SINTESIS LAPISAN TIPIS SNO2 DALAM APLIKASINYA SEBAGAI SENSOR GAS CO DAN PENGUJIAN SENSITIVITAS SFIS NOP s-2012.

(1)

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Batasan Masalah ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1.SnO2 ... 7

2.2. Gas CO... 8

2.3. Emas (Au) ... 10

2.4. Teknologi Film Tipis ... 12

2.5. Teknik Penumbuhan Film Tipis ... 13

2.5.1. Sputtering ... 13

2.5.2. Metode Sol-Gel ... 16

2.6. Sensor Gas ... 18

2.7. Komponen Sensor Gas ... 20

2.7.1. Substrat ... 20

2.7.2. Heater ... 21

2.7.3. Elektroda ... 23

2.7.4. Lapisan Sensitif ... 27

2.8. Resistor Film Tebal ... 27

2.9. Sensitivitas ... 29

2.10. Mekanisme Kerja Sensor ... 31

BAB III METODOLOGI ... 33

3.1 Metodologi Penelitian ... 33

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Skripsi ... 33

3.3 Desain Penelitian ... 33


(2)

3.4.1. Studi Literatur ... 35

3.4.2. Perancangan Sensor ... 35

3.4.2.1. Perancangan Elektroda ... 36

3.4.2.2. Perancangan Heater ... 38

3.4.2.3. Perancangan Layout Sensor ... 41

3.4.3. Proses Pembuatan Sensor ... 41

3.4.3.1. Pembuatan Elektroda ... 41

3.4.3.2. Pembuatan Heater ... 58

3.4.3.3. Pembuatan Lapisan Sensitif ... 71

3.4.4. Pengujian Sensor ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 80

4.1. Komposisi Lapisan Sensitif ... 80

4.2. Morfologi Lapisan Sensitif ... 81

4.3. Pengujian Heater ... 83

4.4. Pengujian Sensor ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

5.1 Kesimpulan ... 96

5.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN


(3)

TABEL

2.1 Sifat-sifat dari molekul SnO2 ... 8

2.2 Tabel sifat dan karakteristik emas ... 11

3.1 Keterangan Dimensi Elektroda ... 38

3.2 Keterangan Dimensi Heater ... 40

4.1 Data Pengujian Terhadap Heater ... 84

4.2 Data Pengujian Perubahan Nilai Resistansi Sensor Terhadap Perubahan temperatur Operasional Sensor (Tanpa Gas CO) ... 88

4.3 Data Pengujian Perubahan Nilai Resistansi Sensor Terhadap Perubahan Temperatur Operasional Sensor ... 88


(4)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

2.1 Timah Dioksida (SnO2) ... 7

2.2 Ikatan Molekul Gas Karbon Monoksida ... 9

2.3 Sistem Alat Sputtering DC ... 15

2.4 Teknologi Sol-Gel ... 17

2.5 Heater Sensor Gas Film Tebal ... 22

2.6 Sketsa Elektroda Interdigital ... 24

2.7 Jenis Elektroda Pada Sensor Elektrokimia ... 25

2.8 Perhitungan Nilai Resistansi Elektroda ... 26

2.9 Resistor Bentuk Segi Empat Persegi Panjang dengan Luas A panjang L ... 27

2.10 Diagram Pita Energi Setelah Proses Chemisorption ... 31

2.11 Struktur Pita Energi Pada Mekanisme Konduktif ... 32

3.1 Diagram Alir Metode Penilitian ... 34

3.2 Desain Elektroda ... 36

3.3 Layout Heater ... 39

3.4 Skema Langkah-langkah Pembuatan Elektroda ... 42

3.5 Grafik Penumbuhan Oksidasi Kering ... 46

3.6 Substrat Silikon ... 47

3.7 Sputtering Telegraph Square Drive Lorton VA 22079 ... 48

3.8 Pendeposisian Emas Dengan Menggunakan Sputtering ... 48

3.9 Substrat Silikon Yang Telah Dilapisi Emas ... 49

3.10 Rangkaian Proses Lithografi ... 50

3.11 Oven ... 51

3.12 Silikon Yang Akan Dilapisi Resis... 51

3.13 Metode Penyinaran... 54

3.14 Proses Development ... 54

3.15 Screen ... 59

3.16 Ulano 5 ... 59

3.17 Ulano 133 ... 60

3.18 Screen Maker ... 60

3.19 Ortho Film ... 61

3.20 Skema Proses Pembuatan Screen ... 61

3.21 Pembersihan Screen ... 62

3.22 Pengeringan Screen ... 63

3.23 Pola yang Terbentuk Diatas Screen ... 64

3.24 Screen yang Telah Memiliki Pola ... 65

3.25 Pasta PdAg ... 65

3.26 Substrat Alumina ... 66

3.27 Screen de Haart... 66


(5)

3.30 Langkah-langkah Pembuatan Heater ... 68

3.31 Persiapan Pasta ... 69

3.32 Pelurusan Posisi Substrat dengan Screen ... 69

3.33 Peletakkan Ortho-Film Diatas Substrat ... 70

3.34 Penuangan pasta PdAg Pada Screen ... 70

3.35 Pencetakkan Pasta PdAg ... 71

3.36 Heater Yang Telah Ditumbuhkan Diatas Substrat Alumina ... 71

3.37 Heater Yang Masih Basah Diletakkan Didalam Oven ... 72

3.38 Heater Yang Dihasilkan Setelah Proses Pembakaran ... 72

3.39 Alat Pemotong Substrat... 73

3.40 Serbuk SnCl ... 74

3.41 Pasta SnO2 ... 75

3.42 Sumber Arus Searah ... 76

3.43 Multimeter Digital ... 76

3.44 Thermometer Digital ... 76

3.45 Chamber ... 77

3.46 Tabung Gas CO ... 77

3.47 Rangkaian Pengujian Heater ... 78

3.48 Rangkaian Pengujian Sensor ... 78

4.1 EDS Lapisan Sensitif SnO2 ... 80

4.2 Hasil SEM Penampang Lintang Sensor Gas CO ... 81

4.3 Hasil SEM Perbesaran 40000X ... 82

4.4 Hasil Pembuatan Heater Dengan Menggunakan Teknologi Thick Film ... 83

4.5 Grafik Hubungan Perubahan Temperatur Terhadap Tegangan ... 85

4.6 Grafik Hubungan Antara Daya Terhadap Temperatur... 87

4.7 Grafik Perubahan Resistansi Sensor Terhadap Temperatur Operasional Tanpa dan Diberi Gas CO ... 90


(6)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pada saat ini pembangunan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, seperti pembangunan fisik kota, industri dan transportasi. Pada pertumbuhan pembangunan tersebut disamping memberikan dampak positif yang dapat dirasakan dalam melakukan aktifitas sehari–hari, juga dapat memberikan beberapa dampak negatif. Dampak negatif yang dimunculkan salah satunya yaitu berupa pencemaran udara baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) ataupun diluar ruangan (outdoor), sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia dan mengakibatkan penularan penyakit (Anonim, 2012).

Polusi udara di Indonesia kurang lebih 70% diakibatkan oleh emisi kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor menyumbang 70,50% karbon monoksida (CO), 18,34% Hidro Carbon (HC), 8,89% NOx, 0,88% SO2 dan 1,33% partikel-partikel lain (Khalil, 2009). Gas-gas yang tidak berbau dan beracun yang dimunculkan akibat polusi udara dapat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan manusia.

Gas karbon monoksida (CO) merupakan gas yang bersifat mudah terbakar, beracun, tidak berwarna, dan tak berasa. Karena sifatnya yang tidak bewarna dan tak berasa gas karbon monoksida sulit dideteksi apabila tanpa menggunakan teknologi pendeteksi (Manjula, 2010). Maka dari itu, gas karbon monoksida


(7)

mampu mendeteksi keberadaan gas CO.

Keberadaan gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas tersebut akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan haemoglobin dalam darah. Gas CO akan mengalir ke dalam jantung, otak, serta organ vital. Ikatan antara CO dan heamoglobin membentuk karboksihaemoglobin yang jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan haemoglobin, sehingga mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen didalam darah dan juga mengakibatkan gangguan pada sistem saraf (Anonim, 2010).

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai sensor gas semikonduktor tengah berkembang pesat. Divais sensor gas semikonduktor pada umumnya dikenal sebagai sensor gas logam oksida karena terbuat dari bahan logam oksida seperti TiO2,ZnO, CeO2 dan SnO2 (Kuang et al, 2008). Penggunaan logam oksida atau metal oksida pada sensor gas dikarenakan logam oksida merupakan bahan semikonduktor yang memiliki band gap besar, dan juga mampu merespon gas dilingkungan sekitarnya dalam bentuk perubahan nilai konduktivitas dari sensor tersebut (Wang et al, 2010).

Diantara semua bahan metal oksida tersebut, SnO2 merupakan salah satu bahan yang cukup baik untuk dijadikan sebagai lapisan aktif sensor gas CO (Batzill, 2005). Hal tersebut dikarenakan sensor gas CO yang berbasiskan SnO2 -memiliki masa pemakaian yang sangat lama, relatif stabil dan daya tahan yang tinggi (Kuang et al, 2008). Meskipun demikian, sensor gas berbasis SnO2 hingga saat ini belum bisa menghasilkan sensitivitas dan selektivitas yang tinggi.


(8)

Persoalan dasar yang muncul dalam pengembangan sensor CO bukan hanya meningkatkan sensitivitas tetapi juga selektivitas terhadap gas CO diantara berbagai jenis gas yang ada di udara seperti H2, hidrokarbon, dan uap air (Hiskia dkk, 2006).

Divais sensor gas komersial generasi pertama yang dibuat yaitu pada tahun 1960 oleh Taguchi di Jepang. Sensor gas tersebut terbuat dari SnO2 dengan menggunakan tekologi thick film (film tebal) dan telah digunakan untuk mendeteksi kebocoran gas (Elisabetta et al, 2008). Namun seiring dengan berkembangnya teknologi, divais sensor gas tersebut kini dapat dibuat dengan menggunakan teknologi film tipis.

Menurut Pires, salah satu faktor yang mampu meningkatkan kualitas suatu sensor yaitu pengoptimalisasian kualitas elektroda. Elektroda yang digunakan dalam suatu sensor haruslah memiliki nilai konduktivitas yang tinggi. Agar elektroda yang dihasilkan memiliki kualitas baik, elektroda dapat dibuat dengan menggunakan teknologi film tipis dan dibuat dengan menggunakan bahan yang memiliki konduktivitas listrik yang baik (Pires, 2003).

Teknologi film tipis secara umum memiliki ketebalan yang bervariasi, berkisar antara orde 10-6 meter sampai 10-9 meter. Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk menumbuhkan film tipis semikonduktor di atas permukaan substrat yaitu metode kimia dan fisika. Metode fisika seperti teknik Sputtering dan PLD (Pulsed Laser Deposition), sedangkan untuk metode kimia memanfaatkan reaksi kimia seperti MOCVD (Metal Organic Chemical Vapour Deposition), MBE (Molecular Beam Epitaxy), dan metode sol-gel (Yunas et al, 2001) .


(9)

bahan baku dan biaya yang relatif murah, film tipis memiliki sifat yang lebih konduktif dibandingkan film tebal. Sehingga, memudahkan pergerakan elektron didalam suatu material (Machmud, 1994).

Seiring dengan berkembangnya teknologi mikroelektronika atau nanotechnology saat ini, teknologi pembuatan elektroda yang diaplikasikan untuk sensor gas berbasis metal oksida dapat dibuat dengan menggunakan metode Sputtering. Dengan menggunakan teknologi Sputtering penumbuhan film tipis menjadi lebih sederhana dan biaya operasionalnya menjadi lebih murah. Selain itu juga dengan menggunakan metode Sputtering adhesivitas antara lapisan dan permukaan substrat menjadi lebih kuat, ketebalan lapisan mudah diamati dan dikendalikan (Yunas et al, 2001).

Berdasarkan dari keunggulan yang dimiliki oleh sensor gas berbasis SnO2 tersebut, maka peneliti membuat sensor gas berbasiskan SnO2 dengan menggunakan teknologi film tipis untuk mendeteksi keberadaan gas CO. Dengan

judul dari penelitian ini adalah “Sintesis Lapisan Tipis SnO2 Dalam Aplikasinya Sebagai Sensor Gas CO dan Pengujian Sensitivitas.”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang dikaji pada penulisan kali ini yaitu:

a. Bagaimana komposisi lapisan sensitif yang terbentuk pada sensor gas? b. Bagaimana morfologi lapisan sensitif yang terbentuk pada sensor gas?


(10)

c. Bagaimana pengaruh temperatur operasional terhadap sensitivitas sensor?

1.3. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu diantaranya adalah mengetahui pengaruh temperatur operasional terhadap sensitivitas sensor gas, serta mengetahui komposisi dan morfologi lapisan sensitif yang terbentuk pada sensor gas.

1.4. Batasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya topik pembahasan penelitian ini, maka dibutuhkan adanya batasan permasalahan agar tercapainya tujuan penelitian ini. Dikarenakan hal tersebut, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

a. Data komposisi lapisan sensitif yang terbentuk diperoleh dengan menggunakan EDS (Energy Dispersive Spektrocopy) dan dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa SnO2 yang terbentuk.

b. Gambaran morfologi lapisan sensitif yang terbentuk diperoleh dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscop).

c. Untuk mengetahui respon dari sensor gas, dilakukan pengujian dengan menggunakan gas CO dan variabelnya berupa temperatur yang dinyatakan dalam derajat celcius.


(11)

dalam ampere.

e. Sensitivitas sensor dilihat dari perubahan nilai resistansi sensor.

1.5. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa manfaat yang dapat kita peroleh, yaitu diantaranya memperoleh informasi mengenai morfologi lapisan sensitif yang terbentuk, beserta sensitivitas dari sensor gas CO.


(12)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu studi literatur dan eksperimen yang akan dilakukan di laboratorium dan lapangan.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian Skripsi

Waktu pelaksanaan : Januari – September 2012 Tempat pelaksanaan : PPET - LIPI

Komplek LIPI Gedung 20

Jalan Sangkuriang Bandung 40135

3.3. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode penelitian yang secara sistematis disusun dalam bagan yang digambarkan dibawah ini:


(13)

Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian

3.4. Langkah – langkah Penelitian

Berikut merupakan pemaparan langkah – langkah penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dalam beberapa tahap penelitian sebagai berikut:


(14)

3.4.1. Studi Literatur

Tahap penelitian yang pertama dilakukan yaitu studi literatur. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan sumber bacaan yang bisa dijadikan sebagai landasan teori atau yang mampu mendukung penelitian baik itu merupakan dalam bentuk media cetak ataupun media elektronik.

3.4.2. Perancangan Sensor

Agar karakteristik sensor yang dihasilkan sesuai dengan yang kita harapkan, maka sebelum melakukan proses pembuatan sensor haruslah terlebih dahulu melakukan perancangan sensor. Perancangan sensor haruslah dilakukan pada seluruh komponen –komponen sensor. Perancangan yang dilakukan haruslah mengacu kepada spesifikasi sensor yang diharapkan dan ketentuan – ketentuan yang terdapat pada teori dasar. Berikut ini merupakan spesifikasi – spesifikasi yang diharapkan peneliti:

 Dimensi : ≤10 mm x 25 mm

Daya Kerja heater : 1,8 Watt

 Suhu operasi : 25 oC – 250 oC


(15)

3.4.2.1. Perancangan Elektroda

Elektroda memiliki peranan yang sangat penting bagi sensor gas yaitu berfungsi untuk mengukur perubahan resistansi pada lapisan sensitif sensor gas CO. Elektroda yang biasa dipergunakan di dalam komponen sensor gas yaitu umumnya merupakan elektroda dengan struktur interdigital (elektroda interdigital), yang biasanya terbuat dari bahan nobel metal seperti Au atau Pt. Berikut merupakan gambaran desain elektroda yang akan dibuat.

Gambar 3.2 Desain Elektroda

Penggunaan desain elektroda di atas di dasarkan pada pertimbangan untuk meminimalisir ruang namun memaksimalkan daerah sensing. Hal tersebut berkaitan dengan waktu transit elektron, desain elektroda yang memiliki waktu transit kecil


(16)

merupakan elektroda yang baik. Dan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi waktu transit elektron pada sebuah elektroda bergantung pada jarak antar fingernya, semakin kecil jarak antar finger maka semakin kecil waktu transit elektron.

Selain itu kapasitansi yang terdapat pada elektroda dipasang seri agar nilai kapasitansinya berkurang. Kapasitansi ini muncul akibat terdapatnya persambungan logam dengan bahan semikonduktor.

Langkah selanjutnya dalam mendesain elektroda yaitu menentukan nilai resistansi yang dimiliki elektroda tersebut. Berdasarkan perancangan elektroda dalam penelitian ini diperoleh bahwa l1 = 7,721mm, l2 = 0,762mm dan w = 0,254mm dan bahan yang digunakan yaitu Au dengan nilai lembar resistansinya yaitu Rs= , maka dengan menggunakan persamaan (2.5) nilai resistansi efektif elektroda dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:


(17)

Tabel 3.1 Keterangan Dimensi Elektroda

Keterangan Ukuran (mm)

Panjang Elektroda 8,2296

Lebar Elektroda 7,7216

Lebar Jari – jari Elektroda 0,254 Jarak antar Jari-jari Elektroda 0,254

Panjang x Lebar Pad Elektroda 3,7084 x 3,302

3.4.2.2. Perancangan Heater

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dari sensor gas thin film yaitu merupakan temperatur. Komponen sensor gas yang berfungsi untuk mendistribusikan suhu disebut heater, yang diletakkan tepat disisi belakang substrat. Distribusi temperatur yang sesuai akan mempengaruhi tingkat selektifitas dan sensitifitas dari elemen sensor ini. Untuk menentukan karakteristik dari heater, parameter-parameter yang harus diperhatikan di antaranya adalah : suhu yang diinginkan, daya yang dibutuhkan, dan luasan daerah yang ingin di panasi, serta karakter dari bahan heater itu sendiri (TCR, disipasi arus maksimum yang mampu melewati, dll).

Langkah awal yang dilakukan dalam merancang heater yang sesuai dengan harapan yaitu membuat layout dari heater dengan menggunakan Corel DRAW X3. Desain heater tersebut dibuat dengan panjang jalur konduktivitasnya yaitu 94,107 mm dan lebar jalurnya yaitu 0,529 mm, dibentuk menyerupai lilitan. Desain heater ini digunakan dengan mempertimbangkan penelitian sebelumnya sebagai acuan. Dengan


(18)

asumsi, dengan memperbesar rasio perbandingan antara panjang dan lebar heater akan diperoleh nilai resistansi yang besar, namun dengan penggunaan daya yang kecil.

Gambar 3.3 Layout Heater

Langkah selanjutnya yaitu menentukan nilai resistansi pada suhu acuan heater (Rc). Suhu acuan yang digunakan yaitu suhu ruang sekitar 25oC, dengan menggunakan persamaan (2.4) maka:

(3.2) Film tipis SnO2 merupakan lapisan sensitif sesor gas metal oksida yang memiliki temperatur kerja sekitar 200oC-300oC. Berdasarkan hasil perhitungan untuk menentukan resistansi pada suhu acuan, maka dapat diperoleh pula nilai resistansi pada suhu operasi dengan konsentrasi gas tertentu dan pada kali ini diambil TCR sebesar 3600 ppm/oC.


(19)

= 2,16 x 109

RH = 4828,35 mΩ (3.3)

Maka daya heater yang dibutuhkan yaitu:

(3.4)

P = I.V P = 0,621.3

P = 1,8 Watt (3.5)

Adapun dimensi heater yang telah dibuat, dijelaskan pada tabel berikut ini: Tabel 3.2 Keterangan Dimensi Heater

Keterangan Ukuran (mm)

Panjang Heater 11,2776

Lebar Heater 7,5438

Panjang Heater Efektif 94,107

Lebar Jalur Heater 0,529


(20)

3.4.2.3. Perancangan Layout Sensor

Perancangan layout sensor dimulai dengan membuat desain komponen-komponen sensor dengan menggunakan Corel DRAW X3 yang disimpan dalam format CDR. Kemudian dari format CDR ini ditransfer ke dalam bentuk ortho film dengan menggunakan jasa repro film untuk pencetakan. Ortho film ini dibuat dalam bentuk negatif film dan positif film.

3.4.3. Proses Pembuatan Sensor

Proses pembuatan sensor gas SnO2 dibagi menjadi tiga tahap yaitu pembuatan elektroda, pembuatan heater, dan pembuatan lapisan aktif. Seluruh prosedur yang digunakan dalam proses pembuatan sensor dilakukan berdasarkan hasil riset yang pernah di lakukan diLIPI dan prosedur yang tertera pada datasheet bahan. Berikut merupakan pemaparan langkah – langkah penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dalam beberapa tahap penelitian sebagai berikut:

3.4.3.1. Pembuatan Elektroda

Elektroda yang digunakan dalam sensor gas ini, dibuat dengan menggunakan metoda sputtering. Secara garis besar langkah pembuatan elektroda digambarkan dalam diagram dibawah ini.


(21)

Gambar 3.4 Skema Langkah – langkah Pembuatan Elektroda

A. Pencucian Substrat

Pencucian substrat merupakan proses yang sangat penting dilakukan sebelum memulai proses selanjutnya. Pada saat substrat disimpan, banyak faktor yang dapat menyebabkan munculnya kontaminasi pada substrat misalnya terdapatnya lapisan oksida yang sangat tipis, keringat pada saat dipegang, debu-debu yang menempel, bahan organik dan zat anorganik, bahan ionik dsb. Oleh karena itu sangatlah


(22)

diperlukan proses pencucian substrat sebelum melanjutkan ke proses selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan yang terdapat pada permukaan substrat dan untuk mengontrol keberadaan oksida yang tumbuh pada permukaan substrat. Dalam proses pencucian substrat dibutuhkan alat dan bahan yang harus dipersiapkan dengan baik, terutama peralatan yang dapat menunjang keselamatan ketika melakukan proses pencucian substrat. Berikut adalah alat dan bahan yang dibuthkan:

1. DI Water

2. Gas Nitrogen

3. Chemical Apron, Chemical Gloves dan Face Shield

4. Wafer dippers and Holders

5. Gelas Beker Pyrex 6. NH4OH

7. H2O2

Penelitian ini, digunakan standar pembersihan substrat silikon RCA-1 yang telah dikembangkan oleh Werner Kern pada tahun 1960-an. Berikut merupakan langkah – langkah yang dilakukan dalam proses pencucian substrat:

1. Masukkan 325 ml DI Water dan 65 ml NH4OH (27%) ke dalam gelas beker Pyrex.


(23)

menit larutan akan mendidih, dan hal tersebut mengindikasikan bahwa larutan telah siap digunakan.

4. Kemudian rendam substrat silikon didalam larutan tersebut selama 15 menit. 5. Setelah direndam selama 15 menit didalam larutan, pindahkan substrat dari

larutan kemudian alirkan DI water pada substrat silikon. 6. Keringkan substrat silikon dengan cara menyemprotkan gas N2.

B. Oksidasi

Proses oksidasi merupakan proses pembentukkan lapisan SiO2 diatas permukaan wafer silikon. Proses ini merupakan salah satu proses yang sangat penting pada teknologi sensor gas. Lapisan oksida dapat berfungsi sebagai lapisan isolator antar lapisan dan juga sebagai masker pencegah masuknya ketidakmurnian. Selain itu juga lapisan oksida berfungsi untuk mengisolasi silikon dari interkoneksi, dan menjaga agar silikon tidak terpengaruhi langsung dengan udara terbuka.

Pada dasarnya substrat silikon yang belum digunakan sudah memiliki lapisan oksida yang sangat tipis diatas permukaannya, tebalnya sekitar ± 10 Å. Lapisan oksida ini terbentuk akibat terjadinya reaksi antara oksigen luar dengan lapisan substrat silikon.

Dalam pemrosesan semikonduktor terdapat beberapa macam cara untuk melakukan proses oksidasi. SiO2 dapat ditumbuhkan dengan 2 macam metoda, yaitu metoda dengan temperatur tinggi (700-1300oC) dan metoda dengan temperatur


(24)

rendah (200-500oC). Silikon yang ditumbuhkan dengan mengguanakan metode temperatur tinggi dapat diproses dengan menggunakan salah satu reaksi kimia berikut ini:

Oksidasi kering: Si + O2 SiO2

Oksidasi basah: Si + 2H2O  SiO2 + 2H2

Sedangkan untuk temperatur rendah dipergunakan CVD (Chemical Vapour Deposition), dengan reaksi yang terjadi yaitu:

CVD: SiH4 + 2O2 SiO2 + 2H2O

Pada proses oksidasi peralatan dan bahan yang digunakan yaitu tungku oksidasi. Tungku oksidasi yang digunakan terdiri dari dua buah tungku, yaitu tungku untuk oksidasi kering dan tungku untuk oksidasi basah. Pada dasarnya kedua tungku tersebut memiliki spesifikasi yang sama, yang menjadi pembedanya hanyalah jenis gas yang dimasukkan kedalam tungku. Tungku ini dapat beroperasi hingga suhu 1100oC, dan gas yang dimasukkan kedalam tungku dapat berupa gas nitrogen (N2), oksigen (O2), dan uap air dengan kecepatan aliran gas dapat diatur yaitu sampai dengan 100 sccm (standar centimeter cubic per minute).

Langkah awal yang harus dilakukan sebelum memulai proses oksidasi yaitu menentukan beberapa parameter oksidasi yaitu dengan cara sebagai berikut:

1. Menentukan jenis oksidasi yang digunakan, apakah oksidasi kering atau basah.


(25)

melihat grafik pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Grafik Penumbuhan Oksidasi Kering

Pada penelitian ini digunakan proses oksidasi kering pada suhu 1100oC selama 130 menit. Hal ini dikarenakan silikon yang dioksidasi menggunakan metoda oksidasi kering akan memiliki karakteristik bahan yang baik dan kualitas dielektrik yang dihasilkan baik, meskipun proses penumbuhan oksidanya lambat. Proses oksidasi kering dilakukan dengan cara mengalirkan gas oksigen (O2) yang sangat murni kedalam tungku oksidasi yang didalamnya telah disimpan silikon wafer.


(26)

C. Penumbuhan Film Tipis

Penumbuhan film tipis Au diatas substrat silikon dilakukkan dengan menggunakan metode Sputtering. Jenis Sputtering yang digunakan yaitu Sputtering DC . Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk penumbuhan film tipis elektroda yaitu sebagai berikut:

1. Emas, bahan yang digunakan untuk membuat elektroda. Hal tersebut dikarenakan emas memiliki konduktivitas listrik dan panas yang baik jika dibandingkan dengan logam yang lainnya, dan juga memiliki ketahanan korosi.

2. Kromium, digunakan untuk merekatkan emas diatas pemukaan substrat silikon.

3. Substrat. Substrat yang digunakan yaitu Si dengan orientasi <111>.

Gambar 3.6 Substrat Silikon

4. Sputtering. Sputtering berfungsi untuk mendeposisikan kromium dan emas ke atas substrat silikon. Sputtering yang digunakan yaitu tipe Telegraph Square Drive Lorton VA 22079 produksi Plasma Science Inc.


(27)

Gambar 3.7 Sputtering Telegraph Square Drive Lorton VA 22079

Proses Sputtering yang dilakukan, dimulai dengan memvakumkan chamber dengan menggunakan pompa, hingga tekanan didalam chamber mencapai 5,9x10-5 Torr. Kemudian, chamber dialiri gas Argon dengan tekanan sekitar 4mTorr ± 0,1 mTorr. Material yang akan dideposisikan dengan menggunakan metode ini yaitu Au diatas substrat silikon.


(28)

Sebelum dilapisi dengan emas, substrat dilapisi dengan kromium terlebih dahulu. Pelapisan kromium dilakukan selama 2 menit, yang kemudian langsung dilanjutkan dengan melapisi emas selama 10 menit.

Gambar 3.9 Substrat Silikon Yang Telah Dilapisi Emas

D. Fotolithografi

Fotolithografi merupakan proses pemindahan pola dari masker ke medium lain dengan menggunakan radiasi cahaya yang umumnya dengan panjang gelombang yang berada pada daerah ultraviolet. Medium lain yang menerima pemindahan pola dan terbuat dari bahan yang peka terhadap perubahan cahaya disebut fotoresis. Namun untuk pemindahan pola dari lapisan fotoresis kelapisan dibawahnya, dilakukan melalui proses etsa. Beberapa proses lithografi ini dilakukan didalam ruangan gelap. Secara sistematis proses lithografi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:


(29)

Gambar 3.10 Rangkaian Proses Lithografi

1. Pre-Bake

Tujuan dari proses ini yaitu untuk menghilangkan uap air yang berada dilapisan luar wafer silikon, selain itu juga untuk merekatkan antara wafer dengan resis , agar rekatan yang terjadi kuat. Pada proses penelitian ini, prebake dilakukan dengan temperatur 85oC selama 3 menit didalam oven produksi The Grieve Corporation tipe VR 4260.


(30)

Gambar 3.11 Oven

2. Pelapisan Resis

Resis yang digunakan dalam proses ini yaitu ma- P215s resis positif, dimana proses pelapisannya menggunakan spin coater tipe P6000 produksi Intergrated Technologies. Inc. Proses ini dilakukan segera setelah wafer dikeluarkan dari oven. Lapisan resis yang terbentuk ditentukan oleh waktu putar dan banyaknya resis yang diteteskan.


(31)

berada ditengah-tengah spinner. Kemudian nyalakan pompa agar silikon tidak terlempar ketika spinner dinyalakan, dan juga pada bagian ujung silikon harus ditempelkan selotip. Ketika akan melapisi resis keatas substrat silikon, resis harus diteteskan tepat pada bagian tengah silikon dan diratakan keseluruh permukaan. Lalu tutuplah spinner dan nyalakan hingga kecepatan putar spinner mencapai 3000 rppm selama 30 detik. Waktu yang dibutuhkan tersebut sangat bergantung kepada ukuran wafer, untuk wafer yang ukurannya besar dibutuhkan waktu pemutaran yang lebih lama.

3. Soft Bake

Setelah proses pelapisan, komposisi film yang dihasilkan terdiri dari 20%-40% berat pelarut. Langkah selanjutnya setelah dilakukan proses pelapisan disebut post bake atau soft bake. Proses soft bake dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan semua bahan pelarut dari fotoresis, sehingga membuat lapisan fotoresis menjadi bersifat fotosensitif. Secara umum tujuan dari proses soft bake yaitu untuk mempermudah pada saat proses penyinaran, lapisan resis tetap kuat ketika dilakukan proses developer, dan untuk menambah daya adhesi antara lapisan resis dan lapisan dibawahnya.

Apabila pengeringan yang dilakukan pada proses ini dilakukan dalam waktu yang sangat lama maka lapisan resis akan kehilangan kepekatan cahaya, namun apabila waktu yang digunakan pada proses pengeringan dan suhu yang diberikan


(32)

sangat minim daya adhesi antara lapisan resis dan lapisan bawahnya akan menjadi kurang kuat. Oleh karena itu, harus diusahakan menggunakan waktu pengeringan yang cukup untuk menguatkan film tetapi tidak mengakibatkan polimerisasi.

Pada penelitian ini, proses soft bake dilakukan dalam oven dengan temperatur 150oC selama 15 menit. Oven yang digunakan pada proses ini sama dengan oven yang digunakan pada proses pre-bake.

4. Pelurusan dan Penyinaran

Dalam proses ini dibutuhkan ketelitian, kecermatan dan juga kesabaran. Hal ini dikarenakan apabila terjadi pergeseran sedikit antar masker akan mengakibatkan pergeseran kedudukan lapisan satu dengan lapisan yang lainnya. Oleh karena itu proses ini sangat menentukan keberhasilan fabrikasi devais bertingkat.

Dalam proses penyinaran seharusnya menggunakan alat alignment (pelurus) masker, yang terdiri dari sumber cahaya (sinar ultra violet atau lampu merkuri) dan suatu alat yang dapat digeser pada sumbu x, y dan z memutari sumbu putarnya. Namun dikarenakan alat tersebut sedang rusak maka dalam proses penyinaran ini peneliti menggunakan metode primitif yaitu dengan dijemur dibawah terik sinar matahari. Dalam menggunaan metode ini ada terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu diantaranya proses penyinaran harus dilakukan ketika cuaca cerah dan arah sinar matahari harus tegak lurus terhadap substrat.


(33)

Gambar 3.13 Metoda Penyinaran

Pada saat penyinaran inilah terjadi pemindahan pola ke wafer. Proses penyinaran dapat mengakibatkan lapisan resis akan mengalami perubahan akibat polimerisasi. Pada resis positif, bagian yang disinari akan mudah larut pada saat dilakukan proses development dan hasilnya akan sama dengan pola pada maskernya apabila kita menggunakan film positif. Sedangkan untuk fotoresis negatif, bagian yang disinari menjadi tidak larut pada saat proses development, sedangkan pola yang dihasilkan adalah kebalikan dari pola maskernya.

Penyinaran yang tidak cukup akan mengakibatkan daya adhesi yang kurang baik, sehingga mengakibatkan terkikisnya resis pada proses development. Lamanya waktu penyinaran bergantung pada kekuatan lampu yang digunakan dan jarak lampu kelapisan yang akan disinari.


(34)

Pada penelitian ini menggunakan jenis fotoresis positif dengan menggunakan negatif film dan lamanya waktu penyinaran yang dibutuhkan dengan menggunakan sinar matahari yaitu selama ±2 menit.

5. Development

Setelah dilakukan proses penyinaran, maka proses selanjutnya yang dilakukan yaitu development. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan pola pada resis, dengan cara mencelupkan substrat kedalam larutan developer. Larutan developer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu MF319.

Gambar 3.14 Proses Development

Pada proses ini, substrat dicelupkan pada larutan developer hingga pola pada resis benar-benar terbentuk. Setelah pola benar-benar terbentuk segera angkat substrat dari cairan developer.


(35)

Proses postbake dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan daya adhesi resis, karena pada saat proses development terdapat kemungkinan resis akan menjadi lunak dan mudah terlepas. Temperatur dan waktu yang digunakan pada proses postbake berbeda dengan proses prebake. Pada proses postbake temperatur yang digunakan lebih tinggi sehingga menambah daya tahan resis, dan mengakibatkan sulitnya proses pembersihan fotoresis pada proses etsa berlangsung.

Secara umum fungsi dari proses postbake yaitu untuk menghilangkan atau membuang bahan pelarut resis yang masih menempel, memperbaiki perekatan dan menaikkan daya tahan resis terhadap proses selanjutnya yaitu proses etsa. Proses postbake dilakukan dengan cara memanaskan substrat didalam oven dengan temperatur sekitar 85oC selama 5 menit.

7. Etsa

Proses etsa pada penelitian ini merupakan proses yang bertujuan untuk membuka lapisan emas yang tidak tertutup oleh resis. Lapisan emas yang tidak dibutuhkan dilarutkan dengan cara dicelupkan kedalam larutan etsa dengan waktu yang cukup hingga lapisan emas terbuang. Terdapat dua macam etsa yang sering digunakan, yaitu etsa kering dan etsa basah. Pada etsa basah digunakan larutan, sedangkan etsa kering menggunakan plasma berbentuk gas yang ditembakkan pada bahan yang akan dietsa, biasanya menggunakan gas HCl. Pada penelitian ini metoda yang digunakan yaitu metoda etsa basah untuk lapisan emas.


(36)

Untuk mengetsa lapisan emas digunakan larutan KI dan I2. Komposisi larutan yang digunakan yaitu 1:4:40 untuk I2:KI:H2O. Sebelum digunakan larutan harus diaduk terlebih dahulu. Proses ini diamati hingga terlihat lapisan emas terkikis. Langkah selanjutnya yaitu mengangkat wafer dari larutan dan dimasukkan kedalam DIH2O digoyang dan diangkat.

8. Pembersihan Bahan Fotoresis

Pembersihan bahan fotoresis yang tersisa dapat juga disebut dengan stripping atau cleaning. Pada pola yang telah terbentuk masih terdapat lapisan resis diatasnya, sehingga dibutuhkan proses stripping agar lapisan yang tidak berguna dapat terbuang. Setiap jenis larutan stripping digunakan untuk resis yang berbeda. Untuk penelitian ini larutan yang digunakan yaitu aseton, karena resis yang digunakan yaitu resis positif.

E. Pemotongan Elektroda

Proses pemotongan substrat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara manual dengan menggunakan mata intan. Alat ini berfungsi untuk memotong substrat sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Adapun langkah pemotongan substratnya dengan cara menggesekkan pemotong diatas substrat lalu dipatahkan, yang tidak lain sama seperti teknik pemotongan substrat.


(37)

Pada penelitian, heater dibuat dengan menggunakan teknologi film tebal dan metoda screen printing. Dalam pembuatannya, untuk menghasilkan heater haruslah melewati beberapa proses yaitu diantaranya pencucian substrat, pembuatan screen, penumbuhan film tebal, pengeringan dan pembakaran.

A. Pencucian Substrat

Substrat yang digunakan dalam pembuatan heater yaitu substrat alumina. Substrat alumina merupakan salah satu komponen yang umum digunakan untuk penumbuhan film tebal. Sebelum digunakan substrat harus dicuci terlebih dahulu dengan cara direndam didalam beaker glass yang berisikan dye water, kemudian dimasukkan ke dalam Ultrasonic cleaner selama 5 menit.

B. Pembuatan Screen

Agar pola heater yang terbentuk diatas substrat sesuai dengan yang kita inginkan, maka haruslah terlebih dahulu membentuk pola diatas screen sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain memiliki fungsi sebagai pembentuk pola, screen juga berfungsi untuk menentukan ketebalan pasta yang diendapkan pada substrat. Screen terbuat dari bahan stainless steel yang berlubang-lubang dan diregankan pada sebuah frame yang biasanya terbuat dari bahan alumunium. Sebagian dari proses ini harus dilakukan didalam kamar gelap, dikarenakan sebagian karakteristik bahan yang


(38)

digunakan dalam proses ini tidak boleh terkena cahaya secara langsung. Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan dalam proses ini yaitu sebagai berikut:

1. Screen. Dalam penelitian ini digunakan screen yang diproduksi oleh Central SPS dan memiliki kerapatan 325 mesh.

Gambar 3.15 Screen

2. CDF3 (Capilarry Direct Film), yaitu merupakan emulsi film yang dapat digunakan sebagai bidang cetak tembus. CDF 3 ini tidak boleh terkena sinar atau cahaya secara langsung.

3. Ulano 5, merupakan pasta pengahapus yang dapat langsung dipakai untuk menghapus Ulano CDF Direct Film atau Ulano Line Direct yang telah merekat pada screen.


(39)

screen yang tidak tertutup CDF 3.

Gambar 3.17 Ulano 133

5. Screen Maker, yaitu alat yang digunakan untuk proses penyinaran dengan menggunakan sinar UV. Screen marker yang digunakan merupakan screen marker prosuksi Richmond tipe 3000T.

Gambar 3.18 Screen Maker


(40)

Gambar 3.19 Ortho Film

Untuk membuat pola diatas screen, terdapat beberapa proses yang harus dilakukan, seperti yang tersusun secara sistematis pada bagan dibawah ini:


(41)

Hal ini dilakukan karena screen dapat menentukan ketebalan pasta yang akan diendapkan diatas substrat. Dalam penelitian ini, digunakan screen dengan kerapatan 325 mesh dan berukuran 20 cm x 20 cm.

Setelah menentukan screen yang akan digunakan, langkah selanjutnya yang harus dilakukan yaitu membersihkan screen dengan menggunakan Ulano 5 agar pola screen yang telah terbentuk sebelumnya menghilang. Sebelum screen dilapisi oleh ulano 5, screen harus dibasahi terlebih dahulu. Lalu pada bagian depan dan belakang screen diolesi dengan Ulano 5 sambil disikat dengan menggunakan penyikat khusus, agar pola screen yang telah terbentuk sebelumnya benar-benar hilang. Lalu screen didiamkan selama 5 menit namun jangan sampai ulano 5 mengering. Setelah didiamkan 5 menit, screen disemprot dengan air bertekanan tinggi.

Gambar 3.21 Pembersihan Screen

Kemudian keringkan dengan menggunakan hair dryer, hingga screen benar-benar kering.


(42)

Gambar 3.22 Pengeringan Screen.

Lalu setelah screen benar-benar kering, kertas film CDF3 yang telah dipotong kedalam ukuran 10 cm x 10 cm diletakkan dibagian tegah pada permukaan depan screen. CDF 3 diletkkan diatas screen dengan bagian emulsinya dibagian atas, dan rekatkan selotip sedikit pada salah satu sisi CDF 3 agar tidak mudah bergerak. Kemudian pada permukaan bagian belakang screen dilapisi Ulano 133, tepat dibelakang lapisan CDF 3. Lepaskan selotip yang merekat pada salah satu sisi CDF 3, kemudian keringkan dengan hair dryer selama 15 menit.

 Setelah Ulano 133 benar-benar kering, lapisan plastik/mylar pada CDF3 dicabut secara hati-hati. Selanjutnya rekatkan ortho-film tepat dibagian atas CDF3 yang telah dilepas lapisan plastiknya.

Kemudian screen diletakkan ditengah-tengah bidang penyinaran pada mesin penyinaran, proses ini dinamakan fotografi. Hal ini dilakukan agar terbentuknya pola ortho-film pada CDF 3 yang tidak tertembus cahaya, dan pada proses ini juga terjadi reaksi antara ortho-film yang menutupi lintasan cahaya dan CDF 3. Sinar yang digunakan dalam proses ini yaitu sinar UV dan dilakukan selama 15 detik.


(43)

bertekanan tinggi secara perlahan dan hati-hati agar pola yang terbentuk tidak rusak. Setelah pola tampak dan terbentuk, selanjutnya screen dikeringkan dengan menggunakan hair dryer hingga kering.

Dan proses yang terakhir yaitu pada bagian screen yang belum tertutupi oleh CDF 3 dilapisi kembali dengan Ulano 133 yang diratakan dengan menggunakan rakel dan dikeringkan dengan menggunakan hair dryer. Agar hasil yang dihasilkan lebih baik, sebaiknya screen dibiarkan mengering selama 24 jam.

Setelah semua proses tersebut dilakukan, maka terbentuklah pola diatas screen sesuai dengan yang dibutuhkan. Seperti yang tertera pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.23 Pola Yang Terbentuk Diatas Screen

C. Penumbuhan Film Tebal

Setelah pola terbentuk di atas screen, selanjutnya dilakukan proses penumbuhan film tebal diatas substrat alumina. Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam proses ini , yaitu:


(44)

1. Screen yang telah memiliki pola heater dengan kerapatan 325 mesh, produksi Central SPS.

3.24 Screen Yang Telah Memiliki Pola

2. Pasta, menggunakan pasta konduktor terbuat dari PdAg yang diproduksi oleh Dupont dengan nilai lembar resistan 15 –30 mΩ/square dan tipe produk yaitu Dupont 7484 .

Gambar 3.25 Pasta PdAg

3. Substrat Alumina (Al2O3) 96% dengan ukuran 5cm x 5cm dan ketebalan 0,7 mm.


(45)

Gambar 3.26 Substrat Alumina

4. Screen Printer, digunakan untuk menumbuhkan film tebal PdAg diatas substrat alumina sesuai dengan pola yang telah dibentuk pada screen. Screen Printer yang digunakan diproduksi oleh de Haart tipe SP SA 40.

Gambar 3.27 Screen Printer de Haart

5. Oven, berfungsi untuk mengeringkan pasta setelah pasta dicetak diatas substrat. Oven yang digunakan diproduksi oleh Cole – Parmer Instrument Company tipe 05015-56.


(46)

Gambar 3.28 Oven Cole – Parmer Instrument Company

6. Furnace Infra Red, berfungsi untuk melakukan proses pembakaran dimana senyawa-senyawa kimia yang ada pada pasta dirubah menjadi lapisan yang bersifat konduktor, resistor atau dielektrik. Jenis tungku yang digunakan adalah Conveyor Belt Furnace RTC LA-310.

Gambar 3.29 Conveyor Belt Furnace RTC LA-310

Untuk membuat heater, terdapat beberapa proses yang harus dilakukan yaitu seperti yang digambarkan dalam bagan dibawah ini:


(47)

Gambar 3.30 Langkah-langkah Pembuatan Heater

Langkah awal yang harus dilakukan dalam pembuatan heater yaitu mempersiapkan alat bahan yang akan digunakan. Pastikan semua alat dan bahan yang dibutuhkan sudah siap pakai. Pada langkah ini kita juga harus memastikan apakah pasta yang akan digunakan telah siap pakai atau tidak. Namun dikarenakan pasta disimpan didalam kulkas dalam jangka waktu yang sangat lama, maka sebelum memakai pasta untuk proses selanjutanya sebaiknya pasta diaduk terlebih dahulu, agar pasta cepat mencair.


(48)

Gambar 3.31 Persiapan Pasta

 Setelah mempersiapkan alat dan bahan, langkah berikutnya yaitu pencetakkan heater. Pertama-tama screen yang telah memiliki pola heater diset pada screen printer dan letakkan juga substrat yang akan digunakan pada screen printer. Kemudian atur posisi screen terhadap substrat sehingga posisi pola heater tepat berada di atas substrat.

Gambar 3.32 Pelurusan Posisi Substrat Dengan Screen

Agar mempermudah proses pelurusan antara substrat dengan pola pada screen, maka gunakan ortho-film dan letakkan diatas substrat. Kemudian amati,


(49)

menutupi pola pada screen.

Gambar 3.33 Peletakkan Ortho-film Di atas Substrat

Kemudian lakukan pengaturan jarak snap-off dan tekan rakel pada screen printer, dan tuangkan pasta PdAg pada bagian atas pola pada screen.

Gambar 3.34 Penuangan Pasta PdAg Pada Screen

Dan setelah itu dilakukan proses pencetakkan dengan pasta konduktor dari bahan PdAg.


(50)

Gambar 3.35 Pencetakkan Pasta PdAg

Maka didapatkan film tebal heater yang terbentuk diatas substrat alumina.

Gambar 3.36 Heater Yang Telah Ditumbuhkan Diatas Substrat Alumina

D. Pengeringan

Selanjutnya heater dikeringkan dengan menggunakan oven selama 15 menit dengan temperatur yang digunakan sebesar 195oC. Tujuan dari proses ini yaitu agar lapisan heater yang telah dicetak cepat mengering. Apabila masih terdapat pola yang bentuknya tidak bagus, dan ingin dilakukan pengulangan maka pola dapat dihapus dengan menggunakan thinner.


(51)

Gambar 3.37 Heater Yang Masih Basah Diletakkan Didalam Oven

E. Pembakaran

Setelah heater menjadi kering, heater harus dibakar dalam temperatur tinggi dengan menggunakan tungku pembakaran produksi Radiant Technology Corporation. Tungku pembakaran ini terbagi menjadi 3 zone pembakaran dengan temperatur puncaknya mencapai 850oC . Lamanya waktu pembakaran kurang lebih selama 30 menit. Pada proses ini senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada pasta dirubah menjadi lapisan yang bersifat konduktor, reistor atau dielektrik.


(52)

F. Pemotongan Heater

Setelah heater terbentuk, selanjutnya substrat alumina dipotong sesuai ukuran heater yang terbentuk. Pemotongan substrat dilakukan dengan menggunakan mata intan.

Gambar 3.39 Alat Pemotong Substrat

3.4.3.3. Pembuatan Lapisan Sensitif

Komponen berikutnya yang harus dibuat yaitu lapisan sensitif. Lapisan ini dibuat dengan menggunakan metode sol-gel. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu pembentukkan pasta SnO2. Berikut ini dipaparkan prosedur pembuatan pasta SnO2:

1. Persiapkan bahan – bahan yang akan digunakan yaitu serbuk SnCl, isopropanol, propanol dan Air. Perbandingan komposisi bahan yang akan digunakan yaitu serbuk SnO2 : Isopropanol : Propanol : Air yaitu 5 : 7 : 7 : 6.


(53)

Gambar 3.40. Serbuk SnCl

2. Haluskan serbuk SnO2 dengan menggunakan mortar dan pestile selama ± 1 jam tanpa henti. Hal ini dilakukan agar ukuran partikel SnO2 menjadi skala nano.

3. Campurkan serbuk SnO2 yang telah dihaluskan dengan 2/3 bagian propanol dan 1/3 air, kemudian aduk selama 1 jam sambil dipanaskan pada suhu 80oC. 4. Bakar larutan yang telah dibuat didalam oven dengan suhu 300oC. Setelah

dilakukan tahap ini larutan akan berubah menjadi serbuk.

5. Campurkan sisa air, isopropanol dan sisa propanol dengan serbuk dan aduk selama 1 jam tanpa dipanaskan hingga dihasilkan pasta yang jernih dan homogen.

Dari keseluruhan proses tersebut dapat dihasilkan sol-gel yang selanjutnya akan digunakan untuk membuat lapisan sensitif.


(54)

Gambar 3.41 Pasta SnO2

Selanjutnya untuk membentuk lapisan sensitif, pasta SnO2 yang telah terbentuk diteteskan tepat atas elektroda yang kemudian diratakan dengan menggunakan squeege. Agar pasta tidak melapisi kontak, maka sebelum dilapisi SnO2 bagian kontak harus ditutup dengan menggunakan solatip terlebih dahulu. Setelah pasta mengering barulah selotip dibuka.

3.4.4. Pengujian Sensor

Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa pengujian kepada sensor gas. Pengujian yang dilakukan yaitu bertujuan untuk mengetahui temperatur operasional terhadap resistansi sensor dan lainnya. Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu:  Power Supply (sumber arus searah) dengan merk Kenwood Regulated Power


(55)

Gambar 3.42 Sumber Arus Searah

Multimeter Digital dengan merk Sanwa Digital Multimeter tipe PC 500.

Gambar 3.43 Multimeter Digital

Thermometer Digital dengan merk Lutren TM-914C.


(56)

Chamber

Gambar 3.45 Chamber

Gas CO

Gambar 3.46 Tabung gas CO

Berikut merupakan pemaparan prosedur pengujian sensor: A. Pengujian Heater

1. Rangkailah power supply, multimeter digital, thermometer digital dan sensor seperti gambar dibawah ini.


(57)

Gambar 3.47 Rangkaian Pengujian Heater

2. Aliri arus DC pada rangkaian, yang bertujuan untuk menghasilkan panas pada heater . Variasikan nilai suhu kerja mulai dari suhu ruang.

3. Amati perubahan resistansi dan catat hasil pengamatan.

B. Pengujian Perubahan Resistansi Sensor Gas Terhadap Perubahan Suhu 1. Buatlah rangkaian pengujian seperti gambar dibawah ini.


(58)

2. Catatlah suhu ruang, dan resistansi yang terukur, tepat sebelum chamber dialiri gas CO.

3. Aliri gas CO kedalam chamber dengan konsentrasi gas sebesar 10 ppm, rubahlah arus masukkan untuk merubah suhu pada heater.


(59)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pendahuluan, dasar teori, hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai sensitivitas cenderung meningkat pada rentang temperatur 30,5o – 95,2oC, namun sensitivitas kembali turun ketika tempaeratur 113,7o – 140oC.

2. Komposisi lapisan sensitif terdiri dari Oksigen dan Stannum dengan persen massa Oksigen (O) 22,43 % dan Stannum (Sn) 1,78 %.

3. Morfologi permukaan lapisan sensitif yang terbentuk terdapat pori-pori dan memenuhi kriteria sebagai material oksida untuk aplikasi sensor gas.

5.2. Saran

1. Untuk mengetahui lebih jauh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sensor, hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perlakuan yang berbeda, misal dengan mengganti emas yang digunakan pada elektroda dengan logam lain.

2. Diadakan penelitian selanjutnya mengenai pengaruh ketebalan lapisan film sensitif terhadap sensitifitas sensor.


(60)

Daftar Pustaka

Azom. (2004). Tin Oxide (SnO2) Stannum Oxide-Properties And Application

[Online]. Tersedia:http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=2358 Batan. (2012). Teknologi Plasma Sputtering dan Aplikasinya [Online]. Tersedia:

http://www.batan.go.id/ptapb/sputtering.php

Batzill M., Ulrike D. (2005). The Surface and Material Science of Thin Oxide

[Online]. Tersedia:

http://www.surface.tulane.edu/pdf/surface%20science%20of%20Tin%20 Oxide.pdf

Bullionvault. (2011). Gold Properties [Online]. Tersedia: http://gold.bullionvault.com/How/GoldProperties

ChiYang H. (2012). Titanium Dioxide [Online]. Tersedia: http://chiyang.en.busytrade.com/selling_leads/info/1936015/Titanium-Dioxide.html

Comini E., Guido F., dan Giorgio S. (2009). Solid State Gas Sensing. Italy: Springer.com

Hermida I.D.P. (2003). Perancangan, Fabrikasi dan Karakterisasi Transistor PMOS Didalam N-Well. Thesis untuk Institut Teknologi Bandung.

Hermida I.D.P., Lilis R. (2009). Rancang Bangun Sistem Pemanas Sensor Gas CO Berbasis Bahan SnO2 Menggunakan Teknologi Film Tebal [Online].

Tersedia:http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/91096774%20ta%20ada%2 0h%2070%2071.pdf

Hiskia, Hermida I.D.P., (2006). Pengembangan Sensor Gas Carbon Monoxide

(CO) Berbasis SnO2 [Online]. Tersedia:

http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDataby Id/7039/7039.pdf

IAPA. 2003. Tersedia: http://www.iapa.ca/pdf/carbon_monoxide_feb2003.pdf [Online].

Igreja R., C.J. Dias. 2011. Extansion to The Analytical Model of The Interdigital Electrodes Capacitance for A Multi-Layered Structure [Online]. Tersedia: http://elsevier.com/locate/sna


(61)

Properties and Carrieer Conversion of SnO2:Nd Thin Film. TUBITAK

doi:10.3906/fiz-0707-4.

Khalil A., Sri Y.P., dan Darminto. (2009). Pengaruh Doping Emas dan Perlakuan Anil Pada Sensitivitas Lapisan Tipis SnO2 Untuk Sensor Gas CO [Online].

Tersedia: http://kaisnet.files.wordpress.com/2010/11/almunawar-khalil.pdf Kuang Q., Lao C.S., Li Z., Xie Z., Zheng L., dan Wang Z. (2008). Enhancing The Photon and Gas Sensing Properties of a Single SnO2 Nanowire Based

Nanodevice by Nanoparticle Surface Functionalization. Journal Physics Chemistry C, Vol. 112, No. 30, 2008.

Lee A.P., Brian J.R. (1999). Temperature Modulation in Semiconductor Gas Sensing [Online]. Tersedia: http://elsavier.nl/locate/sensorb.

Lentech. (2011). Gold Properties [Online]. Tersedia:

http://www.lenntech.com/periodic/elements/au.htm.

Mahmoud S.A., A. Ashour, dan H.H. Afifi. (1994). Effect of Some Spray Pyrolysis Parameters On Electrical And Optical Properties of ZnS Films. Thin Solid Film Journal Volume 248, Issue 2, Pages 137-271.

Manjula P.S., Arunkumar, Sunkara V.M. (2010). Au/SnO2 an Exellent Material

For Room Temperature Carbon Monoxide Sensing [Online]. Tersedia: http://elsevier.com/locate/snb

Mawarani L.J, Agus S., Agung B., dan Anang B. (2006). Karakterisasi Lapisan Tipis SnO2- Sputtering DC Sebagai Elemen Sensor Gas CO [Online].

Tersedia:

http://jusami.batan.go.id/dokumen/materi/30Jan12_150452_Lizda%20J%2 0M.pdf

Pires J.M.A. (2003). Thin Film Gas Sensor. Thesis untuk Universitas Minho, Portugal.

Rauhillah E. (2012). Karakterisasi Tungsten Trioksida Untuk Aplikasi Sensor Gas CO dengan Menggunakan Teknologi Film Tebal. Skripsi untuk Universitas Pendidikan Indonesia.

Reade. (2012). Tin Oxide / Stannous Oxide Powder (SnO) / Stannic Oxide Powder

(SnO2) from READE [Online]. Tersedia:

http://www.reade.com/products/35-oxides-metallic-powders/743-stannic- oxide-tiniv-oxide-tin-dioxide-sno2-stannous-oxide-tinii-oxide-sno-tin- monoxide-tinii-oxide-black-cassiterite-cas-21651-19-4-stannous-oxide-cas-18282-10-5-stannic-oxide-tin-protoxide-


(62)

Retnaningsih L., I Dewa P.H. (2010). Pengaruh Kelembaban dan Temperatur pada Lapisan Tipis SnO2 Sebagai Sensor gas CO [Online]. Tersedia:

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10310326330_1411-8289.pdf Retnaningsih L., Lia M., Gandi S., dan Elli H.E. (2002). Pengaruh Dimensi

Komponen dan Komposisi Pasta Terhadap Proses Pembuatan Rangkaian Hibrid Film Tebal. Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi, No.1 Vol. 11. Technology Associates. (1982). Semiconductor Technology Handbook.

Tipler P.A. (2001). Fisika untuk Sains dan Teknik, edisi ketiga. Erlangga. Jakarta. Sharma R.P., P.K. Khanna. (2012). Lead Free Packaging of Pt Micro-heater for

High Temperature Gas Sensor [Online]. Tersedia:

http://elsevier.com/locate/fuel

Takarazuka. (1993). The Tin Oxide Gas Sensor [Online]. Tersedia: http://iopscience.iop.org/0957-0233/4/7/001

Wang C., Yin L., Zhang L., Xiang D., dan Gao R. (2010). Metal Oxide Gas Sensor: Sensitivity and Influencing Factor. SENSOR ISSN 1424-8220. Widodo S. (2010). Teknologi Sol Gel Pada Pembuatan Nano Kristalin Metal

Oksida Untuk Aplikasi Sensor Gas. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010 ISN: 1411-4216.

Yunas J., Lia M. (2001). Aplikasi Sistem Sputtering Untuk Deposisi Lapisan Tipis

[Online]. Tersedia:

http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDataby Id/2676/2677.pdf

Zulkifli, Wisnu W. (2005). Fabrikasi Elemen Sensor Gas CO Berbasis Media Aktif TiN (Titanium Nitrida) dengan Metode Sputtering DC [Online]. Tersedia: http://www.its.ac.id/personal/files/pub/1686-zulab-ep-klh%20jurnal%20fti05.doc

Anonim. 2010. Tersedia: http://www.chemat.com/ [Online]

Anonim. 2010. Tersedia:

http://ik.pom.go.id/wp-content/uploads/2011/11/KARACUNAN_KARBON_MONOKSIDA.doc [Online].

Anonim. 2012. Tersedia: http://www.epa.gov/iaq/co.html [Online].

Anonim. 2012. Tersedia: http://www.senseair.se/senseair/gases-applications/carbon-monoxide/ [Online].


(63)

(1)

79

2. Catatlah suhu ruang, dan resistansi yang terukur, tepat sebelum chamber dialiri gas CO.

3. Aliri gas CO kedalam chamber dengan konsentrasi gas sebesar 10 ppm, rubahlah arus masukkan untuk merubah suhu pada heater.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pendahuluan, dasar teori, hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai sensitivitas cenderung meningkat pada rentang temperatur 30,5o – 95,2oC, namun sensitivitas kembali turun ketika tempaeratur 113,7o – 140oC.

2. Komposisi lapisan sensitif terdiri dari Oksigen dan Stannum dengan persen massa Oksigen (O) 22,43 % dan Stannum (Sn) 1,78 %.

3. Morfologi permukaan lapisan sensitif yang terbentuk terdapat pori-pori dan memenuhi kriteria sebagai material oksida untuk aplikasi sensor gas.

5.2. Saran

1. Untuk mengetahui lebih jauh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sensor, hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perlakuan yang berbeda, misal dengan mengganti emas yang digunakan pada elektroda dengan logam lain.

2. Diadakan penelitian selanjutnya mengenai pengaruh ketebalan lapisan film sensitif terhadap sensitifitas sensor.


(3)

96

Daftar Pustaka

Azom. (2004). Tin Oxide (SnO2) Stannum Oxide-Properties And Application [Online]. Tersedia:http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=2358 Batan. (2012). Teknologi Plasma Sputtering dan Aplikasinya [Online]. Tersedia:

http://www.batan.go.id/ptapb/sputtering.php

Batzill M., Ulrike D. (2005). The Surface and Material Science of Thin Oxide

[Online]. Tersedia:

http://www.surface.tulane.edu/pdf/surface%20science%20of%20Tin%20 Oxide.pdf

Bullionvault. (2011). Gold Properties [Online]. Tersedia: http://gold.bullionvault.com/How/GoldProperties

ChiYang H. (2012). Titanium Dioxide [Online]. Tersedia: http://chiyang.en.busytrade.com/selling_leads/info/1936015/Titanium-Dioxide.html

Comini E., Guido F., dan Giorgio S. (2009). Solid State Gas Sensing. Italy: Springer.com

Hermida I.D.P. (2003). Perancangan, Fabrikasi dan Karakterisasi Transistor

PMOS Didalam N-Well. Thesis untuk Institut Teknologi Bandung.

Hermida I.D.P., Lilis R. (2009). Rancang Bangun Sistem Pemanas Sensor Gas

CO Berbasis Bahan SnO2 Menggunakan Teknologi Film Tebal [Online]. Tersedia:http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/91096774%20ta%20ada%2 0h%2070%2071.pdf

Hiskia, Hermida I.D.P., (2006). Pengembangan Sensor Gas Carbon Monoxide

(CO) Berbasis SnO2 [Online]. Tersedia: http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDataby Id/7039/7039.pdf

IAPA. 2003. Tersedia: http://www.iapa.ca/pdf/carbon_monoxide_feb2003.pdf [Online].

Igreja R., C.J. Dias. 2011. Extansion to The Analytical Model of The Interdigital

Electrodes Capacitance for A Multi-Layered Structure [Online]. Tersedia:


(4)

Joseph J., Varghese M., Jacob M., dan Abraham. (2009). Studies on Physical

Properties and Carrieer Conversion of SnO2:Nd Thin Film. TUBITAK doi:10.3906/fiz-0707-4.

Khalil A., Sri Y.P., dan Darminto. (2009). Pengaruh Doping Emas dan Perlakuan

Anil Pada Sensitivitas Lapisan Tipis SnO2 Untuk Sensor Gas CO [Online]. Tersedia: http://kaisnet.files.wordpress.com/2010/11/almunawar-khalil.pdf Kuang Q., Lao C.S., Li Z., Xie Z., Zheng L., dan Wang Z. (2008). Enhancing The

Photon and Gas Sensing Properties of a Single SnO2 Nanowire Based

Nanodevice by Nanoparticle Surface Functionalization. Journal Physics

Chemistry C, Vol. 112, No. 30, 2008.

Lee A.P., Brian J.R. (1999). Temperature Modulation in Semiconductor Gas

Sensing [Online]. Tersedia: http://elsavier.nl/locate/sensorb.

Lentech. (2011). Gold Properties [Online]. Tersedia: http://www.lenntech.com/periodic/elements/au.htm.

Mahmoud S.A., A. Ashour, dan H.H. Afifi. (1994). Effect of Some Spray

Pyrolysis Parameters On Electrical And Optical Properties of ZnS Films.

Thin Solid Film Journal Volume 248, Issue 2, Pages 137-271.

Manjula P.S., Arunkumar, Sunkara V.M. (2010). Au/SnO2 an Exellent Material

For Room Temperature Carbon Monoxide Sensing [Online]. Tersedia:

http://elsevier.com/locate/snb

Mawarani L.J, Agus S., Agung B., dan Anang B. (2006). Karakterisasi Lapisan

Tipis SnO2- Sputtering DC Sebagai Elemen Sensor Gas CO [Online]. Tersedia:

http://jusami.batan.go.id/dokumen/materi/30Jan12_150452_Lizda%20J%2 0M.pdf

Pires J.M.A. (2003). Thin Film Gas Sensor. Thesis untuk Universitas Minho, Portugal.

Rauhillah E. (2012). Karakterisasi Tungsten Trioksida Untuk Aplikasi Sensor Gas

CO dengan Menggunakan Teknologi Film Tebal. Skripsi untuk

Universitas Pendidikan Indonesia.

Reade. (2012). Tin Oxide / Stannous Oxide Powder (SnO) / Stannic Oxide Powder

(SnO2) from READE [Online]. Tersedia: http://www.reade.com/products/35-oxides-metallic-powders/743-stannic- oxide-tiniv-oxide-tin-dioxide-sno2-stannous-oxide-tinii-oxide-sno-tin- monoxide-tinii-oxide-black-cassiterite-cas-21651-19-4-stannous-oxide-cas-18282-10-5-stannic-oxide-tin-protoxide-


(5)

98

Retnaningsih L., I Dewa P.H. (2010). Pengaruh Kelembaban dan Temperatur

pada Lapisan Tipis SnO2 Sebagai Sensor gas CO [Online]. Tersedia: http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10310326330_1411-8289.pdf Retnaningsih L., Lia M., Gandi S., dan Elli H.E. (2002). Pengaruh Dimensi

Komponen dan Komposisi Pasta Terhadap Proses Pembuatan Rangkaian Hibrid Film Tebal. Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi, No.1 Vol. 11.

Technology Associates. (1982). Semiconductor Technology Handbook.

Tipler P.A. (2001). Fisika untuk Sains dan Teknik, edisi ketiga. Erlangga. Jakarta. Sharma R.P., P.K. Khanna. (2012). Lead Free Packaging of Pt Micro-heater for

High Temperature Gas Sensor [Online]. Tersedia: http://elsevier.com/locate/fuel

Takarazuka. (1993). The Tin Oxide Gas Sensor [Online]. Tersedia: http://iopscience.iop.org/0957-0233/4/7/001

Wang C., Yin L., Zhang L., Xiang D., dan Gao R. (2010). Metal Oxide Gas

Sensor: Sensitivity and Influencing Factor. SENSOR ISSN 1424-8220.

Widodo S. (2010). Teknologi Sol Gel Pada Pembuatan Nano Kristalin Metal

Oksida Untuk Aplikasi Sensor Gas. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses

2010 ISN: 1411-4216.

Yunas J., Lia M. (2001). Aplikasi Sistem Sputtering Untuk Deposisi Lapisan Tipis

[Online]. Tersedia:

http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDataby Id/2676/2677.pdf

Zulkifli, Wisnu W. (2005). Fabrikasi Elemen Sensor Gas CO Berbasis Media

Aktif TiN (Titanium Nitrida) dengan Metode Sputtering DC [Online].

Tersedia: http://www.its.ac.id/personal/files/pub/1686-zulab-ep-klh%20jurnal%20fti05.doc

Anonim. 2010. Tersedia: http://www.chemat.com/ [Online]

Anonim. 2010. Tersedia: http://ik.pom.go.id/wp-content/uploads/2011/11/KARACUNAN_KARBON_MONOKSIDA.doc [Online].

Anonim. 2012. Tersedia: http://www.epa.gov/iaq/co.html [Online].

Anonim. 2012. Tersedia: http://www.senseair.se/senseair/gases-applications/carbon-monoxide/ [Online].


(6)