ASPEK KEDAULATAN NEGARA DALAM KEGIATAN SATELIT REMOTE SENSING DIKAITKAN DENGAN TREATY ON PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES IN THE EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON AND.

ABSTRAK
ASPEK KEDAULATAN NEGARA DALAM KEGIATAN SATELIT REMOTE
SENSING OLEH SENSING STATES DIKAITKAN DENGAN TREATY ON
PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES IN THE EXPLORATION
AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON AND OTHER CELESTIAL
BODIES (OUTER SPACE TREATY 1967) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
SENSED STATES
Dengan berlakunya secara hukum Treaty Principles Governing the Activities of
States in the Exploration and Use of Outer Space, Including the Moon and Other
Celestial Bodies (Outer Space Treaty 1967) pada bulan Oktober 1957, kegiatan di
ruang angkasa memiliki kerangka utama dalam Hukum Ruang Angkasa yang
diperuntukan untuk kepentingan bersama antar negara. Remote Sensing dengan
satelit merupakan teknologi baru untuk mendeteksi sumber daya alam dan kondisi
yang terjadi di bumi dari luar angkasa. Pemanfaatan dan penggunaannya sudah
mendapatkan perhatian besar dari berbagai kalangan, baik swasta maupun
pemerintah. Namun, dikarenakan belum adanya konvensi maupun perjanjian yang
mengatur remote sensing, terdapat berbagai pandangan antar negara-negara maju
dengan berkembang mengenai hak negara itu sendiri dalam pemanfaatan hasil
kegiatan remote sensing, yakni negara pelaku remote sensing (sensing state) dan
negara yang diindera (sensed state), dimana pada umumnya sensing state terdiri dari
negara-negara maju dan sensed state terdiri dari negara-negara berkembang.

Sensing State menginginkan kegiatan remote sensing dengan satelit ini dapat
dilakukan tanpa adanya batas dan bebas dengan landasan freedom of information,
yang bertolak belakang dengan pandangan sensed state yang mengupayakan agar
hendaknya penggunaan satelit di ruang angkasa dapat menjamin hak-hak negara
yang berada di bawahnya (subjacent states). Namun, penggunaan teknologi remote
sensing dengan satelit ini memungkinan suatu negara untuk mendapatkan gambar
seluruh permukaan bumi tanpa harus meminta izin pada negara atau wilayah yang
diambil gambarnya, sehingga setiap negara bisa mengambil informasi bebas dari
wilayah negara lain, untuk mendukung 3 hak dasar yang terdapat pada Outer Space
Treaty 1967, yang disebutkan pada pasal 1 ayat 2, yakni diantaranya adalah: The right
of free access, The right of free exploration, dan The right of free use.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif terhadap
jurnal berkenaan dengan praktik negara-negara mengenai kegiatan remote sensing
dengan satelit, Prinsip – prinsip pada Outer Space Treaty 1967, dan aturan yang
terdapat pada Resolusi Majelis Umum PBB No. 41/65 mengenai Prinsip Remote
Sensing.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa setiap negara dapat
melakukan kegiatan remote sensing tanpa perlu adanya pemberitahuan terlebih
dahulu, dan upaya yang dilakukan oleh PBB adalah fokus kepada bagaimana
khususnya untuk sensed State dapat menerima manfaat dari remote sensing secara

adil, tanpa diskriminasi sementara sensing State dapat melakukan aktivitas sensing
tersebut tanpa adanya hambatan yang diperuntukan untuk kepentingan umat manusia
(shall be the province of all mankind), yang ditegaskan pada Pasal 1 Outer Space
Treaty 1967.