BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT.

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR
BUANGAN INDUSTRI PENYAMAKAN
KULIT

Oleh :
Ari Dwi Cahyono
0852010028

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
2012

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

TUGAS PERENCANAAN


BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik ( S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Oleh :

Ari Dwi Cahyono
0852010028

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
2012

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
Oleh :

Ari Dwi Cahyono
0852010028

Telah diperiksa dan disetujui
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
Mengetahui
Ketua Program Studi

Dr.Ir. Munawar, MT
NIP : 19620501 198803 1 001

Menyetujui

Pembimbing

Ir. Tuhu Agung Rachmanto, MT.
NIP : 19620501 198803 1001

Laporan Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar sarjana (S-1), tanggal : ...................

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Ir. Naniek Ratni JAR., M.kes.
NIP : 19590729 198603 2 00 1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Lapor an ker ja pr akt ek UPT. Industr i Kulit dan Pr oduk Kulit Magetan

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah – Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan
Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Industri Penyamakan Kulit ini
dengan baik.
Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap
mahasiswa jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan
gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, Karena berkat rahmatnya tugas ini dapat
terselesaikan dengan lancar.
2. Ir. Naniek Ratni Juliardi A.R,MKES, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
3. Dr. Ir.Munawar Ali., MT, selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan,

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas


Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Lapor an ker ja pr akt ek UPT. Industr i Kulit dan Pr oduk Kulit Magetan

4. Okik H.C.,ST.MT, Selaku sekretaris program studi teknik lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
5. Ir. Tuhu Agung R., MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas PBPAB yang
telah

membantu,

mengarahkan,dan

membimbing


hingga

tugas

perencanaan inisehingga dapat selesai dengan baik.
6. Firra Rosariawari., ST dan Ir. Yayok Suryo P, MS selaku dosen mata
kuliah PBPAB.
7. Kedua orang tuaku, keluargaku, yang telah membantu material, doa, serta
support yang tidak pernah habis buat saya.
8. Teman aku Ninda Ramita, janeta, mas nurul, mas wakit, terima kasih telah
banyak membantu dalam menyelaesaikan tugas PBPAB ini
9. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2008 yang secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya
tugas ini.
10. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebut satu
per satu.

Surabaya, Januari 2012

Penyusun


ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Lapor an ker ja pr akt ek UPT. Industr i Kulit dan Pr oduk Kulit Magetan

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Maksud dan Tujuan ...................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup .............................................................................. 3

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Limbah Industri ........................................................ 5
2.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan ............................................... 8
2.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment) ............................ 9
2.2.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)............................ 16
2.2.2.1. Proses Fisik................................................................17
2.2.2.2. Proses Kimia...............................................................22
2.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment) ........................ ..30
2.2.3.1. Proses Biologi Secara Aerobik...................................30
2.2.3.2. Proses Biologi Secara Anerobik...............................38
2.2.3.4. Proses Biologi Dengan Bio Film..................................42
2.2.3.2. Nitrifikasi dan Denitrifikasi.......................................46

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iv

2.2.4. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment).............................. 49
2.2.5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment) .............................. 51
2.3 Persen Removal.................................................................................54
2.4 Profil Hidrolis………………………………………………………59
BAB III

DATA PERENCANAAN

3.1 Data Karakteristik Limbah ............................................................ 61
3.2 Standar Baku Mutu ....................................................................... 61
3.3 Diagram Alir ................................................................................ 62
BAB IV

NERACA MASSA DAN SPESIFIKASI BANGUNAN


4.1 Neraca Masa ................................................................................. 67
4.1.1. Screen..........................................................................67
4.1.2. Bak Penampung...........................................................68
4.1.3. Flotasi..........................................................................68
4.1.4. Bak Netralisasi............................................................69
4.1.5. Bak Koagulas - Flokulasi.............................................69
4.1.6. Bak Pengendap I.........................................................70
4.1.7. Activated Sludge.........................................................71
4.1.8. Bak Pengendap II ( clarifier )......................................71
4.2 Spesifikasi Bangunan.....................................................................73
4.2.1. Saluran Pembawa I Menuju Screen............................73
4.2.2. Screen..........................................................................73
4.2.3. Saluran Pembawa II Menuju ke Sumur Pengumpiul..74
4.2.4. Bak Penampung..........................................................74

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

v


4.2.5. Pemompaan.................................................................74
4.2.6. Flotasi..........................................................................75
4.2.7.BakNetralisasi...............................................................76
4.2.8.Bak Koagulasi..............................................................77
4.2.9.Bak Flokulasi...............................................................78
4.2.10. Bak Pengendap I........................................................78
4.2.11. Activated Sludge.. ....................................................79
4.2.12. Bak Pengendap II ( clarifier )............... ...................80
4.2.13.Sludge Drying Bed.....................................................81
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .................................................................................. 82
5.2 Saran ............................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ix
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
GAMBAR

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAK

Penggunaan batubara dalam jumlah besar, akan menghasilkan abu
terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Hal ini berpotensi menimbulkan
bahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar, jika abu terbang batubara terbawa
ke perairan saat hujan, dan abu terbang batubara tertiup angin akan mengganggu
pernafasan. Abu terbang mengandung Silika (SiO2), Alumina (Al2O3), Besi
Oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, magnesium, dan belerang.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pemanfaatan fly ash batubara
sebagai adsorben untuk menyisihkan senyawa organik, mengetahui efisiensi
penyisihan senyawa organik dengan menggunakan fly ash sebagai adsorben,
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah massa abu batubara
dengan kisaran 1 sampai dengan 5 gram, waktu agitasi pada kisaran 30 – 150
menit. Sedangkan ketetapan yang digunakan adalah kecepatan putaran paddle
pada tangki berpengaduk 150 Rpm.
Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada massa
adsorben 5 gram dan waktu pengadukan 150 menit menghasilkan penyisihan
COD sebesar 91,11 % dengan penurunan kadar awal 540 mg/l menjadi 48 mg/l,
nilai ini sudah memenuhi syarat baku mutu sesuai Kep Men LH N0.112 Tahun
2003 yaitu 100 mg/l.
Kata kunci : abu batubara (fly ash), adsorbsi, COD

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRACT

The using of coal in large amount will produce fly ash and bottom ash. It
caused dangerous for the environment and surrounding communities, if the coa’sl
fly ash brought into the waters when rain, and the coal’s fly ash blows by the
wind, It will disturb breathing. Fly ash contains of Silica (Si02), Alumina (Al203),
Oxide metal (Fe20 3), the left are carbon,magnesium and sulphur.
The objective of this research is to know the use of coal’s fly ash as
adsorben to remove dissolved organic material, to know the efficiency of the
remove organic material by using fly ash as adsorben.
The variable that used in this research is the mass of the coal’s ash from 1
until 5 gram, the agitation time between 30-150 minutes. While the constancy that
used is the paddle circle speed on the tank for the liquids striing of 150 rpm.
The best result from this research is that the adsorben mass of 5 gram and
the stirring time of 150 minutes produce isolating COD of 91,11 % with the
decreasing early content 540 mg/l became 48 mg/l, this score has already meet
the standard condition based on Kep Men No.112 of 2003 that is 100 mg/l.
Keywords : fly ash, adsorbtion, COD

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Usaha industri kecil dan kerajinan kulit di magetan telah ada sejak lama,
yaitu sejak berakhirnya perang diponegoro kurang lebih 1830 dimana sebagian
pengikut Pangeran Diponegoro terletak dari timur sampai ke Magetan, yang
kemudian mereka memulai usaha penyamakan kulit dan selanjutnya dibuat
pakaian kuda, usaha tersebut berkembang pesat dan terhenti sementara pada saat
pendudukan jepang. Setelah kemerdekaan usaha ini berkembang kembali, dan
kerajinan barang kulit Magetan menjadi sangat terkenal di luar daerah. Dalam
perkembangan selanjutnya usaha tersebut mengalami pasang surut. Pada periode
1950-1960 adalah merupakan masa keemasan dari pengusaha penyamakan
maupun kerajinan kulit , tetapi pada masa 1970-1980 keadaan berbalik dan usaha
ini mengalami penurunan yang drastis dan hampir mati, karena tidak mampu
bersaing dengan barang dari plastik, kemudian ditambah lagi dengan bebasnya
import kulit mentah, yang sampai tahun 1974 jumlah usaha penyamakan dan
kerajinan kulit Tinggal 20 unit usaha, yang sebelumnya hampir setiap rumah di
dalam kota Magetan mempunyai usaha kerajinan barang kulit.
Pembangunan tahap pertama ini selesai pada bulan Mei 1981 dan tepat pada
tanggal 6 juni 1981 LIK Magetan diresmikan oleh Menteri perindustrian RI.
Bp.Ir. A.R. Soehoed dan gubernur jawa timur Bp. Soenandar priyo soedarmo.
Setelah LIK Magetan diresmikan maka secara berangsur-angsur para pengusaha

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

calon penghuni LIK mulai memindahkan usahanya serta kegiatan produksinya
kedalam lokasi LIK. Sehubungan dengan adanya otonomi daerah , UPT LIK
Magetan yang dulu bernama unit pelayanan teknis kulit dan kerajinan Anyaman
Bambu yang berada di bawah Dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten
Magetan, sekarang berdasarkan peraturan pemerintah jawa timur nomor 2000
tanggal 18 desember 2000 tentang dinas perindustrian dan perdagangan propinsi
jawa timur menjadi UPTD di daerah Magetan dan menjadi Balai pelayanan teknis
industry kulit dan lingkungan industry kulit Magetan.
Dampak yang terjadi di pabrik penyamakan kulit magetan yaitu bau yang
tidak sedap karena terdapat kandungan amonia yang tinggi sehingga mengganggu
masyarakat sekitar.
Dengan adanya perencanaan IPAL diharapkan limbah yang telah diolah
dapat dimanfaatkan dan sesuai dengan baku mutu yang telah ditentukan Menurut
surat keputusan Gubernur Jawa Timur no. 45 tahun 2002 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Industri atau kegiatan Industri Jawa Timur.

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari tugas perencanaan bangunan pengolahan air buangan pabrik
kulit Magetan ini yaitu agar mahasiswa mengetahui serta memahami bagaimana
cara penentuan bangunan pengolahan air buangan yang sebenarnya dan
penerapannya di lapangan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

Sedangkan tujuan perencanaan bangunan pengolahan air buangan ini
adalah :
1.

Mencegah tercemarnya badan air, sehingga air tersebut dapat digunakan
sesuai dengan peruntukannya.

2.

Memperbaiki design teknis IPAL

1.3 Ruang Lingkup
Sesuai dengan tugas yang telah diberikan maka isi dari tugas ini adalah
pembuatan detail dari instalasi / bangunan pengolahan air buangan yang meliputi :
Saluran Pembawa
Screen
Koagulasi
Flokulasi
Bak Pengendap I
Activated Sludge
Bak Pengendap II
Badan air

Sludge Drying beds

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Limbah Industr i Pabr ik Kulit
Komposisi air limbah sebagai bahan buangan sangat mempengaruhi sifat
dan karakteristik air limbah. Pengetahuan tentang sifat dan karakteristik air limbah
sangat membantu dalam penentuan teknik dan pelaksanaan pengolahan air
limbah. Sifat dan karakteristik air limbah yang membedakan atas 3 ( tiga )
kelompok dapat dijelaskan, sebagai berikut :
a.

Sifat Fisik
1. Kandungan Zat Padat
Umumnya air limbah mengandung bahan terendap yang cukup tinggi
apabila diukur dari padatan terlarut dan padatan tersuspensi.
2. Bau
Air limbah yang mengalami proses degradasi akan menghasilkan bau. Hal
ini disebabkan karena adanya zat organik terurai secara tak sempurna
dalam air limbah. Senyawa-senyawa yang menghasilkan bau antara lain :
NH3 dan Hidrogen Sulfida ( H2S )
3. Warna
Zat terlarut dalam air limbah dapat menimbulkan warna air limbah
menjadi berwarna abu-abu dan berubah menjadi hitam setelah mengalami

4
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

dekomposisi. Selanjutnya air limbah akan jernih kembali bila telah normal
kembali.
4. Temperature
Proses kegiatan sumber limbah padat menyebabkan air buangan menjadi
hangat, sehingga air limbah umumnya memiliki suhu yang lebih tinggi
disbanding dengan suhu air bersih.
b. Sifat Kimia
Berdasarkan bahan yang terkandung didalamnya, sifat kimia air limbah
digolongkan menjadi:
1. Senyawa organik
Air limbah umumnya mengandung senyawa organic 40% total padatan
yang tersusun dari unsur – unsur seperti :H, O, N, P dan S yang
bentuknya berupa senyawa protein, karbohidrat, lemak, detergen dan
pestisida.
2. Senyawa Anorganik
Keberadaan komponen – komponen anorganik dalam air limbah perlu
mendapat perhatian dalam menempatkan kualitas air limbah sebagai air
bahan buangan, karena keberadaan bahan – bahan organik ini tidak
menutup kemungkinan terkandung racun yang menambah beban dan
potensi bahaya air limbah.
c. Sifat Biologis
Keberadaan mikroorganisme dalam air limbah dapat membantu proses
pengolahan sendiri ( self purification ). Namun bila mikroorganisme dalam

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

air limbah tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, justru menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan, maka mikroorganisme dikelompokkan
menjadi 2 (dua) golongan yaitu :
1. Mikroorganisme pathogen, seperti : bakteri coli, virus hepatitis, salmonella
dan lain- lainnya
2. Mikroorganisme non pathogen, seperti : protista dan algae
Par ameter Pengolahan Air Limbah Industr i Pabr ik Kulit
Sesuai dengan sifat dan bahan air limbah, dapat diketahui parameterparameter antara lain :
a. Biological Oxigen Demand (BOD)
Merupakan parameter yang menunjukan banyaknya oksigen yang digunakan
untuk menguraikan senyawa organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air
oleh aktifitas mikroba.
(MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 81)

b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Adalah nilai kebutuhan oksigen dalam ppm atau miligram/liter (mg/lt) yang
dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara
kimiawi.
(MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 93)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

c. pH (Derajat Keasaman)
Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sutau
larutan.
(MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 57)

d. TSS (Total Suspended Solid)
Suatu endapan yang dapat disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk
suatu sludge blanket yang terdiri dari bahan-bahan organik.
MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 43)

e. NH3 - N
Amoniak ini disebut juga nitrogen amoniak, yang dihasilkan dari pembusukan
secara bakterial zat-zat organik dalam limbah.
( U.N. Mahida )
f. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam
gemuk. Minyak tanah dan minyak pelumas adalah derivat atau turunan dari
minyak residu dan batubara yang berisikan karbon dan hidrogen. Minyak
tersebut dapat sampai ke saluran air limbah berasal dari mesin-mesin produksi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

2.2 Tinjauan Tentang Industr i Penyamakan Kulit
Kulit terbentuk dari reaksi serat kalogen di dalam kulit hewan dan
tannin, krom, tawas atau zat penyamak lain. Pada dasarnya untuk mengubah kulit
hewan digunakan dua proses yaitu proses rumah-balok, kulit hewan dibersihkan
dan disiapkan untuk operasi penyamakan. Pertama-tama, kulit direndam dalam air
untuk menghilangkan kotoran, darah, garam dan pupuk. Kemudian kulit
dibersihkan dengn mesin atau tangan untuk menghilangkan sisa-sisa daging yang
ada. Penghilangan bulu dilakukan secara kimiadengan tangan dan atau mesin.
Bubur kapur tohor digunakan untuk melepaskan bulu, kemudian apabila bulu itu
akan digunakan dapat dilarutkan dengan natrium sulfida. Langkah pertama dalam
proses penyamakan adalah perpendaman kulit hewan dalam larutan garam
ammonia dan enzim.Semua kulit hewan untuk penyamaan krom harus mengalami
pengasaman. Pengasaman membuat kulit hewan bersifat asam dengan
menggunakan asam sulfat dan natrium chlorida. Penyamakan itu sendiri dilakukan
di dalam tong yang berisi tannin nabati (kulit pohon, kayu, buah atau akar), atau
campuran kimi yang mengandung krom sulfat.
Pemucatan, pemberian warna coklat, cairan lemak dan pewarnaan
digunakan untuk kulit khusus. Langkah-langkah akhir seperti pengeringan,
perentangan dan penekanan kulit adalah proses kering dan tidak menghasilkan
limbah cair.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

Untuk mengantisipasi ini semua, perlu dilaksanakan pengelolaan limbah
industri penyamakan kulit berupa pengendalian dan pengolahannya, mulai dari
input bahan baku, bahan pembantu, proses, penanganan produk akhir dan ujung
akhir proses, serta usaha-usaha untuk meminimasi limbah.
( Devi Nuraini Santi, 2004 )
2.3

Karakter istik Limbah Industr i penyamakan Kulit
Perkembangan industri saat ini telah memberikan sumbangan besar

terhadap perekonomian Indonesia. Namun di lain pihak, hal tersebut memberikan
dampak terhadap lingkungan akibat buangan industri dalam pengembangan
industri, berupa buangan air limbah ke permukaan badan air seperti sungai.
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu contoh industri yang berbahaya
karena menghasilkan sejumlah limbah, baik berupa padatan maupun cairan yang
keduanya menimbulkan dampak pencemaran bagi lingkungan. Limbah cair atau
bahan pencemar yang dihasilkan industri penyamakan kulit antara lain krom total
(Cr), TSS, Amoniak, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen
Demands (BOD) (Bapedal :368)
Biological Oxygen Demands (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis,
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air
lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada di
dalam air lingkungan tersebut. Biological Oxygen Demands (BOD) memegang
peranan sangat penting untuk mengetahui kualitas perairan karena semakin tinggi
kadar Biological Oxygen Demands (BOD) di suatu perairan maka tingkat kualitas

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

perairan tersebut semakin jelek. Standart baku mutu BOD adalah 75 mg/lt.
( SK Gubernur No. 45 Tahun 2002 )
COD adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidas secra kimia. Nilai
COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena kebanyakan senyawa lebih
mudah terosidasi ecra kimia daripada secara biolgi. ( Sakti A. Siregar, 2005)
Standart baku mutu COD adalah 180 mg/lt.( SK Gubernur No. 45 Tahun 2002 ).
PH menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari suatu cairan
encer, dan mewakili konsentrasi hydrogen ionnya. PH tidak mengukur seluruh
kemasaman atau seluruh alkalinitas ; suatu metode titrasi ( penurunan kadar )
yang dibutuhkan untuk memperkirakan jumlah yang sebenarnya daripada
keasaman atau alkali yang ada. ( U.N. Mahida :36 )
TSS (Total Suspended Solid) adalah suatu endapan yang dapat disaring
(filtrable residu) dan dapat membentuk suatu sludge blanket yang terdiri-dari
bahan-bahan

organik.

Standart

baku

mutu

TSS

adalah

60

mg/lt.

( SK Gubernur No. 45 Tahun 2002 )
H2S, adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan berbau
seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktifitas biologis ketika bakteri
mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktifitas anaerobik),
seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas
yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.Hidrogen sulfida juga
dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas asam (sour gas), sulfurated
hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). IUPAC menerima
penamaan "hidrogen sulfida" dan "sulfana"; kata terakhir digunakan lebih

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

eksklusif

ketika

menamakan

campuran

yang

lebih

kompleks.

( www.id.wikipedia.org )
Crom merupakan salah satu unsur logam yang dapat digunakan sebagai
pewarna tekstil. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom,
mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan
limbahnya.
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun
amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia
sendiri

adalah

senyawa

kaustik

dan

dapat

merusak

kesehatan.(www.wikipedia.org.id )
Standart baku mutu yang mengatur besar kandungan Ammonia yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 10 mg/l.
( SK Gubernur No. 45 Tahun 2002 ).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

Berdasarkan penelitian Amina,dkk (2011) dalam Muljono (1974)
menyatakan Terdapat berbagai bahan kimia yang digunakan dalam tiap tahapan
proses penyamakan yang dapat dilihat pada tabel 2.1
No

Pr oses

Bahan

Karakter istik Limbah
Cair

1.

2

Perendaman

Air, Sodium

Mengandung

Hiplokorida

Hipoklorida

Penghilangan

Enzim,

kapur

Amonium

amonia

3

Pencucian

Air

Bersifat basa

4

Pengasaman

Air, Asam Sulfur, Bersifat asam

Sodium

Garam Bersifat basa, limbah gas

Sodium

5

Proses krom

Krom
sodium

dioksida, Bersifat asam, mengandung
klorida, Krom Trivalen

Sodium Bikarbonat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

6

Pemutihan

Air,
karbonat,

Natrium Bersifat asam
Asam

Sulfat
7

Pencucian

Air

Bersifat asam, mengandung
Krom

8

Fat Liquoring

Minyak

Mengandung Minyak

9

Pemucatan

Bahan Pemucat

Mengandung Zat pemucat

Sumber :Amina,dkk (2011) dalam Muljono (1974 )
2.4

Pr oses Pengolahan Limbah Cair Penyamakan Kulit
Aliran limbah kadang perlu diolah sendiri-sendiri

sesuai dengan

karakteristiknya, untuk mengurangi konsentrasi beberapa zat pencemar dalam
limbah cair. Aliran yang mengandung sulfida dapat dioksidasi untuk mengurangi
kadar sulfida. Krom hampir selalu trivalent karena tidak perlu dilakukan reduksi
bentuk heksavalennya. Aliran mengandung krom dapat diendapkan dengan
menggunakan tawas, garam besi atau polimer pada pH tinggi. Krom mungkin
dapat diperoleh kembali dengan menyaring endapan, melarutkannya kembali
dalam asam dan menggunakannya untuk penyamakan. Proses pengolahan primer
lain mliputi penyaringan, ekualisi dan pengendapan untuk mengurangi BOD dan
memperoreh padatan kembali. Pengolahan secara kimia dengan menggunakan
tawas, kapur tohor, fero-chlorida atu polielektrolit lebih lanjut dapat mengurangi
PTT dan BOD. Sistem pengolahan secara biologi bekerja efektif. Keragaman laju

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

alir dan kadar limbah mungkin besar. Karena itu, harus digunakan sistem
penyamakan atau sistem laju alir tinggi. Sistem anaerob efektif, tetapi akan
mengeluarkan bau tajam dang mengganggu daerah pemukiman. Sistem-sistem
parit oksidasi, kolam aerob, sringan tetes dan Lumpur teraktifkan sudah banyak
digunakan. Danau

(anaerob dan aerob) meruopakan sistem yang murah dan

efektif, apabila dirancang dan dioperasikan secara baik dan apabila tanah tersedia.
Apabila diperlukan, dapat digunakan suatu sistem untuk menghilangkan tingkat
nitrogen yang tinggi.( Devi Nuraini Santi, 2004 )
2.5

Bangunan Pengolahan Air Buangan
Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat

pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:
2.5.1

Pr e Tr eatment (Pengolahan Pendahuluan)
Proses pengolahan yang dilakukan untuk membersihkan dan

menghilangkan sampah terapung dari pasir agar mempercepat proses pengolahan
selanjutnya. Unit proses pengolahannya meliputi, antara lain:
a.

Screening
Screening biasanya terdiri-dari batang pararel, kawat atau grating,
perforated plate dan umumnya memiliki bukaan yang berbentuk bulat atau
persegi empat. Secara umum peralatan screen terbagi menjadi dua tipe yaitu
screen kasar dan screen halus. Dan cara pembersihannya ada dua cara yaitu
secara manual dan mekanis. Perbedaan screen kasar dan halus adalah pada
jauh dekatnya jarak antar bar screen.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Prinsip yang digunakan bahan padat kasar dihilangkan dengan sederet
bahan baja yang diletakan dan dipasang melintang arah aliran. Kecepatan
arah aliran harus lebih dari 0.3 m/dt sehingga bahan padatan yang tertahan di
depan saringan tidak terjepit. Jarak antar batang biasanya 20-40 mm dan
bentuk penampang batang tersebut empat persegi panjang berukuran 10 mm x
50 mm. Untuk bar screen yang dibersihkan secara manual, biasanya saringan
dimiringkan dengan kemiringan 60o terhadap horisontal.
Screen berfungsi untuk :
- Menyaring benda padat dan kasar yang ikut terbawa atau hanyut dalam air
buangan supaya benda-benda tersebut tidak mengganggu aliran dalam
saluran dan tidak mengganggu proses pengolahan air buangan.
- Mencegah timbulnya kerusakan dan penyumbatan dalam saluran
pembawa.
- Melindungi peralatan seperti pompa, valve, dan peralatan lainnya.

Wire mesh

Gambar 2.1. Screening

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Tabel 2.2 Pembagian Screen
Bagian-bagian
1.

2.

Mekanikal

Ukuran kisi
-

Lebar

05 – 15 mm

05 – 15 mm

-

Dalam

25 – 75 mm

25 – 75 mm

25 – 50 mm

15 – 75 mm

Jarak antar kisi

0

30 - 40

3.

Sloop

4.

Kecepatan

melalui

bar
5.

Manual

0

00 - 30 0

0,3 – 0,6 m/det

0,6 – 1,0 m/det

150 mm

150 mm

Head loss

(Sumber : Metcalf & Eddy, ”Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse, ,hal 314)

Rumus yang digunakan :
1.

Headloss pada bar screen :

h = β .(w / b)

4

3.

.hv. sin α

Dimana :
h

: headloss (m)

β

: Faktor bentuk
w

: lebar muka kisi

b

: Jarak antar kisi

hv

: Tekanan kecepatan air yang melalui kisi (m)

0

: Sudut terhadap horizontal

Sumber : Syed R. Qasim, Wastewater Treatment Plants, Planning, Design, and Operation, 1985,
Hal 160 – 161

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

Tabel 2.3. Faktor bentuk
J enis Bor

β

- Segi empat sisi runcing

2,42

- Segi empat sisi bulat runcing

1,83

- Segi empat sisi bulat

1,67

- Bulat

1,79

Bentuk

(Sumber : Metcalf and Eddy, 1979 hal 186)

2.

Jumlah Batang :

ws = (n + 1).b + n.t
dengan :

3.

Ws

= lebar saluran, (m)

n

= jumlah batang

b

= jarak antar kisi, (m)

t

= tebal kisi/bar, (m)

Lebar Bukaan Screen :
wc = ws − ( n.t )

4.

Kecepatan melalui kisi :

Vi =

Q
wc .h

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

5.

Tekanan kecepatan melalui screen :

hv =

Vi 2
2 .g

b. Sumur Pengumpul dan Pemompaan
Sumur pengumpul merupakan unit penyeimbang, sehingga debit
dan kualitas limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan.
Pemompaan digunakan untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan
selanjutnya

Screw Pump
Saluran
Pipa inlet

Gambar 2.2. Sumur Pengumpul dan Pompa

Tabel 2.4. Macam – Macam Karakter istik Pompa
KlasifikasiUtama

Type Pompa

Kinet ik

Cent rifugal

Peripheral

Kegunaan Pompa
-

Air limbah sebelum diolah

-

Penggunaan lumpur kedua

-

Pembuangan effluent

-

Limbah logam, pasir lumpur, air limbah
kasar

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Rot or

-

M inyak, pembuangan gas permasalahan
zat -zat kimia pengaliran lambat unt uk air
dan air buangan

Posit e Displace

-

SCREW

Pasir, pengolahan lumpur pertama dan
kedua

M ent
-

Air limbah pertama

-

Lumpur kasar

Diafragma

-

Permasalahan zat kimia

Penghisap

-

Limbah logam

-

Pengolahan lumpur pertama dan kedua
(permasalahan kimia)

Air Lift

-

Pasir, sirkulasi dan pembuangan lumpur
kedua

Pneumat ic

-

Inst alasi pengolahan air limbah skala kecil

Ejekt or
( M etcalf and Eddy, 2004)

Rumus yang digunakan :

td =

V
Q

V=AxH
dengan :
V

= Volume sumur pengumpul (m3)

A

= Luas permukaan sumur pengumpul (m2)

Q

= Debit air buangan yang dipompa (m3/dt)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

td

= Waktu detensi (dt)

H

= Kedalaman air (m)

Sumber :

( Metcalf and Eddy, Wastewater engineering Treatment and Reuse, McGraw-Hill,
Inc, 1991, hal 224

2.5.2. Pengolahan Per tama (Pr imary Tr eatment)
Pada tingkat ini umumnya mampu mereduksi BOD antara 25 – 30 % dan
mereduksi TSS 50 – 60 %. Pada proses ini terjadi proses fisik dengan unit
pengolahan meliputi:
a. Grit Chamber
Fungsinya adalah untuk mengendapkan grit atau padatan tersuspensi
yang berdiameter > 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan
butiran kasar lainnya. Kecepatan horisontal pada grit chamber harus konstan.
Penghilangan grit dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa
akibat adanya endapan kasar didalam saluran. Alat ini dapat berupa
proportional weir atau pharshall flume. Pengendapan yang terjadi pada proses
ini adalah secara gravitasi.
Ada dua jenis grit chambers :
1. Horizontal Flow Grit Chamber
Debit yang melalui saluran ini mempunyai arah horizontal dan
kecepatan aliran dikontrol oleh dimensi dan unit yang digunakan atau
melalui penggunaan weir khusus pada bagian effluen.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

Gambar 2.3. Horizontal Grit Chamber
2. Aerated Grit Chamber
Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana kecepatan
melingkar dikontrol oleh dimensi dan jumlah udara yang disuplai

Gambar 2.4. Aerated Grit Chamber

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

b. Bak Equalisasi
Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit
penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke
instalasi pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi.
3 ft freeboard
Floating aerator
Max surface

Effective basin volume
Minimum required
operating level

Bottom sloped
todrainagesump

Minimum allowable
operating level to
protect floating aerator

Concentrate sour pad
Variable

Gambar 2.5. Potongan Memanjang Bak Equalisasi
c. Flotasi
Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti
minyak, lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air
limbah dengan mekanisme pengapungan.
Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :
1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk
membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel
suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas
sehingga mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah
dibanding berat jenis air limbah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

2. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan
polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat
mempercepat laju partikel ringan menuju permukaan. Untuk keperluan
flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit (± 0,2 m3 udara)
untuk setiap m3 air limbah. Semakin kecil ukuran gelembung udara maka
proses flotasi akan semakin sempurna.

Skimmer
Skimmed
ws
Solids

Air
PRV
Flot at ion Tank

Effluent

Feed
Pump

Air Dissolut ion Tank

Gambar 2.6. Tangki Flotasi

Rumus yang digunakan :
1.

a. Operasi tanpa resirkulasi
A
1,3 Sa (fP − 1)
=
S
Sa

Temp.,º C

0

10

20

30

Sa, mL/L

29,2

22,8

18,7

15,7

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

b. Operasi dengan Resirkulasi
A 1,3 Sa (fP − 1). R
=
Sa . XQ
S

dengan :
A/ S =

perbandingan udara dengan padatan, mL udara/mg
padatan

Sa

= kelarutan udara, mL/L

f

= fraksi udara terlarut pada tekanan P, biasanya 0,5

P

= tekanan, atm

p + 14,7
= (U.S. customary units )
14,7
p + 101,35
= (SI units)
101,3
p

= gage pressure, lb/in2 gage (kPa)

Sa

= padatan lumpur, mg/L

Sumber:

Metcalf and Eddy, Wastewater Engineering Treatment,
Disposal,and Reuse, McGraw-Hill, Inc, 1991, hal 424

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

d. Bak Pengendap I
Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari
kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi.
Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan
dengan menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal
partikel tidak boleh lebih besar dari kecepatan pengendapan. Skimmer yang
ada pada bak pengendap I digunakan untuk tempat pelimpah lemak dan
minyak yang mengambang.

Gambar 2.7. Bak Pengendap Rektanguler

Rumus yang digunakan :
1. Setling Zone
Untuk proses pengendapan atau pemisahan partikel dari buangan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

a) Kecepatan pengendapan partikel, mengikuti hukum Stokes.
Vs = g

18

.

(Ss − 1) .dρ 2
v

dengan :
Vs

= Kecepatan pengendapan partikel (cm/det)

g

= Percepatan gravitasi (cm/det2)

Ss

= Spesifik gravity

v

= Viskositas kinematik (cm2/det)

dp

= Diameter partikel (cm)

b) Check terjadinya penggerusan

Vsc = [8. β α .(Ss − 1).g.dρ ] 2
1

dengan :
β

= Faktor friksi porositas : 0,02 – 0,12

α

= Faktor friksi hidrolis : 0,03

s

= Spesifik gravity

Dimana bila Vsc > Vh maka tidak terjadi penggerusan.
c) Check terjadinya aliran pendek, ditentukan oleh Froude Number
(NFr)

NFr =

Vh 2
g .R

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

dengan :
Vh

= Kecepatan horizontal (cm/det)

R

= Jari-jari hidrolis

Jika NFr > 10-5 tidak akan terjadi aliran pendek.
d) Check terjadinya aliran turbulensi ditentukan oleh Reynold
Number.
Nre =

Vh.R
v

Bila Nre < 2000 untuk mencegah terjadinya aliran turbulensi.
2. Inlet Zone
Untuk memperluas aliran dari effluen ke settling zone.
Bila dipergunakan multiple openning :
Q = c. A.(2.g .H )

1

2

dengan :
Q = Debit air buangan (m3/detik)
c = Faktor kontraksi 0,6
A = Luas area total m2
H = Beda tinggi air di saluran dan di bak.
3.

Outlet Zone

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

28

Zone ini dibatasi oleh beban pelimpah yang merupakan banyaknya air
yang melimpah perpanjang perperiode waktu.
a) Penentuan panjang weir :

Q .B〈5.HW
n
b) Tinggi diatas air weir :
Q = 0,342.L.H

3

2

dengan :
L = Panjang weir (m)
H = Tinggi air diatas weir (m)
4. Sludge Zone
Untuk menampung material terendap dalam bentuk lumpur. Ruang
lumpur berbentuk limas terpancung.

{

1
V = t . A + A'+ ( A. A') 2
3

}

dengan :
A = Luas bagian atas limas (m2)
A’ = Luas bagian bawah limas (m2)
Sumber : Huisman, L, Prof. Ir., Sedimentation and Flotation

e. Koagulasi-Flokulasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

29

Tingkat

pengolahan

air

buangan

selalu

meningkat

karena

perkembangan industri yang kompleks dan meningkatnya populasi penduduk.
Populasi yang ada dalam air terdiri dari bahan-bahan organik dan an-organik
terlarut, bakteri dan plankton, dan bahan an-organik yang

tersuspensi.

Komponen kasar seperti pasir dan lumpur dapat dipisah dengan cara
pengendapan secara sederhana, sedangkan partikel-partikel halus tidak dapat
dipisah dengan cara sederhana tetepi harus dilakukan flokulasi untuk
menghasilkan partikel besar yang dapat dipisahkan. Koloid adalah substans
yang berdiameter 0.1 milimikcron-100 milimicron yang sukar dipisahkan
dengan cara sedimentasi sederhana. Untuk dapat mengatasinya(hydroxide)
yang bermuatan positif. Hydroxide ini akan menetralisir koloid yang
bermuatan negatif.
Koagulasi dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan partikel
tak stabil dan penggabungan awal dari partikel awal tak stabil dengan cara
penambahan bahan kimia yang disebut koagulan. Untuk keperluan ini
diperlukan energi yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat yaitu
antara 30-60 detik, dengan gradien kecepoatan 200-500/detik. Flokulasi
adalah transportasi partikel tak stabil sehingga terjadi kontak antara partikel.
Pada flokulasi dilakukan pengadukan lambat untuk mengabungkan partikel
yang tidak stabil sehingga membentuk flok yang cepat mengendap. Nilai
gradien kecepatan bewrkisar antara 10-90/detik, dengan waktu kontak 5-10
menit.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

30

Pengolahan dengan proses koagulasi selalui diikuti proses flokulasi.
Fungsi dari proses koagulasi untuk memberikan koagulan(alumunium sulfat,
garam besi, dan kalium hidroksida) pada air buangan. Sedangkan fungsi dari
proses flokulasi adalah untukm membentuk flok-flok. Perbedaan proses
flokulasi dan koagulasi pada kecepatan pengadukannya, proses koagulasi
memerlukan yang relatif cepat dibanding proses flokulasi.
Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah:
a. Koagulan Alumunium Sulfat
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan
air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air
untuk membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan
sebagai Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi
koagulan dan konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan
alkalinitas karbonat. Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan
baik antara

6-8. Didalam air koagulan alum akan mengalami proses

disosiasi, hidrolisa dan polimerisasi.
Reaksi disosiasi:
Al2(SO4)3

2Al³. 3SO4²-

Reaksi hidrolisa:
Al2(SO4)3 + 6H2O

2Al(OH)3 +3H2SO4

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

31

Reaksi polimerisai ion komplek
[Al(H2O)6]3+ + H+O
[Al(H2O)5 OH]2+ +H2O

[Al(H2O)5 OH]2+ +H2O
[Al(H2O)4 (OH)2]4+ +H2O

b. Koagulan Ferri Clorida
c. Koagulan Chlorinated Copperas (Fe(SO4)3), Fe Cl3 . 7H2O
d. Koagulan Poly Aluminium Chloride(PAC)
Komponen-komponen pengaduk lambat/mekanismnya diantaranya adalah:
-

Impeler

-

Motor

-

Controller

-

Reducer

-

Sist Transmisi

-

Shaft

-

Bearing

Kendala yang yang ada pada pengaduk lambat adalah:
-

Kurang Fleksibel Terhadap Perubahan Kualitas Air Baku

-

Sulit Beradaptasi Terhadap Perubahan Debit

-

Headloos Besar

Jenis-jenis flokulasi, yaitu:

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

32

1. Flokulasi mekanis
2. Flokulasi hidrolis
-

Baffle channel flocculator

-

Gravel bed flocculator

-

Hidrolic jet flokulator

3. Flokulasi pneumatis
Pengolahan dengan proses koagulasi selalu diikuti dengan proses
flokulasi. Pengolahan dengan cara ini diperlukan untuk mengolah limbah
yang tingkat kekeruhannya cukup tinggi yang disebabkan oleh zat
pencemar.
Perbedaan proses koagulasi dengan flokulasi adalah pada
kecepatan pengadukannya. Koagulasi diperlukan pengadukan yang relatif
cepat sedangkan flokulasi pengadukannya secara perlahan.

Motor

Inffluen

Effluen

Inffluen

Effluen

Gambar 2.8. Koagulasi – Flokulasi

f. Netralisasi
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka sebelum
diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis
dapat optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berbeda

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

33

diantara nilai 6,5 – 8,5.
kemungkinan akan

Sebenarnya pada proses biologis tersebut

terjadi netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas

buffer yang terjadi karena ada produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan
bahan asam
Larutan dikatakan asam bila

: H+ > H- dan pH < 7

Larutan dikatakan netral bila

: H+ = H- dan pH = 7

Larutan dikatakan basa bila

: H+ < H- dan pH > 7

Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair,
seperti :
-

Pencampuran limbah.

-

Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.

-

Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.

-

Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.

-

Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.

-

Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.

-

Pembangkitan CO2 dalam limbah basa.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

34

Inffluen

pH sensor

Effluen

Pengaduk

Pipa Injeksi

Gambar 2.9. Netralisasi

2.5.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tr eatment)
Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik
terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara
aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 75 - 90 % serta
90 % SS.
Macam-macam pengolahan sekunder adalah:
1. Pengolahan lumpur aktif (aktivated sludge)
Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih
stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah
prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O,
sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat
dipisahkan dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam
activated sludge, yaitu :
a. Kovensional

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

35

Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan
recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi
dan oksidasi bahan organic

Raw
w at er/ primary

Secondary
Clarifier

Efl

Reakt or
Sludge Wasr
Sludge ret urn

Gambar 2.10. Activated sludge sistem konvensional
b. Nonkovensional
1) Step aerasi
-

Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat
dan mikroorganisme menurun menuju autlet.

-

Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan
masuk untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan
mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.

-

Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

36

Secondary clarifier

Udara
influent

Sludge

Sludge ret urn

Wast e

Gambar 2.11. Step Aerasi

2) Tapered Aerasi
Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih
tinggi.
Udara

Secondary clarifier

influent

reakt or

Sludge ret urn

Sludge
Wast e

Gambar 2.12. Tapered Aeration

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

37

3) Contact Stabilisasi
Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :
-

Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik
untuk memproses lumpur aktif.

-

Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik
yang mengasorb ( proses stabilasi ).

Secondary clarifier

cont act t ank

influent

reakt or

Udara

Gambar 2.13. Contact Stabilisasi

4). Pure Oxygen
Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi.
Keuntungannya

adalah

mempunyai

perbandingan

subtrat

dan

mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

38

O2 murni

resirkulasi O2
secon