Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Produksi Film Dokumenter Sains Telanjang = Documentary Science of Nude Art Photography

LAMPIRAN - LAMPIRAN

TRANSKRIP WAWANCARA
PART I
PROFIL DARWIS TRIADI


Sebelum terjun ke dunia fotografi, Om Darwis saya dengar berprofesi sebagai
pilot, kenapa kemudian memilih fotografi sebagai bidang kerja Om sekarang?

Darwis Triadi : Ya, ya, oke. Jadi saya dulu berhenti dari pilot itu tahun 77 setelah
hampir 2 tahun saya berkecimpung disana. Ya keluarnya mungkin alasannya pada
saat itu memang saya tidak terlalu nyaman ya mungkin ya. Jadi pada saat itu, nah
setelah saya keluar ya gak tau tiba-tiba 1 tahun saya menganggur akhirnya bisa mau
jadi ya mau jadi fotografer. Kaya gitu loh, pengen apa ee, berkarir di fotografi jadi
ya pada saat itu saya hanya pikirkan gimana caranya bisa memotret dan waktu itu
kan belajar motret gatau kemana hmm, jadi belajar sendiri ya.


Sudah berapa lama berkecimpung di dunia fotografi?


Darwis Triadi :Ya kalo dihitung, saya tahun 79 startnya, tahun 79-80 lah ya kirakira. Heem. Kira-kira sudah 36 tahun sampe detik ini lah ya. 36 tahun saya ee..
berkecimpung fotografi sejak dari nol sejak saya belajar sendiri sampai akhirnya
setelah 1 tahun saya belajar saya merasa bisa mengoperasikan kamera yang pada
saat itu saya berpikir untuk bisa mencari uang dari, dari kamera itulah ee fotografi.


Setelah saya juga membaca biografi Om Darwis, Om mungkin lebih dikenal
fotografer yang cenderung ke aliran fashion. Itu maksudnya Om ada alasan
tersendiri ga kenapa pilih aliran tersebut?

51

Darwis Triadi : Emm, engga. Sebetulnya bukan bukan ee apa, apa bukan fashion itu
sendiri pada saat itu, tapi pada saat saya mau memotret ya waktu itu yang saya
pikirkan adalah bagaimana saya mengkhususkan diri memotret orang. Jadi bukan
motret benda mati, bukan motret arsitektur, bukan motret landscape, karna pada saat
itu peranan atau profesi fotografer itu jarang ya, paling kerja di majalah atau ya
yang namanya professional kaya skarang di bidang komersil itu ga ada. Nah saya
waktu hanya berpikir bahwa kalo saya mau masuk ke dalam ee… bisnis fotografi itu
sendiri atau saya menjadi fotografer ee… saya harus punya sesuatu skill yang

berbeda begitu. Dan pada saat itu saya berpikir bahwa saya harus mengkhususkan
diri padahal yang namanya spesialisasi pada waktu itu iya iya mengkhususkan diri
gitu. Kalo skarang mungkin banyak yang punya specialice apa gitu ya, specialice
yang dimana, nah pada saat itu saya hanya berpikir saya harus punya kekhususan,
makanya disitu waktuitu saya belajar terus mengenai bagaimana memotret orang
dengan benar gitu. Motret model lah ya sama dengan orang. Ya bukan hanya
perempuan, laki juga saya foto gitu tapi khusus orang aja. Ya model atau people
fotografi orang sering menyebut ya tuh dan disitulah saya belajar bukan hanya
mengenai teknis fotografinya gitu tapi banyak belajar. Bagaimana saya
berkomunikasi dengan orang, bagaimana justru itu yang saya coba pelajarin, nah
kenyataannya akhirnya mungkin orang ee.., berpikir saya seorang fashion fotografer.
Mungkin pada saat itu, pada saat mula-mula dulu ya saya dulu banyak motret untuk
majalah untuk ya saya berkecimpung banyak motret motretin fashion jadi orang
berpikir kesana tapi sebetulnya ga melulu kesana juga, seperti itu.

52



Selama ini pencapaian-pencapaian apa saja yang sudah pernah didapat Om

Darwis di bidang fotografi?

Darwis Triadi :Ee ya begini sebetulnya tujuan saya waktu saya pengen jadi
fotografer, waktu itu saya hanya menginginkan bagaimana profesi saya itu
diperlukan orang, itu saja. Karna waktuitu tahun-tahun 79an-80 orang-orang ga
pernah berpikir bahwa seseorang pengen jadi fotografer, jadi profesi ga ada itu
orang atau pengen jadi dokter, pengen jadi lawyer, atau apalah gitu, jadi fotografer
tuh ga ada. Nah waktu itu saya hanya berpikir bagaimana saya masuk ke dunia ini
itu orang memerlukan. Saya ga pernah berpikir pencapaian prestasi untuk saya gak
ga ada sampe detik ini pun saya ga pernah ini. Nah hanya pada saat saya mau
memulai itu saya mengalami kesulitan belajar, mau nanya ke sapa saya agak su..
sulit. Ketemu fotografer yang sudah lama dia merasa senior jadi gap antara
fotografer yang sudah jadi ya, artinya dia seorang fotografer dengan orang belajar
itu jauh sekali jadi rasanya kaya ga bisa dijangkau, gitu loh ya. Nah disini sebetulnya
pada saat itu saya hanya berpikir bahwa kalo saya jadi fotografer bener misalnya
gitu saya pengen punya 1 wadah atau katakanlah ee.. semacam pusat informasi
fotografi ya mungkin sekonkritnya sekarang kaya sekolah fotografi gitu ya. Jadi
dengan saya belajar sendiri terus saya coba ikut-ikut kursus, karna 1 sekolah juga ga
tau kemana ikut kursus tapi saya lebih banyak keluar sih saya, keluar negri karna
untuk saya waktu itu blajar teknik memotret, iya belajar teknik pencahayaan itu lebih

cocok disana gitu, ya jadi saya lebih banyak ngikutin itu. Nah pada saat terus
berjalan kaya juga ja.. apa namanya hmm bekerja sebagai fotografer nah disitulah
saya punya niat untuk buat sekolah itu. Nah itu sudah tercapai sekarang itu ya.
Karna saya sendiri juga tidak e.. mungkin pada saat itu saya punya ambisi ada tapi
ambisi dalam arti bahwa saya harus bisa mengaplikasikan keahlian saya ini untuk
orang banyak karena saya tidak pernah berpikir bahwa saya menjadi fotografer
pengen kaya, enggak juga engga kepikir ya. Untuk saya sama saja ga ada bedanya

53

tapi yang penting bahwa pemberdayaan sebagai seorang fotografer itu saya pengen
diakui gitu bagaimana fotografer itu menjadi satu, nantinya menjadi sebuah, sebuah
kebanggaan dan seorang yang berprofesi itu dulu saya punya pemikiran kesana
karena kalau dulu selalu bilang sapa tuh? Oh tukang foto cuman tukang foto aja, nah
saya bermimpi waktu itu bagaimana supaya orang punya apresiasi bahwa seorang
fotografer itu kaya, ya kaya dokter, kaya lawyer, dihargain kan? Nah dengan sebuah
proses yang saya jalanin akhirnya itu bisa, bisa terjadi gitu, nah inilah menjadi satusatu berkah gitu, nah seperti itu.


Om saya juga pernah tau tentang buku yang pernah Om buat. Buku Om yang

pertama kali dibuat judulnya tentang apa dan apa motivasi Om untuk membuat
buku tersebut?
Darwis Triadi :Buku saya yang pertama namanya “secret lighting” ya, kenapa saya
sebut “Secret Lighting” karna ya fotografi kan cahaya. Jadi saya belajar cahaya
secara bener secara tepat maksudnya ya dan disitu akhirnya saya banyak
berkesimpulan, mempunyai kesimpulan bahwa ternyata banyak sekali buku-buku
fotografi yang ga pas, mengenai pencahayaan, makanya saya buat namanya “Secret
Lighting”. Jadi ya saya ibaratkan bahwa cahaya itu ada sebuah rahasia yang kita
bisa ungkapkan gitu loh. Nah makanya saya disitu saya be, berfikir kesana. Akhirnya
saya membuat buku pertama namanya Secret Lighting. Terus berikutnya ada yang
namanya “Tera Incognita tropicale” itu mengenai eksplorasi saya foto nude yang
saya bilang, yang ngobrol selalu kalo bilang telanjang itu porno. Tapi itu saya e,
nanti saya bisa kasih liat bukunya karna itu hanya diterbitkan sedikit sekali, sangat
terbatas, cetaknya juga bukan di Indonesia waktu itu, lebih banyak beredar diluar sih
sebetulnya. Tapi sebetulnya buku itu adalah sebuah pembelajaran ya bagaimana
sebuah karya fotografi itu kalo kita mau melakukan itu betul-betul harus dengan hati
yang bersih, pikiran yang bersih, dan niat dengan sebuah tanggung jawab moral

54


yang tepat karna kalo kita melakukan itu dengan hal yang tidak tepat akhirnya ya
larinya bisa ke hal-hal yang kurang positif gitu dan banyak yang terjadi skarang gitu,
seperti itu.

PART II
SENI FOTOGRAFI TELANJANG (Nude Art Photography)


Bagi seorang Darwis Triadi yang juga berkarya foto-foto nude art, apa sih arti
kata “telanjang” itu sendiri (maknanya)?
Darwis Triadi : Gini ya, sebetulnya kita harus mengenal dulu esensi didalam hidup
kita, ya. Karna kan gini, kalau kita manusia hidup tapi antara pikiran, perkataan,
dan perbuatan kita tidak selaras tidak nyatu ya. Sini (nunjuk kepala) sini (nunjuk
mulut) sama sini (nunjuk hati) ga nyatu, padahal dia satu gariskan? Itu akhirnya kita
akan menderita gitu loh dalam batin kita. Karena tidak pernah sinkron, nah yang
terjadi sekarang ini adalah orang memelihara kondisi itu, kalau orang bilang sebuah
kemunafikan, kan ga bisa, jadi kalau kita melihat atau kita mau melakukan sebuah
eksplorasi ya ..e.., apa.., …e, nude photography atau foto telanjang lah katakanlah,
pertama kita harus mempelajari teknisnya dulu, karena tanpa teknis, contohnya kaya
gini ada seorang pelukis dia mau eksplorasi abstrak tapi dia tidak melalui sebuah

proses natural, dia bagaimana belajar mengkuas, bagaimana dia merasakan, terus
dia lari ya ga ada gunanya, orang mencapai satu proses dia melukis abstrak, itu ada
sebuah proses, sampai akhirnya ini yang menjadi e, proses itulah yang menjadi,
menjadi, menjadi apa kondisi dia, dia yang melakukan eksplorasi.

55



Jika dapat didefinisikan, bagaimana Om Darwis mendefinisikan nude art
photography itu sendiri?

Darwis Triadi :Oke, jadi pertama gini e, kalau kita bicara seni foto ya, nude art ya,
itu pertama kita harus syarat dengan, dengan teknis kita harus mahir. Kedua adalah
bahwa tujuan foto itu, itu memang untuk eksplorasi didalam seni fotografinya. Dan
yang ketiga adalah bahwa orientasi dari si fotografer itu ga bisa dipungkiri itu,
karenakan gini, kita jangan lupa bahwa Tuhan itu memberi energy rasa kesetiap
orang, tergantung kita mau kemana, contoh yang sederhana lah, kalau kita duduk
ditempat ibadah kan rasanya adem, ga pernah kita mikir lagi, lagi ditempat ibadah,
aduh.. gue mau bunuh si ini, gue mau nipu si ini, gak kan? Tapi begitu kita ketempat

dugem ya, haha, otak kita kan pasti ngeres dari situlah sebenarnya pikiran energy
tuh bisa kita lihat ya, orang mau berpikir jahat kelihatan dari mukanya. Jadi dari sini
sebetulnya kalau kita bicara nude art itu sendiri sama foto porno atau apa memang
ada karena tujuannya si pembuat jelas. Contoh yang paling sederhana ada sebuah,
ada tiga foto, satu foto mengenai telanjang itu foto majalah orang dewasa lah
majalah esek esek, satu lagi majalah kedokteran, yang satu lagi majalah fotografi.
Tiga-tiganya foto telanjang, tapi kalo orang normal, saya bilang orang normal loh,
karna kebanyakan sudah tidak berpikir normal jangan kita diskusikan ya, karna yang
kita diskusikan adalah orang yang normal. Anak kecil aja contohnya, misalnya, anak
saya saja misalnya di stopan lampu ikut sama saya, dulu masih kecil saya masih
inget ada yang nawarin majalah kan anak saya bisa lihat, mah.. fotonya porno ya.
Tapi dia ngeliat foto saya dia ga pernah bilang porno, artinya apa, si anak sudah
bisa mengerti caranya berfikir menggunakan rasa dia. Jadi kalau seorang fotografer
membuat foto porno ya gapapa, karena memang tujuannya kesana, karena dari
ketiga foto telanjang itu, foto kedokteran juga telanjang porno ga? Engga. Karena
fungsinya untuk kesana, jadi alangkah baiknya bahwa kita yang sejak dini kecil ini
belajar melihat dengan mata, itu harus kita gunakan itu, karena kalau mata kita ini

56


tidak digunakan sebaik mungkin, mata kita hanya untuk melihat tanpa bisa
merasakan. Akibatnya kita tidak menjadi manusia yang utuh. Padahal banyak sekali
saya melihat orang-orang yang punya pendidikan tinggi, tapi matanya dengan
rasanya tidak pernah digunakan, jadi tiba-tiba bilang itu porno ya, karena kalau
begini jangan kita diskusikan ini dengan kaidah agama udah berbeda. Ga bisa gitu.
Karna didunia hidup itu tidak bisa dilihat putih semua, juga tidak bisa dibuat hitam
semua gitu, itulah fleksibilitas ada siang ada malam, ada baik ada buruk, kita belajar
dewasa dari itu. Jadi kembali pada masalah itu lagi. Saya tekankan bahwa apapun
yang dibuat seorang fotografer kalau dia melakukan itu dengan sebuah tahapan yang
benar, ya dan kita nilai juga dengan bisa menilai secara benar itu akan kelihatan
bahwa ini orang membuat foto art, ini orang membuat foto porno apa ya biarin aja,
kata orang anak-anak sekarang so what gitu lho, gitu kan? Hahaha. Seakan-akan
gitu, jadi itulah sebetulnya bahwa bagaimana kita selalu harus belajar menggunakan
cara berpikir kita secara tepat, akhirnya kalau sudah begini, seni fotografi di
Indonesia akan cepat maju dan akan lebih maju lagi dibanding sama fotografifotografi diluar gitu. Disinikan sulit sekali gitu yang beribadah banyak tapi yang
merkosain anak-anak banyak, luar biasakan?. Ini yang sebetulnya yang harus kita
harus kita patahkan ya. Jadi artinya bagaimana kita selalu mengiring anak-anak
sejak dini itu berfikir secara tepat gitu akibatnya nanti ya kita tidak melihat lagi halhal yang yang sangat memalukan sebetulnya. Seperti contoh tadi yang saya sebutkan
gitu.



Sebenarnya karya-karya yang menampilkan ketelanjangan ini sudah ada
sebelumnya

di

Indonesiakah?

Bisakah

Om

bercerita

sedikit

perihal

perkembangan nude art photography, di Indonesia yang om tahu?


Darwis Triadi :Sudah dari dulu lah kalau kita melihat karya-karya patung dari
siapapun, kan ga usah jauh-jauh lah, kalau kita ke istana bogor, itu kan karya patung

57

yang luar biasa semua itu, itukan koleksi pak karnoe, makanya bung karnoe saya
rasa salah satu orang yang luar biasa kepekaan ya, kepekaan dan dia juga seorang
seniman ya dan mempunyai pemikiran budaya sangat tinggi sampai akhirnya dia
bisa, bisa mempunyai koleksi yang bagus-bagus disana, dan dia tidak pernah melihat
sebuah ketelanjangan itu sesuatu yang porno karena kan sederhana saja, kita lahir
telanjang, mandi telanjang, mati juga telanjang kok, iya kan hehe, seperti itu.


Mengenai perkembangan nude art photography di Indonesia, itu seperti apa sih
Om? Awalnya yang Om tahu.

Darwis Triadi :Sebetulnya perkembangannya ngaco, karena orang gini loh, jadi
saya liat begini perkembangan nude art photography tuh,kalo saya melihat tidak,
tidak berkembang karena kebanyakan orang melakukan itu akhirnya memang karena
tujuannya kearah ke pornografi ya, udah jalan kesana aja, tapi disini saya punya
catatan bahwa tidak semuanya. Tapi minoritas masih bisa melakukan itu karena
apa? Karena yang saya bilang tadi itu bahwa orang Indonesia ini budaya
munafiknya dibesarkan, cara berpikirnya dikerdilkan jadi akhirnya orang akan, akan
terus seolah-olah hal seperti itu tabu padahal ini sebuah perkembangan seni yang
memang harus kita, kita hadapin kalau engga, ya kita, kita akan ketinggalan, akan
ketinggalan jauh dan sudah ketinggalan jauh, tapi saya sebagai seorang fotografer
punya tanggung jawab moral, saya tetap bereksplorasi kesana tanpa, tanpa saya
harus, harus gembar gembor, tanpa apa gitu loh, karena itu, itu memang sebuah
obsesi. Saya rasa dari setiap fotografer yang memang mau menjalani hal seperti itu
dengan tepat, dengan baik dan hampir semua saya rasa tapi kembali lagi, itu bahwa
ini hanya terjadi di Indonesia. Sebetulnya apa ya, di, di kita ini kan antara pikiran,
perkataan, dan perbuatan selalu berbeda gitu, akhirnya kalau kita menyinggung
masalah kaya begitu, akhirnya hal itulah yang menjadi satu kaya semacam hal yang,
yang menjadi momok gitu, padahal itu, itu, tidak, tidak tidak sebaiknya dibicarakan

58

seperti itu karna, contohnya kaya gini aja sebuah karya lukisan telanjang gapapa ya.
Tapi sebuah karya fotografi telanjang orang kadang-kadang dibilang porno, kenapa?
Nah orang berpikir mengenai fotografi ini sendiri, ini masih belum pas karna gini
contohnya sederhana saja, orang menilai foto selalu bukan melihat fotografinya tapi
selalu melihat ih kok modelnya gendut, ih kok ininya jerawatan, oh ke ininya, jadi
tidak pernah dia melihat dia bahwa satu karya fotografi itu secara utuh dilihat dan
itu cuma ada di Indonesia, makanya di Indonesia ini banyak manusia punya pikiran
begini, seneng ngeliat orang susah, susah melihat orang seneng, hehehe. Iya kan,
bener ga? Ini budaya pendidikan yang harus di kikis kita selalu menyalahkan anak
didik kita salah, karena inputnya juga dari yang atas begitu..gitu lho.. nah ini ga
boleh. Kenapa? Saya garis besarin yang susah seneng atau ini ini sebetulnya jalan
menuju ke masalah yang tadi bahwa orang melihat foto, orang mau membuat foto
orientasinya udah mau ga bener yakan, cuman ada di Indonesia, orang motret model
pake baju ditelanjanginya di komputer, cuman ada disini, nih iya kan? Motret model
dipaksain, ditelanjangin, masukin ke internet supaya apa ga tau kepuasannya apa,
langsung aja laporin polisi, nah cara berpikir inilah yang ada di Indonesia yang kita
harus (gesture tangan melintir) karena saya bukan, saya memang seorang pendidik,
tapi saya pendidik didalam apa, keterbatasan wilayah saya sendiri gitu loh, kalau
saya katakanlah saya di departemen pendidikan dan kebudayaan, saya akan
memerintahkan seperti itu keseluruh jajarannya. Tapi kan saya ga bisa, makanya
saya coba terus ya, dengan cara saya memberikan sebuah pengertian, saya
memberikan sebuah pembelajaran kepada adek-adek generasi kita. Karena kalau
engga, kita ini akan katak dalam tempurung gitu loh, antara otak kiri sama otak
kanan ga beda, antara (nunjuk kepala, mulut, hati) berbeda lagi cilaka gitu, kita jadi
generasi apa ya, generasi munafik akhirnya tidak akan maju, ga akan maju, sampai
sekarang kan mana kita maju, susahkan? Iya kan? Negara udah kemana mikirin
supaya ini, ini masih ribut soal ini ribut... Jadi dari segala aspek dengan cara
berpikir yang ga bener itu larinya kemana-mana, makanya saya garis bawahi, kita
bukan hanya bicara mengenai seni foto yang telanjang itu sendiri tapi itu adalah
59

bagian dari sebuah proses yang ga bener sekarang cara berpikir kita yang ga bener
gitu.


Kalau menurut Om Darwis sendiri nude art photography dengan pornografi
apakah berbeda?

Darwis Triadi : Ya bedalah, beda.


Jika menurut Om Darwis, nude art photography dan pornografi memang
berbeda menurut Om perbedaannya ada dimana?

Darwis Triadi : Cara membuat, caranya berpikir, kalau kita berpikir pada saat itu
membuatnya porno ya pasti porno, makanya kita kita ini sebetulnya tidak mengerti
apa yang kita jalanin di dalam hidup gitu, apa itu (nunjuk kepala) ini kita yang ga
bisa, cara berpikir kita gitu iya kan.


Adakah alasan khusus Om Darwis berkarya dengan konsep nude art
photography?

Darwis Triadi :Ga ada alasan khusus, karena itu memang, memang bagian dari
sebuah tanggung jawab moral sebagai fotografer, contohnya seorang pelukislah,
seorang pelukis manusia. Coba tanyalah sama pelukis, pasti dia akan apa, membuat
apa..ee mengkondisikan seperti itu, pasti dia akan mengkondisikan seperti itu, karena
kalau enggak ee.. dia tidak seutuhnya menjadi seorang seniman itu karena kan
sederhana saja penciptaan Tuhan kita bilang ya sebetulnya ada dua hal yang, yang
menurut saya pertama adalah manusiakedua itu adalah alam. Manusia itu siapa
kebetulan sayalaki, dia perempuan, jadi dua ciptaan Tuhan itu sebetulnya paling
indah, makanya kita harus eksplore keindahan itu, makanya alam itu sendiri kan

60

tidak boleh dirusak ya, sedangkan perempuan itu sendiri juga tidak boleh dirusak,
sekarang banyak sekali kita menzalimi perempuan, dalam kenyataannya lho
beneran.. kita liat saja coba apa-apa disalahin perempuan, ada perempuan
diperkosa yang disalahin perempuan bukan lakinya. Padahal otak ngeresnya laki
kan? Karena apa hak tadi itu yang saya bilang munafik itu tadi yang antara ini
(nunjuk kepala) sama ini (mulut) sama (nunjuk hati) gak ada contohnya yang paling
sederhanalah. Saya kalau turun ke bali baru landing… deng.. Saya menghirup satu
energy yang positif ya. Kita terus kearah desa, didesa itu mereka apa selalu terbuka
kan? Atasnya kelihatan. Untuk saya itu bukan porno karena apa? Kita harus melihat
bahwa ee.. perempuan ya kalau kita bicara apa nih. Saya mesti bilang atau apa ya,
dada ya? Lah perempuan itu kan kasih anak disusuin karena itu kan karena kasih.
Jadi disini sebetulnya yang harus kita, kita terapkan adalah bagaimana kita mulai
belajar cara berpikir secara benar itu.


Sejauh ini NAP kan hanya dipamerkan secara eksklusif hanya untuk para
penikmat saja. Nah menurut Om Darwis, apakah dikemudian hari NAP ini
punya kesempatan untuk mendapat ruang di masyarakat kita, Dinikmati secara
umum?
Darwis Triadi :Tergantung dari manusianya itu sendiri, tergantung dari para orang
yang membuat kebijakan karena kalau, makanya kan gini ya didalam satu negara itu
sebuah pendidikan itu penting sekali ya, kita pendidikan masih mahal, pendidikan
susah. Didaerah-daerah orang ga didik jadi kan dibuat bodoh semua, supaya
kebijakan itu akhirnya itu menjadi satu kondisi yang..yang masyarakat yang gak
pinter, karena dia tidak punya pendidikan berpikir seperti itu akibatnya apa, orang
belajar ke luar negeri yah.. dia ngasih duit keluar negeri bukan ke kita padahal kita
mampu, iya kan? Kaya saya gitu saya gak mau suruh ngajar diluar negeri. Ngapain?
Mereka yang datang kesini gitu karena untuk saya, saya lebih seneng masyarakat
Indonesia sendiri lebih pinter gitu. Nah disini sebetulnya intinya adalah bahwa

61

pertama bagaimana kita semuanya itu berpikir secara benar dengan cara pendidikan
yang benar itu juga. Jadi tidak ada lagi pemikiran bahwa, ngeliat foto telanjang
porno, ya ada yang porno tapi so what gitu lho? Yang saya bilang tadi karena
memang tujuannnya dia untuk majalah porno enggak Gak ada masalah. Disana juga
kaya gitu gitu contohnya. Sederhanalah ini saya kasitau ya, tau negara swedia kan,
negara swedia itu paling dia industry ya, industry majalah dewasa film dewasa itu
ada disana, ada disana lho di Swedia.Tapi anda tau gak? Kalau nobel adanya
dimana? Nobel tau kan? Nobel-nobel tau kan? Setiap taun mereka selalu ada orang
yang apa.. ee.. dia ber..ber..apa berprestasi terhadap kehidupan diberikan satu
award dengan nilai duitnya banyak, dari mana dari sana juga. Artinya apa disini
bahwa mereka tidak pernah berpikir bahwa orang melakukan ini dosa segala macem,
itu urusan manusia dengan diatas, jalan semua ini sama halnya kaya kita ke Bali. Di
bali itu ada saya harus masuk kesini ya supaya nanti orang gak mikir lagi bahwa
ngeliat foto telanjang terus dikaitkan dengan agama terus dibilang porno. Padahal
orang yang melakukan itu senang berpornografi juga gitu, iya kan? Nah disini
sebetulnya kalau saya turun di Bali yang saya bilang ke tempat tenang, di bali tuh
ada masjid, ada gereja, ada vihara, ada pura. Luar biasa ga? Bersebelahan kadangkadang. Saya liat kalo hari jumat karena kepenuhan mereka pada pake sejadah
bersila dihalaman pura itu kan luarbiasa nah manusia sejatinya harus berpikir
kesana tapi kalau para, orang yang posisinya diatas kebijakan membuat semua
masyarakat jadi bodoh, akhirnya apa kembali lagi kemasalah itu. Foto telanjang
porno ya ee… mau diapain karena kan yang tadi sudah saya bilang, ada foto ada
buku kedokteran, ada majalah-majalah dewasa porno, ada buku fotografi. Tigatiganya telanjang, tapi berbeda tujuan. Tapi kalau kita tidak pernah belajar dengan
menggunakan rasa kita tiga-tiganya. Sama menurut dia akhirnya para berarti gitu
iya kan. Seperti itu.

62



Berbicara tentang beberapa orang yang masih menganggap karya-karya NAP
adalah sama dengan pornografi. Bagaimana pendapat om tentang hal tersebut?
Darwis Triadi :Yaitulah yang saya bilang sekali lagi, tidak semua orang punya
pikiran pinter, pikiran dewasa dia hanya melihat seperti itu. Padahal tujuan saya
memberi satu pembelajaran terhadap orang-orang yang sedang di fotografi. Sudah
ditulis disitu sebetulnya. Anda kalau mau follow usia anda harus sekian, sudah
jelaskan? Tapi inilah orang Indonesia saudara-saudara kita yang akhirnya kita kan
jadi bodoh semua tapi mumpung saya masih hidup saya harus tugas saya harus terus
memberikan pembelajaran-pembelajaran. Karena kalau saya sudah mati nanti siapa
yang mau kasih tau, nggak ada karena semuanya akan menjadi munafik gitu, itu
persoalannya.



Untuk proses penggarapan karya-karya nude art photography sendiri,
prosesnya seperti apa? (teknik-teknik penggarapan)

Darwis Triadi :Oke, karena kan gini kalau kita sudah masuk ke eksplorasi tadi ya
art photography, nude art kita udah ga bicara teknis lagi, contoh yang paling
sederhana ajalah, gini ya, ini supaya juga para entah temen, mahasiswa atau apa
pengen denger begini, seorang musisi ya pada saat dia main kan ada yang namanya
jam session, tau kan ya setiap personal dia memainkan alatnya sesuai dengan
keinginan dia, itu udah non teknis itu dia sudah ahli tapi begitu dia main yang
dimainkan adalah rasa dia, orang yang ngedenger sampai bergetar gitu. Ih gila ini
main pianonya luar biasa ya, meledak lah, ataupun pecah lah istilah yang sekarang
gitu, ih gila ini pecah karena apa dia menggunakan dengan rasa. Jadi kembali lagi
seorang fotografer pada saat dia melakukan sebuah eksplorasi seni foto itu udah non
teknis karena apa yang keluar di dia itu sebuah imajinasi dia yang dia terapkan
dalam bentuk visual nah disinilah sebetulnya esensi manusia dengan pengertian
bahwa kita harus melihat segala sesuatu itu dengan rasa dengan feeling kita. Kita

63

harus bisa merasakan karena mata kita ini bukan hanya untuk melihat, untuk bisa
merasakan itulah apa persoalannya gitu.


Untuk prosesnya apakah ada proses berarti saat membuat atau ketika ingin
memproduksi foto nude seperti menjalin komunikasi dan sebagainya ?

Darwis Triadi :Rasanya sih ga perlu, ga perlu karna kalau ada prosesada ini segala
macam itu kaya direkayasa kan? Iya kan? Makanya sebuah karya seni itu tidak boleh
ada rekayasa karena kan seni itu kan luapan jadi misalnyalah contohnya mau buat
begitu kita tinggal oh kebetulan kita cocok, ok kita melakukan gitu. Udah, derr. Jadi
konsep itu mengalir apa adanya ya bisa saja misalnya, pada saat itu oh saya mau
mau konsep teknisnya, seperti ini misalnya masuk dalam air ya gapapa dalam air itu
hanya cuma masalah-masalah, apa e satu satu konsep e… fisik saja ya gitu , tapi ga
harus ya kalo kita masih oo.., kita ngobrol dulu segala. Itukan baru belajar saja
gapapa gitu, tapi pada saat kita sudah sudah melakukan eksplorasi itu udah saya
rasa udah engga udah ga harus seperti itu gitu, karena kembali lagi bahwa sebuah
seni fotografi itu harus dilakukan sesimple mungkin ya sesederhana mungkin itu
sebetulnya seperti itu.


Tantangan paling besar dalam proses membuat karya-karya nude art
photography sendiri apa Om?

Darwis Triadi:Tantangannya sebetulnya terhadap orang-orang Indonesia sendiri
lingkungannya sendiri, tantangannya kesana jadi contohnya adalah sekarang saya
motret kalau didalam studio masih biasa, tapi bagaimana saya memotret di outdoor
dengan, dengan kendala-kendala lingkungan dengan kendala manusia itu sendiri
yang harus saya kalahkan harus saya lewati jadi memang di Indonesia, ini luar biasa
berbeda kalau di luar negri kita mau melakukan itu, makanya saya biasanya kaya
begitu saya ke Bali karena kalau di Bali itu orang kan dia apresiasinya sudah tinggi,

64

jadi dia melakukan apa saja kalau selama dia ga ngerusak lingkungan, dia ga, ga
bikin huru hara, ga ngebom sana sini atau apa ga ada masalah, karena mereka
betul-betul orang Bali itu dibudidayakan bahwa, pengertian terhadap hal katanya
dengan seni dengan budaya itu dia sangat menghargai gitu. Seharusnya bisa
dicontoh gitu loh Bali.


Kalau untuk pemotretan karya-karya nude art photography sendiri, Om Darwis
apakah punya persyaratan atau kriteria khusus untuk para model yang hendak
dipotret?

Darwis Triadi :Engga ada sih, ga ada. Karena kalau kita ambil kriteria berarti kita
sudah memplot ya, memfokuskan itu juga ga bagus. Karena kan kaya seperti itu kan
seharusnya apa yang kita lihat, apa yang kita ada kita lakukan ya. Karena kalau kita
mencari belum tentu dapet, misalnyalah contohnya saya mau mencari orang yang
kakinya panjang sebelah, susahkan? Betul ga? Hehe, saya mau mencari yang
kakinya kaya bangau hehe susah juga belum tentu ada masa dibuka satu-satu diliatin
kan engga juga. Jadi memang membuat sebuah seni foto itu kita mengeksplorasi kita
memaksimalkan apa yang ada didepan kita. Sesederhana itu sebetulnya.


Lalu untuk model-model yang biasa dipotret oleh Om Darwis dalam konsep
nude art photography ini apakah datang sendiri, lewat agensi, atau dicari
sendiri oleh Om?

Darwis Triadi :Saya engga pernah nyari, engga pernah nyari itu ada dengan
sendirinya aja. Iya karena sekali lagi bahwa ini ada di Indonesia ya kita berada di
Indonesia dengan situasi dan kondisi, kultur, budaya yang serba tidak menentu. Jadi
akhirnya ya itu saya lakukan dengan memang mengalir begitu aja. Dan itu juga
sebetulnya kan bukan, bukan, bukan suatu suatu tuntutan. Saya wah saya engga..

65

Jadi saya lakukan itu memang berdasarkan e, apa adanya, mengalir gitu aja, ada
saya lakukan ga ada ya sudah gitu seperti itu.


Selama menggeluti atau berkecimpung di dunia fotografi khususnya dalam
membuat karya nude art photography, apakah sudah pernah membuat
pameran foto?

Darwis Triadi :Oh, pameran sih saya selalu di Bali kalo begitu, tapi Jakarta ada sih
sekali dua kali saya adain di, dimana, namanya e, di, ga bisa di tempat umum sih,
begitu ya, di waktu itu di apartemen mana yang deket kemang situ, sana di ya di
galeri karena ga bisa di publish begitu, ya memang sebaiknya kaya begitu sih, di,
ditempat-tempat yang khusus karena orang yang datang seharusnya juga memang
harus sudah mengerti gitu karena kembali lagi yang saya bilang ini di Indonesia
dimana segala sesuatu halnya antara omongan sama pikiran berbeda gitu kan ga
bagus juga, dan juga untuk sementara ini memang kurang tepat gitu lho kalau kita
bikin gitu di mall kaya gitu kan ga mungkin banyak anak-anak gitu.iya kan? Tapi
sebetulnya kalau saya bilang bahwa pendidikan-pendidikan seni terus dilakukan
sejak dini, sejak anak-anak jadi supaya dia juga dia bisa mengerti akhirnya gitu,
karena kita ni kurang apa, kurang belajar mengenai kepekaan rasa dari sejak dini
karena orang tuanya juga ga peka kesana gitu. Jadi gimana dia mau ngedidik
anaknya itu yang harus dilakukan sebetulnya karena supaya apa, supaya anak ini
pada saat dia berkembang menjadi dewasa dia tau, oh ini ga bagus, ini bagus, ini ga
bagus gitu. Sekarang kan engga gitu, iya kan?


Mengenai pameran Om Darwis yang sempat diberitakan di media, akhirnya
FPI ikut memprotes, tanggapan Om seperti apa?

66

Darwis Triadi :Ah saya rasa, saya ga ga terlalu ga terlalu ini ya, karena karena
kadang-kadang orang protes belum tentu tau, belum tentu mengerti. Kalau untuk
saya tidak jadi masalah, itu kejadian yang dulukan yang apa, yang waktu itu FHM
kalau ga salah ya, itu kira-kira 10 tahun yang lalu tapi kalau untuk saya ga ga jadi
masalah juga, Selama kita –kita melakukan itu tidak tidak terbuka secara umum.
Karena kalo kita bicara seni itu sendiri orang harus mengerti kita bicara seni itu
sendiri itu dulu iya kan, sama hal yang saya bilang tadi kalau kita masuk ke, kita
masuk ke istana Bogor itu banyak sekali karya seni yang bagus-bagus. Patung
telanjang segala macem, tapi kalau kita engga suka kesana ga mengerti ya ngapain
kita kesana gitu. Sama halnya anda ga suka dangdut benci sama dangdut, lo nonton
dangdut dari rumah udah siap-siap bawa telor busuk kan bener ga begitu nonton
lempar yang ada, ga ada gunanya kan itu. Nah jangan menjadi manusia yang seperti
itu, karena kalau kita-kita lebih bisa menghargai orang apapun dia lakukan itu akan
baik, sekali lagi saya contohin gini di Bali saya melihat didepan mata saya orang
berdoa di Pura, kan di pantai gitu kan, kiri kanan orang jalan ada turis pake bikini,
masa bodo dia, dia ga pernah marah, saya sama Tuhan, dia ini, belum tentu juga di
berdoa saja. Begitu, dia ga pernah tau karena kan manusia ga pernah tau, cuman
katanya-katanya saya dia tahu setelah dia mati, tapi mati kan ga bisa cerita ke saya
hehe ya kan? Tapi kita punya insting, kita punya feeling, nah justru yang paling
benar karena kalau ga, kita pake insting contohnya kaya gini, sekarang kita kan bisa
ngeri ngeliatnya misalnya kita berbeda pendapat di sembelih ya kan berbedaberbeda apa namanya e, keyakinan misalnya itu kan luar biasa ya. Kita nyembelih
ayam aja kadang-kadang ga tega kok, kan dia juga apa lagi manusia kaya gitu. Jadi
hal-hal itulah yang sebetulnya esensi didalam rasa kita-kita kembangkan.


Terakhir, perihal nude art photography sendiri. Ada hal penting apa yang
hendak Om sampaikan baik untuk para penikmat karya-karya ini maupun
untuk masyarakat luar?

67

Darwis Triadi :Sederhana menurut saya, kalau bagi penikmat sebetulnya
biasakan melihat segala sesuatu dengan pikiran yang bersih titik ya. Karena
dengan pikiran kita yang bersih dengan pikiran kita yang masih kosong, yang masih
putih, semua ini jadi kita melihat itu tidak dengan…dengan.. pemikiran yang enggakenggak gitu, karena menilai segala sesuatu itu harus pikiran bersih, katakanlah gitu
loh, missal kita melihat orang disitu ada orang teriak-teriak kalau kita ga bersih, gila
itu orang gila. Ngapain itu loh, mungkin dia teriak-teriak karena seneng abis dapet
lotre. Biarinlah saja gitu, selama dia ga mengganggu maksud saya, kalau sudah
teriak-teriak didepan rumah kita, yah kita usir. Itu pertama untuk penikmat, tapi
untuk membuat bertanggung jawablah apa yang anda lakukan jadi pertama adalah
antara pikiran pemikiran perkataan dan perbuatan anda itu harus selaras ya dan
lakukan itu dengan jujur. Sekarang ini gak ada orang jujur. Susah. Iya kan?
Contohnya yang sederhanalah, saya agak bukan, bukan saya mau masalah politik.
Saya ngelihat Ahok saja, Ahok yang diledek apanya coba dia ngomongnya kasar
sama dia bukan muslim, integritas dia bagus, ga bisa. Padahal untuk menjadi
seorang gubernur itu kan diperlukan kejujuran, integritas tinggi, mau berbakti pada
bangsa dia lakukan itu, cuma dia bukan dia tu orang Chinese, dia itu non muslim dan
dia tu cara ngomongnya kasar untuk saya kalau dia ngomong halus, ngomong kasar
saja banyak yang ga nurut kok, iya kan? Nah kembali lagi lagi apa saya kembali
yang pertama saya baru ngomong, manusia tuh susah kalo melihat orang seneng,
seneng kalo ngeliat orang susah. Intinya apa 5 kata, S, I, R, I, K, sirik, itu yang ga
boleh. Itulah esensi hidup, ga boleh sirik, sederhana. Jadi itu sebetulnya apa yang
saya kaitkan semua dari ngomongin seni foto, inilah sebetulnya satu-satu apa ya e,
satu kondisi. Itulah makna kehidupan apapun yang dikaitkan, makanya saya bilang
belajar fotografi itu belajar berkehidupan ya, saya udah karena kalau engga umur
saya udah, gue rasa bokap lo aja lebih tua gue dari umur bokap lu. Tapi semangat
saya ga kalah sama anda. Karena apa saya fotografi saya jadikan dalam kehidupan
saya. Jadi saya punya spirit terus, semangat saya tinggi kalo ngomongin fotografi
68

kaya sekarang aja kita ngomongin soal apa pornografi tapi panjang lebarkan saya,
nah tu luar biasanya fotografi. Kalau kita lakukan secara jujur, kita belajar secara
benar fotografi tu mencakup kesemuanya, belajar berkehidupan.


Secara jujur maksudnya yang gimana?

Darwis Triadi :Ya jujurlah yang saya bilang tadi jujur, memotret pake baju di
telanjangi di ini. Kita motret telanjang tapi nelen ludah terus ga bener juga kan? Ya,
dan anda memotret, memotret foto, fotografer laki misalnya ya kita ngomongin laki
lah, motret cewek telanjang prinsip yang sederhana dia harus menghargai dulu,
kalau engga entar kaya yang di Jatinangor, fotografer tu model ga mau digebukin, di
apa, (menggelengkan kepala) hah, fotografer yang gini ga boleh hidup malahan lebih
baik kehutan ini yang sebetulnya saya bilang, jadi kalau anda jadi fotografer jadilah
bener, hargai dulu model itu dulu, anda sudah menghargai model anda, sudah
menghargai model anda akan dapet feedbacknya bagus karena kalau anda tidak
menghargai model, apalagi model itu perempuan anda tidak menghargai ibu anda,
anda ibu anda juga perempuan. Jangan dikaitkan telanjang itu porno, otak anda
masih kaya anak kecil berarti. Porno ya ada sendiri biarin saja hehe orang mau
membuat porno biarin saja. Silahkan, nah sekarang terlalu over laping sampe
akhirnya orang ga tau gitu kejadian yang sekarang ya kita lihat saja di TV banyak
sekali kaya begini. Seperti itulah saya sedih ngeliat itu tapi saya ga bisa berbuat apa
orang saya ga bisa buat kebijakan, dengan cara inilah saya bisa ngomong gitu,
supaya generasi yang akan datang ini bisa memahami secara benar gitu.


Memang kalau untuk main set orang Indonesia agak susah ya Om untuk
berubah dengan tapi cepat, tapi mungkinkah bakal suatu saat nanti bakal bisa
kaya gitu, tapi agak lambat, nah mungkin melalui Om Darwis ini mungkin dari
pendidikan membuka pendidikan akan paling engga sedikit orang Indonesia

69

akan terbuka main setnya untuk melihat sesuatu itu, nah kalau untuk upaya
apa yang Om Darwis lakukan selain membuka pendidikan itu, tapi untuk
fotografer yang lain dan buat orang-orang Indonesia yang tidak cuma penikmat
ini dan memang ga bisa kalau di suguhkan karya ini?

Darwis Triadi :Ya, nah disini pentingnya sebetulnya gini pertama adalah pembuat
kebijakan dulu lah, saya mau ngomong sampe mulut saya kering, kalau pembuat
kebijakan yang diatas juga munafik, ga bisa-bisa ya, jadi disini sebetulnya apa
pembuat kebijakan yang ada diatas semuanya itu juga harus smart, harus pinter, dia
harus gaul, harus tau mengenai kehidupan, wah segala macemlah, iya kan.
Contohnya ga usah jauh-jauh lah skarang ini yang kemarin masuk kardus tu, kan
tadi malem saya baru ngomong, gapapa ini biar anda belajar juga ya, mereka ga tau
gitu, orang baik ngasih duit ternyata apa, itupun ga pernah tau mereka lingkungan
mereka, karena apa..? bodo, dibodohkan gitu loh. Udah kasus begitu saling tunjuk
padahal pemerintah begitu banyak dana ke bidang-bidang seperti itu urusan ke apa,
namanya e, hal yang untuk bisa mengantisipasi itu kan. Nah disini sebetulnya paling
penting adalah bahwa pertama adalah dari atas dulu top dulu baru ke down ke
bawah, top down.


Kalau susah kaya gitu upaya Om Darwis saat ini?

Darwis Triadi :Ya, ya tugas sayalah sekarang ini kalau saya ke daerah saya ke
kelompok-kelompok fotografer, saya ke sekolah-sekolah ke universitas saya ngomong
kaya sekarang ini, saya ngomong supaya apa, para pendidik ga berpikir kesana tapi
masalahnya para pendidik itu juga harus jujur sekarang kebanyakan pendidik juga
banyak yang ga jujur banyak, yang ga jujur. Contohnya pendidik, ada dosen-dosen
killer ada kan, ya kalau mau jadi killer jangan jadi dosen gitu. Contohnya yang
sederhana ajalah dosen fotografi dia ga bisa motret dia cuma belajar buku ya jangan

70

jadi dosen, ya kan? Karena fotografi tu harus bukan hanya sebagai teori saja, dia
harus bisa motret, dia harus betul-betul bisa mengaplikasikan apa yang diomongkan
menjadi sebuah realitas. Dan dia harus mencontohkan, sekarang tidak ada, kasih
contoh yang bagus, susah gitu. Iya kan? Kebanyakanlah contohnya di universitas
antara siswa sama dosen, dosennya ga respect apa mahasiswanya udah ga respect
sama dosen karna lebay, ngajarnya lebay, ininya lebay, udah belajarnya aja mahal
kan ga boleh gitu, karena kalau kita sebagai pendidik itu harus kita ngayomi, saya
punya sekolah murid saya 14 ribu semua tanya, kenal saya ga? Pasti kenal, karena
saya pernah berdialog langsung sama mereka. Walaupun saya lupa namanya tetapi
secara emosional feeling saya, ga usah murid saya saya banyak murid misalnya saya
sering bikin bikin workshop atau seminar di tiap-tiap kota atau di ini, pasti mereka
kenal secara emosional, kenapa? Saya membuat bahwa mereka menjadi nyaman
belajar fotografi menjadi nyaman, dengan cara ya saya harus mendedikasikan
jangan ada jarak, kalau jarak eh elu murid gua, gua guru, ga bisa kan? Kita harus
ga punya jarak, harus nyatu, itu yang harus dipunyai bos dengan bawahan ada jarak,
jangan, itu kan hanya posisi saja, nanti suatu saat dibalik juga bisa gitu, nah intinya
semuanya ini adalah apa kembali lagi kepada bagaimana kita menjalani kehidupan
kita di fotografi luar biasa kan? Jadi anda sekarang ini mendapatkan fotografi
berbeda ya, esensinya lebih luar biasa makanya kalau anda belajar fotografi. Secara
benar, anda mempelajari kehidupan luar biasa disitu, karna apa, spirit ada, motivasi
harus ada, mental harus ada, mental penting kan, sekarang ini baru dikenal dikit
udah belagu, udah sombong, iya kan? Yaudah tau sendiri, baru dikenal di RT
menang lomba RT, wow, lagunya kaya apa jadi ga bener. Di fotografi itu ga boleh
karena fotografer itu kita ga bicara masa lalu, bicara masa depan, kaya hidupkan?
Saya ga pernah bicara, tadi kamu ngomong apa? Soal apa prestasi, saya ga
ngomongin kan? Untuk saya dapet itu ah masa bodo, yang saya pikirin adalah masa
depan karena kalau saya masih mikir ini saya cuma sejarah, sejarah itu apa patung
bos, iya kan? Saya ga mau jadi patung saya pengen masih berjalan dan saya mikirin

71

kesana nah itulah fotografi saya bilang harus belajar terus, belajar bagaimana kita
menghadapin dalam kehidupan ini gitu gitu.


Balik lagi ke medianya lagi tentang instagram. Nah alasan pemilihan instagram
itu kenapa dan e, apakah itu salah satu cara Om Darwis untuk membuka main
set orang-orang Indonesia itu menggunakan instagram, kenapa yang foto-foto
nude itu selalu kalo kita buka instagram selalu hitam putih, apakah itu ciri dari
Om Darwis atau ada alasan tertentu seperti itu?

Darwis Triadi : Itu juga yang nanya orang Indonesia pasti, hitam putih kan
terutama kamu, ok saya akan bilang, kenapa instagram, saya punya facebook
dibajak, yang bajak cuma ada dimana, di Indonesia kan? Betul ga? Saya punya path,
saya ga pake path karena path cuma sampah doang akhirnya, padahal tujuan saya
punya sarana itu untuk saya bisa berkomunikasi sama para fotografer supaya kalau
dia nanya secara teknis saya bisa, tapi sekali lagi masih dinilai kaya begitu lagi kan
yang saya bilang. Akhirnya di blog yak karena dia tidak melihat fungsi dari
instagram itu apa saya udah ga, ngapain saya cari beken udah ga penting lagi. Gila
bos gua udah tua ngapain, ga ada gunanya untuk saya tapi saya punya tanggung
jawab moral bagaimana para fotografer, para penyuka fotografi di Indonesia itu bisa
melakukan komunikasi sama saya, tapi malah akibatnya apa banyak follower saya
dari luar negri, orang bule, malah yang seneng komunikasi secara bagus,
menyedihkan kan? Karena kalau dari orang kita nanyanya apa, yang tadi bilang, beh
kok gendut ininya, beh kok demennya item putih, kok ga colour. Jadi masih fisiknya
saja, padahal untuk saya kembali lagi ya suka-suka gue lah, gitu kan? Karena untuk
saya mau warna mau item putih ga jadi masalah orang akan nanya kenapa lu pake
baju item terus, susah saya jawabnya, iya kan? Karena untuk saya, ya mungkin item
putih menjadi sesuatu yang simple hehehe iya kan? Tapi itu kan pointnya bukan
kesana pointnya adalah bagaimana itu sebuah visual bisa saya tampilkan dan bisa

72

dinikmatin nah makanya justru yang saya mau bilang, kenapa bangsa kita itu selalu
nanyanya yang seperti itu, kok kupingnya ga keliatan, kok tangannya ga keliatan gitu
loh. Kembali lagi kok item putih entar kalo saya foto warna dibilang tumben ni foto
warna gitu kan? Nah inilah yang harus dihilangkan makanya anda-anda semua ini
kan, ini generasi yang akan datang saya bilang jadi, mulailah belajar dengan hal
yang tidak sepeti itu makanya kenapa orang kita kalau dijenguk sakit males, karena
abis ngejenguk sakit dia pasti diomongin bener ga? Iya kan? Ini saya masukin ini
supaya ada garis merahnya kesana gitu karena inilah karakter sifat kita yang
dipelihara, begitu pulang, ih iya pantes dia sakit soalnya kenapa hobinya makan,
ininya ini orangnya pelit, oh semuanya diomongin jadinya bukannya didoain untuk
sembuh tapi engga. Fotografi juga gitu saya kalo pameran fotografi, tau gitu, saya
lihat aja begitu ada fotografer datang tekk, dia nanya, maskok sekarang fotonya
gayanya seperti ini, saya susah jawab gitu, paling saya jawab ya saya suka gini,
udah ga ada jawaban yang teknis kan? Tanya lagi kok senengnya modelnya gini ya,
karena gua suka mau diapain hehehe itu kan lebih. Sebetulnya bukan pertanyaan itu,
tapi kalo misalnya oh e, dia tanya ini tendensinya fotografi kearah teknisnya seperti
ini, apakah ini menjadi sebuah tren nantinya, mau menjadi trendsetter atau apa,
akhirnya baru saya jawab teknis biasanya, oke kenapa, karena saya menemukan
teknis seperti ini akibatnya kalau ini saya coba tampilkan dengan gaya seperti gini
akhirnya nanti efeknya akan berbeda. Saya akan jawab begitu tapi kalau hanya
masalah yang lebih ke fisik agak susah dijawab gitu, misalnya ya tervisualisasikan
untuk saya gitu tapi juga kadang-kadang warna juga bagus kadang-kadang gitu, itu
aja gitu hehehe seperti itu.

73



Terkait dengan hukum di Indonesia, berkaitan dengan pornografi, tanggapan
atau Om seperti apa di Indonesia?

Darwis Triadi :Ya sekarang gini, ada undang-undang anti pornografi, tapi kan kita
harus bisa melihat bahwa itu porno atau engga sekali lagi tadi, makanya kalau itu
anda misalnya membuat sebuah memang foto porno anda sebar-sebarin ya itulah
pornografi, tapi kalau anda membuat foto seni yang bisa dipertanggung jawabkan
secara artistic dengan ahlinya jelas ya dengan pakarnya, terus anda pameran
didalam galeri yaitu bukan pornografi namanya, jadi pembuat kebijakan pembuat
undang-undang itu juga harus yang mengerti, kalau engga ya kacau dunia ini gitu
loh. Mau dibawa kemana itu aja sebetulnya, karena jangan sekali-kali kita membuat
sebuah kebijakan tanpa kita ngerti artinya gitu, sesederhana itu gitu loh. Kaya saya
misalnya saya ga ahli dibidang misalnya apalah bidang kelautan saya bikin, ok lu ga
boleh gini. Bubarlah itu namanya kebijakan mereka harus yang ngerti gitu, jadi
membuat sebuah kebijakan membuat sebuah undang-undang, membuat sebuah
keuntungan harus tanya dengan ahlinya. Seperti itu.

74

TRANSKRIP WAWANCARA
PAKAR HUKUM
IBU MAYA INDAH


Jadi pertanyaan pertama itu, bagaimana ibu Maya menjelaskan tentang konsep
ketelanjangan dari pengertian ibu sendiri kemudian dari ranah hukum?

Ibu Maya Indah :Iya. Menurut saya konsep ketelanjangan dalam hal ini kalau
dikaitkan dengan seni ya, nude art photography menurut saya ini adalah sebuah
bagian dari pendapat seseorang untuk mengemukakan ekspresinya, terutama dalam
karya seni, untuk menyampaikan informasi. Kebetulan informasinya itu tentang suatu
keindahan yang menyangkut tentang tubuh seseorang. Tentu ketelanjangan ini
berarti kan..e, kaitannya dengan soal sensualitas keindahan dan menurut saya itu
jangan melulu dikaitkan pasti perempuan ya. Kan laki-laki itu menurut saya juga
punya e..sensualitas. tetapi selama ini pemaknaan ketelanjangan itu kan hanya
dimaknai perempuan yang telanjang. Bagi saya itu sedikit bias gender juga ya. Gitu.
Bahkan, seringkali dikatakan ini perempuan senang sekali menjadi obyek sensualitas
dan sebagainya. Menurut saya ketelanjangan itu ada sebuah pemaknaan disatu sisi
memang bisa dimaknai sebagai sebuah seni ya. Memang kalau dilihat informasi
dalam bentuk karya seni, itu hak seseorang dalam berekspresi itu juga diatur dalam
hak asasi manusia loh itu, ada konvesi hak sipil, politik, ada deklarasi deliberatif hak
asasi manusia. Tapi kalau dikaitkan dengan persoalan hukum memang ada suatu
pembatasan, gitu. Jadi hak kebebasan ekspresi termasuk hak berpendapat melalui
karya seni tadi, itu tuh juga ada pembatasannya dan pembatasan itu juga diakui
dalam konteks hukum internasional dan hukum nasional kita. Nah, pembatasannya
sejauh mana? Apabila dikaitkan dengan moral publik-public moral, dikaitkan dengan
nilai susila. Nah ini yang menjadi perdebatan dalam konteks pemaknaan
ketelanjangan dalam makna sebagai visualisasi dari sebuah karya seni yang indah.

75

Disatu sisi lain sebagai sebuah karya seni yang sebenarnya memuat konten-konten
pornografi. Nah, perdebatananya muncul disitu. Tidak semua bisa memahami karya
seni ketelanjangan, gitu kan? Seperti contoh ketika kasusnya anjasmara, dulu ya,
pernah kan? Dia menggambarkan sosok adam dan hawa. Kebetulan dia menjadi
adam. Dan dia tidak telanjang bulat atau menampilkan ketelanjangan gitu ya. Ada
yang mengatakan ya, gak mungkin kan, Adam memakai jas kayak saya. Tapi ya tentu
harus menggambarkan konteksnya pada waktu itu. Jadi kesan ketelanjangan itu e,
kesan yang memang menurut saya kalau hanya ketelanjangan tapi tidak
mempertontonkan secara eksplisit alat kelaminnya itu memang tidak bisa dikatakan
porno ya. Tapi kalau dia sudah menampilkan secara eksplisit alat kelamin gitu ya,
atau bagian dari suatu persenggamaan misalnya, maka itu sudah memuat konten
pornografi. Jadi bagaimanakah kita bisa memaksakan suatu ide seni tentang
keindahan didalam pikiran orang. Maka memang tidak risau, tapi memang
batasannya yang jelas memang ada public moral ada batasan bahwa itu tidak bisa
menampilkan secara eksplisit alat-alat kelamin itu. Intinya disitu.


Kemudian pertanyaan yang kedua bu, kalau di Nude Art Photography itu kan
memang tidak menampilkan secara eksplisit seperti yang ibu katakan, namun
secara dari public moralnya ada beberapa masyarakat yang setuju, ada
beberapa masyarakat

yang juga kontra dengan keberadaan Nuda Art itu

sendiri. Nah, kalau dilihat dari sisi hukum apakah sebenarnya NAP mempunyai
ruang dari hukum Indonesia yang kita punya sekarang, untuk istilahnya bisa
dinikmati secara sah?

Ibu Maya Indah :Saya ingin menjelaskan konteks hukum khususnya di Indonesia ya.
Kalau di hukum itu kan ada adagium, dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Ubi
societas, ibi ius. Jadi hukumnya itu juga tergantung masyarakatnya. Khusus di
Indonesia itu termuat didalam UU nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi. Jadi

76

memang masih terhitung baru. Persoalannya adalah, dari pembentuk undangundang itu ingin ya, dari ide filosofisnya, ide sosiologisnya itu ingin menjaga moral
publik, menjaga nilai kesusilaan masyarakat. Termasuk katanya bahkan menjaga
nilai-nilai seni supaya tetap on the right track gitu kan ya. Nah yang menjadi
perdebatan adalah ketika pornografi itu diukur dengan sebuah kata yang disebut
dengan nilai kesusilaan masyarakat. Nah, kalau saya mengutip definisi pornografi
dalam undang-undang pornografi memang itu berarti dimaknai sebagai suatu
gambar, sketsa, atau ilustrasi atau foto atau tulisan atau suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, termasuk gerak tubuh, atau bentuk pesan
lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukkan dimuka
umu