Efek Antelmintik Daun Pare (Momordica Charantia.L) Terhadap Ascaris Suum Invitro.

(1)

iv

ABSTRAK

EFEK ANTELMINTIK

DAUN PARE (Momordica charantia.L) TERHADAP Ascaris suum IN VITRO

Fitri Wulandari, 2006 Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr.Mkes Pembimbing II : Budi Widyarto, dr

Indonesia merupakan negara tropis yang rentan akan adanya penyakit infeksi, salah satunya adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides. Askariasis merupakan salah satu infestasi cacing yang paling sering ditemukan di dunia. Obat-obat cacing cukup banyak dijual di pasaran. Namun bila terlalu mahal serta banyaknya efek samping dari obat tersebut, masih ada alternatif obat lain yang bisa dipilih yakni dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat. Dari penelitian ada beberapa tanaman obat yang dapat digunakan sebagai antelmintik diantaranya : temu giring, temu ireng, pepaya dan pare. Daun pare merupakan tanaman yang mudah didapatkan. Selain itu dengan adanya perbedaan varietas dari daun pare, maka perlu diteliti serta dibuktikan apakah daun pare varietas setempat mempunyai efektifitas yang sama yaitu sebagai obat anti cacing.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui efek pare sebagai obat alternatif anticacing.

Penelitian ini menggunakan 30 Ascari suum untuk setiap kelompok dan direndam dalam larutan kontrol NaCl 0,9%, larutan piperazine citrat 20% serta infusa daun pare dengan berbagai konsentrasi (10%, 15%, 20%, 40%, 80%) selama3 jam dalam suhu 370C. Analisis data memakai statistik non parametrik ChiKuadrat.

Infusa daun pare dengan berbagai konsentrasi yaitu 10%, 15%, 20%, 40% dan 80% tidak mempunyai efek antelmintik terhadap Ascaris.

Hasil penelitian ini adalah daun pare tidak berefek antelmintik terhadap Ascaris suum in vitro.


(2)

v

ABSTRACT

THE ANTHELMINTIC EFFECT OF PARE LEAF (Momordica Charantia L)

ON Ascaris suum IN VITRO

Fitri wulandari, 2006 Tutor I : Meilinah Hidayat, dr.Mkes Tutor II : Budi Widyarto, dr

Indonesia is a tropical country with many of infectious disease, one of the infection is cause by Ascaris lumbricoides. Ascariasis is one of the worm infection often found in the world. Many anthelmintic drugs are sold in the market which are expensive and have side effect, herbal medication can be used as an alternative therapy. From the research there are some herbal medicine which can be used as anthelmintic that are: temu giring, temu ireng, papaya and pare. Pare leaf is an easy founded. Beside of that with the different variety of pare leaf, it is necessary to do more research or to proof if local variety of pare leaf have the same effectivity as anthelmintic.

The aim of this study to know whether pare leaf has anthelmintic effect on Ascaris.

This research used 30 Ascaris suum for each group soaked in control solutions NaCl 0,9%, piperazine citrat 20% and pare leaf infusa concentrations of (10%, 15%, 20%, 40%, 80%) for 3 hours at 370C..Data were analyzed with Statistical non parametric Chi Square.

All pare leaf with various concentration that were 10%, 15%, 20%, 40% and 80% have not anthelmintic effect to Ascaris.

The conclusion of this experiment is that pare leaf have not anthelmintic effect on Ascaris suum invitro.


(3)

vi

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya. Tulisan ini disusun sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program studi S1 pada Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu, dalam prakata ini penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada:

Meilinah Hidayat, dr, Mkes. selaku pembimbing pertama yang telah memberi semangat, masukan, dan arahan yang sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Budi Widyarto.L, dr. selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberi arahan, dukungan, dan masukan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Susi Tjahyani, dr, Mkes. selaku dosen penguji atas waktu, arahan, dan masukan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

July Ivone, dr.Mkes selaku dosen penguji atas waktu, arahan, dan masukan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Papa dan Mama tercinta, terima kasih atas cinta, kasih sayang. dukungan serta doanya yang tak pernah putus. Saya sangat bangga dan bersyukur mempunyai orang tua seperti kalian.

Adikku tersayang, Rini Nurdiani, terima kasih atas bantuan serta dukungannya yang sangat berarti.

Sepupuku, Indah serta tante-tanteku, terima kasih atas dukungannya selama ini.

Sahabat-sahabatku, Indri, Kristin, Nidia, Fitria, Dini , terima kasih atas semua saran, dukungan, perhatian, dan pengertiannya selama ini. Kalian memang sahabat terbaik dan berarti buat aku. Zuhri dan Nana terima kasih atas semua bantuan serta dukungannya.


(4)

vii

Abang, terima kasih telah meluangkan waktunya, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik

Teman-temanku, Oscar, Dicky, Nico, K’Astrid, Angga, Ariel, Ira, Lina, Ade, Sri, Tika Roy serta teman-teman angkatan 2001 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Untuk Niknik, Pipih, Romy, terimakasih atas dukungan yang aku butuhkan. Pak Nana, Pak Kris, Pak Riska, Bu Yuli, Pak Ii atas bantuan dan dukungannya.

Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam pengetahuan, maupun kemampuan yang dimiliki. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bandung, Desember 2006


(5)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ii

SURAT PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

PRAKATA vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 2

1.3 Maksud dan Tujuan 2

1.4 Kegunaan Penelitian 2

1.5 Kerangka Pemikiran 2

1.6 Metode Penelitian 3

1.7 Lokasi dan Waktu 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ascaris sp 4

2.1.1 Taxonomi 4

2.1.2 Ascaris suum 4

2.1.3 Morfologi 4

2.1.4 Siklus hidup 5

2.1.5 Ascaris lumbricoides 5 2.1.5.1 Hospes dan Nama Penyakit 5

2.1.5.2 Epidemiologi 5


(6)

ix

2.1.5.4 Anatomi, Histologi, Fisiologi 8

2.1.5.5 Siklus Hidup 11

2.1.5.6 Patogenesis 12

2.1.6 Gambaran Klinis 14

2.1.7. Diagnosis 15

2.1.8 Differential Diagnosis 16

2.1.9 Pencegahan 16

2.2 Pengobatan

2.2.1 Piperazine sitrat 17 2.2.2 Pirantel Pamoat 17

2.2.3 Mebendazol 18

2.2.4 Albendazol 19

2.2.5 Levamisol 19

2.3 Prognosis 19

2.4 Uraian tentang Tumbuhan Pare (Momordica Charantia.L) 20 2.4.1 Uraian Tanaman dan Kegunaan 21 2.4.2 Kandungan Kimia dan Manfaat Farmakologi 22

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian 24

3.2 Bahan dan Alat 24

3.3 Metode Penelitian 24

3.4 Analisis Data 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan 27 4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian 27

BAB V KESIMPULAN DANSARAN

5.1 Kesimpulan 28


(7)

x

DAFTAR PUSTAKA 29


(8)

xi

DAFTAR TABEL


(9)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ascaris jantan dan betina 6 Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides 7

Gambar 2.3 Bibir pada Ascaris 10 Gambar 2.4 Siklus hidup Ascaris lumbricoides 11


(10)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Perhitungan Data 31


(11)

31 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN

Perhitungan Data

Hasil Percobaan

Kelompok Perlakuan N Jumlah Cacing hidup Paralisis & mati

Larutan NaCl 0,9% 30 30 -

Larutan Piperazin 20% 30 3 27

Infusa daun pare 10% 30 29 1

Infusa daun pare 15% 30 28 2

Infusa daun pare 20% 30 26 4

Infusa daun pare 40% 30 27 3

Infusa daun pare 80% 30 28 2

Analisis Data

Hidup Mati n

10 29 138 x 30 150 = 27,6

1 30 x 12 150 = 2,4

30

15 28 138 x 30 150 = 27,6

2 30 x 12 150 = 2,4

30

20 26 138 x 30 150 = 27,6

4 30 x 12 150 = 2,4

30

40 27 138 x 30 150 = 27,6

3 30 x 12 150 = 2,4


(12)

32

Universitas Kristen Maranatha 80 28 138 x 30

150 = 27,6

2 30 x 12 150 = 2,4

30

138 12 150

X2hitung =0( O –E )2= E

X = (29 – 27,6)2+ (1-2,4)2+ (28-27,6)2+ (2 – 2,4)2+ (26-27,6)2+ (4 – 2,4)2+ 27,6 2,4 27,6 2,4 27,6 2,4 (27 – 27,6)2+ (3 – 2,4)2+( 28 – 27,6)2+ (2 – 2,4)2

27,6 2,4 27,6 2,4

= 0,071 + 0,817 + 0,006 + 0,067 + 0,093 + 1,067 + 0, 013 + 0,15 + 0,006 + 0,067

= 2,357

df = (r – 1) (c – 1) = (5-1) ( 2-1) = 4 7² tabel =7² (0,05 ; 4) = 9,488 7² hitung < 7² tabel = terima H0


(13)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang rentan akan adanya penyakit infeksi, salah satunya adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Cacing gelang ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit).

Askariasis merupakan salah satu infestasi cacing yang paling sering ditemukan di dunia. Di Indonesia prevalensinya tinggi yaitu antara 60-90%, terutama terjadi pada anak-anak (Onggowaluyo,2002) .Adapun prevalensi di Jawa Barat yaitu 25,6% (Dinkes Jabar, 2005).

Infestasi Ascaris relatif ringan, sering tidak tampak gejala klinik sampai

penderita mengeluarkan cacing gelang ini bersama-sama dengan feses (Rampengan 1997). Gejala yang timbul disebabkan oleh migrasi larva dan cacing dewasa. Migrasi larva terjadi dalam hati dan paru-paru dapat menimbulkan batuk, demam, eosinofilik. Cacing dewasa dalam usus apabila jumlahnya banyak dapat menimbulkan gangguan gizi dan obstruksi usus (Onggowaluyo 2002). Cacingan dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya tumbuh kembang anak (Pdpersi, 2006)

Obat-obat cacing cukup banyak dijual di pasaran. Namun bila terlalu mahal serta banyaknya efek samping dari obat tersebut, masih ada alternatif obat lain yang bisa dipilih yakni dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat. Saat ini telah diketahui banyak tumbuhan obat yang pernah dan masih digunakan secara tradisional sebagai obat anticacing. Dari penelitian ada beberapa tanaman obat yang dapat digunakan sebagai antelmintik diantaranya : temu giring, temu ireng, pepaya dan pare. Penelitian daya antelmintik daun pare, baik dalam bentuk perasan maupun infus daun segar dan kering, terhadap cacing Ascaris telah

dilakukan secara in vitro oleh M.E. Prima Listiani, dari fakultas Farmasi UGM. Dari penelitiannya terbukti, perasan daun segar mempunyai khasiat antelmintik terbesar (Supriyapto, 2006). Namun pemanfaatannya belum digunakan secara luas. Daun Pare merupakan tanaman yang mudah didapatkan. Selain itu dengan


(14)

2

Universitas Kristen Maranatha adanya perbedaan varietas dari daun pare, penulis tertarik untuk meneliti serta membuktikan apakah daun pare varietas setempat mempunyai efektifitas yang sama yaitu sebagai obat anti cacing.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah daun pare varietas setempat berefek antelmintik terhadap Ascaris suum in vitro.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud Penelitian : Menguji efek antelmintik daun pare terhadap

Ascaris suum in vitro.

1.3.2 Tujuan Penelitian : Mengetahui efek Pare sebagai obat alternatif anticacing.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1 Kegunaan Praktis : Mencari obat tradisional yang berefek terhadap

Ascaris.

1.4.2 Kegunaan Akademis : Menambah pengetahuan tentang tanaman obat asli Indonesia khususnya Pare.

1.5 Kerangka Pemikiran

Daun pare mengandung momordicin, momordin,karantin, resin, asam resinat, saponin, vitamin A, vitamin B, vitamin C, flavonoid, alkaloid, asam fenolat, serta minyak lemak yang terdiri dari asam linoleat, asam oleat, alkaloid, asam stearat (Andriani dan Arisandi, 2006; Subahar, 2004).

Senyawa kimia saponin yang terdapat dalam daun pare bekerja sebagai vermicida (Supriyapto, 2006). Saponin merupakan glikosida yang bersifat hidrofilik, bekerja menurunkan tegangan permukaan sel(Mills and Bone, 2000).

Cacing mempunyai kutikulum tebal berdampingan dengan hipodermis. Kutikulum terdiri dari kolagen, karbohidrat dan lemak(Faust, 1976). Di bawah kutikula terdapat epidermis yang mempunyai sarung tipis putih otot-otot


(15)

3

Universitas Kristen Maranatha longitudinal yang merupakan bagian dari dinding tubuh cacing. Saponin yang berasal dari daun pare bekerja pada dinding tubuh cacing serta merusak kutikula yang merupakan kerangka hidrostatik sehingga menyebabkan paralisis cacing (Fox, 2004).

Hipotesis : infusa daun pare berefek antelmintik terhadap Ascaris suum in vitro.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental sungguhan. Data yang diukur adalah jumlah cacing hidup, paralisis, mati. Analisis data memakai statistik non parametrik Chi Kuadrat.

1.7 Lokasi dan Waktu

Lokasi : Laboratorium Farmakologi dan Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung. Waktu : September - Desember 2006


(16)

28 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Daun pare (Momordica Charantia L) varietas setempat tidak berefek antelmintik terhadap Ascaris suum in vitro.

5.2 Saran

- Diperlukan penelitian lanjutan dengan sediaan yang berbeda, metode yang lebih baik serta varietas herba yang diperoleh dari berbagai tempat yang sesuai.

- Perlu pemetaan area tanah yang dapat menghasilkan herba pare yang mempunyai efek sebagai antelmintik.


(17)

29 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, Andriani, 2006. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta : Pustaka Buku Murah hal 250-253

Biosci Ohio State, Ascaris

http://www.biosci.ohio-state.edu/parasite/ascaris.html, 4 Agustus 2006 Brown H.W.1983. Dasar Parasitologi Klinis .edisi 3. Jakarta: PT Gramedia hal 209-217.

Cook.1996. Manson’s tropical disease. Edisi 20.London:ELBS

Faust’s, Russel.1976. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Philadelphia:Lea & Febinger

Fox R. 2004. Invertebrata Anatomy Online http://www.Lander.edu/rsfox/310ascarislab.html

Garcia .L.S. Bruckner DA .1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal 138-145

Gandahusada, Ilahude, Pribadi. 2000. Parasitologi Kedokteran edisi 3. Jakarta: Gaya Baru hal 8-11

Hasan, Alatas 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta :FK UI hal 646-647

Miyazaki I, 1991. An Illustrated Book of Helminthic Zoonosis. Tokyo: Fukuoka Sukosha Printing.

Mills, Bone, 2000. Principles and Practice of Phytotherapy Modern Herbal Medicine. London : Churcill Livingstone

Onggowaluyo, 2002. Parasitologi Medik Helmintologi. Jakarta:EGC. Hal 11-15

Prianto, 2002. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.


(18)

30

Universitas Kristen Maranatha

Pusat Data dan informasi Perhimpunan RS seluruh Indonesia (Pdpersi) http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=23&tbl=ilmiah,4 Agustus 2006

Rampengan, Laurentz 1997. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC hal 217-221

Sawitz WG. 1956. Clinical Parasitology. USA : Mc Graw-Hill Book Company

Schmidt, Roberts. 1985. Foundations of Parasitology edisi 3. Missouri : Times Mirror Mosby College Publishing

Schmidt, Roberts. 2005. Foundations of Parasitology edisi 7. Newyork: Mc Graw Hill

Skinner Mark

http://plants.usda.gov/java/nameSearch?keywordquery=momordica+chara ntia&mode=sciname&submit.x=10&submit.y=11, 3 agustus 2006

Subahar, 2004. Khasiat dan Manfaat Pare. Jakarta : Agromedia Pustaka. hal 1-12

Soeharsono, 2002. Zoonosis Penyakit menular dari Hewan ke Manusia. Jakarta: Kanisius

Sukarno, Sardjono, 2003. Antelmintik dalam Ganiswarna SG (editor).

Farmakologi & Terapi. Jakarta : FK UI

Supriyapto, 2006. Tanaman Berkhasiat 2. Jakarta: Intisari Mediatama http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=92, 20 juli 2006 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2005


(1)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang rentan akan adanya penyakit infeksi, salah satunya adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Cacing gelang ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit). Askariasis merupakan salah satu infestasi cacing yang paling sering ditemukan di dunia. Di Indonesia prevalensinya tinggi yaitu antara 60-90%, terutama terjadi pada anak-anak (Onggowaluyo,2002) .Adapun prevalensi di Jawa Barat yaitu 25,6% (Dinkes Jabar, 2005).

Infestasi Ascaris relatif ringan, sering tidak tampak gejala klinik sampai penderita mengeluarkan cacing gelang ini bersama-sama dengan feses (Rampengan 1997). Gejala yang timbul disebabkan oleh migrasi larva dan cacing dewasa. Migrasi larva terjadi dalam hati dan paru-paru dapat menimbulkan batuk, demam, eosinofilik. Cacing dewasa dalam usus apabila jumlahnya banyak dapat menimbulkan gangguan gizi dan obstruksi usus (Onggowaluyo 2002). Cacingan dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya tumbuh kembang anak (Pdpersi, 2006)

Obat-obat cacing cukup banyak dijual di pasaran. Namun bila terlalu mahal serta banyaknya efek samping dari obat tersebut, masih ada alternatif obat lain yang bisa dipilih yakni dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat. Saat ini telah diketahui banyak tumbuhan obat yang pernah dan masih digunakan secara tradisional sebagai obat anticacing. Dari penelitian ada beberapa tanaman obat yang dapat digunakan sebagai antelmintik diantaranya : temu giring, temu ireng, pepaya dan pare. Penelitian daya antelmintik daun pare, baik dalam bentuk perasan maupun infus daun segar dan kering, terhadap cacing Ascaris telah dilakukan secara in vitro oleh M.E. Prima Listiani, dari fakultas Farmasi UGM. Dari penelitiannya terbukti, perasan daun segar mempunyai khasiat antelmintik terbesar (Supriyapto, 2006). Namun pemanfaatannya belum digunakan secara luas. Daun Pare merupakan tanaman yang mudah didapatkan. Selain itu dengan


(2)

2

Universitas Kristen Maranatha adanya perbedaan varietas dari daun pare, penulis tertarik untuk meneliti serta membuktikan apakah daun pare varietas setempat mempunyai efektifitas yang sama yaitu sebagai obat anti cacing.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah daun pare varietas setempat berefek antelmintik terhadap Ascaris suum in vitro.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud Penelitian : Menguji efek antelmintik daun pare terhadap Ascaris suum in vitro.

1.3.2 Tujuan Penelitian : Mengetahui efek Pare sebagai obat alternatif anticacing.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1 Kegunaan Praktis : Mencari obat tradisional yang berefek terhadap Ascaris.

1.4.2 Kegunaan Akademis : Menambah pengetahuan tentang tanaman obat asli Indonesia khususnya Pare.

1.5 Kerangka Pemikiran

Daun pare mengandung momordicin, momordin,karantin, resin, asam resinat, saponin, vitamin A, vitamin B, vitamin C, flavonoid, alkaloid, asam fenolat, serta minyak lemak yang terdiri dari asam linoleat, asam oleat, alkaloid, asam stearat (Andriani dan Arisandi, 2006; Subahar, 2004).

Senyawa kimia saponin yang terdapat dalam daun pare bekerja sebagai vermicida (Supriyapto, 2006). Saponin merupakan glikosida yang bersifat hidrofilik, bekerja menurunkan tegangan permukaan sel(Mills and Bone, 2000).

Cacing mempunyai kutikulum tebal berdampingan dengan hipodermis. Kutikulum terdiri dari kolagen, karbohidrat dan lemak(Faust, 1976). Di bawah kutikula terdapat epidermis yang mempunyai sarung tipis putih otot-otot


(3)

3

Universitas Kristen Maranatha longitudinal yang merupakan bagian dari dinding tubuh cacing. Saponin yang berasal dari daun pare bekerja pada dinding tubuh cacing serta merusak kutikula yang merupakan kerangka hidrostatik sehingga menyebabkan paralisis cacing (Fox, 2004).

Hipotesis : infusa daun pare berefek antelmintik terhadap Ascaris suum in vitro.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental sungguhan. Data yang diukur adalah jumlah cacing hidup, paralisis, mati. Analisis data memakai statistik non parametrik Chi Kuadrat.

1.7 Lokasi dan Waktu

Lokasi : Laboratorium Farmakologi dan Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung. Waktu : September - Desember 2006


(4)

28 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Daun pare (Momordica Charantia L) varietas setempat tidak berefek antelmintik terhadap Ascaris suum in vitro.

5.2 Saran

- Diperlukan penelitian lanjutan dengan sediaan yang berbeda, metode yang lebih baik serta varietas herba yang diperoleh dari berbagai tempat yang sesuai.

- Perlu pemetaan area tanah yang dapat menghasilkan herba pare yang mempunyai efek sebagai antelmintik.


(5)

29 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, Andriani, 2006. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta : Pustaka Buku Murah hal 250-253

Biosci Ohio State, Ascaris

http://www.biosci.ohio-state.edu/parasite/ascaris.html, 4 Agustus 2006 Brown H.W.1983. Dasar Parasitologi Klinis .edisi 3. Jakarta: PT Gramedia hal 209-217.

Cook.1996. Manson’s tropical disease. Edisi 20.London:ELBS

Faust’s, Russel.1976. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Philadelphia:Lea & Febinger

Fox R. 2004. Invertebrata Anatomy Online http://www.Lander.edu/rsfox/310ascarislab.html

Garcia .L.S. Bruckner DA .1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran.

Jakarta: EGC. Hal 138-145

Gandahusada, Ilahude, Pribadi. 2000. Parasitologi Kedokteran edisi 3. Jakarta: Gaya Baru hal 8-11

Hasan, Alatas 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta :FK UI hal 646-647

Miyazaki I, 1991. An Illustrated Book of Helminthic Zoonosis. Tokyo: Fukuoka Sukosha Printing.

Mills, Bone, 2000. Principles and Practice of Phytotherapy Modern

Herbal Medicine. London : Churcill Livingstone

Onggowaluyo, 2002. Parasitologi Medik Helmintologi. Jakarta:EGC. Hal 11-15

Prianto, 2002. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.


(6)

30

Universitas Kristen Maranatha Pusat Data dan informasi Perhimpunan RS seluruh Indonesia (Pdpersi) http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=23&tbl=ilmiah,4 Agustus 2006

Rampengan, Laurentz 1997. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC hal 217-221

Sawitz WG. 1956. Clinical Parasitology. USA : Mc Graw-Hill Book Company

Schmidt, Roberts. 1985. Foundations of Parasitology edisi 3. Missouri : Times Mirror Mosby College Publishing

Schmidt, Roberts. 2005. Foundations of Parasitology edisi 7. Newyork: Mc Graw Hill

Skinner Mark

http://plants.usda.gov/java/nameSearch?keywordquery=momordica+chara ntia&mode=sciname&submit.x=10&submit.y=11, 3 agustus 2006

Subahar, 2004. Khasiat dan Manfaat Pare. Jakarta : Agromedia Pustaka. hal 1-12

Soeharsono, 2002. Zoonosis Penyakit menular dari Hewan ke Manusia.

Jakarta: Kanisius

Sukarno, Sardjono, 2003. Antelmintik dalam Ganiswarna SG (editor).

Farmakologi & Terapi. Jakarta : FK UI

Supriyapto, 2006. Tanaman Berkhasiat 2. Jakarta: Intisari Mediatama http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=92, 20 juli 2006 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2005