Produktifitas Lahan Hutan Tanaman Acacia mangium Willd Di HTI PT Bukit Raya Mudisa

(1)

PRODUKTIFITAS LAHAN HUTAN TANAMAN

Acacia mangium Willd DI HTI PT BUKIT RAYA MUDISA

RAMADHAN FITRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produktifitas Lahan Hutan Tanaman Acacia mangium Willd di HTI PT Bukit Raya Mudisa adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

Ramadhan Fitri


(3)

RINGKASAN

Ramadhan Fitri. Produktifitas Lahan Hutan Tanaman Acacia mangium Willd Di HTI PT Bukit Raya Mudisa. Dibimbing oleh Nurheni Wijayanto dan Basuki Wasis

Pemanfaatan hutan yang dilakukan agak berlebihan telah memberikan dampak berupa berkurangnya luasan hutan yang akhirnya dapat menurunkan fungsi hutan secara keseluruhan. Bertolak dari kenyataan tersebut pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan, salah satu bentuk kebijakan pemerintah adalah menerapkan upaya penanaman kembali dalam bentuk Hutan Tanaman Industri. Hutan Tanaman Industri dikelola dan diusahakan dengan maksud meningkatkan produktivitas lahan hutan yang kurang produktif guna mencukupi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu. Namun kendala yang dihadapi terjadinya kesenjangan yang besar antara kualitas tempat tumbuh dengan tuntutan pertumbuhan tegakan untuk menghasilkan produktifitas yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui produktifitas lahan hutan tanaman Acacia mangium dan hubungan sifat-sifat tanah dengan peninggi tegakan. Penelitian dilaksanakan di PT Bukit Raya Mudisa Propinsi Sumatera Barat, Sedangkan analisis tanah di Laboratorium tanah dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Pengambilan data dilakukan pada tanaman umur 2 tahun sampai dengan umur 6 tahun yang diwakili tiga plot berbentuk lingkaran dengan ukuran 0,10 ha pada setiap kelas umur. Hasil penelitian menunjukkan riap volume tegakan berkisar antara 11,45 m3/ha/thn sampai dengan 46,13 m3/ha/thn dengan riap rata-rata sebesar 28,21 m3/ha/thn dan termasuk kategori sedang. Produktifitas lahan hutan tanaman Acacia mangium di HTI PT Bukit Raya Mudisa setelah akhir daur sebesar 197,47 m3/ha. Peninggi tegakan di lokasi penelitian berkorelasi positif dengan pH tanah dan kandungan Kalium tanah, sedangkan umur dan kemiringan lereng berkorelasi negatif.


(4)

ABSTRACT

Ramadhan Fitri. Plantation Forest Area Productivity Acacia mangium Willd in Industrial Plantation Forest of PT Bukit Raya Mudisa by Nurheni Wijayanto and Basuki Wasis

Plantation Forest managed and laboured for the purpose of increasing productivity area of forest that is less productive to fullfill requirement of industrial raw material of wood processing. But constraint faced the occurred of big difference between site quality of growing with growth demand of stand to yield high productivity. Purpose of this research is know productivity area of plantation forest Acacia mangium and the relation of soil characters with stand dimension. Research is executed in PT Bukit Raya Mudisa, Propinsi Sumatera Barat, While analysis of soils in Laboratory of soil and soil Fertility, Department of Soil Scienses, Faculty of Agriculture, Bogor Agryculture University. Retrieval of data done at age plant two year up to age six year represented by three plots is in the form of circlcular of the size 0,10 ha in each age class. Result of research to refers strightened productivity 197,47 m3/ha with increment 28,21 m3/ha/year and is including medium category. Stand dimension in location of research of positive correlation with soil pH and K soil content while age and inclination of correlation bevel of negative.


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tampa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tampa seizin IPB


(6)

PRODUKTIFITAS LAHAN HUTAN TANAMAN

Acacia mangium Willd DI HTI PT BUKIT RAYA MUDISA

RAMADHAN FITRI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(7)

Judul Tesis : Produktifitas Lahan Hutan Tanaman Acaciamangium Willd di HTI PT Bukit Raya Mudisa

Nama : Ramadhan Fitri NIM : E051050221

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS Ketua

Dr. Ir. Basuki Wasis, MS Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Judul dari tesis ini adalah Produktifitas Lahan Hutan Tanaman Acacia mangium Willd di HTI PT Bukit Raya Mudisa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak baik moril maupun materil. Untuk itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS dan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan

2. Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPB beserta staf pengajar dan staf pegawai yang telah memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi penulis dalam menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang telah memberikan bantuan beasiswa

4. Segenap pimpinan dan staf PT Bukit Raya Mudisa yang telah memberikan ijin lokasi penelitian

5. Istri tercinta Melia Susanti,S.Pd dan putra tersayang M. Thoha Ramadhan yang selalu sabar memberikan dorongan, semangat dan doa agar penulis dapat menyelesaikan studi di IPB

6. Ayahanda Marsudin dan ibunda Rosmini (almarhumah), bapak dan ibu mertua serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dorongan, semangat dan doa demi tercapainya cita-cita penulis

7. Sedek Karepesina, SP. M.Si, Ajun Junaedi, S.Hut serta rekan-rekan seangkatan 2005 Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan yang tidak sempat namanya disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Ampalu pada tanggal 3 Desember 1972 dari ayah Marsudin dan ibu Rosmini (almarhumah). Penulis merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara.

Tahun 1992 penulis lulus dari SPP Pertanian di Muaro Sijunjung, kemudian pada tahun 1996 melanjutkan studi pada Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Jurusan Teknologi Hasil Hutan dan lulus pada

Tahun 2001. Pada tahun 2002 sampai sekarang penulis bekerja pada Dinas Kehutanan dan Lingkungan hidup Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung

Propinsi Sumatera Barat. Tahun 2004 penulis menikah dengan Melia Susanti, S.Pd dan telah dikaruniai seorang putra bernama M. Thoha Ramadhan.

Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Magister dengan Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... viii PENDAHULUAN

Latar Belakang ... Perumusan Masalah ... Tujuan ... Manfaat Penelitian ... Hipotesis ... Kerangka Pemikiran ...

1 2 3 3 3 3 TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Tanaman Industri (HTI) ... Sifat Botanis dan Penyebaran Tegakan Acacia mangium ... Persyaratan Tumbuh Acacia mangium ... Produktifitas Lahan Hutan ... Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tegakan ... Pertumbuhan Tegakan Acacia Mangium ...

5 7 8 10 10 13 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Status perusahaan ... Letak dan luas ... Topografi ... Iklim ... Pengelolaan dan sistim silvikultur ... METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ... Bahan dan Alat Penelitian ... Metode Penelitian ... Analisis Data ... HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan sifat-sifat tanah dengan peninggi ... Pertumbuhan dimensi tegakan Acacia mangium ... Produktifitas lahan ... KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... Saran ...

16 16 16 17 17 18 18 18 22 24 31 38 40 40 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

41 46


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jenis parameter yang dianalisis dan metode penetapan yang

digunakan dalam penelitian ... 22

2. Peubah sifat-sifat tanah dan umur yang teruji berkorelasi dengan peninggi hutan tanaman Acacia mangium ... 24

3. Peninggi tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian... 25

4. Pengaruh kehilangan kalium dapat dipertukarkan oleh pencucian dari Creedmore Lempung berpasir ... 27

5. Pertumbuhan diameter batang tegakan Acacia mangium... 32

6. Pertumbuhan tinggi total tegakan Acacia mangium ... 34

7. Riap peninggi tegakan Acacia mangium ... 36

8. Volume tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian ... 36


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...………... 4

2. Hubungan diameter batang pohon dengan umur tegakan ... 32

3. Hubungan tinggi total dengan umur tegakan ... 33

4. Hubungan peninggi dengan umur tegakan ... 35


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta lokasi penelitian ...………... 47

2. Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah ...…………... 48

3. Data volume pohon per petak ukur ... 49


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan dikenal sebagai sumberdaya alam yang mempunyai empat fungsi utama, yaitu sebagai penyangga tanah dan air (fungsi hidro-orologi), penyangga iklim bumi(pemanasan global), sumber keanekaragaman hayati, serta modal atau penunjang pembangunan (Soemarwoto dan Soerjani 1991). Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu yang dilakukan secara agak berlebihan telah memberikan dampak berupa berkurangnya luasan kawasan hutan serta adanya kerusakan yang akhirnya dapat menurunkan fungsi hutan secara keseluruhan. Bertolak dari kenyataan tersebut, pemerintah telah mengeluarkan beberapa bentuk kebijakan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan, sehingga fungsi hutan dapat dipertahankan keberadaannya secara berkelanjutan.

Satu diantara sekian bentuk kebijakan dari pemerintah adalah menerapkan upaya penanaman kembali dalam bentuk Hutan Tanaman Industri (HTI). Hutan Tanaman Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan hutan yang tidak atau kurang produktif guna mencukupi kebutuhan kayu bulat sebagai bahan baku industri pengolahan kayu baik industri penggergajian, kayu lapis, mebel, pulp, kertas serta bahan industri kayu lainnya (Supriadi 1990).

Secara definitif Hutan Tanaman Industri (HTI) diartikan sebagai hutan tanaman yang dikelola dan diusahakan berdasarkan asas perusahaan dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan (Dephut 1990). Menurut Alrasjid (1984) kebijaksanaan pembangunan hutan tanaman industri umumnya diarahkan pada 4 tujuan pokok, yaitu : (1) memenuhi kebutuhan industri, antara lain untuk kayu pulp, gergajian, panel dan sebagainya; (2) memenuhi tuntutan perlindungan, antara lain untuk kebutuhan hidro-orologi; (3) memenuhi kebutuhan energi, dan (4) meningkatkan pendapatan dan kebutuhan masyarakat terutama yang ada di sekitar areal pembangunan hutan tanaman industri.

Pembangunan hutan tanaman industri (HTI) diharapkan dapat menghasilkan produk hutan berupa kayu dalam waktu yang relatif lebih cepat dengan kualitas


(15)

seragam, yaitu melalui penanaman jenis-jenis yang cepat tumbuh (fast growing species). Salah satu jenis yang termasuk dalam fast growing species ini adalah

Acacia mangium Willd, yaitu disamping pertumbuhannya cepat, jenis pohon ini tidak begitu memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi, cocok untuk tujuan penggunaan pulp dan kertas.

Kendala yang dihadapi di lapangan yaitu terjadinya kesenjangan yang besar antara kualitas tempat tumbuh (kesuburan tanah rendah) dengan tuntutan pertumbuhan tegakan untuk menghasilkan produktifitas hutan tanaman yang tinggi. Penelitian Mile (1997) menunjukkan bahwa konversi hutan alam menjadi HTI berpengaruh negatif terhadap sifat kimia tanah yaitu menurunnya kandungan hara N, P, K, Ca dan Mg.

Tujuan pembangunan HTI pada dasarnya lebih mengutamakan aspek ekonomi dan teknologi kayu. Penilaian potensi sebidang lahan untuk kepentingan pembangunan HTI mutlak dilaksanakan. Penilaian potensi ini tidak hanya terpaku pada karakteristik lahan yang berpengaruh dominan terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi secara keseluruhan menilai potensinya secara ekonomis. Artinya jenis tanaman yang dikembangkan harus mampu memberikan keuntungan bagi pihak pengelola, sedangkan dari segi ekonomi nasional, tentunya hal ini diharapkan mampu memberikan peningkatan pendapatan nasional yang pada akhirnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Perumusan Masalah

Hutan tanaman industri merupakan penyedia bahan baku industri dan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan kayu di Indonesia. Tetapi pada umumnya pembangunan hutan tanaman industri dilaksanakan pada lahan-lahan kritis, sehingga diperkirakan memiliki kualitas tempat tumbuh yang rendah. Akibatnya produktifitas hutan tanaman industri tidak sesuai dengan yang diinginkan.

Jenis tanah di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung sebagian besar termasuk dalam kategori Podsolik Merah Kuning, luas penyebarannya lebih kurang 48% dari luas wilayah keseluruhan. Pada beberapa tempat ditemui jenis tanah andosol, sebaran geografinya relatif kecil. (Lakip Pemda Kab. Swl/Sjj Tahun 2004). Tanah Podsolik Merah Kuning secara alami memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Reaksi tanah (pH) umumnya masam, cadangan hara rendah, kapasitas tukar kation


(16)

rendah dan kapasitas fiksasi P tinggi. Level N, P, K, Ca dan Mg umumnya rendah sampai sangat rendah. Dengan demikian kualitas tempat tumbuh merupakan pembatas utama dalam pertumbuhan hutan tanaman Acacia mangium.

Permasalahan pokok yang ingin di dijawab pada penelitian ini adalah : sifat-sifat tanah apa yang secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan tanaman

Acacia mangium.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui produktifitas lahan hutan tanaman Acacia mangium di PT Bukit Raya Mudisa.

2. Mengetahui hubungan antara sifat-sifat tanah dengan peninggi tegakan Acacia mangium.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengelolaan hutan tanaman

Acacia mangium secara lestari dan untuk menentukan input dan teknik silvikultur untuk meningkatkan produksi guna mendukung pembangunan hutan tanaman industri secara berkelanjutan.

Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Produktifitas lahan hutan tanaman Acacia mangium dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah

2. Terdapat hubungan yang kuat antara sifat-sifat tanah dengan peninggi tegakan

Acacia mangium

Kerangka Pemikiran

Areal hutan tanaman industri (HTI) umumnya dialokasikan di luar pulau Jawa dan areal yang diperuntukan bagi pembangunan HTI adalah kawasan hutan produksi tetap atau kawasan hutan untuk penggunaan lain yang dapat ditetapkan menjadi hutan produksi tetap, yang umumnya adalah lahan kosong, padang alang-alang, semak belukar dan hutan rawang.


(17)

Areal–areal ini sebagian besar tanahnya di dominasi jenis tanah mineral asam seperti podsolik, yang umumnya bersifat : pH rendah, tingkat kejenuhan kation basah rendah, defisiensi elemen makro dan mikro, KTK rendah, mudah tercuci (leaching) dan penguapan air yang tinggi (Sudrajat 1990) diacu dalam (Fauzi 2001). Sehingga kondisi ini akan menurunkan produktifitas dari lahan tersebut.

Pembangunan HTI

. Lahan kritis/marginal (vegetasi alang-alang) . Semak belukar dan hutan sekunder (hutan rawang)

Pertumbuhan Tanaman

Faktor Genetik

Pengelolaan Hutan dan Sistim Silvikultur

Peninggi Tegakan A. mangium

Diameter, Tinggi Total dan Volume

Produktifitas Lahan Hutan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. Kualitas Tempat Tumbuh


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Tanaman Industri (HTI)

Hutan tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistim silvikultur intensif dan diharapkan sebagai salah satu solusi mengatasi deforestasi. Adapun Hutan Tanaman industri (HTI) adalah hutan tanaman yang ditujukan untuk penyedian bahan baku industri secara berkelanjutan. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam kawasan hutan produksi, yang kegiatannya terdiri dari penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan, dengan pemilihan jenis yang disesuaikan dengan kebutuhan industri pengolahan hasil hutan kayu.

Dengan demikian Hutan Tanaman Industri merupakan hutan tanaman yang dikelola dan diusahakan berdasarkan azas manfaat yang lestari dan azas ekonomi perusahaan dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistim silvikultur intensif, dimana menurut Manan (1992) ada beberapa kemungkinan cara melaksanakan HTI di Indonesia, yaitu :

1. Melalui konversi hutan alam produksi yang berkriteria hutan rawang, yaitu hutan yang tidak produktif, berpotensi rendah dan understocked. Misalnya akibat perladangan berpindah yang memunculkan hutan sekunder dan belukar, bekas kebakaran, atau telah mengalami pembalakan berulang-ulang.

2. Membangun HTI pada tanah kosong dan yang ditumbuhi alang-alang serta semak. Secara ekologis terjadinya keadaan lahan seperti ini disebabkan hal yang sama seperti tipe pertama di atas, tetapi lebih intensif dan parah, sehingga terjadi suksesi alam yang retrogesif dan dapat melahirkan lahan kritis. Pada keadaan ini tanaman yang dipilih adalah jenis pohon pionir yang mampu tumbuh di bawah sinar matahari lansung.

3. Melalui penerapan sistim silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) di areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Meskipun potensi hutan tidak tergolong kriteria hutan rawang atau kurang produktif, namun karena untuk memasok kebutuhan bahan baku kayu untuk


(19)

industri dalam skala besar, maka sistim tebang habis dilaksanakan dan hutan dibangun kembali dengan jenis cepat tumbuh pada lahan bekas hutan alam tersebut.

4. Melalui konversi hutan tanaman yang telah masak tebang dan kemudian diganti dengan menanam jenis lain yang diharapkan lebih baik dan produktifitasnya lebih tinggi, namun jenis pohon semula memang jenis kayu industri juga.

Pada peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahan HTI disebutkan bahwa areal hutan yang dapat diusahakan sebagai areal HTI adalah kawasan hutan produksi tetap yang tidak produktif. Sistim silvikultur yang diterapkan adalah sistim Tebang Habis Permudaan Buatan. Permudaan yang dilaksanakan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri, baik industri kayu lapis maupun industri pulp dan kertas atau industri pertukangan lainya.

Hutan tanaman merupakan sebuah sumberdaya yang tumbuh (A Growing Resource) yang tidak dapat dibiarkan tampa memeliharanya. Pemeliharaan yang sesuai pada saat yang tepat dapat mengarahkan pertumbuhan tegakan agar mendapatkan hasil akhir yang diinginkan, baik dalam kualitas maupun kuantitasnya.

Mengingat tujuan yang penting, yaitu untuk dapat memproduksi kayu bagi penyediaan bahan baku industri perkayuan secara teratur dan berkesinambungan, maka perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis-jenis pohon yang dipilih untuk pembangunan HTI ini terdiri dari :

1. Untuk kayu pertukangan : Shorea stenoptera, Switenia marcophylla, Pareserianthes falcataria, Pinus mercusii, Eucalyptus spp, Shorea leprosula, Dipterocarpus spp, Agathis boornensis.

2. Untuk pulp dan kertas : Pinus merkusii, Eucalyptus spp, Anthocephalus cadamba, Acacia mangium, Pareserianthes falcataria, Leucaena leucocephala, Aleurites moluccana.

3. Untuk kayu bakar/energi : Acacia auriculiformis, Leucaena leucocephala, Eucalyptus spp, Acacia mangium.


(20)

Sifat Botanis dan Penyebaran Tegakan Acacia mangium

Sifat botanis

Acacia mangium termasuk Sub famili Mimosoidea, Famili Leguminose, sebelumnya nama species ini adalah Mangium Montanum Rumph yang kemudian diganti oleh C.L.Willdenow (Pinyopusarerk 1993). Secara umum jenis ini dikenal dengan nama mangium, brown salwood, hickory wattle dan sabah salwood

(National Academy of Science 1983), diacu dalam (Wasis 2006). Sedangkan di Ambon nama asli jenis ini dikenal dengan nama Mangi-mangi.

Acacia mangium termasuk jenis pohon, tingginya dapat mencapai 30 m dan diameternya bisa mencapai 90 cm atau lebih. Ranting kuat berbentuk segitiga tajam, yang disebut daun pada dasarnya bukanlah daun tetapi tangkai daun yang melebar dan berfungsi sebagai daun, disebut Phyllodia. Daun yang sudah dewasa sangat besar dengan lebar 5 sampai 10 cm dan panjang 25 cm, berwarna hijau tua terdapat 4 atau kadang-kadang 3 buah tulang daun utama. Tulang daun utama berbentuk memanjang dan menyolok yang muncul pada ujung daun dan menyatu kembali pada pangkal daun, sedang tulang daun sekunder berbentuk jala tetapi tidak tampak jelas (National Academy of Science (1983) diacu dalam Wasis (2006). Buah berbentuk polong kering merekah yang melingkar ketika masak, agak keras, panjang 7-8 cm, lebar 3-5 mm. Benih mengkilap, lonjong 3-5 x 2-3 mm, dengan ari (funicle) kuning cerah atau orange yang terkait dengan benih. Terdapat 66.000 - 120.000 benih/kg. Umumnya kulit batang bagian bawah beralur longitudinal berwama coklat terang sampai coklat tua (Davidson 1982 diacu dalam Wasis 2006).

Riap rata-rata tahunan adalah 20-46 m3 per hektar per tahun dengan daur 8-10 tahun. Pada lahan yang terganggu seperti bekas kebakaran, tanah lempung yang sudah kurus dengan dasar batuan vulkanis, tanah gersang bekas perladangan liar, lereng terjal, lahan alang-alang, jenis ini dapat memproduksi kayu rata-rata 20 m3/ha/tahun (National Academy of Science 1983 diacu dalam Wasis 2006). Jenis Acacia mangium secara umum pembiakannya dilakukan dengan menggunakan biji atau benih, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ini dapat dilakukan pengembangbiakan secara vegetatif yaitu melalui Kultur jaringan (Hakim 1999).


(21)

Penyebaran

Acacia mangium secara alami tersebar di daerah Australia bagian utara, Irian jaya(Papua) bagian selatan (Fak-fak, Manokwari, Sedai, sepanjang sungai Digul dan Merauke), di kepulauan Aru (Pulau Tragan dan kepulauan Ngaibar) dan Maluku (pulau Sulau, Taliabu, Teje dan Seram). Sedangkan menurut Nicholson (1981) jenis ini tumbuh secara alami di Australia timur laut, Papua Nugini dan Indonesia bagian timur (Maluku dan Irian Jaya) dan menyebar dari batas Irian Jaya (0 – 50o LS) sampai bagian selatan Queensland, Australia (sekitar 19o LS).

Tegakan sisa yang cukup luas di temui di daerah Daintre River (11o LS), Heatlands (11o LS), daerah Champ China (16o LS) dan Wenlock Nugini. Sedangkan menurut Awang dan Taylor (1993) diacu dalam Wasis (2006), penyebaran Acacia mangium di Papua Nugini tersebar merata di daerah dataran rendah dari propinsi bagian barat Papua Nugini, mulai dari daerah selatan danau Murray sampai ke pantai dan dari batas Irian Jaya sampai ke Fly River di daerah Balimo.

Persyaratan Tumbuh Acacia mangium

Tanah

Acacia mangium merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap kondisi tanah. Tanaman ini sangat baik tumbuh pada tanah yang subur dengan drainase yang baik (tetapi drainase tanah tidak sangat cepat). Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah terkikis, ataupun tanah miskin mineral dan juga pada tanah Entisol (Dulsalam 1987). Ditambahkan oleh Retnowati (1988), Acacia mangium

dapat tumbuh pada lahan bekas kebakaran, pada tanah Ultisol dari batuan vulkanis. Acacia mangium mampu tumbuh pada tanah-tanah masam dengan pH serendah 4,2. Hal ini merupakan keistimewaan yang membedakannya dengan tanaman leguminosa lainnya.

Acacia mangium tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang tinggi. Dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang miskin hara dan tidak subur, padang alang-alang, bekas tebangan dan mudah beradaptasi. Pada tanah yang jelek masih dapat tumbuh lebih baik dari jenis pohon cepat tumbuh lainnya (Siregar et al. 1991; Susanto et al. 1997).


(22)

Di Sabah Acacia mangium dikembangkan pada lahan dengan pH 4,5 dan jenis tanahnya Entisol dan Ultisol. Adaptasinya terhadap berbagai tipe lingkungan merupakan keistimewaan dari jenis ini, sehingga patut diperhatikan pengembangannya dalam hutan tanaman industri (Rahayu et al. 1991). Tanaman ini merupakan tumpuan dan harapan untuk perjuangan melawan kerusakan lahan dan hutan di daerah tropik (Soerjono 1989).

Nicholson (1981) diacu dalam Fauzi (2001) menyatakan bahwa Acacia mangium dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah tetapi jarang tumbuh pada tanah-tanah yang mempunyai lapisan padas, tumbuh baik pada tanah-tanah yang mempunyai batuan metamorfik dan granitik serta tanah datar jenis coastal dimana umumnya merupakan jenis batuan alluvium quartener. Menurut National Academy of Science (1983), diacu dalam Wasis (2006) jenis ini tumbuh dengan baik pada tanah tererosi, tanah mineral dan tanah alluvial. Di pulau Seram tumbuh pada tanah Podsolik Merah Kuning, sedang di Sabah telah ditanam pada tanah Entisol dan Ultisol yang bersifat asam. Adaptasi dan perkembangan tanaman Acacia mangium pada lahan reklamasi bekas tambang batubara yang mempunyai sifat fisika dan kimia tanah yang marginal sampai umur 4 tahun 4 bulan menunjukkan pertumbuhan cukup baik (Tampubolon et al. 1996).

Iklim

Acacia mangium adalah jenis pohon yang memerlukan tempat tumbuh yang basah (Dulsalam 1987). Pada tempat tumbuh daerah asalnya, curah hujan tahunan bervariasi antara 1000 mm sampai lebih 4500 mm per tahun.

Di Indonesia Acacia mangium berhasil baik tumbuh pada lokasi yang menerima curah hujan 1500 mm sampai 3100 mm per tahun (Retnowati, 1988). Suhu udara maksimum berkisar antara 31o C – 34o C, sedangkan suhu udara minimum berkisar antara 22o C – 25o C. Kelembaban tanah yang tinggi sepanjang tahun biasanya sangat diperlukan.

Menurut Dulsalam (1987), seperti kebanyakan spesies pionir, Acacia mangium tumbuh lebih baik pada sinar matahari penuh, karena kondisi demikian akan sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman.


(23)

Produktifitas Lahan Hutan

Porduktifitas lahan hutan adalah potensi tegakan yang dihasilkan oleh lahan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Davis dan Johnson (1987), diacu dalam Suhendang (1990) menamakan dimensi tegakan dengan istilah ciri tegakan yang dapat berbentuk fisik (volume, luas bidang dasar, dll) atau nilai tegakan yang dinyatakan dalam uang.

Tingkat produktifitas lahan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu faktor adalah jenis penggunaan lahan. Masing-masing jenis penggunaan lahan menyebabkan tingkat produktifitas yang berbeda. Keragaman tingkat produktifitas lahan tersebut disebabkan kemampuan lahan, jenis tanaman yang diusahakan, tingkat teknologi yang digunakan serta faktor pembatas lainnya (Direktorat Tata Guna Tanah 1984 diacu dalam Kusdiantoro 1998).

Kemampuan tanah menyediakan unsur hara bagi tanaman merupakan persoalan utama dalam produksi tanaman. Tanaman dapat tumbuh serta memberikan hasil yang baik jika tumbuh pada tanah yang cukup kuat menunjang tegaknya tanaman, tidak mempunyai lapisan penghambat perkembangan akar, beraerasi baik, tingkat kemasaman sekitar netral, tingkat kelarutan garam yang rendah serta cukup tersedia unsur hara dan air yang berada dalam kondisi seimbang. Tanah yang subur ditunjukan oleh kemampuannya dalam menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan suatu species tanaman (Islami dan Utomo 1995).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tegakan

Hubungan kualitas tempat tumbuh dengan pertumbuhan Acacia mangium

Kualitas tempat tumbuh merupakan penjumlahan banyak faktor lingkungan: kedalaman tanah, karakteristik propil, komposisi mineral, kecuraman lereng, arah lereng, iklim mikro, jenis tanah dan lain-lain. Faktor-faktor ini berturut-turut merupakan fungsi sejarah geologis, fisiografis, iklim mikro dan perkembangan suksesi (Daniel et al. 1987). Sedangkan faktor tempat tumbuh tegakan adalah totalitas dari peubah keadaaan tempat tegakan, mencakup bentuk lapangan, sifat-sifat tanah dan iklim yang memiliki tingkat keeratan hubungan yang cukup tinggi


(24)

dengan dimensi tegakan. Peubah-peubah ini tidak perlu berupa faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tegakan (Suhendang 1990).

Wilde (1958) diacu dalam Wasis (2006) menyatakan bahwa pada dasarnya produktivitas tanah hutan dipengaruhi oleh faktor-faktor primer dan sekunder. Faktor-faktor primer ini terdiri atas kondisi umum iklim, topografi, drainase, batuan asal, tekstur tanah, profil tanah dan lain lain ciri tanah. Sedangkan faktor-faktor sekunder antara lain serasah, simbiosis organisme, iklim mikro dan spesies tumbuhan. Pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh interaksi antara tiga faktor yaitu keturunan, lingkungan dan teknik pembudidayaan (silvikultur) (Kramer dan Kozlowski 1960) diacu dalam Wasis (2006).

1. Faktor genetik pada hutan tanaman Acacia mangium

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perlu dipahami sehingga kita dapat melakukan manipulasi pertumbuhan tanaman agar dapat diperoleh hasil produksi yang menguntungkan. Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang dapat dimanipulasi yaitu faktor genetik dan faktor tanah. Keragaman pertumbuhan akibat keragaman genetis diduga sangat kecil apabila biji yang ditanam berasal dari sumber biji yang sama.

2. Sifat-sifat tanah

Faktor lingkungan adalah faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan tegakan hutan yaitu iklim, bentuk lahan, ketinggian tempat dan topografi, dimana secara umum sangat sulit untuk dikendalikan atau dikelola. Upaya yang dilakukan pada kegiatan budidaya tanaman yaitu melalui pendekatan kepada kesesuaian lahan. Peningkatan pertumbuhan pohon atau tanaman dapat dilakukan melalui perbaikan kesuburan tanah.

Tanah merupakan faktor edafis yang penting bagi pertumbuhan perakaran pohon dan perkembangannya. Kegiatan kehutanan dan pertanian memerlukan tanah yang subur untuk berhasilnya usaha penanaman. Kesuburan tanah diartikan sebagai kesuburan kimiawi dan fisika, yang memungkinkan pohon tumbuh dengan baik dan menghasilkan kayu produk lainnya. Kesuburan tanah ditentukan oleh sifat kimia, fisika dan biologis tanah. Kesuburan tanah merupakan kekuatan di dalam budidaya hutan tanaman, tanah yang subur akan memberikan peluang keuntungan yang besar dalam pengusahaan hutan tanaman (Tobing 1995).


(25)

a. Sifat kimia tanah

Tanah merupakan perantara penyedia faktor-faktor suhu, udara, air dan unsur hara yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, terutama unsur-unsur hara esensial. Unsur hara esensial dapat berasal dari udara, air dan tanah.

Penelitian hubungan kualitas tempat tumbuh dengan peninggi tegakan

Acacia mangium menunjukkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi peninggi yaitu umur dan kandungan K (Chaerudy 1994). Sedangkan menurut Rukmini (1996) faktor yang mempengaruhi adalah umur, kandungan P, C organik, pH dan tebal lapisan A. Hasil penelitian Kusnadi (1998) diacu dalam Wasis (2006), pada hutan tanaman Acacia mangium secara tegas mendiagnosis unsur hara K dan P masing-masing sebagai hara yang paling defisien urutan pertama dan kedua sehingga direkomendasikan untuk memberi input baik berupa pupuk maupun pengapuran.

Tanaman cepat tumbuh diduga memerlukan unsur hara yang banyak untuk pertumbuhannya sehingga menyebabkan unsur hara dari tanah akan cepat terkuras. Pemberian pupuk fosfat (TSP) terbukti berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan biomassa anakan Acacia mangium dan telah menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan biomassa sebesar 34,2% pada dosis 300 ppm (Kusumawati 1998).

b. Sifat fisika tanah

Sifat fisika tanah terutama penting dalam hubungannya dengan kandungan air, aerasi, drainase dan kandungan hara. Pada tanah yang padat aerasi menjadi buruk. Dalam kondisi demikian pengambilan oksigen dan pembuangan karbondioksida tidak berjalan dengan baik. Keadaan sifat fisika tanah sangat mempengaruhi kesuburan tanah terutama dalam perbaikan tekstur dan struktur tanah. Penelitian Soedomo (1984) menunjukkan bahwa sifat fisika tanah merupakan komponen yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan tegakan hutan dan diyakini bahwa sifat fisika tanah lebih penting pengaruhnya dibandingkan dengan sifat kimia dan biologi tanah.

Penelitian di lahan kritis Padang Lawas menunjukkan bahwa sifat fisika tanah yaitu tekstur tanah dan pengolahan tanah dibandingkan sifat kimia lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman muda Acacia


(26)

mangium (Butar et al. 1993). Pertumbuhan tinggi Acacia mangium yang terbaik sampai dengan umur dua tahun didapat melalui pengolahan tanah, total tingginya yaitu 6,83 m dan paling rendah pertumbuhannya dengan perlakuan land clearing

yaitu sebesar 3,83 m. Pengolahan tanah akan memperbaiki sifat fisika tanah dan menekan pertumbuhan alang-alang sehingga tidak terjadi persaingan hara dan air dengan tanaman pokok (Kusnandar 1996).

Hasil penelitian Soedomo (1984) pada tegakan pinus menunjukkan bahwa si fat fisika tanah yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan tegakan adalah ketebalan lapisan A, penetrabilitas tanah, tekstur tanah, kadar air tersedia dan bulk density (limbak).

Faktor ketebalan tanah lapisan atas (top soil) merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan tanaman. Lapisan ini merupakan zona perakaran tanaman dan tempat hidup berbagai makro dan mikro organisme tanah. Lapisan atas (horison A) umumnya memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi, lebih subur dan memiliki sifat fisika tanah yang lebih baik dibandingkan lapisan lainnya (Soedomo 1984).

Kadar air tersedia adalah kondisi air pada kapasitas lapang (field capacity) sampai dengan kondisi titik layu permanen. Kapasitas lapang adalah jumlah kandungan air di dalam tanah sesudah air gravitasi turun semua, sampai batas akar tanaman tidak mampu mengisap air tanah lagi. Menurut penelitian Ang et al. (1997) diacu dalam Wasis (2006) tanaman Acacia mangium yang tumbuh pada tanah yang kekeringan akan mempunyai fotosintesa lebih rendah dibandingkan dengan yang tumbuh pada lahan yang basah.

Pertumbuhan Tegakan Acacia mangium

Pertumbuhan adalah menunjukkan total jumlah hasil sampai periode waktu tertentu, sedangkan arti laju pertumbuhan menunjukkan jumlah untuk setiap periode waktu tertentu, biasanya dinyatakan untuk setiap tahun. Riap adalah laju pertumbuhan tegakan dalam satuan m3/ha/tahun. Kurva pertumbuhan mahluk hidup secara ideal berbentuk sigmoid, dengan syarat matematis sebagai berikut, (a) melalui titik nol pada saat awal pertumbuhan (a =.0) dan mencapai titik nol pada akhir pertumbuhan (A = tak terhingga), (b) mempunyai titik belok (Q). Titik Q adalah titik belok kurva hasil, dicapai pada saat laju pertumbuhan


(27)

maksimum dan (c) memiliki garis asimptot yaitu suatu garis yang bersifat tetap dan mendatar yang terjadi pada akhir pertumbuhan (Suhendang 1990).

Dalam kegiatan pengelolaan hutan dibedakan pengertian pertumbuhan tegakan dan hasil tegakan. Menurut Davis dan Johnson (1987) diacu dalam Suhendang (1990), pertumbuhan tegakan adalah perubahan ukuran dari sifat terpilih dari tegakan (dimensi tegakan) yang terjadi selama periode waktu tertentu. Hasil tegakan adalah banyaknya dimensi tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada waktu tertentu atau jumlah kumulatif sampai waktu tertentu.

Perbedaan antara pertumbuhan dan hasil tegakan terletak pada konsepsinya yaitu produksi biologis untuk pertumbuhan tegakan dan pemanenan untuk hasil tegakan. Pengelolaan hutan berada pada kelestarian hasil apabila besarnya hasil sama dengan pertumbuhan dan berlansung terus menerus. Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah maksimum hasil yang dapat diperoleh dari hutan pada suatu waktu tertentu adalah jumlah kumulatif pertumbuhan sampai waktu itu, sedangkan jumlah maksimum hasil yang dapat dikeluarkan secara terus menerus setiap periode sama dengan pertumbuhan dalam periode waktu itu (Suhendang 1990).

Tanaman Acacia mangium untuk kelas perusahaan kayu serat (pulp) umumnya tidak dilakukan perlakuan penjarangan dan daur bisa diperpendek menjadi 6 - 8 tahun, sedangkan untuk kelas perusahaan kayu pertukangan sejak awal harus dilakukan secara intensif kegiatan wiwilan (pruning) dan penjarangan (thinning) dengan daur 10 tahun (Djojosoebroto 2003b). Produksi maksimum tegakan Acacia mangium dicapai umur sekitar 6 tahun, pada saat kurva riap tahunan berjalan (CAI) dan riap tahunan rata-rata (MAI) saling berpotongan (Fadjar 1996).

Jenis tanaman Acacia mangium di beberapa literatur menyebutkan bahwa perkiraan riap volume sebesar 20 sampai dengan 30 m3 per ha/thn. Dengan daur 7 tahun maka potensi per ha pada akhir daur berkisar antara 140 sampai dengan 210 m3 per ha. Pada kenyataannya beberapa data sulit untuk

mencapai potensi tersebut, dimana rata-rata maksimal yang dapat dicapai adalah 100 m3 per ha. Beberapa perusahaan yang sudah panen menginformasikan bahwa


(28)

rata-rata potensi hutan tanaman yang dapat dipanen sebesar 80 m3 per ha (Purnomo 2002).

Pembangunan hutan tanaman industri jenis Acacia mangium menunjukkan bahwa pemanfaatan tegakan hampir dilakukan seluruh bagian tegakan. Daun/serasah digunakan untuk media tumbuh persemaian, ranting dan cabang untuk pembuatan arang dan batang pohon untuk kayu pulp dan pertukangan (pada pemanenan akan dilakukan pembagian batang dimana kelas diameter di atas 20 cm untuk kayu pertukangan dan diameter di bawah 20 cm untuk pulp). Sehingga hasil tegakan yang dipanen untuk dimanfaatkan adalah biomassa tegakan tersebut. Menurut Mindawati (1999) pada setiap aktivitas pemanenan tegakan Acaciamangium perlu meninggalkan bagian-bagian tanaman selain kayu di lantai hutan, hal tersebut untuk memperbanyak unsur hara yang dapat dikembalikan pada areal tersebut.


(29)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Status Perusahaan

Perusahaan PT Bukit Raya Mudisa merupakan perseroan terbatas dengan status permodalan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang berdiri pada tanggal 1 April 1999 dengan surat persetujuan pencadangan areal Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 726/Menhutbun-VI/1999 tanggal 6 Juli 1999 dan bergerak di bidang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) dengan surat keputusan No 257/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000 dengan luas areal ± 28.617 ha di daerah Propinsi Sumatera Barat.

Letak dan Luas

Lokasi PT Bukit Raya Mudisa termasuk ke dalam dua wilayah kerja yaitu Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Solok dengan luas 28.617 ha. Secara administrasi pemerintahan terletak di Kecamatan Pulau Punjung dan Batang Sangir, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Solok, Propinsi Sumatera Barat. Menurut wilayah resort pemangkuan hutan PT Bukit Raya Mudisa termasuk Resort Pemangkuan Hutan Pulau Punjung dan Sangir, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Sijunjung Selatan dan Solok Selatan, Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Barat. Menurut wilayah daerah aliran sungai (DAS) PT Bukit Raya Mudisa termasuk ke dalam wilayah DAS Batanghari. Letak

geografis dari areal tersebut terletak 101o 14’ BT – 101o 28’ BT dan 00o 57’ LS – 01o 15’ LS.

Topografi

Topografi di lokasi penelitian bervariasi dari datar hingga bergelombang dengan kemiringan antara 0-40% pada ketinggian tempat 200-1000 m dpl. Kisaran lereng 0-8% seluas 4.285 ha (14,97%), 9-15% seluas 15.611 ha (54,56%), 16-25% seluas7.976 ha (27,87%) dan 26-40% seluas 745 ha (2,60%). Lokasi pengambilan sampel tanah secara umum datar (0-9%).


(30)

Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson curah hujan di areal PT BRM termasuk tipe iklim sangat basah, curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1.959 mm, kecepatan angin sebesar 34,4 km/jam. Suhu berkisar antara 24,6-25,6o C, kelembaban udara bulanan berkisar antara 88,4-91,8% dan rata-rata 88,9%. Kelembaban udara bulanan terbesar pada bulan April (91,8%) dan terkecil pada bulan Januari (88,4%).

Pengelolaan dan Sistem Silvikultur

Sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau sistem teknik bercocok tanam hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai, menanam, memelihara tanaman dan memanen tanaman.

1. Persemaian

Persemaian yang digunakan adalah persemaian yang dibuat dekat lokasi penanaman dan dekat dengan sumber air. Media persemaian yang digunakan adalah tanah permukaan (top soil) dicampur dengan pasir dengan perbandingan duapertiga tanah dan sepertiga pasir dengan wadah kantong plastik (polybag). 2. Penyiapan Lahan

Penyiapan lahan dilakukan dengan cara manual yaitu sisa dari tanaman yang sudah tebang dicincang, ditumpuk dan selanjutnya dibakar. Sedangkan untuk lahan dengan vegetasi awal hutan rawang dilakukan penebangan kayu terlebih dahulu dan dicincang untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil dan pendek, kemudian dibiarkan agar mengering untuk kemudian dibakar secara terkendali. 3. Penanaman

Sebelum dilakukan penananam terlebih dahulu dilakukan pengajiran untuk pembuatan lubang tanam dengan ukuran 20cm x 20cm x 20 cm. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 3m x 3m. Waktu penanaman dilakukan pemberian pupuk SP 36 dan Urea dengan dosis 200 kg/ha.

4. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan dilakukan dengan pembersihan gulma setiap empat bulan sampai tanaman berumur satu tahun.


(31)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT Bukit Raya Mudisa, Kabupaten Sawah Lunto/Sijunjung, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan dua tahap selama 3 bulan yaitu bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2007. Tahap pertama selama 1 bulan untuk pengambilan data lapangan, sedangkan tahap kedua selama 2 bulan untuk pengolahan data dan analisis hara di Laboratorium Tanah dan Kesuburan Tanah,Depertemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian adalah tegakan hutan tanaman Acacia mangium berumur dua tahun sampai dengan umur enam tahun di PT Bukit Raya Mudisa Kabupaten Sawah Lunto/Sijunjung, Propinsi Sumatera Barat. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah haga hipsometer, bor tanah dan meteran.

Metode Penelitian Cara pengambilan contoh

Penelitian ini menggunakan metode survei. Pengambilan contoh dilakukan pada tegakan Acacia mangium umur 2 tahun sampai dengan umur 6 tahun. Pada tiap kelas umur tanaman diwakili 3 petak ukur, jadi jumlah seluruh petak ukur adalah 15 buah.

Pengambilan lokasi petak ukur menyebar di seluruh wilayah penelitian. Petak ukur yang digunakan berbentuk lingkaran seluas 0,10 ha (jari-jari 17,80 m). Pada petak ukur dilakukan pengukuran peninggi untuk menentukan kualitas tempat tumbuh, tinggi total dan diameter batang. Data tinggi pohon dan diameter pohon yang sudah diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung volume pohon. Untuk pengambilan contoh tanah diukur tebal horizon A, kadar hara N, P, K, Ca dan Mg.


(32)

Pengambilan contoh tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada setiap petak ukur dengan menggunakan bor tanah. Contoh tanah diambil dari ketebalan 0-20 cm. Selanjutnya contoh tanah tersebut dimasukan ke dalam kantong plastik sebanyak 1 kg dan diberi label sesuai dengan lokasinya. Disamping itu dilakukan pengambilan contoh tanah utuh dengan ring sample untuk analisa sifat fisik tanah pada setiap petak ukur.

Semua contoh tanah dari lokasi penelitian dianalisa di Laboratorium Tanah dan Kesuburan Tanah, Depertemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Peninggi

Peninggi dan tinggi total diukur dengan menggunakan haga hipsometer. Perhitungan rata-rata peninggi dari masing-masing umur dan kualitas tempat tumbuh dilakukan sebagai berikut :

a. Peninggi dalam petak ukur ke i

n H H i n i j ij i

= = dimana :

Hi = Peninggi dalam petak ukur ke i

Hij = Tinggi pohon tertinggi ke j dalam petak ukur ke i

ni = Banyaknya peninggi dalam petak ukur ke i

b. Peninggi dalam petak ukur ke k

n H H k n i j ki k

= = dimana :

Hk = Peninggi dalam petak ukur ke k

Hki = Peninggi petak ukur ke i dalam petak ke k


(33)

Diameter batang pohon

Pengambilan data diameter batang pohon diukur pada ketinggian setinggi dada atau 1,3 meter dari permukaan tanah (diameter setinggi dada) dengan menggunakan pita ukur (meteran). Perhitungan rata-rata diameter batang pohon dari masing-masing umur tanaman dilakukan sebagai berikut :

a. Diameter batang pohon dalam petak ukur ke i

n D D i n i j ij i

= = dimana :

Di = Diameter batang pohon dalam petak ukur ke i

Dij = Diameter batang pohon ke j dalam petak ukur ke i

ni = Banyaknya pohon dalam petak ukur ke i

b. Diameter batang pohon dalam petak ke k

n D D k n i j ki k

= = dimana :

Dk = Diameter batang pohon dalam petak ukur ke k

Dki = Diameter batang pohon petak ukur ke i dalam petak ukur ke k

nk = Banyaknya petak ukur dalam petak ke k Tinggi total

Tinggi total pohon diukur dengan menggunakan haga hipsometer. Perhitungan rata-rata tinggi total tanaman dari masing-masing umur tanaman dilakukan sebagai berikut :

a. Tinggi total dalam petak ukur ke i

n T T i n i j ij i

= = dimana :

Ti = Tinggi total dalam petak ukur ke i

Tij = Tinggi total ke j dalam petak ukur ke i


(34)

b. Tinggi total dalam petak ke k n T T k n i j ki k

= = dimana :

Tk = Tinggi total dalam petak ke k

Tki = Tinggi total petak ukur ke i dalam petak ukur ke k

nk = Banyaknya petak ukur dalam petak ke k Tebal horison A

Horison A adalah horison pencampuran bahan mineral dengan bahan organik. Tebal horison A merupakan ukuran bagi kuantita ruang tumbuh perakaran termasuk kedalaman efektif bagi akar-akar kecil pohon. Horison A diukur dengan menggunakan bor tanah dan meteran.

Perhitungan tebal horison A dilakukan sebagai berikut :

n THA THA m n 1 i mi m

= = dimana :

THAm = Tebal horison A anak petak ke m

THAmi = Tebal horison A petak ukur ke i pada anak petak ke m

n = Banyaknya petak ukur dalam anak petak ke m

Persentase kemiringan (lereng)

Pada setiap petak ukur dilakukan pengukuran lereng dengan menggunakan haga hipsometer. Perhitungan kemiringan lereng dilakukan sebagai berikut :

n S S m n 1 i mi m

= = dimana :

Sm = Persentase kemiringan anak petak ke m

Smi = Persentase kemiringan petak ukur ke i pada anak petak ke m


(35)

Tabel 1 Jenis parameter yang dianalisis dan metode penetapan yang digunakan dalam penelitian

No Parameter Metode yang digunakan I Sifat fisika tanah

1. Kadar air tersedia Grafimetrik 2. Tekstur Pipet

3. Bobot Isi (Bulk Desity) Nisbah Bobot Tanah/Volume II Sifat kimia tanah

1. pH Potentiometrik 2. C-organik Walkley dan Black 3. N-total tanah kjehldahl

4. P Bray II

5. Ca, Mg, K, KTK NH4Oac pH 7,0

Analisis Data

Hubungan sifat-sifat tanah dengan peninggi tegakan Acacia mangium

Analisis statistik ditujukan untuk mengindentifikasi peubah sifat-sifat tanah yang paling erat hubunganya dengan pertumbuhan tanaman Acacia mangium serta mencari pola hubungan matematik antara peubah sifat-sifat tanah tersebut dengan peubah pertumbuhan tanaman.

Model matematik yang digunakan berbentuk persamaan logaritma. Sesuai dengan pola pertumbuhan hutan tanaman Acacia mangium maka kurva indeks tempat tumbuh merupakan penyederhanaan kurva pertumbuhan bagi kesatuan genetik tertentu di bawah seperangkat kondisi lingkungan tertentu. Persamaan umum yang digunakan untuk penelitian hubungan sifat-sifat tanah dengan peninggi tegakan tanaman Acacia mangium adalah regresi linear berganda menurut persamaan sebagai berikut (Husch 1963) diacu dalam Wasis (2006):

Log Y = b0 + b1X1 + b2X2 + ... + b14X14 + ε

Dimana :

Log Y = Rata-rata peninggi yang ditransformasi ke dalam logaritma

X1 = 1/umur

X2, X3, ...., X14 = Sifat-sifat tanah

b0, b1, ...., b14 = Konstanta

ε = Sisaan

Variabel-variabel bebas yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(36)

X1 = 1/umur

X2 = Tebal horison A

X3 = Persentase kemiringan

X4 = Kadar liat pada horison A

X5 = Kadar air tersedia horison A

X6 = Bobot isi horison A

X7 = pH tanah

X8 = C-organik tanah

X9 = N total tanah

X10 = P tanah

X11 = Ca dd tanah

X12 = Mg dd tanah

X13 = K dd tanah

X14 = KTK tanah

Untuk menyaring peubah-peubah bebas yang memberikan sumbangan nyata dalam menerangkan keragaman pertumbuhan hutan tanaman Acacia mangium

digunakan metode Stepwise dengan program minitab.

Hubungan diameter batang pohon dan tinggi total dengan umur pada hutan tanaman Acacia mangium

Data diameter pohon, tinggi total dan umur tanaman di analisis dengan menggunakan program Curve Expert 1.3 untuk mencari hubungan diameter batang pohon dan tinggi total pohon dengan umur tanaman Acacia mangium.

Hubungan volume dan peninggi dengan umur tanaman Acacia mangium

Data volume dengan peninngi dan umur dianalisa menggunakan program

Curve Expert 1.3 untuk mencari bentuk kurva hubungan volume dan peninggi dengan umur tanaman Acacia mangium

Penilaian produktifitas lahan

Produktifitas lahan hutan tanaman pada HTI PT Bukit Raya Mudisa diukur dengan kriteria apabila < 20 m3/ha/tahun (kategori rendah), 20-40 m3/ha/tahun (kategori sedang) dan > 40 m3/ha/tahun (kategori tinggi) (National Academic of Science 1983) diacu dalam Wasis (2006).


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Sifat-Sifat Tanah Dengan Peninggi Tegakan Acacia mangium

Peninggi tegakan secara prinsip dipengaruhi faktor genetik, faktor sifat-sifat tanah dan sistim silvikultur. Hasil penelusuran di lapangan diperoleh untuk faktor genetik dan sistim silvikultur (sistim pengelolaan) relatif sama untuk semua lokasi. Sehingga yang mempengaruhi peninggi tegakan adalah sifat-sifat tanah.

Pengumpulan data dilapangan meliputi umur, tebal horison A, kemiringan lereng. Data analisis tanah meliputi kadar liat tanah, kadar air tersedia, bobot isi, kandungan N, P, K, Ca, Mg, KTK, pH, C-Organik tanah. Untuk melihat peranan faktor tempat tumbuh terhadap pertumbuhan tegakan Acacia mangium dilakukan analisis regresi linear berganda yang menyertakan 14 peubah bebas tempat tumbuh.

Hasil analisis stepwise dengan Program Minitab mendapatkan persamaan regresi terbaik yaitu log Y = 0,60 – 1,25 1/X1 – 0,01 X3 + 0,50 X13 + 0,21 X7,

dengan R2 = 96,85%. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara peubah bebas X1, X3, X7, dan X13 dengan log Y. Persamaan terbaik tersebut

dilakukan dengan cara penyusupan satu persatu peubah bebas yang mempunyai korelasi yang tinggi dengan log Y. Pada Tabel 2 disajikan nilai koefisien korelasi peubah bebas (X), koefisien dan nilai t hitung dari persamaan terbaik tersebut. Hasil analisis peranan sifat-sifat tanah terhadap peninggi tegakan didapatkan bahwa persamaan regresi yang bersifat positif yaitu kandungan K dan pH tanah, sedangkan umur tanaman dan kemiringan lereng berkorelasi negatif.

Tabel 2 Peubah sifat-sifat tanah dan umur yang teruji berkorelasi dengan peninggi tegakan Acacia mangium

No Variabel (Xi) Koefisien T hitung R2

1 Umur pohon (1/X1) -1,25 -14,48** 96,85

2 Kelerengan (X3) -0,01 -2,97* 94,97

3 K (X13) 0,50 3,27* 93,45


(38)

Setelah umur tanaman maka sifat kimia tanah merupakan faktor yang berkorelasi sangat erat terhadap peninggi tegakan Acaciamangium. Penelitian ini menunjukkan bahwa sifat kimia tanah lebih banyak mempengaruhi peninggi tegakan Acacia mangium. Hal ini disebabkan karena Acacia mangium merupakan tanaman cepat tumbuh yang memerlukan unsur hara yang banyak untuk pertumbuhannya sehingga menyebabkan unsur hara dari tanah akan cepat terkuras. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Latifah (2000) yang menunjukkan bahwa selain umur tanaman maka bahan organik tanah merupakan sifat tanah yang paling berkorelasi dengan peninggi tegakan Acacia mangium.

Umur

Berdasarkan nilai parsial masing-masing peubah bebas terhadap peninggi, faktor umur mempunyai korelasi terbesar terhadap peninggi hutan tanaman

Acacia mangium yaitu sebesar -1,25. Faktor umur tanaman mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,85%, hal ini berarti sebagian besar peninggi ditentukan oleh umur. Korelasi yang bersifat negatif menerangkan bahwa semakin tua umur tanaman Acacia mangium maka sampai umur tertentu peninggi yang dihasilkan semakin tinggi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Latifah (2000) bahwa faktor umur memberikan sumbangan terbesar dalam menerangkan keragaman peninggi.

Umur tanaman Acacia mangium di lokasi penelitian berkisar antara dua tahun sampai dengan enam tahun dengan peninggi antara 10,0 sampai 28,8 m. Data peninggi tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Peninggi tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian

No Umur (thn) Peninggi tegakan minimum (m)

Peninggi tegakan maksimum (m)

Peninggi tegakan rata-rata (m)

1 2 10,5 11,4 11,0

2 3 14,1 14,3 14,2

3 4 17,9 18,3 18,1

4 5 20,5 21,3 21,0


(39)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semakin bertambah umur tanaman maka peninggi yang dihasilkan semakin tinggi. Peningkatan peninggi ini menunjukkan bahwa tanaman masih mengalami percepatan pertumbuhan dari umur dua tahun sampai dengan umur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara pada tahun berikutnya. Pada tahap awal, pertumbuhan tanaman berjalan lambat dan semakin cepat mengikuti pertambahan umur tanaman, kondisi ini berlansung hingga mencapai titik pertumbuhan maksimum. Setelah titik pertumbuhan maksimum dicapai maka pertumbuhan akan berjalan konstan (Bidwel 1979) diacu dalam Latifah (2000).

Derajat kemiringan lahan

Derajat kemiringan lahan di lokasi penelitian berkisar antara 2-9% dengan nilai rata-rata sebesar 6,2%. Derajat kemiringan lahan berkorelasi negatif dengan peninggi Acacia mangium sebesar -0,01. Korelasi negatif berarti tanaman Acacia mangium tumbuh lebih baik pada tempat-tempat yang lebih datar. Pada kondisi lereng yang tidak begitu curam mengakibatkan aliran permukaan yang terjadi tidak sampai berubah menjadi suatu kekuatan destruktif yang besar, sehingga daerah yang agak datar ini dapat menahan lebih lama muatan suspensi tanah dari daerah atasnya.

Dengan demikian kenaikan persentase lereng sampai batas tertentu akan mengakibatkan terbentuknya drainase dan aerase yang optimal bagi pertumbuhan tanaman, ini terbukti di lokasi penelitian disetiap petak ukur dalam setiap kelas umur menghasilkan volume yang lebih besar di daerah kemiringan rendah dibanding daerah yang kemiringanya lebih besar (Lampiran 3). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hafiziansyah (1997) pada tanaman Acacia mangium

umur 4 tahun menunjukkan produksi tegakan yang ditanam pada lahan kemiringan 0–8% menghasilkan produksi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada lahan dengan kemiringan 15-25%.

Kandungan Kalium

Nilai kandungan K di lokasi penelitian berkisar antara 0,10-0,36 me/100g dengan nilai rata-rata sebesar 0,25 me/100g. Dari analisis stepwise kandungan K berkorelasi positif terhadap peninggi tegakan Acacia mangium sebesar 0,50.


(40)

Korelasi positif artinya semakin banyak kandungan K dalam tanah akan meningkatkan nilai peninggi tanaman Acacia mangium. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Chaerudy (1994) bahwa hubungan kualitas tempat tumbuh dengan peninggi tegakan Acacia mangium menunjukan faktor yang paling mempengaruhi peninggi yaitu umur dan kandungan K. Hal ini juga didukung hasil penelitian Kusnadi (1998) diacu dalam Wasis (2006) pada hutan tanaman Acacia mangium secara tegas mendiagnosis unsur K dan P masing-masing sebagai hara yang paling defisien urutan pertama dan kedua sehingga direkomendasikan untuk memberikan imput baik berupa pupuk maupun pengapuran.

Ketersediaan K di dalam tanah dipengaruhi oleh tinggi rendahya pH tanah (Hakim et al. 1986) diacu dalam Latifah (2000). Pada tanah yang masam kekurangan K akan semakin besar yang berarti ketersedian K dalam tanah semakin menurun. Pengaruh pH terhadap kehilangan K dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh kehilangan kalium dapat dipertukarkan oleh pencucian dari

tanah Creedmore Lempung Berpasir

No pH tanah Kehilangan K (dari % total)

1 4,03 70

2 5,30 49

3 5,63 26

4 7,03 16

Sumber : (Hakim, et al., 1986)

Kalium merupakan unsur hara terpenting yang dibutuhkan tanaman. Kalium diserap tanaman dalam bentuk K+ dan merupakan unsur hara makro yang sangat penting bagi proses fisiologis tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung K adalah batang, daun, buah dan akar. K bukan hara pembentuk organ tanaman, namun hara ini dapat terdapat di dalam semua sel yaitu sebagai ion dalam cairan sel. Inti sel juga mengandung K (Mengel dan Kirby 1982) diacu dalam Wasis (2006).

Unsur kalium dalam tanaman mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme. Adanya kadar K tersedia yang cukup dalam tanah akan menjamin pertumbuhan tanaman dengan baik. Kalium dalam tanaman berguna untuk pembentukan hidrat arang dan translokasi gula, kalium juga diperlukan dalam


(41)

pembentukan klorofil. Kalium juga berfungsi sebagai katalisator proses fisiologis tanaman, mempengaruhi penyerapan unsur hara, mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit serta membantu perkembangan akar. Kalium berfungsi mendorong aktifitas sebanyak 40 enzim dan membantu pembentukan protein dari asam amino (Meyer et al. 1960; Geus 1973, Mengel dan Kirby 1982) diacu dalam Wasis (2006).

Pada lokasi penelitian pihak perusahaan tidak melakukan pemberian pupuk kalium, perusahaan hanya memberikan pupuk Urea dan SP36. Sehingga pada lokasi penelitian banyak pohon yang roboh. Supaya pohon tidak mudah roboh maka perusahaan harus melakukan pemberian pupuk kalium.

Menurut Soepardi (1983) pemupukan kalium terhadap tanaman dipengaruhi berbagai faktor, terutama kemampuan tanah dalam menyediakan unsur kalium, jenis tanaman, tingkat produksi dan pengelolaan pertanian yang dilakukan. Sumber kalium dalam tanah yang utama adalah pupuk buatan, pupuk kandang, pupuk hijau, sisa tanaman dan senyawa alamiah baik senyawa organik maupun senyawa anorganik dari unsur tersebut yang terdapat di dalam tanah. Kehilangan kalium dalam tanah dapat berupa kehilangan karena pencucian atau terangkut oleh tanaman. Adanya kalium tersedia yang cukup dalam tanah menjamin ketegaran tanaman. Sehingga kalium membuat tanaman lebih tahan terhadap berbagai penyakit dan meransang pertumbuhan akar.

Pada umur 2 tahun kandungan kalium di lokasi penelitian cukup tinggi (Lampiran 2). Tingginya kandungan kalium tanah pada umur dua tahun kemungkinan disebabkan karena sebagian besar dari total kalium tanah masih berada dalam bentuk relatif tidak tersedia, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Depdikbud (1991) diacu dalam Astuti (2004) bahwa sebanyak kurang lebih 90-98% dari seluruh kalium tanah berada dalam bentuk relatif tidak tersedia. Kalium berangsur-angsur tersedia disebabkan karena adanya pengaruh air yang mengandung karbonat dan adanya liat masam yang membantu proses penghancuran mineral-mineral primer.

Kandungan kalium tanah kemudian mengalami penurunan pada umur 3 tahun, hal ini diduga disebabkan karena kalium terangkut oleh tanaman. Menurut Soepardi (1983) kehilangan kalium akibat terangkut oleh tanaman berjumlah


(42)

cukup besar, kadang-kadang bisa mencapai tiga atau empat kali lebih tinggi dari fosfor dan dapat pula menyamai nitrogen. Selain itu tanaman juga menyerap kalium jauh lebih banyak dari jumlah yang sebenarnya diperlukan, sehingga terjadi pemakaian yang berlebihan. Jumlah hara yang terangkut sangat tergantung kepada jenis, umur dan sifat tanaman itu sendiri (Depdikbud 1991) diacu dalam Astuti (2004). Kehilangan kalium juga dapat disebabkan oleh erosi, pencucian dan pemanenan unsur hara pada proses penebangan.

Pada umur 4 tahun, 5 tahun dan 6 tahun kandungan kalium pada tanah mengalami peningkatan, hal ini dapat disebabkan karena adanya pengembalian hara-hara mineral dari serasah berupa daun-daun dan ranting yang gugur. Pernyataan ini diperkuat oleh Depdikbud (1991) diacu dalam Astuti (2004) bahwa pertambahan kalium dalam tanah dapat dari berbagai sumber, yaitu dari sisa-sisa tanaman dan hewan, dari pupuk perdagangan serta dari mineralisasi mineral kalium dan air irigasi. Pertambahan kalium dari sisa tanaman dan hewan (pupuk kandang) adalah sangat penting menjaga keseimbangan kadar kalium dalam tanah. Pertambahan kalium dari pupuk perdagangan sangat tergantung kebutuhan, sedangkan pertambahan dari mineral juga tergantung pada beberapa faktor, antara lain jumlah mineral dan tingkat pelapukan.

Ketersedian kalium dalam tanah dapat diartikan sebagai kalium yang dibebaskan dari bentuk yang tidak dapat dipertukarkan ke bentuk yang dapat dipertukarkan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Soepardi (1983) ketersedian unsur hara kalium di dalam tanah

dipengaruhi beberapa faktor yaitu tipe koloid tanah, suhu atau temperatur, pembasahan dan pengeringan, pH tanah dan tingkat pelapukan.

Pemupukan pada hutan tanaman industri yang menanam spesies cepat tumbuh sangat disarankan karena dengan pemupukan ketersedian unsur hara bagi tanaman akan cukup untuk dipakai tanaman dalam proses pertumbuhan sehingga keberlanjutan hasil dapat dipertahankan. Pemupukan pada dasarnya adalah usaha untuk menjaga keseimbangan antara kandungan unsur hara yang diambil oleh tanaman untuk tumbuh dan berproduksi dengan unsur hara yang tersedia bagi tanaman. Ginting et al. (1998) menyatakan bahwa secara umum jenis pupuk yang lazim diterapkan pada pengusahaan tanaman kehutanan adalah Urea, TSP dan


(43)

KCL dengan dosis masing-masing 100 gr per lubang tanaman sampai tanaman berumur 3 tahun.

Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) berkorelasi positif dengan peninggi tegakan di lokasi penelitian sebesar (0,21), korelasi positif tersebut menerangkan bahwa semakin masam tanah maka nilai peninggi akan semakin kecil. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Rukmini (1996) bahwa faktor yang mempengaruhi peninggi adalah umur, kandungan P, C organik, pH dan tebal horizon A.

Kondisi pH tanah pada lokasi penelitian setiap kelas umur rendah, yaitu berkisar antara 4,4-4,8 dengan nilai rata-rata sebesar 4,5. Apabila kegiatan pengapuran dan pengelolaan secara intensif dilakukan maka pH tanah tidak akan rendah, ini mengindikasikan bahwa perusahaan tidak melakukan kegiatan pengapuran.

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh pH melalui banyaknya ion+ di dalam tanah. Semakin besar kadar ion H+, maka tanah semakin masam (Hardjowigeno 1987) diacu dalam Latifah (2000). Setiap vegetasi mempunyai kebutuhan pH yang berbeda, perbedaan pH disebabkan oleh perbedaan toleransi tanaman terhadap kepekatan ion H+ atau ion beracun lainya (Hakim et al. 1986) diacu dalam Latifah (2000).

Secara umum unsur hara tanah akan tersedia secara maksimal pada pH mendekati netral dengan nilai pH berkisar sekitar 6,5-7,0 (Killham 1999) diacu dalam Wasis (2006). Penelitian menunjukan bahwa tegakan hutan tanaman

Acacia mangium masih dapat tumbuh pada pH berkisar antara 4,40-5,80 (Astuti 1998), sehingga tanaman Acacia mangium merupakan jenis yang toleran terhadap kondisi tanah yang masam.

Penelitian Habish (1970) diacu dalam Wasis (2006) mengimformasikan bahwa pembentukan bintil akar terbaik pada Acacia sp diperoleh pada kondisi pH sekitar 6,5–7,0. Hal ini sesuai dengan penelitian Widiastuti (1998) yang menyatakan bahwa kemampuan isolat Rhizobium pada tanaman Acacia mangium

dan Acacia crassicarpa tumbuh terbaik pada pH tanah sekitar 7. Sementara itu menurut Peoples et al. (1989) diacu dalam Wasis (2006), pembentukan bintil akar oleh akar tanaman dengan bakteri Rhizobium akan mengalami penurunan apabila


(44)

kondisi pH tanah di bawah 5,5 atau lebih besar dari 7. Menurut penelitian Wasis (1996) pemberian kapur dosis 1,5 x Al-dd pada tanaman sengon

(Paraserianthes falcataria ) yang ditumbuhkan pada media tanah masam dapat meningkatan bobot bintil akar sebesar 152%, meningkatkan aktifitas spesifik nitrogenase sebesar 7,8510 mmol/g bobot kering bintil/jam dan meningkatkan serapan N tanaman sebesar 10%.

Sanchez (1992) menyatakan bahwa ketidaksuburan tanah masam disebabkan oleh keracunan aluminium, kekurangan kalsium atau magnesium, dan keracunan mangan. Ginting et al. (1998) menyatakan bahwa untuk memperbaiki pH tanah dapat dilakukan dengan pemberian kapur atau pupuk organik ke dalam tanah. Pemberian kapur dengan dosis 2–6 ton/ha cukup untuk menetralisir Al dan Mn yang bersifat racun, sedangkan pemberian pupuk kandang berkisar antar 1-2 kg per lubang tanam. Menurut Soepardi (1983) kapur yang diberikan umumnya sebanyak 2, 4 dan 6 ton per hektar. Pemberian kapur dapat meningkatkan pH tanah karena adanya ion hidrogen yang dapat dipertukarkan.

Guna terciptanya kelestarian hutan tanaman Acacia mangium maka pihak perusahaan PT Bukit Raya Mudisa perlu melakukan pengapuran dan input pupuk yang cukup dan berimbang serta aplikasi bioteknologi. Hal ini penting karena tanaman HTI untuk dipanen memerlukan waktu yang lama, sehingga apabila ada kesalahan maka kerugian dari segi waktu untuk investasi sangat besar. Menurut Soekotjo (1999) guna meningkatan pertumbuhan hutan tanaman dengan penerapan bioteknologi seperti teknik sterilisasi yaitu teknik menghambat perkembangan organ reproduksi dan mengalihkan enersi yang ada untuk memacu pertumbuhan vegetatif seperti hal yang sudah berhasil dicoba pada pohon

Populus sp, dimana pohon ini dapat dipanen untuk bahan pulp pada umur 5 tahun dan dapat diterapkan untuk pembangunan hutan tanaman Acacia mangium.

Pertumbuhan Dimensi Tegakan Hutan Tanaman Acacia mangium

Diameter batang pohon

Berdasarkan hasil analisis data diameter batang tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian diperoleh bentuk kurva Y = 0,14*exp((-(6,69-x)2): (2*3,482)) dengan R2 = 0,98 dan dapat dilihat pada Gambar 2.


(45)

S = 0.00417493 r = 0.99295323

Umur (Tahun)

Di

a

m

e

te

r (

m

)

1.6 2.4 3.2 4.0 4.8 5.6 6.4

0.05 0.07 0.09 0.11 0.12 0.14 0.16

Gambar 2 Hubungan diameter batang pohon dengan umur tegakan. Gaussian Model: y=a*exp((-(b-x)^2)/(2*c^2))

Coefficient Data: a = 0,14 b = 6,69 c = 3,48

Pada gambar di atas (Gambar 2) dapat dilihat adanya hubungan antara diameter pohon dengan umur tegakan, semakin bertambah umur tegakan maka akan terjadi penambahan diameter pohon. Hal ini menunjukan bahwa diameter pohon masih mengalami peningkatan dari tahun kedua sampai umur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara pada tahun berikutnya.

Secara umum pertumbuhan riap diameter batang pohon tahun berjalan (MAI) mencapai maksimal pada umur 2 tahun yaitu sebesar 3,00 cm/tahun. Laju pertumbuhan riap diameter batang pohon tahun berjalan menunjukan adanya kecenderungan yang terus menurun sampai tanaman berumur 6 tahun (Tabel 5).

Tabel 5 Pertumbuhan diameter batang tegakan Acacia mangium

No Umur (thn) Diameter batang pohon (cm) MAI (cm/thn)

1 2 6,0 3,00

2 3 8,6 2,86

3 4 11,0 2,75

4 5 13,3 2,66


(46)

Tinggi total

Berdasarkan hasil analisis data tinggi total pohon diperoleh bentuk kurva dengan persamaan Y = 27,14*exp((-(10,08-x)2):(2*5,132)) dengan R2 = 0,99. Dari Gambar 3 bisa dilihat adanya hubungan antara umur tegakan dengan tinggi total tanaman, semakin bertambah umur tanaman maka akan terjadi peningkatan tinggi total tegakan. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi total tegakan masih mengalami peningkatan dari umur dua tahun sampai tanaman berumur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara pada tahun berikutnya.

S = 0.20278829 r = 0.99908941

Umur (Tahun)

Ti

ng

gi

(

m

)

1.6 2.4 3.2 4.0 4.8 5.6 6.4

6.26 8.74 11.22 13.70 16.18 18.66 21.14

Gambar 3 Hubungan tinggi total dengan umur tegakan. Gaussian Model: y=a*exp((-(b-x)^2)/(2*c^2))

Coefficient Data: a = 27,14 b = 10,08 c = 5,13

Pertumbuhan riap tinggi total tahun berjalan menunjukkan kecendrungan yang terus menurun sampai tanaman berumur 6 tahun. Pertumbuhan riap tinggi

total tahun berjalan mencapai maksimal terjadi pada saat tanaman berumur 2 tahun yaitu 3,90 m/tahun dan pertumbuhan riap terkecil terjadi pada tegakan


(47)

Tabel 6 Pertumbuhan tinggi total tegakan Acacia mangium

No Umur (thn) Tinggi total (m) MAI (m/thn)

1 2 7,81 3,90 2 3 10,53 3,51 3 4 13,36 3,34 4 5 16,63 3,32 5 6 19,76 3,29 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan riap diameter batang dan tinggi total pohon terbesar terjadi pada tanaman berumur 2 tahun dan terjadi penurunan laju pertumbuhan sampai dengan tanaman berumur 6 tahun. Hal ini berarti bahwa laju pertumbuhan diameter batang pohon dan tinggi total pohon pada awal pertumbuhan merupakan hal yang harus dipertahankan pada tingkat pertumbuhan yang normal. Sehingga pertumbuhan tegakan pada tahun-tahun awal merupakan hal yang terpenting dari keseluruhan pertumbuhan pohon. Kehilangan pertumbuhan dimensi tegakan pada tahun awal sangat membahayakan kelestarian pengusahaan hutan tanaman dan koreksi terhadap kehilangan pertumbuhan pada tahun awal melalui pemberian input hara dan teknik silvikultur tahun berikutnya kurang banyak membantu untuk menghindari terjadinya kehilangan pertumbuhan tegakan. Hal ini disebabkan fase sensitif pertumbuhan organ vegetatif tanaman sudah dilampaui. Menurut Arisman dan Widyarsono (1999) hasil penelitian dari studi perlakuan pupuk pada tanaman Acacia mangium di PT MHP disimpulkan bahwa waktu pemupukan yang memberikan respon yang paling baik bagi percepatan pertumbuhan tanaman adalah saat penanaman sampai tanaman berumur 1 bulan dan semakin tua umur tanaman saat pemupukan dilaksanakan akan memberikan respon yang semakin berkurang.

Penelitian tentang retranslokasi hara pada tanaman cepat tumbuh seperti

Acacia mangium telah dilaporkan (Hardiyanto et al. 2004). Penelitian ini berusaha untuk memahami strategi pohon untuk mempertahankan pertumbuhan yang cepat sampai dengan akhir daur. Pada tanaman Acacia mangium berumur 2 tahun retranslokasi hara di dalam pohon ternyata cukup besar. Misalnya, pada plot yang kurang subur ketika daun sedang berkembang dari fase hijau-hidup ke fase senesen (senescent) – kuning, persentase hara yang diretranslokasikan dari daun senesen adalah 26,8% N; 76,5% P; 30,8 % K, setara dengan (ha/th) 50 kg N;


(48)

5,2 kg P dan 18,3 kg K berdasarkan deposisi serasah sebesar 9,1 ton/ha/th. Pada plot yang lebih subur angka-angka ini adalah 30,3% N; 84,4% P; 34,5% K, setara dengan (ha/th) 56 kg N; 5,7 kg P; 20,3 kg K berdasarkan deposisi serasah sebesar 9,0 ton/ha/th.

Pada tanah yang lebih subur ada kecenderungan dimana pohon tumbuh lebih cepat, retranslokasi hara terjadi dalam persentase yang lebih besar. Hubungan yang kuat antara besarnya hara yang diretranslokasi dan pertumbuhan juga telah dilaporkan juga pada species lain seperti Pinus radiata (Nambiar dan Fife 1991),

Eucalyptus globulus (Saur et al. 2000) dan Eucalyptus grandis

(Goncalves et al. 2004). Tegakan yang kecukupan hara pada fase awal (tahun pertama) pertumbuhannya, ketika tajuk berkembang, akan memiliki hara

dalam kuantitas yang besar dalam biomassanya, dengan demikian tersedia hara dengan kuantitas yang cukup besar pula untuk proses pendauran. Ini memiliki implikasi praktis dalam silvikultur hutan tanaman, terutama untuk species cepat tumbuh, yaitu mengoptimalkan pertumbuhan awal yang yang cepat, antara lain dengan masukan hara melalui pemupukan, sehingga kanopi segera menutup sebelum akhir tahun pertama. Pertumbuhan yang cepat ini akan terbawa sampai akhir daur.

Peninggi

Hasil analisis data peninggi tegakan dengan umur tanaman dengan model terbaik diperoleh bentuk kurva dengan persamaan Y = -4,51+11,92x+-2,61x2+0,25x3 dengan R2 = 0,98 (Gambar 4).

S = 0.67152666 r = 0.99499406

Umur (Tahun) P e ni ng g i ( m )

1.6 2.4 3.2 4.0 4.8 5.6 6.4

8.67 12.33 15.99 19.65 23.31 26.97 30.63


(49)

3rd degree Polynomial Fit: y=a+bx+cx^2+dx^3 Coefficient Data:

a = -4,51 b = 11,92 c = -2,61 d = 0,25

Dari Gambar 4 tersebut bisa dilihat adanya hubungan antara umur tanaman dengan peninggi tegakan, semakin bertambah umur tanaman maka akan terjadi peningkatan peninggi tegakan. Hal ini menunjukan bahwa peninggi tegakan masih mengalami peningkatan dari umur dua tahun sampai tanaman berumur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara pada tahun berikutnya.

Hasil pengamatan secara umum menunjukkan laju pertumbuhan peninggi tanaman cenderung mengalami penurunan mulai dari umur dua tahun sampai tanaman berumur lima tahun, tetapi pada umur enam tahun terjadi sedikit peningkatan peninggi. Pertumbuhan riap peninggi maksimal terjadi pada tegakan berumur dua tahun yaitu sebesar 5,5 m/thn dan pertumbuhan riap peninggi

terkecil terjadi pada tegakan berumur lima tahun yaitu sebesar 4,2 m/thn (Tabel 7). Hal ini berarti laju pertumbuhan peninggi tegakan pada awal

pertumbuhan merupakan hal yang harus dipertahankan pada tingkat pertumbuhan normal.

Peningkatan peninggi pada umur enam tahun diduga dari pengembalian hara-hara mineral dari serasah berupa daun-daun dan ranting yang gugur. Serasah terurai menjadi unsur hara yang tersedia dalam tanah untuk menjamin kelangsungan pertumbuhan pohon. Mindawati (2000) menyatakan bahwa penambahan hara terjadi melalui dekomposisi serasah, serta aliran hara dari air hujan yang terdiri dari aliran tajuk dan aliran batang.

Tabel 7 Riap peninggi tegakan Acacia mangium

No Umur (thn) Peninggi tegakan rata-rata (m) MAI (m/thn)

1 2 11,0 5,5

2 3 14,2 4,7

3 4 18,1 4,5

4 5 21,0 4,2


(50)

Volume pohon

Berdasarkan hasil analisis volume pohon diperoleh bentuk kurva dengan persamaan Y = 37,67 : (1 + 107,66 * exp(-0,94)) dengan R2 = 0,99 (Gambar 5). Dari Gambar 5 tersebut dapat dilihat kurva volume tegakan masih menunjukkan adanya peningkatan volume pohon. Fenomena tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena dalam penelitian ini pengukuran tegakan Acacia mangium dilakukan dari umur 2 tahun sampai dengan umur 6 tahun yang mana tanamannya masih relatif muda. Kurva pertumbuhan untuk dimensi volume tegakan Acaciamangium

sampai umur 6 tahun masih mengalami peningkatan, hal ini berarti bahwa sampai umur 6 tahun Acacia mangium masih mengalami pertumbuhan yang cepat, belum mengalami pertumbuhan yang konstan.

S = 0.55136024 r = 0.99861412

Umur (Tahun)

Vo

lu

m

e

(

m

3

)

1.6 2.4 3.2 4.0 4.8 5.6 6.4

0.22 5.32 10.42 15.52 20.62 25.72 30.82

Gambar 5 Hubungan volume pohon dengan umur tegakan Logistic Model: y=a/(1+b*exp(-cx))

Coefficient Data: a = 37,67 b = 107,66 c = 0,94

Dilihat dari data hasil setiap umur tanaman secara umum terjadi peningkatan volume tegakan Acacia mangium sejalan dengan bertambahnya umur tegakan (Tabel 8). Keadaan ini merupakan hal yang menggembirakan karena dengan


(51)

adanya peningkatan volume tegakan menunjukkan Acacia mangium mampu beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuhnya. Hasil uji species di beberapa lokasi pengembangan HTI menunjukkan bahwa Acacia mangium merupakan jenis yang paling adaptif karena menduduki ranking tertinggi dibandingkan jenis-jenis cepat tumbuh lainya (Leksono dan Setiadi 2001).

Tabel 8 Volume tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian

No Umur (th) Volume (m3/ha)

1 2 22,89 2 3 50,08 3 4 111,94 4 5 193,76 5 6 276,78

Produktifitas Lahan

Produktifitas adalah banyaknya hasil tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada jangka waktu tertentu. Hasil tegakan yang jadi perhatian utama dalam penelitian ini adalah berapa banyak volume tegakan yang dihasilkan oleh lahan hutan tanaman Acacia mangium di PT Bukit Raya Mudisa. Tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian tidak ada perlakuan penjarangan dan daur 7 tahun dengan luas keseluruhan adalah 4.023,2 ha.

Hasil perhitungan volume dan riap tahunan dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil penelitian ini menunjukkan volume rata-rata/ha adalah 131,09 m3/ha dengan

kisaran 22,89 m3/ha-276,78 m3/ha atau dengan riap volume (mean annual increment) berkisar antara 11,45 m3/ha/thn-46,13 m3/ha/thn dengan riap rata-rata sebesar 28,21 m3/ha/thn. Hasil penelitian ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Siahaan dan Leksono (2004) di Sumatera Selatan terhadap uji provenan tanaman Acacia mangium dengan umur tanaman 5 tahun yang menghasilkan volume rata-rata 233,79 m3/ha atau riap volume sebesar 46,76 m3/ha/thn. Tetapi hasil penelitian ini lebih besar dari pada penelitian Herbagung (2004) pada tanaman Acacia mangium dengan umur yang sama yaitu umur 6 tahun menghasilkan volume 175,60 m3/ha dengan riap rata-rata sebesar 29,27 m3/ha/thn.


(52)

Tabel 9 Riap volume tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian Riap (m3/ha/thn) No Umur (thn) Volume (m3/ha)

MAI CAI

1 2 22,89 11,45 -

2 3 50,08 16,69 27,19

3 4 111,94 27,99 61,86

4 5 193,76 38,76 81,82

5 6 276,78 46,13 83,02

Rata-rata 131,09 28,21

Pada tabel di atas terlihat bahwa riap volume terus mengalami peningkatan dari umur dua tahun sampai tegakan berumur enam tahun. Peningkatan riap volume menunjukkan bahwa tegakan masih mengalami percepatan pertumbuhan dari umur dua tahun sampai umur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara untuk tahun-tahun berikutnya.

Hasil perhitungan riap rata-rata tahunan tegakan Acacia mangium di PT Bukit Raya Mudisa adalah 28,21 m3/ha/tahun, sehingga produktifitas yang dihasilkan setelah akhir daur adalah sebesar 197,47 m3/ha. Jadi produksi hutan tanaman Acacia mangium PT Bukit Raya Mudisa adalah 794.196,58 m3. Hasil produktifitas ini termasuk kategori sedang (National Academic of Science, 1983) diacu dalam Wasis (2006).

Perusahaan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu penggunaan jenis dan provenan yang tepat, penggunaan bibit unggul, pengolahan lahan yang baik, pemeliharaan tanaman yang intensif dan pengendalian kebakaran hutan yang efektif guna peningkatan produktifitas hutan tanaman (Wahyuningtyas et al. 2003). Penggunaan bibit unggul yang telah diketahui identitasnya secara ekonomi akan menambah biaya produksi, namun penambahan biaya tidak melebihi 5% dari biaya total pembuatan hutan tanaman, sehingga pengaruhnya relatif kecil terhadap biaya keseluruhan. Penggunaan bibit unggul yang telah diketahui identitasnya dapat meningkatkan produksi dari 10%-25% dibanding benih biasa (Dirjen RRL 1994). Taksiran peningkatan genetik terhadap volume pohon dari kebun benih semai (KBS) generasi pertama (F-1) Pusat Litbang Hutan Tanaman yang telah produksi dari tahun 2000 di beberapa lokasi pengembangan HTI telah meningkatkan volume pohon sebesar 17%-26% (Leksono 2000).


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Produktifitas lahan hutan tanaman Acacia mangium di PT Bukit Raya Mudisa

setelah akhir daur adalah sebesar 197,47 m3/ha dengan riap rata-rata 28,21 m3/ha/tahun dan termasuk kategori sedang.

2. Masih terjadi peningkatan riap volume pohon mulai dari umur 2 tahun sampai umur 6 tahun.

3. Peninggi tegakan Acacia mangium berkorelasi positif dengan pH tanah dan kandungan kalium tanah, sedangkan umur dan kemiringan lereng berkorelasi negatif.

Saran

1. Pihak perusahaan perlu melakukan pemberian pupuk kalium guna meningkatkan ketahanan tanaman supaya tidak mudah roboh.

2. Pihak perusahaan perlu melakukan pengapuran untuk memperbaiki pH tanah. 3. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut untuk mengetahui sifat biologi tanah


(1)

Suhendang, E. 1990. Hubungan antara dimensi tegakan hutan tanaman dengan faktor tempat tumbuh dan tindakan silvikultur pada hutan tanaman Pinusmerkusii Jungh Et De Vriese di pulau Jawa [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Supriadi R. 1990. Penetapan dasar ekonomi kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Tusam (Pinus Merkusii) sebagai jenis kayu hutan tanaman industri. Makalah penunjang dalam diskusi hasil silvikultur, sifat dan keteguhan jenis kayu HTI. Jakarta.

Susanto M, Nirsatmanto dan Susilowati S. 1997. Korelasi sifat-sifat kayu, pertumbuhan dan bentuk batang Acacia mangium provenansi Claudia river. Makalah disampaikan dalam ekpose hasil penelitian dan pengembangan pemulian pohon 1997 di Ambarukmo Palace Hotel, tanggal 23 Desember 1997. Yogyakarta.

Tampubolon AP, Gintings AN dan Kurniati L. 1996. Penampilan tanaman Acacia mangium di lahan bekas tambang Batubara Cempaka dan lahan bekas alang-alang, Riam Kiwa, Kalimantan Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.

Tobing D. 1995. Strategi mencapai pengelolaan hutan produksi lestari. Dalam Suhendang E. Haeruman H. dan Soerinegara I. 1995. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari di Indonesia. Konsep, permasalahan dan strategi menuju era ekolabel. Proseding Simposium Penerapan Ekolabel di Hutan Produksi. Jakarta pada Tanggal 10-12 Agustus 1995. Yayasan Gunung Menghijau dan Yayasan Pendidikan Ambarwati. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Wahyuningtyas RS, Hadi TS, dan Ariani R. 2002. Pertumbuhan Acacia mangium dengan benih hasil pemulian. Prosiding hasil-hasil penelitian BPPHT Banjarbaru (42-59). Banjarbaru.

Wasis B. 1996. Peningkatan mutu semai sengon (Pareserianthes falcataria (L) Nilsen) melalui pemberian kapur, pupuk TSP dan inokulasi Rhizobium pada tanah masam [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

_______2006. Perbandingan kualitas tempat tumbuh antara daur pertama dengan daur kedua pada hutan tanaman Acacia mangium Willd [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Widiastuti RE. 1998. Karakterisasi dan infektifitas bakteri bintil akar pada akar

Acacia mangium Willd dan Acacia crassicarpa untuk pengembangan Hutan Tanaman Industri di Lahan Gambut [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.


(2)

(3)

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian


(4)

Lampiran 2 Hasil analisis sifat kimia dan fisika tanah

C-Organik N-Total P Ca Mg K KTK Air tersedia No Umur Petak

Ukur pH

…. (%) …. (ppm) …. (me/100g) …. (% Volume) Pa 1 2 I 4.6 2.55 0.15 6.3 1.12 0.53 0.26 11.53 9.45 2 2 II 4.4 3.67 0.14 5.4 1.15 0.44 0.32 13.47 7.65 3 2 III 4.5 1.32 0.14 5.6 0.53 0.41 0.34 11.54 11.65 1 3 I 4.7 1.25 0.1 6.5 0.56 0.27 0.19 9.48 7.05 3 2 3 II 4.8 0.69 0.07 5.8 0.76 0.35 0.15 6.98 13.19 7 3 3 III 4.7 0.7 0.06 6.3 0.72 0.32 0.1 6.68 11.6 1 4 I 4.5 2.05 0.15 5.3 0.83 0.35 0.24 11.97 12.94 2 4 II 4.4 4.66 0.27 8.1 2.27 0.83 0.36 17.57 9.55 3 4 III 4.4 3.91 0.24 6.8 1.18 0.4 0.31 15.53 7.49 1 5 I 4.6 1.83 0.14 4.6 1.61 0.48 0.28 10.24 6.38 3 2 5 II 4.7 0.72 0.08 5.3 0.81 0.36 0.24 6.86 6.4 6 3 5 III 4.5 2.11 0.15 4.9 0.76 0.29 0.23 10.9 12.78 2 1 6 I 4.7 2.84 0.18 6.6 0.94 0.36 0.26 12.55 5.25 2 2 6 II 4.6 2.6 0.17 5.8 0.65 0.28 0.22 10.55 10.32 2 3 6 III 4.7 2.5 0.17 6 1.75 0.53 0.31 10.44 11.49 2


(5)

Lampiran 3. Data volume per petak ukur

No Petak ukur Umur Diameter Tinggi Total Peninggi Volume

1 I 2 0.06 8.03 11.1 2.2449

2 II 2 0.06 7.9 11.4 2.3147

3 III 2 0.06 7.5 10.5 2.3081

4 I 3 0.09 10.5 14.2 5.5129

5 II 3 0.09 10.3 14.3 5.3305

6 III 3 0.08 10.8 14.1 4.1796

7 I 4 0.11 13.6 18.3 11.3632

8 II 4 0.11 13.4 18.1 11.869

9 III 4 0.11 13.1 17.9 10.3496

10 I 5 0.13 16.6 21.2 19.6954

11 II 5 0.13 16.6 21.3 18.7099

12 III 5 0.14 16.7 20.5 19.722

13 I 6 0.15 19.6 28.8 28.2189

14 II 6 0.15 19.8 26.7 27.5674


(6)

Lampiran 4. Data diameter, tinggi total, peninggi dan volume

No Umur (th) Diameter(m) Tinggi total(m) Peninggi(m) Volume(m3/ha)

1 2 0,06 7,8 11,0 22,8921

2 3 0,08 10,5 14,2 50,0766

3 4 0,11 13,3 18,1 111,9388

4 5 0.13 16,6 21,0 193,7575