Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Produksi Film Dokumenter Sains Telanjang = Documentary Science of Nude Art Photography T1 362011019 BAB II

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Fotografi

Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah fotografi, fotografi bisa didefinisikan sebagai teknik melukis dengan cahaya, yang pada awalnya fotografis diambil dari dua kata yaitu “photo” yang berarti cahaya dan “graph” yang berarti tulisan atau lukisan, secara gambaran umum fotografi adalah suatu proses atau metode untuk menghasilkan gambar dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka cahaya. Istilah fotografi ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Sir John Herschell pada tahun 1839 (Darmawan 2009: 19).

2.2 Foto Telanjang ( Nude Art Photography )

Nude art photography berbeda dengan foto mewah yang menampilkan

penggambaran erotis, foto telanjang ini lebih menekankan pada nilai seni yang terdapat pada tubuh manusia. Foto telanjang ini tidak semestinya dikategorikan menjadi sebuah pornografi, karena foto telanjang ini tidak diarahkan pada membangkitkan gairah dalam hal seksual.

Nude art photography adalah genre seni fotografi, yang subjeknya adalah representasi dari telanjang atau sebagian telanjang tubuh manusia. Sebagai sebuah penelitian terhadap tubuh manusia dijadikan gambaran dari tubuh telanjang dengan garis dan bentuk manusia sebagai tujuan utama. Biasanya model dalam foto telanjang ini, wajah jarang untuk di ekspose. Karya foto nude art disini sendiri lebih banyak menampilkan keindahan lekuk tubuh manusia. Khususnya wanita yang bagi sebagian para fotografer wanita mempunyai lekuk tubuh yang sangat indah (Kheyene Molekandella Boer : 2012). Foto telanjang ini dianggap sebagai keterampilan tinggi karena harus mampu memanipulasi cahaya dan teknis yang ahli, selain itu fotografer


(2)

membutuhkan komunikasi yang baik dengan model agar dapat hubungan positif diantara keduanya. Foto telanjang dibagi menjadi tiga bentuk dasar, yaitu :

1) Klasik, dimana foto telanjang 'klasik' ini berlatar belakang sederhana atau warna latar belakang yang sederhana.

2) Full nude, model dijadikan telanjang sepenuhnya, mengambil semua rincian terhadap tubuh model, dan membuat struktur dari tubuh yang telanjang semua.

3) Setengah Telanjang, tidak semua tubuh harus ditampilkan dan beberapa bagian hanya ditutupi oleh kain atau pun aksesoris sebagai penutup dari tubuh model tersebut (Kheyene Molekandella Boer : 2012).

2.3 Film

2.3.1 Pengertian Film

Film disebut juga gambar hidup (motion pictures), yaitu serangkaian gambar diam (still pictures) yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan sehingga menimbulkan kesan hidup dan bergerak.1

Film, dibentuk oleh dua unsur pembentuk yakni; unsur naratif, dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tidak akan dapat membentuk film jika berdiri sendiri-sendiri. Bisa dikatakan bahwa unsur naratif adalah bahan atau materi yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik adalah cara dan gaya untuk mengolahnya. Film merupakan media yang menyajikan pesan audio, visual dan gerak. Oleh karenanya, film memberikan kesan yang impresif bagi penontonnya. Film dikategorikan dalam beberapa jenis, diantaranya adalah film dokumenter, film cerita


(3)

pendek, film cerita panjang, film perusahaan (company profile), iklan televisi, program televisi, video klip, dan film pembelajaran.

Bahasa film adalah bahasa suara dan bahasa gambar. Film memiliki beberapa unsur penting didalamnya untuk membentuk film lebih sistematis dan rinci. Aspek naratif dan sinematik satu sama lain saling berhubungan erat. Aspek naratif adalah hal-hal yang terkait dengan cerita film serta cara bertuturnya. Sementara aspek sinematik adalah hal-hal yang terkait dengan perlakuan estetik terhadap cerita filmnya.Aspek sinematik dipecah menjadi unsur-unsur yang lebih spesifik, yakni mise en-scene, sinematografi, editing dan suara (Pratista, 2008: 1).

2.3.2 Unsur Film

Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film. Mise en-scene adalah segala hal yang berada di depan kamera. Mise en-scene memiliki empat elemen pokok yakni, setting (latar), tata cahaya, kostum dan make-up, serta akting dan pergerakan pemain. Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dengan obyek yang di ambil. Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya (Pratista, 2008:24).

1) Setting (latar)

Setting adalah seluruh latar bersama propertinya. Properti dalam hal ini adalah semua benda tidak bergerak seperti pohon, lampu, pintu. Setting yang digunakan dalam film umumnya dibuat senyata mungkin dengan konteks ceritanya. Setting berfungsi sebagai penunjuk ruang, waktu, status sosial, pembangun mood. Didalam sebuah produksi film, pekerjaan perencanaan dan perancangan setting adalah tugas seorang penata artistik. 2) Tata Cahaya

Tanpa cahaya, sebuah benda tidak akan memiliki wujud. Seluruh gambar yang ada didalam film dapat dikatakan sebagai manipulasi cahaya. Cahaya membentuk objek dengan menciptakan sisi terang dan sisi bayangan dari


(4)

sebuah objek. Besar kecilnya intensitas pencahayaan akan mempengaruhi sisi terang dan sisi bayangan objek. Selain intensitas, pencahayaan juga dipengaruhi oleh arah pencahayaan, sumber cahaya, dan warna cahaya. 3) Kostum

Kostum adalah segala hal yang dikenakan pemain bersama seluruh aksesorisnya. Aksesoris kostum diantaranya adalah: topi, perhiasan, jam tangan, kacamata, sepatu, tongkat, dan sebagainya. Dalam sebuah film, kostum tidak hanya sekedar sebagai penutup tubuh, melainkan memiliki fungsi yang sama dengan setting.

4) Make-Up

Make-Up atau tata rias secara umum memiliki dua fungsi, yaitu untuk menunjukkan usia, dan untuk menggambarkan karakter. Tata rias wajah biasanya digunakan untuk mendukung wajah pemain seperti yang digambarkan pada cerita film. Dalam produksi film, aktor sering berperan sebagai karakter yang berusia lebih muda maupun lebih tua. Maka dari itu tata rias diperlukan supaya penonton tidak mengira jika karakter yang diperankan aktor bukan dari usia, ataupun karakter yang sebenarnya.

2.3.3 Struktur Film

Seperti halnya karya literatur, film juga dapat dipecah menjadi bab, alenia, dan kalimat. Secara fisik sebuah film dapat dipecah menjadi sebuah struktur, yaitu shot, adegan, dan sekuen. Pemahaman tentang struktur nantinya berguna untuk membagi urutan plot film secara sistematik (Effendi, 2002 :32).

1) Shot

Shot dalam produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak kamera aktif merekam hingga dihentikan, sering diistilahkan sekali take. Sementara, gabungan dari shot – shot merupakan suatu rangkaian jalan


(5)

cerita film dengan gambar utuh yang di rangkai didalam proses editing film. Dalam karya ilmiah, shot diibaratkan satu kalimat.

2) Adegan (Scene)

Adegan adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita film. Satu adegan merupakan gabungan dari beberapa shot yang saling berhubungan. Dalam film, adegan berjumlah antara tiga puluh sampai lima puluh buah adegan. Adegan adalah hal yang paling mudah dikenali saat menonton film daripada shot.

3) Sequence (Sekuen)

Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa yang utuh.Satu sekuen terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan. Jika diibaratkan, dalam karya ilmiah sekuen adalah bab atau sekumpulan bab. Satu sekuen dikelompokkan dalam satu pperiode (waktu), lokasi, atau satu rangkaian aksi panjang. Kumpulan beberapa sekuen yang digabungkan akan membentuk satu alur cerita yang memakan waktu pemutaran film, hal tersebut biasa disebut durasi film.

2.4 Film Dokumenter

Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai karya ciptaan mengenai kenyataan (Creative treatment of actuality). Berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut (Ayawaila 2008: 8).

2.4.1 Jenis-Jenis Film Dokumenter

Genre berarti jenis atau ragam, merupakan istilah yang berasal dari bahasa Perancis. Kategorisasi ini terjadi dalam bidang seni-budaya seperti musik, film serta sastra. Genre dibentuk oleh konvensi yang berubah dari waktu ke waktu. Dalam kenyataannya, setiap genre berfluktuasi dalam popularitasnya dan akan selalu terikat


(6)

erat pada faktor-faktor budaya (Pratista 2008: 10). Genre film dokumenter menjadi dua belas jenis, sebagai berikut:

1) Laporan perjalanan

Jenis ini awalnya adalah dokumentasi antropologi dari para ahli etnolog atau etnografi. Namun dalam perkembangannya bisa membahas banyak hal dari yang paling penting hingga yang remeh-temeh, sesuai dengan pesan dan gaya yang dibuat. Istilah lain yang sering digunakan untuk jenis dokumenter ini adalah travelogue, travel film, travel documentary dan adventures film.

2) Sejarah

Dalam film dokumenter, genre sejarah menjadi salah satu yang sangat kental dengan aspek referential meaning (makna yang sangat bergantung pada referensi peristiwanya) sebab keakuratan data sangat dijaga dan hampir tidak boleh ada yang salah baik pemaparan datanya maupun penafsirannya. Pemakaian dokumenter sejarah ini tidak diketahui secara akurat sejak kapan digunakan, namun pada tahun 1930-an Rezim Adolf Hitler telah menyisipkan unsur sejarah ke dalam film-filmnya yang memang lebih banyak bertipe dokumenter. Pada masa sekarang, film sejarah sudah banyak diproduksi karena terutama karena kebutuhan masyarakat akan pengetahuan dari masa lalu. Tingkat pekerjaan masyarakat yang tinggi sangat membatasi mereka untuk mendalami pengetahuan tentang sejarah, hal inilah yang ditangkap oleh stasiun televisi untuk memproduksi film-film sejarah.

3) Potret/Biografi

Jenis ini lebih berkaitan dengan sosok seseorang. Sosok yang diangkat menjadi tema utama biasanya seseorang yang dikenal luas di atau masyarakat tertentu atau seseorang yang biasa namun memiliki kehebatan,


(7)

keunikan ataupun aspek lain yang menarik. Ada beberapa istilah yang merujuk kepada hal yang sama untuk menggolongkannya, antara lain:

a) Potret, yaitu film dokumenter yang mengupas aspek human interest dari seseorang. Plot yang diambil biasanya adalah hanya peristiwa– peristiwa yang dianggap penting dan krusial dari orang tersebut. Isinya bisa berupa sanjungan, simpati, krtitik pedas atau bahkan pemikiran sang tokoh.

b) Biografi, yaitu film yang mengupas secara kronologis dari awal tokoh dilahirkan hingga saat tertentu (masa sekarang, saat meninggal atau saat kesuksesan sang tokoh) yang diinginkan oleh pembuat filmnya.

c) Profil, yaitu sebuah sub-genre yang memiliki banyak kesamaan dengan dua jenis film di atas namun memiliki perbedaan terutama karena adanya unsur pariwara (iklan/promosi) dari tokoh tersebut. Pembagian sequencenya hampir tidak pernah membahas secara kronologis dan walaupun misalnya diceritakan tentang kelahiran dan tempat ia berkiprah, biasanya tidak pernah mendalam atau terkadang hanya untuk awalan saja. Profil umumnya lebih banyak membahas aspek-aspek ‘positif’ tokoh seperti keberhasilan ataupun kebaikan yang dilakukan.

d) Nostalgia

Yaitu jenis film yang cukup dekat dengan jenis sejarah, namun biasanya banyak mengetengahkan kilas balik atau napak tilas dari kejadian-kejadian yang dialami seseorang atau suatu kelompok. e) Rekonstruksi

Yaitu jenis documenter yang mencoba memberi gambaran ulang terhadap peristiwa yang terjadi secara utuh. Biasanya ada kesulitan tersendiri dalam mempresentasikan suatu peristiwa kepada penonton sehingga harus dibantu rekonstruksi peristiwanya.


(8)

Perisitiwa yang memungkinkan untuk direkonstruksi dalam film-film jenis ini adalah peristiwa kriminal (pembunuhan atau perampokan), bencana (jatuhnya pesawat dan tabrakan kendaraan), dan lain sebagainya. Dalam membuat rekonstruksi, bisa dilakukan dengan shoot live action atau bisa juga dibantu dengan animasi. f) Investigasi

Yaitu jenis documenter yang merupakan kepanjangan dari investigasi jurnalistik. Biasanya aspek visual yang tetap ditonjolkan. Peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui lebih mendalam, baik diketahui oleh publik ataupun tidak. Misalnya: korupsi dalam penanganan bencana, jaringan kartel atau mafia di sebuah negara, tabir dibalik sebuah peristiwa pembunuhan, ketenaran instan sebuah band dan sebagainya. Peristiwa seperti itu ada yang sudah terpublikasikan dan ada pula yang belum, namun seperti apa persisnya bisa jadi tidak banyak orang yang mengetahui. Terkadang, dokumenter seperti ini membutuhkan rekonstruksi untuk membantu memperjelas proses terjadinya peristiwa. Bahkan dalam beberapa film aspek rekonstruksi digunakan untuk menggambarkan dugaandugaan para subjek di dalamnya.

g) Perbandingan dan Kontradiksi

Yaitu sebuah dokumenter yang mengetengahkan sebuah perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu.

h) Ilmu Pengetahuan

Yaitu genre film dokumenter yang menekankan pada aspek pendidikan dan pengetahuan. Genre ini dibagi menjadi dua bentuk :

 Dokumenter Sains, Bisa kita lihat seperti National Geographic.


(9)

 Dokumenter Instruksi, yang sering kita lihat pada dokumenter How To, contohnya dari yang ringan hingga berat.

i) Buku Harian/Diary

Seperti halnya sebuah buku harian, maka film ber-genre ini juga mengacu pada catatan perjalanan kehidupan seseorang yang diceritakan kepada orang lain.

j) Musik

Merupakan salah satu genre musik dokumenter yang sangat banyak diproduksi. Salah satu awalnya muncul ketika Donn Alan Pannebaker membuat film-film yang sebenarnya hanya mendokumentasikan pertunjukkan musik.

k) Association Picture Story

Yaitu jenis dokumenter yang dipengaruhi oleh film eksperimental. Sesuai dengan namanya, film ini mengandalkan gambar–gambar yang tidak berhubungan namun ketika disatukan dengan editing, maka makna yang muncul dapat ditangkap penonton melalui asosiasi yang terbentuk di benak mereka.

l) Dokudrama

Yaitu salah satu dari jenis dokumenter yang merupakan penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya, hampir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari yang mirip dengan tempat aslinya bahkan kalau memungkinkan dibangun lagi hanya untuk keperluan film tersebut. Begitu pula dengan tokoh, pastinya akan dimainkan oleh aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip dengan tokoh aslinya.


(10)

2.5 Film Dokumenter Ilmu Pengetahuan

Film Dokumenter ilmu pengetahuan merupakan salah satu jenis film dokumenter yang bersifat mendidik. Dokumenter ini dibuat untuk lembaga pendidikan formal dan non formal, dan dapat bersifat komersial. Dalam dokumenter ilmu pengetahuan, tujuannya berupa penyampaian suatu informasi mengenai disiplin ilmu tertentu. Dokumenter tipe ilmu pengetahuan terbagi dalam dua bentuk kemasan dengan tujuan publik yang berbeda. Bila ditujukan untuk publik khusus biasa disebut film edukasi, sedangkan jika ditujukan untuk publik umum dan luas disebut film instruksional (Pratista, 2008: 11).

2.6 Produksi Film Dokumenter

2.6.1 Tahap-tahap Pembuatan Film Dokumenter

Menurut Chandra Tansil (Chandra 2010: 5), tahap pembuatan film dokumenter dibagi menjadi enam bagian:

1)Membangun gagasan 2)Riset

3)Menyusun alur cerita 4)Menyusun desain produksi 5)Syuting

6)Penyuntingan gambar dan suara dimeja editing 2.7 Teori Sussane K. Langer

Dalam perancangan film dokumenter ini penulis menggunakan pendekatan teoritis untuk memposisikan Nude Art Photography sebagai objek film dokumenter yang dapat secara ilmiah. Sussane Knauth Langer merupakan seorang filsuf wanita kelahiran Amerika Serikat. Ia lahir pada 1895. Susanne Langer merupakan salah satu wanita pertama yang mendalami ilmu filsafat sebagai karir akademisnya. Teori Sussane K. Langer bermanfaat karena teori ini menegaskan beberapa konsep dan istilah yang biasa digunakan dalam bidang komunikasi. Dasar Pemikiran Susanne K. Langer


(11)

mengenai seni, Sussane tidak melihat seni dari manfaat atau fungsinya melainkan dari apa yang terkandung dan dimiliki oleh seni itu sendiri.

Pengertian Simbol yang dimaksud Susanne bukanlah simbol-simbol dalam seni seperti Ikonographik. Jadi bukan simbol yang berdasarkan konvensi atau menjadi referensi, tetapi yang memberikan pendalaman dan bahkan mengarahkan konvensi. Menurut Susanne, seni juga seperti ilmu pengetahuan. Seni membawa isi dunia emosi, namun tidak hanya memberikan kesenangan bagi pengamatnya. Melainkan menanamkan pemahaman (konsepsi keindahan) bagi pengamat.

Secara khusus Susanne Langer memang membuat teori dasar mengenai simbol

untuk teori simbol presentasional, dari sana ia mendefenisikan seni sebagai “kreasi

bentuk- bentuk simbolis perasaan manusia”. Defenisi seni ini mengimplikasikan beberapa hal:

1) Seni merupakan kreasi. Kreasi berarti pengadaan sesuatu yang tadinya tidak ada.

2) Rumusan bentuk simbolis. Bentuk simbolis tidak mengacu pada pengalaman sendiri secara angsung melainkan pengalaman yang sudah disimbolkan.

3) Bentuk simbolis yang dilemparkan seniman dalam kreasi seninya tidak berasal dari pikiran melainkan dari perasaannya.Yakni formasi dari pengalaman emosionalnya.

2.8 Pemikiran Sussane K. Langer tentang Seni

Teori Sussane Langer tentang simbol mendasari teori ini tentang seni. Bagi Susanne Langer, seni merupakan simbolisasi perasaan manusia. Bagaimana karya seni bisa disebut simbol? Susanne Langer menolak teori Plato yang mengatakan seni adalah tiruan (mimesis) dari alam. Baginya, karya seni merupakan suatu bentuk ciptaan yang berbeda dari realitas kehidupan sehari-hari, namun mirip (semblance). Perbedaan yang mengandung kemiripan berasal dari kreativitas seniman. Kreativitas merupakan imaji seniman dari hal-hal yang tidak imajiner (material). Maka, karya seni berbeda dengan


(12)

realitas, karena melibatkan imajinasi seniman. Sekalipun pada karya yang tidak mengandung unsur peniruan terdapat imaji murni.

Proses simbolisasi dari imajinasi seniman inilah terjadi proses abstraksi (ada proses pemisahan diri dari keberadaannya yang aktual dan memiliki konteks berbeda), sehingga karya seni disebut sebagai simbol. Semua bentuk dalam seni merupakan bentuk yang diabstraksikan untuk membuatnya lebih tampak secara keseluruhan, dan dilepaskan dari penggunaan sehari-hari, untuk diletakkan sebagai penggunaan baru sebagai simbol yang bersifat ekspresif bagi perasaan manusia. Dalam karya yang mengandung makna simbolik perasaan yang dieskpresikan dalam seni bukanlah perasaan yang asli, melainkan gagasan terhadap perasaan asli tersebut. Oleh karena itu disebut simbolik.

Asumsi dasar teori ini adalah bahwa simbolisme mendasari pengetahuan dan pemahaman semua manusia. Simbol adalah konseptualisasi manusia tentang suatu hal, dan sebuah simbol ada untuk sesuatu (Acta Diurna : 2010).

2.9 Teori Estetika

Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan. Estetika merupakan ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan bagaimana supaya dapat merasakannya ( Nanang Rizali : 2013 ).

Baumgarten, yang pertama kalinya menyusun sistim estetika sebagai “pengetahuan filosofis” ketegasan tentang pentingnya Baumgarten menggerakan proposisi kedua yang kini merupakan keyakinan yang meluas yakni, bahwa estetika adalah pengetahuan modern, dan yang dapat ditemukan di dalam karya-karya jaman purba, abad pertengahan, dan renaisan serta jaman setelahnya, hanyalah pertentangan-pertentangan saja ( Setjoatmodjo


(13)

Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Istilah estetika melalui beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan. Keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang selaras dalam suatu benda dan diantara benda itu dengan pengamat (Dharsono, 2004: 4). Estetika berasal dari bahasa Yunani. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten ( 1714 – 1762 ) pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.

Didalam estetika itu sendiri menyangkut bahasan mengenai suatu karya seni, yang diantaranya adalah suatu karya fotografi nude art photography yang sebenarnya dilihat dari historisnya merupakan karya seni yang sudah ada sejak dulu dan kini berkembang kemudian menjadi pertentangan. Foto memang merupakan usaha untuk meyakinkan, bahwa apa yang dipotret dapat hadir kembali dalam hasil karya berupa foto, persis seperti realitasnya. Begitu juga kaitannya dengan karya nude art photography, fotografer diharuskan mempunyai teknis fotografi dengan benar, cara berpikir yang benar, karena bagaimanapun seni adalah sebuah luapan yang nantinya akan mempunyai nilai estetika, nilai estetis tersebut dapat menjadi suatu tujuan utama dalam proses penciptaan yang diupayakan sedemikian rupa oleh pelaku seni, agar setiap proses penciptaan suatu karya seninya dapat dinilai dan dinikmati karena suatu nilai keindahan (Dharsono, 2004: 10).


(1)

Perisitiwa yang memungkinkan untuk direkonstruksi dalam film-film jenis ini adalah peristiwa kriminal (pembunuhan atau perampokan), bencana (jatuhnya pesawat dan tabrakan kendaraan), dan lain sebagainya. Dalam membuat rekonstruksi, bisa dilakukan dengan shoot live action atau bisa juga dibantu dengan animasi. f) Investigasi

Yaitu jenis documenter yang merupakan kepanjangan dari investigasi jurnalistik. Biasanya aspek visual yang tetap ditonjolkan. Peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui lebih mendalam, baik diketahui oleh publik ataupun tidak. Misalnya: korupsi dalam penanganan bencana, jaringan kartel atau mafia di sebuah negara, tabir dibalik sebuah peristiwa pembunuhan, ketenaran instan sebuah band dan sebagainya. Peristiwa seperti itu ada yang sudah terpublikasikan dan ada pula yang belum, namun seperti apa persisnya bisa jadi tidak banyak orang yang mengetahui. Terkadang, dokumenter seperti ini membutuhkan rekonstruksi untuk membantu memperjelas proses terjadinya peristiwa. Bahkan dalam beberapa film aspek rekonstruksi digunakan untuk menggambarkan dugaandugaan para subjek di dalamnya.

g) Perbandingan dan Kontradiksi

Yaitu sebuah dokumenter yang mengetengahkan sebuah perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu.

h) Ilmu Pengetahuan

Yaitu genre film dokumenter yang menekankan pada aspek pendidikan dan pengetahuan. Genre ini dibagi menjadi dua bentuk :  Dokumenter Sains, Bisa kita lihat seperti National


(2)

 Dokumenter Instruksi, yang sering kita lihat pada dokumenter How To, contohnya dari yang ringan hingga berat.

i) Buku Harian/Diary

Seperti halnya sebuah buku harian, maka film ber-genre ini juga mengacu pada catatan perjalanan kehidupan seseorang yang diceritakan kepada orang lain.

j) Musik

Merupakan salah satu genre musik dokumenter yang sangat banyak diproduksi. Salah satu awalnya muncul ketika Donn Alan Pannebaker membuat film-film yang sebenarnya hanya mendokumentasikan pertunjukkan musik.

k) Association Picture Story

Yaitu jenis dokumenter yang dipengaruhi oleh film eksperimental. Sesuai dengan namanya, film ini mengandalkan gambar–gambar yang tidak berhubungan namun ketika disatukan dengan editing, maka makna yang muncul dapat ditangkap penonton melalui asosiasi yang terbentuk di benak mereka.

l) Dokudrama

Yaitu salah satu dari jenis dokumenter yang merupakan penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya, hampir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari yang mirip dengan tempat aslinya bahkan kalau memungkinkan dibangun lagi hanya untuk keperluan film tersebut. Begitu pula dengan tokoh, pastinya akan dimainkan oleh aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip dengan tokoh aslinya.


(3)

2.5 Film Dokumenter Ilmu Pengetahuan

Film Dokumenter ilmu pengetahuan merupakan salah satu jenis film dokumenter yang bersifat mendidik. Dokumenter ini dibuat untuk lembaga pendidikan formal dan non formal, dan dapat bersifat komersial. Dalam dokumenter ilmu pengetahuan, tujuannya berupa penyampaian suatu informasi mengenai disiplin ilmu tertentu. Dokumenter tipe ilmu pengetahuan terbagi dalam dua bentuk kemasan dengan tujuan publik yang berbeda. Bila ditujukan untuk publik khusus biasa disebut film edukasi, sedangkan jika ditujukan untuk publik umum dan luas disebut film instruksional (Pratista, 2008: 11).

2.6 Produksi Film Dokumenter

2.6.1 Tahap-tahap Pembuatan Film Dokumenter

Menurut Chandra Tansil (Chandra 2010: 5), tahap pembuatan film dokumenter dibagi menjadi enam bagian:

1)Membangun gagasan 2)Riset

3)Menyusun alur cerita 4)Menyusun desain produksi 5)Syuting

6)Penyuntingan gambar dan suara dimeja editing

2.7 Teori Sussane K. Langer

Dalam perancangan film dokumenter ini penulis menggunakan pendekatan teoritis untuk memposisikan Nude Art Photography sebagai objek film dokumenter yang dapat secara ilmiah. Sussane Knauth Langer merupakan seorang filsuf wanita kelahiran Amerika Serikat. Ia lahir pada 1895. Susanne Langer merupakan salah satu wanita pertama yang mendalami ilmu filsafat sebagai karir akademisnya. Teori Sussane K. Langer bermanfaat karena teori ini menegaskan beberapa konsep dan istilah yang biasa digunakan dalam bidang komunikasi. Dasar Pemikiran Susanne K. Langer


(4)

mengenai seni, Sussane tidak melihat seni dari manfaat atau fungsinya melainkan dari apa yang terkandung dan dimiliki oleh seni itu sendiri.

Pengertian Simbol yang dimaksud Susanne bukanlah simbol-simbol dalam seni seperti Ikonographik. Jadi bukan simbol yang berdasarkan konvensi atau menjadi referensi, tetapi yang memberikan pendalaman dan bahkan mengarahkan konvensi. Menurut Susanne, seni juga seperti ilmu pengetahuan. Seni membawa isi dunia emosi, namun tidak hanya memberikan kesenangan bagi pengamatnya. Melainkan menanamkan pemahaman (konsepsi keindahan) bagi pengamat.

Secara khusus Susanne Langer memang membuat teori dasar mengenai simbol untuk teori simbol presentasional, dari sana ia mendefenisikan seni sebagai “kreasi bentuk- bentuk simbolis perasaan manusia”. Defenisi seni ini mengimplikasikan beberapa hal:

1) Seni merupakan kreasi. Kreasi berarti pengadaan sesuatu yang tadinya tidak ada.

2) Rumusan bentuk simbolis. Bentuk simbolis tidak mengacu pada pengalaman sendiri secara angsung melainkan pengalaman yang sudah disimbolkan.

3) Bentuk simbolis yang dilemparkan seniman dalam kreasi seninya tidak berasal dari pikiran melainkan dari perasaannya.Yakni formasi dari pengalaman emosionalnya.

2.8 Pemikiran Sussane K. Langer tentang Seni

Teori Sussane Langer tentang simbol mendasari teori ini tentang seni. Bagi Susanne Langer, seni merupakan simbolisasi perasaan manusia. Bagaimana karya seni bisa disebut simbol? Susanne Langer menolak teori Plato yang mengatakan seni adalah tiruan (mimesis) dari alam. Baginya, karya seni merupakan suatu bentuk ciptaan yang berbeda dari realitas kehidupan sehari-hari, namun mirip (semblance). Perbedaan yang mengandung kemiripan berasal dari kreativitas seniman. Kreativitas merupakan imaji seniman dari hal-hal yang tidak imajiner (material). Maka, karya seni berbeda dengan


(5)

realitas, karena melibatkan imajinasi seniman. Sekalipun pada karya yang tidak mengandung unsur peniruan terdapat imaji murni.

Proses simbolisasi dari imajinasi seniman inilah terjadi proses abstraksi (ada proses pemisahan diri dari keberadaannya yang aktual dan memiliki konteks berbeda), sehingga karya seni disebut sebagai simbol. Semua bentuk dalam seni merupakan bentuk yang diabstraksikan untuk membuatnya lebih tampak secara keseluruhan, dan dilepaskan dari penggunaan sehari-hari, untuk diletakkan sebagai penggunaan baru sebagai simbol yang bersifat ekspresif bagi perasaan manusia. Dalam karya yang mengandung makna simbolik perasaan yang dieskpresikan dalam seni bukanlah perasaan yang asli, melainkan gagasan terhadap perasaan asli tersebut. Oleh karena itu disebut simbolik.

Asumsi dasar teori ini adalah bahwa simbolisme mendasari pengetahuan dan pemahaman semua manusia. Simbol adalah konseptualisasi manusia tentang suatu hal, dan sebuah simbol ada untuk sesuatu (Acta Diurna : 2010).

2.9 Teori Estetika

Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan. Estetika merupakan ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan bagaimana supaya dapat merasakannya ( Nanang Rizali : 2013 ).

Baumgarten, yang pertama kalinya menyusun sistim estetika sebagai “pengetahuan filosofis” ketegasan tentang pentingnya Baumgarten menggerakan proposisi kedua yang kini merupakan keyakinan yang meluas yakni, bahwa estetika adalah pengetahuan modern, dan yang dapat ditemukan di dalam karya-karya jaman purba, abad pertengahan, dan renaisan serta jaman setelahnya, hanyalah pertentangan-pertentangan saja ( Setjoatmodjo 1988:11 ).


(6)

Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Istilah estetika melalui beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan. Keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang selaras dalam suatu benda dan diantara benda itu dengan pengamat (Dharsono, 2004: 4). Estetika berasal dari bahasa Yunani. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten ( 1714 – 1762 ) pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.

Didalam estetika itu sendiri menyangkut bahasan mengenai suatu karya seni, yang diantaranya adalah suatu karya fotografi nude art photography yang sebenarnya dilihat dari historisnya merupakan karya seni yang sudah ada sejak dulu dan kini berkembang kemudian menjadi pertentangan. Foto memang merupakan usaha untuk meyakinkan, bahwa apa yang dipotret dapat hadir kembali dalam hasil karya berupa foto, persis seperti realitasnya. Begitu juga kaitannya dengan karya nude art photography, fotografer diharuskan mempunyai teknis fotografi dengan benar, cara berpikir yang benar, karena bagaimanapun seni adalah sebuah luapan yang nantinya akan mempunyai nilai estetika, nilai estetis tersebut dapat menjadi suatu tujuan utama dalam proses penciptaan yang diupayakan sedemikian rupa oleh pelaku seni, agar setiap proses penciptaan suatu karya seninya dapat dinilai dan dinikmati karena suatu nilai keindahan (Dharsono, 2004: 10).