Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Terapi Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) pada Aktivitas Fisik Anak Cerebral Palsy Spastic Hemiplegic T1 462012082 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Cerebral Palsy (CP) merupakan salah satu kelainan yang
dialami anak karena adanya hambatan pada bagian otak yang
berhubungan dengan pengendalian aktivitas motorik tubuh,
secara umum CP menyebabkan gangguan gerakan yang terkait
dengan refleks yang berlebihan atau kekakuan, postur tubuh
yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat
berjalan (Purwanta, 2012). CP sering diklasifikasikan sesuai
dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid,
ataxic, dan campuran (Soetjiningsih, 2012). Masing-masing tipe
CP sering dikaitkan dengan tingkah laku anak sehingga
mempengaruhi tingkat kooperatif anak tersebut. Gangguan
motorik lainnya pada anak CP sering disertai dengan gangguan
sensasi, komunikasi, persepsi, perilaku, dan gangguan seperti
kejang-kejang. Gangguan intelektual juga terjadi pada sekitar
dua pertiga pasien CP (Maimunah, 2013).
Angka kejadian CP di Amerika Serikat yaitu 800.000 orang.
Sekitar 3 dari 1.000 bayi lahir dengan CP dengan berat badan
rendah antara 1500 gram hingga 2499 gram (Maryam, 2013). Di
Indonesia masih sedikit data mengenai insidensi CP dan masih
1
2
jarang penelitian yang menilai aktivitas fisik anak CP. Data
Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2006, menunjukan
jumlah penduduk Indonesia 222.192.572 yang 0,7% yaitu
sebanyak 2.810.212 jiwa adalah penyandang cacat. 601.947
anak (21,42%) yang diantaranya adalah anak cacat usia 5 - 18
tahun (DEPKES RI, 2006). Angka kejadian CP di Indonesia
belum dapat diketahui keseleruhan, namun beberapa instansi
kesehatan di Indonesia yang telah mendata diantaranya YPAC
cabang Surakarta dengan jumlah anak terdiagnosa CP pada
tahun 2006 berjumlah 112 anak, tahun 2007 berjumlah 198
anak, tahun 2008 sebanyak 307 anak, tahun 2009 sebanyak
313 anak sedangkan tahun 2010 sebanyak 330 anak, dan
tahun 2011 sebanyak 343 penderita (YPAC cabang Surakarta,
2011).
Menurut Bobath (2009), pengobatan pada penderita CP
tidak menjamin kesembuhan secara total, namun perlu
mendapatkan
pengobatan
yang
tepat
untuk
membantu
memperbaiki kemampuan motorik anak untuk dapat menjalani
hidup
mendekati
mengungkapkan
normal.
bahwa
Selanjutnya
terdapat
Bobath
beberapa
jenis
(2009),
terapi
pengobatan yang dibutuhkan oleh penderita CP. Pertama,
terapi
latihan,
dengan
membuat
program
latihan
untuk
memperbaiki gerakan dan kekuatan dengan beberapa bantuan
3
alat seperti bola, mainan, Transcutaneous Electric Nerve
Stimulation (TENS), walker dan sepatu terapi untuk membantu
berjalan. Terapi latihan dapat dimulai setelah diagnostik
ditegakkan. Program terapi latihan mempunyai tiga tujuan
utama yaitu (1) mencegah kelemahan fungsi otot yang dapat
menyebabkan
pengerutan
otot, (2) mengurangi kontraktur,
dimana otot menjadi kaku yang akhirnya menimbulkan posisi
tubuh abnormal, dan (3) meningkatkan perkembangan motorik
anak.
Terapi kedua yaitu terapi wicara. Terapi wicara membantu
anak
untuk
terapi pada
mengenal
anak
kosa
penderita
kata
dengan
gangguan
memberikan
komunikasi,
yaitu
kelainan kemampuan bicara, bahasa, irama/kelancaran, suara,
sehingga penderita dapat berinteraksi dengan lingkungan
(Darto, 2006). Dari kedua jenis terapi diatas masuk kedalam
pengobatan nonfarmakologis atau pengobatan yang tanpa
menggunakan obat-obatan. Sedangkan jika terjadi kontraktur
berat
yang
menyebabkan
masalah
pergerakan
maka
pembedahan yang sering direkomendasikan. Masalah pada
satu otot saja dapat menyebabkan cara berjalan abnormal
sehingga memerlukan pengawasan ekstra sebelum dan setelah
dilakukan pembedahan (Gage, 2005).
4
Dari semua terapi yang ada, terdapat salah satu terapi yang
dapat digunakan untuk memperbaiki kekakuan otot anak CP
yaitu
Transcutaneous Electric Nerve Stimulation
(TENS)
termasuk dalam terapi nonfarmakologis, yaitu terapi tanpa
menggunakan obat-obatan. Terapi menggunakan alat TENS
biasanya digunakan secara kombinasi dengan terapi lain dalam
penurunan nyeri dan kekakuan otot melalui peningkatan
relaksasi. Penggunaan TENS dalam mengelola berbagai
kondisi nyeri bersifat non-invasif atau bebas dari efek samping
(Vance, 2007).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
pada tanggal 30 - 31 Januari 2016, diketahui anak yang akan
diteliti telah didiagnosa CP spastic hemiplegic saat berusia dua
tahun yang salah satu sisi bagian tubuh saja yaitu tangan dan
kaki sebelah kanan mengalami spastic atau kekakuan. Setelah
orangtua mengetahui kondisi anaknya, An. A diberikan
pengobatan dengan menggunakan metode terapi sinar, tetapi
hanya berlangsung tiga bulan karena ayah An. A beranggapan
terapi yang diberikan akan merusak mata anak akibat terpapar
sinar terlalu lama. Namun setelah ayahnya meninggal, pada
usia enam tahun
anak mulai mendapatkan kembali terapi
melalui bantuan fisioterapis setelah mengetahui bahwa anak
akan mengalami kekakuan otot seumur hidup apabila tidak
5
diterapi. Terapi yang digunakan adalah terapi menggunakan
alat TENS yang dilakukan setiap dua kali dalam satu minggu
dengan waktu terapi selama 60 menit. Terapi TENS diimbangi
terapi latihan, yaitu pemainan dengan mengajari anak untuk
berusaha menggunakan tangan
dan kaki yang mengalami
kekakuan, setelah terapi TENS usai diberikan kepada anak.
Anak CP perlu mendapat pengobatan walaupun tidak
menjamin
kesembuhan
secara
total.
Salah satu
upaya
pengobatan untuk anak CP dengan menggunakan terapi TENS
guna memaksimalkan aktivitas fisik anak. Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
melihat
lebih
lanjut
mengenai
Gambaran
Transcutaneous Electric Nerve Stimulation (TENS)
Terapi
pada
Aktivitas Fisik Anak Cerebral Palsy Spastic Hemiplegic
1.2 Fokus Penelitian
Bagaimana Gambaran Terapi Transcutaneous Electric
Nerve Stimulation (TENS) pada Aktivitas Fisik Anak Cerebral
palsy spastic hemiplegic?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Terapi
Transcutaneous Electric Nerve Stimulation (TENS)
pada
Aktivitas Fisik Anak Cerebral Palsy Spastic Hemiplegic.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
peneliti selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Keluarga Anak Cerebral Palsy
Hasil
penelitian
memberikan informasi
ini
diharapkan
dapat
bagi keluarga tentang
upaya rehabilitatif nonfarmakologi pada pasien
cerebral palsy spastic hemiplegic.
1.4.2.2 Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW
Hasil
penelitian
ini
dapat
digunakan
sebagai referensi dan pembelajaran Pediatric In
Nursing,
dalam
menentukan
intervensi
nonfarmakologi pada pasien anak cerebral palsy
spastic hemiplegic.
7
1.4.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data
atau referensi bagi peneliti selanjutnya untuk
dapat mengembangkan penelitian gambaran
terapi TENS pada aktivitas fisik anak CP spastic
hemiplegic.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Cerebral Palsy (CP) merupakan salah satu kelainan yang
dialami anak karena adanya hambatan pada bagian otak yang
berhubungan dengan pengendalian aktivitas motorik tubuh,
secara umum CP menyebabkan gangguan gerakan yang terkait
dengan refleks yang berlebihan atau kekakuan, postur tubuh
yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat
berjalan (Purwanta, 2012). CP sering diklasifikasikan sesuai
dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid,
ataxic, dan campuran (Soetjiningsih, 2012). Masing-masing tipe
CP sering dikaitkan dengan tingkah laku anak sehingga
mempengaruhi tingkat kooperatif anak tersebut. Gangguan
motorik lainnya pada anak CP sering disertai dengan gangguan
sensasi, komunikasi, persepsi, perilaku, dan gangguan seperti
kejang-kejang. Gangguan intelektual juga terjadi pada sekitar
dua pertiga pasien CP (Maimunah, 2013).
Angka kejadian CP di Amerika Serikat yaitu 800.000 orang.
Sekitar 3 dari 1.000 bayi lahir dengan CP dengan berat badan
rendah antara 1500 gram hingga 2499 gram (Maryam, 2013). Di
Indonesia masih sedikit data mengenai insidensi CP dan masih
1
2
jarang penelitian yang menilai aktivitas fisik anak CP. Data
Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2006, menunjukan
jumlah penduduk Indonesia 222.192.572 yang 0,7% yaitu
sebanyak 2.810.212 jiwa adalah penyandang cacat. 601.947
anak (21,42%) yang diantaranya adalah anak cacat usia 5 - 18
tahun (DEPKES RI, 2006). Angka kejadian CP di Indonesia
belum dapat diketahui keseleruhan, namun beberapa instansi
kesehatan di Indonesia yang telah mendata diantaranya YPAC
cabang Surakarta dengan jumlah anak terdiagnosa CP pada
tahun 2006 berjumlah 112 anak, tahun 2007 berjumlah 198
anak, tahun 2008 sebanyak 307 anak, tahun 2009 sebanyak
313 anak sedangkan tahun 2010 sebanyak 330 anak, dan
tahun 2011 sebanyak 343 penderita (YPAC cabang Surakarta,
2011).
Menurut Bobath (2009), pengobatan pada penderita CP
tidak menjamin kesembuhan secara total, namun perlu
mendapatkan
pengobatan
yang
tepat
untuk
membantu
memperbaiki kemampuan motorik anak untuk dapat menjalani
hidup
mendekati
mengungkapkan
normal.
bahwa
Selanjutnya
terdapat
Bobath
beberapa
jenis
(2009),
terapi
pengobatan yang dibutuhkan oleh penderita CP. Pertama,
terapi
latihan,
dengan
membuat
program
latihan
untuk
memperbaiki gerakan dan kekuatan dengan beberapa bantuan
3
alat seperti bola, mainan, Transcutaneous Electric Nerve
Stimulation (TENS), walker dan sepatu terapi untuk membantu
berjalan. Terapi latihan dapat dimulai setelah diagnostik
ditegakkan. Program terapi latihan mempunyai tiga tujuan
utama yaitu (1) mencegah kelemahan fungsi otot yang dapat
menyebabkan
pengerutan
otot, (2) mengurangi kontraktur,
dimana otot menjadi kaku yang akhirnya menimbulkan posisi
tubuh abnormal, dan (3) meningkatkan perkembangan motorik
anak.
Terapi kedua yaitu terapi wicara. Terapi wicara membantu
anak
untuk
terapi pada
mengenal
anak
kosa
penderita
kata
dengan
gangguan
memberikan
komunikasi,
yaitu
kelainan kemampuan bicara, bahasa, irama/kelancaran, suara,
sehingga penderita dapat berinteraksi dengan lingkungan
(Darto, 2006). Dari kedua jenis terapi diatas masuk kedalam
pengobatan nonfarmakologis atau pengobatan yang tanpa
menggunakan obat-obatan. Sedangkan jika terjadi kontraktur
berat
yang
menyebabkan
masalah
pergerakan
maka
pembedahan yang sering direkomendasikan. Masalah pada
satu otot saja dapat menyebabkan cara berjalan abnormal
sehingga memerlukan pengawasan ekstra sebelum dan setelah
dilakukan pembedahan (Gage, 2005).
4
Dari semua terapi yang ada, terdapat salah satu terapi yang
dapat digunakan untuk memperbaiki kekakuan otot anak CP
yaitu
Transcutaneous Electric Nerve Stimulation
(TENS)
termasuk dalam terapi nonfarmakologis, yaitu terapi tanpa
menggunakan obat-obatan. Terapi menggunakan alat TENS
biasanya digunakan secara kombinasi dengan terapi lain dalam
penurunan nyeri dan kekakuan otot melalui peningkatan
relaksasi. Penggunaan TENS dalam mengelola berbagai
kondisi nyeri bersifat non-invasif atau bebas dari efek samping
(Vance, 2007).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
pada tanggal 30 - 31 Januari 2016, diketahui anak yang akan
diteliti telah didiagnosa CP spastic hemiplegic saat berusia dua
tahun yang salah satu sisi bagian tubuh saja yaitu tangan dan
kaki sebelah kanan mengalami spastic atau kekakuan. Setelah
orangtua mengetahui kondisi anaknya, An. A diberikan
pengobatan dengan menggunakan metode terapi sinar, tetapi
hanya berlangsung tiga bulan karena ayah An. A beranggapan
terapi yang diberikan akan merusak mata anak akibat terpapar
sinar terlalu lama. Namun setelah ayahnya meninggal, pada
usia enam tahun
anak mulai mendapatkan kembali terapi
melalui bantuan fisioterapis setelah mengetahui bahwa anak
akan mengalami kekakuan otot seumur hidup apabila tidak
5
diterapi. Terapi yang digunakan adalah terapi menggunakan
alat TENS yang dilakukan setiap dua kali dalam satu minggu
dengan waktu terapi selama 60 menit. Terapi TENS diimbangi
terapi latihan, yaitu pemainan dengan mengajari anak untuk
berusaha menggunakan tangan
dan kaki yang mengalami
kekakuan, setelah terapi TENS usai diberikan kepada anak.
Anak CP perlu mendapat pengobatan walaupun tidak
menjamin
kesembuhan
secara
total.
Salah satu
upaya
pengobatan untuk anak CP dengan menggunakan terapi TENS
guna memaksimalkan aktivitas fisik anak. Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
melihat
lebih
lanjut
mengenai
Gambaran
Transcutaneous Electric Nerve Stimulation (TENS)
Terapi
pada
Aktivitas Fisik Anak Cerebral Palsy Spastic Hemiplegic
1.2 Fokus Penelitian
Bagaimana Gambaran Terapi Transcutaneous Electric
Nerve Stimulation (TENS) pada Aktivitas Fisik Anak Cerebral
palsy spastic hemiplegic?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Terapi
Transcutaneous Electric Nerve Stimulation (TENS)
pada
Aktivitas Fisik Anak Cerebral Palsy Spastic Hemiplegic.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
peneliti selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Keluarga Anak Cerebral Palsy
Hasil
penelitian
memberikan informasi
ini
diharapkan
dapat
bagi keluarga tentang
upaya rehabilitatif nonfarmakologi pada pasien
cerebral palsy spastic hemiplegic.
1.4.2.2 Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW
Hasil
penelitian
ini
dapat
digunakan
sebagai referensi dan pembelajaran Pediatric In
Nursing,
dalam
menentukan
intervensi
nonfarmakologi pada pasien anak cerebral palsy
spastic hemiplegic.
7
1.4.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data
atau referensi bagi peneliti selanjutnya untuk
dapat mengembangkan penelitian gambaran
terapi TENS pada aktivitas fisik anak CP spastic
hemiplegic.