PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL.

(1)

DISUSUN OLEH :

M. DERIL ALI FIKRI

0852010031

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “

JAWA TIMUR

2012


(2)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)

DISUSUN OLEH :

M. DERIL ALI FIKRI

0852010031

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “

JAWA TIMUR

2012


(3)

Disusun oleh :

MUHAMAD DERIL ALI FIKRI

0852010031

Telah diperiksa dan disetujui

Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Mengetahui

Ketua Program Studi

Dr. Ir. Munawar Ali, MT.

NIP: 19600401 198803 1 00 1

Menyetujui Pembimbing

Dr. Ir. Munawar Ali, MT.

NIP: 19600401 198803 1 00 1

Laporan Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal :……….

DDekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Ir. Naniek Ratni Juliardi AR., M.Kes.


(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Industri Tekstil ini dengan baik.

Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana.

Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya tugas ini dapat terselesaikan dengan lancar.

2. Ibu Naniek Ratni JAR., M,Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Bapak Dr.Ir.Munawar Ali, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

4. Bapak Dr.Ir.Munawar Ali, MT selaku Dosen Pembimbing tugas PBPAB yang telah membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas perencanaan ini sehingga dapat selesai dengan baik.


(6)

5. Firra Rossariawari, ST dan Ir. Yayok Suryo P, MS selaku dosen mata kuliah PBPAB.

6. Kedua orang tuaku, keluargaku, dan kekasihku (Esi Winda Sari) yang telah membantu material, doa, serta support yang tidak pernah habis buat saya.

7. Mas Nur Wakit, terima kasih telah membantu gambar.

8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2008 yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya tugas ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas perencanaan ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, April 2012


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI………. iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR……… vi

BAB I . PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Permasalan... 1

I. 2. Maksud dan Tujuan... 2

I. 3. Ruang Lingkup... 2

BAB II . TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Karakteristik Limbah... 4

II. 2. Bangunan Pengolahan Air Buangan... 6

II. 2. 1. Pre Treatment ... 6

II. 2. 2. Primary Treatment... II. 2. 2. 1. Proses Fisik………... 16

II.2. 2. 2. Proses Kimia………. 20

II. 2. 3. Secondary Treatment………... 28

II. 2. 3. 1. Proses Biologi Secara Aerobik... 29

II. 2. 3. 2. Proses Biologi Secara An Aerobik... 37

II. 2. 3. 3. Proses Biologi Dengan Bio Film... 43


(8)

II. 2. 4. Tertiary Treatment... 50

II. 2. 5. Sludge Treatment... 53

II. 3. Persen Removal... 57

II. 4. Profil Hidrolis... 62

BAB III. DATA PERENCANAAN III. 1. Data Karakteristik ... 64

III. 2. Standart Baku Mutu... 65

III. 3. Diagram Alir... 65

BAB IV. SPESIFIKASI BANGUNAN IV. 1. Neraca Massa... 67

IV. 1. 1. Neraca Massa per Bangunan... 67

IV. 2. Spesifikasi Perencanaan... 69

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V. 1. Kesimpulan... 75

V. 2. Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A TABEL DAN GRAFIK

LAMPIRAN B PERHITUNGAN BANGUNAN


(9)

(10)

1.1. Latar Belakang

Tugas perencanaan pengolahan air buangan ini merupakan salah satu tugas wajib yang harus diselesaikan dalam tahap meraih gelar sarjana bagi seluruh mahasiswa program studi Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN”VETERAN” JAWA TIMUR. Dalam tugas perencanaan air buangan ini didasari dari penurunan kualitas lingkungan yang sangat tinggi dan signifikan serta berdampak negatif dalam kedepannya.

Penurunan kualitas lingkungan akan terus muncul secara serius diberbagai negara di dunia sepanjang penduduk di negara tersebut tidak segera memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan hidup.

Begitupun negara indonesia. Sebagai negara yang sedang berkembang,indonesia mengandalkan sektor industri. Industri yang diandalkan salah satunya ialah industri tekstil. Industri Textil merupakan industri yang memproduksi jenis-jenis tekstil katun, tekstil wol dan tekstil sintetis.

Proses industri tekstil sendiri menghasilkan limbah cair. Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkajian,proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merseritasi, pencetakan dan proses penyempurnaan. Limbah tekstil tersebut mengandung BOD,TSS,dan pH yang sangat tinggi.


(11)

Dengan adanya limbah yang dihasilkan industri textil maka diperlukan suatu unit pengolahan limbah, agar kadar polutan yang terdapat dalam limbah tersebut dapat dibuang ke badan air penerima sesuai dengan kadar limbah yang terdapat dalam baku mutu lingkungan yang berlaku dan menjadikan suatu industri yang berwawasan lingkungan.

1.1. Maksud dan Tujuan

Maksud:

Menentukan dan merencanakan jenis bangunan pengolahan air buangan yang sesuai berdasarkan pertimbangan karakteristik air buangan dan hal – hal yang terkait di dalamnya termasuk lay out serta pengoperasianya.

Tujuan:

Tujuan dari tugas ini adalah dapat merancang bangunan pengolahan air buangan limbah industri tekstil agar sesuai dengan standart baku mutu yang ditentukan (SK. Gubernur Jatim No.45 tahun 2002)

1.2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup tugas Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan Industri Tekstil ini meliputi :

1. Data Karakteristik dan Standart Baku Mutu Limbah Industri 2. Diagram Alir Bangunan Pengolahan Limbah


(12)

4. Perhitungan Bangunan Pengolahan Limbah 5. Gambar Bangunan Pengolahan Limbah 6. Profil Hidrolis Bangunan Pengolahan Limbah 7. Bangunan Pengolahan Limbah :

Preliminary Treatmeant :

• Saluran Pembawa

• Screen

• Grit Chamber

• Bak Penampung Primary Treatmeant :

• Netralisasi

Secondary Treatmeant :

• Activated Sludge

• Clarifier II Tertiary Treatment :


(13)

II.1. Karakteristik Limbah

Setiap industri mempunyai karakteristik yang berbeda, sesuai dengan produk yang dihasilkan. Demikian pula dengan industri tekstil mempunyai karakteristik limbah industri tekstil yang berbeda, menurut Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 limbah cair industri kecap mempunyai karakteristik dan baku mutu antara lain :

a. BOD ( Biologycal Oxygen Demand )

Merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya oksigen yang diperlukan untuk menguraikan senyawa organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air oleh aktivitas mikroba. Standart baku mutu BOD5 yang diperbolehkan di buang ke lingkungan adalah 50 mg/lt. ( SK Gubernur No. 45 Tahun 2002 ).BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm ataumilligram/liter (mg/l) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga limbah tersebut menjadi jernih kembali. Untuk itu semua diperlukan waktu 100 hari pada suhu 20˚ C. Akan tetapi di laboratorium dipergunakan waktu 5 hari sehingga dikenal sebagai BOD5. (Sugiharto,1987)

b. COD ( Chemical Oxygen Demand )

Kandungan COD air buangan Industri Pengilangan Minyak Bumi ini adalah 370 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan COD yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 160 mg/l.


(14)

COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter (mg/l) yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organic secara kimiawi. (Sugiharto,6)

c. TSS (Total Suspended Solid)

Suatu endapan yang dapat disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk suatu sludge blanket yang terdiri-dari bahan-bahan organik. Standart baku mutu yang mengatur besar kadar padatan yang tersuspensi (TSS) yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah 100 mg/lt. (SK Gubernur No. 45 Tahun 2002)

d. pH

Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Standart baku mutu pH adalah 6.0-9.0. (SK Gubernur No. 45 Tahun 2002)pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaanyang dimiliki oleh suatu larutan.Yang dimaksudkan "keasaman" di sini adalah konsentrasi ionhidrogen(H+) dalam pelarut air.

Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7 menunjukan keasaman.

Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH didefinisikan dengan pH = − log10[H + ].

Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila bebasaan tinggi.Selain menggunakan kertas lakmus,indikator asam basa dapat diukur


(15)

dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu larutan.

II.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan

Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:

II.2.1 Preliminary Treatment (Pengolahan Pendahuluan)

Proses pengolahan ini merupakan proses pada awal pengolahan dan bersifat pengolahan fisik.Unit proses pengolahannya meliputi, antara lain:

1. Screen

Pada umumnya screen terdapat dua tipe, yaitu penyaring kasar (coarse screen) dan penyaring halus (fine screen& micro screen). Adapun fungsi-fungsi dari screen tersebut.

a. Penyaring kasar (coarse screen)

Screen ini berbentuk seperti batangan paralel yang biasa dikenal dengan “bar screen”. Berfungsi untuk menyaring padatan kasar yang berukuran dari 6-150 mm, seperti ranting kayu, kain, dan sampah –sampah lainnya. Dalam pengolahan air limbah screen ini digunakan untuk melindungi pompa, valve, saluran pipa, dan peralatan lainnya dari kerusakan atau tersumbat oleh benda – benda tersebut. Bar screen terbagi lagi menjadi dua, yaitu secara manual maupun mekanik.


(16)

Gambar 2.1 Bar Screen Manual


(17)

Tabel 2.1 Kriteria Screen

Bagian-bagian Manual Mekanikal

Ukuran kisi - Lebar - Dalam Jarak antar kisi Sloop

Kecepatan melalui bar Head Loss

5 – 15 mm 25 – 38 mm 25 – 50 mm

300 - 400 0.3 – 0.6 m/det

150 mm

05 – 15 mm 25 – 38 mm 15 – 75 mm

00 - 300 0.6 – 1.0 m/det

150 - 600 mm

( tabel 5-2. Metcalf and EddyWWET, and Reuse 4th edition, 2004

)

Penyaring halus (fine screen) berfungsi untuk menyaring partikel-partikel yang berukuran kurang dari 6 mm. Screen ini dapat di gunakan untuk pengolahan pendahuluan (Preliminary Treatment) maupun pengolahan pertama atau utama (Primary Treatment). Penyaring halus (Fine Screen) yang digunakan untuk pengolahan pendahuluan (Premilinary Treatment) adalah seperti, ayakan kawat (static wedgewire),drum putar(rotary drum),atau seperti anak tangga (step type). Penyaring halus (Fine Screen) yang dapat digunakan untuk menggantikan pengolahan utama ( seperti pada pengolahan pengendapan pertama /primary clarifier) pada instalasi kecil pengolahan air limbah dengan desain kapasitas mulai dari 0,13 m3/dt. Screen tipe ini dapat meremoval BOD dan TSS.


(18)

Gambar 2.3 Inclined Screen

Gambar 2.4 Rotary Drum Screen


(19)

Tabel 2.2 Jenis Screen

Jenis Screen

Permukaan Screen

Bahan Screen Penggunaan

Klasifikasi Ukuran

Range Ukuran

In Mm

Miring (Diam) Sedang 0,01 - 0,1 0,25 - 2,5

Ayakan kawat yang terbuat dari stainless-steel Pengolahan Primer Drum (berputar) Kasar Sedang Halus

0,1 - 0,2

0,01 - 0,1

2,5 – 5

0,25 - 2,5

6 - 35µm

Ayakan kawat yang terbuat dari stainless-steel.

Ayakan kawat yang terbuat dari stainless-steel.

Stainlees-steel dan kain polyester

Pengolahan Pendahuluan

Pengolahan Primer

Meremoval residual dari suspended solid

sekunder

Horizontal

reciprocating Sedang

0,06 - 0,17

1,6 – 4 Batangan stainless-steel Gabungan dengan saluran air hujan

Tangential Halus 0,0475 1200 µm Jala-jala yang terbuat

dari stainless-steel

Gabungan dengan saluran pembawa


(20)

(Tabel 5-5.Metcalf and EddyWWET, and Reuse 4th edition, 2004)

b. Microscreen berfungsi untuk menyaring padatan halus, zat atau material yang mengapung, alga, yang berukuran kurang dari 0,5 µm.

Gambar 2.6 Microscreen

Gambar 2.6 Cara Kerja Microscreen

Jenis screen Luas permukaan Persen removal

in Mm BOD TSS

Fixed parabolic 0.0625 1.6 5 – 20 5 – 30 Rotary drum 0.01 0.25 25 – 50 25 – 45


(21)

b) Comminutor

Yaitu mesin penghalus/pemarut, berfungsi untuk menghancurkan padatan kasar yang lolos dari screening, sehingga padatan tersebut mempunyai ukuran kecil dan seragam serta tidak mengganggu instalasi dan proses selanjutnya. Comminutor terdiri dari tabung berongga, terbuat dari besi tuang yang berputar secara kontinyu pada sumbu vertikalnya dengan/sumber tenaga dari motor listrik. Tabung ini merupakan suatu saringan yang mempunyai gigi-gigi pemotong yang sangat tajam.

Bahan-bahan padat yang tertahan dimuka tabung yang bergerak oleh aliran air buangan akan dibawa oleh tabung ke sisi stasioner, dimana padatan dihaluskan dengan kerjasama antara batang pemotong dan gigi pemotong.

Comminutor dipasang khusus dalam ruangan yang terbuat dari beton, tepat dibawah comminutor terdapat saluran yang menghubungkan saluran di hulu dan di hilir.

Pemeliharaan rutin comminutor hanya terbatas pada pelumasan dan penggantian gigi pemotong.


(22)

(a)

(b)

Gambar 2.5. Comminutor. (a) Denah, (b) Potongan A-A (Reynold,139)


(23)

c) Sumur Pengumpul dan Pompa

Sumur pengumpul merupakan unit penyeimbang, sehingga debit dan kualitas limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan. Fungsi Pompa adalah sebagai alat pemindahan fluida melalui saluran terbuka / tertutup di dasarkan dengan adanya peningkatkan energi mekanika fluida. Tambahan energi ini akan meningkatkan kecepatan dan tekanan fluida. Pemompaan digunakan untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan selanjutnya.

Tabel 2.3. Klasifikasi Pompa

KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa

Kinetik Centrifugal - Air limbah sebelum diolah - Penggunaan lumpur kedua - Pembuangan effluent

Peripheral - Limbah logam, pasir lumpur, air limbah kasar

Rotor - Minyak, pembuangan gas permasalahan zat-zat kimia pengaliran lambat untuk air dan air buangan


(24)

Saluran Pembawa Screw Pump

Pipa inlet

KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa

Posite

Displacement

SCREW

- Pasir, pengolahan lumpur pertama dan kedua

- Air limbah pertama - Lumpur kasar Diafragma

Penghisap

- Permasalahan zat kimia - Limbah logam

- Pengolahan lumpur pertama dan kedua (permasalahan kimia)

Air Lift - Pasir, sirkulasi dan pembuangan lumpur kedua Pneumatic

Ejektor

- Instalasi pengolahan air limbah skala kecil


(25)

II.2.2. Primary Treatment (Pengolahan Pertama)

Pada proses ini terjadi proses fisik dan kimia. Pada proses ini umumnya mampu mereduksi BOD dan antara 30 – 40 % dan mereduksi TSS 50 – 65%. (Qasim,52).

II.2.2.1. Proses Fisik

Proses Fisik dengan unit pengolahan meliputi:

a) Grit Chamber

Fungsinya adalah untuk mengendapkan grit atau padatan tersuspensi yang berdiameter > 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan butiran kasar lainnya. Kecepatan horisontal pada grit chamber harus konstan. Penghilangan grit dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa akibat adanya endapan kasar didalam saluran. Outlet ini dapat berupa propotional weir atau phrshall flume. Pengendapan yang terjadi pada proses ini adalah secara gravitasi.

Ada dua jenis grit chambers : 1. Horizontal Flow Grit Chamber

Debit yang melalui saluran ini mempunyai arah horizontal dan kecepatan aliran dikontrol oleh dimensi dan unit yang digunakan atau melalui penggunaan weir khusus pada bagian effluen.


(26)

Gambar 2.7. Horizontal Flow Grit Chamber (Rich,102)

2. Aerated Grit Chamber

Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana kecepatan melingkar dikontrol oleh dimensi dan jumlah udara yang disuplai.

(a) (b)

Gambar 2.8. Aerated Grit Chamber dengan Aliran Spiral. (a) Denah, (b) Tampak Samping (Reynold,152)


(27)

b) Bak Equalisasi

Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke instalasi pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi.

Gambar 2.9. Bak Equalisasi (Reynold,158)

c) Flotasi

Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti minyak, lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air limbah dengan mekanisme pengapungan.

Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :

1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas sehingga mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah dibanding berat jenis air limbah.

2. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat mempercepat laju partikel ringan menuju permukaan.


(28)

Untuk keperluan flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit (± 0,2 m3 udara) untuk setiap m3 air limbah. Semakin kecil ukuran gelembung udara maka proses flotasi akan semakin sempurna.

Gambar 2.10. Bak Flotasi (Rich,.115)

d) Bak Pengendap I

Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi. Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal partikel tidak boleh lebih besar dari kecepatan pengendapan.


(29)

Gambar 2.11. Bak Pengendap Rectangular. (a) Denah, (b) Potongan (Reynold,249)

II.2.2.2. Proses Kimia

Proses Kimia dengan unit pengolahan meliputi:

a) Netralisasi

Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka sebelum diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis dapat optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berbeda diantara nilai 6,5 – 8,5.


(30)

Sebenarnya pada proses biologis tersebut kemungkinan akan terjadi netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas buffer yang terjadi karena ada produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan bahan asam.

Larutan dikatakan asam bila : H+ > H- dan pH < 7

Larutan dikatakan netral bila : H+ = H- dan pH = 7

Larutan dikatakan basa bila : H+ < H- dan pH > 7

Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair, seperti :

a. Pencampuran limbah.

b. Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur. c. Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.

d. Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.

e. Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.

f. Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.


(31)

Gambar 2.12.

Bak Netralisasi (Eckenfelder,79)

b) Koagulasi – Flokulasi

Koagulasi dan Flokulasi adalah proses pembentukan flok dengan penambahan pereaksi kimia ke dalam air baku atau air limbah supaya menyatu dengan partikel tersuspensi sehingga terbentuk flok yang nantinya mengendap. Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan penambahan koagulan, hasil yang didapat dari proses ini adalah destabilisasi koloid dan suspended solid, proses ini adalah awal pembetukan partikel yang stabil. Flokulasi adalah pengadukan lambat untuk membuat kumpulan partikel yang sudah stabil hasil. Koagulasi berkumpul dan mengendap.

Gambar 2.13. Bak Koagulasi (Rich,61)


(32)

Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah: 1. Koagulan Alumunium Sulfat - Al2(SO4)3

Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air untuk membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan sebagai Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi koagulan dan konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan alkalinitas karbonat. Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan baik antara 6-8.

Persamaan Reaksi sederhana terbentuknya flok

Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(HCO)3 → 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2 Jika Koagulan bereaksi dengan Kalsium Hidroksida, persamaan reaksinya adalah :

Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O (Reynold,174)

2. Koagulan Ferro Sulfat Persamaan Reaksinya adalah

2FeSO4 + 7H2O + 2Ca(OH)2 + ½O2→ 2Fe(OH)3↓ + 2CaSO4 + 13H2 (Reynold,175)

3. Koagulan Ferri Sulfat

Perbedaannya dengan Ferro Sulfat adalah nilai ekivalensinya. Kalau Ferro adalah Fe2+ sedangkan Ferri adalah Fe3+.


(33)

Persamaan Reaksinya adalah

Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2→ 2Fe(OH)3↓ + 3CaSO4 + 6CO2 (Reynold,176)

4. Koagulan Ferri Clorida

Persamaan reaksi dari Ferri Clorida dengan Bikarbonat yang bersifat alkali dari Ferri Hidroksida

2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2→ 2Fe(OH)3↓ + 3CaSO4 +6CO2 Atau 2FeCl3 + 3Ca(OH)2→ 2Fe(OH)3↓ + 3CaCl2 (Reynold,176)

Pada tahap Koagulasi, pengaduk yang digunakan biasa isebut Impellerr. Sedangkan jenis – jenis impeller ada 3, yaitu:

1. Turbine Impeller

Diameter impeller jenis ini biasanya 30-50% dari diameter atau lebar bak koagulasi. Kecepatan putarannya 10-150 rpm.


(34)

2. Paddle Impeller

Diameter impeller jenis ini biasanya 50-80% dari diameter atau lebar bak koagulasi, dan lebar paddle biasanya 1/6–1/10 dari diameternya. Kecepatan putarannya 20-150 rpm.

Gambar 2.15. Type – type Paddle Impeller (Reynold,186)

3. Propeller Impeller

Diameter impeller jenis ini biasanya 1 atau 2 – 18 inchi. Kecepatan putarannya 400-1750 rpm.


(35)

Jenis-jenis flokulasi, yaitu: 1. Flokulasi mekanis

Hampir sama dengan Koagulasi menggunakan impeller sebagai pengaduk. Hanya saja alirannya lambat atau turbulen.

Gambar 2.17. Flokulasi Mekanis. (a) Dengan Paddle, (b) Dengan Turbine, (c) Dengan Propeller (Rich, 69)

2. Flokulasi hidrolis

Flokulasi dengan gravitasi, ciri – ciri Flokulasi Hidrolis : a. Tidak peka terhadap perubahan kualitas air

b. Hidrolis dan parameter menyebabkan fungsi flokulasi menjadi lambat dan tidak bisa menyesuaikan

c. Kehilangan tekanan relative besar d. Tidak mudah dibersihkan


(36)

Macam – macam Flokulasi Hidrolis : 1. Baffle channel flocculator

Gambar 2.18. Horizontal Flow Baffle Channel (Sculzt&Okun, 109)

Gambar 2.19. Vertical Flow Baffle Channel (Sculzt&Okun, 110)

2. Gravel bed flocculator


(37)

3. Hidrolic jet flokulator

Gambar 2.21. Hidraulic Jet Floclator (Sculzt&Okun, 117)

4. Flokulasi pneumatis

Flokulasi Pneumatis adalah dengan injeksi udara dari compressor dengan tekanan kedalam air.

II.2.3. Secondary Treatment (Pengolahan Sekunder)

Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 60 - 90 % serta 40 - 90 % TSS. (Qasim,52).


(38)

II.2.3.1. Proses Biologi secara Aerobik

Unit proses pengolahannya antara lain:

a) Activated Sludge

Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O, sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge, yaitu:

1. Kovensional

Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi dan oksidasi bahan organic

Gambar 2.22. Activated sludge sistem konvensional (Reynold,427) 2. Non Konvensional

a) Step Aeration

-Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat dan mikroorganisme menurun menuju outlet.


(39)

-Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan masuk untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.

-Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek

Gambar 2.23. Step Aerasi (Reynold,.441)

b) Tapered Aeration

Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih tinggi.


(40)

b) Contact Stabilization

Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :

- Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik untuk memproses lumpur aktif.

- Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik yang mengasorb ( proses stabilasi ).

Gambar 2.25. Contact Stabilization (Reynold,.442) c) Pure Oxigen

Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi. Keuntungannya adalah mempunyai perbandingan subtrat dan mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek.


(41)

d) High Rate Aeration

Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini maka akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar.

Gambar 2.27. High Rate Aeration

e) Extended Aeration

Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention (td) lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan lebih sedikit.

Gambar 2.28. Extended Aeration (Reynold,444) influent

Secondary clarifier

reaktor

Effluent

Sludge return

Sludge waste


(42)

e) Oxydation Ditch

Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis, kecepatan aliran 0,25 - 0,35 m/s.

Gambar 2.29. Oxydation Ditch (Reynold, 444)

b) Aerobic Lagoon

Aerobik lagoon adalah salah satu bentuk pengolahan biologis yang sederhana. Kolam stabilisasi secara biologis akan membutuhkan area yang luas dengan kedalaman yang dangkal. Dengan kolam semacam ini maka kondisi aerobik akan terpelihara dengan adanya alga dan bakteri.

Kolam stabilisasi secara aerobik mengandung bakteri dan algae dalam kondisi aerobik disepanjang kedalaman. Ada dua tipe pengolahan aerobik lagoon, yaitu tipe high rate yaitu dengan memaksimalkan produksi algae, pada kedalaman lagoon sekitar 15 – 45 cm.


(43)

Tipe yang kedua biasanya disebut sebagai oksidation atau stabilisation lagoon, dengan cara memaksimalkan konsentrasi oksigen yang dihasilkan, kedalaman lagoon sampai 1,5m. Untuk mencapai hasil terbaik, lagoon diaduk secara periodik dengan pompa atau surface aeration.

Prinsip pengolahan ini adalah, bahan organik yang terlarut dalam air dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan oksigen yang dihasilkan oleh algae yang tumbuh disekitar permukaan air. Proses reaksi fotosintesis dan reaksi yang dilakukan algae dapat ditulis sebagai berikut:

Photosintesis:

CO2 + 2H2O + cahaya matahari → CH2O + O2 + H2O Sel Baru Algae

Respirasi

CH2O + O2→ CO2 + 2H2O


(44)

c) Aerated Lagoon

Aerated lagoon merupakan pengembangan dari aerobik lagoon yaitu dengan memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban organik yang tinggi. Pada proses aerated lagoon pada prinsipnya sama dengan extended aeration pada proses lumpur aktif, poerbedaannya terletak pada kedalaman air yang dangkal dan oksigen diperoleh dari surface aerator atau diffuser aerator. Dalam aerated lagoon semua zat padat dipertahankan dalam keadaan tersuspensi.

Pada sistem ini tanpa dilakukan dan biasanya diikuti dengan kolam pengendapan yang besar.

Gambar 2.31. Aerated Lagoon (Archeivala,hal.195)

d) Kolam Fakultatif

Kolam fakultatif merupakan kolam dengan kedalaman 1 – 2,5 meter. Pada kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona yaitu zona aerobik di bagian atas, zona fakultatif di bagian tengah, dan zona anaerobik di bagian bawah atau dasar kolam. Proses penurunan BOD atau organik COD terjadi karena adanya aktivitas reaksi simbiosis antara algae dan bakteri.


(45)

Algae yang menempati bagian atas akan melakukan fotosintesis pada siang hari, sebagai hasilnya produksi oksigen yang cukup tinggi terjadi pada siang hari.

Oksigen terlarut yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh bakteri aerob untuk proses penguraian zat organik dalam air buangan (sebagai BOD). Pada bagian ini terjadi proses biologi secara aerobik (full aerobic), dan pada bagian ini juga dimungkinkan terjadinya proses nitrifikasi. CO2 yang dihasilkan oleh bakteri akan digunakan oleh algae sebagai sumber karbon pada proses fotosintesis.

Pada lapisan kedua jumlah oksigen relatif lebih sedikit. Hal ini disebabkan berkurangnya algae atau cahaya matahari yang masuk ke lapisan ini. Kondisi yang ada adalah antara aerobik dan anaerobik.

Pada siang hari mendekati aerobik dan pada malam hari cenderung anaerobik sehingga disebut sebagai kondisi fakultatif. Bakteri yang berperan dinamakan bakteri fakultatif.

Pada lapisan di atas dasar kolam terjadi proses anaerobik atau tanpa adanya oksigen. Zat padat yang mudah mengendap atau mikro organisme yang mati akan mengendap di dasar kolam. Pada kondisi demikian terjadi dekomposisi zat organik secara anaerobik dan dihasilkan gas-gas CO2, NH3, H2S, dan CH4.


(46)

Gambar 2.32. Kolam Fakultatif (Archeivala,hal.178)

II.2.3.2. Proses Biologi secara An Aerobik

a) UASB (Up Flow An Aerobic Sludge Blanket)

Pada prinsipnya reaktor UASB terdiri dari lumpur padat yang berbentuk butiran. Lumpur atau sludge tersebut ditempatkan dalam suatu reaktor yang didesain dengan aliran ke atas. Air limbah mengalir melalui dasar bak secara merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan tetap berada atau tertahan dalam reaktor.

Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air limbah akan menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam reaktor. Biasanya kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 – 0,3 m/jam. Untuk mencapai formasi sludge blanket yang memuaskan, pada saat kondisi hidrolik puncak (debit puncak) kecepatan dapat mencapai antara 2 – 6 m/jam


(47)

Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong sludge tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya densitas butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar reaktor dan kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor.

Hal ini dapat dilakukan dengan membuat gas-solid-liquid separator yang ditempatkan di bagian atas reaktor. Gas yang terbentuk dapat ditampung dalam separator tersebut dan sludge dikembalikan lagi ke reaktor.

Masalah yang dihadapi pada UASB terutama adalah sludge yang bergerak naik yang disebabkan oleh turunnya densitas sludge. Disamping itu juga turunnya aktivitas spesifik butiran. Beragamnya densitas sludge memberikan ketidak seragaman sludge blanket sehingga sebagai akibatnya sludge akan ikut keluar reactor. Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air limbah juga merupakan masalah operasi yang serius. Suspended solid dapat menyebabkan penyumbatan (clogging) atau channeling. Adsorbsi suspended solid pada sludge juga akan mempengaruhi proses air limbah yang mengandung protein atau lemak menyebabkan pembentukan busa.

Keuntungan :

- Kebutuhan energi rendah - Kebutuhan lahan sedikit - Biogas berguna

- Kebutuhan nutrien sedikit

- Sludge mudah diolah/dikeringkan - Tidak mengeluarkan bau dan kebisingan


(48)

- Mempunyai kemampuan terhadap fluktuasi dan intermitten load

Gambar 2.33. UASB (Metcalf&Eddy,1006)

Gambar 2.34. (a) Proses di dalam UASB, (b) Reaktor UASB dengan Sedimentasi dan Recycle Lumpur, (c) Reaktor UASB dengan Media yang menghasilkan Biofilm. (Metcalf&Eddy,1006)

b) An Aerobic lagoon

Pada anaerobik lagoon kedalaman air dapat mencapai 6 meter. Kondisi anaerobik dapat dicapai dengan memberikan beban organik yang tinggi sehingga terjadi deoksigenisasi, adanya lapisan scum (busa) pada permukaan air kolam berguna untuk mencegah masuknya oksigen dari atmosfer. Pada kondisi ini bahan organik akan mengalami stabilisasi yang merupakan hasil kerja bakteri anaerobik thermophilik dengan proses digestion.


(49)

Proses pengolahan yang terjadi analog dengan single stage anaerobic digestion dimana asam organik dibentuk oleh bakteri dengan memecah organik komplek. Selanjutnya asam yang terbentuk diubah menjadi gas methane, gas karbon dioksida, sel dan produk lain yang stabil.

Air baku yang diolah bercampur di bagian bawah, hal ini dicapai dengan cara melakukan pemasangan pipa inlet di bagian dasar kolam menuju ke tengah kolam. Pipa inlet dalam keadaan terbenam pada kolam.

Bahan yang mudah mengapung seperti minyak, lemak dan zat padat yang ringan akan berada di bagian permukaan air dan biasanya menutupi seluruh permukaan air. Dengan demikian panas yang dihasilkan di seluruh kedalaman kolam dapat dipertahankan.

Pada tipe ini tidak diperlukan pemanasan, equalisasi, mixing, maupun sirkulasi lumpur. Keutamaan dari pengolahan jenis adalah mempunyai kemampuan mengolah dengan beban yang tinggi serta tahan terhadap perubahan debit dan kualitas air limbah (shock loading). Untuk mencegah terjadinya perembesan air limbah pada dinding dan dasar kolam dapat dipasang lapisan kedap air (misal: plastik, clay).


(50)

Gambar

c) Fluidized Bed

Merupakan re debit tertentu. Pada berukuran kecil seba berada pada kondisi secara vertikal denga dicapai dengan menga Ukuran dan de operasi dan ekonomis sehingga reaktor dalam

bar 2.35. Anaerobik Lagoon (Metcalf&Eddy,10

ed Reactor

reaktor dengan media pasir yang dialiri air a reaktor ini banyak biomassa menempel pa ebagai biofilm. Biomassa yang menyelimuti isi terekspansi [bergerak melayang- layang ngan aliran keatas (up flow)]. Besarnya kec ngatur besarnya tingkat resirkulasi.

densitas dari media merupakan penentu dari k is tidaknya reator. Dalam reaktor ini tidak ada lam keadaan tertutup.

,1024)

ir limbah dengan pada media yang ti partikel media g atau terfluidasi kecepatan partikel

i kestabilan sistem da injeksi oksigen


(51)

F lu id iz e d B e d

R e cy c le P u m p

In flu e n t

S a n d T ra p E fflu e n t G a s

Gambar 2.36. Fluidized Bed Reactor

d) Fixed Bed Reactor

Prinsip operasi dari fixed bed reactor adalh air limbah yang dapat menuju keatas (up flow) ataupun kebawah (down flow ) melalui suatu kolam yang terisi media pendukung. Permulaan media tersebut berfungsi untuk menempel mikroba dan menangkap flok yang tidak bisa menempel. Mikroba yang menempel bertanggung jawab dalam proses stabilisasi air limbah .Pada saat awal prose perlu seeding dengan merendam media filter di dalam sptictank.

Suatu saat biofilm akan menempel sehingga terjadi clogging oleh karena itu perlu di lakukan penggelontoran. Apabila carbon bed sudah jenuh maka carbon bed akan digantikan dengan yang baru


(52)

U n d e r d r a i n S y s t e m W a s t e

I n f l u e n t

I n f l u e n t D i s t r i b u t o r S u r f a c e W a s h

C a r b o n B e d

W a s h W a t e r

T r a n s p o r t W a t e r E f f l u e n t

C a rb o n S lu rr y L ln e

D r a i n D r a i n T r a n s p o r t W a t e r

S p e n i C a rb o n D ra m T a n k R e g e n e ra te d C a rb o n I n v e n tu ry T a n k

Gambar 2.37. Fixed Bed Reactor

II.2.3.3. Proses Biologis dengan Bio Film

a) Trickling Filter

Tricling filter menurunkan beban organik yang terdapat dalam air buangan dengan cara mengalirkannya pada media yang permukaannya diselimuti oleh lumpur aktif sebagai biological film. Filter yang digunakan batua-batuan, pasir, granit dan lain-lain dalam berbagai ukuran mulai dari diameter 3/4 in sampai dengan diameter 2,5 in. Proses yang terjadi adalah proses biologis yang memerlukan oksigen (aerobik).

Cara kerja Tricling filter :

Air limbah dari pengolahan primer dialirkan masuk melalui pipa yang berputar diatas suatu lahan dengan media filter, beban organik yang ada dalam


(53)

limbah disemprotkan diatas media, dan diuraikan oleh mikroorganisme yang menempel pada media filter. Bahan organik sebagai substrat yang terlarut dalam air limbah di absorbsi dalam biofilm antar lapisan berlendir.

Pada lapisan bagian luar biofilm, bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme mempertebal lapisan biofilm, oksigen yang terdifusi dapat dikomsumsi sebelum biofilm mencapai ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh maka oksigen tidak dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada bagian dalam atau pada permukaan media akan berad pada kondisi anaerobik.

Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan , dan bahan organik yang diabsorbsi dapat diuraikan oleh mikroorganisme namuin tidak mencapai mikroorganisme yang berada pada permukaan media.

Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada bagian permukaan media, sehingga mikroorganisme sekitar permukaan media mengalami fase endogenous atau kematian. Pada akhirnya mikroorganisme sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media, cairan yang masuk akan ikut melepas atau mencuci dan mendorong biofilm keluar setelah itu lapisan biofilm baru akan segera tumbuh. Fenomena lepasnya biofilm dari media tersebut disebut sloughing dan hal ini fungsi dari beban organik dan beban hidrolik pada trickling filter tersebut.

Beban hidrolik memberikan kecepatan daya gerus biofilm sedangkan beban organik memberikan kecepatan daya dalam biofilm. Berdasarkan beban


(54)

hidrolik dan organik high rate.

Trickling filte pertumbuhan mikroor 25-100 mm, kedalam mencapai 12 m yang d

Air limbah distributor yang dapa mengumpulkan biofi sedimentasi. Bagaian filter sebagai air peng

ik maka dapat dikelompokan tipe trickling filt

ilter terdiri dari suatu bak dengan media pe organisme. Filter media biasanya mempunyai u aman filter berkisar 0,9-2,5m (rata-rata 1,8) m

g disebut sebagai tower trickling filter.

didistribusikan pada bagaian atas denga pat berputar. Filter juga dilengkapi dengan un ofilm yang mati untuk kemudian diendapak an cairan yang keluar biasanya dikembalikan ngencer air baku yang diolah.

Gambar 2.38. Trikling Filter

filter low rate dan

permeable untuk ai ukuran diameter media filter dapat

gan satu lengan underdrain untuk pakan dalam bak an lagi ketrickling


(55)

b) RBC (Rotating Biological Contractor)

RBC menurunkan biomassa sebelum diendapkan pada bak pengendap dengan cara yaitu RBC yang terdiri dari suatu piringan seri berbentuk lingkaran yang terbuat dari bahan PVC, disusun secara vertikal dengan menghubungkan satu sama lain dengan satu sumbu, sehingga piringan tersebut dapat berputar. Sebagian piringan tersebut tercelup dalam air limbah yang diolah dimana akan tumbuh biofilm dan menempel pada permukaan piringan dalam bentuk lendir. Pada saat berputar bagian piringan yang tercelup air akan menguraikan zat organik yang terlarut dalam air, sedangkan pada saat kontak dengan udara, biomassa akan mengabsorpsi oksigen sehingga tercapai kondisi aerobik dan biomassa yang berlebihan akan terbawa keluar.

Keuntungan RBC :

1) Waktu kontak yang tidak terlalu lama, biasanya ≤ 1 jam karena luas permukaan besar.

2) Dapat mengolah air limbah pada kisaran kapasitas yang besar, dari ≤ 1000 gal/hari sampai ≥ 100.000 gal/hari.

3) Tidak diperlukan recycle.

4) Biomassa yang terlepas (sloughing) mudah dipisahkan dari air yang sudah diolah.

5) Biaya operasi cukup murah karena tidak diperlukan keahlian khusus untuk operatornya


(56)

II.2.3.4. Nitrifikasi –

a) Nitrifikasi

Nitrifikasi me Nitrifikasi menjadi sa itu disebabkan karena

−−−− Air limbah yang pertumbuhan alga yan

−−−− Adanya nitrifikasi (DO), disebabkan k mengkonsumsi DO.

−−−− NH4 juga bersifat

−−−− NH4 juga mengk chlor untuk desinfekta

Gambar 2.39. RBC

– Denitrifikasi

merupakan proses konvensi nitrogen ammonia salah satu proses yang sangat penting untuk d

na :

ng banyak mengandung N organic cenderu ang pada akhirnya akan menimbulkan eutrophi asi akan menyebabkan turunnya konsentrasi karena pada setiap tahap reaksi dalam

at tixic terhadap kehidupan air.

gkonsumsi dosis klorine yang berakibat naik ktan.

nia menjadi nitrat. k diperhatikan hal

rung merangsang phikasi diperairan.

si oksigen terlarut nitrifikasi akan


(57)

Proses konveksi nitrogen ammonia menjadi nitrat melibatkan bakteri autrotrof. Bakteri ini adalah bakteri yang menggunakan sumber energi dari cahaya matahari (photoautrotrof).

Maupun dari hasil oksidasi bahan anorganik (chemoautrotrof). Sumber karbon berasal dari fiksasi karbondioksida. Bakteri autrotrof genus Nitrosomonas dan Nitrobacter adalah jenis bakteri yang memegang peran peting dalam proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi yang dilaksanakan oleh oraganisme autrotrof dan berlangsung dalam dua tahap, yaitu :

1. Tahap nitritasi yaitu tahap oksidasi ion ammonia (NH4+) menjadi ion nitrit (NO2) dan dilaksanakan oleh bakteri nitrosomonas, dengan reaksi sebagai berikut:

2NH4 + 3O2 NITROSOMONAS 2NO2 + 2H2O + 4H+

2. Tahap nitrat yaitu tahap oksidasi ion nitrit menjadi nitrat NO3 dan dilakukan oleh nitrobacter dengan reaksi :

2NO2- + O2 NITROSOMONAS 2NO2

-Proses nitrifikasi dapat diterapkan pada system Lumpur aktif (CFSTR). Atau plug flow dengan resirkulasi dan biofilm (trickling filter dan cakram biologis).

Dalam proses pengolahan Lumpur aktif dapat dilakukan secara terpisah dalam tangki yang berbeda maupun dalam satu tangki dengan proses kombinasi. Gambar berikut merupakan jenis pengolahan ammonia dengan nitrifikasi dengan cara Lumpur aktif :


(58)

Gambar 2.40. Nitrifikasi cara lumpur aktif

Dasar pemilihan antara system satu dengan satu tangki atau dua tangki aerasi biasanya dengan memperhatikan perbandingan BOD5/TKN, untuk :

- BOD5/TKN < 3, menggunakan system terpisah (two stage) - BOD5/TKN > 5, menggunakan satu tangki (single stage)

b) Denitrifikasi

Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat menjadi gas nitrogen (N2) secara biologi pada kondisi anoxic (tanpa oksigen). Bakteri yang bertanggungjawab dalam proses denitrifikasi adalah jenis heterotrof. Nitrit dan nitrat sebagai aseptor electron, sedangkan organic karbon sebagai donor electron.

Penyisihan carbon-nitrifikasi Clarifier

a. single stage combination

Penyisihan C Clarifier nitrifikasi Clarifier


(59)

Dalam air buangan rendah, biasanya ditambahkan methanol (CH3OH) sebagai sumber karbon, sedangkan sumber energi diperoleh dari hasil reaksi anorganik.

Bakteri yang melakukan proses denitrifikasi meliputi : achromobacter, Alcaligenes, Bacillus, Brevibacterium, F lavobacterium, Laccthobacterium dan lainnya.

Ada dua tahap konveksi dalam proses denitrifikasi yaitu : - Tahap nitrat menjadi nitrit

- Tahap nitrit menjadi gas nitrogen

Sehingga keseluruhan proses secara berurutan adalah : NO3→ NO2→ NO → N2O →N2

II.2.4. Tertiary Treatment

Pengolahan ini adalah kelanjutan dari pengolahan terdahulu, oleh karena itu pengolahan jenis ini akan digunakan apabila pada pengolahan pertama dan kedua, banyak zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum. Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah khusus diantaranya yang mengandung fenol, nitrogen, fosfat, bakteri patogen dan lainnya. Unit pengolahan tersier ini terdiri dari :


(60)

a) Carbon Aktif

Pengolahan a digunakan sebagai pr terlarut yang ada deng bisa dihilangkan. Sela bahan organik (fenol)

Gambar 2.41. Karbon (Metcalf&Eddy,1151)

b) Ion Exchange

Untuk limbah (bahan anorganik), p karena ion-ion cender sehingga cara pengola (ion exchange) baik io

tif

air limbah dengan menggunakan karbon proses kelanjutan dari pengolahan secara bi engan cara menyerap partikel yang berada dala

elain itu proses ini juga bisa menghilangkan b ol), merkuri dan lain-lain.

bon Aktif 51)

ge

ah cair yang bahan pencemarnya larut dan m , pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan

derung menjadi permukaan yang berbatasan d olahan yang dipilih untuk jenis tersebut adalah

ion positif maupun ion negatif.

n aktif biasanya biologis. Organik alam partikel juga bau, warna, rasa,

n membentuk ion gan cara adsorbsi, dengan absorber, lah pertukaran ion


(61)

Secara garis besar prosesnya serupa dengan adsobsi yaitu dengan mengkontakkan limbah dengan bahan aktif penukaran ion yang siap memberi ion H+ atau OH- ke limbah dan menerima ion positif atau ion negatif dari limbah. Keadaan jenuh juga akan dialami oleh bahan aktif penukar ion, yang pemulihan keaktifanya dapat dilakukan melalui proses regenerasi. Limbah biasanya menggunakan proses ion exchange antara lain yang mengandung logam, misalnya Na2+, Ca2+, Cu, Ni, Cr, Mg2+, Fe, Co.


(62)

c) Secondary Clarifier

Fungsinya sama dengan Bak pengendap, tetapi clarifier biasanya di tempatkan setelah pengolahan kedua (pengolahan Biologis).

Gambar 2.43. Clarifier. (a) Denah, (b) Tampak Samping (Reynold,251)

II.2.5. Sludge Treatment (Pengolahan Lumpur)

Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari lingkungan dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan.


(63)

Sludge dalam disposal sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal ini disebabkan karena :

a. Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel untuk menimbulkan bau.

b. Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi dari bahan organik.

c. Hanya sebagian kecil dari sludge yang mengandung solid (0,25% - 12% solid).

Tujuan utama dari pengolahan lumpur adalah : - Mereduksi kadar lumpur

- Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk dan sebagai penguruk lahan yang sudah aman.

Unit pengolahan lumpur meliputi :

a) Sludge Thickener

Sludge thickener adalah suatu bak yang berfungsi untuk menaikkan kandungan solid dari lumpur dengan cara mengurangi porsi fraksi cair (air), sehingga lumpur dapat dipisahkan dari air dan ketebalannya menjadi berkurang atau dapat dikatakan sebagai pemekatan lumpur.

Tipe thickener yang digunakan adalah gravity thickener dan lumpur berasal dari bak pengendap I dan pengendap II. Pada sistem gravity thickener ini, lumpur diendapkan di dasar bak sludge thickener.


(64)

Gambar 2.44. Sludge Thickener (McCabe,Smith&Harriot,1011)

b) Sludge Digester

Sludge digester berfungsi untuk menstabilkan sludge yang dihasilkan dari proses lumpur aktif dengan mengkomposisi organik material yang bersifat lebih stabil berupa anorganik material sehingga lebih aman untuk dibuang.


(65)

Gambar 2.45. Sludge Digester

c) Sludge Drying Bed

Sludge drying bed merupakan suatu bak yang dipakai untuk mengeringkan lumpur hasil pengolahan dari thickener. Bak ini berbentuk persegi panjang yang terdiri dari lapisan pasir dan kerikil serta pipa drain untuk mengalirkan air dari lumpur yang dikeringkan. Waktu pengeringan paling cepat 10 hari dengan bantuan sinar matahari.


(66)

II.3. Persen Removal

Tabel 2.4

Unit Pengolahan % Removal Sumber

I. Pre Teatment

- Screening 20 – 35 % SS Syed R.Qasim, WWTP Planning, Design, and Operation, hal 156

II. Primary Treatment

- Grit Chamber ≤ 100 % Pasir Reynold/Richard, Unit Operations & Processes in Env.Engineering, 2nd edition, hal 152 - Bak Equalisasi 10 – 20 % BOD

23 – 47 % SS

Reynold/Richard, Unit Operations & Processes in Env.Engineering, 2nd edition, hal 158 - Flotasi

1. Disolved Air Flotation 70 – 85 % Oil 50 – 85 % SS 20 – 70 % BOD 10 – 60 % COD

Cavaseno, Industrial Wastewater and Solid Waste Engineering, hal.14


(67)

Unit Pengolahan % Removal Sumber

2. Floculation - Flotation 97 % Oil 75 % Solid 80 % BOD 80 % COD

Cavaseno, Industrial Wastewater and Solid Waste Engineering, hal.14

- Bak pengendap I 50 – 70 % SS 25 – 40 % BOD

Metcalf & Eddy, WWET Disposal, and Reuse 4th edition, hal 396

- Netralisasi pH 6,5 – 9 Reynold/Richard, Unit Operations & Processes in Env.Engineering, 2nd edition, hal 161 - Koagulasi - Flokulasi 58 % BOD

63 % COD 33 % TSS 93 % Cr

Eckenfelder, Jr., Industrial Water Pollution Control, 3th edition, hal 156


(68)

Unit Pengolahan % Removal Sumber III. Secondary Treatment

III.1. Aerob

a. Activated Sludge 80 – 99 % BOD 50 – 95 % COD 60 – 85 % SS 80 – 99 & Oil 95 – 99 % Phenol 33 – 99 % NH3 97 – 100 % H2S

Cavaseno, Industrial Wastewater and Solid Waste Engineering, hal.15

1. Konvensional 95 – 99 % BOD 80 – 90 % TSS

Wastewater Treatment Plants, Syed R Qasim hal 53.

2. Non Konvensional

- Step Aeration 85 – 95 % BOD

Reynold/Richard, Unit Operations & Processes in Env.Engineering, 2nd edition, hal 429 - Tapered Aeration 85 – 95 % BOD

- Contact Stabilization 80– 90 % BOD - Pure Oxygen 85 – 95 % BOD - High Rate Aeration 75 – 90 % BOD - Extended Aeration 75 – 95 % BOD


(69)

Unit Pengolahan % Removal Sumber

- Oxydation Ditch 75 – 95 % BOD Reynold/Richard, Unit Operations & Processes in Env.Engineering, 2nd edition, hal 445 b. Aerated Lagoon 75 – 95 % BOD

60 – 85 % COD 40 – 65 % SS 70 – 90 % Oil 90 – 99 % Phenol 95 – 100 H2S

Cavaseno, Industrial Wastewater and Solid Waste Engineering, hal.16

III.2. An Aerob

a. UASB 90 – 95 % COD Metcalf & Eddy, WWET Disposal, and Reuse 4th edition, hal 1007

b. An Aerobic Lagoon 80 – 90 % COD Metcalf & Eddy, WWET Disposal, and Reuse 4th edition, hal 1026

c. Fluidized Bed Reactor > 90 % COD Metcalf & Eddy, WWET Disposal, and Reuse 4th edition, hal 1022


(70)

Unit Pengolahan % Removal Sumber

d. Fixed Bed Reactor 90% COD Metcalf & Eddy, WWET Disposal, and Reuse 4th edition, hal 1019

III.3. Bio Film

a. Trickling Filter 1. Low Rate TF

2. Intermediate Rate TF 3. High Rate TF

4. Super Rate TF

90 – 95 % BOD 85 – 90 % BOD 85 – 90 % BOD 60 – 80 % BOD

Reynold/Richard, Unit Operations & Processes in Env.Engineering, 2nd edition, hal 527

b. RBC s.d. 90 % BOD Metcalf & Eddy, WWET Disposal, and Reuse 4th edition, hal 937


(71)

II.4. Profil Hidrolis

Hal – hal yang perlu diperhatikanb sebelum membuat Profil Hidrolis, antara lain:

1. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan

Untuk membuat profil hidrolis perlu perhitungan kehilangan tekanan pada bangunan. Kehilangan tekanan akan mempengaruhi ketinggian muka air di dalam bangunan pengolahan. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan ada beberapa macam, yaitu:

a. Kehilangan tekanan pada saluran terbuka b. Kehilangan tekanan pada bak

c. Kehilangan tekanan pada pintu

d. Kehilangan tekanan pada weir, sekat, ambang dan sebagainya harus di hitung secara khusus.

2. Kehilangan tekanan pada perpipaan dan assesoris a. Kehilangan tekanan pada perpipaan b. Kehilangan tekanan pada assesoris c. Kehilangan tekanan pada pompa

d. Kehilangan tekanan pada alat pengukur flok 3. Tinggi muka air

Kesalahan dalam perhitungan tinggi muka air dapat terjadi kesalahan dalam menentukan elevasi ( ketinggian ) bangunan pengolahan, dalam pelaksanaan pembangunan sehingga akan dapat mempengaruhi pada proses pengolahan.


(72)

Kehilangan tekanan bangunan (saluran terbuka dan tertutup) tinggi terjunan yang direncanakan ( jika ada ) akan berpengaruh pada perhitungan tinggi muka air. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara :

1. Menentukan tinggi muka air bangunan pengolahan yang paling akhir.

2. Tambahkan kehilangan tekanan antara clear well dengan bagunan sebelumnya pada ketinggian muka air di clear well.

3. Didapat tinggi muka air bangunan sebelum clear well demikian seterusnya sampai bangunan yang pertama sesudah intake.

4. Jika tinggi muka air bangunan sesudah intake ini lebih tinggi dari tinggi muka air sumber maka diperlukan pompa di intake untuk menaikkan air.


(73)

III.1. Data Karakteristik Limbah Industri yang direncanakan

Kualitas air buangan yang akan diubah berasal dari industri tekstil dengan besarnya debit yang akan diolah.

Jam Q(m3/jam)

10.00 12.00 16.00 Q (rata-rata)

Q(m3/detik)

400 150 450 41,67 0,011

Adapun karakteristik limbah yang akan diolah dalam perencanaan ini sebagai berikut :

Tabel 3.1 Parameter limbah yang akan diolah

Jam BOD(mg/lt)

10.00 12.00 16.00 BOD rata-rata

2000 2500 2000 2075

Parameter (mg/lt)

TSS Ph

2000 3.5


(74)

III.2. Standart Baku Mutu Industri Tekstil

Dengan karakteristik limbah seperti yang tercamtum diatas maka diperlukan pengolahan sehingga sesuai dengan baku mutu limbah yang diperbolehkan untuk dibuang ke dalam badan air, jika limbah pabrik tekstil yang diolah berada di wilayah jawa timur, maka standart yang digunakan adalah standart wilayah setempat yang berlaku. Untuk itu undang-undang atau standar sebagai acuan yang dugunakan adalah keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 tentang baku mutu limbah cair untuk industri tekstil.

Untuk mengetahui apakah limbah cair suatu industri berbahaya atau tidak maka perlu dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku seperti pada tabel 3.2 adalah tentang baku mutu limbah cair untuk industri tekstil menurut SK Gubernur No. 45 Tahun 2002 sebagai berikut :

Tabel 3.2 Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil

Parameter Kadar Maximum (mg/lt)

BOD Tss PH

50 50 6 - 9

III.3. Diagram Alir

Berdasarkan karakteristik air limbah , maka diagram alir proses pengolahan limbah adalah sebagai berikut :


(75)

Recycle

Saluran Pembawa

Screen

Bak Penampung

Netralisasi

Activated Sludge

Clarifier

Badan Air


(76)

BAB IV

SPESIFIKASI BANGUNAN

IV. 1. NERACA MASSA

Inlet Outlet 2

Outlet 1

IV.1.1. Saluran pembawa dan Screen

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 3,5 6 -9

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 3,5 6 -9


(77)

IV.1.2. Bak Pengumpul

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 7 6 -9

IV.1.3. Netralisasi

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 7 6 -9

IV.1.4. Activated Sludge

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt 98% 2033,5 41,5mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt 85% 1700 300 mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 7 6 -9 .


(78)

IV.1.5. Clarifier

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 41,5 mg/dt - - 41,5 mg/dt 50 mg/dt 2. TSS 300 mg/dt 85% 225 45 mg/dt 50 mg/dt 3. pH 3,5 - - 7 6 -9 .

IV. 2. PERENCANAAN DAN SPESIFIKASI BANGUNAN

1.Saluran pembawa

a). Perencanaan :

1. kecepatan aliran (V) : 0,1 m³/dtk 2. Slope maksimal : 1.10-3m/m 3. Free board : 0,2m

4. Debit (Q) : 0,011 m³/dtk

B). Spesifikasi bangunan :

1. Dibuat 1 saluran dan terbuat dari Beton 2. Termasuk saluran terbuka

3. Panjang saluran ( L ) : 3 m 4. Lebar Saluran (B) : 0,28 m 5. Kedalaman Saluran (H) : 0,14 m


(79)

2. Screen

a). Perencanaan :

1. Menggunakan Screen Manual 2. Jenis Screen Bar Screen

3. Debit (Q) : 0,4 m³/dtk 4. Jenis Bar bulat ( ) : 1,79

5. Jarak antar Kisi : 25 mm = 2,5 cm 6. Lebar Kisi : 5 mm = 0,5 cm 7. kemiringan kisi : 450

8. Kecepatan aliran (V) : 0,3 m/dtk 9. Lebar Screen :1,1 m = 110 cm 10. Kekasaran manning beton : 0,013

b). Spesifikasi Bangunan

1. Panjang Saluran (L) : 3 m 2. Lebar Saluran (B) : 0,26 m 3. Kedalaman Saluran : 0,33 m

3. Sumur Pengumpul

a). Perencanaan :

1. Debit air limbah (Q) : 0,01 m3/dtk 2. Kecepatan Aliran (V) : 0,3 m/dtk 3. Saluran dari beton (n) : 0,013 4. Waktu detensi (td) : 20 menit


(80)

5. Bak berbentuk segi empat dan menggunakan 1 sumur pengumpul 6. L : b = 2 :1

7. Kedalaman sumur pengumpul (h) : 2 m

8. Free board : 0,2 m

b). Spesifikasi bangunan :

1. Panjang Sumur pengumpul : 3,46 m 2. Lebar Sumur pengumpul : 1,73 m 3. Tinggi sumur Pengumpul : 2,2 m

5. Netralisasi

a). Perencanaan :

1. Menggunakan 1 bak Netralisasi

2. Ph air buangan : 12 (basa) 3. Nilai Ph netral yang dibutuhkan : 6 - 9 4. Bahan penetral adalah H2SO4 (BM = 98) 5. Densitas H2SO4 : 1,12 kg/lt

6. Waktu detensi : 60 detik

7. Bak Netralisasi berbentuk tabung

8. Sistem pengadukan dengan motor pengaduk

a). Jenis Impeller : Propeller, pitch of 1,3 blades b). Rasio Di/D = 30 % - 50%

c). KT = 0,32 ; KL = 41,0


(81)

e). G = 700 S-1

f). ν: 0,8551. 10-3 Ns/m2 (Suhu 20oc) g). ρ : 996,54 kg/m3

b). Spesifikasi Bangunan :

1. Dimensi bak injeksi

a). Diameter (d) : 1,3 m b). Tinggi (h) : 1,6 m c). Diameter Impeller Injeksi : 0,65m 2. Dimensi Bak Netralisasi

a). Diameter (d) : 0,8 m b). Tinggi (h) : 1,3 m c). Diameter Impeller Injeksi : 0,4 m

7. Activated Sludge

• Menggunakan 1 bak aerasi

• Kedalaman bak (h) = 2,5 m

• Lebar (B) = 7,35 m

• Panjang (L) = 14,7 m

• Keb udara untuk meremoval BOD = 34,53 kg/jam

• Transfer O2 dilapangan = 1,028 kg O2/ kw jam

• Tenaga aerator = 33,59 kw

• Jumlah aerator (n) = 5 unit

Saluran inlet


(82)

Ø pipa resirkulasi = 0,11 m

8. Klarifier

a). Perencanaan

1. Menggunakan 1 bak Klarifier 2. Bak berbentuk Circuler

3. Debit (Q) : 0,01 m3/dtk 4. Waktu detensi (td) : 2 jam

5. over flow rate : 40 m3/m2.hari

b). Spesifikasi Bangunan

1. Debit (Q) : 0,01 m3/dtk 2. Diameter bak (d) : 6,04m 3. Kedalaman (h) : 2,61 m 4. TSS influent :300 mg/lt

9. Sludge Drying Bed

a). Perencanaan

1. Menggunakan 1 buah bak 2. Waktu pengeringan : 10 hari

b). Spesifikasi Bangunan

1. Kedalaman (h) :0,84 m 2. Panjang (L) : 6 m 3. Lebar (B) : 3 m


(83)

(84)

6. ACTIVATED SLUDGE

1. Kriteria Perencanaan :

Memakai Activated Sludge Tipe Proses Konvensional - % Removal BOD = 95 % - 99 %

- % Removal TSS = 80 % - 90 %

( Sumber : Wastewater Treatment Plants , Syed R Qasim hal 53 ) - % Phosphat = 60 – 70%

- Umur lumpur (θ) = 5 -15 hari

- Food to mikroorganisme ( F/M ) = 0,2 – 1,4 hari -1

- Nilai Koefisien (Qasim,308)

-Rata-rata penggunaan Substrat (K) = 2 – 8 /hari

-Koefisien Batas Pertumbuhan (y) = 0,3 – 0,7 mgVss/mgBOD -Konsentrasi Substrat (Ks) = 40 – 120 mg/L BOD5

-Koefisien Endogeneous (Kd) = 0,03 – 0,07 hari - Waktu detensi ( td ) = 4 – 8 jam


(85)

- Volumetrik Loading = 0,8 – 2 kg BODs/m3.hari - Aerator Loading = 0,3 – 0,6 kg BODs/m3.hari (Qasim 1985,Tabel 13.2 hal 310 )

2. Direncanakan :

- Debit masukan ( Qo ) = 0,011 m3/dtk = 950,4 m3/hari - Dibuat 1 unit kolam surface aerator

- BOD influent = 2075 mg/ltr - BOD effluent = 41,5 mg/ltr

- Sludge Proses ( TSS ) = 300 mg/ltr - % Removel BOD = 98 %

- % Removel TSS = 85 % - % Removal Phosphat = 70 %

- MLSS = 3000 g/m3 ( Qasim , Hal 310 ) - Waktu detensi = 6 jam

Perhitungan :

1. Konsentrasi BODs terlarut dalam effluent - BOD5 effluent = 41,5 mg/ltr

- BOD influent = 2075 mg/ltr

- Biological Solid = 65 % BOD effluent 1 gr Biological solid = 1,42 BODL BOD5 = 0,68 BODL

(Qasim,1985)


(86)

= 65 % x 41,5 mg/ltr = 26,975 mg/ltr BODL = 1,42 x BOD5 effluent

= 1,42 x 26,975 mg/ltr = 38.3 mg/ltr

BOD5 effluent ( Ss ) = 0,68 x 38,3 mg/ltr = 26,04 mg/ltr

BOD5 extended = BODeff x 0,65 x 1,42 x 0,68 = 41,5 mg/l x 0,65 x 1,42 x 0,68 = 26,04 mg/l

BOD5 soluble ( Se ) = BOD5 effluent – BOD5 effluent ( Ss ) = 41,5 mg/ltr – 26,04 mg/ltr

= 15,46 mg/ltr (Qasim hal,1985 )

2. Effisiensi Biological Treatment

- Effisiensi BOD5 soluble (E) =

(

)

100% )

(

− 5 ×

Inf BOD Se BOD Inf BOD

=

(

)

100% / 2075 / 46 , 15 / 2075 × − ltr mg ltr mg ltr mg

= 99,25 % - Effisiensi Total BOD5 ( E BOD )

=

(

− 5

)

×100%

Inf BOD eff BOD Inf BOD


(87)

=

(

)

100% / 2075 / 5 , 41 /

2075 − ×

ltr mg ltr mg ltr mg

= 98 %

3. Ratio Resirkulasi Sludge X ( Q + Qr ) = Qr . Xr

- Diketahui MLSS = 3000 mg/m3

% =0,8=80% MLSS

MLVSS

MLVSS ( X ) = 80 % x MLSS

= 80 % x 4000 mg/m3 = 3200 mg/m3

- Ratio Resirkulasi ( Qr/Q0 = 0,3 ) Qr = 1,2 x Q0

= 1,2 x 950,4 m3/hr = 1140,48 m3/hr

- Konsentrasi Return Sludge ( Xr ) X ( Q0 + Qr ) = Qr . Xr

2400 mg/m3 ( 950,4 m3/hr + 285,12 m3/hr) = 285,12 m3/hr . Xr Xr = 13866,67 mg/m3

Qi = Q0 + Qr

= 950,4 m3/hr + 1140,48 m3/hr = 2090,88 m3/hr = 0,0242 m3/dtk


(88)

Si =

(

) (

)

(

Q Qr

)

Qr Se Q So + + 0 0 . . =

(

) (

)

(

950,4 1140,48

)

48 , 1140 46 , 15 4 , 950 2075 + × + ×

= 951,61 mg/ltr

4. Volume Reaktor ( Vol ) Vol = Td . Qo

= 6 jam x 41,67 m3/jam = 250 m3

Maka dimensi bak adalah : Vol = P . L . h 250 m3 = 2L .L .2 m

L = 4 250m2

=7,9 m

sehingga : P = 2 x 7,9m = 15,8 m L = 7,9 m

h = 2 m ( free board = 0,5 m ) =2,5m 5. Konstanta / Koefisien kinetic

a. Kuantitas lumpur

- Lumpur yang dibuang per hari ( y observed )

c Kd y observed y φ . 1+ = hari 15 . 07 , 0 1 7 , 0 +


(89)

- Pertumbuhan MLVSS ( Px )/Massa sludge

1000

) (

.Qin Si Se observed

y

Px= −

1000 ) 46 , 15 951,61 ( ,34.950,4 0 − = = 302,50kg/hr

Dalam MLSS ( PxSS ) = 378 8 , 0 5 , 302 8 ,

0 = =

Px

kg/hr

b. Pembuangan Lumpur

m hr hari m c Vol WA

Q 16,67 /

15 250 3 3 = = = φ m hr m mg hari m mg m Xr c X Vol Wr

Q 3,85 /

/ 67 , 13866 . 15 / 3200 . 250 . 3 3 3 3 = = = φ

c. CekVolume

3 3 3 3 250 / 3200 / 67 , 13866 . 15 . / 85 , 3 . . m m mg m mg hr hr m X Xr Qc Wr Q

Vol= = =

d. Kontrol F/M ratio

1 1 , 1 2400 . 250 61 , 951 . 950,4 . .

/ = = = hr

X Vol Si o Q M F

Kriteria = 0,2 – 1,4 hari -1 ………Ok! e. Kebutuhan Oksigen

O2 kg/hr = f

Se So

Q( − )


(90)

= 68 , 0 / ) 46 , 15 2075 ( /

950400l hrmg l

-1,42. 378,125kg/hr

= 2878510024 – (1,42 . 378125000) = 2878510024 – 536937500

= 2341572524 mg/hr ≈ 2341,57 kg/hr (Sumber : Qasim, hal 350)

f. Kebutuhan O2 total (RO2)

AOR = f O Total 2 68 , 0 2341,57 =

AOR = 3443,48 kg/hr ≈ 143,47 kg/jam

( Sumber : Wastewater Engineering Treatment and Reuse, Metcalf and Eddy hal 708 -711 )

h. Transfer O2 dilapangan

N = .1,024 .α

9,17 Cl . Cw . β .

No T−20

     Dengan :

N = kg O2/Kw.jam transfer di bawah kondisi lapangan No = kg O2/Kw.jam transfer di bawah kondisi standart (20˚C) Nilai No (1,5)

β = factor koreksi salinity surface (1) Cw = konsentrasi O2 jenuh (8,16 mg/lt)


(91)

Cl = konsentrasi O2 operasi (2 mg/lt) T = temperature ˚C

α = factor koreksi O2 transfer (0,8 – 0,85) Maka ,

N = .1,024 .α

9,17 Cl -Cw . β .

No T−20

     

= .1,024 .0,8

9,17 2 -8,16 . 1 .

1,5 28−20

      5

= 1,028 kg O2/ kw jam

i. Tenaga aerator (D)

D =

N RO2

, (RO2 = keb.O2)

= kg/jam 1,028 kg/jam 143,47

= 139,56 kw

j. Jumlah aerator (n)

Kriteria tenaga aerator = 15 – 30 kw/103 . m3

Maka daya aerator = Volaerasi .m 10 kw 30 3 3 ×

= 3 3 216m3 .m

10 kw 30

×

= 6,48 kw/unit

n =

aerator daya

aerator tenaga


(92)

= 21,53 21 unit aerator

6. Inlet

Data : - Direncanakan 1 pipa inlet

- Debit tiap pipa inlet Q0 = 0,011 m3/dtk -Direncanakan v = 0.1 m/dtk

-Diameter pipa inlet

2 3 0 11 , 0 / 1 . 0 / 011 , 0 m dtk m dtk m v Q

A= = =

Dpipa A m 1,54m 14 , 3 11 , 0 4 . 4 2 = × = = π - Diameter pipa outlet

D pipa A m 1,54m

14 , 3 11 , 0 4 . 4 2 = × = = π - Head Loss ,Hf

87 , 4 85 , 1 85 , 1 87 , 4 85 , 1 85 , 1 54 , 1 140 ) 011 , 0 ( 9 , 7 7 , 10 7 , 10 × × × = × × × = m D C Q L Hf

= 2,61 x 10-7 m - Pipa resirkulasi

Q resirkulasi = 1140,48 m3/hr = 0,013 m3/dtk ` V resirkulasi = 0,3 m/dtk

2 3 13 , 0 / 1 , 0 / 013 , 0 m dtk m dtk m i resirkulas v i resirkulas Q


(93)

Diameter pipa resirkulasi

= = × =

14 , 3

13 , 0 4 .

4 2

m A

D


(94)

Inlet Outlet 2

Outlet 1

IV.1.1. Saluran pembawa dan Screen

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 3,5 6 -9

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 3,5 6 -9


(95)

IV.1.2. Bak Pengumpul

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 7 6 -9

IV.1.3. Netralisasi

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt - - 2075mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt - - 2000mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 7 6 -9

IV.1.4. Activated Sludge

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 2075 mg/dt 98% 2033,5 41,5mg/dt 50mg/dt 2. TSS 2000 mg/dt 85% 1700 300 mg/dt 50mg/dt 3. pH 3,5 - - 7 6 -9


(96)

IV.1.5. Clarifier

No Parameter Inlet % Removal Outlet 1 Outlet 2 Baku Mutu 1. BOD 41,5 mg/dt - - 41,5 mg/dt 50 mg/dt 2. TSS 300 mg/dt 85% 225 45 mg/dt 50 mg/dt 3. pH 3,5 - - 7 6 -9 .

IV. 2. PERENCANAAN DAN SPESIFIKASI BANGUNAN

1.Saluran pembawa

a). Perencanaan :

1. kecepatan aliran (V) : 0,1 m³/dtk 2. Slope maksimal : 1.10-3m/m 3. Free board : 0,2m

4. Debit (Q) : 0,011 m³/dtk

B). Spesifikasi bangunan :

1. Dibuat 1 saluran dan terbuat dari Beton 2. Termasuk saluran terbuka

3. Panjang saluran ( L ) : 3 m 4. Lebar Saluran (B) : 0,46 m 5. Kedalaman Saluran (H) : 0,23 m

2. Screen

a). Perencanaan :


(97)

2. Jenis Screen Bar Screen

3. Debit (Q) : 0,011 m³/dtk 4. Jenis Bar bulat (฀) : 1,79

5. Jarak antar Kisi : 25 mm = 0,025 cm 6. Lebar Kisi : 5 mm = 0,005 cm 7. kemiringan kisi : 450

8. Kecepatan aliran (V) : 0,1 m/dtk 9. Lebar Screen :0,46 m 10. Kekasaran manning beton : 0,015

b). Spesifikasi Bangunan

1. Panjang Saluran (L) : 0,41 m 2. Lebar Saluran (B) : 0,46 m 3. Kedalaman Saluran : 0,23 m

3. Sumur Pengumpul

a). Perencanaan :

1. Debit air limbah (Q) : 0,01 m3/dtk 2. Kecepatan Aliran (V) : 0,1 m/dtk 3. Saluran dari beton (n) : 0,015 4. Waktu detensi (td) : 20 menit

5. Bak berbentuk segi empat dan menggunakan 1 sumur pengumpul 6. L : b = 2 :1


(98)

8. Free board : 0,2 m

b). Spesifikasi bangunan :

1. Panjang Sumur pengumpul : 3,46 m 2. Lebar Sumur pengumpul : 1,82 m 3. Tinggi sumur Pengumpul : 2 m

4. Pemompaan a). Perencanaan :

1. Type Centryfugal pump

2. Dari grafik performance Curve AP 130, 50 Hz, 150 2548 Annex B diperoleh jenis

Pompa AP 130, 250, 170

3. Menggunakan 2 buah pompa dan 1 buah pompa cadangan dalam 1 sumur 4. Karakteristik pompa

Ø pipa suction : 200 mm Ø pipa discharge : 170 mm Daya pompa : 19 kw Hf total pompa : 4,4

5. Netralisasi

a). Perencanaan :

1. Menggunakan 1 bak Netralisasi

2. Ph air buangan : 3,5 (asam) 3. Nilai Ph netral yang dibutuhkan : 6 - 9 4. Bahan penetral adalah Kapur (BM = 9) 5. Densitas kapur : 0.86 kg/lt


(99)

6. Waktu detensi : 60 detik 7. Bak Netralisasi berbentuk tabung

8. Sistem pengadukan dengan motor pengaduk

a). Jenis Impeller : Propeller, pitch of 1,3 blades b). Rasio Di/D = 30 % - 50%

c). KT = 0,32 ; KL = 41,0

d). Kecepatan Impeller (ƞ) :150 rpm e). G = 700 S-1

f). ν: 0,8551. 10-3 Ns/m2 (Suhu 20oc) g). ρ : 996,54 kg/m3

b). Spesifikasi Bangunan :

1. Dimensi bak injeksi

a). Diameter (d) : 0,62 m b). Tinggi (h) : 1,3 m c). Diameter Impeller Injeksi : 0,31m 2. Dimensi Bak Netralisasi

a). Diameter (d) : 0,86 m b). Tinggi (h) : 1,3 m c). Diameter Impeller Injeksi : 0,43 m

6. Activated Sludge

Menggunakan 1 bak aerasi

Kedalaman bak (h) = 2 m


(100)

Panjang (L) = 15,8 m

Keb udara untuk meremoval BOD = 143,47 kg/jam Transfer O2 dilapangan = 1,028 kg O2/ kw jam

Tenaga aerator = 139,56 kw

Jumlah aerator (n) = 21 unit

Saluran inlet

- D pipa = 0,22m

- Ø pipa resirkulasi = 0,13 m

7. Clarifier

a). Perencanaan

1. Menggunakan 1 bak Klarifier 2. Bak berbentuk Circuler

3. Debit (Q) : 0,011 m3/dtk 4. Waktu detensi (td) : 2 jam

5. over flow rate : 40 m3/m2.hari

b). Spesifikasi Bangunan

1. Debit (Q) : 0,011 m3/dtk 2. Diameter bak (d) : 6,21m 3. Kedalaman (h) : 3 m 4. TSS influent :300 mg/lt


(1)

72

Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan

6. Waktu detensi : 60 detik

7. Bak Netralisasi berbentuk tabung

8. Sistem pengadukan dengan motor pengaduk

a). Jenis Impeller : Propeller, pitch of 1,3 blades b). Rasio Di/D = 30 % - 50%

c). KT = 0,32 ; KL = 41,0

d). Kecepatan Impeller (ƞ) :150 rpm e). G = 700 S-1

f). ν : 0,8551. 10-3 Ns/m2 (Suhu 20oc)

g). ρ : 996,54 kg/m3 b). Spesifikasi Bangunan : 1. Dimensi bak injeksi

a). Diameter (d) : 0,62 m b). Tinggi (h) : 1,3 m c). Diameter Impeller Injeksi : 0,31m 2. Dimensi Bak Netralisasi

a). Diameter (d) : 0,86 m b). Tinggi (h) : 1,3 m c). Diameter Impeller Injeksi : 0,43 m 6. Activated Sludge

Menggunakan 1 bak aerasi

Kedalaman bak (h) = 2 m

Lebar (B) = 7,9 m


(2)

Panjang (L) = 15,8 m

Keb udara untuk meremoval BOD = 143,47 kg/jam Transfer O2 dilapangan = 1,028 kg O2/ kw jam

Tenaga aerator = 139,56 kw

Jumlah aerator (n) = 21 unit

Saluran inlet

- D pipa = 0,22m

- Ø pipa resirkulasi = 0,13 m

7. Clarifier a). Perencanaan

1. Menggunakan 1 bak Klarifier 2. Bak berbentuk Circuler

3. Debit (Q) : 0,011 m3/dtk 4. Waktu detensi (td) : 2 jam

5. over flow rate : 40 m3/m2.hari b). Spesifikasi Bangunan

1. Debit (Q) : 0,011 m3/dtk 2. Diameter bak (d) : 6,21m 3. Kedalaman (h) : 3 m 4. TSS influent :300 mg/lt


(3)

74

Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan

8. Sludge Drying Bed a). Perencanaan

1. Menggunakan 1 buah bak 2. Waktu pengeringan : 10 hari b). Spesifikasi Bangunan 1. Kedalaman (h) :1,35 m 2. Panjang (P) : 15 m 3. Lebar (L) : 4 m


(4)

V.1 Kesimpulan

Industri tekstil mengeluarkan limbah cair yang akan diolah dalam perencanaan ini adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1 Parameter Limbah Sebelum Diolah

NO. Parameter Kadar

(mg/liter)

1 BOD 2075

2 TSS 2000

3 pH 3,5

Setelah dilakukan pengolahan dari Unit Pengolahan Air Buangan yang dibangun maka di dapat hasil air buangan dengan karakteristik sebagai berikut :

Tabel 5.2 Parameter Limbah Sesudah Diolah

NO. Parameter Kadar

(mg/liter)

1 BOD 41,5

2 TSS 45

3 pH 7

Dari hasil-hasil yang diperoleh, maka parameter-parameter mengalami penurunan dan telah memenuhi kualitas air buangan dengan effluent


(5)

76

Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Bangunan

berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 45 Tahun 2002, tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi industri atau kegiatan usaha lainnya di Jawa Timur sebagai berikut :

Tabel 5.3 Keputusan Gubernur Jatim No. 45 Tahun 2002 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jatim.

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TEKSTIL

Parameter Kadar Maksimum

BOD 50 mg/ lt

TSS 50 mg/ lt

pH 6.0 – 9.0

V.2 Saran

Dalam proses perencanan pabrik yang perlu diperhatikan adalah dalam pengolahan adalah parameter yang akan diolah :

1. Sebelum menentukan bangunan limbah yang diinginkan sendaknya selalu memperhatikan terlebih dahulu karakteristik limbah yang akan diolah

2. Pilih unit pengolahan yang benar-benar efisien, ekonomis dan juga menyelesaikan masalah.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Clifton Potter, M.Soeparwadi, dan Aulia Gani, 1994, ”Environmental Management Development in Indonesia (EMDI)”, Canada.

Eckenfelder, W Wesley, Jr. 2000. “Industrial Water Pollution Control”. Third Edition. Mc Graw-Hill, Inc. New york.

Metcalf and Eddy. 1979, “Waste Water Engineering Treatment Disposal Reuse”.

Second edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St Fransisco, Auckland.

Metcalf and Eddy 2004. “Waste Water Engineering Treament Disposal Reuse”.

Fourth Edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St Fransisco,Auckland.

Qosim, SSR. 1985. “Waste Water Treatment Plant Planning, Design and Operation”. Holt Rinchart and Winston.

Reynolds, Richards. 1996. “Unit Operation and Processes in Environmental Engineering”. Second Edition. PWS Publising Company. Boston.