ANALISIS INDEKS WILLIAMSON PADA SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN II ( SWP ) JAWA TIMUR.

ANALISIS INDEKS WILLIAMSON PADA SATUAN
WILAYAH PEMBANGUNAN II ( SWP ) J AWA TIMUR

SKRIPSI

Oleh :
Dhino Taufan
0611310115 / FE / EP

Kepada

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ANALISIS INDEKS WILLIAMSON PADA SATUAN
WILAYAH PEMBANGUNAN II ( SWP ) J AWA TIMUR


SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan

Oleh :
Dhino Taufan
0611310115 / FE / EP

Kepada

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT dengan
rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan, akhirnya penyusunan skripsi dapat
diselesaikan dengan tepat pada waktunya dengan judul :
“Analisis Indeks Williamson Pada Satuan Wilayah Pembangunan II ( SWP )
J awa Timur”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
”Veteran” Jawa Timur.
Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu dalam kesempatan ini
saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Drs. Ec. Wiwin
Priana, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam
memberi bimbingan selama penyusunan skripsi dan tidak lupa pula saya ucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3. Bapak Drs. Ec. Wiwin Priana, MT selaku Ketua Jurusan Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Kedua Orang Tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan semangat dan
doa yang tulus kepada saya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan sebaik – baiknya.
5. Dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini
yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat
serta karuniaNya. Besar harapan bagi saya semoga penulisan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya.

Surabaya, Agustus 2011


Penulis

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ANALISIS INDEKS WILLIAMSON PADA SATUAN
WILAYAH PEMBANGUNAN II ( SWP ) J AWA TIMUR

Oleh :
DHINO TAUFAN

ABSTRAKSI

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang lebih luas dari hanya
memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pembangunan ekonokmi
merupakan penjingkatan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara atau
daerah dalam kurun waktu tertentu yang lebih tinggi dari pada kenaikan jumlah

penduduk sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah nyata termasuk
peningkatan pendapatan perkapita disertai perubahan struktur ekonomi suatu Negara
tersebut dan terjadi dalam waktu jangka panjang.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS) selama tiga tahun yaitu tahun 2006, 2007 dan tahun
2008. Data dianalisis menggunakan Indeks Williamson yaitu suatu analisis untuk
mengetahui daerah Satuan Wilayah Pembangunan II (SWP II) Propinsi Jawa Timur
yang meliputi Kabupaten Sampang, Kabupaten Sumenep, dan Kabupaten Pamekasan
yang merupakan wilayah yang berada di Pulau Madura, mana yang mempunyai
korelasi atau kontribusi paling bagus terhadap pertumbuhan di Propinsi Jawa Timur.
Berdasarkan pada tabel uji indeks Williamson diatas, maka dapat diketahui bahwa ke
tiga daerah tersebut tidak mengalami ketimpangan maupun ketimpangan pada tahun
2006 hingga tahun 2008 dan dapat disimpulkan bahwa kabupaten Sumenep
merupakan daerah yang memiliki kontribusi yang besar dan tidak mengalami
ketimpangan dari pada 2 wilayah lainnya yakni Pamekasan dan Sampang.

viii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………….

i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………..

iii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………

vi

DAFTAR TABEL………………………………………………………….

vii

ABSTRAKSI……………………………………………………………….


viii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ...................................................................

1

1.1. Latar Belakang.................................................................

1

1.2. Perumusan Masalah .........................................................

8

1.3. Tujuan Penelitian .............................................................


8

1.4. Manfaat Penelitian ...........................................................

9

TINJ AUAN PUSTAKA..........................................................

10

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ...............................................

10

2.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ......................

19

2.2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) ...............................................................

19

2.2.2. Cara Menghitung PDRB.......................................

20

2.2.3. Definisi PDRB ....................................................

22

2.2.4. Pendekatan Perhitungan PDRB ...........................

24

2.2.4.1. Menurut Pendekatan Produksi ...................

24


2.2.4.2. Menurut Pendekatan Pengeluaran .............

25

2.2.4.3. Menurut Pendekatan Pendapatan ...............

25

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III

BAB IV

2.2.5. Produk Domestik Regional Bruto per Kapita ........

26


2.2.6. Perubahan Klasifikasi Sektor................................

31

2.2.7. Instrumen Analisis Yang Digunakan.....................

32

2.3. Kerangka Pikir ..............................................................

34

METODOLOGI PENELITIAN.............................................

35

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................

35

3.2. Jenis Dan Sumber Data ....................................................

36

3.3. Teknik Pengumpulan Data ...............................................

37

3.3.1. Data Sekunder ....................................................

37

3.3.2. Sumber Data .......................................................

37

3.3.3. Studi Kepustakaan ..............................................

37

3.3.4. Studi Lapangan ...................................................

37

3.4 Teknik Analisis ..............................................................

38

3.4.1 Analisis Indeks Williamson .................................

38

3.4.2. Teknik Analisis Regresi........................................

39

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................

41

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ..............................................

41

4.1.1. Kondisi Geografis Jawa Timur .............................

41

4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I
Tahun 2010 .........................................................

42

4.1.3 Kondisi Umum Kabupaten Sampang ...................

45

4.1.4. Kondisi Umum Kabupaten Sumenep ...................

46

4.1.5. Kondisi Umum Kabupaten Pamekasan .................

48

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.2 Deskripsi Hasil penelitian ...............................................

49

4.2.1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Sektoral Propinsi Jawa Timur ..............................

49

4.2.2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Sektoral Kabupaten Sampang ...............................

51

4.2.3. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Sektoral Kabupaten Sumenep ...............................

52

4.2.4. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto
Sektoral Kabupaten Pamekasan ............................

53

4.2.5 Jumlah Penduduk Jawa Timur ...............................

53

4.2.6. Jumlah Penduduk di Satuan Wilayah Pembangunan

BAB V

II (SWP II) Jawa Timur .......................................

55

4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis .....................................

56

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...................................................................

61

5.2 Saran .............................................................................

63

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Regression

Lampiran 2

Data Input

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Timur Tahun 20062008 (dalam Juta Rupiah) ........................................................

Tabel 2

Produk Domestik Regional Bruto Sampang Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2006-2008 (dalam Juta Rupiah .........................

Tabel 3

52

Produk Domestik Regional Bruto Pamekasan Atas Dasar
Harga Konstan Tahun 2006-2008 (dalam Juta Rupiah...............

Tabel 5

51

Produk Domestik Regional Bruto Sumenep Atas Dasar Harga
Konstan Tahun 2006-2008 (dalam Juta Rupiah)........................

Tabel 4

50

53

Jumlah Penduduk di Propinsi Jawa Timur Tahun 2006-2008
(dalam jiwa) .............................................................................

53

Tabel 6

Jumlah Penduduk di Sampang tahun 2006-2008 (dalam jiwa) ..

54

Tabel 7

Jumlah Penduduk di Pamekasan tahun 2006-2008 (dalam
jiwa) .........................................................................................

55

Tabel 8

Jumlah Penduduk di Sumenep tahun 2006-2008 (dalam jiwa)...

55

Tabel 9

Uji Indeks Williamson SWP II di Kabupaten Sampang dan
Korelasi IW dengan Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa
Timur .......................................................................................

Tabel 10

58

Uji Indeks Williamson SWP II di Kabupaten Pamekasan dan
Korelasi IW dengan Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa
Timur .......................................................................................

Tabel 11

58

Uji Indeks Williamson SWP II di Kabupaten Sumenep Dan
Korelasi IW dengan Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa
Timur .......................................................................................

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

59

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Suatu Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa
Kabupaten/Kotamadya.Satuan Wilayah Pembangunan di jawa timur terbagi
menjadi 9 Satuan Wilayah Pembangunan yang ditentukan oleh masing-masing
Pemda berdasarkan acuan dari Menteri Dalam Negeri tahun 1990, dimana
masing-masing Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) ditetapkan berdasarkan
kedekatan dari wilayah dan potensi daerah yang sama.
Perwujudan Wawasan Nusantara pembangunan daerah sebagai bagian
integral dari pembangunan nasional diarahkan untuk mengembangkan daerah dan
menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar kota, antar desa antar kota dan
desa antara sektor serta pembukaan dan percepatan pembangunan kawasan
tertingga, daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan dan
daerah terbelakng lainnya, yaitu disesuaikan dengan prioritas daerah yang
bersangkutan sehingga akan terwujud suatu pola pembangunan yang merupakan
perwujudan Wawasan Nusantara.

1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

Pembangunan

daerah

bertujuan

meningkatkan

taraf

hidup

dan

kesejahteraan rakyat didaerah melalui pembangunan yang serasi dan terpadu baik
antar pembangunan sektoral dengan perencanan pembangunan oleh daerah yang
efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang
merata diseluruh pelosok tanah air . Dalam berbagai analisa dan penyidikan
mengenai kegiatan ekonomi ditinjau dari sudut penyebaran diberbagai daerah,
perkataan daerah dapat dibedakan dalam tiga pengertian, pengertian yang pertama
menganggap suatu daerah dianggap sebagai suatu space atau ruang dimana
kegiatan ekonomi berlaku dan diberbagai pelosok ruang tersebut sifat-sifatnya
adalah sama. Jadi batas-batasnya diantara satu daerah dengan daerah-daerah
lainnya ditentukan titik dimana kesamaan sifat-sifat tersebut sudah mengalami
perubahan. Persamaan sifat dapat ditinjau dari segi pendapatan perkapita
penduduk, dari segi agama dan suku bangsa masyarakat ataupun dari segi struktur
ekonominya. Pengertian yang kedua, yang paling ideal untuk digunakan dalam
analisa mengenai ekonomi ruang, mengartikan daerah itu sebagai ruang ekonomi.
Seperti dikatakan oleh Allen dan MacLellan dalam Arsyad (1999:47) :
“perbatasan diantara berbagai daerah ditentukan oleh tempat-tempat dimana
pengaruh dari satu atau beberapa pusat-pusat kegiatan ekonomi digantikan dengan
pengaruh pusat dari lainnya”.
Pada umumnya perkembangan pendapatan daerah bagi daerah-daerah
berkembang, misalnya Indonesia menunjukkan keadaan stabil, sehingga

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

pembangunan di daerah khususnya kabupaten tuban tidak dapat dibiayai dengan
kemampuan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan (Syansi, 1992:99)
Bila kita membicarakan pertumbuhan ekonomi, tentunya kita pahami
bahwa yang dimaksud adalah peningkatan produksi nasional secara fisik atau
dalam istilah umum adalah peningkatan Produk Nasional Bruto dan lebih tepat
lagi yaitu Produk Nasional Bruto (Irawan, 1992;443)
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara yang melaksanakan tugas mewujudkan pembangunan nasional yang
termaktub dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Pembangunan nasional
diselenggarakan secara bertahap dalam jangka panjang 25 tahun dan jangka
pendek 5 tahun dengan mendayagunakan seluruh sumber daya nasional untuk
mewujudkan pembangunan yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur
baik materiil maupun spirituil (Anonim, 1998:17)
Pengertian yang ketiga memberikan batasan suatu daerah berdasarkan
pembagian administrative dari suatu Negara. Jadi menurut pengertian terakhir
suatu daerah merupakan suatu ekonomi ruang yang berada di bawah suatu
administrasi tertentu suatu propinsi, Kabupaten/Kotamadya, desa dan sebagainya.
Daerah yang diartikan menurut pengertian ketiga ini dinamakan daerah
administrasi atau daerah perencanaan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

Apabila membahas mengenai pembangunan daerah, pengertian ketiga
merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya
penggunaan pengertian tersebut disebabkan karena dua faktor. Pertama, dalam
melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah diperlukan
tindakan-tindakan berbagai badan pemerintah dengan demikian adalah lebih
praktis apabila suatu Negara dipecah menjadi beberapa daerah ekonomi
berdasarkan satuan administratif lebih mudah dianalisa karena sejak lama
pengumpulan data diberbagai daerah dalam satu Negara pembagiannya
didasarkan pada satuan administratif. (Saerofi; 2005:72).
Dalam menganalisa mengenai proses pembangunan akan bertambah
lengkap apabila memperhatikan juga corak kegiatan ekonomi ditinjau dari sudut
penyebarannya ke berbagai daerah. Betapa pentingnnya memperhatikan corak
lokasi kegiatan ekonomi apabila manganalisa mengenai suatu perekonomian hal
in sesuai dengan pendapat Friedman dan Alonso : “Tanpa melihat dari sudut
ruang analisa masih belum sempurna, dapatlah dimisalkan seperti proyeksi dua
dimensi dari suatu benda yang mempunyai tiga dimensi. Suatu Negara
mempunyai peta bumi ekonomi dengan puncak-puncak dan lembah-lembah
dengan daerah-daerah yang padat dengan kehidupan dan daerah-daerah yang
ditinggalkan, keputusan mengenai di mana akan melaksanakan suatu proyek baru
adalah sama pentingnya dengan keputusan untuk menginvestasi dalam proyek
tersebut. Masalah-masalah yang berhubungan dengan keadilan sosial dalam

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

mendistribusikan hasil pembangunan ekonomi adalah sama pentingnya dan sama
sukarnya dipandang dari segi golongan masyarakatnya”. (Bintoro;2001:21)
Pernyataan di atas dengan jelas menunjukkan bahwa analisa ekonomi
regional pada hakekatnya membahas mengenai kegiatan perekonomian ditinjau
dari segi sudut penyebaran kegiatan ekonomi ke berbagai lokasi dalam suatu
economic space atau ruang ekonomi tertentu misalnya dalam suatu negara atau
suatu propinsi. Dalam menganalisa ekonomi suatu daerah ditinjau secara sektoral
dan makro. Daerah tersebut dapat berupa suatu propinsi, satu daerah khusus
tertentu atau satu kota besar yang pembangunannya akan digalakkan. Analisa
mengenai perekonomian kota besar merupakan suatu cabang khusus dari analisa
ekonomi regional dan dikenal sebagai analisa urban/urban economic.
Menganalisa perekonomian daerah merupakan pekerjaan yang lebih sulit
kalau dibandingkan dengan menganalisa perekonomian nasional. Keadaan
demikian timbul karena, pertama data mengenai daerah terbatas sekali, apalagi
kalau daerah-daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal. Dengan data
yang sangat terbatas tersebut, sukar untuk menggunakan metode yang telah
dikembangkan dalam memberikan gambaran mengenai perekonomian suatu
daerah. Kedua, data yang diperlukan dalam analisa daerah karena data yang
dikumpulkan tersebut kebanyakan dimaksudkan untuk memenuhi keperluan data
untuk analisa ekonomi pada tingkat nasional. Menentukan aliran modal dan
perdagangan dari suatu daerah ke daerah-daerah lainnya merupakan satu contoh
dari aspek-aspek yang dikemukakan ini. Juga dalam analisa mengenai faktor-

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah dari masa ke masa,
tulisan yang ada dapat dibedakan diantara teori-teori mengenai masalah ekonomi
dan pembangunan daerah yang dipinjam dari teori yang ada mengenai
perekonomian nasional yang kemudian disesuaikan dengan keadaan daerah, dan
teori yang khusus dikembangkan untuk menganalisa masalah ekonomi dan
pembangunan daerah. (Prasetyo;1999:47).
Dengan

berbagai pendekatan

itu, pembangunan

nasional dengan

pembangunan daerah telah mencatat kemajuan yang berarti. Namun dalam
kenyataannya ada perbedaan cukup tajam antara kemajuan suatu daerah dengan
daerah lainnya. Perbedaan laju pembangunan antara daerah menyebabkan
terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antara
Jawa dan luar Jawa, antara kawasan barat dan kawasan timur, dan antara
perkotaan dan pedesaan.
Sebagai akibat dari tingkat dan laju perkembangan yang tidak seimbang
itu, meskipun semua daerah akan memperoleh kemajuan sebagai hasil dari
pembangunan, tetapi karena tingkat landasannya sudah berbeda, maka tanpa
usaha khusus, dengan kecenderungan yang ada, kesenjangan akan membesar.
Mengatasi keadaan ini bukan pekerjaan mudah karena upaya itu akan
menentang “arus” yang kuat yang menjadi kendala yang tidak mudah diatasi.
Pembangunan daerah agar tujuan dan usahannya dapat berhasil dengan
baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Berdasarkan data-data
tersebut di atas, maka mengembangkan metode untuk menganalisa perekonomian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

suatu daerah penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih
banyak mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses
pertumbuhan ekonomi daerah. Lebih lanjut Menurut Sukirno (1994:10:10),
mengemukakan: Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu tolak ukur yang dapat
dipakai untuk meningkatkan adanya pembangunan suatu daerah dari berbagai
macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat
perubahan ekonomi. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai
kenaikan dalam PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau
lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk dan apakah ada perubahan atau
tidak dalam struktur ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan
yang dihitung dari Produk Domestik Bruto, merupakan rata-rata tertimbang dari
tingkat pertumbuhan sektoralnya. Artinya apabila sebuah sektor mempunyai
kontribusi besar dan pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat
tingkat perekonomian secara keseluruhan, sebaliknya apabila sebuah sektor
mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, sehingga bila
sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka sektor tersebut
akan dapat menjadi lokomotif pertumbuhan yang secara total sehingga
menjadikan tingkat pertumbuhannya menjadi besar bagi sebuah daerah.
SWP II yang meliputi Kabupaten Sampang, Kabupaten Sumenep, dan
Kabupaten Pamekasan yang merupakan wilayah yang berada di Pulau Madura
yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cukup meningkat yang berarti juga
dengan peningkatan pendapatan perkapita di wilayah tersebut akan dapat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

mengalami ketimpangan dalam pembagian pendapatan. Untuk itu peneliti tertarik
untuk meneliti dengan judul Analisis Indek Williamson Pada Satuan Wilayah
Pembangunan II ( SWP II ) Jawa Timur.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ada ketimpangan PDRB perkapita di SWP II Jawa Timur ?
2. Apakah ada pengaruh antara ketimpangan dengan pertumbuhan Ekonomi pada
SWP II Jawa Timur ?
1.3 Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui ketimpangan pembagian pendapatan di SWP II Jawa
Timur.
2. Untuk mengetahui hubungan atau pengaruh ketimpangan di pertumbuhan
ekonomi.di SWP II Jawa Timur.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

1.4. MANFAAT PENELITIAN
a. Sebagai bahan pertimbangan, informasi atau referensi bagi penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan perencanaan pembangunan di
JawaTimur.
b. Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait yang diharapkan dapat
bermanfaat dalam memecahkan masalah perencanaan pembangunan di
JawaTimur.
c. Sebagai tambahan pengetahuan dan menambah perbendaharaan perpustakaan
universitas.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1.

Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah
faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing antara lain :

1. Rangga

(2005)

dengan

judul

penelitian

“Beberapa

Faktor

yang

Mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia”. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa dari hasil pengujian secara simultan diperoleh nilai Fhitung >
Ftabel yaitu 4,560 > 3,59 yang berarti ada pengaruh nyata antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Secara parsial, untuk Produk Domestik Bruto (PDB)
nilai thitung sebesar 3,624 > ttabel sebesar 2,201. Untuk kurs Dollar AS nilai
t hitung sebesar -2,728 < ttabel sebesar -2,201. Untuk inflasi nilai thitung sebesar 0,221 > ttabel sebesar -2,201. Hal ini menunjukkan bahwa Produk Domestik
Bruto (PDB) berpengaruh nyata terhadap Penanaman Modal Asing (PMA).
Kurs Dollar AS berpengaruh nyata terhadap Penanaman Modal Asing` (PMA)
dan kurs Dollar AS berhubungan negatif terhadap Penanaman Modal Asing
(PMA). Inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap Penanaman Modal Asing.

10

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

2. Fr edrik l. (2004) dengan judul penelitian “Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi Foreign Direct Investment (FDI) di Jawa Timur”. Hasil
penelitian ini diperoleh angka penentu kecocokan model R2 sebesar 0,755.
Hal ini berarti variabel-variabel bebas yang menjelaskan variabel terikat
adalah sebesar 75,5% dan 25,5% dijelaskan variabel lain. Hasil penelitian
dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa secara individu hanya
variabel tingkat suku bunga kredit investasi dan jumlah tenaga kerja yang
diserap di sektor industri yang berpengaruh secara nyata terhadap Penanaman
Modal Asing. Sedangkan pada uji F menunjukkan variabel PDRB, tingkat
suku bunga kredit investasi dan jumlah tenaga kerja yang diserap di sektor
industri secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap Penanaman
Modal Asing.
3. Dedi (2003) dengan judul penelitian “Analisis Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Jawa Timur”. Dari hasil
pengujian secara simultan nilai Fhitung > Ftabel yaitu 12,710 > 3,48 pada level
signifikansi 0,05 dengan df 4,10. Hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh
yang nyata antara tenaga kerja (X1) terhadap Penanaman Modal Asing (Y) di
Jawa Timur. Dari analisis uji t menunjukkan thitung > ttabel yaitu 3,008 > 2,228
untuk jumlah tenaga kerja (X1), untuk kurs valas t hitung < ttabel yaitu -4,792 <
2,228, untuk tingkat suku bunga internasional thitung < ttabel yaitu -0,844 <
2,228 dan untuk jumlah industri manufaktur t hitung > ttabel yaitu 4,847 > 2,228.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

Hal ini menunjukkan variabel X1, X2, dan X4 berpengaruh secara parsial
terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) sedangkan variabel X3 tidak
berpengaruh secara parsial terhadap Penanaman Modal Asing (PMA),
terdapat pengaruh negatif dan signifikan X2 terhadap Penanaman Modal
Asing (PMA), tidak boleh ada pengaruh secara nyata antara X3 terhadap Y
dan pengaruh positif dan signifikan X4 terhadap Y. Secara simultan X1, X2,
X3, X4 berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing (Y) di Jawa Timur.
4. Sari (2005) dengan judul penelitian “Analisis Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Investasi di Indonesia”. Secara simultan dengan hasil Fhitung >
Ftabel yaitu 3,935 > 3,59 dengan demikian tingkat suku bunga kredit (X1),
tingkat (X2), dan kurs valuta asing (X3) berpengaruh nyata terhadap investasi
di Indonesia (Y). Secara parsial tingkat bunga (X1) diperoleh thitung = 1,789 <
ttabel = 2,201 berarti tidak berpengaruh nyata terhadap investasi di Indonesia
(Y), kurs valas (X3) dengan thitung = 2,729 > ttabel = 2,201 berpengaruh nyata
terhadap investasi di Indonesia (Y). Hal ini berarti bahwa tingkat suku bunga
dan kurs valas berpengaruh secara nyata terhadap investasi di Indonesia.
Sedangkan inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap investasi di Indonesia.
5. Sulistiawati (2000) dengan judul penelitian “Analisis tentang Perkembangan
Penanaman Modal Asing dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhi di
Indonesia”. Dari hasil analisis dengan menggunakan uji F diperoleh nilai
sebesar 10,984 dengan Ftabel sebesar 4,35. Hal ini menunjukkan bahwa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

variabel bebas PDB, inflasi dan kurs Dolar AS berpengaruh secara nyata
terhadap Penanaman Modal Asing, sedangkan dari hasil analisa dengan
menggunakan uji t nilai PDB = 5,709; inflasi = -2,888; kurs Dollar AS = 3,635 dengan ttabel sebesar 2,2281. Hal ini menunjukkan PDB berpengaruh
secara nyata terhadap Penanaman Modal Asing, sedangkan inflasi dan kurs
Dollar AS berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap Penanaman Modal
Asing.
1. Teori Basis dan Non Basis
Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komparatif dari
David Ricardo dan John Stuart Mill dalam Aziz (1999). Dari studi empiric
yang dilakukan oleh Pfouts (1960) dalam rangka memisah misalkan sektorsektor basis dari yang bukan basis daerah perkotaan ternyata dapat
dipergunakan sebagai sarana memperjelas struktur daerah tersebut, dalam
hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dalam dua golongan.
a. Kegiatan ekonomi industri yang melayani kebutuhan akan barang-barang
dan jasa di daerah itu sendiri/daerah swasembada maupun mengekspornya
ke tempat-tempat diluar batas-batas perekonomian daerah tersebut. Daerah
yang demikian disebut sebagai daerah basis atau daerah surplus
b. Kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani kebutuhan barangbarang dan jasa bagi masyarakat yang bertempat tinggal didalam batasbatas perekonomian daerah tersebut bahkan masih harus mendatangkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

barang kebutuhan tersebut dari tempat/daerah lain karena masih
kekurangan daerah yang demikian ini disebut sebagai daerah non basis
atau daerah minus. Untuk menentukan suatu daerah kedalam salah satu
dari kedua golongan tersebut digunakan metode Locatin Quotien (LQ)
yaitu dengan jalan membandingkan peranan industri tersebut dengan
peranan industri yang sama dalam perekonomian regional. (Glason dalam
Aziz,1999:63).
2. Space Cost Theory
Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi analisis
tentang lokasi industri secara geografi. Dari analisis ia menerapkan suatu
pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap berbagia rumusan tentang
teori lokasi industri menurut Adam Smith, lokasi yang paling
menguntungkan/efisien bagi suatu industri adalah di mana penerimaan
total lebih besar dari pada biaya total atas dasar asumsi maksimilisasi laba
dan out put konstan, dan sebaliknya bila biaya total ternyata lebih besar
dari biaya penerimaan total, maka lokasi tersebut adalah merugikan/tidak
efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula untuk menentukan likasi
industri

dengan

memperhitungkan

antara

faktor

biaya

dan

pasar/permintaan. Dari segi pasar/permintaan antara lain dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan masyarakat. Letak industri terhadap bahan mentah,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

kualitas dan kuantitas, tenaga kerja, sarana transportasi dan komunikasi
faktor lingkungan dan pemerintah (pajak dan subsidi).

3. Teori Lokasi Industri
Menurut Weber dalam Sukirno (1991:56) adalah orang pertama
yang menggarap teori tentang lokasi industri secara komprehensif. Teori
lokasi dari Weber ini didasarkan dari penerapan teori Von Thunen yang
berprinsip bahwa pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk
itu Weber mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi
industri atau terbagi dalam dua kelompok yaitu :
c. Regional faktors, yaitu terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga
kerja.
d. Local faktors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi,
terutama letak dan sifat bahan mentah.
4. Teori Tempat Sentral
Teori ini dikenalkan oleh seorang geograf Jerman yang bernama
Christaller pada tahun 1933. Ia mengemukakan konsep tentang
pembentukan

system

kota,

dari

studi

empiric

konsep

tersebut

dikembangkan dari teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni dari
Weber (1909) dan Thunen (1826) dalam Sukirno (1999:58). Dikatakan
bahwa kota adalah pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

kemudian disebut sebagai tempat sentral, yang menghubungkan
perdagangan setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan
didasarkan pada dua faktor lokasi yaitu biaya transfer dan aglomerasi
ekonomi.
Menurut Christaller dalam Sukirno;(2001) adalah bahwa pusat kota
pada umumnya merupakan pusat daerah yang produktif yang didukung oleh
kondisi tanah yang produktif karena berbagai jasa penting harus disediakan,
dengan demikian tempat sentral atau pusat kota tersebut bertindak sebagai
pusat

pelayanan

bagi

daerah

belakang/daerah

komplementer

yaitu

mensuplainya dengan barang dan jasa. Selanjutnya penduduk kota akan
menyebar membentuk hierarki perkotaan yang merupakan sarana yang efisien
untuk administrasi dan alokasi sumber kepada daerah-daerah. Dengan
demikian distribusi ruang dari pusat-pusat kota ini akan menimbulkan
dominasi dan polarisasi.
5. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini dikembangkan berdasarkan teori tempat sentral Christaller (1909).
Konsep-konsep dasar dan penyempurnaan serta pengembangan teori ini
dilakukan oleh Perroux,’f, Boudenville, Hanssen, Hermansen, Hirchman dan
Myrdal (1967). Dari berbagai tulisan para ahli mengenai kutub pertumbuhan
tersebut, konsep-konsep ekonomi dasar dan perkembangan geogradiknya dapat
didefinisikan sebagai berikut (Sukirno,2001:59) :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

a. Konsep Leading Industries dan perusahaan-perusahaan propulsip, menyatakan
pada pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan propulsip yang besar,
yang termasuk dalam leading industries yang mendominasi unit-unit ekonomi
lainnya, ada kemungkinan bahwa sesuatu komplek industri hanya terdiri dari
satu atau segelintir perusahaan propulsip yang dominan. Lokasi yang
geografik dari industri-industri seperti itu pada titik-titik local tertentu dalam
suatu daerah mungkin disebabkan oleh beberapa faktor lokasi sumber daya
alam, lokasi kemanfaatan-kemanfaatan buatan manusia/komunikasi atau
tempat-tempat sentral berlandaskan kegiatan jasa yang sudah ada, dimana
terdapat keuntungan-keuntungan karena prasarana dan tenaga kerja atau
barangkali hanya bersifat kebetulan saja.
b. Konsep polarisasi menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari “Leading
Industries” mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya kedalam
kutub pertumbuhan implisit dalam proses polarisasi ini adalah berbagai
macam keuntungan aglomerasi (keuntungan ekstern dan intern dari skala).
Polarisasi ekonomi ini pasti menimbulkan polarisasi geografik dengan
mengalirnya sumber daya dan konsentrasi ekonomi pada pusat-pusat yang
jumlahnya terbatas didalam suatu daerah bahkan kendatipun lokasi seperti

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

tersebut seringkali tetap berkembang dengan baik karena adanya keuntungankeuntungan aglomerasi.
c. Konsep “Spread Effect” menyatakan bahwa pada waktunya, kualitas propulsip
dinamik dari kutub pertumbuhan akan memancar keluar dan memasuki uang
disekitarnya. “Trickling Down” atau Spread Effect ini sangat menarik bagi
perencanaan regional dan telah memberikan sumbangan besar bagi
kepopuleran teori ini pada waktu belakangan ini sebagai saran kebijaksanaan.
Dari konsep ini maka dapatlah disimpulkan sebagai suatu kerangka untuk
memahami anatomi regional, teori ini memberikan suatu pelengkap dinamik
yang sangat bermanfaat kepada teori tempat sentral dan walaupun mempunyai
keterbatasan

sangat

berguna

bagi

perencanaan

regional.

Teori

ini

menampilkan banyak konsep yang berorientasi perencanaan. Menekankan
kemanfaatan-kemanfaatan komplek industri, “leading industies”, pertubuhan
yang berkutub dan keuntungan-keuntungan aglomerasi dan “Spread Effect”
yang ditimbulkan. Model ini cukup jelas dalam menerangkan pertumbuhan
hierarki kota yang menekankan interdependensi antara pusat kota dan daerah
disekitarnya. Dari kondisi ini mungkin akan timbul persaingan antar daerah
pelayanan masing-masing (Glasson,1997:154-156).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

2.2. Pr oduk Domestik Regional Br uto (PDRB)
2.2.1. Pengertian Pr oduk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB adalah total nilai produk barang dan jasa yang diproduksi di
suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu biasanya 1 tahun.
PDRB yang dirinci menurut lapangan usaha merupakan jumlah nilai
produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi
dalam suatu propinsi dalam jangka waktu tertentu. Pada penyajian atas dasar
harga berlaku, semua agregat dinilai atas dasar harga pada tahun yang
bersangkutan baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun
komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran PDRB.
PDRB dapat diartikan satu persatu yaitu sebagai berikut, dinamai
produk oleh karena yang dijumlahkan adalah nilai tambah produk yang
berbentuk barang dan jasa. Dinamai domestik oleh karena produk yang
dihitung itu adalah yang dihasilkan dalam batas-batas suatu negara. Dinamai
regional oleh karena produk itu dihasilkan di wilayah tertentu di suatu
negara. Dinamai bruto oleh karena didalamnya termasuk sejumlah
penyusutan barang-barang modal yang digunakan untuk berproduksi
(Partadiredja, 1985:45).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

Sedangkan definisi PDRB menurut lapangan usaha Hotel adalah Sub
sector ini mencakup semua hotel baik berbintang maupun tidak berbintang
serta berbagai jenis penginapan lainnya. Output dihitung dengan cara
mengalikan jumlah malam tamu dan tarifnya, sedangkan persentase nilai
tambah diperoleh dari survey khusus pendapatan nasional. Nilai tambah atas
dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000 dihitung berdasarkan
perkalian antara persentase nilai tambah dengan outputnya (BPS, 2000: )
2.2.2. Car a Menghitung PDRB
Produk Domestik Regional Bruto dapat diukur atau dihitung dengan
tiga macam pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan produksi
Menurut pendekatan ini, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara
dalam jangka waktu 1 tahun. Unit produksi tersebut dibedakan menjadi 9
sektor, yaitu:
1. Sektor Pertanian
2. Sektor Pertambangan dan penggalian
3. Sektor Industri pengolahan
4. Sektor Listrik, gas dan air minum
5. Sektor Bangunan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

6. Sektor Perdagangan, hotel dan restoran
7. Sektor pengangkutan dan komunikasi
8. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
9. Sektor jasa-jasaPemerintahan
2. Pendekatan pendapatan
Menurut pendekatan ini, PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima
oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di
wilayah suatu negara dalam jangka waktu 1 tahun. Balas jasa produksi
yang dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan
keuntungan.
3. Pendekatan pengeluaran
1. Menurut pendekatan ini, PDRB adalah jumlah seluruh komponen
permintaan akhir, meliputi: Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan
lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan
2. Pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok
3. Pengeluaran konsumsi pemerintah
4. Ekspor netto (yaitu ekspor dikurangi impor) dalam jangka waktu 1
tahun (Dumairy, 1997:38).
Dari beberapa penjelasan diatas tentang pengertian Produk Domestik
Regional Bruto, maka dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu total nilai

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah regional terentu
dan dalam waktu tertentu.

2.2.3. Definisi Produk Domestik Regional Br uto
a. Menurut Sukirno (2001:165) Produk Domestik Bruto didefinisikan
sebagai jumlah nilai tambah bruto dari semua sektor dan diperoleh dari
sebagaian selisih antara nilai bruto yang dinilsi atas dasar harga konstan
yang diterima oleh produsen dikurangi pemakaian bahan baku dan
penolong yang dininai atas dasar pembelian.
b. Gross Domestik Bruto adalah nilai barang jadi yang diproduksi dalam
negeri (Doembusch dan fisher, 1992:30).
c. Menurut Rosyidi (1997:203), salah satu pengukuran Produk Domestik
Bruto, dengan menghitung seluruh pengeluaran untuk penelitian barang
dan jasa yang dihasilkan oleh Negara yang bersangkutan yaitu :
a. Konsumsi rumah tangga
b. Konsumsi pemerintah
c. Investasi Pemerintah dan swasta
d. Ekspor barang dan jasa
e. Impor barang dan jasa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

d. GDP (Gros Domestik Bruto), merupakan cara untuk mengukur output
total menurut harga faktor produksi di dalam negeri dengan cara
menjumlahkan nilai tengah dari setiap industri(Lipsey,dkk, 1992:50)
e. Produk Domestik Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir kali harga
sebagai alat produksi barang dan jasa suatu Negara ditmbah dengan hasil
produksi barang dan jasa dan perusahaan asing (Partadireja, 1982:50)
f. Menurut Suparmoko (1991:205) yang dimaksud dengan permintaan
agregat (output total) adalah jumlah barang dan jasa yang akan dibeli oleh
konsumen perusahaan dan pemerintah, pada tingkat harga tertentu
pendapatan tertentu serta variable-variabel tertentu, pendapatan tertentu
serta variable ekonomi lainnya
g. Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai total produksi barang dan
jasa yang diproduksi diwilayah regional tertentu dalam waktu
tertentu/biasanya satu tahun. (Anonim 1995:1).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

2.2.4. Pendekatan Perhitungan Pr oduk Domestik Br uto
Cara perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat diperoleh melalui
tiga

pendekatan

yaitu pendekatan produksi,

pendekatan

Pendapatan,

pendekatan pengeluaran yang selanjutnya dijelakan berikut :
2.2.4.1. Menur ut Pendekatan Pr oduksi
PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh berbagai unit produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu/satu
tahun.
Unit-unit produksi tersebut didalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9
sektor lapangan usaha yaitu :
a). Pertanian
b). Pertambangan dan Penggalian
c). Industri pengolahan
d). Listrik, Gas dan air bersih
e). Konstuksi
f).

Perdagangan, Hotel danRestoran

g). Pengankutan Dan Komunikasi
h). Jasa Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan
i).

Jasa-jasa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

2.2.4.2. Menur ut pendekatan Pengeluar an
PDRB Produk Domestik Regional Bruto adalah penjumlahan semua
komponen permintaan akhir yaitu :
a. Pengeluaran Konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak
mencari untung.
b. Konsumsi Pemerintah
c. Pembentukan Modal tetap domestik bruto
d. Perubahan stok
e. Ekspor netto dalam jangka waktu tertentu biasanya satu tahun
2.2.4.3. Menur ut Pendekatan Pendapatan
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor produksi yang ikut srta dalam proses produksi disuatu
wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang
dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.
Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak
langsung lainnya. Dalam pengertian Produk Domestik Regional Bruto,
kecuali faktor pendapatan, termasuk semua komponen penyusutan dan pajak
yak langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor
disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Produk Domestik Bruto
merupakan nilai tambah bruto seluruh sektor/lapangan usaha. Dari tiga
pendekatan perhitungan tersebut, secara seyogyanya jumlah pengeluaran

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

tadi harus sama dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya.
Selanjutnya Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar, karena
mencakup komponen pajak tidak langsung (Anonim, 1995:3).

2.2.5. Pr oduk Domestik Regional Br uto per Kapita
Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun yang tinggal di wilayah ini, maka akan
diperoleh

suatu

Produk

Domestik

Regional

Bruto

per

kapita

(Anonim,1995:4)
a. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Angka-angka pendapatan Regional atas dasar harga konstan 1993
sangat penting untuk melihat perkembangan riil dari tahun ketahun bagi
setiap agregat ekonomi yang diamati. Agregat yang dimaksud tersebut
dapat merupakan produk domestik regional bruto secara keseluruhan, nilai
tambah sektoral/ Produk Domestik Regional Bruto sektoral ataupun
komponen penggunaan produk domestik regional bruto. Pada dasarnya
dikenal empat cara untuk memperoleh nilai tambah sektor atas dasar harga
konstan, yaitu:

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

b. Revaluasi
Cara ini dilakukan dengan menilai produksi dan biaya antara masingmasing tahun dengan harga pada tahun dasar 1993. Hasilnya merupakan
output dan biaya antara atas dasar harga konstan 1993. Selanjutnya nilai
tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dari selisih antara output
dan biaya antara atas dasar harga konstan 1993. Dalam praktek sangat
sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena
mencakup komponen input yang sangat beragam, disamping data harga
yang tersedia tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut. Oleh
karena itu biaya antara atas dasar harga konstan masing-masing tahun
dengan rasio (tetap) biaya antara terhadap output pada tahun dasar atau
dengan rasio biaya antara terhadap output terhadap tahun berjalan.
c. Ekstrapolasi
Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 1993
diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 1993
dengan indeks ini bertindak sebagai ekstrapolasi yang dapat merupakan
indeks dari masing-masing kuantum produksi yang dihasilkan ataupun
indeks dari berbagi indicator kuantum produksi produksi lainnya seperti
tenaga kerja, jumlah perusahaan yang dianggap cocok dengan jenis
kegiatan yang sedang dihitung. Ekstrapolator dapat juga dilakukan
terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

28

rasio nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah
atas dasar harga konstan.
d. Deflasi
Nilai tambah atas dasar harga konstan 1993 dapat diperoleh dengan cara
membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun
dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator
biasanya merupakan indeks harga konsumen. Tergantung indeks mana
yang dianggap lebih cocok. Indeks harga tersebut dapat pula pakai sebagai
inflator, yang berarti nilai tambah atas dasar harga yang berlaku diperoleh
dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks
tersebut.

e. Deflasi berganda
Dalam deflasi berganda ini, dideflasikan adalah output dari biaya antara,
sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output antara hasil
pendeflasian tersebut. Indeks harga yang

digunakan sebagai deflator

biasanya merupakan indeks harga produsen atas harga perdagangan besar
sesuai dengan cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya
antara adalah indeks harga dari komponen input besar. Dalam
kenyataanya, sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara,
disamping karena komponennya terlalu banyak, juga karena sulit dicari

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

29

indeks harga yang cukup mewakili sebagai deflator. Oleh karena itu
didalam perhitungan nilai tambah atas dasar harga konstan, deflasi
berganda ini belum banyak dipakai, termasuk dalam publikasi ini.
Perhitungan komponen penggunaan produk domestik regional bruto atas
dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara diatas,
tetapi mengingat terbatasnya data yang tersedia maka cara deflasi dan
ekstrapolasi lebih banyak dipakai.
f. Pergeseran Tahun Dasar Perubahan Klasifikasi Sektor
Berdasarkan data historis, harga satuan maupun produksi atau indicator
produksi yang digunakan untuk perhitungan Produk Domestik Regional
Bruto mengalami perubahan tiap tahun. Hal ini menyebabkan sumbangan
nilai tambah setiap sektor terhadap Produk Domestik Regional Bruto akan
berubah juga. Jika perubahan secara sektoral menunjukkan angka-angka
yang proporsional maka sumbangan terhadap PDRB akan berubah juga
dan akan relative sama dari tahun ke tahun. Akan tetapi boleh dikatakan
bahwa fenomena tersebut jarang sekali terjadi, biasanya perkembangan
setiap sektor tidak proporsional, misalnya beberapa sektor tertentu
mel