PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN NILAI CATUR GATRA MELALUI MATA PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN :Studi pada Sekolah Menengah Kejuruan Sekolah Pertanian Pembangunan Tanjungsari.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ...vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Idetifikasi Masalah ...10

C. Rumusan Masalah ...10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...11

E. Lokasi dan Subjek Penelitian ...13

BAB II KONSEP PENDIDIKAN NILAI CATUR GATRA MELALUI PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) A. Nilai-Nilai Catur Gatra ...15

B. Hakikat Kewirausahaan ...25

1. Pengertian Kewirausahaan ...25

2. Ciri-ciri dan Watak Kewirausahaan ...31


(2)

4. Perilaku Kewirausahaan ...40

C. Hakikat Pendidikan Nilai ...44

1. Pendidikan dan Pembelajaran ...44

2. Pengertian Nilai ……….. 49

3. Nilai dalam Pendidikan ...54

4. Hakikat dan Landasan Pendidikan Nilai ...60

5. Prose Pembentukan Nilai ……… 68

6. Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Nasional ...70

7. Pendidikan Nilai di Lingkungan Sekolah ... 72

8. Implementasi Pendidikan Nilai di Lingkungan Sekolah ...89

9. Strategi Pembelajaran Pendidikan Nilai di Sekolah ... 99

10.Kurikulum Pendidikan Nilai di Sekolah ... 102

11.Target Sasaran Pendidikan Nilai di Sekolah ...104

12.Pendekatan-Pendekatan Pembelajaran Nilai ...104

D. Model dan Karakteristik Pembelajaran di SMK ...112

E. Hubungan Pendidikan Umum dengan Pembelajaran di SMK SPP. ... 115

F. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 120

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 125

1. Metode Penelitian ... 125

2. Sumber dan Jenis Data ... 126


(3)

C. Subjek Penelitian ……… 135

D. Kisi-kisi Penelitian ………. 136

E. Teknik Pengumpulan Data ………... 137

1. Teknik Observasi ...137

2. Teknik Wawancara ...140

3. Teknik Dokumentasi ...142

4. Teknik Studi Pustaka ...142

5. Tahapan-Tahapan Penelitian ...143

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...156

B. Hasil Penelitian ... 161

C. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 217

D. Pengembangan Model... 299

E. Pandangan Teori Sibernetika ………. 313

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 317

B. Saran-Saran ... 320

DAFTAR PUSTAKA ...322

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..……… 328


(4)

DAFTAR TABEF

No Judul Tabel Hlm

2.1 Ciri-Ciri dan Watak Kewirausahaan 21

2.2 Materi Esensial IPA dan Matematika 94

2.2 Materi Esensial IPS dan Humaniora 96

2.4 Materi Esensial PAI 97

2.5 Langkah-Langkah Pendekatan Analisis Nilai 108 2.6 Langkah-Langkah Pendekatan Klarifikasi Nilai 109

2.1 Kisi-Kisi Penelitian 127

2.2 Sepuluh Strategi Kombinasi untuk Memperkaya Validitas Data Penelitian (McMillan dan Schumacher, 2001)

152

4.1 Perkembangan Sekolah Pertanian di Kabupaten Sumedang Jawa Barat

156

4.2 Program Studi di SMK SPP Tanjungsari Sumedang Jawa Barat 157

4.2 Tenaga Pendidik 159

4.4 Tenaga Non Pendidik 159

4.5 Jumlah Peserta Ujian dengan Jumlah Kelulusan Peserta Didik yang Melanjutkan dan Bekerja

160

4.6 Prestasi Peserta Didik Non Akademik Dalam Empat Tahun Terakhir

160


(5)

4.8 Model Pendidikan Rajin dan Tekun 182

4.9 Model Pendidikan Bekerjasama 191

4.10 Model Pendidikan Pembaharuan 202

4.11 Perbandingan Model Pendidikan Nilai Catur Gatra 202 4.12 SK, KD dan Pengembangan Materi Kewirausahaan Kelas X 206 4.12 Matrikulasi Komponen Pembelajaran Kewirausahaan di SMK

SPP Tanjungsari

208

4.14 Hasil Penelitian tentang Nilai Catur Gatra sebelum dan sesudah perlakuan

214

4.15 Matriks Pendidikan Catur Gatra melalui Pembelajaran Kewirausahaan


(6)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Hlm

2.1 Model Proses Kewirausahaan 29

2.1 Desain Penelitian 129

2.2 Alur Analisis dan Interpretasi Data Kualitatif 149 4.1 Model Pendidikan Nilai Berbasis Catur Gatra (budi pekerti

luhur, kerajinan dan ketekunan, kerjasama, serta pembaharu) di SMK SPP Tanjungsari

162

4.2 Model Pendidikan Nilai Catur Gatra melalui Pembelajaran Kewirausahaan dalam Dimensi Kelas

208

4.2

4.5 4.6

Model Pendidikan Nilai Catur Gatra melalui Pembelajaran Kewirausahaan dalam Tiga Dimensi

Lingkaran dinamis dialektis pendidikan karakter (Koesoema, 2007:217) Kerangka Karakter Terpadu (Sulhan:2010:8)

209

275 286

4.4 Model Pengembangan Proses Pembelajaran Nilai Catur Gatra melalui Mata Pelajaran Kewirausahaan


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam hubungan dengan lingkungan dan kehidupan masyarakat, pendidikan mengemban tiga sifat penting. Sukmadinata (1997: 30) mengungkapkan bahwa ketiga sifat tersebut yaitu: pertama, pendidikan mengandung dan memberikan pertimbangan nilai, yang diarahkan pada pengembangan pribadi anak, agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan diharapkan masyarakat. Kedua, pendidikan diarahkan kepada kehidupan dalam masyarakat. Ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh masyarakat tempat pendidikan berlangsung.

Dalam perkembangan persaingan global yang semakin ketat, eksistensi individu, masyarakat ataupun organisasi akan ditentukan oleh kepemilikan keunggulan daya saing yang berkesinambungan (sustained competitive

advantage). Hanya dengan sumberdaya manusia yang unggul dan mempunyai

daya saing tinggi, suatu masyarakat ataupun organisasi dapat memprediksi, mengantisipasi dan mengendalikan setiap perubahan kearah yang diharapkan. Penguasaan faktor-faktor produksi seperti tanah, modal, dan tenaga kerja tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya kekuatan untuk mempertahankan eksistensi di arena pasar bebas.

Perkembangan situasi global yang sangan pesat telah mempengaruhi negara-negara maju dan berkembang. Menyikapi akselerasi globak yang sangat cepat, tentunya bangsa indonesia semakin siap, mematangkan kualitas diri


(8)

(Sumberdaya Manusia) agar tidak larut dalam gelombang perubahan global (Setiady, 2007:12)

Dalam konteks tata kelola pemerintahan, faktor internal penggerak perubaan yakni pemberlakuan otonomi daerah, sudah membawa perubahan pada tatanan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik, hal tersebut menuntut perubahan terhadap beberapa aspek yang diantaranya pelayanan, kemandirian, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Komponen yang paling menentukan keberhasilan otonomi daerah dengan segala tuntutan yang dihadapinya tiada lain adalah kualitas sumberdaya manusia.

Potensi Sumber daya manusia telah membuahkan fenomena globalisasi yang menunjukan banyak perubahan. Di satu sisi perubahan itu berdampak positif, yaitu berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberikan kemudahan kegiatan manusia. Namun pada sisi lain hal itu berdampak negatif terhadap perilaku manusia, seperti terjadinya benturan-benturan nilai kehidupan yang tidak terelakan bahkan telah menyeret manusia pada krisis multi dimensi diantaranya dampak ”dunia tanpa batas” Bordeless World Power and Strategy in

the Interlinked Economy (Ohmae: 1991)

Dalam konteks sumberdaya manusia bidang pertanian, terdapat empat pilar yang harus diperhatikan yaitu petani, petugas/pejabat struktural, pejabat fungsional dan stakeholders. Kondisi dan permasalahan sumberdaya manusia pertanian dicirikan oleh tingkat pendidikan dan produktivitas yang rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan, komposisi tenaga kerja sektor pertanian Indonesia meliputi SD 83%, SLTP 12%, SLTA 5%, dan perguruan tinggi kurang dari 1%. Berdasarkan latar belakang pendidikan, aparatur pertanian didominasi


(9)

oleh lulusan SLTA (65%); sedangkan dilihat dari sebaran lokasi administrasi, aparatur pertanian di pusat berjumlah 62%, di provinsi 20% dan di kabupaten 18%. Tingkat pendidikan petani di Indonesia sekitar 87% berlatar belakang SD (Badan Pengembangan SDM Pertanian,2006).

Dalam konteks pendidikan nasional, Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 26 ayat 3 butir (3) mengemukakan bahwa Standar Kompetensi Lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Akhir dari proses pendidikan kemampuan peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual. Ketiga aspek inilah (kecerdasan, sikap

dan keterampilan) arah dan tujuan pendidikan yang harus diupayakan. (Sumarni; 2009)

Tampaknya pelaksanaan pendidikan belum sesuai dengan harapan diatas. Para guru disekolah masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikannya, seakan-akan mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Hal ini bisa terjadi karena selama ini belum ada pedoman yang bisa dijadikan rujukan bagaimana seharusnya proses pendidikan berlangsung. Seperti juga disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional dikatakan bahwa Standar Pendidikan


(10)

Nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP No.19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1)

Semakin tingginya kasus amoral / asusila yang terjadi di indonesia, mulai dari korupsi, kolusi, penggunaan narkoba, sampai dengan tawuran antar sekolah, MBA (married by accident), dan berbagai kasus lainya merupakan fenomena sosial yang mengundang keprihatinan. Dalam kondisi seperti ini, dunia pendidikan menjadi sorotan, Pendidikan dinayatakan telah gagal mencetak generasi yang cerdas secara intelegensi, emosional dan spiritual. (zuriah;2007)

Salah satu masalah yang dihadapi pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya, W 2006:1)

Pengembangan sumberdaya manusia pertanian melalui SMK SPP dapat terlaksana dan sesuai dengan tujuan dalam PP di atas, jika setiap komponen dan fungsi organisasi baik di pusat maupun di daerah memandang upaya pengembangan sumberdaya manusia bukan sebagai unsur penunjang, melainkan merupakan bagian integral dari masing-masing fungsi organisasi (integrative

lingkages). Sumberdaya manusia pertanian menyangkut sekitar 39,5 juta tenaga

kerja pertanian yang terdiri atas petani dan petugas, serta jutaan stakeholders


(11)

segmen sumberdaya manusia pertanian. Masalah utama sumberdaya manusia pertanian diantaranya menyangkut tingkat pendidikan rendah, produktivitas rendah dan sebaran yang tidak merata. Untuk itu, diperlukan acuan yang menjadi kebijakan makro pengembangan sumberdaya manusia pertanian, baik di pusat maupun di daerah.

Memajukan inovasi dalam pembangunan pertanian mungkin tak tercapai dalam waktu lima tahun, perlu satu generasi lagi. Di sini diperlukan kebesaran hati para pemimpin untuk tidak bervisi jangka pendek, tapi jauh strategis ke depan sebagai negarawan. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia yang diberi mandat oleh pemerintah untuk mengembangkan sumberdaya manusia pertanian telah menyusun kebijakan dimaksud. Hal tersebut dituangkan dalam Grand Design Pengembangan

Sumberdaya Manusia Pertanian untuk sepuluh tahun kedepan (Badan

Pengembangan SDM Pertanian, 2006). Grand Design tersebut diharapkan

mampu mengantisipasi perubahan, tantangan, kebutuhan perkembangan teknologi, aspirasi yang berkembang dan dinamika pembangunan dimasa depan, serta isu global yang menjadi komitmen Kementrian Pertanian. Dengan adanya

Grand Design yang bersifat menyeluruh dan terintegrasi, diharapkan tercapainya

harmonisasi, koordinasi, sinergi dan efisiensi pengembangan sumberdaya manusia pertanian.

Berdasarkan grand design tersebut, sumberdaya manusia pertanian Indonesia dibangun dan dikembangkan diatas empat landasan filosofis yang disebut “Catur Gatra”, yaitu;


(12)

2. Rajin dan tekun (diligent);

3. Mampu bekerjasama (cooperative); dan 4. Bersifat pembaharu (innovative)

Catur Gatra tersebut merupakan ciri utama dari sosok manusia pertanian Indonesia. Dalam rangka mengimplementasikan pengembangan sumberdaya pertanian tersebut, dicanangkan empat strategi utama, yaitu;

1. Meningkatkan daya saing sumberdaya manusia pertanian;

2. Membangun sistem pengembangan sumberdaya manusia pertanian;

3. Mengoptimalkan fungsi kelembagaan pengembangan sumberdaya manusia pertanian, dan;

4. Mengembangkan piranti lunak dan piranti keras perangkat pengembangan sumberdaya manusia pertanian.

SMK SPP sebagai salah satu entitas penting dalam upaya mengembangkan sumberdaya pertanian, belum memberikan kontribusinya secara optimal. Hal tersebut terbukti dengan masih banyaknya lulusan SMK SPP saat ini yang hanya dapat bekerja atau dipekerjakan di dunia usaha atau industri tertentu dan belum mampu menyediakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri (berwirausaha). Jika hal ini terus berlangsung bukan tidak mungkin pada masa yang akan datang terjadi ledakan tenaga kerja terdidik lulusan SMK SPP yang tidak memperoleh kesempatan kerja. Dengan kata lain melonjaknya pengangguran terdidik di sektor pertanian.

Masih banyak adanya alumni SMK SPP Tanjungsari setelah lulus sekolah bekerja tidak dalam dunia pertanian lagi, walaupun mereka telah didik diberikan pelajaran kemandirian yaitu melalui pelajaran kewirausahaan yang akan


(13)

membekali siswa kelak setelah lulus sekolah. Tingkat kehadiran rata-rata peserta didik pada SMK SPP Tanjungsari masih berkisar 95%, juga tingkat keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan pengembangan pribadi hanya mencapai 10% saja, padahal kegiatan pembentukan kepribadian melalui kegiatan ekstra kulikuler sangat penting bagi pembentukan karakter siswa terhadap pembentukan sosok manusia pertanian.

Dengan demikian, tuntutan dan tantangan kedepan dalam konteks pembangunan sumberdaya manusia pertanian adalah bagaimana membentuk sumberdaya manusia pertanian yang memiliki sikap mental wirausaha (kewirausahaan), berkepribadian catur gatra, serta memiliki karakter sebagaimana disebutkan dalam bunyi tujuan dan fungsi pendidikan nasional (UU No 20 tahun 2003 bab II pasal 3).

Proses pendidikan dengan orientasi kepada pembentukan karakter lulusan yang memiliki keterpaduan antara kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri, serta mengikuti pendidikan lebih lanjut menjadi tantangan bagi para pengelola SMK SPP dewasa ini.

Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik untuk mengembangkan kajian lebih lanjut tentang upaya pembinaan sumberdaya manusia pertanian di lingkungan SMK SPP yang berbasis kepada pendidikan nilai, khususnya nilai-nilai catur gatra yang menjadi identitas sumberdaya pertanian Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam grand design pengembangan sumberdaya manusia pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia melalui pelajaran kewirausahaan.


(14)

Sikap mental kewirausahaan seperti kemandirian, kepemimpinan, keteladanan, kedisiplinan, dan kerja keras merupakan sesuatu yang wajib terintegrasi dalam pribadi sumberdaya pertanian Indonesia. Demikian halnya dengan serangkaian karakter yang ditegaskan dalam rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional (UU No 20 tahun 2003 bab II pasal 3).

Core value sumberdaya pertanian Indonesia yang terformulasikan dalam

konsep catur gatra, yaitu; berbudi pekerti luhur (morale); rajin dan tekun

(diligent); mampu bekerjasama (cooperative); dan bersifat pembaharuan

(innovative), juga hendaknya terejawantahkan dalam kurikulum dan model

pembelajaran yang dikembangkan di lingkungan SMK-SPP. Dalam konteks pembelajaran di sekolah menengah kejuruan, mata pelajaran kewirausahaan merupakan mata pelajaran yang paling beririsan dengan empat nilai utama catur gatra tersebut. Mata pelajaran kewirausahaan bertujuan agar peserta didik dapat mengaktualisasikan diri dalam perilaku wirausaha. Isi mata pelajaran kewirausahaan difokuskan pada perilaku wirausaha sebagai fenomena empiris yang terjadi di lingkungan peserta didik. Berkaitan dengan hal tersebut, peserta didik dituntut lebih aktif untuk mempelajari peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi di lingkungannya. Pembelajaran kewirausahaan dapat menghasilkan perilaku wirausaha dan jiwa kepemimpinan, yang sangat terkait dengan cara mengelola usaha untuk membekali peserta didik agar dapat berusaha secara mandiri. Ruang lingkup mata pelajaran Kewirausahaan di SMK SPP Tanjungsari, meliputi sikap dan perilaku wirausaha;Kepemimpinan dan perilaku prestatif; Solusi masalah; Pembuatan keputusan. Namun demikian, berbagai fenomena seperti yang sudah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa masih adanya


(15)

ketimpangan antara Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran kewirausahaan khususnya dan kualifikasi lulusan SMK SPP secara umum sebagai sumberdaya pertanian harapan bangsa yang diharapkan dengan yang terjadi.

Dari hasil observasi lapangan diperoleh data bahwa penjamin mutu internal lembaga sekolah belum ada. Kehadiran Guru sebagai tenaga pengajar 90% dari yang dijadwalkan. Angka putus sekolah masih ada sekitar 5% dari jumlah peserta didik yang ada. Prestasi calon peserta didik sebagian besar adalah menengah kebawah. Dalam kegiatan proses belajar mengajar tampak beberapa kasus yang penulis tangkap mengenai perilaku peserta didik seperti, didalam hand phone terdapat video dan gambar porno, pada proses belajar yaitu, peserta didik ketahuan keluar kelas sebelum jam belajar selesai, masi ada peserta didik pada waktu tes tertulis yang mencontek, hasil akhir pembelajaran peserta didik dalam mata ajar kewirausahaan yang belum maksimal dalam penugasan individu dan kelompok baik itu dari intrakulikuler atau pun ektrakulikuler yang mendukung. Sehingga apabila hal tersebut masi tampak terjadi didalam pendidikan maka tujuan catur gatra tidak akan terwujud sebagaimana yang diharapkan.

Beberapa masalah tersebut seharusnya bukan dijadikan wacana perdebatan untuk menentukan siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab, namun harus menjadi bahan pemikiran untuk mencari solusi tepat sebagai upaya cerdas dalam sistem pendidikan. Pentingnya diangkat kembali pendidikan nilai catur gatra yang diajarkan di SMK SPP harus menjadi perhatian, lalu apa dan bagaimana system pembelajaran nilai catur gatra ini, khususnya melalui pelajaran kewirausahaan.


(16)

Hal tersebut yang akan menjadi titik tolak pengkajian atau fokus penelitian dalam penelitian ini, tepatnya seperti apa sesungguhnya model pembelajaran berbasis nilai-nilai catur gatra yang dipraktikan di lingkungan SMK SPP selama ini dan seperti apa proses pembelajaran kewirausahaan yang dipraktikan di lingkungan SMK SPP, serta model pengembangan seperti apa yang dapat menjadi alternatif bagi para stakeholder pendidikan SMK SPP dalam mengimplementasikan model pembelajaran berbasis nilai-nilai catur gatra sehingga dihasilkan lulusan SMK SPP yang sesuai dengan tuntutan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan memiliki kepribadian utuh.

B. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang akan muncul dari paparan diatas dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, diketahui belum ada pengembangan model pendidikan nilai catur gatra yang melibatkan peserta didik, pengajar dan lembaga pendidikan;

b. Fakta dilapangan ditemukan bahwa, nilai-nilai catur gatra belum tampak mengintegrasi terhadap pelajaran kewirausahaan;

c. Diperlukan peningkatan pembelajaran untuk mengarah kepada nilai-nilai catur gatra baik itu dari bahan yang diajarkan dan tenaga didiknya.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi sebagai berikut:


(17)

1. Bagaimana Nilai catur gatra sebelum pembelajaran kewirausahaan yang dipraktikan di SMK SPP Tanjungsari Kabupaten Sumedang?

2. Bagaimana nilai catur gatra pada peserta didik dalam mempelajari kewirausahaan?

3. Bagaimana proses penerapan nilai catur gatra melalui pembelajaran kewirausahaan yang dipraktikan di SMK SPP Tanjungsari Kabupaten Sumedang?

4. Bagaimana Model Pengembangan yang dapat menjadi alternatif dalam mempraktikan pendidikan nilai catur gatra melalui pembelajaran kewirausahaan di lingkungan SMK SPP Tanjungsari Kabupaten Sumedang?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah model pengembangan tentang implementasi pembelajaran berbasis nilai-nilai catur gatra di lingkungan SMK SPP dalam upaya membentuk sumberdaya pertanian. Adapun secara khusus penelelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis: 1. Model pembelajaran berbasis catur gatra yang dipraktikan di SMK SPP

Tanjungsari Kabupaten Sumedang;

2. Proses pendidikan nilai catur gatra yang dipraktikan oleh peserta didik;

3. Proses pendidikan nilai catur gatra melalui pembelajaran kewirausahaan yang dipraktikan di SMK SPP Tanjungsari Kabupaten Sumedang;

4. Model pengembangan yang dapat menjadi alternatif dalam mempraktikan pendidikan nilai catur gatra melalui pembelajaran kewirausahaan di lingkungan SMK SPP Tanjungsari Kabupaten Sumedang.


(18)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis bagi dunia pendidikan dalam membina dan mengembangkan pendidikan nilai di lingkungan persekolahan, khususnya di SMK SPP. Secara rinci penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Secara khusus dapat memberikan gambaran tentang kondisi objektif proses pembelajaran berbasis nilai catur gatra pada mata pelajaran kewirausahaan yang dipraktikan di SMK SPP serta menjadi rujukan para praktisi pendidikan di lingkungan sekolah dalam melakukan proses pembelajaran berbasis nilai catur gatra.

2. Pada tataran teoretis dapat memberikan kontribusi dalam mengkonstruk model pembelajaran nilai catur gatra di institusi persekolahan, baik dalam pembinaan kematangan budi pekerti luhur, penanaman nilai rajin dan tekun (diligent),

bekerjasama (cooperative), serta bersifat pembaharuan (innovative) sebagai identitas sumberdaya manusia pertanian Indonesia.

3. Memberikan kontribusi bagi pengembangan dunia pendidikan pada umumnya dan pendidikan secara institusional pada khususnya sebagai sebuah kelembagaan pendidikan yang memiliki peranan strategis dalam melakukan proses pembelajaran nilai moral pada generasi muda bangsa.

4. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para stakeholder pendidikan, khususnya pemegang kebijakan di lingkungan SMK SPP dalam merumuskan program yang lebih tepat demi optimalnya proses pencapaian tujuan pendidikan nasional.

5. Dapat dijadikan penelitian awal dan rujukan ilmiah untuk mengembangkan model pembelajaran nilai di sekolah yang lebih komprehenshif dan aplikable.


(19)

E. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMK SPP Tanjungsari, dalam hal ini penulis memilih sekolah yang ditunjukan diantaranya : berdasarkan surat ijin penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang, nomor 070/334-Litbang/Bapp/2010, tanggal 5 Oktober 2010

Dalam penelitian ini, subjek penelitian lebih ditekankan kepada sumber data yang dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelian. Sumber data yang dipilih tersebut diharapkan dapat memberikan informasi tentang pendidikan nilai-nilai catur gatra dan bentuk program pembinaan serta pengembangan pendidikannya bagi siswa SMK-SPP.

Untuk mencapai tujuan penelitian, ditetapkan subjek penelitian secara purposive mengikuti alur proses penelitian dengan tetap mengacu kepada tujuan penelitian sebagai garis panduan. Adapun subjek penelitian yang dijadikan sumber data terdiri atas guru mata pelajaran kewirausahaan, kepala sekolah, tenaga kependidikan, siswa/i, alumni, dan komite sekolah di SMK-SPP TanjungsariKabupaten Sumedang.

Dipilihnya SMK-SPP Tanjungsari didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. SMK-SPP Tanjungsari berstatus akreditas Negeri berdasarkan SK Departemen Pertanian RI No. DI.210/282/IV/2002 tanggal 24 April 2002; 2. SMK-SPP Tanjungsari merupakan Pembina Koordinator SMK-SPP Wilayah

Binaan se Jawa Barat;

3. SMK-SPP Tanjungsari memiliki Program magang bagi siswa berprestasi di Fukui Norin High School – Jepang;


(20)

4. Sesuai dengan tuntutan di lapangan, para siswa diberikan keterampilan wirausaha yaitu melalui praktik wirausaha yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Praktik diarahkan untuk melakukan pengumpulan informasi pasar, penentuan jenis usaha, penyusunan rencana usaha, serta pelaksanaan usaha dan penyusunan laporan.

5. Keberadaannya di daerah dengan jumlah siswa yang memadai.


(21)

125

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, merupakan metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang yang di anggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya - upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan - pertanyaan dan prosedur - prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum dan menafsirkan makna data. (Creswell,2007)

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan kebanyakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yaitu metode

Grounded theory merupakan strategi penelitian yang didalamnya peneliti

”memproduksi” teori umum dan abstrak dari suatu proses, aksi atau interaksi tertentu yang berasal dari pandangan-pandangan partisipan. Rancangan ini mengharuskan peneliti untuk menjalani sejumlah tahap pengumpulan data dan penyaringan kategori-kategori atas informasi yang diperolah (Charmaz,2006; Straus dan Corbin,1990,1998). Rancangan ini memiliki dua karakteristik utama, yaitu (1) perbandingkan yang konstan antara data dan kategori-kategori yang muncul dan (2) pengambilan contoh secara teoritis (teoritis sampling) atas


(22)

126 kelompok-kelompok yang berbeda untuk memaksimalkan kesamaan dan perbedaan informasi

Oleh karena metode yang digunakannya metode deskriptif dengan variasi metode studi kasus, maka dalam penelitian ini tidak menggunakan hipotesis yang dirumuskan di awal untuk diuji kebenarannya. Hal ini sesuai dengan yang dungkapkan oleh Arikunto (1998:245) bahwa pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis. Kalaupun dalam perjalannnya terdapat hipotesis, ia mencuat sebagai bagian dari upaya untuk membangun dan mengembangkan teori berdasarkan data lapangan (grounded theory).

Pendekatan kualitatif interaktif sengaja dipilih karena penulis menganggap bahwa karakteristiknya sangat cocok dengan masalah yang menjadi fokus penelitian. Alwasilah (2006:104-107) sejalan dengan pemikiran Guba dan Lincoln mengungkapkan bahwa terdapat 14 karakteristik pendekatan kualitatif yaitu; Latar alamiah; Manusia sebagai instrumen; Pemanfaatan pengetahuan non-proporsional; Metode-metode kualitatif; Sampel purposif; Analisis data secara induktif; Teori dilandaskan pada data di lapangan; Desain penelitian mencuat secara alamiah; Hasil penelitian berdasarkan negosiasi; Cara pelaporan kasus; Interpretasi idiografik; Aplikasi tentatif; Batas penelitian ditentukan fokus; Keterpercayaan dengan kriteria khusus.

2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data utama dalam konteks penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan yang dilakukan oleh warga SMK SPP Tanjungsari Sumedang Jawa Barat, khususnya guru mata pelajaran kewirausahaan dan siswanya yang menjadi


(23)

127 subjek penelitian. Selain itu, dimanfaatkan pula berbagai dokumen resmi yang mendukung seperti Laporan Analisis Konteks SMK SPP Tanjungsari, Dokumen I Kurikulum SMK SPP Tanjungsari, Dokumen II SMK SPP Tanjungsari, dan grand

design pengembangan sumberdaya pertanian dari Kementrian Pertanian. Hal

tersebut merujuk kepada ungkapan Moleong (2007:157-158) yang sejalan dengan pemikiran Lofland dan Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, sumber data tertulis lainnya, foto, dan statistik.

Sementara sumber data yang diperlukan dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari subyek penelitian yaitu guru mata pelajaran kewirausahaan, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Tenaga Kependidikan, dan Siswa. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen resmi maupun tidak resmi yang berhubungan dengan materi penelitian dan mendukung data primer. Secara rinci sumberdata yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Pernyataan langsung dari sumber primer berupa kata-kata yang digali melalui wawancara, pernyataan tertulis melalui angket terbuka, karya tulis buku atau makalah dari subjek penelitian.

b. Tindakan, diperoleh dari pengambilan keputusan, pelaksanaan tugas dan lain-lain yang dapat dikumpulkan melalui observasi dan partisipasi, tindakan tersebut berkaitan dengan proses pembelajaran nilai-nilai catur gatra, sesuai dengan masalah dan focus penelitian yang telah ditetapkan;


(24)

128 c. Dokumen, berupa bahan tertulis atau gambar, seperti photo data statistik, catatan pribadi, bahan pameran dan lain-lain, dalam penelitian ini yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran nilai-nilai catur gatra yang telah dan sedang serta perencanaan untuk masa depan;

d. Peristiwa atau situasi yang berhubungan dengan kegiatan subjek penelitian dalam perencanaan dan peningkatan kualitas nilai-nilai catur gatra. Sesuai dengan harapan Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kementrian Pertanian.

Pencatatan sumber data utama melalui wawancara dan pengamatan berperanserta (observasi) merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya peneliti terhadap subyek penelitian di SMK SPP Tanjungsari Sumedang. Hal tersebut dilakukan secara sadar dan terarah karena memang direncanakan oleh peneliti. Terarah karena memang dari berbagai macam informasi yang tersedia tidak seluruhnya akan digali oleh peneliti. Senantiasa bertujuan karena peneliti memiliki seperangkat tujuan penelitian yang diharapkan dicapai untuk memecahkan sejumlah masalah penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, jumlah subjek penelitian lebih ditekankan kepada sumber data yang dapat memberikan informasi yang sesuai denga tujuan penelian. Sumberdata yang dipilih dalam studi ini seperti dikemukakan oleh Lefland (Moleong, 1989:122) yaitu sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dari tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.


(25)

129

FOKUS PENELITIAN

SUBJEK PENELITIAN • Peserta Didik

• Pendidik/Guru • Tenaga Kependidikan • Kepala Sekolah • Komite Sekolah

WAWANCARA, OBSERVASI, STUDI DOKUMENTASI, STUDI PUSTAKA DATA ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA MODEL PENDIDIKAN BERBASIS NILAI CATUR GATRA PADA

MATA PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI

SMK SPP TANJUNGSARI

MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BEBASIS NILAI CATUR GATRA MELALUI MATA

PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN UJI VALIDITAS, OBJEKTIFITAS DAN RELIABILITAS PENELITIAN PENGEMBANGAN MODEL

Rancangan penelitian yang dikembangkan dapat di gambarkan sebagai berikut:


(26)

130

B. Konsep Dalam Penelitian 1. Pengembangan Model

Pengembangan adalah upaya atau usaha yang disengaja agar sesuatu menjadi lebih maju atau sempurna dari sebelumnya, baik kuantitas maupun kualitas. (popon; 2009)

Elias MA (dalam Hasan, 2001;47) mengemukakan : “a model is a

representation is a real or a planned system” artinya model merupakan

pencerminan, penggambaran system yang ntara atau direncanakan. Model merupakan sebuah bentuk konstruksi yang dapat berwujud konsep atau maket yang menggambarkan secara lengkap sebuah pemikiran atau gambaran bentuk fisik sebuah benda dalam skala yang lebih kecil.

Murdick & Ross (1982:500) menyatakan model merupakan abstraksi realitas, suatu “penghampiran” kenyataan, sebab model tidak menceritakan perincian atau detail perencanaan tersebut, melainkan hanya porsi atau bagian-bagian tertentu yang penting saja, atau yang merupakan sosok kunci atau pokok

(Key Features). Model dapat diartikan juga sebagai sesuatu yang ideal dan sangat

wajar untuk ditiru. Dalam konteks penelitian ini, model yang dimaksud adalah model pendidikan nilai catur gatra melalui mata pelajaran kewirausahaan di lingkungan Sekolah Menengah Kejuuran (SMK) Sekolah Pembangunan Pertanian (SPP).

Produk akhir dari penelitian ini adalah berupa model pengembangan sebagai alternatif dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis nilai catur gatra bagi pembinaan sumberdaya manusia pertanian di lingkungan SMK SPP.


(27)

131

2. Pembelajaran Nilai

Pembelajaran menurut Hamalik (1995:57) adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran adalah siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide dan film, audio, serta video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri atas ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Sementara prosedur terdiri atas jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.

Sementara Djahiri (2007:1) mengartikan pembelajaran secara programatik dan prosedural. Secara programatik pembelajaran dimaknai seperangkat komponen rancangan pelajaran yang memuat hasil pilihan dan ramuan profesional perancang/guru untuk dibelajarkan kepada peserta didiknya. Rancangan ini meliputi 5 komponen (M3SE) yakni; (1) Materi atau bahan pelajaran, (2) Metode atau kegiatan belajar-mengajar, (3) Media pelajaran atau alat bantu, (4) Sumber sub 1-2-3, (5) Pola Evaluasi atau penilaian perolehan belajar. Secara prosedural, pembelajaran adalah proses interaksi/interadiasi antara kegiatan belajar siswa (KBS) dengan kegiatan mengajar guru (KMG) serta dengan lingkungan belajarnya (learning environment).

Sedangkan yang dimaksud dengan pembelajaran nilai dalam konteks penelitian ini adalah proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri peserta didik di lingkungan SMK SPP yang melibatkan seluruh komponen pembelajaran (1) Materi atau bahan pelajaran, (2) Metode atau kegiatan


(28)

belajar-132 mengajar, (3) Media pelajaran atau alat bantu, (4) Sumber sub 1-2-3, (5) Pola Evaluasi atau penilaian perolehan belajar di persekolahan. Pembelajaran nilai dapat diartikan juga sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Pembelajaran nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan yang dipraktikan di lingkungan SMK SPP.

3. Nilai-Nilai Catur Gatra

Grand design pengembangan sumberdaya manusia pertanian yang

dikeluarkan Kementrian Pertanianmenegaskan bahwa catur gatra merupakan ciri utama dari sosok manusia pertanian Indonesia. Sumberdaya manusia pertanian Indonesia dibangun dan dikembangkan diatas empat landasan filosofis yang disebut “Catur Gatra” meliputi; Berbudi pekerti luhur (morale); Rajin dan tekun

(diligent); Mampu bekerjasama (cooperative); dan Bersifat pembaharuan

(innovative).

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dimaksudkan sebagai alat pengumpul data seperti tes pada penelitian kuantitatif, adapun instrument utama (key instrument) dalam penelitian adalah peneliti itu sendiri, maksudnya bahwa peneliti langsung menjadi pengamat dan pembaca situasi pembudayaan nilai moral yang berlangsung di SMK SPP Tanjungsari Sumedang.

Peneliti sebagai pengamat dimaksudkan bahwa peneliti tidak sekedar melihat berbagai peristiwa dalam situasi pendidikan, melainkan memberikan interpretasi


(29)

133 terhadap situasi tersebut. Sebagai pengamat, peneliti berperanserta dalam kehidupan sehari-hari subjek penelitian pada setiap situasi yang diinginkan untuk dapat dipahami. Sedangkan yang dimaksud peneliti sebagai pembaca situasi adalah peneliti melakukan analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi tersebut, selanjutnya menyimpulkan sehingga dapat digali maknanya.

Moleong (2007:169-172) mengungkapkan bahwa ciri-ciri manusia sebagai instrumen mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Responsif. Manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan

terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai manusia ia bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya. Ia tidak hanya responsif terhadap tanda-tanda, tetapi ia juga menyediakan tanda-tanda kepada orang-orang. Tanda-tanda yang diberikannya biasanya dimaksudkan untuk secara sadar berinteraksi dengan konteks yang ia berusaha memahaminya. Ia responsif karena ia berusaha memahaminya. Ia responsif karena menyadari perlunya merasakan dimensi-dimensi konteks dan berusaha agar dimensi-dimensi itu menjadi ekplisit.

2. Dapat menyesuaikan diri. Manusia sebagai instrumen hampir tidak terbatas

dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data. Manusia sebagai peneliti dapat melakukan tugas pengumpulan data sekaligus.

3. Menekankan kebutuhan. Manusia sebagai instrumen memanfaatkan

imajinasi dan kreativitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu keutuhan, jadi sebagai konteks yang berkesinambungan dimana mereka


(30)

134 memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai sesuatu yang riel, benar dan mempunyai arti. Pandangan yang menekankan keutuhan ini memberikan kesempatan kepada peneliti untuk memandang konteksnya dimana ada dunia nyata bagi subjek dan responden dan juga memberikan suasana, keadaan dan perasaan tertentu. Peneliti berkepentingan dengan konteks dalam keadaan utuh untuk setiap kesempatan.

4. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki

oleh peneliti sebelum melakukan penelitian menjadi dasar-dasar yang membimbingnya dalam melakukan penelitian. Dalam prakteknya, peneliti memperluas dan meningkatkan pengetahuannya berdasarkan pengalaman-pengalaman praktisnya. Kemampuan memperluas pengetahuannya juga diperoleh melalui praktek pengalaman lapangan dengan jalan memperluas kesadaran terhadap situasi sampai pada dirinya terwujud keinginan-keinginan tak sadar melebihi pengetahuan yang ada dalam dirinya, sehingga pengumpulan data dalam proses penelitian menjadi lebih dalam dan lebih kaya.

5. Memproses data secepatnya. Kemampuan lain yang ada pada diri manusia

sebagai instrumen adalah memproses data secepatnya seteleh diperolehnya, menyusunnya kembali, mengubah arah inkuiri atas dasar penemuannya, merumuskan hipotesis kerja sewaktu berada di lapangan, dan mengetes hipotesis kerja itu pada respondennya. Hal demikian akan membawa peneliti untuk mengadakan pengamatan dan wawancara yang lebih mendalam lagi dalam proses pengumpulan data itu.


(31)

135

6. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan.

Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan lainnya, yaitu kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subjek atau responden. Sering hal ini terjadi apabila informasi yang diberikan oleh subjek sudah berubah, secepatnya peneliti akan mengetahuinya, kemudian ia berusaha menggali lebih dalam lagi apa yang melatarbelakangi perubahan itu. Kemampuan lainnya yang ada pada peneliti adalah kemampuan mengikhtisarkan informasi yang begitu banyak diceritakan oleh responden dalam wawancara. Kemampuan mengikhtisarkan itu digunakannya ketika suatu wawancara berlanngsung.

7. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan

idiosinkratik. Manusia sebagai instrumen memiliki pula kemampuan untuk

menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu, atau yang tidak lazim terjadi. Kemampuan peneliti bukan menghindari melainkan justru mencari dan berusaha menggalinya lebih dalam. Kemampuan demikian tidak ada tandingannya dalam penelitian mana pun dan sangat bermanfaat bagi penemuan ilmu pengetahuan baru.

C. Subjek Penelitian

Dalam konteks penelitian ini, secara umum penelitian ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam praktik pembalajaran nilai catur gatra melalui mata pelajaran kewirausahaan di lingkungan SMK SPP Tanjungsari. Sedangkan secara khusus mengkaji aktivitas pembelajaran nilai catur gatra yang dilakukan


(32)

136 oleh SMK SPP Tanjungsari Sumedang. Dengan demikian, satuan kajian dalam konteks penelitian ini adalah warga sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru mata pelajaran kewirausahaan, tenaga kependidikan, komite sekolah, siswa. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka ditetapkan kelompok-kelompok subjek penelitian sebagai berikut :

1. Peserta didik SMK SPP Tanjungsari kelas X, program keahlian Tanaman Pangan dan Hortikutura;

2. Guru pengajar mata pelajaran Kewirausahaan; 3. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum; 4. Tata Usaha;

5. Kepala Sekolah; 6. Komite Sekolah;

7. Pengelola Perpustakaan;

Subjek penelitian ini sekaligus menjadi sampel penelitian, yang akan dikembangkan secara purposive yaitu disesuaikan dengan tujuan, kemudian jumlah dan jenis yang dikembangkan secara snowball sampling hingga mencapai titik jenuh (S.Nasution, 2003;32)

D. Kisi-Kisi Penelitian

Proses pengumpulan data penelitian ini, mengacu pada kisi-kisi penelitian sebagai berikut :


(33)

137

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Penelitian

KISI-KISI PENGUMPULAN DATA

! " # $ % &" " " ' " ( ) (

( "" $ *+

, ( % &" " - " , & . /$ # $ % " "

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti menggunakan empat teknik yakni observasi/pengamatan berperanserta, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.

1. Teknik Observasi

Observasi merupakan kegiatan pengamatan sistematis dan terencana yang dimaksudkan untuk memperoleh data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya. Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan adalah observasi sambil partisipasi atau disebut juga pengamatan berperanserta, maksudnya peneliti mengamati sekaligus ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan responden. Peneliti berpartisipasi dalam kegiatan responden, dalam


(34)

138 hal ini Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran Kewirausahaan, Tenaga Kependidikan, Komite Sekolah, Siswa, dan Alumni tidak sepenuhnya artinya dalam batas tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara kedudukan peneliti sebagai orang luar (pengamat) dan sebagai orang yang ikut berpartisipasi dalam lingkungan pendidikan responden.

Selain sambil partisipasi, observasipun dilakukan secara terbuka, artinya diketahui oleh responden karena sebelumnya telah mengadakan survey

terhadap responden dan kehadiran peneliti ditengah-tengah responden atas ijin responden. Seperti dalam melakukan observasi kelas, peneliti meminta ijin dan membuat janji waktu yang tepat dengan pendidik kelas sehingga proses pengamatan atas sepengetahuan pendidik bersangkutan.

Terdapat beberapa alasan mengapa dalam penelitian ini pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya. Moleong (2007: 174-175) sejalan dengan pendapat Guba dan Lincoln memberikan sejumlah alasan sebagai berikut: a. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.

Pengalaman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakannya kepada subjek, tetapi karena ia hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut; jalan yang ditempuhnya adalah mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya.


(35)

139 b. Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

c. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

d. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. Kemungkinan keliru itu terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara, adanya jarak antara peneliti dan yang diwawancarai, ataupun karena reaksi peneliti yang emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan pengamatan.

e. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi, pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks.

f. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Selama melakukan pengamatan, peneliti mencatat setiap fenomena yang ditemukan dan sesampainya di rumah (pada malam hari) catatan yang dibuat pada saat di lapangan, langsung ditranskif ke dalam Catatan Lapangan


(36)

140 yang dibagi menjadi dua bagian, yakni catatan deskriptif dan catatan reflektif. Selanjutnya, dalam rangka mengkonfirmasi dan menindaklanjuti temuan-temuan pada saat observasi yang sudah dituangkan ke dalam catatan lapangan, maka peneliti selanjutnya melakukan proses wawancara terhadap kepala sekolah, guru mata pelajaran kewirausahaan, tenaga kependidikan, komite sekolah, siswa, dan alumni yang sudah direncanakan sebelumnya.

2. Teknik Wawancara

Dengan wawancara diharapkan dapat menjaring sejumlah data verbal mengenai persepsi informan maupun responden tentang dunia empirik yang mereka hadapi. Pemikiran, tanggapan, maupun pandangan yang diverbalisasikan akan lebih mudah dipahami oleh peneliti dibandingkan dengan bahasa (ekspresi) tubuh. Oleh karena itu, menurut Nasution (1996:69) teknik pengamatan saja tidak cukup memadai dalam melakukan suatu penelitian. Wawancara dilakukan secara mendalam (in-depth interview) dengan tetap berpegang pada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan. Hal ini dilakukan agar arah percakapan tidak terlalu menyimpang dari data yang digali, juga untuk menghidari terjadinya bias penelitian. Untuk mendapatkan validitas informasi maka pada saat wawancara berlangsung, peneliti berusaha membina hubungan baik dengan cara menciptakan iklim saling menghargai, saling mempercayai, saling memberi dan menerima.

Menurut Alwasilah (2006:195) yang sejalan dengan pendapat Lincoln dan Guba bahwa terdapat lima langkah penting dalam melakukan wawancara, yakni:


(37)

141 a. Menentukan siapa yang akan diinterviu;

b. Menyiapkan bahan-bahan interviu; c. Langkah-langkah pendahuluan;

d. Mengatur kecepatan menginterviu dan mengupayakan agar tetap produktif;

e. Mengakhiri interviu.

Berdasarkan langkah-langkah yang diungkapkan oleh Alwasilah di atas, langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan siapa yang akan di wawancara, hal ini dilaksanakan setelah dilakukan observasi pendahuluan di sekitar lingkungan SMK SPP Tanjungsari.

Setelah orang yang akan diwawancara jelas, selanjutnya peneliti menyusun pedoman wawancara sebagai kompas dalam praktik wawancara agar senantiasa terarah kepada fokus penelitian. Dalam praktiknya, pertanyaan terlontar secara sitematis sesuai dengan pedoman, namun tidak jarang ditambahkan beberapa pertanyaan tambahan atas fenomena baru yang mencuat. Pedoman wawancara isinya mengacu kepada rumusan masalah, hasil observasi dan hasil wawancara sebelumnya. Sementara ruang lingkup pedoman wawancara berbeda setiap sasaran responden yang diwawancarai (lihat lampiran).

Dalam penelitian ini, teknik wawancara dilakukan untuk melengkapi data-data hasil observasi. Wawancara dilakukan terhadap subyek penelitian yang dalam hal ini kepala sekolah, guru mata pelajaran kewirausahaan, tenaga kependidikan, komite sekolah, siswa, dan alumni. Teknik wawancara yang


(38)

142 dilaksanakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, yakni wawancara yang dilakukan untuk menanyakan permasalahan-permasalahan seputar pertanyaan penelitian dalam rangka memperjelas data atau informasi yang tidak jelas pada saat observasi/pengamatan berperanserta.

3. Teknik Dokumentasi

Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Di samping itu Nasution (1996:86) mengungkapkan bahwa dokumen dapat memberikan latar belakang yang luas mengenai pokok penelitian, dan dapat dijadikan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data. Dokumen dapat dipandang sebagai info yang dapat membantu dalam menganalisis dan menginterpretasi data.

Dalam konteks penelitian ini, teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui dokumen tentang bagaimana proses pembelajaran nilai catur gatra di SMK SPP Tanjungsari Sumedang sebelum penelitian dilaksanakan. Dokumen diperoleh dari kepala sekolah, guru mata pelajaran, komite sekolah, tenaga kependidikan, pembina ekstrakurikuler, siswa dan alumni.

4. Teknik Studi Pustaka

Studi pustaka dilaksanakan untuk mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan pendidikan umum, pendidikan nilai-moral, pendidikan pada sekolah dasar, strategi belajar mengajar, kewirausahaan, dan metode penelitian pendidikan


(39)

143 Dalam memperoleh data-data ilmiah ini, penulis mengkaji referensi-referensi kepustakaan dari perpustakaan Universitas Pendidikan Indonseia (UPI), perpustakaan Program Studi Pendidikan Umum/Nilai SPS UPI, perpustakaan SMK SPP Tanjungsari Sumedang, perpustakaan pribadi penulis, internet, majalah, koran dan sumber lainnya.

5. Tahapan-Tahapan Penelitian

Tahapa-tahapan yang ditempuh dalam penelitian ini merujuk kepada tiga tahapan penelitian kualitatif yang disarankan Nasution (2003 : 33). Ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap orientasi, tahap ini diperlukan untuk mempertajam pemaknaan peneliti terhadap informasi yang dapat membantu dalam pemecahan masalah, termasuk wawancara pendahuluan. Informasi yang diperoleh dianalisis untuk menemukan hal-hal yang bersifat ekstrim, menarik perhatian dan berguna dalam penelitian. Moleong (1999:85) menyebut tahap ini sebagai tahap pralapangan. Tahap ini pada dasarnya merupakan orientasi lapangan, peneliti berusaha menjajagi hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, untuk kemudian mencoba menghubungkannya dengan masalah penelitian sebagaimana telah digambarkan oleh peneliti. Secara umum terdapat beberapa hal pokok yang dilakukan pada tahap ini, yakni menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus izin, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, dan menyiapkan peralatan penelitian. Tahap ini pun sekaligus menjadi landasan bagi peneliti dalam mengatur strategi kegiatan untuk tahap berikutnya. Pada


(40)

144 tahap ini, penelitian melakukan diskusi informal dengan beberapa warga sekolah, khususnya dengan kepala sekolah beberapa pendidik yang ada di sekolah.

b. Tahapan eksplorasi, diperlukan untuk mempertajam fokus penelitian. Observasi dipusatkan pada hal-hal yang relevan dan fokus penelitian, demikian halnya untuk kegiatan wawancara lebih ditujukan kepada responden yang benar-benar kompoten; Moleong (1999:85) menyebutnya sebagai tahap pekerjana lapangan. Tahap ini disebut juga tahap eksplorasi karena pada tahap ini peneliti mulai menggali informasi/data secara intensif sesuai dengan teknik pengumpulan data yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada tahap ini peneliti mulai melibatkan diri pada latar penelitian (setting) dan membina hubungan baik dengan anggota sistem sosial bersangkutan.

Peneliti mencoba untuk memahami latar penelitian, mengembangkan hubungan yang akrab dengan responden, mempelajari bahasa responden, memetakan peranan, serta berperanserta sambil mengumpulkan data. Secara lebih rinci, berikut fokus utama yang menjadi sasaran pada tahap kedua ini: 1) Menggali apakah warga sekolah, khususnya kepala sekolah dan guru mata

pelajaran kewirausahaan mengetahui dan memahami nila-nilai catur gatra sebagaimana yang dikembangkan oleh Badan Pengembangan Sumberdaya Pertanian Kementrian Pertanian.

2) Meneropong implementasi model pembelajaran berbasis nilai-nilai catur gatra melalui mata pelajaran kewirausahaan yang dikembangkan di SMK SPP Tanjungsari Sumedang,


(41)

145 3) Mengumpulkan data empiris yang dapat mendukung upaya perumusan model pengembangan pembelajaran berbasis nilai catur gatra yang dapat dipraktikan di lingkungan SMK SPP.

c. Tahapmember check” dimana data terkumpul baik melalui pengamatan maupun wawancara, dianalisis kemudian dibagikan kepada responden yang bersangkutan untuk dibaca dan dinilai sesuai dengan informasi yang diberikan masing-masing. Tujuan “member check” ialah agar responden dapat mengecek kebenaran data lapangan yang disusun peneliti sesuai dengan data yang diberikannya.

Setelah tiga tahapan di atas terlewati, selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian. Dalam praktiknya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Kategorisasi dan Kodifikasi.

Pada tahap ini data yang telah terkumpul ditulis dalam bentuk kartu data, kemudian dikategorisasikan dengan pembubuhan kode, tentunya pengkodean dengan pembubuhan kode dan disesuaikan dengan pedoman kode yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kategori dan kodefikasi data ini diperlukan untuk memudahkan dalam interprestasi dan verifikasi data selanjutnya (Alwasilah, 2003:160);

2) Reduksi Data

Pada tahap ini data yang terkumpul dari lapangan setelah di kategorisasikan kemudian dikodefikasikan dalam bentuk laporan yang rinci, kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok dan difokuskan pada hal-hal


(42)

146 penting. Data yang tidak relevan dengan hal-hal penting menurut penelitian ini direduksi dan dieleminir untuk disisih dari proses pengolahan selanjutnya;

3) Display dan Klasifikasi Data

Tahap ini untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu, maka akan dilakukan klasifikasi dengan menggunakan berbagai matriks. Dengan berbagai matriks dibuat, paling tidak dapat membantu peneliti untuk memudahkan dalam melihat temuan penelitian secara holistik;

4) Analisis dan Interpretasi Data.

Proses analisis dan interpretasi data dilakukan oleh peneliti baik di lokasi maupun di luar lokasi penelitian. Sekumpulan data hasil wawancara dan pengamatan yang bersifat abstrak dan fenomenologis langsung dianalisis dan diinterpretasikan dengan mengkodifikasi dan mengklasifikasi data kasus perkasus. Adapun khusus data-data yang dijaring melalui studi dokumentasi dianalisis di luar lokasi penelitian.

Proses analisis data dalam studi ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang berhasil dikumpulkan, baik dari hasil wawancara, pengamatan, maupun dari studi dokumentasi. Data-data tersebut sudah tentu masih berupa tumpukan data mentah yang tidak mungkin untuk ditransfer secara langsung ke dalam laporan penelitian. Tumpukan data tersebut diramu menjadi catatan lapangan yang didalamnya dikelompokkan menjadi catatan deskpriptif dan catatan reflektif.

Proses pembuatan catatan lapangan memerhatikan hal-hal yang diungkapkan oleh Moleong (2006: 216-217) sebagai berikut:


(43)

147 a) Pencatatan awal. Pencatatan ini dilakukan sewaktu berada di latar penelitian dengan jalan menuliskan hanya kata-kata kunci pada buku-nota. b) Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal.

Pembuatan catatan ini dilakukan dalam suasana yang tenang dan tidak ada gangguan. Hasilnya sudah berupa catatan lapangan lengkap.

c) Apabila waktu ke lapangan penelitian kemudian teringat bahwa masih ada yang belum dicatat dan dimasukkan dalam catatan lapangan, dan hal itu dimasukkan.

Data yang sudah tertuang dalam catatan lapangan selanjutnya dianalisis untuk kepentingan pengembangan teori atau penemuan teori baru. Menurut Moleong (2007: 248) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menata data secara sistematis. Maksudnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya. Langkah pertama dalam pengolahan data yang sudah dituangkan dalam catatan lapangan adalah membuat koding atas fenomena yang ditemukan, selanjutnya membuat kategorisasi dan pengembangan teori.

Penelitian kulitatif pada umumnya menggunakan prosedur yang umum dan langkah-kangkah dalam analisis data. Cara yang ideal adalah dengan


(44)

148 mencampurkan prosedur umum dangan langkah-langkah khusus. Ringkasan proses analisis data dapat dilihat pada gambar 3.2.(Creswell:2007)

Gambar.3.2 mengilustrasikan pendekatan lienear dan hierarkis yang dibangun dari bawah keatas, tetapi didalam praktiknya pendekatan ini lebih interaktif; beragam tahap saling berhubungan dan tidak harus selalu sesuai dengan susunan yang telah disajikan pendkeatan tersebut dapat dijabarkan lebih detail dalam langkah-langkah analisis berikut :

Langkah 1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan transkripsi wawancara, men-scaning materi, mengetik data lapangan, atau memilah milah dan menyusun data tersebut kedalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi.

Langkah 2. Membaca keseluruhan data. Langkah pertama adalah membangun general sense atas informasi yang diperoleh dan merepleksikan maknanya secara keseluruhan.

Langkah 3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data.

Coding merupakan proses mengolah materi / informasi menjadi

segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya (Rosman &Rallis,1998;171). Langkah ini melibatkan beberapa tahap : mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama proses pengumpulan, mengsegmentasi kalimat-kalimat (atau paragraf-paragraf) atau gambar-gambar tersebut ke dalam kategori-kategori, kemudian melabeli kategori ini dengan istilah-istilah khusus, yang seringkali didasarkan pada istilah/ bahasa yang benar-benar berasal dari partisipasin (disebut istilah in vivo).


(45)

149

Gambar 3.2: Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif

Berdasarkan bagan tersebut dapat diketahui bahwa dalam studi kualitatif, analisis data adalah sebuah proses sistematik yang bertujuan untuk menyeleksi, mengkategori, membandingkan, mensintesa, dan menginterpretasi data untuk membangun suatu gambaran komprehenshif tentang fenomena yang sedang diteliti.

McMillan dan Schumacher (2001:463) mengungkapkan bahwa proses analisis data kualitatif pada dasarnya berlangsung secara berulang (cyclical) dan terintegrasi ke dalam seluruh tahapan penelitian. Analisis data sudah

Menginterprestasi tema-tema/ deskripsi-deskripsi

Menghubungkan tema-tema / deskripsi - deskripsi

Deskripsi Tema-tema

Memvalidasi keakuratan informasi

Data mentah (transkipsi, data lapangan, gambar dan sebagainya) Mengolah dan mempersiapkan data

Untuk dianalisis Membaca keseluruhan

data Men-coding data


(46)

150 dilakukan peneliti sejak penelitian berlangsung hingga masa akhir pengumpulan data. Karena itu, ketika menganalisis data penelitian ini, peneliti berulang ulang bergerak dari data deskriptif ke arah tingkat analisis yang lebih abstrak, kemudian kembali lagi pada tingkat abstraksi sebelumnya, memeriksa secara berulang analisis dan interpretasi yang telah dibuat, bernegosiasi kembali ke lapangan untuk memeriksa secara cermat data yang masih memerlukan tambahan informasi dan demikian seterusnya.

Dalam konteks penelitian ini, peneliti mengadaptasikan analisis data kualitatif sebagaimana disarankan oleh McMillan dan Schumacher (2001:466), yaitu:

a) Inductive analysis, yaitu proses analisis data yang dilakukan dengan

mengikuti langkah-langkah cyclical untuk mengembangkan topik, kategori, dan pola-pola data guna memunculkan sebuah sintesa deskriptif yang lebih abstrak.

b) Interim analysis, yaitu melakukan analisis yang sifatnya sementara selama

pengumpulan data. hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat berbagai keputusan dalam pengumpulan data dan mengidentifikasi topik dan pola-pola yang muncul secara berulang. Dalam analisis ini, teknik yang peneliti gunakan mengadopsi strategi yang disarankan McMillan dan Schumacher yaiut:

c) Meninjau semua data yang telah dikumpulkan yang berkaitan dengan topik. Penekanan yang diberikan disini bukanlah pada makna topik, tetapi


(47)

151 pada upaya memperoleh sebuah perspektif global mengenai jajaran topik-topik data.

d) Mencermati makna-makna yang berulang dan bisa dijadikan sebagai tema atau pola-pola utama. Tema-tema bisa didapatkan dari bahasan dan percakapan dalam latar sosial, aktivitas yang berulang, perasaan, dan apa-apa yang dikatan orang. Untuk membuat tema, peneliti memberi komentar terhadap temuan dalam catatan pengamatan, mengelaborasi hasil wawancara, dan mereflesikan rekaman rekaman data.

e) Berfokus kepada masalah utama yang menjadi fokus penelitian. Karena kebanyakan data kualitatif bersifat terlalu luas dan bisa memunculkan beberapa studi, maka penelitian harus mempersempit fokus untuk analisis datanya secara intensif.

Langkah terakhir setelah data dianalisis dan diinterpretasikan adalah memadukan data dengan teori-teori yang relevan dan konsepsi penulis tentang permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Dalam konteks penelitian ini, langkah terakhir penelitian diarahkan kepada proses pengembangan model pembelajaran berbasis nilai catur gatra di SMK SPP Tanjungsari Sumedang

5) Membuat Verifikasi, Kesimpulan, dan Rekomendasi.

Dalam penelitian ini pengambilan kesimpulan dikembangkan sejak awal dan terus menerus dikembangkan serta diverifikasi selama penelitian berlangsung sehingga membentuk grounded theory. Sedangkan rekomendasi ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam praktik pengembangan pembelajaran


(48)

152 berbasis nilai catur gatra di lingkungan SMK SPP serta bagi para peneliti selanjutnya.

6) Validitas, Objektifitas dan Reliabilitas Penelitian

Agar nilai kebenaran secara ilmiahnya dapat teruji serta memiliki nilai keajegan, maka dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas data yang ditemukan dari lapangan.

1) Validitas dan Objektifitas.

Validitas merupakan kebenaran dan kejujuran sebuah deskpripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran dan segala jenis laporan. Pengujian validitas penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik, Alwasilah (2006:175-184) mengungkapkan bahwa terdapat 14 teknik dalam menguji validitas penelitian kualitatif sebagai berikut: 1) Pendekatan Modus Operandi (MO); 2) Mencari bukti yang menyimpang dan kasus negatif; 3) Triangulasi; 4) Masukan, asupan atau feedback; 5) Mengecek ulang atau member ckecks. 6) ”Rich” data atau data yang melimpah. 7) Quasi-statistics; 8) Perbandingan; 9) Audit; 10) Obervasi jangka panjang (long-term observation); 11) Metode partisipatori (participatory mode of research); 12) Bias penelitian; 13) Jurnal reflektif (Reflective Journal); 14) Catatan pengambilan keputusan.

Sementara McMillan dan Schumacher (2001) mengemukakan sepuluh kombinasi strategi yang bisa digunakan peneliti kualitatif untuk memperkaya validitas data penelitiannya. Secara umum kesepuluh kombinasi strategi tersebut dapat dikemukakan pada tabel berikut:


(49)

153

Tabel 3.2

Sepuluh Strategi Kombinasi untuk Memperkaya Validitas Data Penelitian (McMillan dan Schumacher, 2001)

Strategi Deskripsi

Berlama-lama menetap di lapangan Melakukan analisis data sementara dan bukti-bukti yang menguatkan untuk menjamin kesesuaian antara berbagai temuan dengan keadaan partisipan yang sebenarnya

Strategi multi metode Melakukan triangulasi dalam pengumpulan dan

analisis data

Menghitung secara kata demi kata Mencari berbagai statement literal dan

deskripsi yang rinci tentang sejumlah orang dan situasi

Membuat kesimpulan dasar mengenai descriptor

Merekam secara utuh, literal dan rinci berbagai deskripsi tentang sejumlah orang dan situasi

Tim peneliti Menyepakati deskripsi data yang telah

dikumpulkan dengan tim peneliti

Merekam data secara mekanis Menggunakan tape recorder, photo dan video

Multiple penelitian Merekam berbagai persepsi partisipan dari

diare atau catatan anekdot untuk menguatkan bukti

Mengecek informasi Secara informal mengecek data kepada

partisipan untuk menjamin akurasi semua data yang telah dikumpulkan: sering dilakukan dalam studi-studi partisipatif.

Mereview partisipan Menanyakan kepada semua partisipan tentang

semua sintesa yang direview peneliti untuk menjamin akurasi data: sering dilakukan dalam studi-studi interview

Kasus negative Secara aktif meneliti, merekam, menganalisa,

dan melaporkan kasus-kasus negative atau data yang tidak sesuai dengan pola atau menemukan sejumlah pola yang telah dimodifikasi.

Berdasarkan yang diungkapkan oleh para ahli di atas, maka dalam konteks penelitian ini ditetapkan enam strategi yang peneliti gunakan untuk menjamin validitas data penelitian, yaitu:

a) Berlama-lama atau memperpanjang waktu dalam mengumpulkan data di lapangan, hal ini dimaksudkan agar peneliti bisa melakukan pengamatan secara intens dan mendapat sebanyak mungkin bukti-bukti yang menguatkan


(50)

154 untuk menjamin kesesuaian antara berbagai temuan dengan keadaan partisipan yang sebenarnya.

b) Melakukan triangulasi dalam pengumpulan dan analisis data. Hal ini dilakukan untuk mengecek data kepada partisipan guna menjamin akurasi semua data yang telah dikumpulkan.

c) Member checks, yaitu membawa data dan interpretasi data tersebut kembali

kepada partisipan dan menanyakan kepada mereka apakah data dan penafsiran yang dibuat sudah benar atau sudah sesuai dengan makna sebagaimana dipahami partisipan.

d) Secara aktif meneliti, merekam, dan menganalisa kasus-kasus negative atau data yang tidak sesuai dengan telaah konseptual mengenai pembelajaran nilai catur gatra di SMK SPP Tanjungsari Sumedang,

e) Expert croos check, yaitu berkonsultasi dan melakukan konsultasi dengan

para ahli, yaitu promotor, ko promotor, dan anggota promotor untuk membantu peneliti dalam mengidentifikasi, memahami, menganalisis, dan menarik kesimpulan yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Selanjutnya untuk memonitor dan mengevaluasi pengaruh subjetivitas dan perspektif peneliti agar objektivitas data bisa dijamin, maka strategi yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

a) Berdiskusi dengan promotor, ko promotor, anggota promotor dan teman sejawat untuk memfasilitsai logika analisis data dan interpretasi. Promotor dan teman sejawat terus dilibatkan dalam berbagai diskusi mengenai analisis


(51)

155 awal dan strategi berikutnya untuk menghimpun dan membuat pola-pola data.

b) Melengakapi semua catatan lapangan dengan tanggal, waktu, temat, orang dan berbagai aktivitas untuk mendapatkan akses informasi lalu manata rapi setiap data yang telah dikumpulkan.

c) Memperkuat bukti-bukti formal terhadap temuan awal dengan cara melakukan konfirmasi formal terhadap aktivitas pengumpulan data, pengamatan dan wawancara, yang dilakukan dengan individu-individu yang kaya akan informasi yang dibutuhkan.

d) Melakukan self critique guna menghindari opini, kecenderungan, dan persepsi pribadi peneliti dalam memahami dan memaknai data-data penelitian.

Reliabilitas

Reliabilitas mengukur sejauhmana temuan-temuan penelitian dapat direplikasi, jika penelitian tersebut dilakukan ulang, maka hasilnya akan tetap. Alwasilah (2006:187) sejalan dengan Guba dan Lincoln mengungkapkan bahwa tidak perlu untuk mengekplisitkan persyaratan reliabilitas, mereka menyarankan penggunaan istilah dependedability atau consistenscy, yakni keterhandalan atau keistiqomahan. Untuk meningkatkan tingkat reliabilitas dari penelitian ini, penulis menggunakan serangkaian uji yakni triangulasi, member checks, dan metode partisipatori.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Umum

Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya tampak bahwa nilai-nilai catur gatra (budi pekerti, rajin dan tekun, kerjasama dan pembaharu) belum tampak dalam hasil yang maksimal. Untuk menghasilkan sesuai yang diharapkan dalam pembentukan peserta didik yang berhasil guna terbentuk internalisasi nilai catur gatra, maka pola pendidikan yang diterapkan harus adanya perubahan dalam pola pembelajaran yang lebih kreatif, serta pembiasaan menjadi sistem budaya dan tenaga pendidik dituntut untuk lebih terdepan dalam berperilaku sebelum ditranferkan kepada peserta didik, maka akan membentuk suatu sistem sosial perilaku yang benar.

B. Kesimpulan Khusus

1. Nilai-nilai catur gatra (berbudi pekerti luhur, tekun dan kerja keras, kemampuan bekerjasama, dan memiliki sifat inovatif) diimplementasikan melalui pengembangan dua pendekatan utama, Pertama; pendekatan integrasi dalam kurikulum formal, baik melalui program keahlian normatif, adaftif, maupun produktif serta melalui pemanfaatan program pendidikan sistem ganda/program praktek kerja industri dan program pendidikan kecakapan hidup. Kedua, melalui pendekatan pengembangan diri yang terdiri atas pengembangan kreativitas dan bimbingan karier serta pengembangan program esktrakurikuler.


(53)

318 2. Terdapat perbedaan prestasi hasil belajar nilai catur gatra setelah pemberlakuan model pengembangan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan peserta didik yang lebih meningkat dari perlakuan sebelumnya.

3. Proses pendidikan nilai berbasis catur gatra melalui mata pelajaran kewirausahaan di SMK SPP Tanjungsari secara implisit lebih banyak dikembangkan di kelas X, hal tersebut tampak dalam rancangan tujuan, materi, metode, media, sumber dan evaluasi yang dikembangkan guru. Namun demikian, berdasarkan rancangan komponen-komponen pembalajaran tersebut diketahui pula bahwa proses pendidikan nilai catur gatra yang dilakukan masih menitikberatkan kepada proses transformasi of

knowledge, guru belum banyak memahami tentang pendekatan-pendekatan

pendidikan nilai yang dapat menjadikan para siswa dapat memahami, mengalami dan mengintegrasikan nilai-nilai catur gatra ke dalam kepribadiannya. Para siswa baru menjadikan berbudi pekerti luhur, tekun dan kerja keras, kemampuan bekerjasama, dan memiliki sifat inovatif sebagai pengetahuan, belum terintegrasi ke dalam sikap (kepribadian) dan keterampilannya.

4. Model pengembangan yang dapat menjadi rujukan bagi guru mata pelajaran kewirausahaan di SMK SPP secara umum dibagi menjadi tiga tahap pengembangan, pertama pengembangan dalam aspek perencanaan pembelajaran, kedua pengembangan dalam pelaksanaan pembelajaran,


(54)

319 ketiga pengembangan dalam proses evaluasi pembelajaran. Pada tahap perencanaan, internalisasi nilai-nilai catur gatra dikembangkan sejak dirumuskannya perangkat utama perencanaan pembelajaran yang dikembangkan guru, yakni analisis/pemetaan SK/KD, analisis tujuan mata pelajaran, analisis SKL mata pelajaran, program tahunan, program semester, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan kriteria ketuntasan minimal (KKM). Dalam tahap pelaksanaan, guru mata pelajaran kewirausahaan harus meramu tujuan, materi, metode, media, sumber dan evaluasi yang secara implisit menegaskan tentang nilai-nilai catur gatra dengan dukungan teori-teori pendidikan nilai. Dalam tahap ini pula harus secara tegas dikondisikan tengan peran guru dan siswa karena pembelajaran pada dasarnya merupakan keterpaduan antara kegiatan guru dan siswa. Adapun dalam tahap evaluasi, baik dalam evaluasi proses maupun evaluasi hasil, harus diramu instrumen evaluasi yang dapat menilai tiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotor) secara koheren, khususnya ranah afeksi yang selama ini belum disentuh oleh guru mata pelajaran kewirausahaan. Dengan tiga tahap tersebuh diharapkan dapat dihasilkan profil siswa yang sesuai dengan SKL mata pelajaran kewirausahaan disertai empat filosofi catur gatra yang melekat dalam kepribadiannya.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2005). Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam Meningkatkan Perilaku Nilai Moral Siswa. Dosetasi Doktor pada SPS UPI Program Studi Pendidikan Umum/Nilai. Tidak diterbitkan

Anurrahman. (2009). Eksistensi dan Arah Pendidikan Nilai. Pontianak: STAIN Pontianak Press

Archambault, D. Reginald. (1974) John Dewey On Education. The University of Chicago Press. Chicago and London

Arikunto, Suharsimi. (2006). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Alwasilah, Chaedar. (2002) Pokoknya Kualitatif Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya

Bartens, K. (2000) Etika, (Cet. ke-lima). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

BSNP. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No.13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Jakarta: BSNP

BSNP. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No.16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: BSNP

Bodenheimer, Edgar. (1962) Jurisprudence The Philosophy and Methode of the Law, Massachusetts: Harvard University Press.

Cohen, Stanley (1972) Folk Devils and Moral Panics; The Creation of the Mods and Rockers. London: McGibbon & Kee,

Comb, Arthur, W. (1978). Affective Education or None At All, Values Education Journal.

Creswell, J,W (2007). Qualitative Inguiry and Research Design: Choosing among Five Approaches (3rd ed) Thousand Oaks, CA: Sage.

Darmadi, Hamid. (2007). Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta. Dewey, John, (1922) Human Nature and Conduct, New York, Modern Library. Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Pedoman Pendidikan Budi Pekerti

pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Buku I. Jakarta:


(2)

Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Pedoman Penciptaan Suasana Sekolah yang Kondusif dalam Rangka Pembudayaan Budi Pekerti Luhur bagi Warga Sekolah. Buku II. Jakarta: Depdiknas.

Djahiri, A.K .(2007). Kapita Selekta Pembelajaran. Bandung: Lab PMPKN FPIPS UPI Bandung

...(1995). Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai-Moral PVCT. Bandung: Lab PMPKN FPIPS UPI Bandung

Frondizi, Risieri, (2001) Pengantar Filsafat Etika, Terjemahan Cuk Ananta Wijaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Frondizi Risieri. (2001). Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Fuad Ihsan.(2001). Dasar-dasar kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta.

1

Dalam Fuad Ihsan ...ibid., 2 2

Dalam Fuad Ihsan ...ibid., 3

Gandal, J.E. dan Finn,E.S. (1992). Education for Democracy, Calabasas: CCE. Gerald Zaltman and Robert Ducan (1977) Strategies for Planned Change. A

Willey-Interscience Publication John Wiley and Sons, New York, London, Sydney, Toronto

Gramlich, Anderson & Mandelbaum. 1958, Philosophic Problem, Macmillian Company. New York

Hadiwardoyo, Purwa, (1990) Moral dan Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius Hamalik Oemar. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Hasan, H,S. (1994) Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta; Proyek Pendidikan Tenaga

Akademik.

Johnson & Johnson, (1994) Cooperative Learning in the class room. Virginia, Association for supervision and curriculum development.

Johnson,P (1986) Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta: Gramedia

Kaplan, Abraham. (1964). The Conduct of Inquiry: Methodology for Behavioral Science. Scranton: An ntex Publisher


(3)

Kementrian Pertanian. (2010). Rencana Strategis Tahun 2010-2014 Badan

Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian.

Keosoema, Doni. (2009). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo

Keosoema, Doni (2007). Pendidikan Karakter, strategi mendidik anak di zaman gobal. Jakarta: Grasindo

Keosoema, Doni. (2009). Pendidikan Karakter di zaman keblinger. Jakarta: Grasindo

Keosoema, Doni. (2010). Pendidikan Karakter Integral. Kompas, 11 Februari 2010

Kniker, Charles, K. (1977) You and Values Education. , Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company

Kohlberg, Lawrence, (1981) Essay on Moral Development, The Philosophy of Moral Development, (Volume I). San Fransisco: Harper & Row Publisher. Latif, Abdul. (2007). Pendidikan Berbasis Nilai Masyarakat. Bandung: Refika

Aditama

Lickona, Thomas, (1992) Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibilit. New York: Bantam Books.

Maftuh Bunyamin. (2009). Bunga Rampai Pendidikan Umum dan Pendidikan

Nilai. Bandung:Prodi Pendidikan Umum/Nilai SPS UPI

Megawangi Ratna. (2004). Pendidikan Karakter solusi yang tepat untuk membangun bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Foundation.

McMillan, James H. dan Schumacher. (2001). Research in Education A Conceptual Introduction. Fith Edition. New York: Addison Wesley Longman, Inc

Moleong Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya

Mulyana Rahmat. (2004) Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Munir Abdulah. (2010). Pendidikan Karakter Membangun Karakter anak sejak dari rumah. Yogyakarta: Pedagogia


(4)

Munandar Sinis. (2001). Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Masa Depan (makalah).tidak diterbitkan

Murdick, Robert G and J.E Ross (1982) Information system for management. Edisi ke-2 New Delhi : poentuce – Hall of Inda

Nasoetion Andi Hakim, dkk (2001). Pendidikan,Agama dan Akhlak bagi Anak dan Remaja. Ciputat: Logos Wacana Ilmu

Nata Abuddin. et.al . (2002). Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Nuraida Marlin. (2006). Efektivitas Implementasi Pendidikan Sistem Ganda pada SMK (Tesis). SPS UPI

Nurul Zuriah. (2010) Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nuryatno, M Agus. Refleksi Pendidikan Bersama Paulo Freire Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/05/opini/275458.htm

Notonagoro (1984) Pancasila Dasar Filsafat Negara. Jakarta: PT Bina Aksara, (cetakan VI).

Phenix Philip H. (1964) Realms of Meaning. New York San Francisco Toronto London: McGraw-Hill Book Company.

Puspoprodjo, W. (1999), Filsafat moral, Kesusilaan Dalam Teori dan Praktek, , Bandung: Pustaka Grafika

R.G. Havelock & A.M. Huberman. (1978) Solving Educational Problems, Praegar Publisher, A. Division of Holt, Rinehart and Winston, CBS, Inc New York

Rachels, James, (2004) Filsafat Moral.Jogyakarta: Kanisius

Rahmadani D, (2005) Implementasi Pendidikan Nilai dalam Mata Kuliah MKDU,

Disertasi UPI SPS; Bandung

Rath, Louis, et al. (1977) Values and Teaching, Working with Values in the

Classroom.Columbus: Charles E. Merril Publishing Comapany.

Ratna Megawangi, (2005) Membangun SDM Indonesia Melalui Pendidikan Holistik Berbasis Karakter.


(5)

Rossman. G., & Rallis S.F (1998). Learning in the field: An Introduction to Qualitative Research. Thousand Oaks, CA: Sage.

Rosyada, D. (2004). Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Kencana

Sanjaya, W (2006) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta; Kencana

Sauri, Sofyan. (2002). Pengembangan Strategi Pendidikan Berbahasa Santun. Disertasi Doktor pada SPS UPI Program Studi Pendidikan Umum/Nilai. Tidak diterbitkan.

Sauri, Sofyan. (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: Genesindo

Shaver, James P. Dan Strong William. (1982). Facing Value Decisions: Rationale-building for Teacher. New York and London: Teacher College Colombia University.

Somad, Abdul. (2007). Pengembangan Model Pembinaan Nilai-Nilai Keimanan dan Ketakwaan Siswa di Sekolah (Studi Kasus di SMA N 2 Kota Bandung). Disertasi Doktor pada SPS UPI Program Studi Pendidikan Umum/Nilai. Tidak diterbitkan

Sumaatmadja, Nursyid. (2002) Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi,

Bandung: Alfabet.

Sumantri, E (1993). Pendidikan Moral : Suatu tinjauan dari sudut Kontruksi dab Proposisi. IPS-UPI. Bandung

Sumarni, Popon (2009) Pengembangan model kegiatan ekstarkulikuler keagamaan dalam upaya penyempurnaan proses pendidikan agama islam di sekolah. Disertas Doktor pada SPS UPI Program Pendidikan Nilai. Sukmadinata, Nana Syaodih. (2008). Metode Peneltian Pendidikan. Bandung:

UPI-Rosda Karya

Sulhan Najib. (2010).Pendidikan Berbasis Karakter; Sinergi antara sekolah dan rumah dalam membentuk karakter anak. Surabaya: Jepe Press Media Utama

Suryana. (2001) Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat Suryana. (2009) Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat

Suwati. (2007). Sekolah Bukan untuk Mencari Pekerjaan. Bandung: Grafindo Media Pratama


(6)

Scheller, Max, (1954) Der Formalismus in der Ethik und die Materiale Wertethik, Bern: Franche-Verlag.

Simon, Sidney, B. Rath, Louis and Herminn, Merril, (1978) Values Clarification, A Handbook of Practical Strategies for Teacher and Student. New York: Dodd, Mead & Company.

Simanjuntak Henri. (2008). Efektivitas Implementasi Manajemen Pendidikan

Sistem Ganda terhadap Peningkatan Kualitas Siswa SMK (Tesis).

Bandung: SPS UPI

Strauss, A., & Corbin.J. (1998). Basic of qualitative Reaseaarch: Grounded theory Prosedur and Technique (2nd ed). Thousand Oaks, CA: Sage.

Tholkhah, Imam. (2008). Menciptakan Budaya Beragama di Sekolah. Jakarta: Al Ghazali Center

Tim Redaksi Fokusmedia. (2003). Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang

SISDIKNAS. Bandung: Fokusmedia

Titus, H, (1959). Living Issues in Philosophy. American Book Company. New York

Universitas Pendidikan Indonesia. (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI