunyai aspek klinis.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini yaitu ingin mengetahui :

 Apakah hasil LED metode Westergren setara metode rujukan ICSH 1993.  Apakah hasil LED metode CLSI 2011 setara metode rujukan ICSH 1993.  Apakah hasil pengukuran LED pasca 2 jam mempunyai aspek klinis.


(13)

4

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

 Apakah hasil LED metode Westergren setara metode rujukan ICSH 1993.  Apakah hasil LED metode CLSI 2011 setara metode rujukan ICSH 1993.  Apakah hasil pengukuran LED pasca 2 jam mempunyai aspek klinis.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Akademis

Manfaat akademis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat menambah khasanah ilmu di bidang hematologi khususnya blood rheology, yaitu memperkaya informasi tentang validitas metode pengukuran laju endap darah metode Westergreen dan CLSI 2011 terhadap metode rujukan ICSH tahun 1993. Selain itu juga untuk mengetahui aspek klinik hasil pengukuran LED pasca 2 jam, sehingga dapat menetapkan apakah interpretasi hasil LED pasca 2 jam masih perlu dilakukan atau tidak dalam praktek medis.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini yaitu mendapatkan informasi dan memberi masukan kepada para praktisi di bidang kesehatan tentang apakah hasil pengukuran LED metode Westergren dan CLSI 2011 setara dan sesuai dengan hasil pemeriksaan LED metode rujukan pemeriksaan LED yaitu metode ICSH tahun 1993. Manfaat praktis lain dari penelitian ini yaitu untuk memastikan apakah metode Westergren masih layak dan relevan untuk pengukuran LED pada praktek laboratorium, serta keabsahan metode CLSI 2011 sebagai metode standar internasional yang digunakan oleh badan akreditasi internasional ISO/IEC 17025 bidang laboratorium sebagai metode acuan untuk evaluasi dan penilaian keabsahan metode-metode pemeriksaan LED baru yang banyak diluncurkan oleh produsen instrumen laboratorium dengan metode otomatis, dan mengetahui apakah pengukuran LED pasca 2 jam masih mempunyai aspek klinik dan tetap diperlukan.


(14)

5

1.5Kerangka pemikiran

Prinsip dasar pemeriksaan LED adalah proses pengendapan partikel-partikel padat yaitu sel-sel eritrosit ke dasar tabung dalam suatu cairan yaitu plasma darah. Sampel darah yang telah diberi antikoagulan bila dibiarkan begitu saja dalam posisi tegak lurus pada rak LED di dalam ruang dengan suhu 20-25˚C, maka sel-sel eritrosit akan mengendap ke dasar tabung dan terpisah dari plasma darah (ICSH, 1993; Bridgen, 1999; Estridge et al, 2000; Burns, 2004; Norderson, 2004). Pengendapan eritrosit terjadi akibat agregasi sel-sel eritrosit yang membentuk rouleaux dan saling menempel, maka berat molekulnya menjadi semakin besar dan pengaruh gaya gravitasi menjadi semakin besar pula, akibatnya eritrosit mengendap ke dasar tabung. Proses pengendapan eritrosit pada pemeriksaan LED terdiri dari 3 fase, yaitu : fase pertama adalah fase pembentukan rouleaux yang berlangsung selama 10 menit; fase kedua adalah fase pengendapan sel-sel eritrosit secara cepat yang berlangsung selama 40 menit; fase ketiga adalah fase pemadatan rouleaux eritrosit disertai pengendapan dengan kecepatan lambat dimana terjadi proses agregasi sel-sel eritrosit dan pemadatan rouleaux sehingga eritrosit mengendap ke dasar tabung, fase ini berlangsung dalam waktu 10 menit (ICSH, 1993; Bridgen, 1999; Lewis, 2001; Morris & Davey, 2001; Burns, 2004). Pembacaan hasil pengukuran LED pasca 1 jam adalah berdasarkan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk proses pengendapan sel-sel eritrosit berdasarkan prinsip pengukuran LED tersebut. Interpretasi pemeriksaan LED sejak dahulu dilakukan pasca 1 dan 2 jam, tetapi akhir-akhir ini telah ditetapkan oleh WHO pengukuran LED cukup dibaca pasca 1 jam saja atas dasar prinsip proses pengendapan eritrosit. Hal tersebut menjadi masalah kontroversial antar para klinisi di klinik. Sebagian klinisi masih tetap menginginkan hasil interpretasi LED pasca 1 dan 2 jam dengan alasan hasil interpretasi LED pasca 2 jam dapat digunakan untuk membedakan antara proses inflamasi atau infeksi dari proses kerusakan jaringan tubuh yang luas dalam tubuh pasien, seperti pada proses penyakit autoimun atau proses keganasan (Bridgen, 1999, Estridge et al, 2000; Kushner & Ballou, 2009). Kecepatan pengendapan eritrosit ditentukan oleh interaksi antara dua gaya fisik yang berlawanan, yaitu tekanan ke bawah akibat gaya gravitasi bumi dan tekanan


(15)

6

ke atas akibat perpindahan plasma. Pengaruh gaya gravitasi pada pemeriksaan LED dalam keadaan normal relatif kecil karena seimbang dengan gaya pergeseran plasma ke atas. Kecepatan LED dipengaruhi oleh muatan negatif zeta potential yang terdapat pada permukaan eritrosit sehingga sel-sel eritrosit akan saling tolak menolak dan tidak mudah terbentuk rouleaux (Bridgen, 1999; Estridge et al, 2000; Herdiman T. Pohan, 2004). Pada saat terjadi proses inflamasi, sistem imun tubuh akan melepaskan protein fase akut, antara lain C-reactive protein, fibrinogen, imunoglobulin, dan sitokin-sitokin fase akut yang akan mengakibatkan penurunan muatan negatif zeta potential permukaan sel-sel eritrosit, sehingga mudah terjadi agregasi sel-sel eritrosit dan proses pembentukan rouleaux eritrosit lebih cepat. Kecepatan pembentukan rouleaux eritrosit akan mempengaruhi kecepatan LED (ICSH, 1993; Bridgen, 1999; Estridge et al, 2000; Kushner & Ballou, 2009). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan LED antara lain, bentuk dan ukuran eritrosit, viskositas plasma, faktor teknis, dan suhu ruang tempat pemeriksaan LED dilakukan. Faktor viskositas plasma merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kecepatan laju endap darah (ICSH, 1993; Bridgen, 1999; Lewis, 2001; Morris & Davey, 2001; Burns, 2004).

Metode pemeriksaan Westergren konvensional menggunakan antikoagulan cair, yaitu Na-sitrat 3,8% maka diasumsikan akan mengakibatkan pengenceran sampel darah yang akan ditentukan laju endap darahnya. Maka ICSH pada tahun 1993 memodifikasi metode Westergren dengan mengganti antikoagulan cair Na-sitrat 3,8% dengan antikoagulan kering EDTA (Ethylene Diamine Tetra-Acetic acid) dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh faktor pengenceran sampel, sehingga perubahan viskositas plasma dapat ditiadakan (ICSH, 1993; Bridgen, 1999, Lewis, 2001; Herdiman T. Pohan, 2004).

CLSI pada tahun 2000 memodifikasi metode ICSH 1993, yaitu menggunakan larutan NaCl 0,9% atau Na-sitrat 3,8% untuk mengencerkan sampel darah EDTA dengan perbandingan 1:4. CLSI beranggapan antikoagulan EDTA kering dapat mempengaruhi morfologi eritrosit dan berdampak pada hasil pengukuran LED. CLSI pada tahun 2011 kemudian memodifikasi metode CLSI 2000 dengan


(16)

7

menyatakan bahwa pemeriksaan LED dapat dilakukan dengan menggunakan tabung yang terbuat dari bahan gelas atau plastik (Jou et al, 2011).

1.6Hipotesis Penelitian

 Hasil LED metode Westergren setara dengan metode rujukan ICSH 1993.  Hasil LED metode CLSI 2011 setara dengan metode rujukan ICSH 1993.  Hasil interpretasi LED pasca 2 jam tidak mempunyai aspek klinik.


(17)

36 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Hasil simpulan hasil penelitian uji kesesuaian metode pemeriksaan LED Westergren dan CLSI 2011 terhadap metode rujukan ICSH 1993 adalah sebagai berikut :

- Hasil pemeriksaan LED metode Westergren tidak setara dengan metode rujukan ICSH 1993.

- Hasil pemeriksaan LED metode CLSI setara dengan metode rujukan ICSH 1993. - Hasil pemeriksaan LED selama 2 jam tidak mempunyai aspek klinik.

5.2 Saran

Penelitian tentang Uji Validitas Pemeriksaan Laju Endap Darah Metode Westergren dan Clinical Laboratory and Standards Institute (CLSI) 2011 Terhadap Metode Rujukan International Council for Standardization in Haematology (ICSH) 1993 dengan hanya menggunakan sampel minimal 30 orang, penulis masih belum mendapatkan presisi akurasi hasil penelitian yang maksimal, maka penulis menyarankan agar penelitian dilanjut menggunakan ukuran sampel lebih besar untuk mengamati :

 Perbedaan atau persamaan hasil ketiga jenis metode.

 Stabilitas sampel darah EDTA & Na-sitrat 3,8% pada suhu kamar & refrigerator.

 Pemeriksaan LED pasca 2 jam pada penyakit-penyakit inflamasi, keganasan atau penyakit autoimun agar diperoleh keterangan yang lebih akurat.

 Apa penyebab hasil LED lebih rendah pada penggunaan sampel darah sitrat.


(18)

37

DAFTAR PUSTAKA

Bochen K., Krasowska A., Milaniuk S., et al. 2011. Erythrocyte sedimentation rate –an old marker with new applications. Journal of Pre-Clinical and Clinical Research, Vol 5, No 2, 50-5

Bridgen ML. 1999. Clinical utility of erythrocyte sedimentation rate. http://www.aafp.org/afp.html. 6 Desember 2011.

Burns C. 2004. Routine hematology procedure. In: McKenzie S. B., editor: Clinical laboratory hematology. New Jersey: Pearson Education.

CLSI. 2011. Procedures for the Erythrocyte Sedimentation Rate Test; Approved Standard-Fifth Edition. CLSI document H02-A5. Wayne, PA: Clinical and Laboratory Standards Institute.

Chung YG, Won YS, Kwon YJ, et al. 2011. Comparison of Serum CRP and Procalcitonin in Patients after Spine Surgery. J Korean Neurosurg Soc 49 :43-8.

Desai SP, Isa-Pratt S. 2000. Clinician’s guide to laboratory medicine. Hudson, Ohio: Lexi Comp Inc.

Dugdale D.C. 2011. ESR. Washington : University of Washington school of medicine.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.htm.11Agustus2012

Emelike OF, Akpan JE, Obigwe BU, Jeremiah ZA. 2010. Comparison Study of Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) Using Trisodium Citrate, Normal Saline and Whole Blood in Ethylene Di Amine Tetra Acetic Acid (EDTA). J. Appl. Sci. Environ. Manage. Vol 14(1) 23-7.

Estridge BH, Reynolds AP, Walters NJ. 2000. Basic medical laboratory techniques. Albany, New York: Thomson Learning.

Fischbach F, Dunning III MB. 2009. Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR). In: Fischbach F, Dunning III MB (Eds.), A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests, 8th Edition. Philadelphia Baltimore New York : Wolter Kluwer / Lippincott Williams & Wilkins. p.110-2.


(19)

38

Gabay C., Irving K. 2001. Acute phase Proteins. USA : Nature Publishing Group.http : www.els.net.13Oktober2012

Herdiman T. Pohan. 2004. Manfaat klinik pemeriksaan laju endap darah. Dalam: Djoko Widodo, Herdiman T. Pohan (penunting), Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Horsti J, Kovanen M. 2000. Using EDTA as an anticoagulant for ESR to replace citrate. Kliin Lab.4:97-100.

ICSH (International Council for Standardization in Haematology). 1993. ICSH recommendations for measurement of erythrocyte sedimentation rate. J Clin Pathol 1993;46:198-203.

Indro Handojo. 2004. Imunoasai Untuk Penyakit yang Terkait dengan Infeksi Jasad Renik : Imunoasai untuk Penentuan C-reactive Protein. Dalam : Indro Handojo, Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Edisi 1. Surabaya : Airlangga University Press. 272-4.

Ismailov RM, Shevcuk NA, Khusanov H. 2005.Mathematical model describing erythrocyte sedimentation rate. Implication for blood viscosity chages in traumatic shock dan crush syndrome. BioMedical Engineering OnLine 2005,

4:24 doi:10.1186/1475-925X-4-24.www.biomedical-engineering-online.com diunduh : 24 Januari 2013.

Jou JM, Lewis SM, Briggs C, et al. 2011. ICSH review of the measurement of erythrocyte sedimentation rate. Int. Jnl. Lab. Hem. 2011;33:125-32.

Kushner I.,Ballou SP. 2009. Acute-phase reactants and the concept of inflammation. In: firestein GS, Budd RC, Harris ED, et al, eds. Kelley’s Textbook of rheumatology. 8th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier:chap 52.

Lewis SM. 2001. Miscellaneous tests. In: Lewis SM, Bain BJ, Bates I (Eds.), Dacie and lewis practical haematology. 9th ed. London: Harcourt Publisher Limited.


(20)

39

Lewis SM. 2006. Miscellaneous tests. In: Lewis SM, Bain BJ, Bates I (Eds.), Dacie and lewis practical haematology. 10th ed. London: Harcourt Publisher Limited.

Morris MW, Davey FR. 2001. Basic examination of blood. In: Henry JB (Ed.), Clinical diagnosis and management by laboratory methods. Philadelphia, Pennsylvania: WB Saunders Company.

Moullec J.M, Jullienne A, Chenais J et al. 1984. The complete sequence of human preprocalcitonin. FEBS Lett . 167: 93-7.

National Committee for Clinical Laboratory Standards. 2000. Reference and Selected Procedure for Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) Test; Approved Standard, 4th ed. H2-A4. Villanova, PA: NCCLS.

Norderson NJ. 2004. Erythrocyte sedimentation rate. http://www.ehendrick.com.htm. 12 Desember 2011.

Piva E, Sanzari MC, Servidio G, et al. 2001. Length of sedimentation reaction in undiluted blood (erythrocyte sedimentation rate): variations with sex and age and reference limits. Clin Chem Lab Med.39:451-4.

Plebani M, Piva E. 2002. Use of Fresh Blood for Quality Control. Am J Clin Pathol. 117:621-6.

Shantaram M., et al. 2011. A Comparative study of erythrocyte sedimentation rate (ESR) using sodium citrate and EDTA. Int. J. Pharm. Bio. Sci. 2011;1:393-6.

Van Gool J. 1980. Acute Fase Eiwitten; Betekenis Voor de Onstekings Reactie. Ned. T. Geneesk. 124: 869-79.


(1)

6

ke atas akibat perpindahan plasma. Pengaruh gaya gravitasi pada pemeriksaan LED dalam keadaan normal relatif kecil karena seimbang dengan gaya pergeseran plasma ke atas. Kecepatan LED dipengaruhi oleh muatan negatif zeta potential yang terdapat pada permukaan eritrosit sehingga sel-sel eritrosit akan saling tolak menolak dan tidak mudah terbentuk rouleaux (Bridgen, 1999; Estridge et al, 2000; Herdiman T. Pohan, 2004). Pada saat terjadi proses inflamasi, sistem imun tubuh akan melepaskan protein fase akut, antara lain C-reactive protein, fibrinogen, imunoglobulin, dan sitokin-sitokin fase akut yang akan mengakibatkan penurunan muatan negatif zeta potential permukaan sel-sel eritrosit, sehingga mudah terjadi agregasi sel-sel eritrosit dan proses pembentukan rouleaux eritrosit lebih cepat. Kecepatan pembentukan rouleaux eritrosit akan mempengaruhi kecepatan LED (ICSH, 1993; Bridgen, 1999; Estridge et al, 2000; Kushner & Ballou, 2009). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan LED antara lain, bentuk dan ukuran eritrosit, viskositas plasma, faktor teknis, dan suhu ruang tempat pemeriksaan LED dilakukan. Faktor viskositas plasma merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kecepatan laju endap darah (ICSH, 1993; Bridgen, 1999; Lewis, 2001; Morris & Davey, 2001; Burns, 2004).

Metode pemeriksaan Westergren konvensional menggunakan antikoagulan cair, yaitu Na-sitrat 3,8% maka diasumsikan akan mengakibatkan pengenceran sampel darah yang akan ditentukan laju endap darahnya. Maka ICSH pada tahun 1993 memodifikasi metode Westergren dengan mengganti antikoagulan cair Na-sitrat 3,8% dengan antikoagulan kering EDTA (Ethylene Diamine Tetra-Acetic acid) dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh faktor pengenceran sampel, sehingga perubahan viskositas plasma dapat ditiadakan (ICSH, 1993; Bridgen, 1999, Lewis, 2001; Herdiman T. Pohan, 2004).

CLSI pada tahun 2000 memodifikasi metode ICSH 1993, yaitu menggunakan larutan NaCl 0,9% atau Na-sitrat 3,8% untuk mengencerkan sampel darah EDTA dengan perbandingan 1:4. CLSI beranggapan antikoagulan EDTA kering dapat mempengaruhi morfologi eritrosit dan berdampak pada hasil pengukuran LED. CLSI pada tahun 2011 kemudian memodifikasi metode CLSI 2000 dengan


(2)

7

menyatakan bahwa pemeriksaan LED dapat dilakukan dengan menggunakan tabung yang terbuat dari bahan gelas atau plastik (Jou et al, 2011).

1.6Hipotesis Penelitian

 Hasil LED metode Westergren setara dengan metode rujukan ICSH 1993.  Hasil LED metode CLSI 2011 setara dengan metode rujukan ICSH 1993.  Hasil interpretasi LED pasca 2 jam tidak mempunyai aspek klinik.


(3)

36 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Hasil simpulan hasil penelitian uji kesesuaian metode pemeriksaan LED Westergren dan CLSI 2011 terhadap metode rujukan ICSH 1993 adalah sebagai berikut :

- Hasil pemeriksaan LED metode Westergren tidak setara dengan metode rujukan ICSH 1993.

- Hasil pemeriksaan LED metode CLSI setara dengan metode rujukan ICSH 1993. - Hasil pemeriksaan LED selama 2 jam tidak mempunyai aspek klinik.

5.2 Saran

Penelitian tentang Uji Validitas Pemeriksaan Laju Endap Darah Metode Westergren dan Clinical Laboratory and Standards Institute (CLSI) 2011 Terhadap Metode Rujukan International Council for Standardization in Haematology (ICSH) 1993 dengan hanya menggunakan sampel minimal 30 orang, penulis masih belum mendapatkan presisi akurasi hasil penelitian yang maksimal, maka penulis menyarankan agar penelitian dilanjut menggunakan ukuran sampel lebih besar untuk mengamati :

 Perbedaan atau persamaan hasil ketiga jenis metode.

 Stabilitas sampel darah EDTA & Na-sitrat 3,8% pada suhu kamar & refrigerator.

 Pemeriksaan LED pasca 2 jam pada penyakit-penyakit inflamasi, keganasan atau penyakit autoimun agar diperoleh keterangan yang lebih akurat.

 Apa penyebab hasil LED lebih rendah pada penggunaan sampel darah sitrat.


(4)

37

DAFTAR PUSTAKA

Bochen K., Krasowska A., Milaniuk S., et al. 2011. Erythrocyte sedimentation rate –an old marker with new applications. Journal of Pre-Clinical and Clinical Research, Vol 5, No 2, 50-5

Bridgen ML. 1999. Clinical utility of erythrocyte sedimentation rate.

http://www.aafp.org/afp.html. 6 Desember 2011.

Burns C. 2004. Routine hematology procedure. In: McKenzie S. B., editor: Clinical laboratory hematology. New Jersey: Pearson Education.

CLSI. 2011. Procedures for the Erythrocyte Sedimentation Rate Test; Approved Standard-Fifth Edition. CLSI document H02-A5. Wayne, PA: Clinical and Laboratory Standards Institute.

Chung YG, Won YS, Kwon YJ, et al. 2011. Comparison of Serum CRP and Procalcitonin in Patients after Spine Surgery. J Korean Neurosurg Soc 49 :43-8.

Desai SP, Isa-Pratt S. 2000. Clinician’s guide to laboratory medicine. Hudson, Ohio: Lexi Comp Inc.

Dugdale D.C. 2011. ESR. Washington : University of Washington school of medicine.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.htm.11Agustus2012

Emelike OF, Akpan JE, Obigwe BU, Jeremiah ZA. 2010. Comparison Study of Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) Using Trisodium Citrate, Normal Saline and Whole Blood in Ethylene Di Amine Tetra Acetic Acid (EDTA). J. Appl. Sci. Environ. Manage. Vol 14(1) 23-7.

Estridge BH, Reynolds AP, Walters NJ. 2000. Basic medical laboratory techniques. Albany, New York: Thomson Learning.

Fischbach F, Dunning III MB. 2009. Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR). In: Fischbach F, Dunning III MB (Eds.), A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests, 8th Edition. Philadelphia Baltimore New York : Wolter Kluwer / Lippincott Williams & Wilkins. p.110-2.


(5)

38

Gabay C., Irving K. 2001. Acute phase Proteins. USA : Nature Publishing Group.http : www.els.net.13Oktober2012

Herdiman T. Pohan. 2004. Manfaat klinik pemeriksaan laju endap darah. Dalam: Djoko Widodo, Herdiman T. Pohan (penunting), Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Horsti J, Kovanen M. 2000. Using EDTA as an anticoagulant for ESR to replace citrate. Kliin Lab.4:97-100.

ICSH (International Council for Standardization in Haematology). 1993. ICSH recommendations for measurement of erythrocyte sedimentation rate. J Clin Pathol 1993;46:198-203.

Indro Handojo. 2004. Imunoasai Untuk Penyakit yang Terkait dengan Infeksi Jasad Renik : Imunoasai untuk Penentuan C-reactive Protein. Dalam : Indro Handojo, Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Edisi 1. Surabaya : Airlangga University Press. 272-4.

Ismailov RM, Shevcuk NA, Khusanov H. 2005.Mathematical model describing erythrocyte sedimentation rate. Implication for blood viscosity chages in traumatic shock dan crush syndrome. BioMedical Engineering OnLine 2005,

4:24 doi:10.1186/1475-925X-4-24.www.biomedical-engineering-online.com diunduh : 24 Januari 2013.

Jou JM, Lewis SM, Briggs C, et al. 2011. ICSH review of the measurement of erythrocyte sedimentation rate. Int. Jnl. Lab. Hem. 2011;33:125-32.

Kushner I.,Ballou SP. 2009. Acute-phase reactants and the concept of inflammation. In: firestein GS, Budd RC, Harris ED, et al, eds. Kelley’s Textbook of rheumatology. 8th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier:chap 52.

Lewis SM. 2001. Miscellaneous tests. In: Lewis SM, Bain BJ, Bates I (Eds.), Dacie and lewis practical haematology. 9th ed. London: Harcourt Publisher Limited.


(6)

39

Lewis SM. 2006. Miscellaneous tests. In: Lewis SM, Bain BJ, Bates I (Eds.), Dacie and lewis practical haematology. 10th ed. London: Harcourt Publisher Limited.

Morris MW, Davey FR. 2001. Basic examination of blood. In: Henry JB (Ed.), Clinical diagnosis and management by laboratory methods. Philadelphia, Pennsylvania: WB Saunders Company.

Moullec J.M, Jullienne A, Chenais J et al. 1984. The complete sequence of human preprocalcitonin. FEBS Lett . 167: 93-7.

National Committee for Clinical Laboratory Standards. 2000. Reference and Selected Procedure for Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) Test; Approved Standard, 4th ed. H2-A4. Villanova, PA: NCCLS.

Norderson NJ. 2004. Erythrocyte sedimentation rate. http://www.ehendrick.com.htm. 12 Desember 2011.

Piva E, Sanzari MC, Servidio G, et al. 2001. Length of sedimentation reaction in undiluted blood (erythrocyte sedimentation rate): variations with sex and age and reference limits. Clin Chem Lab Med.39:451-4.

Plebani M, Piva E. 2002. Use of Fresh Blood for Quality Control. Am J Clin Pathol. 117:621-6.

Shantaram M., et al. 2011. A Comparative study of erythrocyte sedimentation rate (ESR) using sodium citrate and EDTA. Int. J. Pharm. Bio. Sci. 2011;1:393-6.

Van Gool J. 1980. Acute Fase Eiwitten; Betekenis Voor de Onstekings Reactie. Ned. T. Geneesk. 124: 869-79.