MODEL PELATIHAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN BERBASIS MASYARAKAT DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA DI KABUPATEN CIREBON PROVINSI JAWA BARAT.
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah Penelitian ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Definisi Operasional... 10
G. Kerangka Berfikir... 12
BAB II. LANDASAN TEORI A. Konsep Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat ... 15
1. Pengertian, Tujuan, dan Komponen Pelatihan ... 15
a. Pengertian Pelatihan ... 17
b. Tujuan Pelatihan ... 19
c. Komponen-komponen Pelatihan ... 21
2. Pembelajaran dalam Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat ... 26
a. Teori yang Melandasi Konsep Pembelajaran dalam Pelatihan ... 26
b. Prinsip Pembelajaran dalam Pelatihan ... 30
c. Interaksi Kegiatan Pembelajaran dalam Pelatihan ... 40
3. Pengelolaan Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat ... 43
a. Perencanaan (Planning) ... 48
b. Pengorganisasian (Organizing) ... 50
c. Penggerakan (Motivating) ... 52
d. Penilaian (Evaluating) ... 58
(2)
B. Kajian Pemberdayaan Perempuan dan Nilai-nilai Agama Islam
Dalam Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat .. 62
1. Pemberdayaan Perempuan... 62
2. Nilai-nilai Agama Islam ... 70
C. Implikasi Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat bagi Pengembangan Masyarakat ... 75
1. Latar Belakang dan Teori yang Melandasi Upaya Pengembangan Masyarakat ... 75
2. Perempuan sebagai Sumber Daya Manusia dan Partisipasinya dalam Pembangunan Masyarakat ... 82
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 87
B. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 96
C. Teknik Pengumpulan Data ... 96
D. Teknik Analisis Data ... 98
1. Analisis Data Kualitatif ... 98
2. Analisis SWOT ... 100
E. Desain Uji Lapangan ... 102
F. Validitas, Reliabilitas, dan Obyektivitas Data ... 102
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Obyektif Lokasi Penelitian ... 108
1. Desa Balerante kecamatan Palimanan kabupaten Cirebon ... 108
2. Desa Kedondong kecamatan Palimanan kabupaten Cirebon ... 112
B. Deskripsi Hasil Penelitian Eksploratif ... 115
1. Aktivitas Perempuan dalam Kegiatan Pelatihan ... 115
a. Pelatihan Keterampilan Produktif ... 115
b. Pelatihan Keterampilan Usaha ... 117
2. Pengelolaan Pelatihan ... 118
3. Komponen-komponen Pelatihan ... 123
C. Desain Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat ... 129
1. Rasional dan Tujuan ... 129
2. Produk Model yang Dikembangkan ... 130
3. Kriteria Keberhasilan ... 133
4. Uji Kelayakan Model ... 134
D. Deskripsi Ujicoba Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat ... 138
1. Ujicoba Tahap Pertama ... 139
2. Ujicoba Tahap Kedua ... 153
(3)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu E. Efektivitas Model Pelatihan Pemberdayaan
Perempuan Berbasis Masyarakat ... 174
1. Hasil Evaluasi Ujicoba Tahap I ... 174
2. Hasil Evaluasi Ujicoba Tahap II ... 176
3. Hasil Evaluasi Ujicoba Tahap III ... 179
F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 182
1. Komponen-komponen Pelatihan ... 182
2. Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat ... 189
a. Perencanaan Pelatihan ... 190
b. Pelaksanaan Pelatihan ... 193
c. Evaluasi Pelatihan ... 208
3. Pemberdayaan Perempuan... 216
a. Kegiatan Pemberdayaan Perempuan ... 216
b. Kemandirian Belajar ... 223
c. Kemandirian Bekerja dan Berusaha ... 227
4. Analisis Peningkatan Pendapatan Warga Belajar ... 231
5. Keterbatasan Penelitian ... 234
G. Panduan Penerapan Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat ... 236
1. Rasional dan Tujuan ... 236
2. Asumsi Model ... 237
3. Pendekatan Model ... 243
4. Indikator Keberhasilan ... 247
5. Prosedur Penerapan Model ... 248
6. Kelemahan dan Keterbatasan Model ... 250
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 252
B. Implikasi ... 256
C. Rekomendasi ... 257
DAFTAR PUSTAKA ... 260
(4)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Pembangunan masyarakat pada hakekatnya adalah pengembangan sumber daya manusia untuk menentukan masa depannya, baik sebagai pribadi, masyarakat, maupun sebagai bangsa. Tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan tersebut adalah peningkatan aktualisasi potensi-potensi manusia yang optimal, laki-laki maupun perempuan.
Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia menyangkut dua hal penting yang perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh yaitu : pertama, peningkatan kualitas sumber daya manusia secara fisik, dan kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia secara non-fisik. Secara fisik, meliputi peningkatan kualitas kesehatan dan kesegaran jasmani, serta usaha meningkatkan kualitas perbaikan gizi masyarakat. Adapun peningkatan kualitas sumber daya manusia secara non-fisik, usaha ditujukan kepada peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan, pengembangan mental spiritual, peningkatan etos kerja, dan peningkatan kadar produktivitas kerja. Untuk itu, dibutuhkan suatu cara yang mampu meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia secara utuh dan menyeluruh. Cara tersebut di antaranya adalah melalui pemberdayaan.
Berbagai upaya pemberdayaan masyarakat telah banyak dilaksanakan, akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa program pemberdayaan
(5)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2
bagi perempuan masih sangat jarang. Padahal dalam rangka mewujudkan pembangunan masyarakat tersebut, menuntut kemampuan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari segenap warga masyarakat laki-laki dan perempuan, sesuai dengan kebutuhan, harkat, martabat, dan kodratnya masing-masing. Kemampuan tersebut di antaranya dapat diperoleh dari pelatihan dan bimbingan yang mereka alami melalui jalur pendidikan luar sekolah. Dalam kaitan ini, masyarakat juga harus ikut secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikannya yang salah satu di antaranya adalah melalui Pendidikan Berbasis Masyarakat (Community Based Education).
Pendidikan Berbasis Masyarakat (Community Based Education) adalah pendidikan yang hidup dari, oleh, dan bersama-sama masyarakat (Tilaar, 1999 :169). Pendidikan dari masyarakat, mengandung arti pendidikan haruslah memberikan jawaban kepada kebutuhan (needs) dari masyarakat sendiri. Oleh karena itu, pendidikan bukan dituangkan dari atas, dari kepentingan pemerintah semata-mata apalagi dari penguasa, tetapi pendidikan yang tumbuh dari masyarakatnya sendiri dengan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat itu sendiri. Pendidikan oleh masyarakat berarti masyarakat bukanlah merupakan
obyek pendidikan yaitu untuk melaksanakan kemauan negara atau suatu kelompok semata-mata tetapi partisipasi yang aktif dari masyarakat, di mana
masyarakat mempunyai peranan di dalam setiap langkah program pendidikannya. Hal ini berarti masyarakat bukanlah sekedar penerima belas-kasih dari pemerintah, tetapi suatu sistem yang percaya kepada kemampuan masyarakat untuk bertanggung jawab atas pendidikan generasi mudanya. Pendidikan oleh
(6)
masyarakat bukan artinya melepaskan tanggung jawab pemerintah. Tugas pemerintah di dalam pendidikan nasional ialah menjaga dan mengarahkan agar supaya tanggung jawab masyarakat dapat berjalan sebagaimana mestinya. Kalau perlu, pemerintah dapat mengulurkan tangan untuk memecahkan masalah-masalah yang memang meminta intervensi pemerintah. Pendidikan bersama-sama masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan di dalam program-program pemerintah yang telah mendapatkan persetujuan masyarakat karena lahir dari kebutuhan nyata dari masyarakat itu sendiri. Penyelenggaraan pendidikan bersama-sama dengan masyarakat bukan di dalam arti masyarakat disubordinasikan pada pemerintah karena misalnya pemerintah menyediakan dana untuk itu. Subsidi atau partisipasi pemerintah tidak mengurangi tanggung jawab masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan, malahan uluran tangan pemerintah akan memperbesar tanggung jawab masyarakat secara bertahap atas penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Sistem pendidikan selama Orde Baru yang sentralistik dan birokratis, cenderung menjadikan masyarakat sebagai obyek penerima apa yang telah ditentukan pemerintah. Semua kegiatan pendidikan diproyekkan dan asing dari masyarakat. Masyarakat tidak merasa memilikinya sehingga sering terjadi kegiatan terhenti seumur dengan proyeknya.
Pendidikan yang berdasarkan masyarakat (community based education) merupakan bentuk pendidikan yang seharusnya. Oleh karena itu, pendidikan berbasis masyarakat menuntut masyarakat (orang tua, pemimpin masyarakat lokal, pemimpin nasional), dunia kerja, dunia industri harus ikut serta di dalam membina pendidikannya. Pendidikan di lingkungan masyarakat dan dunia kerja
(7)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4
tersebut, menurut Sudjana (1996 : 35), lebih mengutamakan kebutuhan psikomotor sehingga keterampilan (skills) menjadi titik berat garapan setiap program pendidikan dan penguasaan keterampilan menjadi ciri utama perubahan tingkah laku para lulusan. Penguasaan keterampilan itu di antaranya dapat diberikan melalui pelatihan-pelatihan yang disebut sebagai pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat.
Berdasarkan pendataan keluarga tahun 2000 di Kabupaten Cirebon (BKKBN, 2001:2) terdapat 463.424 keluarga. Dari sejumlah itu terdapat 116.743 keluarga (25,19% dari total keluarga) berada pada tahap Keluarga Pra Sejahtera, dan 171.641 keluarga (37,04% dari total keluarga) pada tahap Keluarga Sejahtera I. Apabila dilihat dari status isteri, maka terdapat 337.583 orang (72,85% dari total keluarga) berstatus isteri bukan pegawai, tidak bekerja, dan tidak berwirausaha serta hanya bekerja mengurus suami dan keluarga saja. Jumlah perempuan yang memiliki waktu luang sedemikian besar itu, apabila diberdayakan merupakan potensi yang sangat memungkinkan untuk ikut menjadi penentu dalam mengembangkan usaha keluarga dalam rangka mewujudkan “Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pemberdayaan bagi perempuan yang dapat melibatkan mereka sebagai subyek pembangunan, bukan hanya sekedar obyek belaka.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberdayakan kaum perempuan adalah dengan cara memberikan model pelatihan yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan kreativitas untuk berproduksi, mengolah, dan
(8)
memasarkan hasil produksinya, sekaligus dapat menciptakan lapangan kerja bagi sesamanya.
Pengembangan model pelatihan pemberdayaan perempuan di Kabupaten Cirebon ini dianggap penting karena beberapa alasan, yaitu : Pertama, terdapat beberapa desa yang menjadi lokasi program terpadu Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2W-KSS) sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan asas pemerataan pembangunan dan integrasi peran serta wanita dalam pembangunan, dengan sasaran wanita dan anggota keluarga yang kondisi sosial budaya dan ekonominya tergolong relatif masih perlu ditingkatkan. Kedua, peningkatan peran serta wanita dalam pembangunan tersebut dapat tercapai apabila kaum perempuan telah diberdayakan melalui pemberian pengetahuan dan keterampilan dalam bentuk pelatihan-pelatihan. Ketiga, belum dikembangkannya suatu model pelatihan pemberdayaan perempuan yang efektif dengan melibatkan seluruh potensi yang tersedia di masyarakat, baik potensi sosial budaya maupun potensi alamnya. Keempat, dengan dikembangkannya suatu model pelatihan pemberdayaan perempuan itu, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk ikut bertanggung jawab terhadap pembelajaran bagi warganya, baik dari pihak kaum perempuan itu sendiri maupun pihak lainnya.
Berdasarkan alasan-alasan itulah maka peneliti menganggap cukup strategis untuk mengangkat topik pemberdayaan perempuan dalam bentuk pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat, sehingga diharapkan
(9)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6
dapat bermanfaat bagi kehidupan mereka, pembangunan desanya, maupun pembangunan masyarakat pada umumnya.
B. Identifikasi Masalah Penelitian.
Kegiatan pelatihan pemberdayaan perempuan yang akan dikembangkan dalam penelitian ini memungkinkan terjadinya proses partisipasi aktif dari warga belajar. Hal tersebut dikarenakan pelatihan pemberdayaan perempuan yang dimaksud berbasis kepada masyarakat setempat yang merupakan pengalaman hidupnya sehari-hari. Tujuan yang diharapkan dari program pembelajaran yang bersifat partisipatif itu di antaranya adalah mampu mengembangkan demokratisasi, adanya kesamaan derajat dari warga belajar, adanya kebebasan dalam berekspresi, dan adanya peningkatan diri dari warga belajar.
Sebagaimana dikemukakan di muka, bahwa di Kabupaten Cirebon berdasarkan pendataan keluarga tahun 2000, terdapat 337.583 orang perempuan (72,85% dari total keluarga sebanyak 463.424 keluarga) berstatus isteri bukan pegawai, tidak bekerja, dan tidak berwirausaha, serta hanya mengurus suami dan keluarga saja. Jumlah yang demikian besar ini, apabila diberdayakan merupakan potensi yang sangat memungkinkan untuk ikut menjadi penentu dalam mengembangkan usaha guna meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam kaitan ini, permasalahan yang mendasar adalah bagaimana upaya pemberdayaan bagi kaum perempuan sehingga mereka dapat bertindak selaku subyek pembangunan, bukan hanya sekedar obyek belaka.
Permasalahan di atas akan dapat dijawab melalui penelitian tentang model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat yang akan
(10)
dikembangkan ini. Masalah identifikasi kebutuhan kaum perempuan dan potensi masyarakat yang dapat mendukung kegiatan pelatihan, akan diteliti dengan menggunakan studi eksploratif. Hasil penelitian pada tahap pertama itu, selanjutnya akan dirumuskan dalam bentuk model konseptual yang merupakan model hipotetik untuk diverifikasi melalui validitas oleh para ahli dan praktisi pendidikan luar sekolah . Model konseptual yang telah mengalami validasi tersebut, kemudian akan diuji kehandalannya secara empirik di masyarakat melalui penelitian di lapangan. Setelah mengalami evaluasi dan revisi, diharapkan model tersebut akan menjadi model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat yang siap untuk diseminasikan.
C. Rumusan Masalah.
Berdasarkan kondisi obyektif dan identifikasi masalah sebagaimana telah diuraikan, maka program pemberdayaan perempuan yang berbasis masyarakat dianggap merupakan program yang strategis guna peningkatan peran perempuan dalam pembangunan masyarakat. Namun demikian, persoalan yang muncul sekaligus merupakan permasalahan umum dalam penelitian ini adalah : “Belum adanya model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga”. Atas dasar kondisi tersebut, penelitian ini diarahkan untuk menggambarkan model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga yang relevan untuk diimplementasikan di Desa Balerante dan Desa Kedongdong, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat.
(11)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
8
Permasalahan umum di atas selanjutnya dirumuskan menjadi permasalahan khusus yang dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana model pelatihan pemberdayaan perempuan yang telah ada di Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon itu?
2. Potensi masyarakat apa saja yang dapat mendukung pengembangan model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat di Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon itu ?
3. Bagaimana model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat di Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon itu ?
4. Bagaimana efektivitas model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat di Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon itu ?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat dengan cara mendeskripsikannya dalam bentuk data hasil penelitian yang direkam dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang pada akhirnya dapat diimplementasikan di Kabupaten Cirebon.
(12)
2. Tujuan khusus.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengidentifikasi model pelatihan pemberdayaan perempuan yang telah ada di Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon.
b. Menemukan potensi masyarakat yang dapat mendukung pengembangan model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat di Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon.
c. Mengembangkan model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga di Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon.
d. Mengkaji efektivitas model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat di Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon.
E. Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis yaitu bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan kajian Pendidikan Luar Sekolah, khususnya mengenai model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga.
(13)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
10
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
1. Bagi penyelenggara pendidikan masyarakat, penelitian tentang model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat ini, diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mengambil langkah konkrit dan strategi untuk penyelenggaraan pembelajaran bagi kelompok warga belajar khususnya perempuan, dalam rangka pengembangan masyarakat di pedesaan.
2. Bagi pengambil kebijakan pendidikan di tingkat kabupaten, penelitian ini memberikan rekomendasi melalui data empirik terhadap perbaikan sistem pemberdayaan perempuan dalam rangka ikut meningkatkan pendapatan keluarga yang menjadi salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu terwujudnya ketahanan keluarga.
3. Bagi pemimpin pemerintahan di desa, penelitian ini diharapkan dapat memicu pembentukan kelompok-kelompok usaha produktif untuk pemberdayaan kaum perempuan dalam rangka peran serta mereka di bidang pembangunan desanya. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu dan teori pemberdayaan khususnya bagi kaum perempuan di daerah pedesaan guna peningkatan peran mereka dalam pembangunan masyarakat dalam konteks pendidikan luar sekolah.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini difungsikan sebagai acuan untuk menghindari salah pengertian terhadap istilah-istilah yang tercantum pada judul disertasi ini.
(14)
1. Model Pelatihan; model adalah representasi diperkecil dari suatu benda atau suatu keadaan, yang dimaksudkan untuk menggambarkan, menjelaskan, atau menemukan sifat-sifat bentuk aslinya (Shadily, 1983:175). Sedangkan M. Ishak (2000:11) mengartikan model sebagai representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Apabila kata "model" disambungkan dengan kata "pelatihan", maka berdasarkan kedua pendapat tersebut, penulis mengartikan model pelatihan dalam penelitian ini adalah suatu bentuk dari kegiatan pelatihan yang diharapkan bisa dijadikan suatu pedoman bagi orang lain.
2. Pemberdayaan perempuan; Pemberdayaan merupakan upaya penyadaran peningkatan daya-daya terhadap seseorang atau kelompok, untuk memahami dan mengontrol dimensi-dimensi kekuatan yang dimiliki (religi, fisik, psikis, sosial, ekonomi, politik, dan budaya) untuk meningkatkan kedudukan mereka dalam masyarakatnya (Kindervatter, 1979:150; Stewart, 1994:3). Dengan proses pemberdayaan itu diharapkan kelompok sasaran memiliki kepercayaan diri (self-reliance) dan produktivitas kerja yang tinggi. Apabila kata "pemberdayaan" itu disambungkan dengan kata "perempuan", maka yang dimaksud dengan pemberdayaan perempuan dalam penelitian ini adalah upaya untuk meningkatkan rasa berdaya diri dari kaum perempuan dalam hal tingkat kemampuan-kemampuan yang dimiliki, untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi sehubungan dengan perbaikan kualitas dirinya dan keluarganya, terutama dalam bidang sosial-ekonomi.
(15)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
12
3. Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat adalah suatu bentuk dari kegiatan pelatihan yang diharapkan bisa dijadikan suatu pedoman bagi orang lain, dalam rangka untuk meningkatkan rasa berdaya diri dari kaum perempuan melalui pembelajaran yang teratur, terencana, dan sistematis, yang diselenggarakan dari, oleh, dan bersama-sama masyarakat, sehingga peserta dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berguna untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi sehubungan dengan perbaikan kualitas dirinya dan keluarganya dalam bidang sosial-ekonomi.
4. Peningkatan Pendapatan Keluarga adalah kondisi di mana perempuan yang tadinya tidak mempunyai kontribusi sama sekali dalam hal pendapatan keluarga kemudian mempunyai penghasilan sendiri, sehingga menjadi turut andil dalam peningkatan pendapatan keluarganya.
G. Kerangka Berfikir
Di Kabupaten Cirebon, berdasarkan pendataan keluarga tahun 2000, ada 72,85% dari total keluarga atau sebanyak 337.583 orang adalah perempuan yang berstatus isteri bukan pegawai, tidak bekerja, dan tidak berwirausaha, serta hanya mengurus suami dan keluarga saja. Jumlah yang demikian besar ini memerlukan upaya pemberdayaan khusus bagi perempuan sehingga dapat melibatkan mereka sebagai subyek pembangunan, bukan hanya sekedar obyek belaka.
Guna memberdayakan manusia melalui pembelajaran yang teratur, terencana, dan sistematis sehingga peserta dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berguna dalam meningkatkan kinerja yang pada
(16)
akhirnya dapat meningkatkan produktivitas, di antaranya dapat diupayakan melalui kegiatan pelatihan. Apabila kegiatan pelatihan itu diberikan kepada kaum perempuan yang berjumlah cukup banyak, niscaya upaya untuk memberdayakan mereka sehingga dapat menjadi subyek pembangunan, bukan lagi menjadi impian belaka. Apalagi basis masyarakat Kabupaten Cirebon yang terkenal agamis, rukun, ulet, dan disiplin merupakan potensi yang layak dikedepankan. Hal tersebut masih ditambah lagi dengan potensi lingkungan alam yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan sosial ekonominya.
Berdasarkan pemikiran tersebut, untuk memberikan jawaban atau memecahkan persoalan tentang model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat yang menjadi fokus penelitian ini, peneliti menggunakan kerangka berfikir sebagaimana terlihat pada gambar 1.1 halaman 14.
Dari gambar dapat diketahui bahwa studi pendahuluan dilaksanakan dengan memadukan kajian teori dan penemuan model di lapangan guna penyusunan model konseptual pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat. Selanjutnya model konseptual tersebut akan diverifikasi oleh para ahli dan praktisi, sehingga diperoleh model operasional yang kemudian diujicobakan secara langsung di masyarakat.
Ujicoba dilaksanakan sebanyak tiga kali hingga diperoleh suatu model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat empirik. Setelah mengalami evaluasi, akhirnya diperoleh model final yang siap untuk diseminasikan.
(17)
E d i P ri o B a sk o ro , 2 0 0 9 M o d e l P e la ti h a n P e m b e rd a y a a n P e re m p u a n . .. U n iv e rs it a s P e n d id ik a n In d o n e si a | r e p o si to ry .u p i. e d u 14 STUDI PENDAHULUAN PPPBM * KAJIAN TEORI * PENEMUAN
MODEL DI LAPANGAN (PRAKSIS) PENYUSUNAN MODEL KONSEPTUAL PPPBM (TEORITIK DAN IDEAL) MODEL OPERASIONAL PPPBM VERIFIKASI MODEL (VALIDASI AHLI DAN PRAKTISI) EVALUASI MODEL EMPIRIK PPPBM FINAL MODEL PPPBM UJI COBA I UJI COBA II UJI COBA III Keterangan:
PPPBM : Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Berbasis Masyarakat
(18)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Secara metodologis penelitian ini dilaksanakan melalui prosedur penelitian dan pengembangan (Research and Development). Borg dan Gall (1979:624) menyatakan bahwa Research and Development sebagai : “a process used develop and validate educational products”. Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Dari pengertian tersebut, maka penelitian ini diupayakan dapat menghasilkan suatu model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat, sehingga mampu meningkatkan peran perempuan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Dalam operasionalnya, penelitian ini menggunakan prosedur yang diformulasikan dari Borg dan Gall (1979:626) yang mengajukan sepuluh tahapan penelitian dan pengembangan sebagai berikut :
1. Meneliti dan mengumpulkan informasi, termasuk membaca literatur, mengobservasi, dan menyiapkan laporan tentang kebutuhan pengembangan.
2. Merencanakan prototipe komponen yang akan dikembangkan, merumuskan tujuan, menentukan urutan kegiatan, dan membuat skala pengukuran khusus.
3. Mengembangkan prototipe awal.
4. Melakukan ujicoba terbatas terhadap model awal, melakukan pengamatan, wawancara, dan angket, kemudian datanya dianalisis untuk menyempurnakan model awal.
(19)
88
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6. Melakukan ujicoba lapangan, kemudian dilakukan pengamatan, wawancara, dan angket, hasilnya lalu dievaluasi.
7. Melakukan revisi produk berdasarkan hasil ujicoba di lapangan dan dianalisis.
8. Melakukan ujicoba lapangan secara operasional. 9. Melakukan revisi akhir terhadap model.
10. Melakukan diseminasi dan penyebaran kepada berbagai pihak, baik melalui publikasi maupun cara-cara difusi lainnya.
Berdasarkan kesepuluh langkah penelitian dan pengembangan yang dikemukakan oleh Borg dan Gall tersebut, peneliti menyusun tujuh tahap kegiatan operasional yaitu :
1. Studi pendahuluan,
2. Penyusunan model konseptual, 3. Validasi model konseptual, 4. Revisi model konseptual, 5. Uji coba model,
6. Evaluasi dan Revisi model empirik, dan 7. Pembuatan laporan.
Penjabaran dari tujuh tahap kegiatan operasional tersebut adaah sebagai berikut :
1. Studi Pendahuluan
Dalam studi pendahuluan ini peneliti melaksanakan : a. Studi kepustakaan dengan cara :
1) Mengkaji teori umum sebagai sandaran dalam pengembangan pendidikan luar sekolah yang meliputi : teori tentang model dan teori tentang pelatihan.
(20)
2) Mengkaji konsep pokok sebagai sandaran pengembangan model seperti : konsep pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat, konsep pembelajaran dalam pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat, dan konsep pemberdayaan perempuan.
3) Mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dalam pengembangan model seperti : partisipasi perempuan dalam pembangunan masyarakat dan perempuan sebagai aktor transformasi dalam upaya mencapai kesejahteraan keluarga.
b. Studi lapangan dengan teknik pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi untuk mengetahui :
1) Model-model pelatihan yang telah ada di masyarakat khususnya perempuan di Kabupaten Cirebon
2) Kondisi lingkungan sosial masyarakat dan alam sekitarnya.
2. Penyusunan Model Konseptual.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di lapangan dan studi pustaka pada tahap pendahuluan, disusunlah suatu model konseptual pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat dengan cara :
a. Melakukan komparasi antara teori pelatihan yang relevan dengan temuan model pelatihan di lapangan.
(21)
90
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Menetapkan fokus kajian pengembangan model yang meliputi : pelatihan membuat kue, pelatihan pemasaran, dan pelatihan pengelolaan keuangan.
c. Menyusun kerangka rancangan model konseptual pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat.
d. Menyusun instrumen dalam rangka penelitian dan pengembangan.
3. Validasi Model Konseptual.
Validasi model konseptual tentang pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat ini dilakukan melalui :
a. Diskusi intensif dengan para ahli yang ada di perguruan tinggi
b. Validasi kelayakan model dengan para praktisi pendidikan luar sekolah yang ada di birokrasi pemerintahan maupun lembaga swadaya masyarakat yang pernah melakukan kajian tentang kaum perempuan di Cirebon.
c. Instrumen yang dipergunakan dalam validasi model konseptual ini adalah peneliti sendiri dan rancangan model konseptual yang telah dibuat, kemudian didiskusikan dengan responden.
d. Validasi model konseptual ini bertujuan untuk memperoleh model pelatihan berbasis masyarakat untuk perempuan yang handal dan kredibel yang dilakukan dengan acuan yang diajukan oleh Danin (1998:95) yaitu : (1) diskusi dengan para ahli, (2) observasi terhadap sistem, (3) menelaah teori yang relevan, (4) menelaah hasil-hasil
(22)
simulasi model yang relevan, dan (5) menggunakan pengalaman atau intuisi.
e. Aspek-aspek yang divalidasi adalah struktur model konseptual dan relevansinya dengan obyek dan subyek penelitian ini, yaitu : (1) sistem pelatihan, (2) pelatihan pemberdayaan perempuan yang berbasis masyarakat, dan (3) pemberdayaan perempuan.
f. Responden yang dilibatkan dalam validasi model konseptual ini adalah para ahli dari UPI Bandung 5 orang (Prof. Dr. H. Enceng Mulyana, M.Pd., Dr. Marjuki, M.Sc., Drs. Asep Setiadi Husein, B.Sc., M.Pd., Prof. Dr. H. Trijoko Raharjo, M.Pd., dan Dr. Mujahiddin, M.Si.) dan dari STAIN Cirebon 4 orang (Dr. H. Syuaeb Kurdie, M.Pd., Drs. Taqiyuddin, M.Pd., Drs. Endang, M.Pd., dan Drs. Nasehuddin, M.Pd.), serta praktisi 4 orang (Subdin PLS Pendidikan Nasional Kabupaten Cirebon, Subsi Pemberdayaan Perempuan Pemda Kabupaten Cirebon, PKK Kabupaten Cirebon, dan Puan Hayati Kabupaten Cirebon).
g. Teknik Validasi dalam model konseptual ini dilakukan dengan teknik : 1) Diskusi intensif dengan para ahli dan praktisi terhadap model
konseptual pelatihan berbasis masyarakat yang telah disusun oleh peneliti,
2) Observasi terhadap lingkungan masyarakat Desa Balerante dan Desa Kedongdong di mana kaum perempuan yang menjadi subyek yang diteliti berdomisili,
(23)
92
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3) Mengkaji teori-teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan, dan 4) Menggunakan pengalaman peneliti sendiri.
h. Terhadap hasil validasi yang didapat, selanjutnya dianalisis secara deskriptif sehingga diperoleh kesimpulan untuk perbaikan model konseptual yang akan diujicobakan kepada subyek sesungguhnya yaitu kaum perempuan Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon.
4. Revisi Model Konseptual.
Model konseptual yang telah divalidasi oleh para ahli dan praktisi selanjutnya disusun kembali sehingga siap untuk diimplementasikan di lapangan. Bagian-bagian model konseptual yang direvisi adalah :
a. Pengurangan dari tiga macam pelatihan menjadi hanya satu macam pelatihan dengan dua jenis keterampilan. Semula pelatihan yang diajukan adalah : membuat kue, menjahit, dan pengelolaan warung serba ada (waserda) menjadi hanya pelatihan membuat kue dengan dua jenis kue (jinten dan keripik singkong).
b. Penekanan unsur pelatihan pembuatan makanan khas masyarakat setempat (kue jinten untuk Desa Balerante dan keripik singkong untuk Desa Kedongdong), dengan asumsi mudah dalam pencarian bahan baku, pembuatan, dan pemasarannya.
(24)
c. Pemanfaatan sumber belajar (pelatih) hanya dari lingkungan masyarakat mereka sendiri yang telah terjun menjadi pengusaha
makanan terpilih, dengan asumsi apabila peserta pelatihan mendapat kesulitan mereka akan dengan mudah menghubungi sumber
belajarnya. Selain itu produk makanan yang dihasilkannyapun akan dibantu pula dalam pemasarannya.
5. Uji Coba Model.
Implementasi model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat dilaksanakan dengan kegiatan berturut-turut :
a. Perencanaan (Planing)
b. Pelaksanaan pelatihan, yaitu kegiatan : 1) Pengorganisasian (Organizing) 2) Penggerakan (Motivating) c. Penilaian (Evaluating), dan d. Pengembangan (Developing).
Adapun indikator dari masing-masing komponen model tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan, yaitu peserta pelatihan :
1) Dapat mengidentifikasi masalah yang dihadapi,
2) Dapat mengidentifikasi kemampuan yang menjadi potensi dirinya,
(25)
94
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4) Dapat mengidentifikasi potensi lingkungan alam sekitarnya, 5) Dapat mengidentifikasi kebutuhan belajarnya,
6) Dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar masyarakatnya, b. Pengorganisasian, yaitu peserta pelatihan :
1) Terlibat dalam penyusunan program pelatihan, 2) Terlibat dalam penetapan sumber belajarnya, 3) Terlibat dalam pemilihan materi belajarnya. c. Penggerakan, yaitu peserta pelatihan :
1) Aktif mengikuti semua kegiatan pelatihan, 2) Terlibat aktif dalam kegiatan kelompoknya, d. Penilaian, yaitu peserta pelatihan :
1) Memiliki pengetahuan baru setelah selesai pelatihan, 2) Memiliki keterampilan baru,
3) Memiliki perubahan sikap, dan
4) Mengetahui keberhasilan program pelatihan. e. Pengembangan, yaitu peserta pelatihan :
1) Mampu meningkatkan hasil produksi,
2) Mampu mengembangkan jenis-jenis produksi,
3) Mampu membelajarkan keterampilannya kepada orang lain. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang sampai tiga kali guna memperoleh hasil yang diharapkan. Sedangkan komponen-komponen pelatihan yang diujicobakan adalah :
(26)
a. Masukan (input), yang terdiri dari : 1) Masukan mentah (raw input)
2) Masukan sarana (instrumental input)
3) Masukan lingkungan (environmental input) 4) Masukan lain (other input)
b. Proses (process) c. Keluaran (output) d. Dampak (outcome)
6. Evaluasi dan Revisi Model Empirik.
Evaluasi uji coba model dilaksanakan melalui analisis data hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan secara deskriptif kualitatif. Selanjutnya dibuat revisi model empirik yang kemudian menjadi kesimpulan hasil penelitian.
7. Pembuatan Laporan.
Pada tahap terakhir dari langkah-langkah pelaksanaan penelitian dan pengembangan ini adalah :
a. Pembuatan laporan final yang memuat model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat
b. Direkomendasikan untuk diaplikasikan pada lokasi yang lain yang memiliki latar yang sama dengan masyarakat Cirebon.
(27)
96
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Studi ini dilaksanakan di Kabupaten Cirebon dengan mengambil dua desa di Kecamatan Palimanan yaitu Desa Balerante dan Desa Kedongdong. Adapun subyek penelitiannya adalah kaum perempuan yang telah atau pernah menikah, berstatus ibu rumah tangga, bukan pegawai, dan berasal dari keluarga Pra KS atau KS 1. Prosedur pemilihan subyek informan yang menjadi sampel dalam penelitian ini, mengacu kepada pendapat Patton (1980:205) yaitu peneliti memilih informan yang dipandang paling mengetahui masalah yang dikaji, dan pilihannya dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam pengumpulan data.
Berdasarkan pendapat tersebut, secara purpossive ditetapkanlah sebanyak 50 orang perempuan sebagai subyek penelitian yaitu 30 orang berasal dari desa Balerante dan 20 orang lagi berasal dari desa Kedongdong. Mereka semua dibagi ke dalam lima kelompok kecil yang masing-masing kelompok terdiri dari 10 anggota.
C. Teknik Pengumpulan Data.
Data pada studi ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik : 1. Studi pendahuluan :
a. Wawancara mendalam untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan utuh mengenai pola dan konteks kehidupan masyarakat dan kebutuhan kaum perempuan. Wawancara ini dilakukan kepada 50 orang perempuan yang menjadi subyek
(28)
penelitian, Kepala Desa, dan tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pelatihan untuk perempuan baik dari lembaga pemerintahan, non-pemerintahan, maupun lembaga swadaya masyarakat.
b. Pengamatan Non-Partisipatif untuk melengkapi gambaran tentang latar belakang subyek dan lingkungan alam sekitarnya.
c. Dokumentasi untuk memperoleh data tertulis yang ada di kantor Desa maupun kantor Kecamatan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pelatihan.
2. Implementasi/Uji Coba Model :
a. Pengamatan partisipatif dan non-partisipatif untuk mengamati kegiatan subyek yang terkait dengan pelatihan yang diikutinya. Pengamatan dilakukan dengan Skala Rating (Rating Scale) yang merupakan prosedur pencatatan sistematis berdasarkan pertimbangan pengamat untuk menunjukkan ciri tingkat kualitas dari suatu gejala/perilaku (Warkitri, dkk., 2001:5.21). Oleh karena itu, rinciannya disusun secara bertingkat menggambarkan adanya kualitas gejala/perilaku yang terendah sampai dengan kualitas yang tertinggi atau terbaik.
b. Wawancara mendalam untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang dialami oleh peserta selama kegiatan pelatihan.
(29)
98
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu D. Teknik Analisis Data.
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : teknik analisis kualitatif dan analisis SWOT.
1. Analisis data kualitatif yang dipergunakan adalah menurut langkah-langkah yang dianjurkan oleh Miles dan Huberman (1984:23) sebagai berikut :
a. Data collection, b. Data reduction, c. Data display, dan
d. Conclusion : drawing/verifying.
Adapun penjelasan langkah-langkahnya sebagai berikut :
a. Data Collection.
Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan model pelatihan berbasis masyarakat di lokasi, peneliti menggunakan catatan lapangan dan pedoman wawancara yang telah disusun.
b. Data Reduction.
Reduksi data adalah mencatat atau mengetik kembali dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Jika data tidak dicatat, akan sangat menyulitkan langkah berikutnya. Reduksi data akan membantu analisis data sejak awal penelitian dilakukan. Catatan lapangan yang dibuat
(30)
kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, dan difokuskan pada hal-hal yang penting, serta diberi susunan yang lebih sistematis supaya mudah dikendalikan. Data yang telah direduksi ini akan memberi gambaran yang lebih tajam tentang substansi model pelatihan berbasis masyarakat dan keterampilan yang diperoleh warga belajar sebagai hasil pelatihan.
c. Data Display.
Data display adalah upaya untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Untuk itu, perlu dibuat berbagai macam matriks, grafiks, networks, dan chart. Dengan demikian, peneliti dapat menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail.
d. Verification.
Verification berasal dari kata verify yang lalu diartikan sebagai test the truth or accuracy. Setelah data disajikan dalam bentuk matrik, grafik, flowchart, tabel, dan uraian rinci, maka langkah berikutnya adalah "mencandera" terhadap data yang telah disajikan tersebut.
Dalam "mencandera" peneliti memberikan tafsiran, makna, dan mencari hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain. Dengan demikian verifikasi adalah upaya mencari makna yang dikumpulkan. Jadi dalam kegiatan verifikasi ini, peneliti mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis, dan sebagainya.
(31)
100
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Walaupun pada penelitian pertama data yang dikumpulkan masih kabur, tetapi setelah data diberi kesimpulan maka data menjadi lebih bermakna. Oleh karena itu, kesimpulan tersebut harus senantiasa diverifikasikan dengan cara mencari data baru untuk mencapai inter-subjective consensus, yakni persetujuan bersama agar lebih menjamin validitas atau confirmability. Dalam hal ini, peneliti mengadakan diskusi dengan teman sejawat atau orang yang penulis pandang sebagai pakar dalam bidang pelatihan berbasis masyarakat.
Analisis data kualitatif ini dilakukan sejak awal penelitian dan dilakukan secara berulang-ulang dan berkesinambungan antara pengumpulan data dan analisis data, baik selama pengumpulan data di lapangan maupun sesudah data terkumpul. Selanjutnya dikatakan bahwa pekerjaan analisis meliputi kegiatan mengerjakan data, menatanya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mencari pola, menemukan apa yang penting dan apa yang akan dipelajari serta memutuskan apa yang akan peneliti laporkan.
2. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat).
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi, berdasarkan logika yang dapat memaksimalkan Kekuatan (Strength) dan Peluang (Opportunity), dan secara bersamaan dapat meminimalkan Kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Threat). Jadi, analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang dan Ancaman dengan faktor internal Kekuatan dan
(32)
Kelemahan. Dari hasil membandingkan itu akan didapatkan isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil pertemuan antara faktor eksternal dan internal, yakni : SO, WO, ST, dan WT (Rangkuti, 2005:19).
Penjelasan isu-isu strategis SO, WO, ST, dan WT adalah sebagai berikut :
a. SO strategies: ini merupakan situasi yang menguntungkan. Kegiatan pelatihan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented stategy).
b. ST strategies: dalam situasi ini kegiatan pelatihan menghadapi berbagai ancaman, tetapi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
c. WO strategies: dalam situasi ini kegiatan pelatihan menghadapi peluang yang besar, tetapi juga menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi pada situasi ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat merebut peluang yang lebih baik.
d. WT strategies: ini merupakan situasi yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan pelatihan harus menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
(33)
102
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu E. Desain Uji Lapangan.
Uji lapangan dilakukan dengan desain “the one shot case study”,
tanpa kelompok pembanding dan juga tanpa tes awal. Pemilihan desain ini di landasi alasan bahwa kegiatan pelatihan berlangsung singkat yakni hanya satu hari, baik saat ujicoba tahap I, ujicoba tahap II, maupun ujicoba tahap III. Desain uji lapangan ini dilukiskan sebagai berikut :
X O
Treatment Observation
Desain ini digunakan untuk mengetahui efek dari penerapan model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat di Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu, yang diujikan pada treatment berupa pelatihan membuat kue, pelatihan pemasaran, dan pelatihan pengelolaan keuangan.
F. Validitas, Reliabilitas, dan Obyektivitas Data.
Istilah validitas dan reliabilitas digunakan untuk mengukur keabsahan data pada penelitian kuantitatif. Validitas diartikan sebagai derajat ketepatan alat ukur untuk mengukur apa yang hendak diukur, sedangkan reliabilitas adalah derajat ketetapan (konsistensi) alat yang digunakan untuk mengukur dalam waktu yang berbeda pada obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama.
Dalam penelitian kualitatif, validitas internal dinyatakan dalam kredibilitas (credibility), sedangkan validitas eksternal dinyatakan dalam
(34)
transferability. Adapun reliabilitas dinyatakan dalam dependability, dan obyektivitas dinyatakan dalam confirmability (Lincoln dan Guba, 1985 :289-328).
Pada penelitian ini, untuk pengecekan validitas, reliabilitas, dan obyektivitas data dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Credibility.
Kepercayaan (credibility) adalah kegiatan yang mengusahakan agar hasil-hasil penemuan dapat diakui kebenarannya, atau dengan istilah lain kepercayaan penemuan dapat dicapai.
Lincoln dan Guba (1985:301-314) menjelaskan ada tujuh upaya untuk memeriksa keabsahan data yaitu : (a) Activities increasing the probability that credible findings will be produced, (b) Persistent observation, (c) Triangulation, (d) Peer debriefing, (e) Referential adequacy, (f) Negative case analysis, and (g) Member checks.
a. Activities increasing the probability that credible findings will be produced.
Untuk kesahihan data diperlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian, sehingga akan banyak mempelajari kebudayaan atau keadaan latar penelitian. Dengan demikian, peneliti dapat menguji ketidakbenaran informasi yang diperkenalkan baik yang berasal dari diri sendiri maupun responden, dan membangun kepercayaan subyek. Dengan perpanjangan waktu, peneliti dapat
(35)
104
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berorientasi dengan situasi guna memastikan apakah konteks pelatihan berbasis masyarakat itu dapat dipahami dan dihayati.
b. Persistent observation.
Ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman. Dengan ketekunan pengamatan ini peneliti bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur yang menonjol dalam situasi yang relevan dengan kegiatan pelatihan berbasis masyarakat yang sedang dicari dan memusatkan hal tersebut secara rinci.
c. Triangulation.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, yaitu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh.
Dalam penelitian ini, sumber data adalah kaum perempuan yang mengikuti pelatihan berbasis masyarakat. Untuk mendapatkan data yang dipercaya tersebut, wawancara juga dilakukan kepada perempuan lain yang tidak mengikuti pelatihan, Kepala Desa, dan Tokoh Masyarakat. Variasi jawaban ditulis, jawaban yang sama dikelompokkan sehingga deskripsi jawaban dapat diinventarisi secara nyata.
d. Peer Debriefing.
Yang dimaksud dengan peer debriefing adalah untuk menjelaskan hasil sementara dari hasil akhir yang diperoleh dalam
(36)
bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Dengan membicarakan kepada teman sejawat, diharapkan peneliti memiliki sikap terbuka dan kejujuran. Dengan diskusi ini dapat dijajaki hipotesis yang muncul dari pikiran peneliti.
e. Referential Adequacy.
Referensi yang cukup ini untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Hal ini dilakukan dengan membuat flow chart dan rekaman tape.
f. Negative Case Analysis.
Teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjelaskan hipotesis kerja sebagai upaya meningkatkan argumentasi penemuan.
g. Member Checks.
Penelitian untuk disertasi ini dilakukan secara mandiri sehingga pengecekan anggota yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengecekan sumber data utama proses pengumpulan data.
2. Transferability.
Dalam penelitian kualitatif, transferability adalah kemampuan melihat sampai sejauh manakah hasil penelitian dapat diaplikasikan atau
(37)
106
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
digunakan dalam situasi lain. Transferability ini diserahkan kepada pembaca atau pemakai. Untuk melakukan transfer tersebut peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Nasution (1988:119) menjelaskan, "Bagi peneliti kualitatif, transferability bergantung kepada si pemakai yakni hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dan situasi tertentu". Peneliti sendiri tidak dapat menjawab "validitas eksternal" ini. Dalam hal ini, peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif untuk membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk itu perlu usaha memverifikasi hasil-hasil penelitian.
3. Dependability (reliabilitas).
Dependability (kebergantungan) ingin melihat sejauh mana hasil penelitian bergantung kepada keandalan. Dalam penelitian non-kualitatif disebut reliabilitas yaitu hasil pengulangan sama karena kondisi dan esensi yang sama. Namun konsep dependability lebih luas karena peninjauan dari segi konsep memperhitungkan segala-galanya yaitu ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor lainnya yang tersangkut. Oleh karena itu, laporan penelitian ini juga mendeskripsikan kondisi obyektif Desa Balerante dan Desa Kedongdong Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon.
(38)
4. Confirmability.
Confirmability adalah keyakinan terhadap kebenaran data yang diperoleh. Ini dapat dilakukan dengan audit trail, artinya dapat dikonfirmasikan dengan jejak yang dapat dilacak atau diikuti. Dalam penelitian ini, confirmability dilakukan oleh Pembimbing (Promotor, Ko-Promotor, dan Anggota) yang membantu memeriksa proses penelitian serta taraf kebenaran data serta tafsirannya. Untuk melakukan pemeriksaan ini, peneliti menyediakan bahan-bahan seperti data mentah berupa catatan lapangan, rangkuman hasil analisis data, dan catatan mengenai proses penelitian.
(39)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
252
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan.
Model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan bahwa perempuan itu pada dasarnya mempunyai potensi untuk maju dan berkembang jika diberikan peluang guna peningkatan peran mereka dalam pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, upaya pemberdayaan kaum perempuan menjadi topik menarik yang dikaji dalam penelitian ini.
Secara spesifik hasil studi empiris ini menghasilkan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
1. Model pelatihan yang telah ada untuk pemberdayaan perempuan di Desa Balerante dan Desa Kedongdong, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon pada umumnya berlangsung secara alamiah (indigenous) melalui proses pewarisan dari orang tua kepada anak-anaknya. Pembelajaran tidak dirancang secara sistematis meskipun secara filosofis memiliki tujuan tertentu yang harus dicapai pada akhir pembelajaran. Bahan belajar terdiri atas keterampilan hidup sehari-hari seperti : memasak, mencuci, mendidik anak, menjahit, juga keterampilan produktif seperti pembuatan kue khas saat ada hajatan, serta keterampilan berusaha seperti menjaga warung dan berdagang kue keliling kampung. Bertindak sebagai sumber belajar adalah ibu, nenek, dan saudara, sedangkan sebagai peserta didik adalah
(40)
anak, cucu, dan keponakan. Metode pembelajaran umumnya dilakukan melalui demonstrasi dan penugasan kepada peserta didik. Adapun media yang dipergunakan berupa bahan baku keterampilan, fasilitas produksi, dan hasil produksi. Dalam perkembangan terakhir, terdapat beberapa orang yang mengikuti pelatihan singkat dalam rangka penyuluhan yang dilakukan secara insidental oleh berberapa instansi.
2. Potensi masyarakat yang mendukung pengembangan model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat ini adalah :
a. Pengaruh nilai-nilai agama Islam yang kuat yang menganjurkan pemeluknya untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya. b. Struktur organisasi sosial yang menjadikan mereka terbiasa
berkelompok seperti dalam kelompok PKK, Dasa Wisma, Posyandu, dan sebagainya.
c. Teknologi terapan yang menjadi dasar perempuan memiliki keterampilan membuat kue khas seperti yang mereka tunjukkan saat tetangga mereka mengadakan hajatan atau ada peringatan hari-hari besar Islam.
d. Sistem mata pencaharian mereka yang berorientasi pada perdagangan dikarenakan adanya pasar tradisional besar bernama Pasar Minggu yang terletak di dekat lingkungan mereka (Desa Balerante). Selain itu, terdapat potensi sumber daya alam berupa hutan yang luas yang menjadikan mereka mudah menanam tanaman yang menjadi bahan baku keterampilan mereka (Desa Kedongdong).
(41)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
254
3. Model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat ini, diawali dengan pertimbangan bahwa kelompok sasaran adalah ibu rumah tangga biasa yang sangat tergantung kepada pendapatan suami atau orang tua saja. Proses pembelajaran keterampilan produktif dilakukan melalui pelatihan dengan memanfaatkan semua potensi yang ada. Langkah-langkah pembelajaran sebagai komponen model dimulai dengan proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, penilaian, dan pengembangan terhadap pelatihan pembuatan kue jinten dan keripik singkong, keterampilan pemasaran, dan manajemen pemgelolaan keuangan. Adapun pengelolaan pembelajarannya dipengaruhi oleh lingkungan alam dan lingkungan sosial serta partisipasi pemerintah. Berdasarkan kondisi tersebut, disusunlah model konseptual pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat.
Model konseptual yang telah dirumuskan sebagaimana dikemukakan di atas, kemudian divalidasi dengan melalui diskusi intensif dengan para ahli dan para praktisi pendidikan luar sekolah yang ada di birokrasi pemerintahan dan lembaga swadaya masyarakat. Instrumen validasinya adalah rancangan model konseptual yang telah dibuat oleh peneliti. Adapun bagian-bagian yang divalidasi adalah struktur model konseptual dan relevansinya dengan obyek dan subyek penelitian, sedangkan validasi bahan belajar mencakup jenis-jenis keterampilan praktis. Hasil validasi dianalisis secara deskriptif untuk membuat keputusan dalam perbaikan model konseptual yang selanjutnya siap diujicobakan.
(42)
Ujicoba model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat tersebut dilakukan melalui penelitian di lapangan yang diawali dengan dialog mendalam dengan segenap unsur dalam masyarakat dalam rangka perencanaan pelatihan, pengorganisasian pembelajaran termasuk pelaksanaannya dalam bentuk pelatihan keterampilan produktif dan keterampilan berusaha, dimana kegiatan pelatihan berlangsung selama tiga tahap. Sumber belajar dipilih dari kalangan mereka sendiri yang telah mempunyai usaha di bidang yang sesuai dengan apa yang dilatihkan kepada warga belajar, yakni pembuatan kue jinten dan keripik singkong, akan tetapi selanjutnya dengan hanya mengandalkan buku resep sebagai bahan belajar, mereka dapat saling membelajarkan.
Model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat yang telah mengalami serangkaian ujicoba sebagaimana diuraikan di atas, disajikan dalam gambar 4.4. tentang model akhir pelatihan halaman 172.
4. Efektivitas model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat dapat diketahui dengan melakukan evaluasi yang dilakukan baik secara deskriptif melalui pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan daftar skala rating dan pemberian postes berupa kuis. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kesadaran masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan. Mereka telah dapat merencanakan, mampu mengikuti, melaksanakan pembelajaran, menilai, serta mengembangkan kegiatan dan hasil belajarnya. Dengan demikian
(43)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
256
proses kegiatan pelatihan ini telah berhasil meningkatkan keterampilan produktif berupa pembuatan kue jinten dan keripik singkong, meningkatkan keterampilan intelektual berupa penguasaan pengelolaan keuangan, meningkatkan keterampilan sosial yakni mampu bekerjasama dalam kelompok, meningkatkan keterampilan marketing yakni mampu memasarkan hasil produksinya, serta meningkatkan keterampilan manajemen usaha yang ditunjukkan dengan semakin beragamnya makanan yang dihasilkan seperti rempeyek, kue ladu, dan kacang gawil.
Dengan berbekal keterampilan-keterampilan sebagaimana dikemukakan di atas, warga belajar dapat memperoleh penghasilan sendiri guna meningkatkan pendapatan keluarga sebesar antara Rp. 1.920.000,- hingga Rp. 1.950.000,- setiap bulan per kelompok atau sebesar Rp. 192.000,- hingga Rp. 195.000,- perorang, hanya dengan menggunakan modal kerja sebesar Rp. 750.000,- dari bantuan pemerintahan Kabupaten Cirebon.
B. Implikasi
Implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Perempuan di pedesaan Kabupaten Cirebon, khususnya di Desa Balerante dan Desa Kedondong, Kecamatan Palimanan, merupakan aset potensial untuk dikembangkan keterampilannya sehingga mereka mampu meningkatkan pendapatan keluarga yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat pada umumnya.
(44)
2. Pengembangan model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat merupakan model pembelajaran yang praktis karena secara teknis warga belajar dapat memiliki dasar-dasar keterampilan yang hasilnya dapat diaplikasikan dalam waktu singkat. Di samping itu merupakan model pelatihan yang hemat karena bahan baku banyak tersedia di lingkungan sekitar, sumber belajar berasal dari kalangan mereka sendiri, dan pelaksanaannya bisa di rumah atau tempat yang telah disepakati oleh warga belajar sehingga mudah dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
3. Pengelolaan pembelajaran dalam pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat ini diawali dengan pelibatan sumber belajar yang lebih dominan, untuk kemudian secara bertahap keterlibatan sumber belajar dikurangi hingga pada akhirnya sumber belajar tidak lagi terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Pada saat itu pembelajaran sepenuhnya menjadi milik warga belajar sehingga mereka mempunyai keleluasaan untuk mengembangkan pembelajarannya sendiri.
C. Rekomendasi
Hasil penelitian ini direkomendasikan untuk hal-hal sebagai berikut :
1. Rekomendasi untuk Penerapan Model Temuan.
Model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat ini telah terbukti efektif untuk membelajarkan keterampilan warga belajar, di
(45)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
258
mana mereka dapat merencanakan, mengorganisir, menggerakkan, menilai, dan mengembangkan kegiatan belajarnya sendiri. Hasil belajarnyapun dapat meningkatkan keterampilan produktif, keterampilan intelektual, keterampilan sosial, keterampilan marketing, dan keterampilan usaha mereka. Oleh karena itu, keberhasilan penerapan model ini perlu disebarluaskan kepada kelompok masyarakat yang memiliki kondisi yang sama, di mana proses penerapan model ini mengharuskan pengelola untuk mempelajari langkah-langkah praktisnya. Dengan demikian, diharapkan hasil yang diperolehnyapun akan sama dengan keberhasilan penelitian ini.
Pada saat model ini akan diimplementasikan, para agen perubahan perlu mengawalinya dengan melakukan dialog dengan segenap komponen masyarakat sehingga diharapkan mampu mengenali kebutuhan mereka secara mendalam. Pengelola pembelajaran perlu melibatkan warga belajar dalam semua langkah kegiatan pembelajaran sehingga mereka merasa memiliki kewajiban untuk menyukseskan kegiatan tersebut. Di samping itu pengelola juga harus memiliki pengetahuan dan pandangan bahwa pendidikan orang dewasa itu berbeda dengan pendidikan anak-anak, di mana mereka memiliki pengalaman yang cukup untuk dijadikan sebagai sumber daya yang potensial.
Pemilihan bahan belajar hendaknya diorientasikan kepada terwujudnya kepemilikan life-skill kelompok sasaran. Untuk itu, pemilihannya harus melihat kemudahan dan ketersediaan bahan bakunya,
(46)
modal kerjanya, serta aksesibilitas pasar. Dengan demikian dapat memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada warga belajarnya.
2. Rekomendasi untuk Penelitian Lanjutan.
Model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat ini diteliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Oleh karena itu, diharapkan adanya pengkajian secara kuantitatif melalui desain penelitian eksperimen yang ketat. Sebagai variabel kriteriumnya, misalnya dapat dipergunakan motivasi belajar, bekerja, dan berusaha, serta sumber belajar sebagai variabel bebas, adapun variabel terikatnya adalah tingkat penguasaan keterampilan seperti keterampilan produktif, intelektual, sosial, marketing, dan keterampilan usaha.
Model pelatihan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat ini menggunakan latar belakang perempuan yang ada di daerah pedesaan sebagai subyek penelitiannya, oleh karena itu perlu adanya perluasan dengan cara membandingkan yang ada di daerah perkotaan maupun nelayan. Dengan demikian dapat lebih nampak daya guna dan hasil guna dari pelatihan berbasis masyarakat ini. Untuk mengaplikasikan hal itu, perlu dilakukan penyesuaian berdasarkan kondisi subyek dan kondisi alam sekitarnya.
(47)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
252
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, I. (2000). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa, Bandung : Andira.
Abustam, M.I. (1993). Strategi Kebijaksanaan Penanggulangan Kemiskinan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan di Daerah Pedesaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang : IKIP
Adimihardja dan Hikmat. (2001). PRA: Paticipatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat, Bandung : Humaniora Utama Press.
Ahmad, A. (2001). Model Kurikulum dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewiraswastaan bagi Wanita pada Lembaga Kursus. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Arif, Z., (1987), Andragogy, Bandung : Angkasa.
As’ad, M. (1991). Psikologi Industri. Yogyakarta : Liberty.
Beach, Dale. S. (1969). Personel : The Management of People at Work, New York : The Macmillan Company.
BKKBN. (1994). Pembangunan Keluarga Sejahtera, Cirebon.
_______. (1995). Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Bandung.
_______.(1998). Pedoman Bidang Usaha dan Tenaga Terampil melalui Kelompok UPPKS.
_______.(2001). Pendataan Keluarga tahun 2000 Kabupaten Cirebon. _______. (2002). Pendataan Keluarga tahun 2001 Kecamatan Palimanan
Borg, W.R. and Gall, M.D. (1979). Educational Research An Introduction, New York : Longman.
Brookfield, SD. (1987). Understanding and Facilitating Adult Learning, Sanfrancisco : Jossey-Bass Publisher.
Chambers, R. (1988). Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. Jakarta : LP3ES. Cohn, E. (1979). The Economic of Education, Cambridge : Ballinger Publishing
(48)
Craig, R.L. (1976), Training and Develiopment Handbook : A Guide to Human Resource Development, New York : McGraw-Hill Book Company.
Danin, S. (1998). “Model Pengolahan Terpadu Sistem Pendidikan Tenaga
Kependidikan di Tingkat Wilayah (Studi tentang Fungsi dan Efektivitas Model-model Pendidikan Tenaga Kependidikan di Propinsi Bengkulu)”. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Davies, I.K. (1991). Pengelolaan Belajar, penterjemah Sudarsono S. Jakarta : PAU-UT dan Rajawali.
Departemen Agama (1982). Al-Qur’an dan Terjemahan.
Dryden, G dan Vos. J. (2000) Revolusi Cara Belajar Bagian I Keajaiban Pikiran, Bandung : Kaifa
Dunn, W.N. (2000) Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta : Gajahmada University Press.
Freire, Paulo. (1972). Pedagogy of the Oppressed, New York : Herder and Herder. Havelock, R.G. (1975). The Change Agent’s Guide to Innovation in Education.
New Jersey : Educational Technology Publications Englewood Cliffs.
Inkeles, A. dan Smith, D.H. (1974). Becoming Modern : Individual Change in Six Developing Countries. Cambridge : Harvard University Press.
Ishak, M. (2000). “Pengembangan Model Program Pendidikan Taruna Mandiri
(Studi Terfokus pada Kehidupan Anak-anak Jalanan di Bandung”. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Jarvis, P. (1985). The Sociology of Adult and Continuing Education, London : Croom Helm.
Joyce, B dan Weil, M. (1996). Models of Teaching. Englewood Cliffs N.J : Prenntice Hall.Inc.
Jufri, M. (1997). “Profil Kegiatan Wanita di Desa Tertinggal (Kasus Desa Binaan
IKIP Padang) di Kota Hilalang Kecamatan Kubung Kabupaten Solok” dalam
Abstrak Hasil-hasil Penelitian IKIP Padang tahun 1996/1997, Padang : Lembaga Penelitian IKIP Padang.
Kindervatter, Suzanne. (1979). Non Formal Education : As an Empowering Process, Amerika Serikat : Printes in The United States of America.
(49)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
254
Knowles, M.S. (1980). The Modern Practice of Adult Education : From Pedagogy to Andragogy, Chicago : Follet Publishing Company.
______________. (1981). The Adult Learner : A Neglected Species. Huston : Gulf Publishing Company.
Koentjaraningrat, (1972). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat..
Lincoln, I.S. dan Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry, New York : Sage Publication.
Miles, Mattew B. dan Huberman, A. Michael. (1984). Qualitative Data Analysis, Sagepublications BeverlyHills London, New Delhi.
Moekijat (1993). Evaluasi Pelatihan dalam Rangka Peningkatan Produktivitas, Bandung : Mandar Maju.
Mosse, J.C. (2002). Gender dan Pembangunan. penterjemah Hartian Silawati. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nadler, L. (1982). Designing Training Programs: The Critical Events Model, Lomdom : Addison Wesley Publishing Company.
Naisbitt, J. (1997). Megatren Asia : Delapan Megatren Asia yang Mengubah Dunia, Jakarta : Gramedia.
Naqvi, S. Nawab H. (1993). Etika dan Ilmu Ekonomi, Suatu Sintesis Islami, Penterjemah Hasan A. dan Asep H., Bandung : Penerbit Mizan.
Nasution. (1988). Metode Penelitian Naturalistik, Bandung : Tarsito.
Nasution, Z. (1992). Komunikasi Pembangunan : Pengenalan Teori dan Penerapannya, Jakarta : Rajawali.
Nendissa, D.R. (1994). “Peranan Wanita Tani dalam Usaha Tani Lahan Kering
di Pulau Rote Nusa Tenggara Timur” dalam Prosiding Seminar Nasional
Hasil Penelitian erguruan Tinggi Bidang Ilmu Ekonomi dan Sosial Ekonomi Pertanian, Jakarta : Ditjen Dikti Depdikbud.
Patton, M.Q. (1980). Qualitative Evaluation Methods, London : Sage Publication Ltd.
Rangkuti. (2005). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet. 12, Jakarta.
(50)
Rifai, M.S.S. (1996). “Profil Wanita Aktor Transformasi dalam Upaya Mencapai
Kesejahteraan Keluarga (Suatu Telaah Perikehidupan Wanita Kader PKK dan
Implikasinya dalam Pendidikan Luar Sekolah)”, Disertasi Doktor pada PPS
IKIP Bandung : tidak diterbitkan.
Rogers, Everett, M. dan Shoemaker, F.F. (1971). Communication of Innovation, New York : The Free Press.
Rogers, Everett, M. (1983). Diffusion of Innovations, New York : A Devision of Macmillan Publishing Co. Inc.
Rogers, Everett, M. (1994). Teaching Adult, Philadelphia : pen University Press. Schramm, W. (1984), Media Besar Media Kecil, penterjemah Agafur. Semarang :
IKIP Semarang Press.
Shadily, H. (1983). Ensiklopedi Indonesia 4. Jakarta : Ichtisar Baru-Van Hoeve. Siagian, S.P. (1996). Filsafat Administrasi, Jakarta : Gunung Agung.
Sihombing, (2000). Pendidikan Luar Sekolah Manajemen Strategi, Jakarta : Mahkota.
Soedomo, M. (1989). Pendidikan Luar Sekolah Kearah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat. Jakarta : P2LPTK-Depdikbud.
Stewart, F. and Lee, S. (1994) New Approachs in Developing Instruction : Hand Book for Teacher, Albany, NY : Delamr Publisher Inc. ITP.
Sudjana. D. (1992). Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah, Bandung : Nusantara Press.
---, (1993). Strategi Pembelajaran dalam PLS, Bandung : Nusantara Press.
---, (1996). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif dalam PLS , Bandung : Nusantara Press.
---, (1996). PLS: Wawasan, Sejarah Perkembangan Falsafah & Teori Pendukung Asas, Bandung : Falah Production.
---, (2000). Manajemen Program Pendidikan untuk PLS dan Pembangunan SDM, Bandung : Falah Production.
(51)
Edi Prio Baskoro, 2009
Model Pelatihan Pemberdayaan Perempuan ...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
256
Sumahamijaya, S. (1980). Membina Sikap Mental Wiraswasta, Jakarta : Gunung Jati.
Sumodiningrat, G. (1999). Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
Supriyono. (2000). Pemberdayaan Warga Belajar pada Kelompok Belajar (Studi Pengembangan Model Pengelolaan Program Pembelajaran Paket B Kesetaraan melalui Kelompok Belajar, Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Suwarsono dan Alvin Y.S. (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia, Jakarta: LP3ES.
Tayibnapis, F.Y. (2000). Evaluasi Program, Jakarta : Rineka Cipta.
Terry, G.R. (1986). Asas-asas Manajemen, penterjemah Winardi, Bandung : Alumni.
Tilaar. (1999). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung : Rosda Karya
_____. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta : Rineka Cipta. Trisnamansyah, Sutaryat. (1986). Pendidikan Kemasyarakatan, Bandung.
____________________. (1993). Perkembangan PLS dan Upaya Mempersiapkan Pelaksanaan Wajib Belajar Dikdas Sembilan Tahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada FIP IKIP Bandung tanggal 18 Oktober 1993. Warkitri, dkk. (2001). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar, Jakarta : Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
Wileden, A.F. (1970). Community Development : The Dinamic of Planning Change, New York : The Bedminster Press.
(52)
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, I. (2000). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa, Bandung : Andira.
Abustam, M.I. (1993). Strategi Kebijaksanaan Penanggulangan Kemiskinan dan
Peningkatan Kualitas Lingkungan di Daerah Pedesaan Sulawesi Selatan,
Ujung Pandang : IKIP
Adimihardja dan Hikmat. (2001). PRA: Paticipatory Research Appraisal dalam
Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat, Bandung : Humaniora Utama
Press.
Ahmad, A. (2001). Model Kurikulum dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewiraswastaan bagi Wanita pada Lembaga Kursus. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Arif, Z., (1987), Andragogy, Bandung : Angkasa.
As’ad, M. (1991). Psikologi Industri. Yogyakarta : Liberty.
Beach, Dale. S. (1969). Personel : The Management of People at Work, New York : The Macmillan Company.
BKKBN. (1994). Pembangunan Keluarga Sejahtera, Cirebon.
_______. (1995). Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Bandung.
_______.(1998). Pedoman Bidang Usaha dan Tenaga Terampil melalui
Kelompok UPPKS.
_______.(2001). Pendataan Keluarga tahun 2000 Kabupaten Cirebon. _______. (2002). Pendataan Keluarga tahun 2001 Kecamatan Palimanan
Borg, W.R. and Gall, M.D. (1979). Educational Research An Introduction, New York : Longman.
Brookfield, SD. (1987). Understanding and Facilitating Adult Learning, Sanfrancisco : Jossey-Bass Publisher.
Chambers, R. (1988). Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. Jakarta : LP3ES. Cohn, E. (1979). The Economic of Education, Cambridge : Ballinger Publishing
(2)
Craig, R.L. (1976), Training and Develiopment Handbook : A Guide to Human
Resource Development, New York : McGraw-Hill Book Company.
Danin, S. (1998). “Model Pengolahan Terpadu Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan di Tingkat Wilayah (Studi tentang Fungsi dan Efektivitas Model-model Pendidikan Tenaga Kependidikan di Propinsi Bengkulu)”.
Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Davies, I.K. (1991). Pengelolaan Belajar, penterjemah Sudarsono S. Jakarta : PAU-UT dan Rajawali.
Departemen Agama (1982). Al-Qur’an dan Terjemahan.
Dryden, G dan Vos. J. (2000) Revolusi Cara Belajar Bagian I Keajaiban
Pikiran, Bandung : Kaifa
Dunn, W.N. (2000) Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta : Gajahmada University Press.
Freire, Paulo. (1972). Pedagogy of the Oppressed, New York : Herder and Herder. Havelock, R.G. (1975). The Change Agent’s Guide to Innovation in Education.
New Jersey : Educational Technology Publications Englewood Cliffs.
Inkeles, A. dan Smith, D.H. (1974). Becoming Modern : Individual Change in
Six Developing Countries. Cambridge : Harvard University Press.
Ishak, M. (2000). “Pengembangan Model Program Pendidikan Taruna Mandiri (Studi Terfokus pada Kehidupan Anak-anak Jalanan di Bandung”. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Jarvis, P. (1985). The Sociology of Adult and Continuing Education, London : Croom Helm.
Joyce, B dan Weil, M. (1996). Models of Teaching. Englewood Cliffs N.J : Prenntice Hall.Inc.
Jufri, M. (1997). “Profil Kegiatan Wanita di Desa Tertinggal (Kasus Desa Binaan IKIP Padang) di Kota Hilalang Kecamatan Kubung Kabupaten Solok” dalam
Abstrak Hasil-hasil Penelitian IKIP Padang tahun 1996/1997, Padang :
Lembaga Penelitian IKIP Padang.
Kindervatter, Suzanne. (1979). Non Formal Education : As an Empowering
(3)
Knowles, M.S. (1980). The Modern Practice of Adult Education : From
Pedagogy to Andragogy, Chicago : Follet Publishing Company.
______________. (1981). The Adult Learner : A Neglected Species. Huston : Gulf Publishing Company.
Koentjaraningrat, (1972). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat..
Lincoln, I.S. dan Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry, New York : Sage Publication.
Miles, Mattew B. dan Huberman, A. Michael. (1984). Qualitative Data Analysis, Sagepublications BeverlyHills London, New Delhi.
Moekijat (1993). Evaluasi Pelatihan dalam Rangka Peningkatan Produktivitas, Bandung : Mandar Maju.
Mosse, J.C. (2002). Gender dan Pembangunan. penterjemah Hartian Silawati. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nadler, L. (1982). Designing Training Programs: The Critical Events Model, Lomdom : Addison Wesley Publishing Company.
Naisbitt, J. (1997). Megatren Asia : Delapan Megatren Asia yang Mengubah
Dunia, Jakarta : Gramedia.
Naqvi, S. Nawab H. (1993). Etika dan Ilmu Ekonomi, Suatu Sintesis Islami, Penterjemah Hasan A. dan Asep H., Bandung : Penerbit Mizan.
Nasution. (1988). Metode Penelitian Naturalistik, Bandung : Tarsito.
Nasution, Z. (1992). Komunikasi Pembangunan : Pengenalan Teori dan
Penerapannya, Jakarta : Rajawali.
Nendissa, D.R. (1994). “Peranan Wanita Tani dalam Usaha Tani Lahan Kering di Pulau Rote Nusa Tenggara Timur” dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian erguruan Tinggi Bidang Ilmu Ekonomi dan Sosial Ekonomi Pertanian, Jakarta : Ditjen Dikti Depdikbud.
Patton, M.Q. (1980). Qualitative Evaluation Methods, London : Sage Publication Ltd.
Rangkuti. (2005). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet. 12, Jakarta.
(4)
Rifai, M.S.S. (1996). “Profil Wanita Aktor Transformasi dalam Upaya Mencapai Kesejahteraan Keluarga (Suatu Telaah Perikehidupan Wanita Kader PKK dan Implikasinya dalam Pendidikan Luar Sekolah)”, Disertasi Doktor pada PPS
IKIP Bandung : tidak diterbitkan.
Rogers, Everett, M. dan Shoemaker, F.F. (1971). Communication of Innovation, New York : The Free Press.
Rogers, Everett, M. (1983). Diffusion of Innovations, New York : A Devision of Macmillan Publishing Co. Inc.
Rogers, Everett, M. (1994). Teaching Adult, Philadelphia : pen University Press. Schramm, W. (1984), Media Besar Media Kecil, penterjemah Agafur. Semarang :
IKIP Semarang Press.
Shadily, H. (1983). Ensiklopedi Indonesia 4. Jakarta : Ichtisar Baru-Van Hoeve. Siagian, S.P. (1996). Filsafat Administrasi, Jakarta : Gunung Agung.
Sihombing, (2000). Pendidikan Luar Sekolah Manajemen Strategi, Jakarta : Mahkota.
Soedomo, M. (1989). Pendidikan Luar Sekolah Kearah Pengembangan Sistem
Belajar Masyarakat. Jakarta : P2LPTK-Depdikbud.
Stewart, F. and Lee, S. (1994) New Approachs in Developing Instruction : Hand
Book for Teacher, Albany, NY : Delamr Publisher Inc. ITP.
Sudjana. D. (1992). Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah, Bandung : Nusantara Press.
---, (1993). Strategi Pembelajaran dalam PLS, Bandung : Nusantara Press.
---, (1996). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif dalam PLS , Bandung : Nusantara Press.
---, (1996). PLS: Wawasan, Sejarah Perkembangan Falsafah & Teori
Pendukung Asas, Bandung : Falah Production.
---, (2000). Manajemen Program Pendidikan untuk PLS dan
Pembangunan SDM, Bandung : Falah Production.
(5)
Sumahamijaya, S. (1980). Membina Sikap Mental Wiraswasta, Jakarta : Gunung Jati.
Sumodiningrat, G. (1999). Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
Supriyono. (2000). Pemberdayaan Warga Belajar pada Kelompok Belajar (Studi Pengembangan Model Pengelolaan Program Pembelajaran Paket B Kesetaraan melalui Kelompok Belajar, Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Suwarsono dan Alvin Y.S. (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di
Indonesia, Jakarta: LP3ES.
Tayibnapis, F.Y. (2000). Evaluasi Program, Jakarta : Rineka Cipta.
Terry, G.R. (1986). Asas-asas Manajemen, penterjemah Winardi, Bandung : Alumni.
Tilaar. (1999). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung : Rosda Karya
_____. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta : Rineka Cipta. Trisnamansyah, Sutaryat. (1986). Pendidikan Kemasyarakatan, Bandung.
____________________. (1993). Perkembangan PLS dan Upaya Mempersiapkan Pelaksanaan Wajib Belajar Dikdas Sembilan Tahun. Pidato
Pengukuhan Guru Besar pada FIP IKIP Bandung tanggal 18 Oktober 1993.
Warkitri, dkk. (2001). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar, Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Wileden, A.F. (1970). Community Development : The Dinamic of Planning
(6)