INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH MANIFESTASI PANAS BUMI DESA KARANGREJO KECAMATAN ARJOSARI, PACITAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET.

(1)

vii

INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH MANIFESTASI PANAS BUMI DESA KARANGREJO KECAMATAN ARJOSARI,

PACITAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET

Tri Eva Lestari 11306141011

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di daerah manifestasi panas bumi Desa Karangrejo, Kecamatan Arjosari, Pacitan dengan menggunakan Metode Geomagnet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran anomali medan magnet dan mengidentifikasi struktur bawah permukaan dan cap rock daerah manifestasi panas bumi Karangrejo.

Pengambilan data dilakukan selama 3 hari dengan spasi antar titik adalah 500 m dan 100 m menggunakan Proton Precession Magnetometer (PPM). Pengolahan data dilakukan dengan koreksi harian, koreksi IGRF, koreksi topografi, reduksi ke kutub dan kontinuasi ke atas. Proses interpretasi data dilakukan dengan menganalisa anomali lokal yang telah dilakukan reduksi ke kutub dan kontinuasi ke atas dengan ketinggian 300 m yang telah dimodelkan dengan menggunakan software Mag2D.C

Hasil interpretasi memperlihatkan nilai anomali lokal yang telah direduksi ke kutub adalah -600 nT sampai 100 nT sedangkan interpretasi dari hasil pemodelan dari 2 sayatan menunjukkan dominasi batuan lava dan breksi.


(2)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Panas bumi (Geothermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh batuan panas. Sistem panas bumi merupakan salah satu sistem yang terjadi dalam proses geologi yang berjalan dalam orde ratusan bahkan jutaan tahun yang dewasa ini membawa manfaat bagi manusia baik dimanfaatkan dengan menjadikan manifestasi untuk pariwisata maupun pemanfaatannya untuk pertanian dan peternakan (Winarsih, 2014).

Secara umum pemanfaatan daerah panas bumi di Indonesia belum dilakukan secara maksimal. Padahal beberapa negara telah memanfaatkan panas bumi untuk sektor non-listrik, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, dan kegiatan lainya. Dengan potensi yang dimiliki Indonesia pemanfaatan panas bumi bisa lebih ditingkatkan agar lebih bermanfaat. Salah satunya adalah sebagai sumber energi alternatif yaitu energi panas bumi.

Indonesia memiliki potensi panas bumi yang sangat besar karena menjadi salah satu negara yang dilewati oleh cincin api (ring of fire). Sekitar 40% atau 29.000 MW total panas bumi dunia berada di Indonesia karena Indonesia adalah negara yang memiliki potensi gunung api yang tinggi (Wahyuni, 2012). Gambar 1 menunjukkan persebaran gunung api di Indonesia. Namun dengan potensi yang sangat besar tersebut, pemanfaatan panas bumi di Indonesia masih belum


(3)

2

maksimal. Bahkan dari 299 daerah yang memiliki potensi panas bumi, yang dimanfaatkan sebagai PLTP hanya 2,68%, sedangkan 45,15% masih dalam tahap penyelidikan awal, 13,04% dalam tahap penyelidikan pendahuluan, 36,79% dalam tahap penyelidikan rincian, dan sebanyak 2,34% dalam tahap eksplorasi atau siap dikembangkan (Qomariah, 2012).

Gambar 1. Peta Persebaran Gunung Api Indonesia (Badan Geologi ESDM, 2015)

Daerah Jawa Timur bagian selatan merupakan jalur vulkanik atau ring of fire dengan rentetan gunung api aktif yang berkesinambungan membentuk sistem panas bumi. Berdasarkan data peta persebaran potensi panas bumi di Indonesia yang diperlihatkan pada Gambar 2, Jawa Timur memiliki potensi panas bumi sekitar 1024 MW (Mochamad et.al, 2011). Potensi panas bumi ini ditandai dengan adanya mata air panas, salah satunya adalah objek wisata air hangat Tirta Husada di daerah Pacitan. Objek wisata air hangat Tirta Husada berada di Desa Karangrejo, Kecamatan Arjosari dengan temperatur sekitar 400 C dan pH normal (Utama, 2012).


(4)

3

Gambar 2. Peta Persebaran Panas Bumi Indonesia (Kasbani, 2010) Manifestasi panas bumi pada daerah penelitian ditandai dengan adanya mata air panas yang digunakan untuk mengetahui sebaran pada daerah Karangrejo. Manifestasi tersebut mengindikasikan bahwa ada sistem reservoir di bawah permukaan daerah Karangrejo yang belum diketahui.

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Indriati (2014) dengan menggunakan metode gravitasi yang menunjukkan bahwa ada 2 orientasi sesar yang mengarah dari timur barat daya dan barat laut-tenggara. Sesar yang melewati daerah penelitian (Pacitan, Arjosari, dan Tegalombo) mengarah ke timur laut-barat daya dengan kedalaman mencapai lapisan batuan dasar sekitar 2 km sampai 3,7 km dengan densitas lapisan tersebut adalah 2,81 gr/cm3. Tim prospek panas bumi proyek penyelidikan gunung api dan panas bumi (1992) menunjukkan temperatur air pada mata air panas Karangrejo sekitar 46 oC-50oC dengan besarnya pH adalah 7. Mata air panas Karangrejo sangat dipengaruhi oleh aktifitas gunung api dan sumbernya sangat dipengaruhi


(5)

4

oleh sesar aktif yang melalui daerah tersebut. Hasil penelitian oleh Akbar et al (1993) memperlihatkan bahwa daerah Karangrejo merupakan daerah prospek panas bumi yang muncul pada batuan gunung api tersier melalui retakan-retakan lava tersier akibat dari peresapan fluida hidrotermal yang bersifat asam sulfat pada zona kekaran (tracturing zone) batuan gunung api tersier dan jumlah potensinya relatif kecil yaitu kurang dari 0,5 MWE. Serta penelitian yang dilakukan oleh Badrudin et al (1993) dengan metode geokimia menunjukkan bahwa mata air panas Karangrejo dipengaruhi oleh aktifitas gunung api dengan pendugaan suhu sekitar 125oC sampai 134oC.

Survei pendahuluan yang digunakan untuk mengetahui potensi panas bumi salah satunya adalah dengan melakukan survei geofisika. Salah satu metode yang digunakan dalam survei geofisika adalah metode geomagnet. Beberapa penelitian yang menggunakan metode geomagnet adalah penelitian dari Indratmoko et. al (2009) di daerah manifestasi panas bumi Parang Tritis Kabupaten Bantul yang menunjukkan bahwa anomali medan magnet pada daerah tersebut timbul diperkirakan karena adanya panas bumi yang terlihat dari nilai suseptibilitasnya. Penelitian Fernania et. al (2013) di daerah panas bumi Tiris Probolinggo yang menunjukkan nilai anomali total, anomali regional, anomali residual atau anomali lokal, anomali reduksi ke kutub dan dominasi batuan di daerah tersebut. Penelitian Fidyaningrum (2013) menunjukkan pendugaan dapur magma gunung api Inelika Flores dan formasi batuannya.

Beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode geomagnet tidak hanya digunakan untuk mengetahui nilai anomali medan magnet suatu daerah.


(6)

5

Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan nilai suseptibilitas suatu bahan, litologi suatu daerah dan dapat juga digunakan untuk mengetahui posisi dapur magma pada gunung api. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode geomagnet agar dapat mengetahui anomali medan magnet dari bawah permukaan untuk mengidentifikasi panas bumi Karangrejo dengan tujuan mengetahui struktur bawah permukaan dan cap rock pada sistem panas bumi Karangrejo. Selain itu, penelitian-penelitian yang sudah dilakukan di daerah penelitian belum ada yang menggunakan metode geomagnet sehingga belum ada data anomali medan magnet di daerah manifestasi panas bumi Karangrejo. Data formasi batuan bawah permukaan juga belum ada, sehingga dengan metode geomagnet diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai daerah manifestasi panas bumi Karangrejo.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Belum adanya data yang menunjukkan anomali medan magnet yang terdapat di daerah manifestasi panas bumi Karangrejo sehingga data yang akan diperoleh dapat digunakan untuk melengkapi data pada penelitian sebelumnya.

2. Belum adanya data struktur bawah permukaan dan cap rock di manifestasi panas bumi Karangrejo sehingga data yang akan diperoleh dapat digunakan untuk keperluan explorasi atau pun penelitian selanjutnya.


(7)

6 C. Pembatasan Masalah

Batasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Daerah penelitian hanya di sekitar daerah manifestasi panas bumi Karangrejo yang terletak pada 8˚5’34.65”hingga 8˚5’18.83” LS dan 111˚7’49.88” hingga 111˚7’50.00” BT.

2. Karakteristik panas bumi yang dianalisa adalah formasi batuan penyusun sistem panas bumi berdasarkan anomali medan magnet yang tersebar di daerah penelitian dengan nilai rendah sebagai indikator panas bumi karena batuan mengalami proses demagnetisasi. Pemodelan bawah permukaan ditunjang dengan adanya peta geologi untuk mengetahui karakteristik dari panas bumi Karangrejo.

3. Sistem panas bumi yang diteliti hanya pada batuan cap rock yang berfungsi untuk menahan fluida agar tidak bercampur dengan air tanah.

D. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sebaran anomali medan magnet pada daerah manifestasi panas

bumi Karangrejo?

2. Bagaimana struktur bawah permukaan dan cap rock daerah manifestasi panas bumi Karangrejo?


(8)

7 E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui sebaran anomali medan magnet pada daerah manifestasi panas bumi Karangrejo.

2. Mengidentifikasi struktur bawah permukaan dan cap rock daerah manifestasi panas bumi Karangrejo.

F. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terkait dengan karakteristik panas bumi dan daerah yang memiliki potensi panas bumi. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai panas bumi untuk peneliti lain yang akan meneliti daerah panas bumi Karangrejo. 2. Diharapkan penelitian ini dapat berkontribusi dalam kemajuan di bidang

pertanian dan peternakan, seperti pembudidayaan jamur merang pada daerah manifestasi panas bumi Parangwedang dan pembudidayaan bibit ikan di negara-negara lain seperti New Zealand dan Jepang sehingga dari hal tersebut dapat dipertimbangkan untuk membangun pertanian dan peternakan kreatif di daerah Karangrejo. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam upaya pemanfaatan energi panas bumi baik dalam bidang listrik maupun non-listrik.


(9)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Suseptibilitas Magnet

Suseptibilitas magnet adalah kemampuan suatu bahan magnet untuk dimagnetisasi yang ditentukan oleh nilai suseptibilitas magnet yang ditunjukkan oleh persamaan:

(1)

dengan adalah intensitas magnet dalam A/m, k adalah nilai suseptibilitas suatu bahan dan tidak memiliki dimensi serta adalah kuat medan magnet dalam A/m.

Nilai k adalah parameter dasar yang digunakan dalam metode magnet. Nilai suseptibilitas batuan semakin besar jika dalam batuan tersebut dijumpai banyak mineral yang bersifat magnet. Litologi (karakteristik) dan kandungan mineral batuan adalah faktor yang mempengaruhi harga suseptibilitas suatu bahan (Telford et al, 1990).

Tabel 1. Suseptibilitas Batuan Beku (Telford, et al, 1990).

Tipe Batuan Suseptibilitas

Nilai Rerata

Batuan Beku

Granite 0-50 2.5

Rhyolite 0.2-35

Dolorite 1-35 17

Augite-syenite 30-40

Olivine-diabase 25

Diabase 1-160 55

Porphyry 0.3-200 60

Gabbro 1-90 70

Basalts 0.2-175 70

Diorite 0.6-120 85

Pyroxenite 125

Peridotite 90-200 150

Av. acidic igneous 0-80 8


(10)

9

Berdasarkan nilai suseptibilitas magnet, material dibedakan menjadi: 1. Ferromagnet

Suseptibilitas material ferromagnet memiliki nilai antara 10-4 sampai 1.6 emu. Nilai k positif dan tidak bergantung pada temperatur Curie karena material penyusun atomnya mempunyai momen magnet dan interaksi antara atom terdekatnya sangat kuat. Kombinasi antara orbit elektron dan gerak spinnya menghasilkan medan magnet yang kuat. Material ferromagnet dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: ferromagnet seperti besi, nikel dan kobalt; antiferromagnet (hermatite Fe2O3) biasanya terdapat di superkonduktor URu2 Si2, logam Chromium Cr, alloy

FeMn, dan NiO; dan ferrimagnet (magnetite Fe3O4 x ilemine FeTiO3) yang

muncul dalam bentuk gamet ferrit dan magnet. 2. Paramagnet

Nilai suseptibilitas dari bahan ini antara sampai emu dan berbanding terbalik dengan temperatur Curie. Medan magnet pada material ini hanya ada jika termagnetisasi oleh medan magnet dari luar. Jika pengaruh ini hilang maka medan magnet pada material ini pun akan ikut menghilang. Akibat adanya pengaruh termal gerakan momen dipolenya menjadi acak dan nilai induksi magnetnya kecil. Hal tersebut terjadi karena jumlah elektronnya ganjil dan hanya sebagian kecil spin yang dapat berpasangan.

3. Diamagnet

Nilai suseptibilitas material ini antara sampai emu. Intensitas induksi dari bahan diamagnet berlawanan arah dengan gaya magnet atau medan polarisasi karena k bernilai negatif. Semua material menunjukkan


(11)

10

respon sebagai diamagnet ketika berada di dalam medan magnet. Contohnya adalah batuan kuarsa, marmer graphite, rock salt, anhydrite, gypsum, air, kayu, dan beberapa bahan organik seperti minyak dan plastik serta beberapa logam, salah satunya adalah tembaga. Jumlah elektronnya genap dan berpasangan sehingga efek magnetisasinya paling kuat dalam medan polarisasi.

B. Induksi Medan Magnet

Suatu bahan magnet yang diletakkan dalam medan magnet luar akan menghasilkan medan tersendiri yang meningkatkan nilai total medan magnet bahan tersebut. Induksi medan magnet didefinisikan sebagai medan magnet total bahan yang dapat ditulis sebagai (Winarsih, 2010):

(2)

dimana satuan , dan dianggap sama dalam sistem satuan cgs. Hubungan medan sekunder dengan intensitas magnet adalah:

(3)

sehingga:

(4)

Konstanta 1+4πk sama dengan permeabilitas magnet (μ) yang juga merupakan perbandingan antara dan sehingga dapat ditulis sebagai:


(12)

11 C. Medan Magnet Bumi

1. Komponen-Komponen Medan Magnet Bumi

Komponen medan magnet yang berasal dari medan bumi merupakan efek yang timbul karena sifat inti bumi yang cair sehingga memungkinkan adanya gerak relatif antara kulit bumi dengan inti bumi yang disebut dengan efek dinamo. Komponen medan magnet bumi biasa disebut elemen medan magnet bumi yang mempunyai tiga arah utama yaitu komponen arah utara, komponen arah timur, dan komponen arah bawah atau dalam koordinat kartesian dinyatakan dalam X, Y, dan Z. Elemen-elemen tersebut adalah:

a. Deklinasi (D), merupakan sudut utara magnet bumi dengan komponen horizontal yang dihitung dari utara menuju timur (sudut antara utara geomagnet dan utara geografis). Peta deklinasi medan magnet bumi ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Peta Deklinasi Medan Magnet Bumi (NOAA, 2015).

b. Inklinasi (I), merupakan sudut antara medan magnet total dengan bidang horizontal yang dihitung dari horizontal menuju vertikal ke bawah (sudut


(13)

12

antara bidang horizontal dan vektor medan total) diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Inklinasi Medan Magnet Bumi (NOAA, 2015).

c. Intensitas horizontal (H), merupakan besar medan magnet total pada arah horizontal.

d. Medan magnet total, merupakan besar medan vektor magnet total.

Deklinasi juga bisa disebut variasi harian kompas dan inklinasi disebut dengan dip. Bidang vertikal yang berhimpit dengan arah dari medan magnet disebut meridian magnet (Telford et al,1990). Hubungan dari komponen-komponen tersebut ditunjukkan oleh Gambar 5.

Gambar 5. Komponen-Komponen Medan Magnet Bumi (Telford et al, 1990).


(14)

13

Berdasarkan Gambar 5, intensitas komponen horizontalnya adalah:

(6)

Medan magnet total bumi adalah:

(7)

Sudut inklinasinya adalah:

(8)

Sudut deklinasinya adalah:

(9)

2. Faktor Topografi Terhadap Medan Magnet

Topografi dapat mempengaruhi medan magnet suatu daerah. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari korelasi antara kontur daerah dengan medan magnet daerah tersebut. Jika kontur daerah dan nilai medan magnet pada daerah tersebut bersesuaian maka diperlukan koreksi topografi untuk menghilangkan pengaruh tersebut.

Koreksi topografi dalam metode geomagnet dilakukan ketika pengaruh topografi terhadap medan magnet sangat kuat. Koreksi topografi dalam metode medan magnet tidak memiliki aturan yang jelas. Salah satu metode untuk melakukan koreksi topografi adalah menggunakan transformasi pseudogravitasi dan gradient horizontal (Nurdiyanto et al, 2004). Transformasi tersebut digunakan untuk menghilangkan pengaruh topografi terhadap medan magnet suatu daerah.


(15)

14 3. Medan Magnet Luar

Medan magnet bumi juga dipengaruhi oleh medan magnet luar. Sumber dari medan magnet luar ini berasal dari luar bumi atau hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Sumbangan medan ini hanya sekitar 1% dari total medan bumi.

Perubahan medan luar terhadap waktu jauh lebih cepat dibandingkan medan permanen karena sumber medan luar berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer luar akibat aktivitas matahari. Perubahan medan magnet dalam waktu yang singkat dengan periode harian dikenal dengan variasi harian (diurnal variation). Variasi harian terjadi akibat adanya perubahan besar dan arah sirkulasi arus listrik yang ada di lapisan ionosfer. Proses ionisasi pada lapisan ionosfer menimbulkan fluktuasi arus sehingga terjadi variasi harian. Variasi harian terjadi secara periodik dengan periode sekitar 24 jam dan jangkauan rata-rata 10 gamma hingga 30 gamma.

Selain variasi harian, badai magnet (magnetic storm) juga menjadi sumber medan magnet luar. Badai magnet terjadi karena adanya aktivitas matahari terutama saat munculnya bintik matahari (sunspot). Jangkauan badai magnet bisa mencapai ratusan hingga ribuan gamma dan berlangsung dalam beberapa jam. Pengukuran saat terjadi badai magnet tidak bisa dilakukan jika menggunakan metode magnet karena besar medan magnet yang dihasilkan oleh badai tersebut dapat mengganggu pengukuran (Telford et al, 1990).

Indikasi terjadinnya badai magnet dapat dilihat dari indeks Dst (Disturbanced strom time). Indeks Dst adalah suatu ukuran aktivitas geomagnet


(16)

15

yang menjadi indikator terjadinya gangguan geomagnet atau dikenal dengan badai geomagnet. Badai geomagnet ditandai dengan menurunnya pergerakan intensitas pada indeks Dst. Variasi komponen H adalah medan magnet lokal yang diterima di bumi dari setiap pengamatan geomagnet. Variasi komponen H juga bisa dikatakan sebagai indeks Dst karena memiliki pola yang sama (Rachyany, 2009). Gambar 6 menunjukkan grafik Dst selama penelitian dan Tabel 2 menunjukkan klasifikasi badai geomagnet.

Gambar 6. Grafik Dst Penelitian (ISGI, 2015).

Tabel 2. Klasifikasi Badai Geomagnet Berdasarkan Nilai Indeks Dst (Rachyany, 2009)

Intensitas Dst (nT) Klasifikasi Dst

-50 ≤ Dst ˂ -30 Lemah

-100 ≤ Dst ˂ -50 Sedang

-200 ≤ Dst ˂ -100 Kuat

Dst ˂ -200 Sangat Kuat

4. Medan Magnet Utama

Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama. Proses ini tidak akan


(17)

16

menghilangkan medan periodik yang berasal dari luar, begitu juga spektrum panjang gelombang, medan magnet utama, dan medan magnet lokal. Adanya perubahan medan magnet bumi terhadap waktu mengakibatkan ketidakseragaman nilai medan magnet bumi, sehingga untuk menyeragamkan nilai-nilai medan magnet bumi dibuatlah standar nilai yang disebut dengan International Geomagnetics Reference Field (IGRF). Nilai medan magnet ini ditentukan berdasarkan kesepakatan internasional di bawah pengawasan International Association of Geomagnetic and Aeronomy (IAGA). Nilai IGRF selalu diperbaharui setiap 5 tahun sekali yang didapatkan dari hasil rata-rata pengukuran selama satu tahun pada daerah dengan luasan sekitar 1 km2 (Telford et al, 1990) seperti diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Peta Intensitas Total Medan Magnet Bumi (NOAA, 2015).

5. Medan Magnet Lokal (Anomali)

Medan magnet lokal sering disebut dengan anomali medan magnet (crustal field). Anomali medan magnet total bumi adalah medan magnet yang dihasilkan oleh anomali atau batuan termagnetisasi pada kerak bumi akibat


(18)

17

induksi medan utama magnet bumi. Nilai anomali dapat dihitung dari pengukuran medan magnet total dikurangi medan magnet bumi melalui nilai IGRF yang sesuai dengan tempat penelitian (Telford et al, 1990).

D. Transformasi Medan Magnet 1. Reduksi Ke Kutub

Metode reduksi ke kutub magnet bumi berguna untuk mengurangi tahap yang sulit dalam proses interpretasi data dengan menunjukkan anomali medan magnet pada posisi benda tersebut. Reduksi dilakukan dengan mengubah sudut inklinasi dan sudut deklinasi menjadi 90o dan 0o seperti ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Anomali Medan Magnet Hasil Reduksi ke Kutub (Blakely, 1995).

Proses transformasi reduksi ke kutub dilakukan dengan mengubah arah distribusi magnetisasi dan medan utama dalam arah vertikal. Salah satunya adalah dengan menggunakan transformasi Fourier (Blakely, 1995):

(10)

dimana:


(19)

18

dengan nilai dan nilai serta adalah transformasi Fourier reduksi ke kutub. adalah transformasi Fourier anomali medan magnet yang diukur di kutub. adalah transformasi Fourier medan magnet yang diakibatkan oleh magnetisasi sumbernya. adalah bilangan gelombang (wavenumber). adalah fungsi kompleks magnetisasi. adalah fungsi kompleks medan utama. adalah vektor satuan dalam arah magnetisasi (x,y,z). adalah vektor satuan dalam arah medan magnet utama (x,y,z).

Persamaan (11) menunjukkan transformasi anomali medan magnet total yang diukur pada sebuah lokasi dengan arah magnetisasi dan medan utama dengan nilai tertentu sehingga membentuk anomali yang berbeda. Perubahan ini terjadi karena perubahan arah vektor magnetisasi dan medan utama, meskipun anomali tersebut disebabkan oleh distribusi magnetisasi yang sama (Blakely, 1995).

2. Kontinuasi ke Atas

Kontinuasi ke atas dilakukan dengan mentransformasikan medan potensial yang diukur di permukaan tertentu ke medan magnet potensial pada permukaan lain yang lebih jauh dari sumber. Transformasi ini memperlemah anomali-anomali sebagai fungsi panjang gelombang, dimana semakin pendek panjang gelombangnya maka semakin besar atenuasinya. Konsep dasar kontinuasi ke atas berasal dari identitas ketiga teorema Green. Teorema ini menjelaskan apabila suatu fungsi U bersifat harmonik, kontinyu, dan mempunyai turunan yang


(20)

19

kontinyu di sepanjang daerah R, maka nilai U pada suatu titik P di dalam daerah R dapat dinyatakan dengan persamaan (Blakely, 1995):

(12)

dengan S adalah permukaan daerah R, n menunjukkan arah normal keluar dan r adalah jarak antara titik P ke suatu titik pada permukaan S. Persamaan (12) dan Gambar 9 menjelaskan prinsip dasar dari kontinuasi ke atas, dimana medan potensial dapat dihitung pada setiap titik dalam suatu daerah berdasarkan sifat medan pada permukaan yang melingkupi daerah tersebut.

Gambar 9. Kontinuasi ke Atas dari Permukaan Horizontal (Blakely, 1995).

E. Panas Bumi atau Geotermal 1. Sistem Panas Bumi

Sistem panas bumi atau sistem geotermal terdiri atas 4 elemen utama, yaitu batuan reservoir permeable, sistem hidrologi yang membawa air dari reservoir ke permukaan, sumber panas (heat source), dan cap rock atau clay cap (lapisan penutup) seperti diperlihatkan pada Gambar 10. Dalam sudut pandang geologi, magma yang berada di dalam bumi merupakan sumber energi panas bumi yang berfungsi sebagai kompor yang menyala. Magma tersebut menghantarkan


(21)

20

panas secara konduktif pada batuan yang ada di sekitarnya. Akibat panas tersebut terjadi aliran konveksi fluida hidrotermal di dalam pori-pori batuan. Fluida hidrotermal ini akan bergerak ke atas menuju permukaan namun tidak sampai karena terhalang oleh lapisan batuan yang bersifat impermeable (Lita, 2012). Fluida hidrotermal yang tertahan akan menjadi lebih dingin dan akan turun kembali, hal ini akan terjadi berulang-ulang sehingga menyebabkan terjadinya arus konveksi. Arus konveksi mengakibatkan fluida hidrotermal terakumulasi pada suatu tempat yang disebut reservoir atau lebih tepatnya reservoir panas bumi. Cap rock memiliki peran untuk menjaga air yang berada pada reservoir agar memiliki tekanan yang tetap dan tidak bercampur dengan air permukaan, sehingga fluida hidrotermal yang berada di reservoir akan terpisah dengan groundwater (air tanah) yang lebih dangkal. Fluida hidrotermal akan berakumulasi di reservoir sehingga menyebabkan tekanan akan semakin besar dan mengakibatkan fluida tersebut bergerak ke atas dan menimbulkan rekahan-rekahan dan muncul di permukaan sebagai manifestasi panas bumi (Winarsih, 2014).


(22)

21 2. Model Geologi Panas Bumi

Kondisi geologi sumber-sumber panas bumi dunia sangat beragam. Pengelompokan geologi daerah panas bumi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu sistem magmatik vulkanik aktif dan sistem selain magmatik vulkanik aktif. Sebagian besar sistem magmatik aktif memiliki temperatur yang tinggi (lebih dari 180oC) dan bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Pemanfaatan energi panas bumi secara langsung (direct use) bisa diperoleh dari kedua sistem (Marini, 2000).

Sistem magmatik vulkanik aktif yang bertemperatur tinggi umumnya terdapat di sekitar pertemuan lempeng samudera dan lempeng benua. Posisi Indonesia berada di batas antara lempeng Eurasia dan Indo-Australia sehingga Indonesia memiliki potensi panas bumi yang cukup tinggi (Suparno, 2009).

Gambar 11. Penampang Vertikal Sistem Magnet Vulkanik Aktif (DiPippo, 2012)

Gambar 11 merupakan penampang vertikal geologi daerah magnet vulkanik aktif akibat tumbukan antara lempeng samudera (oceanic crust) dan


(23)

22

lempeng benua (continental crust) dimana lempeng samudera menunjam ke bawah lempeng benua. Temperatur yang sangat tinggi pada kerak bumi menyebabkan lempeng samudera meleleh. Lokasi lelehan (zone of partial melting) diperkirakan berada pada kedalaman 100 km dari permukaan bumi di antara kerak bumi dan bagian luar mantel bumi. Densitas lelehan akan lebih rendah dari sumbernya sehingga lelehan tersebut akan cenderung naik ke atas dan menjadi magma. Magma tidak pernah ditemukan dalam bentuk cair murni. Semua magma adalah lelehan batuan panas dengan campuran antara silikat cair, kristal mineral, gas karbondioksida serta senyawa beracun lainnya yang membentuk campuran kompleks. Magma saat mendekati permukaan bumi akan menyebabkan letusan vulkanik. Magma yang sudah keluar ke permukaan bumi disebut lava yang berupa lelehan batuan panas yang akan menjadi dingin secara perlahan dan membentuk batuan beku vulkanik di permukaan tanah. Magma yang bergerak ke atas pun bisa terjebak di dalam bumi dan perlahan-lahan menjadi dingin membentuk batuan beku sehingga komposisi magma dapat ditentukan dari komposisi batuan beku. Proses vulkanik melibatkan unsur-unsur gas yang terkadung dalam magma sehingga mengakibatkan komposisi batuan beku tidak selalu sama dengan komposisi magma aslinya (Suparno, 2009).

3. Manifestasi Panas Bumi

Suatu sistem hidothermal bawah permukaan di suatu wilayah seringkali ditunjukkan dengan adanya manifestasi panas bumi di permukaan (geothermal surface manifestation). Beberapa manifestasi panas bumi adalah sebagai berikut:


(24)

23 1. Tanah hangat (Warm Ground)

Tanah hangat merupakan salah satu manifestasi panas bumi yang ditandai dengan adanya tanah yang memiliki temperatur lebih tinggi dari pada temperatur tanah di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena adanya perpindahan panas secara konduksi dari batuan bawah permukaan ke batuan permukaan.

2. Tanah beruap (Steaming Ground)

Tanah beruap ditandai dengan adanya uap panas (steam) yang keluar dari dalam tanah. Uap panas ini berasal dari suatu lapisan tipis dekat permukaan yang mengandung air panas yang mempunyai temperatur yang sama atau lebih besar dari titik didihnya.

3. Mata air panas atau hangat (Hot or Warm Spring)

Mata air panas terbentuk akibat adanya aliran panas dari bawah permukaan melalui rekahan-rekahan batuan. Gambar 12 menunjukkan mata air panas di Karangrejo.


(25)

24 4. Furamole

Furamole adalah lubang kecil yang memancarkan uap panas kering (dry steam) atau uap panas yang mengandung air (wet steam). Apabila uap tersebut mengandung H2S maka manifestasi permukaan disebut solfatara.

5. Geyser

Geyser adalah mata air panas yang menyembur ke udara secara intermitten (pada selang waktu tak tentu) dengan ketinggian tertentu.

6. Kubangan Lumpur Panas (Mud Pools)

Kubangan lumpur panas umumnya mengandung CO2 dengan sejumlah

kecil uap panas. Lumpur terdapat dalam keadaan cair karena kondensasi uap panas, sedangkan letupan terjadi karena pancaran CO2.

7. Sinter Silika

Sinter silika merupakan endapan silika di permukaan yang memiliki warna keperakan. Sinter silika umumnya dijumpai di sekitar mata air panas dan lubang geyser.

8. Batuan Teralterasi

Alterasi hidrotermal adalah proses yang terjadi karena adanya reaksi antara batuan dengan fluida panas bumi (mengandung klorida) yang berasal dari reservoir panas bumi yang terdapat di bawah permukaan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pengendapan dan pertukaran elemen-elemen batuan dengan fluida. Air yang bersifat asam mengubah batuan asal menjadi clay dan terlepasnya mineral-mineral lain.


(26)

25

F. Prinsip Kerja Proton Precession Magnetometer (PPM)

Proton Precession Magnetometer (PPM) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur medan magnet bumi berdasarkan terjadinya frekuensi presesi (frekuensi Larmor) dengan sensor berbentuk silinder dimana di dalamnya terisi cairan yang kaya akan proton. Proton ini berputar pada sumbunya (spin), sehingga menimbulkan suatu momen magnet lemah yang dipengaruhi dan diarahkan oleh medan magnet bumi di lokasi pengukuran.

Medan magnet yang kuat pada target pengukuran akan menyebabkan kedudukan momen magnet proton target akan bergeser dari posisi semula. Proton akan berpresesi dan berusaha kembali pada posisi semula jika medan magnet tersebut dihilangkan, sehingga menyebabkan munculnya frekuensi presesi yang dapat diukur untuk menentukan besar medan magnet yang mempengaruhi.

Gambar 13 menunjukkan prinsip kerja alat PPM dengan blok diagram kerja. Prinsip kerja tersebut didasarkan pada frekuensi presesi yang dihasilkan oleh momen gaya dan momentum sudut poton. Momen magnet yang disebabkan oleh sebuah proton yang berada dalam medan magnetik adalah:

(13)

hubungan antara momen magnet spin dan momentum sudut adalah:

(14)

sehingga

(15)

sedangkan momentum sudut menurut Hukum Newton didefinisikan sebagai:


(27)

26 sehingga

(17)

dengan tegak lurus terhadap sehingga besarnya adalah tetap dan selama perubahan waktu , bergerak sejauh .

(18)

sehingga

(19)

dengan γ adalah gyromagnetic ratio (23.4868 Hz/gamma), B adalah medan magnet, f adalah frekuensi presesi.

Gambar 13. Blok Diagram Kerja PPM (Fathonah, 2014). Turned Amplifier Clipper Differentiator Preset Counter Gate Timing Frecuency Oscillator Timing Counter Digital to Analog

Conventer Chart Recoreder Program Timer Ambient Field Polarizing

Field Polarizing Supply Signal Pulse

Start Pulse

Open-Closed Gate Pulse Coil dan H2O


(28)

27

G. Geologi dan Sistem Panas Bumi Karangrejo 1. Struktur Geologi Karangrejo

Daerah Karangrejo memiliki struktur batuan dengan formasi Mandalika (Tomm) yang berumur Oligosen Akhir - Miosen Awal dengan ketebalan ± 300 m. Formasi Mandalika yang berupa perulangan menjari satuan breksi vulkanik, lava bantal, tufa, tufa dasitik dan batu pasir tufaan. Selain itu, daerah tersebut juga terdapat beberapa sesar dengan arah sebagai berikut (Abdullah et al, 2003) :

a. Sesar-sesar yang berarah Timurlaut-Baratdaya (NE-SW) merupakan sesar mendatar mengiri turun, berjumlah empat buah dengan sesar utama adalah sesar Grindulu.

b. Sesar-sesar yang berarah Utara-Selatan (N-S) merupakan sesar mendatar menganan (dekstral) turun berjumlah dua buah.

c. Sesar-sesar yang berarah Utara-Selatan (N-S) merupakan sesar mendatar mengiri (sinistral) turun berjumlah tiga.

d. Sesar-sesar yang berarah Baratlaut-Tenggara (NW-SE) merupakan sesar mendatar menganan turun berjumlah lima buah.

Batuan pada daerah Karangrejo termasuk dalam batuan tersier yang terdiri dari batuan gunung api tua yaitu lava dan breksi tufa yang berperan sebagai batuan dasar. Lava dan breksi tufa tersebar di bawah endapan sedimen klasik halus tufa dan sedimen klasik kasar yang terdiri dari breksi yang beragam jenis fragmennya. Selain itu, terdapat pula batuan terobosan yang berupa retas dan korak yang digolongkan ke dalam terobosan dasit. Terobosan dasit merupakan akhir dari kegiatan vulkanisme di pegunungan selatan yang berkaitan dengan


(29)

28

pembentukan mineralisasi pada batuan api tersier pada zaman Miosen Tengah (Akbar et al, 1993). Struktur bawah permukaan daerah Karangrejo ditunjukkan oleh Gambar 14.

Gambar 14. Penampang Struktur Bawah Permukaan Daerah Karangrejo (Akbar dkk, 1993).


(30)

29 2. Sistem Panas Bumi Karangrejo

Kenampakan panas bumi Karangrejo diakibatkan oleh permeabilitas primer yaitu melalui butiran atau fragmen antar batuan penyusunnya. Selain itu, adanya sesar di sekitar daerah panas bumi menjadi permeabilitas sekunder pada kemunculan air panas Karangrejo karena adanya retakan-retakan (fracturing) akibat sesar. Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk menyalurkan atau meloloskan fluida.


(31)

30

Gambar 15 menunjukkan sistem panas bumi Karangrejo, dimana batuan yang berperan sebagai batuan dasar merupakan lava dan breksi tufa. Breksi tufa (Tmbt) yang berumur tersier atau Miosen atas berada di lapisan paling bawah dengan permeabilitas tinggi yang berperan sebagai media reservoir. Lapisan selanjutnya adalah tufa (Tms) yang memiliki permeabilitas rendah berfungsi sebagai batuan kedap air (cap rock) dan lapisan paling atas adalah endapan sedimen klasik yang dinyatakan sebagai breksi polimik. Batuan gunung api di daerah Karangrejo terlihat dari sebaran sisipan andesit pada endapan sedimen klasik. Batuan andesit (Toma) merupakan bagian dari kegiatan vulkanisme tertua pada zaman Miosen atas dan pada umumnya terdapat di sepanjang dasar sungai Grindulu dan sungai Pacitan (Akbar et al, 1993).

Daerah manifestasi panas bumi Karangrejo merupakan daerah panas bumi akibat adanya aktivitas gunung api, sehingga menyebabkan adanya batuan beku seperti dijelaskan sebelumnya. Tabel 1 memperlihatkan nilai suseptibilitas batuan beku secara umum, sehingga untuk mengidentifikasi batuan pada panas bumi masih membutuhkan informasi yang lebih detail. Tabel 3 dapat digunakan untuk mengidentifikasi batuan pada data lapangan karena Tabel 3 merupakan nilai batuan pada daerah panas bumi Bonjol yang muncul akibat aktivitas gunung api karena adanya kesamaan antara panas bumi Bonjol dan panas bumi Karangrejo, maka nilai suseptibilitas pada panas bumi Bonjol dapat dijadikan referensi untuk mengidentifikasi batuan panas bumi Karangrejo.


(32)

31

Tabel 3. Suseptibilitas Magnet Batuan di Daerah Panas Bumi Bonjol (Mustang et al, 2007)

Batuan Satuan Batuan Suseptibilitas (10-4) cgs

Lava Andesit Lava Tua 0.02-0.04

Breksi Sedimen (Qs) 0.01-0.03

Alterasi Lempung ALT LK 0.01-0.03

Andesit Piroksen Piroklas 0.30-0.48

Bongkah Silifikasi Piroklas 0.00-0.02

Aliran Piroklastik Piroklas 0.02-0.11

Lava Dasitik Lava BM 0.00-0.02

Andesit Piroksen Laba BS 1.00-1.20

Ansedit Terubah Mineral Emas 0.07-0.11

Lempung Kaolin Lava BM 0.00-0.02

H. Kerangka Pikir

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode geomagnet untuk mengetahui kondisi bawah permukaan bumi berdasarkan nilai suseptibilitas batuan. Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi intensitas magnet di permukaan bumi yang disebabkan adanya distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan.

Identifikasi bawah permukaan suatu daerah dengan menggunakan metode geomagnet dilakukan dengan Proton Precission Magnetometer (PPM). Analisis datanya menggunakan hasil pemodelan dari software Mag2DC yang akan diinterpretasi dan dicocokkan dengan informasi geologi. Analisis tersebut diperoleh dengan terlebih dahulu mengolah data dengan melakukan koreksi agar didapatkan anomali lokal yang diinginkan, beberapa koreksi tersebut adalah koreksi topografi, koreksi variasi harian, koreksi IGRF, reduksi ke kutub dan kontinuasi ke atas.


(33)

64

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, C.I, et al. (2003). Analisis Dinamik Tegasan Purba pada Satuan Bantuan Paleogen-Neogen di Daerah Pacitan dan sekitarnya, Provinsi Jawa Timur Ditinjau dari Studi Sesor Minor dan Kekar Tektonik. Prosiding. ITB Sains.

Abdullah, C.I., et al. (2003). Analisis Dinamik Tegasan Purba pada satuan batuan Paleogen-Neogen di daerah Pacitan dan sekitarnya, Provinsi Jawa Timur ditinjau dari studi sesar minor dan kekar tektonik. Prosiding. Fakultas Sains dan Teknologi, ITB.

Akbar, M., et al. (1993). Penyelidikan Prospeksi Panas Bumi Daerah Karangrejo dan Sekitarnya. Departemen Pertambangan dan Energi Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral Direktorat Vulkanologi.

Badan Geologi ESDA. (2015). Peta Persebaran Gunung Api Indonesia. http://merapi.bgl.esdm.go.id/. Diunduh tanggal 20 April 2015, pukul 06:50 WIB.

Badrudn, M., et al. (1993). Penyelidikan Geokimia Panas Bumi Karangrejo dan Sekitarya Kab. Pacitan Jawa Timur. Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Direktorat Vulkanologi.

Blakely, Richard J. (1995). Potential Theory in Gravity and Magnetik Application. Cambrige University Press.

DiPippo, Ronald. (2012). Geothermal Power Plants: Principles, Application, Case Studies and Environmental Impact Third Edition. Chancellor Professor Emeritus, University of Massachusetts Dartmouth, Nort Dartmouth, Massachusetts.

Fathonah, Ira Maya. (2014). Identifikasi Jalur Sesar Opak Berdasarkan Analisis Data Anomali Medan Magnet dan Geologi Regional Yogyakarta. Skripsi. UNY

Fernania, Nella dkk. (2013). Identifikasi Litologi Panasbumi Tiris Probolinggi Berdasarkan Metode Magnetik. Jurnal. Universitas Brawijaya Malang. Fidyaningrum, Sasmita et al. (2013). Pendugaan Posisi Dapur Magma Gunungapi

Inelika, Flores, Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Survei Magnetik. Jurnal. Universitas Brawijaya, Malang.

H. Samodra, S. Gafoer dan S. Tjokrosapoetro. (1992). Peta Geologi Lembar Pacitan Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.


(34)

65

Indratmoko, Putut dkk. (2009). Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Panas Bumi Parang Tritis Kabupaten Bantul DIY Dengan Metode Magnetik. Jurnal. Universitas Diponegoro Semarang.

Indritanti, Yesika Wahyu dkk. (2014). Pemodelan Konfigurasi Dasar Batuan Dasar Struktur Geologi Bawah Permukaan Menggunakan Data Anomali Gravitasi Di Daerah Pacitan-Arjosari-Tegalombo, Jawa Timur. Jurnal.

Universitas Brawijaya.

(http://physics.studentjournal.ub.ac.id/index.php/psj/article/view/141/76). ISGI. (2015). Grafik Dst Penelitian. http://isgi.unistra.fr/data_plot.php//. Diunduh pada tanggal 20 September, pukul 23.01 WIB.

Kasbani. (2010). Penataan Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Potensi Panas Bumi. Artikel. Kementerian ESDM.

Lita, Fristy. (2012). Identifikasi Anomali Magnetik Di Daerah Prospek Panasbumi Arjuna-Welirang. Skripsi. Universitas Indonesia.

Marini, Luigi. (2000). Geochemical Techniques For The Exploration and Exploitation of Geothermal Energy. Dipartimento per lo Studio del Territorio e delle sue Risorse, Università degli Studi di Genova, Corso

Europa 26, 16132 Genova, Italia

(http://www.dipteris.unige.it/geochimica/Pesto/lectures/chile.pdf).

Mochamad Nur Hadi, Dedi Kusnadi, & Yuanno Rezky. (2011). Penyelidikan Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Arjuno-Welireng, Kabupaten Mojokerto dan Malang, Provinsi Jawa Timur. Prosiding. Badan Geologi Kementerian ESDM.

Mustang, Ario, et al. (2007). Penyelidikan Gaya Berat dan Geomagnet Di Daerah Panas Bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat. Prosiding. Sumber Daya Geologi.

NOAA. (2015). Peta Deklinasi Medan Magnet Bumi. http://www.noaa.gov/. Diunduh tanggal 25 Juni 2015, pukul 21.57 WIB.

NOAA. (2015). Peta Inklinasi Medan Magnet Bumi. http://www.noaa.gov/. Diunduh tanggal 25 Juni 2015, pukul 21.40 WIB.

NOAA. (2015). Peta Intensitas Total Medan Magnet Bumi. http://www.noaa.gov/. Diunduh tanggal 25 Juni 2015, pukul 21.33 WIB.

Nurdiyanto, Boko, et al. (2004). Analisis Data Magnetik Untuk Mengetahui Struktur Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Air Panas di Lereng Utara Gunung Api Ungaran. Prosiding. Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Universitas Gadjah Mada.


(35)

66

Prihadi. (2010). Energi Panas Bumi. Istitut Teknologi Bandung. (http://www.slideshare.net/poetndy/geothermal-system).

Qomariah. (2012). Neraca Panas Bumi 2012. Artikel. Badan Geologi Kementerian ESDM.

Rachyany, Sity. (2009). Analisis Indeks Disturbances Strom Time Dengan Komponen H Geomagnet. Prosiding. Lapan, Bandung.

Suparno, Supriyanto. (2009). Energi Panas Bumi A Present From The Heart Of The Earth Edisi I. Departemen Fisika-FMIPA Universitas Indonesia. Telford, W.M., et al. (1990). Applied Geophysics Second Edition. Cambridge

University Press.

Tim Prospek Panasbumi Proyek Penyelidikan Gunungapi dan Panasbumi. (1992). Penelitian Geokimia Panasbumi Daerah Pacitan Jawa Timur. Laporan Penelitian. Direktorat Vulkanologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral Departemen Pertambangan dan Enegi.

Utama, Andhika Putera et al. (2012). Green Field Geothermal System in Java, Indonesia. Prosiding. ITB Geothermal Workshop.

Wahyuni, Nurseffi Dwi. (2012). Indonesia Bakal Jadi Penghasil Listrik

Panasbumi Terbesar di Dunia. Artikel.

http://bisnis.liputan6.com/read/461333/indonesia-bakal-jadi-penghasil-listrik-panas-bumi-terbesar-di-dunia. Diakses tanggal 21 April 2015. Winarsih, Fiqih Puji. (2014). Identifikasi Litologi Daerah Manifestasi Panas Bumi

Parangwedang Kabupaten Bantul DIY dengan Metode Magnetik. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga.


(1)

29 2. Sistem Panas Bumi Karangrejo

Kenampakan panas bumi Karangrejo diakibatkan oleh permeabilitas primer yaitu melalui butiran atau fragmen antar batuan penyusunnya. Selain itu, adanya sesar di sekitar daerah panas bumi menjadi permeabilitas sekunder pada kemunculan air panas Karangrejo karena adanya retakan-retakan (fracturing) akibat sesar. Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk menyalurkan atau meloloskan fluida.


(2)

30

Gambar 15 menunjukkan sistem panas bumi Karangrejo, dimana batuan yang berperan sebagai batuan dasar merupakan lava dan breksi tufa. Breksi tufa (Tmbt) yang berumur tersier atau Miosen atas berada di lapisan paling bawah dengan permeabilitas tinggi yang berperan sebagai media reservoir. Lapisan selanjutnya adalah tufa (Tms) yang memiliki permeabilitas rendah berfungsi sebagai batuan kedap air (cap rock) dan lapisan paling atas adalah endapan sedimen klasik yang dinyatakan sebagai breksi polimik. Batuan gunung api di daerah Karangrejo terlihat dari sebaran sisipan andesit pada endapan sedimen klasik. Batuan andesit (Toma) merupakan bagian dari kegiatan vulkanisme tertua pada zaman Miosen atas dan pada umumnya terdapat di sepanjang dasar sungai Grindulu dan sungai Pacitan (Akbar et al, 1993).

Daerah manifestasi panas bumi Karangrejo merupakan daerah panas bumi akibat adanya aktivitas gunung api, sehingga menyebabkan adanya batuan beku seperti dijelaskan sebelumnya. Tabel 1 memperlihatkan nilai suseptibilitas batuan beku secara umum, sehingga untuk mengidentifikasi batuan pada panas bumi masih membutuhkan informasi yang lebih detail. Tabel 3 dapat digunakan untuk mengidentifikasi batuan pada data lapangan karena Tabel 3 merupakan nilai batuan pada daerah panas bumi Bonjol yang muncul akibat aktivitas gunung api karena adanya kesamaan antara panas bumi Bonjol dan panas bumi Karangrejo, maka nilai suseptibilitas pada panas bumi Bonjol dapat dijadikan referensi untuk mengidentifikasi batuan panas bumi Karangrejo.


(3)

31

Tabel 3. Suseptibilitas Magnet Batuan di Daerah Panas Bumi Bonjol (Mustang et al, 2007)

Batuan Satuan Batuan Suseptibilitas (10-4) cgs

Lava Andesit Lava Tua 0.02-0.04

Breksi Sedimen (Qs) 0.01-0.03

Alterasi Lempung ALT LK 0.01-0.03

Andesit Piroksen Piroklas 0.30-0.48

Bongkah Silifikasi Piroklas 0.00-0.02

Aliran Piroklastik Piroklas 0.02-0.11

Lava Dasitik Lava BM 0.00-0.02

Andesit Piroksen Laba BS 1.00-1.20

Ansedit Terubah Mineral Emas 0.07-0.11

Lempung Kaolin Lava BM 0.00-0.02

H. Kerangka Pikir

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode geomagnet untuk mengetahui kondisi bawah permukaan bumi berdasarkan nilai suseptibilitas batuan. Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi intensitas magnet di permukaan bumi yang disebabkan adanya distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan.

Identifikasi bawah permukaan suatu daerah dengan menggunakan metode geomagnet dilakukan dengan Proton Precission Magnetometer (PPM). Analisis datanya menggunakan hasil pemodelan dari software Mag2DC yang akan diinterpretasi dan dicocokkan dengan informasi geologi. Analisis tersebut diperoleh dengan terlebih dahulu mengolah data dengan melakukan koreksi agar didapatkan anomali lokal yang diinginkan, beberapa koreksi tersebut adalah koreksi topografi, koreksi variasi harian, koreksi IGRF, reduksi ke kutub dan kontinuasi ke atas.


(4)

64

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, C.I, et al. (2003). Analisis Dinamik Tegasan Purba pada Satuan Bantuan Paleogen-Neogen di Daerah Pacitan dan sekitarnya, Provinsi Jawa Timur Ditinjau dari Studi Sesor Minor dan Kekar Tektonik.

Prosiding. ITB Sains.

Abdullah, C.I., et al. (2003). Analisis Dinamik Tegasan Purba pada satuan batuan Paleogen-Neogen di daerah Pacitan dan sekitarnya, Provinsi Jawa Timur ditinjau dari studi sesar minor dan kekar tektonik. Prosiding. Fakultas Sains dan Teknologi, ITB.

Akbar, M., et al. (1993). Penyelidikan Prospeksi Panas Bumi Daerah Karangrejo dan Sekitarnya. Departemen Pertambangan dan Energi Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral Direktorat Vulkanologi.

Badan Geologi ESDA. (2015). Peta Persebaran Gunung Api Indonesia.

http://merapi.bgl.esdm.go.id/. Diunduh tanggal 20 April 2015, pukul 06:50 WIB.

Badrudn, M., et al. (1993). Penyelidikan Geokimia Panas Bumi Karangrejo dan Sekitarya Kab. Pacitan Jawa Timur. Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Direktorat Vulkanologi.

Blakely, Richard J. (1995). Potential Theory in Gravity and Magnetik Application. Cambrige University Press.

DiPippo, Ronald. (2012). Geothermal Power Plants: Principles, Application, Case Studies and Environmental Impact Third Edition. Chancellor Professor Emeritus, University of Massachusetts Dartmouth, Nort Dartmouth, Massachusetts.

Fathonah, Ira Maya. (2014). Identifikasi Jalur Sesar Opak Berdasarkan Analisis Data Anomali Medan Magnet dan Geologi Regional Yogyakarta. Skripsi. UNY

Fernania, Nella dkk. (2013). Identifikasi Litologi Panasbumi Tiris Probolinggi Berdasarkan Metode Magnetik. Jurnal. Universitas Brawijaya Malang. Fidyaningrum, Sasmita et al. (2013). Pendugaan Posisi Dapur Magma Gunungapi

Inelika, Flores, Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Survei Magnetik.

Jurnal. Universitas Brawijaya, Malang.

H. Samodra, S. Gafoer dan S. Tjokrosapoetro. (1992). Peta Geologi Lembar Pacitan Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.


(5)

65

Indratmoko, Putut dkk. (2009). Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Panas Bumi Parang Tritis Kabupaten Bantul DIY Dengan Metode Magnetik. Jurnal. Universitas Diponegoro Semarang.

Indritanti, Yesika Wahyu dkk. (2014). Pemodelan Konfigurasi Dasar Batuan Dasar Struktur Geologi Bawah Permukaan Menggunakan Data Anomali Gravitasi Di Daerah Pacitan-Arjosari-Tegalombo, Jawa Timur. Jurnal.

Universitas Brawijaya.

(http://physics.studentjournal.ub.ac.id/index.php/psj/article/view/141/76). ISGI. (2015). Grafik Dst Penelitian. http://isgi.unistra.fr/data_plot.php//. Diunduh pada tanggal 20 September, pukul 23.01 WIB.

Kasbani. (2010). Penataan Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Potensi Panas Bumi. Artikel. Kementerian ESDM.

Lita, Fristy. (2012). Identifikasi Anomali Magnetik Di Daerah Prospek Panasbumi Arjuna-Welirang. Skripsi. Universitas Indonesia.

Marini, Luigi. (2000). Geochemical Techniques For The Exploration and Exploitation of Geothermal Energy. Dipartimento per lo Studio del Territorio e delle sue Risorse, Università degli Studi di Genova, Corso

Europa 26, 16132 Genova, Italia

(http://www.dipteris.unige.it/geochimica/Pesto/lectures/chile.pdf).

Mochamad Nur Hadi, Dedi Kusnadi, & Yuanno Rezky. (2011). Penyelidikan Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Arjuno-Welireng, Kabupaten Mojokerto dan Malang, Provinsi Jawa Timur. Prosiding. Badan Geologi Kementerian ESDM.

Mustang, Ario, et al. (2007). Penyelidikan Gaya Berat dan Geomagnet Di Daerah Panas Bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat.

Prosiding. Sumber Daya Geologi.

NOAA. (2015). Peta Deklinasi Medan Magnet Bumi. http://www.noaa.gov/. Diunduh tanggal 25 Juni 2015, pukul 21.57 WIB.

NOAA. (2015). Peta Inklinasi Medan Magnet Bumi. http://www.noaa.gov/. Diunduh tanggal 25 Juni 2015, pukul 21.40 WIB.

NOAA. (2015). Peta Intensitas Total Medan Magnet Bumi. http://www.noaa.gov/. Diunduh tanggal 25 Juni 2015, pukul 21.33 WIB.

Nurdiyanto, Boko, et al. (2004). Analisis Data Magnetik Untuk Mengetahui Struktur Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Air Panas di Lereng Utara Gunung Api Ungaran. Prosiding. Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Universitas Gadjah Mada.


(6)

66

Prihadi. (2010). Energi Panas Bumi. Istitut Teknologi Bandung. (http://www.slideshare.net/poetndy/geothermal-system).

Qomariah. (2012). Neraca Panas Bumi 2012. Artikel. Badan Geologi Kementerian ESDM.

Rachyany, Sity. (2009). Analisis Indeks Disturbances Strom Time Dengan Komponen H Geomagnet. Prosiding. Lapan, Bandung.

Suparno, Supriyanto. (2009). Energi Panas Bumi A Present From The Heart Of The Earth Edisi I. Departemen Fisika-FMIPA Universitas Indonesia. Telford, W.M., et al. (1990). Applied Geophysics Second Edition. Cambridge

University Press.

Tim Prospek Panasbumi Proyek Penyelidikan Gunungapi dan Panasbumi. (1992). Penelitian Geokimia Panasbumi Daerah Pacitan Jawa Timur. Laporan

Penelitian. Direktorat Vulkanologi, Direktorat Jenderal Geologi dan

Sumber Daya Mineral Departemen Pertambangan dan Enegi.

Utama, Andhika Putera et al. (2012). Green Field Geothermal System in Java, Indonesia. Prosiding. ITB Geothermal Workshop.

Wahyuni, Nurseffi Dwi. (2012). Indonesia Bakal Jadi Penghasil Listrik

Panasbumi Terbesar di Dunia. Artikel.

http://bisnis.liputan6.com/read/461333/indonesia-bakal-jadi-penghasil-listrik-panas-bumi-terbesar-di-dunia. Diakses tanggal 21 April 2015. Winarsih, Fiqih Puji. (2014). Identifikasi Litologi Daerah Manifestasi Panas Bumi

Parangwedang Kabupaten Bantul DIY dengan Metode Magnetik. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga.