ANALISIS GAMBAR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (AUTIS) SD PLUS AL-GHIFARI TAHUN AJARAN 2010-2011 KOTA BANDUNG.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga dia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan masyarakat. Perkembangan kualitas sumber daya manusia pada dasarnya terletak dalam penemuan serta pengembangan bakat-bakat kreativitas yang perlu dikenali dan dirangsang sejak dini. Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda dan oleh karena itu membutuhkan pendidikan yang berlainan.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 pasal 15 tahun 2003 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berlainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Sistem pendidikan luar biasa sesuai berdasarkan Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menegaskan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus


(2)

untuk mendapatkan kesempatam sama dengan anak lainnya dalam pendidikan. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan baru bagi pendidikan inklusif dan hal ini diperkuat oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tanggal 5 Oktober 2009, tentang pendidikan inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan atau bakat istimewa.

Pendidikan bertanggung jawab untuk memandu (yaitu mengidentifikasi dan membina) serta memupuk (yaitu mengembangkan dan meningkatkan) bakat peserta didik termasuk mereka yang berbakat istimewa atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Namun sekarang makin disadari bahwa yang menentukan keberbakatan bukan hanya inteligensi (kecerdasan) melainkan juga kreativitas. Kreativitas yang sangat tinggi disertai dengan rasa ingin tahu yang besar dan haus akan tantangan berpikir membuat anak gemar melakukan eksplorasi. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses kreativitas seseorang, dari luar diri individu seperti hambatan sosial, organisasi dan kepemimpinan. Sedangkan dari dalam diri individu seperti pola pikir, paradigma, keyakinan, ketakutan, motivasi dan kebiasaan.

Bagi anak berkebutuhan khusus (ABK), khususnya bagi autis, kreativitas disalurkan melalui gambar-gambar, lukisan, musik, tari dan sebagainya. Menjadi kreatif adalah sebuah keputusan diri sendiri, yaitu sebuah pilihan seseorang akan bertindak kreatif atau tidak.

Autis merupakan suatu kelainan yang berpengaruh terhadap beberapa aspek kehidupan anak. Perkembangan sosial dan komunikasi, merupakan gangguan yang paling utama, sama seperti individu yang normal, kelainan pada intelegensi verbal


(3)

atau bahasa dan kesulitan dalam mengaktualisasikan tingkah laku, secara menetap, keinginan, kesenangan dan rutinitas. Anak autis memiliki ciri-ciri, yaitu (1) gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal; (2) gangguan pada bidang interaksi sosial (3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain (4) gangguan pada bidang perasaan dan emosi dan; (5) Gangguan dalam persepsi sensoris (sumber http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/anak/19820-anak-autis-simpan-ribuan-keunikan.html online. senin 27 Maret 2011 pukul 12.27 wib)

Dalam mengerjakan karya seni, anak-anak melibatkan kreativitas, sehingga semua emosi dan pikiran yang mengendap akan “tereksternalisasi” atau tersalurkan berbentuk titik, garis, bidang, bentuk, ruang, warna, dan intesitas yang berbentuk simbol-simbol. Simbol yang terbentuk pada karya tersebut, kadangkala dibentuk, baik secara sadar maupun tidak sadar sehingga memiliki makna yang berhubungan secara langsung dengan imajinasi anak serta ada juga berupa akar permasalahan anak.

Kita semua mengetahui bahwa bayi yang bahkan belum bisa berbicara, telah memiliki kemampuan untuk menggoreskan bentuk-bentuk dasar seperti lingkaran dan garis tak beraturan. Hal ini dapat menjadi fakta bahwa aktivitas menggoreskan bentuk-bentuk dasar seperti lingkaran dan garis tak beraturan tersebut dapat dikategorikan sebagai tingkatan paling mendasar dari aktivitas seni. Hal tersebut dinyatakan oleh R.M Simon dalam bukunya Symbolic Images In Art As Theraphy:

“ Although babies cannot draw pictures, I think they are capable (except throught lack of skill) of depicting themselves by a circle at certain moments of their first months. Perhaps if all is going well they can achieve this soon after they


(4)

birth, at any rate we have good evidence that at six months a baby is a times using the circle or sphere as a diagram of self” (Simon, R.M, 1997; 4).

Maksud dari pernyataan di atas adalah bahwa semua manusia dari bayi hingga tua sangat memerlukan gambar untuk menyampaikan perasaan tentang ungkapan ekspresi jati dirinya. Seni rupa pada khususnya, memiliki gambaran kemampuan untuk mencatat dan menyampaikan berbagai tingkatan emosi, dari rasa nyaman hingga kesedihan yang terdalam atau trauma. Dari uraian ini dapat diambil kesimpulan bahwa, jika dilihat dalam ruang lingkup yang lebih luas, seni telah menyediakan jalan bagi pemahaman dengan membuat suatu pengertian dan menjelaskan pengalaman batin (inner experiences) tanpa harus menjelaskan pengalaman tersebut dengan menggunakan kata-kata. Selain itu kemampuan menggambar pada dasarnya lebih kepada kemampuan yang bersifat naluriah dan intuitif. Seni rupa dapat membuat mereka mampu mengekspresikan pengalaman-pengalaman individu bahkan ketika mereka tidak mampu mengungkapkan berbagai peristiwa lewat kata-kata. Anak-anak suka melakukan kontak fisik langsung dengan alam mereka.

Selain itu media gambar berupa kertas gambar lebih akrab bagi anak-anak. Dengan media dua dimensional, menggambar apapun mampu menampung kompleksitas dari visualisasi yang mungkin muncul dengan lebih bebas dan mudah, serta cenderung lebih mudah untuk diapresiasi dan diinterpretasi.

Anak autis lebih menangkap bahasa visual dari pada bahasa kata. Untuk itulah penulis bermaksud untuk meneliti anak autis dalam gambar-gambar yang dibuatnya. Menurut jurnal yang dikeluarkan Universitas Florida pada 4 Januari 2008 oleh Michelle Tillander dengan judul Autism and Art Education, dinyatakan


(5)

bahwa anak autis memiliki bakat dengan memori visual yang sangat baik dan memiliki kemampuan untuk berpikir dalam gambar. Anak autis memiliki daya ingat yang baik untuk gambar dan teks tertulis daripada dialog yang langsung diucapkan. Fakta ini membuat anak autis memiliki keunikan dalam gambar.

Hal ini juga mendasari penulis untuk lebih memfokuskan diri pada Analisis Gambar Anak Berkebutuhan Khusus (Autis) di SD Plus Al-Ghifari Kota Bandung Tahun Ajaran 2011 Kota Bandung. Sekolah SD Plus Al-Ghifari merupakan sekolah inklusi yang berfungsi agar anak berkebutuhan khusus (autis) bisa berinteraksi dengan anak-anak normal seusianya. SD Plus Al-Ghifari merupakan salah satu sekolah yang memiliki izin dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Hal ini yang menjadi dasar akan ada keunikan dalam gambar yang dibuat anak-anak berkebutuhan khusus (autism). Analisis gambar melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti seni, psikologi, sosiologi, dan pendidikan.

B. BATASAN DAN FOKUS MASALAH

Hal-hal yang menjadi batasan masalah yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya antara lain meliputi:

1. Proses pembelajaran Seni Rupa (SBK) kelas 1-3 tahun ajaran 2010-2011 2. Analisis hanya dibatasi pada Anak Berkebutuhan Khusus (autis) SD Al-Ghifari

kelas 1-3.

3. Objek yang dianalisis hanya pada gambar saja, karena gambar bersifat berlebih visual, ekspresif dan reflektif, sehingga cenderung lebih mudah diinterpretasi


(6)

oleh pengamat. Karakteristik gambar yang diteliti berupa unsur-unsur rupa seperti, garis, bidang dan bentuk, warna, ruang, tekstur, warna serta kaidah komposisi dalam pembuatan gambar, seperti kesatuan, keseimbangan, irama, proporsi, pusat perhatian dan keserasian dihubungkan dengan teori gambar anak, psikologi dan kritik seni.

4. Gambar yang diteliti berupa hasil karya Vali, Muzaina dan Ilham.

5. Ada waktu yang ditentukan supaya penelitian ini dapat berjalan secara efektif. Hal-hal yang menjadi fokus masalah yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya antara lain meliputi:

1. Bagaimana proses pembelajaran Seni Rupa (SBK) di SD Plus Al-Ghifari? 2. Bagaimana hasil karya gambar siswa Autis SD Plus Al-Ghifari?

3. Apa keuntungan dan kesamaan gambar bagi anak autis di SD Plus Al-Ghifari?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai proses pembelajaran di sekolah inklusi khususnya dalam bidang Seni Rupa (SBK).

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan hasil gambar anak autis di SD Plus Al-Ghifari.

3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan keuntungan dan kesamaan gambar anak autis di SD Plus Al-Ghifari.

4. Untuk mempersiapkan anak-anak berkebutuhan khusus dalam pembelajaran seni rupa.


(7)

5. Memberikan sumbangsih khususnya bagi masyarakat Indonesia dalam suatu pembelajaran bagi pembelajaran seni rupa khususnya menggambar bagi anak berkebutuhan khusus (Autis).

D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bermanfaat bagi: a. Akademis

1. Peneliti, memberi penjelasan lebih mendetail mengenai analisis gambar anak berkebutuhan khusus (Autis).

2. Objek yang diteliti, membuka jalan bagi perkembangan anak berkebutuhan khusus (Autis).

3. Guru, dosen dan seniman, menjadi rujukan dan pengetahuan bagaimana anak autis bila diajarkan menggambar serta dapat mempelajari gambar-gambar yang dapat menjadi rujukan faktor keberhasilan.

b. Praktisi

1. Lembaga pendidikan, khususnya di Indonesia semoga menjadi salah satu bahan terbukanya lembaga pendidikan yang menggabungkan ilmu seni, psikologi, dan sosiologi, dalam upaya penyembuhan sehingga menimbulkan banyak ahli dan membuka lapangan kerja baru.

2. Bagi Orang Tua dapat mempermudah dalam membesarkan dan mendidik anaknya sesuai dengan masa perkembangan anak dan dapat memberikan


(8)

bantuan berupa alternatif pemecahan masalah tentang bagaimana cara mengajarkan seni rupa yang baik.

3. Instansi lain, masyarakat dan pemerintah, adanya alternatif lain yang digunakan bagi pembelajaran untuk anak autis dengan adanya komunikasi antara berbagai pihak baik para pendidik, para ahli, pemerintah dan media massa untuk mempublikasikan kepada masyarakat.

E. SISTEMATIKA PENELITIAN

Penulisan tesis ini diorganisasikan menjadi lima bagian, dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II mengemukakan kerangka acuan dasar teoritis sebagai titik tolak berpikir yang mendukung terhadap permasalahan penelitian, yang mencakup bahasan proses belajar mengajar, proses belajar mengajar sekolah dasar, pembelajaran seni budaya dan keterampilan, seni rupa, seni rupa anak, kreativitas dan anak berkebutuhan khusus (autis). BAB III menjelaskan tentang metode penelitian, yang mencakup pendekatan kualitatif dan metode studi kasus, subjek penelitian, pertanyaan penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV mengutarakan hasil dan pembahasan penelitian meliputi deskripsi hasil penelitian dan pembahasan analisis gambar. BAB V menguraikan tentang kesimpulan, dan rekomendasi.


(9)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,

yang pada dasarnya pendekatan yang di gunakan untuk mengungkapkan kehidupan

orang dalam lingkungannya, melalui interaksi dengan mereka, memahami bahasa,

tafsiran atau persepsi serta imajinasi dan kreativitas.

Penelitian dalam ilmu-ilmu sosial, selama ini mengenal dua paradigma dalam

mendekati masalah. Paradigma ini membantu peneliti dalam memahami tentang

fenomena sosial, bagaimana ilmu pengetahuan dapat terbentuk, dan apa yang

mempengaruhi masalah, pemecahannya, serta kriteria dari bukti-bukti ilmiah yang

ditemukan (Creswell, 1994). Paradigma pertama adalah positivisme dan kedua adalah

fenomenologis (Taylor & Bogdan, 1984; Dooley, 1984; Orford, 1992). Pada

paradigma pertama, pemahaman tentang permasalahan sosial didasari pada pengujian

teori yang disusun dari berbagai variabel, pengukuran yang melibatkan angka-angka,

dan dianalisa menggunakan prosedur statistik. Paradigma ini konsisten dengan apa

yang disebut pendekatan kuantitatif, dengan tujuan untuk meramalkan generalisasi

suatu teori. Penelitian kualitatif adalah proses pencarian data untuk memahami

masalah sosial yang didasari pada penelitian yang menyeluruh (holistic), dibentuk


(10)

Pada penelitian kualitatif, peneliti berusaha memahami subyek dari kerangka

berpikirnya sendiri (Taylor & Bogdan, 1984, Creswell, 1994). Dengan demikian,

yang penting adalah pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuan partisipan

(Patton, 1990). Oleh karena itu, semua perspektif menjadi bernilai bagi peneliti.

Peneliti tidak melihat benar atau salah, namun semua data penting. Pendekatan ini

sering disebut juga sebagai pendekatan yang humanistik, karena peneliti tidak

kehilangan sisi kemanusiaan dari suatu kehidupan sosial. Peneliti tidak dibatasi lagi

oleh angka-angka, perhitungan statistik, variabel-variabel yang mengurangi nilai

keunikan individual (Taylor & Bogdan, 1984).

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimum dalam penelitian yang

dilakukan, maka harus ditentukan metode yang sesuai dengan permasalahan dan

ruang lingkup penelitian, karena penelitian ini meneliti permasalahan yang ada pada

saat ini. Metode penelitian memberikan gambaran kepada penelitian tentang langkah

penelitian yang harus dilakukan, sehingga masalah yang akan diteliti dapat

dipecahkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Surakhmad (1994:131) yang menyatakan

bahwa:

Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis, dengan mempegunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama itu dipergunakan setelah penyelidikan memperhitungkan kewajarannya ditinjau dadri tujuan penyelidikan serta situasi penyelidikan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data empiris mengenai analisa


(11)

2010 – 2011. Pendekatan yang penulis ambil adalah pendekatan kualitatif dengan

menggunakan metode studi kasus (case study).

Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan

perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid

untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik (WS Winkel, 1995). Studi kasus

diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya. Penulis

mencoba melihat keunikan siswa berkebutuhan khusus dalam hal menggambar

sehingga penulis disini memotret gambar anak berkebutuhan tersebut.

Bagan 3.1 Peneliti studi kasus Penelitian Studi easus Bersifat eontekstual Proses pengumpulan data Pengolahan data lebih bersifat kualitatif Disusun dalam kerangka kerja

Teori yang dihasilkan tidak dapat digeneralisasikan Jurnal/arsip dokumen Observasi Wawancara Bukti fisik Pengamatan Berperan serta ehas Tidak dapat diketahui/diduga Tidak ada kesamaan

kondisi/ permasalahan peneliti di tempat

lain Objek


(12)

B. LO KASI DAN SUBYEK Lokasi penelitian in, yaitu:

Tempat Penelitian : SD Plus Al- Ghifari

Badan Penyelenggara : Yayasan Al-Ghifari

Alamat : Jl. Cisaranten Kulon No. 140

Soekarno Hatta

Telepon : 022-7803583

Luas Tanah : 3400M2 Kecamatan : Arcamanik

Kota : Bandung

Propinsi : Jawa Barat

Negara : Indonesia

Akrediatasi “A” : 006/BASDA/DS/XII/2006

2. Penelitian ditunjukkan pada Anak Berkebutuhan Khusus (Autis) kelas 1-3 SD Plus

Al-Ghifari. Jumlah siswa Anak Berkebutuhan khusus SD Plus Al-Ghifari

berjumlah 14 orang, sedangkan siswa yang diteliti berjumlah 3 orang.

Tabel 3.1 Biodata siswa yang diteliti

No Nama JK Tempat,

Tanggal Lahir

Nama Orang Tua

Kelas Kelainan

1 M. Vali L Bandung, 07-08-2002


(13)

2 Muzaina Nur Ariiqa

P Bandung, 6-1-2003

Muhamad Mujahid Setiawan

2 Autis

3 Irham Fadhilah

L Bandung, 2-1-2001

Supracaya 3 Autis

(Sumber Dokumen SD Plus Al-Ghifari)

Dalam penelitian ini subyek penelitian yang akan diteliti terdiri dari subjek

anak berkebutuhan khusus dan sumber informan yang merupakan informasi

pelengkap tentang hal-hal yang tidak terungkap dari subyek penelitian dan sekaligus

sebagai triangulasi untuk menjamin akurasi data ini.

Untuk memperoleh analisa gambar anak berkebutuhan khusus di sekolah

inklusif SD Plus Al-Ghifari maka subyek penelitian dipilih secara purposive (sesuai

dengan tujuan), sesuai dengan penelitian kualitatif. Pendidikan inklusi merupakan

perubahan praktis yang memberikan peluang bagi anak berkebutuhan khusus.

Pendidikan inklusi mendatangkan manfaat untuk anak, orang tua, guru, dan

masyarakat.

Jumlah anak berkebutuhan khusus di sekolah Al-Ghifari dari kelas satu

sampai tiga berjumlah empat orang, terdiri dari satu orang perempuan dan empat


(14)

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pada hakikatnya, teknik pengumpulan data ini adalah peneliti sendiri. Peneliti

sebagai observer as participant sangat menentukan kelancaran, keberhasilan,

hambatan atau kegagalan dalam upaya mengumpulkan data. Terdapat empat metode

yang dipergunakan, diantaranya observasi, wawancara, dokumentasi, dan standarisasi

atau indikator penilaian gambar.

1. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan

menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya

seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan

seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata

serta dibantu dengan panca indera lainnya (Burhan Bungin, 2010:115). Jadi

sesungguhnya yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode pengumpulan

data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pegamatan dan

pengindraan.

Suatu kegiatan observasi dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan data

penelitian apabila memiliki kriteria, sebagai berikut:

a. Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius.

b. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

c. Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsi umum

dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang menarik perhatian.


(15)

Teknik observasi digunakan peneliti pada saat melakukan penelitian dengan

terjun langsung ke lapangan. Peran peneliti sebagai observer as participant (observer

sebagai partisipan), yang turut aktif di lapangan mengikuti secara penuh anak

berkebutuhan khusus dalam membuat gambar, guna memperoleh data mengenai

pelaksanaan yang diselenggarakan, respon-respon yang dicatat selama pelaksanaan

memungkinkan memberikan dampak positif atau negativ dari interaksi yang

berlangsung selama proses membuat gambar.

2. Wawancara

Wawancara yang dilakukan adalah proses untuk memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan atau tanpa menggunakan

pedoman (guide). Dalam melakukan wawancara peran informan menjadi sentral,

walaupun kadang-kadang informan berganti-ganti.

Wawancara dilakukan pada saat pelaksanaan proses gambar anak

berkebutuhan khusus di SD Plus Al-Ghifari untuk mengetahui secara langsung

berupa pernyataan pengetahuan, perasaan, pengalaman, yang mencerminkan respon

positif dan negatif. Wawancara digunakan untuk menambah dan memperjelas hasil

observasi.

Dalam melakukan wawancara peneliti berinteraksi dengan subyek penelitian

agar peneliti dapat menganalisis dan menafsirkan jawaban yang diwawancarai.

3. Dokumenter

Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang


(16)

jurnal, foto, media online dan dokumen pemerintah maupun swasta. Menurut Roland

Barthes seperti disandur oleh Burhan Bungin (123; 2010) foto merupakan pesan tak

berkode.

Studi dokumenter ini diperlukan sebagian data sekunder untuk pengayaan

data penelitian yang memiliki hubungan dengan tujuan penelitian.

4. Standarisasi atau indikator penilaian

a. Berdasarkan proses

Begitu banyak indikator yang menjadi indikator kreativitas sehingga

kreativitas sangat sulit untuk diukur. Dengan mempertimbangkan faktor tersebut

maka:

1) Adanya perbedaan pola kehidupan dari setiap keluarga dan TK dari siswa berasal.

2) Perbedaan struktur dari masing-masing pola kehidupan tersebut diatas.

3) Pengaruh sosial dan ekonomi dari siswa SD bersangkutan.

Berdasarkan indikator tersebut penulis merumuskan indikator berdasarkan

proses yang mengacu pada:

a) Orsinalitas karya

Berdasarkan pengalaman pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, seperti

lingungan keluarga, lingungan sekolah, dan pengaruh media massa baik elektronik

maupun cetak.

b) Mengacu pada model teori seni rupa anak

Berdasarkan model teori seni anak seperti menciptakan bentuk baru atau inovasi,


(17)

perkembangan usia anak.

c) Mengacu pada model psikometri

Dengan melihat kelancaran menggoreskan garis, sesuai dengan waktu yang

disediakan atau digunakan. Kemudian penggarapan teknis baik secara keseluruhan

maupn pengolahan detail yang maksimal, mengacu pada fluency, originalitas,

elaborasi, dan pengembangan kreativitas, antara lain melalui variasinya bentuk visual

obyek.

d) Berdasarkan produk

Penulis mencoba membuat beberapa indikator yang dirasakan cukup untuk

menganalisis gambar anak berkebutuhan khusus. Hal-hal yang dianalisis dilihat dari

objek, warna, komposisi, dan media.

D. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penelitian kualitatif melalui tiga tahap, yaitu (1) tahap orientasi

untuk mendapatkan informasi tentang apa yang pening untuk ditemukan; (3) tahap

eksplorasi untuk menentukan sesuatu secara terfokus; dan (3) tahap member check

untuk mengecek temuan menurut prosedur dan memperoleh laporan akhir. Tahap

penelitian yang dilalui sesuai pendapat diatas adalah sebagai berikut:

1. Tahap orientasi

Orientasi penelitian kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran yang


(18)

dalam tahap ini adalah:

a. Melakukan studi pendahuluan dan penjajagan lapangan ke SD Plus Al-Ghifari

untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus.

b. Mempersiapkan berbagai referensi seperti buku, jurnal, dan referensi lainnya.

c. Menyusun pra-desain penelitian.

d. Menusun kisi-kisi penelitian dan pedoman wawancara.

e. Mengurus perizinan untuk mengadakan penelitian.

2. Tahap eksplorasi

Tahap ini merupakan awal kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menggali

informasi dan pengumpulannya sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian. Penelitian

ini dilaksanakan setelah mendapatkan surat izin peneliti dari pihak SD Plus

Al-Ghifari. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Menerima penjelasan dari pihak sekolah tentang pendidikan inklusif berkaitan

dengan anak berkebutuhan khusus.

b. Melakukan wawancara secara lisan kepada subjek penelitian untuk memperoleh

informasi tentang pelaksanaan pembelajaran gambar.

c. Menggali dokumentasi menggambar anak berkebutuhan khusus untuk SD kelas

1-3.

d. Membuat catatan kasar mengenai data yang terkumpul dan sujek peneliti.

e. Memilih, menyusun, dan mengklasifikan data sesuai jenis aspek-aspek penelitian.

f. Menyempurnakan fokus permasalahan penelitian.


(19)

Tahap member check digunakan untuk mengecek kebenaran dari informasi

hasil wawancara yang telah terkumpul agar peneliti memiliki tingkat kepercayaaan

yang cukup baik. Pengecekkan informasi dan data dapat dilakukan dengan cara:

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Analisa data penelitian kualitatif dilakukan seja pengumpulan data dan

dikerjakan secara seksama selama di lapangan maupun setelahnya. Model analisis

yang digunakan mengacu pada model yang dibuat oleh Miles dan Huberman

(1992:20) dan Nasution S (1993:129), yaitu:

1. Koleksi data (data collection)

2. Penyederhanaan data (data reductional)

3. Penyajian data (dadta display)

4. Pengambilan kesimpulan (conclusion:drawing verving)

Berdasarkan pendapat di atas, penulis menganalisis data hasil lapangan

melalui tahap-tahap berikut:

1. Koleksi data

Pada tahap ini data hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi

merupakan langkah awal dalam pengolahan data. Dalam mengoleksi data penulis

melakukan observasi, wawancara mendalam dengan subyek penelitian dan

sumber informasi, serta mencari dokumentasi. Hasil observasi, wawancara, dan

dokumentasi dengan segera diungkapkan penulis dalam bentuk tulisan dan


(20)

2. Reduksi data

Pada tahap ini dilakukan penelaahan kembali seluruh hail catatan hasil

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pada tahap ini akan diperoleh hal-hal

pokok yang berkaitan dengan fokus penelitian tentang analisis anak berkebutuhan

khusus di SD Plus Al-Ghifari.

3. Display data

Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan hal-hal pokok yang sudah

dirangkum secara sistematis sehingga diperoleh tema dan pola secara jelas

tentang permasalahan penelitian agar mudah diambil kesimpulannya.

4. Kesimpulan dan verivikasi

Tahap ini merupakan upaya utuk mencari makna dan data yang

dikumpulkan dan memantapkan kesimpulan dengan cara member check atau

triangulasi yang dilakukan selama dan sesudah data dikumpulkan. Dengan

demikian proses verifikasi merupakan upaya mencari makna dan data yang telah

dikumpulkan dengan mencari pola, tema, hubungan, hal-hal yang sering timbul


(21)

F. Alur Kerja

ANALISIS GAMBAR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS SD PLUS AL-GHIFARI

SEMESTER II TAHUN AJARAN 2010-2011

Rumusan Masalah 1. Proses pembelajaran

Seni Rupa di SD Plus Al-Ghifari?

2. Hasil karya siswa SD Plus Al-Ghifari? 3. Apakah ada kesamaan

dari ketiga anak autis ini?

1. Apakah keuntungan gambar bagi anak autis?

Batasan Masalah 1.Analisis hanya dibatasi

pada Anak Berkebutuhan ehusus (Autis).

2.Objek yang dianalisis hanya pada gambar saja, karena gambar bersifat berlebih visual, ekspresif dan reflektif, sehingga cenderung lebih mudah diinterpretasi oleh pengamat. 3.Ada waktu yang

ditentukan supaya penelitian ini dapat berjalan secara efektif.

Tujuan Penelitian 1.Untuk mengetahui lebih

jauh mengenai aspek seni rupa yang dapat membawa dan memberikan gambaran mengenai

perkembangan bagi anak berkebutuhan khusus (autis).

2.Untuk memberikan pengalaman dalam bidang seni rupa sebagai bekal mengajar anak berkebutuhan khusus (autis).

3.Untuk mempersiapkan anak-anak berkebutuhn khusus dalam pembelajaran seni rupa. 1.Memberikan

sumbangsih khususnya bagi masyarakat Indonesia dalam suatu pembelajaran bagi pembelajaran seni rupa khususnya menggambar bagi anak berkebutuhan khusus (Autis).

Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumentasi, observasi lapangan, dan wawancara

Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui komparatif dan selektif, reduksi data, validitas data, dan berdasarkan teori seni, psikologi, dan kritik seni

Kesimpulan dan Saran


(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dijelaskan pada bab IV,

dapat disusun kesimpulan sebagai berikut.

1. Sekolah SD Plus Al-Ghifari merupakan sekolah berbasis inklusi, yang artinya

anak berkebutuhan khusus (autis) bisa sekolah bersama anak normal lainnya.

Disini dapat dilihat adanya sosialisasi yang membentuk anak autis dan anak

normal menjadi lebih bisa bersosialisasi, misalnya hal ini terlihat dari karakter

gambar Muzaina, meski ia tidak bisa bergaul dengan orang baru dikenal,

tercermin dari gambarnya mengikuti perkembangan anak normal.

2. Proses pembelajaran seni rupa untuk anak autis ini sama dilakukan dengan anak

normal lainya, tetapi berbeda apa hasil yang harus dicapainya antara anak

normal dan autis. Dalam berkarya dari ketiga anak ini Vali dan Irham

cenderung aktif dalam hal berbicara sedangkan Muzaina cenderung menyendiri.

3. Hasil karya anak Autis SD Plus Al-Ghifari itu berbeda-beda terlihat dari cara


(23)

Menggambar merupakan potensi yang dimiliki anak autis sehingga ia bisa

menyalurkan ekspresinya. Gambar yang dianalisis penulis ini dikaitkan dengan

aspek teori gambar anak, unsur-unsur rupa, psikologi, dan kritik seni. Hasil

gambar Vali dan Irham adalah gambar yang dihasilkan bila dihubungkan

dengan tipe psikologi anak dan kategori gambar masuk ke dalam mengikuti

kata hati (intuition), diambil dari bentuk pola-pola geometri (structural form).

Hasil gambar Muzaina bila dihubungkan dengan tipe psikologi anak dan

kategori gambar masuk ke dalam mengikuti kata hati (intuition) dengan

pengulangan bentuk obyek (rhythmical pattern).

4. Hasil gambar ketiga anak ini bila dihubungkan dengan periode gambar anak

normal (7-9 tahun) berada dibawah satu tahap, seharusnya masuk kepada

periode bagan (schematic period) menjadi periode prabagan (Pre Schematic

Periode) berlaku bagi anak usia 4-7 tahun.

5. Keuntungan gambar bagi anak autis seperti bisa berkomunikasi, membantu

dalam keterampilan bahasa dan kosa kata serta membantu motorik. Ada hal-hal

tidakan yang dilakukan anak autis berkali-kali ketika menggambar, karena tidak

berkonsentrasi, seperti Vali ia mengulang-ngulang perkataan setiap 3-5 menit


(24)

keras. Mereka ini seperti memerlukan perhatian ekstra sedangkan Muzaina

lebih cenderung berdiam diri.

6. Kesamaan dari ketiga anak Autis ini sangat disiplin dalam melakukan proses

penggambaran, seperti pinsil warna yang sudah dipakai selalu langsung

dimasukkan ke tempatnya, begitu pula dengan oil pastel.

B. SARAN

Saran yang diajukan bagi penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk Mahasiswa UPI.

Dengan hasil penelitian dalam tesis yang penulis buat ini mudah-mudahan

teman-teman mahasiswa UPI terinspirasi untuk melakukan atau mengembangkan

penelitian terhadap ilmu pengetahuan seni rupa dan psikologi, khususnya terhadap

anak berkebutuhan khusus (Autis).

2. Untuk Sekolah.

Hendaknya lebih memperhatikan Anak berkebutuhan Khusus (Autis) dalam

hal menggambar, karena dengan gambar bisa membantu anak autis

mengekspresikan diri mereka lebih mudah, gambar membantu mereka dalam


(25)

meniminalkan masalah perilaku dengan cara memberikan contoh gambar yang

konsisten untuk mengkomunikasikan perasaan, pikiran, keinginan, atau kebutuhan.

Sekolah Inklusi merupakan salah satu pemecahan masalah bagi anak

berkebutuhan khusus (Autis), karena anak autis dan anak normal menjadi bisa

bersosialisasi, serta tumbuhnya rasa tenggang rasa sejak dini.

3. Untuk Masyarakat.

Anak autis bisa berkembang lebih baik dari anak normal bila ia fokus pada

satu bidang, karena anak autis memiliki sifat ulet dan disiplin, seperti kebiasaan

yang dilakukan secara terus menerus (dalam hal skill) membuatnya menjadi

terlatih. Bagi para Orang Tua sebaiknya pelajari psikologi anak. Untuk Orang tua

yang mempunyai anak berkebutuhan khusus (autis) jangan berputus asa karena


(26)

xiii

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Dewantoro. 2004. Mengenal Seni Rupa Anak. Yogyakarta: Gama Media.

Barnadib, Sutari Imam. 1994. Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Ofset.

Barnes, Rob. 2002. Teaching Art to Young Children. London: Routletgefalmer.

Beal, Nancy. 2003. Terjemahan. Rahasia Mengajar Seni Pada Anak di Sekolah dan di Rumah. Yogyakarta: Pripoenbooks.

Bungin, Burhan. 2010. Metodelogi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada MediaGroup.

Craft, Anna. 2003. Terjemahan. Membangun Kreativitas Anak. Depok: Insiasi Press.

Cassell, C.; Symon, G. 1994. Qualitative Methods in Organizational Research. London : Sage.

Creswell, John W. 2003. Research Design Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. Second edition. London: Sage Publications

Damayanti, Irma. 2006. Psikologi Seni. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Dharmaprawira, Sulasmi. 2002. Warna. Bandung: Penerbit ITB.

Delphie, Bandi. 2009. Pendidikan Anak Autistik. Klaten: PT. Intan Sejati Klaten.

Dewantara, Ki hajar. 1977. Bagian Pertama Pendidikan. Yogyakarta : MLTS.

Djelatik, A. A. M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: MSPI.

Feldman, E.B. 1967. Art as Image and Idea. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Gunarsa, D. Singgih. 2004. Psikologi Perkembangan Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: PT. Agung Mulia.

Gaitskell, Charlesh. D. 1975. Children and Their Art. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.


(27)

xiv

Humar Sahmar. 1993. Mengenali Dunia Seni Rupa. Semarang: IKIP Semarang Press.

Horovitz, dkk. 1973. Understanding Children’s art for Better Teaching. Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company.

Hurlock, Elizabeth. B. 2005. Terjemahan. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Iskandar, Popo. 2000. Alam Pikiran Seniman. Bandung: Yayasan Popo Iskandar.

Lowenfeld, Viktor and W. Lambret Brittain. 1982. Creative and Mental Growth. New York : Macmillan.

Langsing, K.M. 1976. Art, Artis and Art Education. New York: McGraw-Hill.

Moschini, Lisa. B. 2005. Drawing The Line Art Theraphy. New Jersey: Jonh Wiley & Sons, Inc.

Moleong, J. Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi 28. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

Soesatyo. 1994. Apresiasi Seni Lukis Anak-anak. Yogyakarta: Sanggar Melati Suci.

Susanto, Mike. 2002. Diksi Rupa, Kumpulan Istilah. Yogyakarta: Kanisius.

____________. 2003. Membongkar Seni Rupa. Yogyakarta: Jendela.

Patton,M. Q. 1990. Qualitative Evalution and Research Methods. Newbury Park: Sage.

Piaget, J. 1950. The Phychology of Intelligence. New York: Harcout, Brace & World.

Poesponegoro, Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: Dep. Pendidikan dan kebudayaan – Balai Pustaka cetakan 6. Prawira, Nanang Ganda dan Dharsono. 2003. Pengantar Estetika Dalam Seni Rupa.

Bandung: Departemen Pendidikan Nasional.

Read, Herbert. 1970. Education Throught Art. London: The Shenval Press.

Rohidi, Tjetjep Rohandi. 2000. Kesenian Dalam Pendekatan Budaya. Bandung: STISI Press.


(28)

xv

Salam, Sofyan. 2001. Pendekatan Ekspresi Diri, Disiplin, dan Multikultural dalam Pendidikan Seni Rupa. Makalah disajikan dalam Seminar & Lokakarya Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah.

Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah dan Dasar Metode Teknik. Bandung: Transito.

Tabrani, Primadi. 2000. Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar. Bandung: ITB.

______________. 2005. Bahasa Rupa. Bandung: Kelir.

Tanjung, Baharudin Nur. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Tarjo, Enday. 2009. Konsep dan Strategi Pembelajaran Seni Rupa. Bandung: CV. Bintang Wali Artika.

The Liang Gie. 1975. Garis Besar Estetik. Yogyakarta: Suspersuses.

Wachowiak, Frank. 1993. Emphasis Art. New York: Happercollins College Publisher.

Winkel, WS. 1995. Bimbingan dan Konseling di Institute Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

W. A. Gerungan.1981. Psychologi – sosial. Jakarta - Bandung: PT. Eresco.

Yahya, Amir. 2001. Evaluasi dalam Perspektif Pendidikan Seni. Yogyakarta: UNY.

Sumber Internet

http://autism.about.com/od/autismtherapy101/a/arttherapy.htm

Megan Ogborn. 2003. Prehistoric Art, (Online), http://www.students.sbc.edu/ogborn03/prehistoricart.htm, diakses pukul 08.34, 5 April 2011

http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/anak/19820-anak-autis-simpan-ribuan-keunikan.html.

http://www.parenting.co.id/article/issue/goresan.sarat.makna.karya.anak.autis/001 /005/134


(29)

xvi

http://www.autism-community.com/don%E2%80%99t-forget-about-writing/

http://www.e-psikologi.com/lain-lain/tokoh.htm.

http://www.proc.britac.ac.uk/tfiles/147p277.pdf

http://saoed.wordpress.com/2011/04/15/anak-autisme-gunakan-otak-dengan-cara-berbeda-children-with-autism-how-to-use-different-brain/.

http://kidshealth.org/kid/health_problems/brain/autism.html.

http://requestartikel.com/autisme-2011071343.html

Sumber Perundang-undangan

Peraturan Pemerintah RI. 2005. Peraturan Pemerintah, Nomor 19, tahun 2005, tentang standar isi nasional pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan.

Permendiknas RI. 2006. Peraturan menteri, nomor 22, tahun 2006, tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan.

UU Nomor 20 pasal 15 tahun 2003 tentang pendidikan khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan.

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 5. Jakarta: Departemen Pendidikan.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Sisdiknas Pasal 5 ayat (1). Jakarta: Departemen Pendidikan.

Undang-Undang No. 20 .2003. Sisdiknas Pasal 5 ayat (2). Jakarta: Departemen Pendidikan.

Undang-Undang No. 23. 2002. Perlindungan Anak Pasal 51. Jakarta: Departemen Pendidikan.

Undang-Undang Dasar 1945. 1945. Pasal 31 ayat 1 tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tanggal 5 Oktober 2009, tentang pendidikan inklusi. Jakarta: Departemen Pendidikan.


(30)

xvii Sumber Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Indriyanto. 2006. Studi Kecenderungan Gambar Anak Autis di Labotorium Sekolah Autisme Malang. Skripsi. Malang : Universitas Negeri Malang. Tidak Diterbitkan.

Retnowati, Tri Hartiti. 2009. Pengembangan Instrumen Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.

Tabrani, Primadi. 1970. Menemukan kembali Kreativitas. Tesis. Bandung: ITB. Tidak Diterbitkan.

Wardhani, Metta P. Raden. 2007. Pengembangan Kreativitas Siswa Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler Menggambar. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.

Sumber Jurnal

Betts, D. J. 2001. Cover story: Weekend outings provide creative outlet: Individual expresses himself through art therapy. Advocate: Magazine of the Autism Society of America, 34(3), 20-21.[Online] 12 April 2011. http://www.art-therapy.us/images/Autism_art_therapy_2001a.pdf

Betts, D. J. 2001. Special report: The art of art therapy: Drawing individuals out in creative ways. Advocate: Magazine of the Autism Society of America, 34(3), 22-23(29). [Online] 12 April 2011. http://www.art-therapy.us/images/Autism_art_therapy_2001b.pdf

Ruta, I Made. 2005. Implikasi Garis Dalam Seni Rupa. Jurnal Rupa volume 4. 1 September 2005.

Tillander, Michelle. 2008. Autism and Art Education. Universitas Florida. 4 Januari 2008.

Roland,Craig. 2006. Young in Art a Developmental Look at Child Art. [Online] 20 April 2011. http://www.artjunction.org.


(31)

xviii

DAFTAR ISTILAH

• Analogus adalah warna yang letaknya berdekatan (dalam lingkaran warna) berupa warna hangat dan sejuk.

• Analisis formal adalah tahapan dalam kritik karya seni untuk menelusuri sebuah karya seni berdasarkan struktur formal atau unsur-unsur pembentuknya.

• Autisme adalah kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.

• Balance adalah keserasian bobot dari unsur-unsur seni rupa itu sendiri, artinya nilai dari sebuah karya seimbang, walaupun mungkin wujud dan jumlahnya tidak sama atau bahkan bertentangan.

• Corengan bernama adalah tahap terakhir masa mencoreng. Memiliki ciri dengan bentuk semakin bervariasi, anak mulai memberi nama pada hasil coretannya.

• Corengan tak beraturan adalah bentuk sembarangan, mencoreng tanpa melihat kertas, belum dapat coretan berupa lingkaran, anak bersemangat dalam membuat coretan, adalah ciri tahapan mencoreng paling awal.

• Corengan terkendali adalah anak mulai menemukan kendali visual terhadap coretan yang dibuatnya dengan kata lain sudah ada koordinasi antara perkembangan visual dan perkembangn motorik.

• Deskripsi adalah tahapan dalam kritik untuk menemukan, mencatat dan mendeskripsikan segala sesuatu yang dilihat apa adanya dan tidak berusaha melakukan analisis atau mengambil kesimpulan.

• Gambar adalah suatu ide, pikiran, perasaan yang tertuang dalam objek dengan menggunanakan unsur-unsur rupa dengan cara menyusunnya sehingga dicapai bentuk yang sesuai dengan apa yang dimaksud.

• Garis adalah penggabungan titik-titik yang terjadi karena titik bergerak dan membekaskan jejaknya.

• Hue adalah istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan nama dari suatu warna, seperti merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan lain-lain.


(32)

xix

• Interpretasi adalah tahapan penafsiran makna sebuah karya seni meliputi tema yang digarap, simbol yang dihadirkan dan masalah-masalah yang dikedepankan.

• Irama adalah merupakan perubahan-perubahan warna dan bentuk secara teratur yang membawa perasaan hanyut di dalam perubahan-perubahan yang terjadi.

• Komplementer adalah warna yang kontras atau warna yang saling berhadapan dalam lingkaran warna.

• Kreativitas adalah kemampuan dalam mengamati kepekaan berbagai masalah melalui indera, kelancaran mengemukakan berbagai alternatif pemecahan masalah, keluwesan melihat masalah dan kemungkinan pemecahannya, kemampuan merespons atau membuahkan gagasan yang orisinal, kemampuan menciptakan karya seni, kemampuan memadukan unsur-unsur seni, dan kemampuan menata letak komposisi.

• Kritik ekspresivistik, pendekatan ekspresivistik dalam kritik seni, kritikus cenderung menilai dan menanggapi kualitas gagasan dan perasaan yang ingin dikomunikasikan

• Kritik formalistik, pendekatan formalistik dalam kajian kritik terutama ditujukan terhadap karya seni sebagai konfigurasi aspek-aspek formalnya atau berkaitan dengan unsur-unsur pembentukannya.

• Kritik instrumentalistik, pendekatan instrumentalistik sebuah karya seni cenderung dikritisi berdasarkan kemampuananya dalam upaya mencapai tujuan, moral, religius, politik atau psikologi. Pendekatan kritik ini tidak terlalu mempersoalkan kualitas formal dari sebuah karya seni tetapi lebih melihat aspek konteksnya baik saat ini maupun masa lalu.

• Kritik keilmuan, merupakan jenis kritik yang bersifat akademis dengan wawasan pengetahuan, kemampuan dan kepekaan yang tinggi untuk menilai /menanggapi sebuah karya seni.

• Kritik kependidikan, merupakan kegiatan kritik yang bertujuan mengangkat atau meningkatkan kepekaan artistik serta estetika subjek belajar seni. Jenis kritik ini umumnya digunakan di lembaga-lembaga pendidikan seni terutama untuk meningkatkan kualitas karya seni yang dihasilkan peserta didiknya.

• Kritik jurnalis, merupakan jenis kritik seni yang hasil tanggapan atau penilaiannya disampaikan secara terbuka kepada publik melaui media massa khususnya surat kabar. Kritik ini hampir sama dengan kritik populer, tetapi ulasannya lebih dalam dan tajam.


(33)

xx

• Kritik populer, merupakan jenis kritik seni yang ditujukan untuk konsumsi massa/umum. Tanggapan yang disampaikan melalui kritik jenis ini biasanya bersifat umum saja lebih kepada pengenalan atau publikasi sebuah karya.

• Kualitatif adalah proses pencarian data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang menyeluruh (holistic), dibentuk oleh kata-kata, dan diperoleh dari situasi yang alamiah.

• Pendidikan adalah gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban berupa bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar belajar mengenali jati dirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki, melanjutkan serta mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.

• Periode bagan adalah periode yang berlaku bagi anak berusia usia 7 sampai 9 tahun. • Periode coreng moreng (Scribbling Period) adalah periode yang berlaku bagi anak

berusia 2 sampai 4 tahun (masa pra sekolah).

•Periode pra bagan (Pre Schematic Periode) adalah periode yang berlaku bagi anak berusia 4 sampai 7 tahun (taman kanak-kanak).

• Proporsi merupakan hubungan-hubungan ukuran dari bagian-bagian dalam keseluruhan suatu bentuk atau objek, mengenai warna, cahaya atau gelap terang, bentuk dan jumlah elemen-elemen seni rupa lainnya.

• Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia.

• Pendidikan inklusif adalah anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

• Raut merupakan tampak, potongan atau bentuk dari suatu objek. Raut dapat terbentuk dari garis yang mencakup ukuran luas tertentu suatu bidang. Raut dapat berarti perwujudan dari sebuah objek atau sering disebut bidang. Raut dalam pengertian luas berarti bidang atau bangun.

• Ruang dalam karya seni menunjukkan dimensi, maksudnya ruang dua dimensi hanya menunjukkan ukuran (dimensi) panjang dan lebar sedangkan ruang pada karya seni rupa tiga dimensi terbentuk karena adanya volume yang memberikan kesan kedalaman.


(34)

xxi

• Seni adalah kemahiran (skill), kegiatan manusia (human activity), karya seni (work of art), seni indah (fine art), dan seni penglihatan (visual art)

• Seni Rupa adalah karya cipta manusia, merupakan curahan isi jiwa (akal, pikiran, dan perasaan) sebagai hasil sentuhan pengalaman yang berkesan, yang diwujudkan melalui unsur-unsur visual (rupa) seperti garis, bidang, tekstur, volume, dan bentuk. • Subtahap figuratif awal terjadi pada anak umur tiga sampai enam tahun, yaitu anak

di kelompok bermain, taman kanak-kanak, kelas satu sekolah dasar, dan kadang-kadang juga di kelas dua sekolah dasar.

• Subtahap figuratif tengah adalah gambar anak yang dapat dijumpai di taman kanak-kanak dan di kelas satu, dua, tiga, dan empat sekolah dasar.

• Subtahap figuratif akhir adalah dimulai pada anak kelas tiga, tetapi kebanyakan ditemukan pada anak kelas lima, enam, dan tujuh.

• Tekstur adalah penggambaran struktur permukaan suatu objek baik halus maupun kasar.

• Tekstur asli adalah perbedaan antara perbedaan ketinggian permukaan objek yang nyata dan dapat diraba.

• Tekstur buatan adalah kesan permukaan objek yang timbul pada suatu benda karena pengolahan garis, warna, ruang, terang-gelap dan sebagainya.

• Unity nilai kesatuan dapat dicapai dengan mengkomposisikan elemen-elemen yang memiliki karakter yang sama, seperti kesatuan antar warna, antar garis, antar bidang, kesatuan antar tekstur, kesatuan antar garis dengan warna, garis dengan tekstur, garis dengan bidang, warna dengan tekstur, bidang dengan tekstur, dan antar semua elemen.

• Value adalah warna-warna yang memberi kesan gelap terang atau gejala warna dalam perbandingan hitam dan putih.

• Warna adalah kesan yang timbul akibat pantulan cahaya yang mengenai permukaan suatu benda.

• Warna primer adalah warna dasar berupa merah, kuning, dan biru.

• Warna hangat adalah warna yang menyolok dan bersifat mendekat bagi yang melihat, seperti warna merah, kuning dan jingga.


(35)

xxii

• Warna sejuk adalah warna kebalikan dari warna hangat dan bersifat menjauh bagi yang melihat, seperti biru dan hijau.

• Warna sekunder adalah percampuran dua warna primer, misalnya merah + kuning menjadi orange, kuning + biru menjadi hijau, merah + biru menjadi ungu.

• Warna tersier adalah percampuran dua warna sekunder, misalnya kuning hijau, merah oranye, merah ungu, biru ungu, biru hijau atau dikenal dengan warna toska.


(1)

xvii Sumber Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Indriyanto. 2006. Studi Kecenderungan Gambar Anak Autis di Labotorium Sekolah Autisme Malang. Skripsi. Malang : Universitas Negeri Malang. Tidak Diterbitkan.

Retnowati, Tri Hartiti. 2009. Pengembangan Instrumen Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.

Tabrani, Primadi. 1970. Menemukan kembali Kreativitas. Tesis. Bandung: ITB. Tidak Diterbitkan.

Wardhani, Metta P. Raden. 2007. Pengembangan Kreativitas Siswa Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler Menggambar. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.

Sumber Jurnal

Betts, D. J. 2001. Cover story: Weekend outings provide creative outlet: Individual expresses himself through art therapy. Advocate: Magazine of the Autism Society of America, 34(3), 20-21.[Online] 12 April 2011. http://www.art-therapy.us/images/Autism_art_therapy_2001a.pdf

Betts, D. J. 2001. Special report: The art of art therapy: Drawing individuals out in creative ways. Advocate: Magazine of the Autism Society of America, 34(3),

22-23(29). [Online] 12 April 2011.

http://www.art-therapy.us/images/Autism_art_therapy_2001b.pdf

Ruta, I Made. 2005. Implikasi Garis Dalam Seni Rupa. Jurnal Rupa volume 4. 1 September 2005.

Tillander, Michelle. 2008. Autism and Art Education. Universitas Florida. 4 Januari 2008.

Roland,Craig. 2006. Young in Art a Developmental Look at Child Art. [Online] 20 April 2011. http://www.artjunction.org.


(2)

xviii

DAFTAR ISTILAH

•Analogus adalah warna yang letaknya berdekatan (dalam lingkaran warna) berupa warna hangat dan sejuk.

•Analisis formal adalah tahapan dalam kritik karya seni untuk menelusuri sebuah karya seni berdasarkan struktur formal atau unsur-unsur pembentuknya.

•Autisme adalah kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.

Balance adalah keserasian bobot dari unsur-unsur seni rupa itu sendiri, artinya nilai dari sebuah karya seimbang, walaupun mungkin wujud dan jumlahnya tidak sama atau bahkan bertentangan.

•Corengan bernama adalah tahap terakhir masa mencoreng. Memiliki ciri dengan bentuk semakin bervariasi, anak mulai memberi nama pada hasil coretannya.

•Corengan tak beraturan adalah bentuk sembarangan, mencoreng tanpa melihat kertas, belum dapat coretan berupa lingkaran, anak bersemangat dalam membuat coretan, adalah ciri tahapan mencoreng paling awal.

•Corengan terkendali adalah anak mulai menemukan kendali visual terhadap coretan yang dibuatnya dengan kata lain sudah ada koordinasi antara perkembangan visual dan perkembangn motorik.

•Deskripsi adalah tahapan dalam kritik untuk menemukan, mencatat dan mendeskripsikan segala sesuatu yang dilihat apa adanya dan tidak berusaha melakukan analisis atau mengambil kesimpulan.

•Gambar adalah suatu ide, pikiran, perasaan yang tertuang dalam objek dengan menggunanakan unsur-unsur rupa dengan cara menyusunnya sehingga dicapai bentuk yang sesuai dengan apa yang dimaksud.

•Garis adalah penggabungan titik-titik yang terjadi karena titik bergerak dan membekaskan jejaknya.

Hue adalah istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan nama dari suatu warna, seperti merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan lain-lain.


(3)

xix

•Interpretasi adalah tahapan penafsiran makna sebuah karya seni meliputi tema yang digarap, simbol yang dihadirkan dan masalah-masalah yang dikedepankan.

•Irama adalah merupakan perubahan-perubahan warna dan bentuk secara teratur yang membawa perasaan hanyut di dalam perubahan-perubahan yang terjadi. •Komplementer adalah warna yang kontras atau warna yang saling berhadapan

dalam lingkaran warna.

•Kreativitas adalah kemampuan dalam mengamati kepekaan berbagai masalah melalui indera, kelancaran mengemukakan berbagai alternatif pemecahan masalah, keluwesan melihat masalah dan kemungkinan pemecahannya, kemampuan merespons atau membuahkan gagasan yang orisinal, kemampuan menciptakan karya seni, kemampuan memadukan unsur-unsur seni, dan kemampuan menata letak komposisi.

•Kritik ekspresivistik, pendekatan ekspresivistik dalam kritik seni, kritikus cenderung menilai dan menanggapi kualitas gagasan dan perasaan yang ingin dikomunikasikan

•Kritik formalistik, pendekatan formalistik dalam kajian kritik terutama ditujukan terhadap karya seni sebagai konfigurasi aspek-aspek formalnya atau berkaitan dengan unsur-unsur pembentukannya.

•Kritik instrumentalistik, pendekatan instrumentalistik sebuah karya seni cenderung dikritisi berdasarkan kemampuananya dalam upaya mencapai tujuan, moral, religius, politik atau psikologi. Pendekatan kritik ini tidak terlalu mempersoalkan kualitas formal dari sebuah karya seni tetapi lebih melihat aspek konteksnya baik saat ini maupun masa lalu.

•Kritik keilmuan, merupakan jenis kritik yang bersifat akademis dengan wawasan pengetahuan, kemampuan dan kepekaan yang tinggi untuk menilai /menanggapi sebuah karya seni.

•Kritik kependidikan, merupakan kegiatan kritik yang bertujuan mengangkat atau meningkatkan kepekaan artistik serta estetika subjek belajar seni. Jenis kritik ini umumnya digunakan di lembaga-lembaga pendidikan seni terutama untuk meningkatkan kualitas karya seni yang dihasilkan peserta didiknya.

•Kritik jurnalis, merupakan jenis kritik seni yang hasil tanggapan atau penilaiannya disampaikan secara terbuka kepada publik melaui media massa khususnya surat kabar. Kritik ini hampir sama dengan kritik populer, tetapi ulasannya lebih dalam dan tajam.


(4)

xx

•Kritik populer, merupakan jenis kritik seni yang ditujukan untuk konsumsi massa/umum. Tanggapan yang disampaikan melalui kritik jenis ini biasanya bersifat umum saja lebih kepada pengenalan atau publikasi sebuah karya.

•Kualitatif adalah proses pencarian data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang menyeluruh (holistic), dibentuk oleh kata-kata, dan diperoleh dari situasi yang alamiah.

•Pendidikan adalah gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban berupa bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar belajar mengenali jati dirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki, melanjutkan serta mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.

•Periode bagan adalah periode yang berlaku bagi anak berusia usia 7 sampai 9 tahun. •Periode coreng moreng (Scribbling Period) adalah periode yang berlaku bagi anak

berusia 2 sampai 4 tahun (masa pra sekolah).

•Periode pra bagan (Pre Schematic Periode) adalah periode yang berlaku bagi anak berusia 4 sampai 7 tahun (taman kanak-kanak).

•Proporsi merupakan hubungan-hubungan ukuran dari bagian-bagian dalam keseluruhan suatu bentuk atau objek, mengenai warna, cahaya atau gelap terang, bentuk dan jumlah elemen-elemen seni rupa lainnya.

•Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia.

•Pendidikan inklusif adalah anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

•Raut merupakan tampak, potongan atau bentuk dari suatu objek. Raut dapat terbentuk dari garis yang mencakup ukuran luas tertentu suatu bidang. Raut dapat berarti perwujudan dari sebuah objek atau sering disebut bidang. Raut dalam pengertian luas berarti bidang atau bangun.

•Ruang dalam karya seni menunjukkan dimensi, maksudnya ruang dua dimensi hanya menunjukkan ukuran (dimensi) panjang dan lebar sedangkan ruang pada karya seni rupa tiga dimensi terbentuk karena adanya volume yang memberikan kesan kedalaman.


(5)

xxi

Seni adalah kemahiran (skill), kegiatan manusia (human activity), karya seni (work of art), seni indah (fine art), dan seni penglihatan (visual art)

•Seni Rupa adalah karya cipta manusia, merupakan curahan isi jiwa (akal, pikiran, dan perasaan) sebagai hasil sentuhan pengalaman yang berkesan, yang diwujudkan melalui unsur-unsur visual (rupa) seperti garis, bidang, tekstur, volume, dan bentuk. •Subtahap figuratif awal terjadi pada anak umur tiga sampai enam tahun, yaitu anak

di kelompok bermain, taman kanak-kanak, kelas satu sekolah dasar, dan kadang-kadang juga di kelas dua sekolah dasar.

•Subtahap figuratif tengah adalah gambar anak yang dapat dijumpai di taman kanak-kanak dan di kelas satu, dua, tiga, dan empat sekolah dasar.

•Subtahap figuratif akhir adalah dimulai pada anak kelas tiga, tetapi kebanyakan ditemukan pada anak kelas lima, enam, dan tujuh.

•Tekstur adalah penggambaran struktur permukaan suatu objek baik halus maupun kasar.

•Tekstur asli adalah perbedaan antara perbedaan ketinggian permukaan objek yang nyata dan dapat diraba.

•Tekstur buatan adalah kesan permukaan objek yang timbul pada suatu benda karena pengolahan garis, warna, ruang, terang-gelap dan sebagainya.

Unity nilai kesatuan dapat dicapai dengan mengkomposisikan elemen-elemen yang memiliki karakter yang sama, seperti kesatuan antar warna, antar garis, antar bidang, kesatuan antar tekstur, kesatuan antar garis dengan warna, garis dengan tekstur, garis dengan bidang, warna dengan tekstur, bidang dengan tekstur, dan antar semua elemen.

Value adalah warna-warna yang memberi kesan gelap terang atau gejala warna dalam perbandingan hitam dan putih.

•Warna adalah kesan yang timbul akibat pantulan cahaya yang mengenai permukaan suatu benda.

•Warna primer adalah warna dasar berupa merah, kuning, dan biru.

•Warna hangat adalah warna yang menyolok dan bersifat mendekat bagi yang melihat, seperti warna merah, kuning dan jingga.


(6)

xxii

•Warna sejuk adalah warna kebalikan dari warna hangat dan bersifat menjauh bagi yang melihat, seperti biru dan hijau.

•Warna sekunder adalah percampuran dua warna primer, misalnya merah + kuning menjadi orange, kuning + biru menjadi hijau, merah + biru menjadi ungu.

•Warna tersier adalah percampuran dua warna sekunder, misalnya kuning hijau, merah oranye, merah ungu, biru ungu, biru hijau atau dikenal dengan warna toska.