ANALISIS SHIFT SHARE DAN TIPOLOGI DAERAH PADA SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN I (SWP I) PROVINSI JAWA TIMUR.

(1)

i

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “ Analisis Shift Share dan Tipologi Daerah pada Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I) Provinsi Jawa Timur”.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian berkat bantuan dan bimbingan yang diterima dari Drs. Ec. Wiwin Priana, MT, Selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal untuk memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik.

Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah memberikan banyak bantuan berupa sarana fasilitas dan perijinan guna pelaksanaan skripsi ini.


(2)

ii

Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur. 4. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah dengan iklas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan dan pelayanan akademik bagi peneliti.

5. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS), dan beberapa perpustakan Universitas-universitas negeri maupun swasta di Surabaya, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusuna skripsi ini.

6. Ayahanda, ibunda, beserta Keluarga tercinta yang telah memberikan motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral, materil serta spiritualnya yang telah tulus kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

7. Seluruh mahasiswa dari Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang selalu memotivasi, membantu, dan mendukung peneliti dalam meyelesaikan skripsi ini.


(3)

iii

Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Agustus 2010


(4)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.... ... 6

2.1. Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Landasan Teori ... 17

2.2.1. Teori Lokasi ... 17

2.2.2 Perencanaan Pembangunan ... 19

2.2.2.1 Indikator Pembangunan ... 22

2.2.2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah ... 23

2.2.3 Produk Domestik Regional Bruto ... 29


(5)

v

Konstan ... 33

2.2.3.5 Sektor-sektor dalam Produk Domestik Regional Bruto ... 36

2.2.4 Pertumbuhan Ekonomi ... 44

2.2.4.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 44

2.2.4.2 Ukuran Pertumbuhan Ekonomi ... 45

2.2.5 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) ... 47

2.2.6 Analisis Shift Share ... 48

2.2.7 Analisis Tipologi Daerah ... 53

2.2.7.1 Tipologi Daerah Berdasarkan HDI dan Pendapatan 56

2.2.7.2 Tipologi Daerah Berdasarkan HDI dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 57

2.3 Kerangka Pikir ... 58

2.4 Hipotesis ... 60

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 61

3.1.Pendekatan Penelitian ... 61

3.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 61

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 63


(6)

vi


(7)

Ildia Ayu Izzati ABSTRAKSI

Suatu pembangunan daerah merupakan motor dari pembangunan nasional. Karena tanpa dukungan dari daerah – daerah yang ada maka pembangunan nasional akan sulit untuk tercapai. Sama halnya dengan motto yang diusung oleh pembangunan nasional, pembangunan daerah pun juga dari, oleh dan untuk daerah tersebut. Jadi pembangunan daerah adalah buah dari inovasi dan kombinasi daerah itu sendiri untuk pencapaian kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Salah satu indikator tercapainya suatu pembangunan daerah adalah pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat kearah signifikan. Artinya pertumbuhan ekonomi dapat terus meningkat seiring dengan perbaikan-perbaikan yang ada pada sektor pendorong ekonomi. Keberhasilan pembangunan daerah juga dinilai dari kemampuan daerah tersebut untuk mencukupi kebutuhan masyarakatnya dan mengembangkan segala potensi yang ada.

Setiap daerah mempunyai potensi yang berbeda, ini dapat terlihat dari keunggulan masing-masing sektor ekonomi. Tentu saja dengan keanekaragaman karakter daerah yang ada, maka berbeda pula keunggulan dari sektor-sektor ekonomi tersebut. Contohnya saja pada daerah Kabupaten Bangkalan sektor pertanian sangatlah nampak dominan baik, tetapi berbeda lagi bila dibandingkan dengan sektor pertanian di Kota Surabaya yang cenderung tumbuh dengan lambat. Ini membuktikan bahwa potensi daerah memnglah berbeda-beda.

Dalam penelitian akan ditunjukan secara umum maupun rinci mengenai potensi dari daerah-daerah yang ada pada Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I) lengkap beserta penggolongan tipe daerahnya. Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Shift share dan tipologi daerah.


(8)

yang termasuk kuadran I atau tipe daerah cepat maju dan cepat tumbuh (lihat Bab IV dan V).

Kata kunci : sektor yang mendorong pertumbuhan produksi di Provinsi Jawa Timur

(Proportional Regional), sektor ekonomi yang pertumbuhannya relatif

cepat (Propotional Share), sektor yang mempunyai keuntungan lokasional (Differential Share), dan Tipologi Daerah.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Unsur utama pembangunan terletak pada usaha melakukan kombinasi baru dalam kegiatan perekonomian yang didalamnya terkandung berbagai kemungkinan yang ada dalam keadaan yang berkembang dan mantap. Kombinasi baru ini muncul dalam bentuk apa yang disebut sebagai inovasi.(Anonim, 2000 : 103)

Pembangunan merupakan proses perubahan yang dilaksanakan oleh semua bangsa - bangsa yang ada didunia, karena pembangunan merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari usaha untuk mencapai kemajuan bagi bangsa itu sendiri. Sedangkan pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan utama dari suatu pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945. Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh seluruh komponen, yakni masyarakat dan pemerintahan. Masyarakat adalah pelaku utama sebagai motor dalam pembangunan tersebut, sedangkan pemerintah adalah sebagai pengarah atau pengontrol yang nantinya dapat menciptakan suasana yang menunjang satu sama lain.


(10)

Pembangunan nasional adalah dari, oleh dan untuk rakyat yang dilaksanakan di semua aspek kehidupan dan diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Pembangunan dilakukan secara berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat.

Pembangunan nasional menitik beratkan pada bidang ekonomi yang merupakan motor penggerak utama pembangunan dan didorong dengan pembangunan bidang lain yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu. Jadi pada dasarnya, pembangunan ekonom adalah :

1. Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat, dimana tingkat pertumbuhan GDP melebihi tingkat pertambahan penduduk pada suatu tahun.

2. Usaha untuk melakukan perombakan dan modernisasi dalam struktur perekonomian yang umumnya masih bersifat tradisional.

(Aditia, 2010 : 2) Salah

satuindikasidaripembangunanadalahterjadinyapertumbuhanekonomi

(economic growth) yang di

tujukanolehpertambahanproduksiataupendapatannasional.Keberhasilanpe mbangunanakandapatmempertinggikemampuanbangsadalamperubahan di

bidanglainnya. Salah satutujuanpembangunanjangkapanjangbidangpertumbuhanekonomiadalaht


(11)

erciptanyastabilitasekonomi di bidangpertaniandanindustri.(Aditia, 2010 :8)

Pembangunan daerah merupakan sub-sistem dari pembangunan nasional dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional.Oleh karena itu pembangunan daerah dilaksanakan pada berbagai aspek kehidupan, yang antara lain diupayakan dengan melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi.

(BPS Provinsi Jawa Timur 2006 : 2)

Sehubungan dengan keinginan untuk mewujudkan pembangunan seperti apa yang diharapkan, ada dua kondisi yang perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh terhadap proses perencanaan pembangunan daerah, yaitu: (1) tekanan yang berasal dari lingkungan dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah dalam proses pembangunan perekonomiannya; (2) kenyataannya bahwa perekonoiam daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh setiap sektor secara berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan pada sektor industrinya sedangkan daerah lain mengalami penurunan. Inilah yang menjelaskan perbedaan perspektif masyarakat daerah mengenai arah dan makna pembangunan daerah.(Kuncoro, 2005 : 47)

Secara umum dapat dikatakan bahwa regionalisasi kegiatan ekonomi berhubungan erat dengan pola perkembangan, jenis ekonomi dan perubahan peranan berbagai kegiatan ekonomi itu dalam keseluruhan kegiatan ekonomi.Berkaitan hal tersebut, maka analisis perkembangan


(12)

pembangunan suatu daerah, makin kecil suatu wilayah akan makin mudah dalam mengidentifikasi berbagai permasalahan dan sumber-sumber potensialnya, sehingga akan memudahkan dalam penyusunan rencana secara komprehensif (multisektoral) dan makin mudah untuk menetapkan sasaran-sasaran yang ingin dicapai.

Ada sembilan sektor ekonomi atau kelompok lapangan usaha yang umumnya dapat dihitung dalam PDB atau PDRB jika dalam lingkup regional/daerah. Adapun kesembilan sektor tersebut yaitu:

1. Sektor pertanian

2. Sektor pertambangan dan penggalian 3. Sektor industri pengolahan

4. Sektor listrik, gas dan air bersih 5. Sektor bangunan

6. Sektor perdagangan, hotel dan restoran 7. Sektor pengangkutan dan komunikasi

8. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Sektor jasa-jasa

(BPS Provinsi Jawa Timur, 2004:12).

Dari perhitungan sektor-sektor ekonomi tersebut, kondisi struktur ekonomi dari suatu daerah atau negara dapat ditentukan. Suatu daerah dikatakan agraris bila peran sektor pertanian sangat dominan dalam PDRB-nya, demikian pula sebaliknya dikatakan sebagai daerah industri bila yang lebih dominan adalah sektor industrinya.


(13)

Provinsi Jawa Timur adalah kontributor terbesar dalam PDRB setelah Jawa Barat, karena letak sumber-sumber ekonomi yang senantiasa dipisahkan oleh spasial / ruang, maka perkembangan ekonomi suatu daerah senantiasa berbeda dengan daerah lainnya. Demikian juga halnya dengan permasalahan perwilayahan pembangunan di Provinsi Jawa Timur.(Anonim, 2004 : 1)

Oleh karena dalam rangka pemerataan pembangunan, untuk mengurangi ketimpangan dan mengembangkan pembangunan wilayah berdasarkan potensi masing-masing maka pengembangan struktur wilayah Jawa Timur telah dibagi dalam 9 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) yang tertuang dalam pasal 33 sampai pasal 43 Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 4 tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 1997/1998-2011/2012. Sembilan SWP tersebut, diantaranya adalah : SWP I Gerbangkertosusila; SWP II Madura dan kepulauan; SWP III Banyuwangi; SWP IV Jember sdan sekitarnya; SWP V Probolinggo-Lumajang; SWP VI Malang-Pasuruan; SWP VII Kediri dan sekitarnya; SWP VIII Madiun dan sekitarnya; dan SWP IX Tuban-Bojonegoro.(Aditya, 2010 : 2)

Dalam penelitian ini daerah yang akan menjadi objek penelitian adalah Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I). Diantaranya terdiri dari gabungan lima kabupaten dan dua kotamadya se Jawa Timur, yakni Kabupaten Gresik; Kabupaten Bangkalan; Kabupaten Mojokerto;


(14)

Kotamadya Mojokerto; Kotamadya Surabaya; Kabupaten sidoarjo; dan Kabupaten Lamongan.

Penerapan konsep pengembangan struktrur wilayah Jawa Timur diharapkan secara efektif akan memperkecil kepincangan-kepincangan pembangunan dan perbedaan kemakmuran antar wilayah/daerah. Sehingga kegiatan-kegiatan pembangunan lebih dapat tersebarkan ke segenap wilayah Provinsi Jawa Timur.

Pertumbuhan ekonomi diperlukan guna menggerakkan dan memacu pembangunan di berbagai bidang sekaligus sebagai kekuatan utama pembangunan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Dalam penelitian ini dijelaskan gambaran secara umumnya, berkaitan dengan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten-kabupaten dalam SWP I Provinsi Jawa Timur. Dari data laju pertumbuhan ekonomi kabupaten / kota se-Provinsi Jawa Timur 2004-2008, dapat dilihat bahwa tingkat laju pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya (SWP I) menduduki peringkat kedua tertinggi yakni sebesar 6,80 %. Kemudian pada tahun 2005 Gresik (SWP I) selama tiga tahun berturut-turut sampai tahun 2007 menduduki peringkat kedua dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,88 %. Tahun 2008 terjadi penurunan pada SWP I karena tingkat pertumbuhan ekonomi tak lagi berkisar pada angka pertumbuhan yang signifikan.

(BPS Provinsi Jawa Timur, 2008 : 50 )

Dari ulasan mengenai laju pertumbuhan ekonomi dalam SWP I di Provinsi Jawa Timur tersebut, dapat disimpulkan bahwa Gresik memiliki


(15)

tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding daerah lain dalam SWP I. Terbukti pada tahun 2005 laju pertumbuhan Gresik sebesar 7,88 % dan tertinggi untuk kategori daerah yang termasuk dalam SWP I. Begitu juga pada tahun 2006 hingga 2007 berturut-turut sebesar 6,94 % dan 6,99 % masih lebih tinggi diantara kabupaten / kota lainnya. Tingginya laju pertumbuhan ekonomi Gresik dipengaruhi oleh peran beberapa sektor penting yang memberi kontribusi cukup besar terhadap PDRB Kabupaten Gresik sendiri. Hal ini dibuktikan oleh sektor industri pengolahan Kabupaten Gresik yang menjadi primadona dari tahun 2004 sebesar 7.875.392,50 (juttaan rupiah), hingga pada tahun 2008 masih unggul sebesar 15.069.358,35 (jutaan rupiah) diantara sektor-sektor lainnya.( BPS Provinsi Jawa Timur, 2008 : 70)

Dalam penelitian ini juga mempergunakan analisis tipologi daerah untuk mengetahui gambaran tentang struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Berdasarkan Tipologi Daerah, klasifikasi daerah dibagi menjadi empat jenis diantaranya yaitu: daerah cepat maju dan cepat tumbuh; daerah maju tapi tertekan; daerah berkembang cepat; dan daerah relatif tertinggal.(Kuncoro 2005 : 223)

Dari latar belakang seperti diatas, peneliti akan menguraikan baik secara menyeluruh maupun secara terperinci, bagaimana perkembangan ekonomi secara sektoral dan melihat jenis tipologi daerah dari Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I) di Provinsi Jawa Timur. Maka judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Analisis Shift Share dan


(16)

Tipologi Daerah pada Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I) Provinsi Jawa Timur“.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada pertumbuhan produksi sektoral di daerah tersebut (SWP I)

yang cenderungmenghambatataumendorongpertumbuhan di provinsiJawaTimur?

2. Apakah ada sektor-sektor di masing-masing kabupaten (SWP I), yang tumbuh lebih cepat atau lambat di bandingkan di tingkat Provinsi Jawa Timur?

3. Apakah ada sektor di masing-masing kabupaten yang tumbuhnya cepat atau mempunyai keuntungan lokasional baik di banding sektor yang sama di daerah lain dalam lingkup SWP I?

4. Apakah kabupaten-kabupaten di SWP I dapat digolongkan kedalam tipologi daerah jenis cepat maju dan cepat tumbuh?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sektor mana yang mendorong/menghambat

pertumbuhan ekonomi di daerahnya pada SWP I Provinsi Jawa Timur. 2. Untuk mengetahui sektor mana yang memiliki pertumbuhan cepat/lambat


(17)

3. Untuk mengetahui sektor yang mempunyai keuntungan lokasional baik/buruk bila dibanding sektor yang sama di daerah lain pada masing-masing kabupaten di SWP I Provinsi Jawa Timur.

4. Untuk mengetahui jenis tipologi pada SWP I Provinsi Jawa Timur. 1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya agar dapat menlengkapi

kekurangan – kekurangan yang ada dalam penelitian ini.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi intansi-instansi terkait dalam mengambil kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengembangan daerah.

3. Sebagai kontribusi untuk menambah khasanah ilmu, khususnya untuk perbendaharaan literatur bagi perpustakaan di UPN “Veteran” Jawa Timur.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Hasil - hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah ekonomi regional atau mengenai analisis shift share yang pernah disampaikan oleh :

1. Bagus Herwindro (UNAIR, 2000 : 14)

Judul penelitiannya adalah “Analisis Ekonomi Regional Terhadap Perkembangan Ekonomi di Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa Timur 1993-1998)”. Skripsi tersebut membahas tentang ekonomi regional di Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa Timur yang terdiri dari 6 daerah kabupaten dan 2 daerah kotamadya yaitu Kabupaten Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Blitar, Jombang, Nganjuk, dan Kotamadya Kediri serta Blitar, dengan periode penelitian selama 6 tahun yakni mulai tahun 1993 sampai dengan 1998. Skripsi ini didasarkan pada teori basis ekonomi dengan menggunakan analisis Location Quotient untuk membedakan sektor-sektor perekonomian daerah menjadi 2, yaitu sektor basis dan non basis. Selain itu skripsi ini juga didasarkan pada hasil analisis shift share, dimana dengan analisis tersebut dapat diketahui kekuatan suatu sektor bila dibandingkan dengan daerah lain, dapat diketahui juga kecepatan


(19)

pertumbuhan suatu sektor dibandingkan daerah acuan serta untuk mengetahui daya dukung suatu sektor terhadap daerah acuan.

Dari kedua analisis tersebut diatas, maka dapat disusun skala prioritas pengembangan sektor terpilih di Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa Timur, maupun di tiap daearah tingkat II dalam SWP VII Jawa Timur serta penentuan lokasi pengembangna tiap-tiap sektor.

2. Idham Nurcholid (UNAIR, 2000 : 7)

Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Sektor Basis dalam Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur Dengan Menggunakan Pendekatan Export Base Model”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur selama periode 1986-1997. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Export Base Model yang dikemukakan oleh Douglas C. North. Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa ekspor merupakan faktor penentu dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk itu perekonomian daerah dibagi menjadi dua sektor, yaitu sektor basis (sektor ekspor) dan sektor non basis (sektor lokal). Untuk mengetahui suatu sektor itu termasuk sektor basis atau non basis digunakan metode Location Quotient (LQ). Dari metode LQ diketahui bahwa yang terus-menerus menjadi sektor basis (LQ >1) selama periode 1986-1997 adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta


(20)

sektor jas-jasa. Sedangkan sektor bangunan dan sektor penga tan dan komunikasi menjadi sektor basis hanya pada tahun 1987-1989.

Untuk mengetahui dan menguji pengaruh ekspor sektor basis terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, digunakan analisis regresi sederhana melalui dua model, yaitu model liniar dan model log-ganda. Hasil analisis menunjukan bahwa pengaruh ekspor sektor basis terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah signifikan, baik yang dibentuk secara linier maupun non linier (model log-ganda). Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa hubungan antara ekspor sektor basis dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah positif. Hal ini berarti ekspor basis benar-benar berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.

3. Zakik (UNAIR, 2002 : 5)

Dengan judul penelitian “Analisis Kebijakan Pembangunan Regional Di Jawa Timur Dalam Rangka Implementasi Otonomi Daerah Tahun 1990-2000”. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari 37 Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa Timur, dilakukan dari tahun 1990 sampai tahun 2000. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif dengan alat analisis berupa formula-formula yang berhubungan dengan permasalahan yaitu Location Quotient, Wilkinson Indeks, dan Shift share.

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa terjadinya kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Jawa Timur sangat dipengaruhi


(21)

letak geografis, potensi daerah, investasi swasta, penerapan kebijaksanaan pembangunan daerah yang kurang tepat serta tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Sedangkan penerapan kebijaksanaan otonomi daerah belum menunjukkan hasil yang signifikan terhadap pembangunan dan kemandirian daerah. Pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam menetapkan kebijaksanaan daerahnya seiring dengan pelimpahan wewenang serta perimbangan dana dari Pemerintah Pusat. Hal ini menunjukkan keadaan yang sama antara adanya kebijakan otonomi daerah ataupun tidak.

4. Ramli ( UPN, 2004 : 52 )

Dengan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Beberapa Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Melalui Strategi Dasar Perencanaan Ekonomi Di Kabupaten Sidoarjo”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan sektor-sektor basis yang memberikan kontribusi terhadap tingkat pendapatan suatu daerah serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, maka diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sektor-sektor potensial yang terdapat di daerah sehingga dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam menentukan strategi dasar perencanaan perencanaan ekonomi untuk menghadapi otonomi daerah. Variabel-variabel yang digunakan adalah pertumbuhan propinsi (N), bauran industri (M), keunggulan kompetitif (C), laju pertumbuhan sektor di wilayah teliti


(22)

(rij), laju pertumbuhan sektor di Propinsi (rin), laju pertumbuhan propinsi (rn), pendapatan sektor diwilayah teliti (Yij), pendapatan sektor di propinsi (Yin), pendapatan propinsi (Yn). Variabel yang digunakan dalam menentukan sektor basis adalah besaran suatu kegiatan tertentu didaerah yang diteliti (vi), besaran total seluruh kegiatan didaerah yang diteliti (vt), besaran suatu kegiatan tertentu dalam daerah yang lebih luas (Vi), besaran total seluruh kegiatan didaerah yang lebih luas (Vt). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu PDRB Kabupaten Sidoarjo dan PDRB Propinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan 1993 dari tahun 1991-2002 diperoleh dari BPS Jawa Timur. Alat analisis menggunakan pendekatan analisis shift share dengan model LQ (Location Quotient). Hasil analisis shift share menunjukan bahwa petumbuhan sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan, yang dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan propinsi, bauran industri, dan keunggulan kompetitif menunjukan tingkat perubahan yang positif di Kabupaten Sidoarjo.

5. Ari Sulistiawan ( Unair, 2005 : 18 )

Dengan penelitian yang berjudul “Analisis potensi sektoral di Nusa Tenggara Timur periode 1995-1999”. Penelitian yang memakai pendekatan kualitatif dengan menggunakan data terukur ini, memiliki beberapa variabel yang dipergunakan dalam penelitian diantaranya : pendapatan domestik regional bruto, proposional shift, diferensial shift,


(23)

sektor ekonomi basis, dan sektor ekonomi non basis. Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient dan analisis shift share. Kompilasi dua analisis tersebut dapat mengidentifikasi sektor terpiih tersebut adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kabupaten Belu, Kabupaten sikka, Kabupaten ende, dan Kota Kupang. Sektor listrik, gas dan air minum di Kabupaten sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada dan Kota Kupang. Hasil lainnya adalah daerah yang dapat dijadikan pusat pertumbuhan yaitu Kabupaten Sikka, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Alor dan Kota Kupang.

6. Yanuar Chumaidy Affan ( Unair, 2006 : 90 )

Dengan penelitian yang berjudul “Analisis potensi sektoral dalam pengembangan satuan wilayah pembangunan VI tahun 1998-2003”. Dari penelitian yang menggunakan analisis LQ (Location Quotient) dan shift share ini dapat diketahui bahwa sektor yang menjadi prioritas pembangunan di kabupaten/kota SWP VI adalah: sektor pertanian di Kab. Malang dan Pasuruan; sektorpertambangan di Kab. Pasuruan; sektor industri ppengolahan di Kab. Pasuruan; sektor listrik, air dan gas di Kota Malang dan Pasuruan; sektor konstruksi di kab. Malang, kota Malang dan Pasuruan; sektor perdagangan di Kota Malang dan Pasuruan; sektor angkutan di Kab. Malang, kota Malang dan Pasuruan; sektor keuangan di Kab. Malang; dan sektor jasa-jasa di Kab. Malang dan kota Pasuruan. Diharapkan dengan memprioritaskan pembangunan sektor-sektor ini


(24)

selanjutnya akan lebih menumbuhkan perekonomian daerah Kabupaten/kota SWP VI, maupun dalam tingkat regional Jawa Timur.

7. Ristyo Adi ( Unair, 2008 : 28 )

Dengan penelitian yang berjudul “Shift share tahun 1988-1996 dalam pertunbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia”, penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif bertujuan untuk menganalisis pembangunan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia periode 1988-1996. Alat analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode shift share, dimana metode ini membutuhkan sumber informasi baik PDB nasional maupun PDRB tiap provinsi di kawasan timur Indonesia. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahuibahwa pertumbuhan ekonomi sektoral tiap provinsi di KTI dalam kaitannya dengan perekonomian nasional dan dapat menjadi sumber informasi mengenai daerah-daerah yang pertumbuhannya lambat di KTI. Oleh karena itu dari penelitian yang bersangkutan dapat diperoleh hasil terdapat 6 sektor yang memiliki pertumbuhan cepat di tingkat nasional yaitu, sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Provinsi yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah adalah Maluku, karena provinsi tersebut termasuk dalam pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita rendah serta termasuk dalam kategori depresed region.


(25)

2.2 Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kesempatan kali ini berbeda dengan penelitian - penelitian sebelumnya. Secara umum perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan sekarang terletak pada kurun waktu, ruang lingkup, dan teknik analisis yang dipergunakan. Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan diatas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini dengan judul “Analisis shift Share dan Tipologi Daerah pada Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I) Provinsi Jawa Timur”, dengan menggunakan dua model analisis yakni Shift share dan Tipologi Daerah nantinya penelitian ini akan mencari Potensi Regional (PR), Pergeseran Proporsional (PS), Pergeseran yang berbeda (DS) dan pembagian daerah-daerah dalam SWP I kedalam beberapa kuadran Tipologi Daerah. Dan diharapkan dari hasil penelitian ini akan dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.

2.3 Landasan Teori 2.3.1 Teori Lokasi

Terdapat beberapa teori lokasi yang cukup mewakili untuk menunjang landasan teori dalam penelitian ini, diantaranya adalah :

1. Space Cost Theory

Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi analisis tentang lokasi industri secara geografi Dari analisanya ia menerapkan


(26)

suatu pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap berbagai rumusan tentang teori lokasi industri. Menurut Adam Smith, lokasi yang paling menguntungkan/efisien bagi suatu industri adalah dimana penerimaan total lebih besar daripada biaya total atas dasar asumsi maksimalisasi laba dan output konstan dan sebaliknya bila biaya total ternyata lebih besar dari penerimaan total, maka lokasi tersebut adalah merugikan / tidak efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula untuk menentukan lokasi industri dengan memperhitungkan antara faktor biaya dan pasar / permintaan. Dari segi pasar / permintaan antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat, letak industri terhadap bahan mentah, kualitas dan kuantitas tenaga kerja, sarana transportasi dan komunikasi, faktor lingkungan dan pemerintah (pajak dan subsidi).

2. Teori Lokasi Industri

Weber (1909) adalah orang yang pertama menggarap teori tentang lokasi industri scara komprehensif. Teori lokasi dari weber ini didasarkan dari penerapan teori Von Thunen yang berprinsip bahwa pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau terbagi dalam dua kelompok yaitu :

a. Regional Factors, yang terdiri ayas biaya pengangkutan dan tenaga kerja.


(27)

b. Local Factors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi, terutama letak dan sifat bahan mentah.

3. Teori Tempat Sentral

Teori ini diperkenalkan oleh seorang geograf Jerman yang bernama Christaller pada tahun 1933. Ia mengemukakan konsep tentang pembentukan sistem kota, dari studi empirik konsep tersebut dikembangkan teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni dari Weber (1909) dan Thunnen (1826). Dikatakan bahwa kota adalah sebagai pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang kemudian disebut sebagai tempat sentral, yang menghubungkan perdagangan setempat dengan dunia luar. Sistem yang diciptakan didasarkan pada dua faktor lokasi yaitu biaya transfer dan aglomerasi ekonomi. (Bayu, 2009 : 15-17)

2.3.2 Perencanaan Pembangunan

Perencanaan adalah suatu persiapan langkah dan kegiatan yang disusun atas pemikiran yang logis untuk mencapai tujuan yang ditentukan. (Sitanggang, 1999 : 63)

Menurut Albert Waterson, perencanaan adalah melihat kedepan dengan mengambil pilihan berbagai alternatif dan kegiatan untuk mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus menerus mengikuti agar supaya pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan.


(28)

(Adisasmita, 2010 : 171)

Perencanaan ekonomi adalah upaya pemerintah secara sengaja untuk mengkordinir pengambilan keputusan ekonomi dalam jangka panjang serta mempengaruhi, mengatur dan dalam beberapa hal mengontrol tingkat dan laju pertumbuhan berbagai variabel ekonomi yang utama untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditentukan sebelumnya. (Todaro dan Smith, 2006 : 64)

Ada empat elemen dasar dalam suatu perencanaan, yaitu : 1) merencanakan berarti memilih, 2) perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya, 3) perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan, 4) perencanaan berorientasi ke masa depan.

(Arsyad, 1999 : 19)

Dapat dilihat dari beberapa definisi perencanaan diatas, maka secara singkat dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. (Anonim, 2000 : 4)

Tujuan dari suatu perencanaan menurut Hatta, adalah mengadakan suatu perekonomian nasional yang diatur, yang direncanakan tujuannya dan jalannya. (Arsyad, 1999 : 21)

Sedangkan definisi dari pembangunan dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni: 1) bagi masyarakat adalah sebagai perubahan yang terjadi di sekitar tempat tinggalnya (baik fisik maupun non fisik) dan dalam segala aspek kehidupan, 2) bagi perencana pembangunan adalah usaha


(29)

untuk mentransmisikan pengetahuan yang dianggap efektif dan efisien sekaligus memperkenalkan dan menerapkan lembaga yang merupakan wadah pembangunan tersebut. (Anonim, 2009 : 2)

Pendapat lain dari Myrdal, mengartikan pembangunan sebagai pergerakan keatas dari seluruh sistem sosial. Ada pula yang lebih menekankan terhadap pentingnya pertumbuhan dengan perubahan (growth with change), terutama perubahan nilai-nilai dan kelembagaan. (Kuncoro, 2006 : 11)

Proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut :

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan; sandang; papan; kesehatan; dan perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa penigkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga membuat membuatkan harga diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial sebagai setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakin dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap


(30)

orang atau negara / bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

(Todaro dan Smith, 2006 : 28)

Salah satu aspek ppembangunan regional adalah pembangunan ekonomi yang bertujuan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi. Hoover dan Fisher berpendapat bahwa pembangunan ekonomi regional dapat melalui beberapa tahapan yang meliputi :

1. Subsistensi ekonomi

Dalam tahapan ini masyarakat hanya dapat memenuhi kebutuhannya sendiri pada tingkat cukup untuk hidup sehari-hari. Kehidupan penduduk sebagian besar masih tergantung pada sektor pertanian dan mengumpulkan hasil alam lainnya.

2. Pengembangan transportasi dan spesialisasi lokal

Pada tahap ini telah terdapat peningkatan baik dalam prasarana maupun sarana transportasi yang berakibat pada terjadinya spesialisasi baru diluar pertanian, dimana hasil produksi, bahan dasar, dan pemasarannya masih terbatas dan tergantung pada daerah pertanian yang bersangkutan

3. Perdagangan antar daerah

Pada tahap ini telah terjadi perkembangan perdagangan antar daerah. Hal ini mungkin saja terjadi karena telah terjadi perbaikan di bidang transportasi dan perubahan di sektor kegiatan dari arah peningkatan


(31)

produksi jenis ekstensifikasi menjadi pertanian yang lebih dititik beratkan pada intensifikasi.

4. Industrialisasi

Dengan makin bertambahnya penduduk dan menurunnya potensi produksi pertanian serta kegiatan ekstratif lainnya, daerah dipaksa untuk mengembangkan sumber pendapatan dan lapangan kerja, yaitu melalui industrialisasi dengan lebih menitikberathan pada kegiatan-kegiatan yang menyangkut industri manufaktur serta pertambangan dan galian.

5. Spesialisasi daerah

Pada tahap ini daerah telah sampai pada tingkat spesialisasi kegiatan, baik barang dan jasa untuk keperluan penjualan kedaerah lain termasuk tenaga ahli dan jasa-jasa khusus.

6. Aliran faktor produksi antar daerah

Peningkatan infrastruktur dan arus informasi pada akhirnya menaikkan tingkat mobilisasi faktor produksi antar daerah. (Fembyantara, 2009 : 18)

Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi, pada hakikatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu


(32)

masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual. (Todaro dan Smith, 2004 : 21)

2.3.3 Perencanaan Pembangunan Daerah

Daerah merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. (Adisasmita, 2010 : 65)

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bukanlah perencanaan dari suatu daerah, tetapi perencanaan untuk suatu daerah. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan berbagai sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi (economic entity) yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain. (Kuncoro, 2004 : 46)

Pembangunan ekonomi selain dilihat dari segi sektoralnya juga dilihat dari segi perwilayahanya. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola


(33)

semua sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut, adapun tujuan utama dari pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Sehingga perlu diperhatikan juga aspek ruang (space) atau lokasi dalam pelaksanaannya, dengan demikian pembangunan ekonomi selain bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan juga untuk meningkatkan target pemerataan. (Arsyad, 1999 : 109)

Menurut Blakely, ada 6 tahap dalam proses perencanaan pembangunan ekonomi daerah (lihat tabel 1). Tahapan seperti dalam tabel tersebut yang berurutan tersebut meliputi: (1) pengumpulan dan analisis data, (2) pemilihan strategi pembangunan daerah, (3) pemilihan proyek-proyek pembangunan, (4) pembuatan rencana tindakan, (5) penentuan rincian proyek, (6)persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi. (Blakely, 1989 dikutip dari Kuncoro, 2004 : 49)


(34)

Tabel 1. Proses Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

Tahap Tugas

1 Pengumpulan dan Analisis Data • Penentuan basis ekonomi • Analisis struktur tenaga kerja • Evaluasi kebutuhan tenaga kerja

• Analisis peluang dan kendala pembangunan • Analisis kapasitas kelembagaan

2 Pemilihan Strategi Pembangunan Daerah • Penentuan tujuan dan kriteria

• Penentuan kemungkinan-kemungkinan tindakan • Penyusunan target strategi

3 Pemilihan Proyek-Proyek Pembangunan • Identifikasi proyek potensial

• Penilaian kelayakan proyek 4 Pembuatan Rencana Tindakan

• Prapenilaian hasil proyek • Pengembangan input proyek

• Penentuan alternatif sumber pembiayaan • Identifikasi struktur proyek

5 Penentuan Rincian Proyek

• Pelaksanaan studi kelayakan secara rinci • Penyiapan rencana bisnis (business plan)

• Penyeimbangan, pemantauan, dan pengevaluasian program

6 Persiapan Perencanaan Secara Keseluruhan dan Implementasi

• Penyiapan skedul implementasi rencana proyek

• Penyusunan rencana program pembangunan secara keseluruhan

• Targeting dan marketing aset-aset masyarakat • Pemasaran kebutuhan keuangan


(35)

Setidaknya ada tiga unsur dasar dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah jika dikaitkan dengan hubungan pusat dan daerah :

1) Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antar daerah dengan lingkungan nasional di mana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut. 2) Sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk

daerah, dan sebaliknya yang baik bagi daerah belm tentu baik secara nasional.

3) Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah misalnya, administrasi; proses pengambilan keputusan; otoritas juga biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Oleh karena itu, perencanaan daerah yang efektif harus bisa membedakan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan berbagai sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap dan tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan objek perencanaan. (Kuncoro, 2004 : 47)

Sasaran pembangunan daerah yang diinginkan adalah berkembangnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dititikberatkan pada daerah kabupaten / kota,


(36)

meningkatnya kemandirian dan kemampuan daerah dalam merencanakan dan mengelola pembangunan di daerah dan makin terkoordinasinya pembangunan antar sektor dan antar daerah serta antar pembangunan sektoral dengan pembangunan daerah.

Masalah pokok pembangunan daerah terletak pada penekanan-penekanan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endegeneous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif yang berasal dari daerah dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Terdapat dua teori mengenai konsep pembangunan, yaitu : 1. Konsep pembangunan Top down planning

Timbulnya pembangunan dalam teori ini karena adanya dorongan dari luar dan tuntutan inovasi. Dengan melalui beberapa kelompok sektoral yang dinamis atau kelompok geografis, pembangunan diharapkan dapat merembes ke daerah-daerah sekitarnya, baik merata spontan maupun secara diarahkan. Dengan konsep ini, memungkinkan terjdinya pembangunan proyek-proyek besar dan padat modal (capital intensive system). Konsep pembangunan dari atas ini memerlukan pengaruh dari pemerintah pusat, dan perencanaannya dilakukan dari atas kebawah.


(37)

2. Konsep Pembangunan Bottom-Up Planning

Konsep pembangunan ini didasarkan pada mobilitas maksimal sumber-sumber daya alam, sumber-sumber daya manusia, kelembagaan yang tujuan utamanya adalah pemenuhan kebutuhan pokok bagi masyarakat daerah itu. Adapun wujud pembangunannya adalah proyek-proyek kecil dengan sistem padat karya (labor intensive system), menggunakan teknologi tepat guna dan potensi-potensi daerah itu sendiri, perencanaan pembangunannya dilakukan dari bawah.

(Anonim, 2009 : 17 - 18)

2.3.4 ProdukDomestik Regional Bruto (PDRB) 2.3.4.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, Produk Domestik Regional Bruto dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produk akhir atau nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu dalam jangka waktu tertentu.

2. Ditinjau dari segi pendapatan, merupakan jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh factor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu.

3. Ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi


(38)

pemerintah, pembentukan modal tetap perubahan stock dan ekspor netto (BPS Jawa Timur, 2006 : 4-5).

Definisi-definisi yang berhubungan dengan Produk Domestik Regional Bruto menurut beberapa pendapat, diantaranya :

1. Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksikan di suatu daerah tertentu dalam waktu tertentu biasanya dalam 1 tahun. Oleh karena itu maka produk domestik regional bruto menunjukan kemampuan suatu daerah tertentu dalam menghasilkan pendapatan atau jasa kepada faktor-faktor yang ikut berperan serta dalam proses produksi didaerah setempat. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang tercermin dalam produk domestik regional bruto sangat besar pengaruhnya terhadap besar kecilnya konsumsi masyarakat.

(Kuncoro, 2006 : 27)

2. Produk Domestik Bruto (GDP-Gross Domestic Products) adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian (baik yang dilakukan oleh penduduk warga negara maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara tersebut).

(Todaro dan Smith, 2004 : 56)

3. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto menurut Badan Pusat Statistik adalah nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu dalam satu tahun.


(39)

2.3.4.2 Teori Produk Domestik Regional Bruto

Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan pada sisi AD atau AS. Titik perpotongan anatara kurva AD dengan AS adalah titik keseimbangan ekonomi (equilibrium) yang menghasilkan suatu jumlah output agregat (Produk Domestik Bruto) tertentu dengan tingkat harga umum tertentu.

Gambar a dan b. Permintaan agregat dan penawaran agregat didalam posisi ekonomi waktu yang seimbang

a) b)

Sumber : Tambunan 2001, Transfer ekonomi Indonesia Salemba Empat.

Melalui hasil gambar bisa dilihat bahwa pertumbuhan tersebut bisa disebabkan oleh pergeseran kurva penawaran (AS) (bagian a) dan pergeseran kurva permintaan (AD) (bagian b).

Dari sisi AD, pergeseran kurvanya ke kanan yang mencerminkan permintaan didalam ekonomi meningkat bisa terjadi karena pendapatan agregat (PN), yang terdiri dari permintaan masyarakat (konsumer), perusahaan dan pemerintah, meningkat, sisi AD (penggunaan PDB) terdiri dari empat komponen yakni konsumsi rumah tangga (c), investasi domestik bruto (pembentukan modal tetap dan perubahan stock) dari

AD0 AS0

AS1 Y y1 y0 0 p P AD0 AD1 Y y1 y0 0 p P AS0


(40)

sektor swasta dan pemerintah (I) konsumsi / pengeluaran (G) dan ekspor netto, yakni ekspor barang dan jasa (X) minus impor barang dan jasa (M). (Tambunan, 2001 : 4)

2.3.4.3 Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita

Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di suatu wilayah, maka akan diperoleh suatu Produk Domestik Regional Bruto per kapita. Dari keterangan diatas, maka dapat dinotasikan sebagai berikut :

PDRB Perkapita = (Anonim, 2010 : 35)

2.3.4.4 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Angka-angka pendapatan Regional atas dasar harga konstan 1993 sangat penting untuk melihat perkembangan riil dari tahun ketahun bagi setiap agregat ekonomi yang diamati. Agegat yang dimaksud tersebut dapat merupakan produk domestik regional bruto secara keseluruhan nilai tambah sektoral/Produk Domestik Regional Bruto sektoral ataupun komponen penggunaan produk domestik regional bruto.


(41)

Pada dasarnya dikenal empat cara untuk memperoleh nilai tambah sektoral atas dasar harga konstan, yaitu :

1. Revaluasi

Cara ini dilakukan dengan menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 1993. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan 1993. Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar konstan diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan 1993. dalam praktek snagat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat beragam, disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan rasio (tetap) biaya antara terhadap output pada tahun dasar atau dengan rasio biaya antara terhadap output pada tahun berjalan.

2. Ekstrapolasi

Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 1993 diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 1993 dengan indeks kuantum produksi indeks ini bertindak sebagai ekstrapolator yang dapat merupakan indeks dari masing-masing kuantum produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indicator kuantum produksi lainnya seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang sedang dihitung. Ekstrapolator dapat


(42)

juga dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.

3. Deflasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan 1993 dapat diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun dengan indeks harganya. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar dan sebagainya. Tergantung indeks mana yang dianggap lebih cocok. Indeks harga tersebut dapat pula dipakai sebagai inflator, yang berarti nilai tambah atas dasar harga yang berlaku diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks tersebut. 4. Deflasi Berganda

Dalam deflasi berganda ini, yang dideflasikan adalah output dan biaya antara, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil pendeflasian tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai delator biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks harga perdagangan besar sesuai dengan cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input besar. Dalam kenyataannya, sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak, juga karena sulit dicari indeks harga yang cukup mewakili sebagai deflator. Oleh karena itu


(43)

di dalam perhitungan nilai tambah atas dasar harga konstan, deflasi berganda ini belum banyak dipakai, termasuk dalam publikasi ini.

Perhitungan komponen penggunaan produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara diatas, tetapi mengingat terbatasnya data yang tersedia maka cara-cara deflasi dan ekstrapolasi lebih banyak dipakai.

(Aditya, 2010 : 27 - 30)

2.3.4.5 Sektor - sektor dalam Produk Domestik Regional Bruto

Dalam perhitungan nilai PDRB menurut pendekatan produksi, unit-unit produksi dikelompokkan menjadi sembilan sektor atau lapangan usaha. Komonen-komponen yang terdapat dalamkesembilan sektor tersebut, terdiri atas :

1. Sektor Pertanian

Sektor pertanian ini terbagi menjadi lima bagian subsektor yaitu : a. Tanaman Bahan Makanan

Subsektor ini mencakup komiditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedele, sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, kacang hijau, dan tanaman pangan lainnya.

b. Tanaman Perkebunan Rakyat

Komoditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat seperti jambu mete, kelapa, kopi, kapok, kapas, tebu, tembakau, dan cengkeh. Cakupan tersebut termasuk


(44)

produk ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan, kopi olahan, dan teh olahan.

c. Tanaman Perkebunan Besar

Kegiatan yang dicakup dalam subsektor ini adalah kegiatan yang memproduksi komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perusahan perkebunan besar seperti karet, teh, kopi, coklat, minyak sawi, tebu, dan tanaman lainnya.

d. Peternakan dan Hasil-hasilnya

Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternah kecil, unggas maupun hasil-hasil ternak seperti sapi, kerbau, kuda, babi, kambing serta hasil pemotongan ternak. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong, ditambah perubahan stok populasi ternak dan eksport netto ternak.

e. Kehutanan

Subsektor kehutanan mencakup penebangan kayu, pengambilan hasil-hasil hutan lainnya dan perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, dan arang. Sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa damar, rotan, kulit kayu, kopal, akar-akaran, dan sebagainya. Hasil perburuan binatang-binatang liar seperti babi, rusa, penyu, buaya, ular dan sebagainya, termasuk hasil kegiatan di subsektor ini.


(45)

f. Perikanan

Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari perikanan laut, perairan umum, tambak kolam sawah, serta pengolahan sederhana (penggaraman dan pengeringan ikan).

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalah minyak mentah dan gas bumi yodium, biji besi, belerang serta segala jenis penggalian.

3. Sektor Industri Pengolahan

Sektor ini terdiri dari tiga subsektor yaitu subsektor industri berat/sedang, kerajinan rumah tangga dan industri pengilangan minyak.

a. Industri Berat dan Sedang

Ruang lingkup dan metode perhitungan nilai tambah bruto industri besar dan sedang atas dasar harga konstan berdasarkan survey tahunan.

b. Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga

Angka-angka output dan nilai tambah subsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga diperoleh dengan pendekatan produksi yaitu dengan mengalikan rata-rata output per tenaga yang bekerja di subsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga.


(46)

c. Industri Pengilangan Minyak

Data produksi industri pengilangan minyak seperti premium, minyak tanah, minyak diesel, avigas, avtur, dan sebagainya.

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Data produksi yang disajikan adalah data dari perusahaan Listrik Negara, Produksi Perubahan Negara Gas, dan Perusahaan Daerah Air Minum. a. Listrik

Subsektor ini mencakup semua kegiatan kelistrikan, baik yang diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara maupun non Perusahaan Listrik Negara.

b. Gas

Komoditi yang dicakup subsektor ini adalah gas produksi Perusahaan Negara Gas Surabaya.

c. Air Bersih

Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan perusahaan air minum.

5. Sektor Konstruksi

Sektor konstruksi mencakup semua kegiatan pembangunan fisik kontruksi, baik berupa gedung, jalan, jembatan, terminal pelabuhan, dan irigasi maupun jaringan listrik, gas, air minum, telepon, dan sebagainya.


(47)

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor ini mencakup tiga subsektor yang akan diuraikan sebagai berikut dibawah ini :

a. Perdagangan besar dan eceran

Perhitungan nilai tambah subsektor perdagangan dilakukan dengan pendekatan arus barang (commodity flow), yaitu dengan menghitung besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, serta komoditi import yang diperdagangkan.

b. Hotel

Kegiatan subsektor ini mencakup semua hotel, baik berbintang maupun tidak serta berbagai jenis penginapan lainnya.

c. Restoran

Karena belum tersedia data restoran secara lengkap, maka output dari subsektor ini diperoleh dari perkalian antara jumlah tenaga kerja yang bekerja di restoran dari hasil sensus penduduk tahun 1980 dan survey penduduk antar sensus 1985 (SUPAS 1985) beserta pertumbuhannya dengan output per tenaga kerja dari hasil survey khusus pendapatan regional.

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang dan penumpang, baik melalui darat, laut, sungai/danau, dan udara. Sektor ini mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi.


(48)

a. Angkutan Kereta Api

Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan Perusahaan Umum Kereta Api. b. Angkutan Jalan Raya

Subsektor ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum baik bermotor seperti bus, truk, becak, taksi, dokar dan sebagainya.

c. Angkutan Laut/Air

Subsektor angkutan laut/air meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan kapal yang diusahakan oleh perusahaan pelayaran milik nasional, baik yang melakukan trayek dalam negeri maupun internasional.

d. Angkutan Udara

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang dan kegiatan lain yang berkaitan dengan penerbangan yang dilakukan oleh penerbangan milik nasional.

e. Jasa Penunjang Angkutan

Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal dan parkir, ekspedisi, dan bongkar muat, penyimpanan dan pergudangan serta jasa penunjang angkutan lainnya.


(49)

1) Terminal dan Perparkiran

Mencakup kegiatan pemberian pelayanan dan pengaturan lalu lintas kendaraan/armada yang membongkar atau mengisi muatan, baik barang maupun penumpang, seperti kegiatan terminal, dan parkir, pelabuhan laut, pelabuhan udara.

2) Bongkar/Muat

Kegiatan bongkar/muat mencakup pemberian pelayanan bongkar muat angkutan barang melalui laut dan darat.

f. Komunikasi

Kegiatan yang dicakup adalah jasa pos dan giro serta komunikasi. 1) Pos dan Giro

Kegiatan ini meliputi pemberian jasa pos dan giro seperti pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan dan sebagainya.

2) Telekomunikasi

Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian hubungan telepon, telegrap, dan teleks.

3) Jasa Penunjang Komunikasi

Kegiatan subsektor ini mencakup pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi, speerti wesel, warpostel, radio pager, telepon seluler/ponsel.


(50)

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan.

1) Bank

Angka nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku diperoleh dari Bank Indonesia.

2) Lembaga Keuangan Bukan Bank

Kegiatan lembaga keuangan bukan bank meliputi kegiatan asuransi, koperasi, yayasan dana pensiun, pegadaian.

3) Jasa Penunjang Keuangan

Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai kegiatan ekonomi antara lain : Bursa Efek Surabaya (BES), perdagangan valuta asing, perusahaan anjak piutang dan modal ventura.

4) Sewa Bangunan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah bangunan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan apakah bangunan itu milik sendiri atau disewa.

5) Jasa Perusahaan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa pengacara, jasa akuntan, biro arsitektur, jasa pengolahan data, jasa periklanan dan sebagainya.


(51)

9. Sektor Jasa-jasa

Sektor jasa-jasa dibagi lagi menjadi bebetapa subsektor, yaitu : 1) Jasa Pemerintahan Umum

Nilai tambah bruto subsektor ini terdiri dari upah dan gaji rutin pegawai pemerintah pusat dan daerah.

2) Jasa Sosial dan Kemasyarakatan

Subsektor ini mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan, serta jasa kemasyarakatan lainnya seperti jasa penelitian, jasa palang merah, panti asuhan, yayasan pemeliharaan anak cacat, dan rumah ibadah. (Anonim, 2004 : 12 - 17)

2.3.5 Pertumbuhan Ekonomi

Pengertian Pertumbuhan Ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesesuian kelembagaan dari ideologi yang diperlukannya. (Sonny, 2006 : 9)

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikkan dalam Gross Domestic Product (GDP), tanpa memandang apakah kenaikkan tersebut lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak.


(52)

Pertumbuhan ekonomi yaitu perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. (Sukirno, 2004 : 9)

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. (Todaro, 2004 : 99)

2.3.5.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi ini bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan output perkapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan tetapi banyak teori pertumbuhan, beberapa contohnya antara lain :

a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh lima faktor yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang, modal, luas tanah,kekayaan alam dan tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 2004 : 273).

b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Mengenai rasio modal produksi dapat dengan mudah mengalami perubahan. Dengan perkataan lain untuk menciptakan sejumlah tertentu produksi, dapat digunakan berbagai jumlah modal yang berbeda dengan


(53)

bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda pula dan sesuai dengan yang diperlukan. (Sukirno, 2004 : 259)

c. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Menurut Harrod-Domar pertumbuhan ekonomi dapat tercipta karena adanya penanaman modal. Oleh karena itu usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru. Teori ini menitik beratkan pada investasi, karena investasi menaikkan kapasitas produksi dan juga menaikkan pendapatan. (Todaro, 2006 : 126)

2.3.5.2 Ukuran Pertumbuhan Ekonomi

Untuk menentukan tingkat Pertumbuhan Ekonomi yang dicapai oleh suatu negara perlulah dihitung Pendapatan riil, yaitu produk nasional bruto riil atau produk domestic bruto riil.Dalam perhitungan pendapatan nasional dan komponen-komponennya menurut harga tetap yaitu pada harga-harga barang yang berlaku ditahun dasar yang dipilih.

Formula yang digunakan untuk menentukan tingkat Pertumbuhan Ekonomi adalah :

GNPt = GNPt - GNP t-1

GNP

x 100%

Dimana :

t-1

GNP t = Pendapatan Nasional tahun t

GNP t-1 = Pendapatan Nasional pada tahun sebelumnya atau sebelum tahun t.


(54)

2.3.6 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP)

Prioritas lokasi pembangunan dilakukan dengan melihat kondisi fisik alami dan sosial ekonmi penduduknya, sehingga diusahakan laju pertumbuhan dan pengembangan daerah dapat berjalan secara seimbang, sedangkan perwilayahan pembangunan membagi Jawa Timur menjadi sembilan sektor wilayah pembangunan dan masing-masing pusat pengembangannya.

Daerah penelitian difokuskan pada Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I) Jawa Timur, karena salah satu daerah yang tergabung dalam SWP I adalah ibukota Provinsi Jawa Timur yakni kota Surabaya. Kota surabaya sekaligus juga sebagai pusat ekonomi di Jawa Timur dan kawasan Indonesia Timur. Di Surabaya banyak kebijakan-kebijakan strategis yang dibuat secara langsung maupun tidak akan mempengaruhi daerah lainnya. Sehingga mampu menggerakkan banyak sektor di tiap wilayah kabupaten / kota di Jawa Timur khususnya wilayah yang tergabung dalam SWP I. Wilayah Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Bangkalan, Mojokerto, Lamongan, serta Kota Mojokerto, yang dikenal dengan kawasan Gerbangkertasusila menjadi wilayah / kawasan penyanggah (buffer zone) dari kota Surabaya. Diantaranya masing-masing Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) dalam lingkup Jawa Timur, antara lain :

1. Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I) : meliputi Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kotamadya Mojokerto, Kabupaten


(55)

Lamongan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kotamadya Surabaya.

2. Satuan Wilayah Pembangunan II (SWP II) : meliputi Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.

3. Satuan Wilayah Pembangunan III (SWP III) : Meliputi Kabupaten Banyuwangi.

4. Satuan Wilayah Pembangunan IV (SWP IV) : meliputi Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, dan Kabuparen Situbondo.

5. Satuan Wilayah Pembangunan V (SWP V) : meliputi Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kotamadya Probolinggo.

6. Satuan Wilayah Pembangunan VI (SWP VI) : meliputi Kabupaten Malang, Kotamadya Malang, Kabupaten Pasuruan dan Kotamadya Pasuruan.

7. Satuan Wilayah Pembangunan VII (SWP VII) : meliputi Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kotamadya Blitar, Kabupaten Kediri, Kotamadya Kediri, Kabupaten Jombang, danKabupaten Nganjuk.

8. Satuan Wilayah Pembangunan VIII (SWP VIII) : meliputi Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kotamadya Madiun, Kabupaten Magetan, danKabupaten Ngawi.

9. Satuan Wilayah Pembangunan IX (SWP IX) : meliputi Kabupaten Bojonegoro, dan Tuban.


(56)

2.3.7 Analisis Shift Share

Alat analisa ini berasumsi bahwa perubahan perekonomian suatu periode merupakan kumulatif dari perubahan tahun-tahun sebelumnya. Alat ini menganalisa beberapa komponen perubahan regional maupun daerah yang mempengaruhi struktur ekonomi daerah tersebut. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa perubahan perekonomian suatu daerah dipengaruhi oleh variabel dari kesatuan wilayah yang lebih luas yaitu dalam hal ini kabupaten atas komponen pertumbuhan perekonomian, bauran industri, dan keunggulan kompetitif.

Analisis shift share dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya.

Metode analisis ini dapat digunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan sebagai alat analisis dalam riset pembangunan pedesaan (Taufiq, 2007 : 5).

Data yang biasa digunakan untuk analisis shift-share adalah pendapatan perkapita (Y/P), PDRB (Y) atau tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu, misalnya 1997-2002.

Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen :

1. Provincial share (Sp), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota)


(57)

dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonoian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wlayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap.

2. Proportional (Industry-Mix) share adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat propinsi.

3. Differential share (DS), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat propinsi.

Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat. Teknik analisis ini diawali dengan perubahan PDRB suatu sektor di suatu daerah antara 2 periode, yaitu :

Rumus :

Q

tij

= Q

tij

- Q

0

Dimana :

ij

Q

t

Q

ij = Perubahan PDRB sektor Kabupaten

t

Q

ij = PDRB Kabupaten sektor tahun t 0


(58)

Dalam analisis ini, dapat dipisahkan menjadi 3 komponen utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah, diantaranya adalah :

1. Potensi Regional (PR) Rumus : PRij 0 ij

Q

= 0 Y Yt - 1

2. Pergeseran Proporsional / Proportional Share (PS) Rumus :

PSij = Qij0 0 i t i Q Q - 0 Y Yt

3. Pergeseran yang berbeda / differential share (DS) Rumus :

DSij = Qij0 0 ij t ij

Q Q

- 0 i t i Q Q Dimana : t

Y = PDRB Propinsi Jawa Timur periode tahun t 0

Y = PDRB Propinsi Jawa Timur pada periode tahun dasar t

i

Q = PDRB Propinsi Jawa Timur sector i pada tahun t 0

i

Q = PDRB Propinsi Jawa Timur sector i pada tahun dasar t

ij

Q = PDRB Kabupaten sector i pada tahun t 0

ij


(59)

Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan :

1. PS < 0

maka sektor tersebut tumbuh relatif lambat di tingkat kabupaten 2. PS > 0

Maka sektor tersebut tumbuh relatif cepat di tingkat kabupaten 3. DS < 0

maka sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan sektor yang sama di daerah lain atau dengan kata lain sektor tersebut tidak mempunyai keuntungan lokasional yang baik

4. DS > 0

maka sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di daerah lain atau dengan kata lain sektor tersebut mempunyai keuntungan lokasional yang baik

5. PR < ∆

Q

t

Maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung mendorong pertumbuhan Kabupaten

ij

6. PR > ∆

Q

t

Maka pertumbuhan produksi di daerah tersebut cenderung akan menghambat pertumbuhan Kabupaten (Taufiq, 2007 : 6)


(60)

Bukan hanya karena keunggulan dari analisis ini sangat membantu terutama diperlukan dalam analisis ekonomi regional maupun penelitian yang berhubungan dengan perencanaan pembangunan, namun juga analisis ini tidak terlepas dari kekurangannya, diantaranya :

Keunggulan Analisis Shift share :

a) Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi, walau analisis shift share tergolong sederhana.

b) Memungkinkan seseorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat.

c) Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat.

Kelemahan Analisis Shift Share :

a) Hanya dapat digunakan untuk anlisis ex-post

b) Masalah benchmark berkenan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik.

c) Ada data periode waktu tertentu di tengan tahun pengamatan yang tidak terungkap.

d) Analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya.

e) Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antar sektor. f) Tidak ada keterkaitan antar daerah


(61)

2.3.8 Analisis Tipologi Daerah

Analisis tipologi daerah merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Dalam hal ini analisis tipologi daerah dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat yang lebih tinggi atau secara nasional. Hasil analisis tipologi daerah akan menunjukan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional suatu daerah. Tipologi daerah juga merupakan salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Pada pengertian ini, tipologi daerah dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah dengan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau PDB per kapita (secara nasional). Teknik yang digunakan untuk mengetahui gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Sjafrizal, menjelaskan bahwa dengan menggunakan alat analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi pertumbuhan daerah, yaitu :


(62)

I. Kuadran I, daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income growing region).

Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi tertentu.

II. Kuadran II, daerah maju tapi tertekan (high income low growth/retarted region).

Daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan dengan provinsi tertentu.

III. Kuadran III, daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (rapid growth region).

Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan dengan provinsi tertentu, IV. Kuadran IV, daerah relatif tertinggal (relatively backward region).

Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan provinsi tertentu (Kuncoro, 2004 : 223).

Klasifikasi penggolongannya adalah sebagai berikut : • yi > y, ri > r

Keadaan dimana PDRB perkapita daerah i lebih besar daripada PDRB rata-rata daerah dan laju pertumbuhan ekonomi daerah i lebih tinggi


(63)

dari rata-rata pertumbuhan ekonomi darah atau bisa disebut daerah cepat maju dan cepat tumbuh.

• yi > y, ri < r

Keadaan dimana PDRB perkapita daerah i lebih besar daripada PDRB rata-rata daerah akan tetapi laju pertumbuhan ekonomi daerah i lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi, daerah ini bisa disebut daerah maju tapi tertekan.

• yi < y, ri > r

Keadaan dimana PDRB perkapita daerah i lebih kecil daripada PDRB rata-rata daerah, tetapi laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi. Daerah tersebut adalah daerah berkembang cepat.

• yi < y, ri < r

kedua indikator baik PDRB maupun pertumbuhan ekonominya meunjukkan tingkat yang lebih rendah dari rata-rata PDRB daerah maupun rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah. Daerah seperti ini tergolong relatif tertinggal.

Keterangan :

r : Pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi racun y : PDRB daerah yang menjadi acuan

ri : Pertumbuhan ekonomi yi : PDRB perkapita daerah i


(64)

2.3.8.1 Tipologi Daerah Berdasarkan HDI dan Pendapatan

Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu HDI (human development index) sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu :

• Daerah dengan pendapatan dan pembangunan manusia yanng tinggi (kuadran I).

• Daerah dengan pendapatan tinggi namun pembangunan manusianya rendah (kuadran II)

• Daerah dengan pembangunan manusia tinggi namun pendapatannya rendah (kuadran III)

• Daerah relatif tertinggal, baik dalam pendapatan maupun pembangunan manusia (kuadran IV)

2.3.8.2 Tipologi Daerah Berdasarkan HDI dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Tipologi daerah jenis ini, membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu HDI dan pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan menentukan rata-rata HDI sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu :


(65)

• Daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia yang tinggi (kuadran I)

• Daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi namun pembangunan manusianya rendah (kuadran II)

• Daerah dengan pembangunan manusia tinggi namun petumbuhan ekonominya rendah (kuadran III)

• Daerah relatif tertinggal, baik dalam pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan manusianya (kuadran IV).


(66)

2.4 Kerangka Pikir

Satuan Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa Kabupaten/Kotamadya. Satuan Wilayah Pembangunan di Jawa Timur terbagi menjadi 9 Satuan Wilayah Pembangunan. Dari kesembilan SWP di Jawa Timur tersebut, dipilihlah objek penelitian Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I). Yang merupakan gabungan dari Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Mojokerto, Kotamadya Mojokerto, Kotamadya Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Lamongan. yangditentukan sektor-sektor mana yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan untuk dijadikan sebagai prioritas pembangunan yang bertujuan untuk memicu pertumbuhan sektor-sektor lainnya dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan pada Satuan Wilayah Pembangunan I.


(67)

Gambar 2

Sektor – Sektor PDRB

di SWP I Jawa Timur

Kebijakan

Sumber : Peneliti

Analisis Shift Share Analisis Tipologi Daerah

1. Sektor mendorong atau menghambat 2. Sektor tumbuh cepat

atau lambat

3. Sektor tumbuh cepat atau lambat dilihat dari lokasionalnya

1. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh

2. Daerah maju tapi tertekan

3. Daerah berkembang cepat

4. Daerah relatif tertinggal


(68)

2.5 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, melihat dari latar belakang, hasil-hasil penelitian terdahulu dan juga landasan teori yang telah dijelaskan seperti diatas. Maka dapat ditarik beberapa hipotesis dari penelitian ini, sebagai berikut :

1. Diduga ada pertumbuhan produksi sektoral di daerah tersebut (SWP I) yang cenderung mendorong atau menghambat pertumbuhan di Provinsi Jawa Timur

2. Diduga ada sektor-sektor di masing-masing kabupaten (SWP I), yang tumbuh lebih cepat atau lambat di bandingkan di tingkat Provinsi Jawa Timur

3. Diduga ada sektor di masing-masing Kabupaten yang tumbuhnya cepat / mempunyai keuntungan lokasional baik dibanding sektor yang sama di daerah lain dalam lingkup (SWP I)

4. Diduga terdapat beberapa kabupaten di dalam SWP I, yang dapat


(69)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui secara jelas perkembangan perekonomian dalam Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I) Provinsi Jawa Timur. Data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam rumus-rumus matematis sederhana yang telah ada. Dari hasil pengolahan data-data tersebut akan diperoleh gambaran tentang daerah-daerah dalam SWP I yang mungkin pertumbuhannya yang tergolong lambat agar dapat diprioritaskan dalam pembangunan dengan mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang potensional supaya lebih mempercepat pertumbuhan daerah, sehingga dapat menunjang perekonomian nasional.

3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara operasional berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman-pengalaman empiris. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah pengertian terhadap


(1)

diantaranya sebagai berikut : Sektor Perdagangan, hotel dan restoran; dan Sektor Jasa – jasa.

g. Kabupaten Lamongan mempunyai sektor – sektor yang potensial dan dapat ikut mendorong nilai PDRB Provinsi Jawa Timur. Sektor - sektor mempunyai nilai Potential Shift lebih kecil dari ΔQ, diantaranya sebagai berikut : Sektor Listrik, gas dan air bersih; Sektor Perdagangan, hotel dan restoran; Sektor Pengangkutan dan komunikasi; serta Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

2. Dengan teknik Analisis Shift Share dan mempergunakan Proportional Shift (PS) maka dapat ditentukan sektor - sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat Provinsi Jawa Timur. Berikut ini adalah uraian sektor – sektor yang tergolong cepat tumbuh di tingkat Provinsi Jawa Timur untuk masing – masing daerah :

a. Kabupaten Gresik memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor-sektor tersebut antara lain : Sektor Industri Pengolahan; Sektor Perdagangan.

b. Kabupaten Bangkalan memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih


(2)

besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor-sektor tersebut antara lain : Sektor Pertanian; dan Perdagangan, hotel dan restoran. c. Kabupaten Mojokerto memiliki sektor-sektor yang

pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor-sektor tersebut antara lain : Sektor Industri pengolahan; Sektor Perdagangan, hotel dan restoran.

d. Kota Mojokerto memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor yang masuk kedalam kriteria tersebut adalah Sektor Perdagangan, hotel dan restoran.

e. Kota Surabaya memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor-sektor tersebut antara lain : Sektor Perdagangan, hotel dan restoran; dan Sektor Industri pengolahan.

f. Kabupaten Sidoarjo memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau


(3)

memiliki nilai positif (+). Sektor-sektor tersebut antara lain : Sektor Industri pengolahan; dan Sektor Perdagangan, hotel dan restoran. g. Kabupaten Lamongan memiliki sektor-sektor yang

pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor-sektor tersebut antara lain : Sektor Pertanian; dan Sektor Perdagangan, hotel dan restoran.

3. Dengan teknik Analisis Shift Share menggunakan perhitungan rumus Differential Shift (DS) maka dapat ditentukan sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat dibandingkan dengan sektor yang sama di daerah lain (kabupaten lain) di provinsi yang sama (Jawa Timur). Dibawah ini adalah rician sektor – sektor tersebut di masing – masing daerah ;

a. Kabupaten Gresik memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat dibandingkan dengan sektor yang sama didaerah lain, yaitu sektor-sektor yang nilai Differential Shift-nya lebih besar dari nol (0) atau bernilai positif. Sektor tersebut antara lain : Sektor Industri pengolahan.

b. Kabupaten Bangkalan memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar


(4)

dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor tersebut antara lain : Sektor Pertanian.

c. Kabupaten Mojokerto memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor tersebut antara lain : Sektor Industri Pengolahan.

d. Kota Mojokerto memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor tersebut antara lain : Sektor Perdagangan, hotel dan restoran.

e. Kota Surabaya memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor tersebut antara lain : Sektor Perdagangan, hotel dan restoran.

f. Kabupaten Sidoarjo memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor tersebut antara lain : Sektor Industri dan pengolahan.


(5)

g. Kabupaten Lamongan memiliki sektor-sektor yang pertumbuhannya relatif lebih cepat di tingkat provinsi, yaitu sektor-sektor yang nilai Proportional Shift-nya memiliki nilai yang lebih besar dari nol atau memiliki nilai positif (+). Sektor tersebut antara lain : Sektor Pertanian.

4. Analisis Tipologi Daerah dapat digunakan untuk menentukan daerah Satuan Wilayah Pembangunan I Provinsi Jawa Timur manakah yang termasuk daerah dengan perekonomian yang maju dan tumbuh pesat, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang pesat serta daerah relatif tertinggal. Hasil Analisis Tipologi Daerah kabupaten / kota dalam kawasan Satuan Wilayah Pembangunan I (SWP I) Provinsi Jawa Timur, adalah sebagai berikut :

Kuadran I (Daerah cepat maju dan tumbuh) : Kota Surabaya Kuadran II (Daerah maju tapi tertekan) : -

Kuadran III (Daerah masih dapat berkembang pesat) : Kabupaten Gresik Kuadran IV (Daerah relatif tertinggal) :

Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan


(6)

5.2 Saran

1. Suatu perencanaan dalam pembangunan adalah merupakan aspek yang penting, terutama untuk pembangunan daerah. Banyak sekali persiapan yang harus dilakukan dalam rangka membangun daerah. Jadi perencanaan haruslah matang sehingga tujuan dari pembangunan itu sendiri dapat tercapai secara optimal.

2. Pemerintah daerah dan instansi terkait harus lebih peka terhadap potensi yang dimiliki oleh suatu daerah dan kekurangan yang tidak dimiliki di daerah tersebut.

3. Dengan identifikasi terhadap sektor-sektor baik yang dominan atau mendorong maupun yang cenderung menghambat pembangunan suatu daerah, akan mempermudah dalam pelaksanaan strategi pembangunan khususnya daerah itu sendiri dan Provinsi Jawa Timur pada umumnya.

4. Untuk sektor-sektor yang belum dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan PDRB daerah di SWP I atau Provinsi Jawa Timur pada umumnya, hendaknya dapat memaksimalkan semua potensi dan peluang yang ada.