HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kelurahan Dayu.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP
MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN
PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH
KELURAHAN DAYU

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :
SAID FATQOL BANI
J.210.110.035

FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

1

PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT

TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI
KELURAHAN DAYU

Said Fatqol Bani *
Fahrun Nur Rosid, S.Kep., Ns.,M.Kes.**
Ns. Arief W. Jadmiko, S.Kep., M.Kep.***
Abstrak
Penyakit tuberkulosis merupakan masalah yang penting bagi kesehatan
karena sepertiga penduduk telah terinfeksi oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis
dan penyebab kematian. Penyebab kematian umumnya karena kegagalan
pengobatan yang dipengaruhi oleh kurang pengetahuan mengenai tuberkulosis,
pengobatan yang tidak teratur, adanya penyakit penyerta serta kebiasaan merokok.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis paru di
kelurahan Dayu. Metode penelitian adalah deskriptif, jenis penelitian ini adalah
kuantitatif. Alat pengumpul data berupa kuisoner yang diberikan kepada 93
responden dengan Proposional Random Sampling. . Teknik analisis data yang
digunakan dengan analisis univariat dan analisi bivariat dengan uji chi square. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki pengetahuan
baik 92.5%, Sikap negatif 50.5% dan perilaku positif 54.8%. Hasil uji Chi Square

diperoleh nilai 2hitung sebesar 3.841 dengan nilai sifnifikansi (p-value) pengetahuan
adalah 0.508 maka Ho diterima sehingga tidak ada hubungan antara pengetahuan
masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis paru. Kemudian nilai
sifnifikansi (p-value) sikap adalah 0.747 maka Ho diterima sehingga tidak ada
hubungan antara sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penkit tuberkulosis
paru di kelurahan Dayu.
Kata kunci: pengetahuan dan sikap masyarakat, perilaku pencegahan
tuberkulosis

2

THE RELATION OF KNOWLEDGE AND HUMANITY ATTITUDE ABOUT

MEANS PREVENTIVE TUBERCULOSIS LANG DISEASE IN DAYU
DISTRICT
Said Fatqol Bani *
Fahrun Nur Rosid, S.Kep.,Ns., M.Kes.**
Ns. Arief W. Jadmiko, S.Kep., M.Kep.***
Abstract


The tuberculosis didease is problem who significan for health because
a third population have infection by Microbacterium tuberculosis virus and
casual factor disease. The casual factor disease by failure medicinal
treatment influence because of decrease knowledge about tuberculosis, bad
medicinal treatment, attaching disease and smoke behavior. The aim
research is find out conection between knowledge degree and humanity
attitude about means preventive tuberculosis lang disease in Dayu district.
The research metod is discriptive, the research kind is quantitative. The
collection instrumen of data is quisoner to gave 93 respondent with
proposional random sampling. The analyze technique is used with univariat
and bivariat with chi square test. The research product indicate a part more
humanity have good knowledge 92.5%, the negative attitude 50.5% and
positive behavior 54.5%. The test product chi square got 2 the amount of
3.841 with value significant (p-value) knowledge 0.508, Ho is right so
unconection between knowledge degree and about means preventive
tuberculosis lang disease. Then value attitude significant (p-value) is 0.747,
Ho is right so unconection between humanity attitude about means
preventive tuberculosis lang disease in Dayu district.
Keyword : Knowledge, attitude and preventive tuberculosis


.

3

PENDAHULUAN
Menurut WHO (2012) jumlah
penderita penyakit tuberkulosis
adalah sepertiga dari populasi di
dunia, diperkirakan sebesar 289
kasus per 100.000 penduduk.
Sebagian besar dari perkiraan
jumlah kasus pada tahun 2011
terjadi di Asia dengan presentase
sebesar
59%.
Indonesia
merupakan peringkat ke empat di
dunia terbanyak untuk penderita
TB setelah China, India, dan
Afrika Selatan (Ditjen PP&PL,

2012). Prevalensi penduduk yang
terdiagnosis di Provinsi Jawa
Tengah oleh tenaga kesehatan
tahun 2013 termasuk rendah,
namun untuk case detection rate
(CDR) atau angka penemuan
masih
rendah.
Menurut
(Riskesdas, 2013) prevalensi TB
Paru cenderung
meningkat
dengan bertambahnya usia pada
pendidikan
rendah dan tidak
bekerja. Penyakit ini dapat
berakibat
pada
kematian
umumnya

karena
kegagalan
pengobatan yang dipengaruhi
oleh kurang pengertian mengenai
tuberkulosis,
faktor
ekonomi
rendah, pengobatan yang tidak
teratur, adanya penyakit penyerta
serta
kebiasaan
merokok.
Kementerian kesehatan mencatat
kematian akibat penyakit TB
mencapai 31.873 per tahun.
Dibuktikan
setengah
dari
pengidap TB berakhir dengan
kematian (Ditjen PP&PL, 2012).

Solusi
yang
tepat
untuk
mengatasi penyakit ini dapat
dilakukan pencegahan sedini
mungkin. Upaya pencegahan
dimaksudkan agar setiap orang
terhindar dari terjangkitnya suatu
penyakit dan dapat mencegah
terjadinya penyebaran penyakit
(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Dinkes Kabupaten
Karanganyar tahun 2013 sebesar
6.148 kasus, dengan penemuan
BTA positif sebesar 452 kasus.
Berdasarkan
data-data
yang

dihimpun oleh dinas kesehatan
Karanganyar pada tahun 2013
wilayah
kerja
Puskesmas
Karangpandan menempati lima
besar
pada
prosentase
ditemukan beberapa kasus TB
Paru dari 21 kecamatan (Profil
Dinkes
Karanganyar
2013).
Didukung dengan penelitian yang
dilakukan Media (2010) tentang
“Pengetahuan,
Sikap
Dan
Perilaku Masyarakat Tentang

Penyakit Tuberkulosis Paru Di
Kecamatan Sungai Tarab”. Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
pengetahuan
sebagian
masyarakat mengenai tandatanda penyakit TBC relatif cukup
baik, sikap masyarakat masih
kurang peduli terhadap akibat
yang dapat ditimbulkan oleh
penyakit TBC, perilaku daan
masyarakat
menggunakan
fasilitas pelayanan masih kurang.
Kemudian
penelitian
yang
dilakukan oleh Handoko (2010)
tentang

“Hubungan
Tingkat
Penghasilan,
Pendidikan,
Pengetahuan, Sikap Pencegahan
dan
Pencarian
Pengobatan,
Praktek
Pencegahan
dan
Pencaharian Pengobatan dengan
Penyakit TBC di Balai Besar
Kesehatan
Paru
Masyarakat
(BBKPM)
Surakarta”
mengungkapkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara

sikap pencegahan dan pencarian
pengobatan
serta
tingkat
pendidikan masyarakat terhadap
penyakit TBC di kota Surakarta.
Dan tidak ada hubungan yang
bermakna
antara
tingkat
penghasilan, pengetahuan dan
praktek pencaharian pengobatan

4

terhadap penyakit TBC di kota
Surakarta.
Pencegahan
penyakit
merupakan komponen penting
dalam pelayanan kesehatan.
Upaya pencegahan penyakit
tuberkulosis
bertujuan
untuk
menurunkan angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit
tuberkulosis. Upaya tersebut
dapat berupa menyediakan nutrisi
yang baik, sanitasi yang adekuat,
perumahan yang tidak terlalu
padat merupakan tindakan yang
tepat
dalam
pencegahan
(Francis, 2011).
Berdasarkan
data
dari
Puskesmas
Kecamatan
Karangpandan didapatkan pula
data-data kasus penderita TB
paru bulan Januari – Maret 2014
sebanyak 91 orang. Sedangkan
pada bulan April-Juni 2014
sebanyak 93 orang.
Studi
pendahuluan yang dilakukan
melalui
wawancara
dengan
petugas kesehatan bahwasannya
Desa
Dayu
berpotensi
penyebaran penyakit tuberkulosis
dimana
berdasarkan
data
puskesmas dari 11 desa yang
ada di Karangpandan Desa Dayu
termasuk empar besar jumlah
penderita tuberkulosis, kemudian
dilanjutkan dengan wawancara
dengan beberapa warga di
wilayah
kelurahan
Dayu
Kecamatan
Karangpandan,
sekitar 15 orang yang telah
diwawancarai
menggangap
remeh gejala awal TB paru
dianggap ini hanya batuk biasa
yang tak perlu diobati. Selain itu
beberapa rumah warga kurang
pencahayaan, lingkungan lembab
serta mayoritas dalam setiap ruah
ada yang merokok sehingga dari
paparan asap rokok tersebut
dapat memicu penyakit TB paru.

Melihat dari data-data
tersebut disini peneliti ingin
mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan
dan
sikap
masyarakat terhadap upaya
pencegahan penyakit TB paru di
wilayah
kelurahan
Dayu
Kecamatan Karangpandan.
LANDASAN TEORI
Perilaku
Perilaku manusia merupakan
refleksi
dari
berbagai
gejala
kejiwaan, seperti pengetahuannya,
keinginan,
kehendak,
minat,
motivasi, persepsi, sikap dan
sebagainya. Faktor penentu atau
determinasi perilaku manusia sulit
untuk dibatasi karena perilaku
merupakan resultan dari berbagai
faktor,
baik
internal
maupun
eksternal.
Perubahan
perilaku
masyarakat yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai kesehatan menjadi
perilaku yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai kesehatan atau dari
perilaku negatif ke perilaku positif
Perilaku diklasifikasikan menjadi
pengetahuan, sikap dan tidaka.
Pengetahuan seorang penderita
TBC yang kurang tentang gejala,
bahaya, cara penularan, cara
pencegahan dapat memengaruhi
sikap dan perilaku. Sehingga
penderita dapat berakibat menjadi
sumber penularan (Notoatmodjo,
2014).
Pencegahan merupakan upaya
mengarahkan sejumlah kegiatan
untuk melindungi klien dari ancaman
kesehatan
potensial.
Upaya
pencegahan dimaksudkan agar
setiap
orang
terhindar
dari
terjangkitnya suatu penyakit dan
dapat
mencegah
terjadinya
penyebaran penyakit. Tujuannya
adalah untuk mengendalikan faktorfaktor
yang
mempengaruhi
timbulnya penyakit yaitu penyebab
penyakit (agent), manusia atau tuan

5

rumah (host) dan faktor lingkungan
(environment) (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari
“tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Pengideraan
terjadi
melalui
panca
indera
manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh mata dan telinga.
Pengetahuan
atau
kognitif
merupakan domain yang sangat
dalam
membentuk
tingkatan
seseorang
overt
behavior
(Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan
terhadap
pencegahan penyakit tuberkulosis
muncul
ketika
seseorang
menggunakan indera atau akal
budinya untuk mengenali tanda dan
gejala tentang penyakit tuberkulosis
yang belum pernah atau sudah
rasakan sebelumnya (Wijayanti,
2009).
Dimana
seseorang
melakukan penginderaan informasi
tentang
penyakit
tuberkulosis
dengan cara mendengar dan
melihat, sehingga memunculkan
pengetahuan dan pengalaman baru.
Kemudian
mampu
untuk
mengaplikasikan perilaku yang tepat
dalam rangka pencegahan penyakit
tuberkulosis
sesuai
dengan
pengetahuan yang dimiliki.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007),
pengetahuan
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor,
meliputi:
pendidikan,
merupakan sebuah
proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok dan
juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran ndan
pelatihan.
Kemudian
informasi
merupakan suatu teknik untuk

mengumpulkan,
menyiapkan,
menyimpan,
memanipulasi,
mengumumkan, menganalisis dan
menyebarkan informasi dengan
tujuan tertentu.
Kebiasaan dan tradisi yang
dilakukan orang-orang tanpa adanya
penalaran tentang baik atau buruk
ketika dilakukan. Status ekonomi
akan menentukan tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu sehingga status
sosial
ekonomi
ini
akan
memengaruhi
pengetahuan
seseorang. Lingkungan merupakan
semua hal yang terjadi disekitar
individu baik lingkungan fisik,
biologis, maupun sosial. Lingkungan
dapat
memengaruhi
proses
masuknya pengetahuan ke dalam
individu
yang
berada
dalam
lingkungan teesebut.
Pengalaman merupakan suatu
cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulas
kembali pengetahuan yang telah
didapat dalam memecahkan suatu
masalah.
Selain
itu
usia
berpengaruh terhadap daya tangkap
dan pola pikir seseorang. Semakin
usia bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya sehingga pengetahuan
yang diperoleh semakin membaik.
Sikap
Sikap
merupakan
suatu
predisposisi yang digunakan untuk
merespon secara positif atau negatif
terhadap suatu objek, situasi,
konsep
dan
orang.
Sikap
berorientasi pada respon adalah
perasaan mendukung atau tidak
mendukung pada suatu objek.
Selain itu, sikap berorientasi pada
kesiapan respon adalah kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara-cara tertentu (Budiman,
2013)

6

Sikap dalam hal ini merupakan
sikap seseorang dalam menghadapi
penyakit tuberkulosis dan upaya
pencegahannya. Sikap merupakan
presepsi
seseorang
dalam
menginterpretasikan sesuatu dan
bertindak
atas
dasar
hasil
interpretasi yang diciptakannya.
Sikap seseorang terhadap sesuatu
dibentuk oleh pengetahuan, antara
lain nilai-nilai yang diyakini dan
norma-norma
yang
dianut
(Kurniasari (2008) dalam Sumiyati, A
2013). Untuk dapat mempengaruhi
seseorang,
informasi
perlu
disampaikan secara perlahan-lahan
dan
berulang-ulang
dengan
memperlihatkan keuntungan dan
kerugian bila mengadopsi informasi
tersebut. Kemudian akan muncul
stimulus atau respon dari seseorang
atau masyarakat untuk mendukung
atau tidak mendukung upaya
pencegahan penyakit tuberkulosis
dan kesiapan untuk beraksi dalam
upaya pencegahan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Sikap
Menurut (Azwar, 2007) faktorfaktor yang memengaruhi sikap
antara lain : pertama pengalaman
pribadi, dimana apa yang sedang
kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita
dalam stimulus sosial. Kedua
pengaruh orang lain yang di anggap
penting, dimana individu cenderung
memiliki sikap yang konformis atau
searah dengan orang yang dianggap
penting. Orang yang
dianggap
penting adalah orang tua, orang
yang status sosialnya lebih tinggi,
teman sebaya, teman dekat, guru,
teman kerja, suami, istri dll. Ketiga
pengaruh budaya, dimana budaya
telah menanamkan garis pengaruh
sikap terhadap berbagai masalah
karena kebudayaan dimana kita
hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar dalam pembentukan
sikap kita. Keempat media massa
membawa
pesan-pesan
yang
bersifat
mempengaruhi
opini
seseorang. Pesan-pesan tersebut
akan memberi dasar efektif dalam
menilai sesuatu. Kelima lembaga
pendidikan dan lembaga agama,
dimana dua lembaga ini meletakkan
dasar pengertian konsep moral dan
individusehingga kedua lembaga ini
merupakan pengaruh pembentukan
sikap. Keenam
pengaruh faktor
emosional, merupakan bentuk sikap
merupakan suatu pernyataan yang
didasari oleh emosi yang berfungsi
sebagai penyaluran frustasi atau
pengalihan
bentuk
mekanisme
pertahan ego.
METODELOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan
kuantitatif
yang
menekankan analisis pada data-data
numerik yang diolah dengan metode
statistik (Azwar, 2011). Penelitian ini
merupakan penelitian descriptive
correlational dengan rancangan
yang menggunakan pendekatan
penelitian cross sectional di mana
data yang termasuk variabel bebas
dan
variabel
terikat
akan
dikumpulkan dalam waktu yang
bersamaan (Notoatmodjo, 2010).
Rancangan penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap pencegahan di wilayah
kelurahan
Dayu
Kecamatan

Karangpandan.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini
adalah masyarakat di kelurahan

Dayu 2662 warga.
Sampel dalam penelitian ini
adalah 93 warga di kelurahan Dayu
dengan teknik proporsional random
sampling..

7

Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat
ukur berupa kuesioner pengetahuan,
kuesioner sap dan kuesioneran
kuesioner perilaku. perilaku.
Analisis Data
Pengujian hipotesis dilakukan
dengan teknik Chi Square.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Analisis Univariat
Tingkat Pengetahuan Responden
Tabel 1.
Distribusi Tingkat
Pengetahuan masyarakat tentang
pencegahan penyakit tuberkulosis
di kelurahan Dayu bulan Juni 2015
Karakteristik
Baik
Kurang baik
Total

Frekuensi
86
7
93

Persentase(%)
92.5
7.5
100

Berdasarkan tabel menunjukkan
bahwa
distribusi
tertinggi
pengetahuan responden adalah baik
yaitu dengan 86 responden (92.5%)
dan distribusi terendah adalah
kurang baik dengan 7 responden
(7.5%).
Sikap responden
Tabel 2. Distribusi sikap masyarakat
tentang pencegahan penyakit
tuberkulosis
di kelurahan Dayu
bulan Juni 2015
Karakteristik
Positif
Negatif
Total

Frekuensi
46
47
93

Persentase(%)
49.5
50.5
100

Berdasarkan tabel tentang sikap
responden tentang pencegahan
penyakit tuberkulosis menunjukkan
distribusi tertinggi adalah negatif
dengan 47 responden (50.5%) dan
distribusi terendah adalah positif
dengan 46 responden (49.5%).

Perilaku Responden
Tabel 3.
Distribusi perilaku
masyarakat tentang pencegahan
penyakit tuberkulosis di kelurahan
Dayu bulan Juni 2015
Karakteristik
Positif
Negatif
Total

Frekuensi
51
42
93

Persentase(%)
54.8
45.2
100

Berdasarkan
tabel
tentang
perilaku
responden
tentang
pencegahan penyakit tuberkulosis
paru
menunjukkan distribusi
tertinggi adalah positif dengan 51
responden (54.8%) dan distribusi
terendah adalah negatif dengan 42
responden (45.2%).
Analisis Bivariat
Tabel 4. Hubungan Pengetahuan
tentang
pencegahan
penyakit
tuberkulosis paru di kelurahan Dayu
bulan Juni 2015
Tingkat
Pengetahuan

Tingkat pencegahan

Total

positif
n
%
51.6%
48

negatif
n
%
38
40.9%

n
86

%
92.5%

Kurang Baik

3

3.2%

4

4.3%

7

7.5%

Total

51

54.8%

4

45.2%

93

100.%

Baik

2hitung =3.841
p-value 0.508

Tabulasi
silang
hubungan
tingkat pengetahuan masyarakat
terhadap upaya pencegaha penyakit
tuberkulosis
paru
menunjukkan
bahwa
dengan
pengetahuan
masyarakat
yang
baik, maka
perilaku
masyarakat
tentang
pencegahan
positif
dengan
presentase 51.6% dan negatif
40.9%. Sedangkan pengetahuan
masyarakat kurang baik, maka
prerilaku
masyarakat
tentang
pencegahan
positif
dengan
presentase 3.2% dan negatif 4.3%.
Berdasarkan
tabulasi
tersebut
menunjukkan bahwa semakin baik

8

pengetahuan masyarakat maka
terdapat kecenderungan perilaku
masyarakat
tentang
upaya
pencegahan positif.
Hasil uji Chi Square diperoleh
nilai 2hitung sebesar 3.841 dengan
nilai sifnifikansi (p-value) adalah
0.508. Hasil analisis data diperoleh
nilai p-value lebih kecil dari 0,05
(0.508 > 0,05), sehingga keputusan
uji adalah H0 diterima. Berdasarkan
keputusan uji tersebut, maka
disimpulkan tidak ada hubungan
antara
tingkat
pengetahuan
masyarakat
terhadap
upaya
pencegahan penyakit tuberkulosis
paru di wilayah kelurahan Dayu.
Tabel 5. Hubungan sikap tentang
pencegahanpenyakit
tuberkulosis
paru di kelurahan Dayu bulan Juni
2015
Sikap
Masyar
akat

Tingkat pencegahan
positif
negatif

Total

n

%

n

%

n

%

positif

26

28.0%

20

21.5%

46

49.5%

negatif

25

26.8%

22

23.7%

47

50.5%

Total

51

54.8%

42

45.2%

93

100.0%

 hitung =3.841
p-value 0.747
2

Tabulasi
silang
hubungan
antara sikap masyarakat terhadap
upaya
pencegaha
penyakit
tuberkulosis
paru
menunjukkan
bahwa dengan sikap masyarakat
yang
positif,
maka
perilaku
masyarakat tentang pencegahan
positif dengan presentase 28.0%
dan negatif 21.5%. Sedangkan sikap
masyarakat yang negatif, maka
prerilaku
masyarakat
tentang
pencegahan
positif
dengan
presentase 26.8% dan negatif
23.7%.
Berdasarkan
tabulasi
tersebut menunjukkan bahwa jika
sikap masyarakat positif maka
terdapat kecenderungan perilaku

masyarakat
tentang
upaya
pencegahan positif.
Hasil uji Chi Square diperoleh
nilai 2hitung sebesar 3.841 dengan
nilai sifnifikansi (p-value) adalah
0.747. Hasil analisis data diperoleh
nilai p-value lebih kecil dari 0,05
(0.747> 0,05), sehingga keputusan
uji adalah H0 diterima. Berdasarkan
keputusan uji tersebut, maka
disimpulkan tidak ada hubungan
antara sikap masyarakat terhadap
upaya
pencegahan
penyakit
tuberkulosis
paru
di
wilayah
kelurahan Dayu.
Pembahasan
Karakteristik Responden
Penelitian yang dilakukan pada
bulan Juni 2015 mendapatkan hasil
deskripsi responden menurut umur
masyarakat menunjukkan distribusi
tertinggi adalah berusia 26-45 tahun
yaitu sebanyak 43 responden
(46.2%).
Usia
responden
menunjukkan bahwa pada usia
tersebut menunjukkan dalam usia
yang matang dan dewasa (Lubis &
Pieter 2010). Usia antara 20-30
tahun orang akan mencapai puncak
kekuatan motorik dan merupakan
masa penyesuaian diri terhadap
kehidupan dan harapan sosial baru
yang berperan sebagai orang tua.
Dengan
usia
yang
matang
diharapkan kemampuan masyarakat
tentang pengetahuan pencegahan
penyakit tuberkulosis paru baik.
Distribusi responden menurut
tingkat pendidikan menunjukkan
distribusi tertinggi adalah SMA/SMK
dengan 52 responden (55.9%). Dari
hasil penelitian menunjukkan ratarata
masyarakat
mempunyai
pendidikan yang baik. Wawan dan
Dewi (2011) mengemukakan bahwa
pendidikan formal berhubungan
dengan kemampuan memperoleh
pengetahuan seseorang. Semakin

9

tinggi
pengetahuan
seseorang,
maka
kemampuan
untuk
memperoleh informasi semakin baik
sehingga pengetahuannya semakin
baik pula.
Distribusi pekerjaan responden
menunjukkan distribusi tertinggi
responden adalah swasta dengan 38
responden (40.9%). Status sebagai
pekerjaan
memberikan pengaruh
terhadap tingkat kesehatan. Astuti
(2013)
mengemukakan
jenis
pekerjaan menentukan faktor apa
yang akan dihadapi seseorang. Jika
bekerja di lingkungan yang berdebu,
paparan
partikel
debu
akan
memengaruhi terjadinya gangguan
pada saluran pernapasan dan
umumnya tuberkulosis paru.
Analisis Univariat
Pengetahuan Masyarakat Tentang
Penyakit Tuberkulosis Paru
Hasil
penelitian
terhadap
pengetahuan masyarakat terhadap
pencegahan penyakit tuberkulosis
paru
menunjukkan
yang
berpengetahuan kurang baik yaitu
sebanyak 7 responden (7.5%) dan
yang berpengetahuan baik sebanyak
86 responden (92.5%) dari 93
sampel penelitian.
Pengetahuan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu.
Pengideraan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera
penglihatan,
pendengaran,
penciuman,
rasa
dan
raba.
Pengetahuan
atau
kognitif
merupakan domain yang sangat
dalam
membentuk
tingkatan
seseorang
overt
behavior
(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan
pada
penelitian
ini
adalah
masyarakat
dapat
mengetahui
tentang penyakit tuberkulosis dan
upaya pencegahannya.

Tingkat
pengetahuan
responden terhadap pencegahan
penyakit tuberkulosis dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain
umur, pendidikan dan pekerjaan.
Dalam penelitian ini umur responden
sebagian besar 26-45 tahun sebesar
(46.2%).
Umur
responden
menunjukkan usia yang matang dan
dewasa. Dengan usia yang matang
dan dewasa diharapkan kemampuan
dan wawasan baik. Menurut Kozier
dkk (2010) usia 20-40 tahun
merupakan masa dewasa muda.
Pada usia ini berfokus pada diri
sendiri dan keluarga, perubahan
kognitif dan psikologis yang terjadi
cukup besar berkaitan dengan
pendidikan dan pekerjaan.
Selain itu Tingkat pendidikan
sangat berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan. Pendidikan memiliki
peranan
penting
dalam
pembentukan kecerdasan manusia
maupun perubahan tingkah lakunya.
Seperti diketahui bahwa semakin
tinggi pendidikan seseorang maka
semakin mudah pula mereka
menerima informasi. Pada akhirnya
banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya,
sebaliknya
ketika
seseorang
memiliki
tingkat
pendidikan yang rendah maka akan
menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap penerimaan
informasi (Mubarak dan Chayatin,
2009).
Tingkat
pendidikan
responden
menunjukkan
berpendidikan tinggi yaitu SMA dan
perguruan tinggi. Dalam penelitian
ini masih terdapat responden yang
berpendidikan rendah yaitu SD, hal
ini yang menyebabkan kemampuan
reponden dalam menyerap informasi
yang diterima kurang dimengerti
terhadap informasi yang diberikan
sehingga dalam penelitian pengisian
jawaban kuesioner responden sering
bertanya karena tidak tahu, berbeda
dengan
responden
yang

10

berpendidikan SMA dan perguruan
tinggi lebih mudah menerima
informasi yang diterima karena
pendidikan yang relatif baik.
Penelitian ini sejalan dengan
Wahyuni (2008), sebagian besar
tingkat pengetahuan responden
tentang penyakit tuberkulosis di
desa Sidorejo berpengetahuan baik
dengan presentase 42.5%. Namun,
penelitian ini tidak sejalan dengan
Putra (2011) sebagian besar tingkat
pengetahuan responden tentang
penyakit tuberkulosis di kota solok
berpengetahuan rendah dengan
presentase 63.6%.
Sikap
Masyarakat
Tentang
Penyakit Tuberkulosis Paru
Berdasarkan
hasil
penelitian
distribusi sikap masyarakat terhadap
penyakit
tuberkulosis
paru
menunjukkan sikap positif sebanyak
46 responden (49.5%) dan negatif
47 responden (50.5%). Sikap positif
terhadap
upaya
pencegahan
penyakit
tuberkulosis
paru
cenderung
menerima
dan
mengetahui hal tersebut. Sedangkan
sikap negatif cenderung menolak
terhadap
upaya
pencegahan
penyakit tuberkulosis paru. Menurut
Azwar (2013) faktor-faktor yang
mempengaruhi
sikap
yaitu
pengalaman pribadi, pengaruh orang
lain
yang
dianggap
penting,
pengaruh
kebudayaan,
media
massa, dan lembaga pendidikan.
Sesuai dengan penelitian ini dimana
sikap masyarakat dipengaruhi oleh
beberapa faktor terebut. Sebagian
bear pendidikan responden adalah
SMA/SMK dengan 52 responden
dengan 55.9%, sehingga memiliki
pemahaman yang baik tentang
upaya
pencegahan
penyakit
tuberkulosis paru yang dapat
memengaruhi responden dalam
bersikap.

Sikap
merupakan
suatu
predisposisi yang digunakan untuk
merespon secara positif atau negatif
terhadap suatu objek, situasi,
konsep
dan
orang.
Sikap
berorientasi pada respon adalah
perasaan mendukung atau tidak
mendukung pada suatu objek.
Selain itu, sikap berorientasi pada
kesiapan respon adalah kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara-cara tertentu (Budiman,
2013).
Pada penelitian ini sikap terdiri
dari sikap positif dan sikap negatif.
Sikap positif berupa masyarakat
mendukung upaya pencegahan
penyakit
tuberkulosis
yang
mengakibatkan terjadinya penyakit
tuberkulosis.
Sedangkan
sikap
negatif berupa responden yang
kurang
mendukung
upaya
pencegahan penyakit tuberkulosis.
Hal ini dikarenakan masyarakat
kurang informasi tentang penyakit
tuberkulosis, memiliki pengalaman
yang
kurang
tentang
upaya
pencegahan penyakit tuberkulosis.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Fibriana (2011)
dengan responden yang memiliki
sikap negatif tentang pencegahan
penyakit
menular
tuberkulosis
sebanyak 54.5% di Puskesmas
Wringinanom Greik. Ini terjadi
karena beberapa faktor yang
mempengaruhi sikap. Adapun faktorfaktor tersebut meliputi: pengalaman
pripadi, faktor emosional, faktor
dukungan keluarga, dan usia. Ketika
usia responden dalam penelitian
berusia dibawah 36 tahun yang
memiliki emosi yang terkadangkadang tidak mau berobat. Namun,
penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Djanah (2009) dengan
reponden yang memiliki sikap positif
tentang
perilaku
pencegahan
penularan penyakit tuberkulosis di
Sleman Yogyakarta. Salah satu

11

faktor yang memengaruhi sikap
seseorang adalah pengetahuan
yang dimiliki. Pembentukan sikap
tidak bisa dilepaskan dari adanya
faktor-faktor yang memengaruhi
seperti
pengalaman
pribadi,
kebudayaan
orang
lain
yang
dianggap
penting
dan
faktor
emosional dari individu (Azwar,
2013).
Perilaku
Masyarakat
Tentang
Upaya
Pencegahan
Penyakit
Tuberkulosis Paru
Berdasarkan hasil penelitian
distribusi perilaku
masyarakat
terhadap
upaya
pencegahan
penyakit
tuberkulosis
paru
menunjukkan
perilaku
positif
sebanyak 51 responden (54.8%) dan
negatif 42 responden (45.2%).
Upaya
pencegahan
penyakit
tuberkulosis paru dilakukan untuk
menurunkan angka kasus temuan
tuberkulosis. Hal ini dikarenakan
pengetahuan masyarakat yang baik
sehingga
perilaku
masyarakat
tentang
pencegahan
penyakit
tuberkulosis positif. Selain itu, upaya
pencegahan dalam penelitian ini
merupakan tindakan yang pernah
dilakukan oleh responden dalam
mencegah penyakit tuberkulosis
paru.
Perilaku manusia merupakan
refleksi
dari
berbagai
gejala
kejiwaan, seperti pengetahuannya,
keinginan,
kehendak,
minat,
motivasi, persepsi, sikap dan
sebagainya. Faktor penentu atau
determinasi perilaku manusia sulit
untuk dibatasi karena perilaku
merupakan resultan dari berbagai
faktor,
baik
internal
maupun
eksternal
(Notoatmodjo,
2014).
Pencegahan
merupakan
upaya
mengarahkan sejumlah kegiatan
untuk melindungi klien dari ancaman
kesehatan
potensial.
Upaya
pencegahan dimaksudkan agar

setiap
orang
terhindar
dari
terjangkitnya suatu penyakit dan
dapat
mencegah
terjadinya
penyebaran penyakit. Tujuannya
adalah untuk mengendalikan faktorfaktor
yang
mempengaruhi
timbulnya penyakit yaitu penyebab
penyakit (agent), manusia atau tuan
rumah (host) dan faktor lingkungan
(environment) (Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Djannah (2009)
menyimpulkan 54.1% respondennya
mempunyai motivasi tinggi untuk
melakukan
upaya
pencegahan
penyakit tuberkulosis. Sedangkan
penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Putra (2011), didapatkan
81.8%
respondennya
tergolong
kurang dalam melakukan upaya
pencegahan penyakit tuberkulosis di
kota Solok.
Dari
hasil
penelitian
ini
didapatkan 51 responden berprilaku
positif (54,8%) dan 42 responden
berperilaku negatif (45,2%). Dapat
dikatakan masyarakat mempunyai
prilaku baik, meskipun selisish
dengan responden dengan perilaku
negatif sedikit. Ini dipengaruhi
pengetahuan masyarakat mayoritas
baik, namun sikap masyarakat
cenderung negatif. Bedasarka teori
green pengetahuan dan sikap
merupakan faktor pendukung dalam
pembentukan perilaku. Dengan dua
komponen pendukung tersebut akan
membentuk perilaku masyarakat
yang positif.
Analisis Bivariat
Hubungan
Pengetahuan
Masyarakat
Terhadap
Upaya
Pencegahan
Penyakit
Tuberkulosis Tentang
Berdasarkan hasil pengolahan
data dengan menggunakan uji chi
square ditemukan r hitung (0.439) <
r tabel (3.841) dengan kemaknaan
95 %. dan nilai signifikan 0.508 >

12

0.05, maka Ho diterima sehingga
disimpulkan tidak ada hubungan
antara tingkat pengetahuan terhadap
pencegahan penyakit tb. Hasil
penelitian dengan total sampel
sebesar 93 responden didapatkan
hasil pengetahuan masyarakat yang
baik, maka perilaku masyarakat
tentang pencegahan positif dengan
presentase 51.6% dan negatif
40.9%. Sedangkan pengetahuan
masyarakat kurang baik, maka preril
aku
masyarakat
tentang
pencegahan
positif
dengan
presentase 3.2% dan negatif 4.3%.
Penelitian ini sejalan dengan
Djanah
(2009)
yang
mengungkapkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara
pengetahuan mahasiswa tentang
penyakit
tuberkulosis
dengan
perilaku pencegahan penularan
penyakit
tuberkulosis.
Nilai
probabilitas yang didapatkan bersifat
tidak signifikan sebesar 0.904>0.05.
Nilai coefficient corelation yang
didapatkan 0.21 berarti lemah dan
tidak mempunyai hubungan. Selain
itu penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian wahyuni (2008) yang
mengatakan bahwa terdapat ada
hubungan yang bermakna antara
pengetahuan
dengan
perilaku
pencegahan penularan penyakit
tuberkulosis di wilayah Puskesmas
Bendosari. Semakin baik tingkat
pengetahuan maka semakin tinggi
upaya
pencegahan
penyakit
tuberkolosis.
Berdasarkan
hasil
analisa
hubungan
tingkat
pengetahuan
masyarakat
terhadap
upaya
pencegahan penyakit tuberkulosis
paru di kelurahan Dayu dapat
disimpulkan bahwa tidak ada
hubungaan antara dua variabel ini.
Hal ini dipengaruhi oleh varibel
pengetahuan yang memliki banyak
faktor yang menyebabkan hasil pada
penelitian ini. Dimana pengetahuan

dipengaruhi
oleh
pendidikan,
informasi, kebiasaan atau tradisi,
lingkungan dan pengalaman.
Pada penelitian ini responden
dengan tingkat pengetahuan baik
memiliki upaya pencegahan penyakit
tuberkulosis
paru
lebih
baik
dibandingkan dengan responden
dengan tingkat pengetahuan yang
kurang baik. Dimana pengetahuan
merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang
karena
dengan
pengetahuan yang baik dapat
menciptakan perilaku yang baik
(Notoatmojo, 2007).
Hubungan
Sikap
Masyarakat
Terhadap Upaya
Pencegahan
Penyakit Tuberkulosis Tentang
Berdasarkan hasil pengolahan
data dengan menggunakan uji chi
square ditemukan r hitung (0.104) <
r tabel (3.841) dengan kemaknaan
95 %. dan nilai signifikan 0.747 >
0.05, maka Ho diterima sehingga
disimpulkan tidak ada hubungan
antara tingkat sikap terhadap
pencegahan penyakit tb. Hasil
penelitian dengan total sampel
sebesar 93 responden menunjukkan
bahwa dengan sikap masyarakat
yang
positif,
maka
perilaku
masyarakat tentang pencegahan
positif dengan presentase 28.0%
dan negatif 21.5%. Sedangkan sikap
masyarakat yang negatif, maka
prerilaku
masyarakat
tentang
pencegahan
positif
dengan
presentase 26.8% dan negatif
23.7%.
Penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Wahyuni (2008)
yang
mengungkapkan
bahwa
terdapat hubungan yang bermakna
antara sikap responden dengan
perilaku pencegahan penularan
penyakit tuberkulosis di wilayah
kerja Puskesmas Bendosari. Nilai
probabilitas yang didapatkan bersifat

13

signifikan yaitu 0.00

Dokumen yang terkait

Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit Tuberkulosis di rw 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

5 35 128

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kelurahan Dayu.

0 2 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kelurahan Dayu.

0 2 7

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kelurahan Dayu.

0 2 5

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis (TB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali.

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DBD DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DBD Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyakit DBD Dengan Upaya Pencegahan DBD Di Desa Sukorejo Musuk Boyolali.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT ANTRAKS PADA Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Antraks Pada Peternak Sapi di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT ANTRAKS PADA Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Antraks Pada Peternak Sapi di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

0 1 17

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PARU PADA KELUARGA

0 0 10

KORELASI ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TB) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CAKRANEGARA - Repository UNRAM

0 0 12