Pengaruh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Terhadap Pendapatan Masyarakat Pesisir Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

(1)

PENGARUH PROGRAM

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP)

TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR

KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

Oleh

IFAN ARIANSYACH H34066063

PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

IFAN ARIANSYACH. Pengaruh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Terhadap Pendapatan Masyarakat Pesisir Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. (Di bawah Bimbingan YUSALINA).

Data Smeru dan BPS tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 8090 desa pesisir di Indonesia, didapat nilai Indeks Kemiskinan atau Poverty Headcount Index (PHI) untuk masyarakat pesisir adalah sebesar 0,32 atau 32,14 persen dari penduduk desa pesisir tergolong miskin. Tentunya hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang mendiami wilayah pesisir secara rata-rata lebih miskin dibanding penduduk miskin di Indonesia pada umumnya yang hanya 0,18 atau 18 persen. Upaya untuk mengeluarkan masyarakat pesisir dari kemiskinan ini sebenarnya telah sejak dulu dilakukan oleh pemerintah, tercatat beberapa kebijakan pemerintah dilaksanakan secara langsung, yakni perluasan lapangan usaha, modernisasi alat tangkap, dan bantuan permodalan. Namun sayangnya program-program Pemerintah yang selama ini diberikan kepada masyarakat pesisir lebih bernuansa bantuan dibandingkan dengan program pemberdayaan. Secara tidak langsung tentunya hal ini telah menimbulkan persepsi dan pola pikir yang keliru di masyarakat yang lebih menganggap program tersebut sebagaimana layaknya hadiah (charity).

Dilandasi dari hal di atas, pemerintah dalam hal ini melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) merumuskan suatu bentuk program yang tidak hanya memberikan bantuan pinjaman modal secara bergulir, tetapi lebih memberdayakan masyarakat. Program ini diberi nama Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang sesuai dengan prinsip pemberdayaan yakni “helping the poor to help themselves”. Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir usia produktif skala mikro melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dan diversifikasi usaha yang berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pelaksanaan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dengan melihat sejauhmana konsep umum secara nasional dari program PEMP dalam hal sasaran dan prioritas dapat diterapkan di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi, dan sejauh mana pengaruhnya terhadap pendapatan peserta program dengan memperhatikan perubahan tingkat pendapatan yang akan dibandingkan signifikansinya antara sebelum dengan sesudah mengikuti program PEMP, dari sisi ekonomi dan efeknya terhadap sisi sosial budaya dan lingkungan.

Wilayah Kabupaten Sukabumi terhitung seluas 333.467 hektar yang 33.69 persen atau seluas 112.349 hektar diantaranya merupakan wilayah pesisir (agregat 9 kecamatan pesisir) dengan panjang garis pantai sepanjang 117 kilometer. Tercatat sebanyak 466.909 jiwa atau sebesar 19.52 persen dari total penduduk Kabupaten Sukabumi berdomisili di kawasan pesisir dengan Jumlah keluarga agregat di kecamatan pesisir sebanyak 136.347 jiwa. Sedangkan untuk sebaran tingkat pendidikan kepala keluarga di kecamatan pesisir tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Sukabumi pada umumnya, dimana pada Kabupaten Sukabumi masih didominasi oleh lulusan SD hingga SLTP sebanyak 412.883 atau 64,11, sedangkan di wilayah pesisir 88.447 Jiwa atau 64,87 persen.


(3)

Pada keadaan penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi, jenis mata pencaharian didominasi oleh sektor perikanan dan kelautan, tentunya hal ini berkaitan erat dengan ketersediaan SDA utama yang dimanfaatkan yakni sumberdaya pesisir dan lautan. Hal ini tentunya menunjukkan potensi yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dimasa yang akan datang. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (2006), Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Rumah Tangga Bukan Perikanan (RTBP) di pesisir Kabupaten sukabumi mencapai 25.945 orang. Jenis usaha yang dilakukan antara lain Nelayan, Pedagang dan pengecer hasil perikanan, pengolah produk perikanan, budidaya, wisata bahari, dan kegiatan pendukung lainnya.

Terhadap pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Sukabumi, dapat digambarkan bahwa rata-rata peserta program PEMP masih berada dalam usia produktif (15-64), dimana penangkapan merupakan jenis usaha yang mendominasi, diikuti oleh pengolah, dan pedagang. Berdasarkan pengamatan juga diketahui bahwa sebesar 91,38 persen responden menyatakan bahwa mereka telah menjalani profesinya lebih dari lima tahun yang kebanyakan juga merupakan usaha turun temurun keluarga.

Secara umum pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Sukabumi dapat dikatakan sudah sesuai dengan sasaran yakni pelaku usaha perikanan dan kelautan (penangkap, pengolah ikan, pedagang ikan, dan wisata bahari). Namun terdapat kesalahan dalam memprioritaskan skala usaha peserta, dimana koperasi sebagai pelaksana di lapangan tidak memprioritaskan pelaku usaha yang berskala mikro, tetapi lebih kepada pelaku usaha yang berskala lebih besar. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk meminimalisir kredit macet.

Pencapaian Program PEMP dari sisi ekonomi terlihat dari penggunaan dana DEP bergulir yang seluruhnya untuk keberlangsungan usaha, dimana terjadi peningkatan biaya usaha yang lebih dominan dibandingkan investasi usaha. Peningkatan biaya usaha yang terjadi berpengaruh nyata pada peningkatkan pendapatan masyarakat peserta program, dimana walaupun terjadi rata-rata peningkatan biaya usaha sebesar 30,27 persen mampu meningkatkan pendapatan rata-rata perbulan sebesar 31,19 persen atau rata-rata Rp.2.258.000 dari pendapatan awal sebelum mengikuti program PEMP. Hal ini semakin di perjelas dari hasil uji-t yang menyatakan bahwa terjadi peningkatkan secara nyata pendapatan masyarakat pesisir peserta program pada taraf kesalahan < 5 persen.

Tercapainya tujuan program PEMP dari sisi ekonomi ternyata tidak otomatis mempengaruhi sisi sosial budaya dan lingkungan secara nyata. dimana secara sosial tidak terlihat adanya perkembangan hubungan kerjasama (kelembagaan) antara pengurus koperasi dan peserta program. Hubungan yang terjadi hanya sebatas urusan permodalan bukan yang lainnya. Namun setidaknya dari sisi budaya terlihat dari mulai tumbuhnya kebiasaan untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan responden untuk ditabung. Walaupun dari tabungan yang ada belum dipergunakan untuk peningkatan kualitas SDM (Pendidikan dan Kesehatan) melainkan untuk cadangan membayar cicilan atau sebagai biaya usaha saat musim paceklik. Terhadap lingkungan, program PEMP hanya berpengaruh terhadap tumbuhnya kesadaran dalam menjaga kebersihan, hal ini tercermin dari seluruh responden yang mengungkapkan kepeduliannya akan hal ini. Namun dari hasil pengamatan di lapangan didapati bahwa kepedulian ini belum terlihat nyata dalam bentuk aktivitas keseharian masyarakat pesisir.


(4)

PENGARUH PROGRAM

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP)

TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR

KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

IFAN ARIANSYACH H34066063

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Ifan Ariansyach

Nomor Registrasi Pokok : H34066063 Program Mayor : Agribisnis

Judul : Pengaruh Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir (PEMP) Terhadap Pendapatan Masyarakat Pesisir Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dra. Yusalina, M.Si NIP. 131 914 523

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2009

Ifan Ariansyach H34066063


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera

Selatan pada tanggal 27 Oktober 1983 dari pasangan Ir. H. A. Fuad Sobri dan Hj.

Nurbaity. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan Dasar penulis berlangsung selama enam tahun di SDN 2

Inderalaya (1989–1995), dan selanjutnya penulis meneruskan ke SLTPN 1

Inderalaya selama tiga tahun (1995–1998) dan meneruskan ke tingkat yang lebih

lanjut sehingga pada tahun 2001 penulis lulus dari SMUN1 Inderalaya. Pada

tahun 2001 -2004 penulis melanjutkan studi Diploma III di Institut Pertanian

Bogor melalui jalur USMI di Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas

Perikanan dan limu Kelautan dengan Program Studi Teknologi Informasi

Kelautan. Selepas menempuh program Diploma III, penulis melanjutkan studi

pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen

Agribisnis Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2006 hingga tahun 2008.

Semasa menjadi Mahasiswa, Penulis aktif dalam beberapa organisasi

kemahasiswaan seperti Organisasi Mahasiswa Perikanan dan Kelautan yakni

Fishheries Diving Club (FDC-IPB) dan organisasi kedaerahan. Sejak tahun 2004 hingga saat ini penilis terdaftar sebagai karyawan tetap pada Direktorat


(8)

KATA PENGANTAR

Penulisan Skripsi merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi

bagi para Mahasiswa Agribisnis. Oleh karena itu segala puji dan syukur

dipanjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya yang telah

memberikan kekuatan lahir dan batin sehingga penilisan skripsi ini dapat

diselesaikan.

Skripsi ini menganalisis pengaruh program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir (PEMP) terhadap pendapatan Masyarakat Pesisir peserta

program di enam kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat,

dengan memperhatikan penggunaan modal pinjaman yang diterima terhadap

usaha yang dilakukan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam

penulisan Laporan Akhir ini, sehingga masukan berupa saran dan kritik menjadi

salah satu harapan penulis agar dapat diterima dengan baik. Semoga Yang Maha

Kuasa selalu memberikan limpahan karunianya kepada kita. Amin.

Bogor, Januari 2009

Ifan Ariansyach H34066063


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang Tua penulis yakni Ir. H. A. Fuad Sobri dan Hj. Nurbaity dan

kedua Saudariku Wenny Wulandarie Spt. dan Melinda Febrianti Spi. yang

telah banyak memberikan motivasi dan dukungannya.

2. Dra. Yusalina, M.Si selaku Dosen pembimbing atas segala kesabarannya

dalam memberikan masukan dan bimbingan mulai dari persiapan sampai

hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Dwi Rahmina, M.Si atas kesediannya sebagai dosen evaluator dan penguji

yang telah banyak memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji dari komite akademik dalam

ujian akhir yang telah memberikan banyak masukan dan arahan.

5. Dinas Kelautan dan Peikanan Kabupaten Sukabumi yang telah banyak

membantu dalam penyediaan data.

6. Bapak Asep Suwanda selaku Ketua Koperasi LEPP-M2R dan Mustofa Azis,

ST selaku manajer USP dan pengurus Koperasi LEPP-M2R lainnya yang telah

banyak membantu dalam pengumpulan data responden di lapangan.

7. Seluruh responden penelitian yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan

informasi yang dalam penelitian ini.

8. ”Keluargaku” di Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Ditjen KP3K


(10)

9. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Sekretariat Program Sarjana Agribisnis

Penyelenggaraan Khusus atas bimbingan dan bantuannya.

10.Balqis, SE atas segala kebaikannya, Tami, Erni, Tyas, dan tak lupa juga

teman-teman “Yuligama” atas bantuannya selama ini.

11.Teman teman AGBERS (Sobat, Senior dan Junior) atas arti Kekeluargaannya yang telah dibina selama ini.

12.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan,

oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk

perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis hususnya dan yang memerlukannya pada

umumnya.

Bogor, Januari 2009

Ifan Ariansyach H34066063


(11)

PENGARUH PROGRAM

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP)

TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR

KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

Oleh

IFAN ARIANSYACH H34066063

PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

RINGKASAN

IFAN ARIANSYACH. Pengaruh Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Terhadap Pendapatan Masyarakat Pesisir Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. (Di bawah Bimbingan YUSALINA).

Data Smeru dan BPS tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 8090 desa pesisir di Indonesia, didapat nilai Indeks Kemiskinan atau Poverty Headcount Index (PHI) untuk masyarakat pesisir adalah sebesar 0,32 atau 32,14 persen dari penduduk desa pesisir tergolong miskin. Tentunya hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang mendiami wilayah pesisir secara rata-rata lebih miskin dibanding penduduk miskin di Indonesia pada umumnya yang hanya 0,18 atau 18 persen. Upaya untuk mengeluarkan masyarakat pesisir dari kemiskinan ini sebenarnya telah sejak dulu dilakukan oleh pemerintah, tercatat beberapa kebijakan pemerintah dilaksanakan secara langsung, yakni perluasan lapangan usaha, modernisasi alat tangkap, dan bantuan permodalan. Namun sayangnya program-program Pemerintah yang selama ini diberikan kepada masyarakat pesisir lebih bernuansa bantuan dibandingkan dengan program pemberdayaan. Secara tidak langsung tentunya hal ini telah menimbulkan persepsi dan pola pikir yang keliru di masyarakat yang lebih menganggap program tersebut sebagaimana layaknya hadiah (charity).

Dilandasi dari hal di atas, pemerintah dalam hal ini melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) merumuskan suatu bentuk program yang tidak hanya memberikan bantuan pinjaman modal secara bergulir, tetapi lebih memberdayakan masyarakat. Program ini diberi nama Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang sesuai dengan prinsip pemberdayaan yakni “helping the poor to help themselves”. Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir usia produktif skala mikro melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dan diversifikasi usaha yang berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pelaksanaan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dengan melihat sejauhmana konsep umum secara nasional dari program PEMP dalam hal sasaran dan prioritas dapat diterapkan di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi, dan sejauh mana pengaruhnya terhadap pendapatan peserta program dengan memperhatikan perubahan tingkat pendapatan yang akan dibandingkan signifikansinya antara sebelum dengan sesudah mengikuti program PEMP, dari sisi ekonomi dan efeknya terhadap sisi sosial budaya dan lingkungan.

Wilayah Kabupaten Sukabumi terhitung seluas 333.467 hektar yang 33.69 persen atau seluas 112.349 hektar diantaranya merupakan wilayah pesisir (agregat 9 kecamatan pesisir) dengan panjang garis pantai sepanjang 117 kilometer. Tercatat sebanyak 466.909 jiwa atau sebesar 19.52 persen dari total penduduk Kabupaten Sukabumi berdomisili di kawasan pesisir dengan Jumlah keluarga agregat di kecamatan pesisir sebanyak 136.347 jiwa. Sedangkan untuk sebaran tingkat pendidikan kepala keluarga di kecamatan pesisir tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Sukabumi pada umumnya, dimana pada Kabupaten Sukabumi masih didominasi oleh lulusan SD hingga SLTP sebanyak 412.883 atau 64,11, sedangkan di wilayah pesisir 88.447 Jiwa atau 64,87 persen.


(13)

Pada keadaan penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi, jenis mata pencaharian didominasi oleh sektor perikanan dan kelautan, tentunya hal ini berkaitan erat dengan ketersediaan SDA utama yang dimanfaatkan yakni sumberdaya pesisir dan lautan. Hal ini tentunya menunjukkan potensi yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dimasa yang akan datang. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (2006), Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Rumah Tangga Bukan Perikanan (RTBP) di pesisir Kabupaten sukabumi mencapai 25.945 orang. Jenis usaha yang dilakukan antara lain Nelayan, Pedagang dan pengecer hasil perikanan, pengolah produk perikanan, budidaya, wisata bahari, dan kegiatan pendukung lainnya.

Terhadap pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Sukabumi, dapat digambarkan bahwa rata-rata peserta program PEMP masih berada dalam usia produktif (15-64), dimana penangkapan merupakan jenis usaha yang mendominasi, diikuti oleh pengolah, dan pedagang. Berdasarkan pengamatan juga diketahui bahwa sebesar 91,38 persen responden menyatakan bahwa mereka telah menjalani profesinya lebih dari lima tahun yang kebanyakan juga merupakan usaha turun temurun keluarga.

Secara umum pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Sukabumi dapat dikatakan sudah sesuai dengan sasaran yakni pelaku usaha perikanan dan kelautan (penangkap, pengolah ikan, pedagang ikan, dan wisata bahari). Namun terdapat kesalahan dalam memprioritaskan skala usaha peserta, dimana koperasi sebagai pelaksana di lapangan tidak memprioritaskan pelaku usaha yang berskala mikro, tetapi lebih kepada pelaku usaha yang berskala lebih besar. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk meminimalisir kredit macet.

Pencapaian Program PEMP dari sisi ekonomi terlihat dari penggunaan dana DEP bergulir yang seluruhnya untuk keberlangsungan usaha, dimana terjadi peningkatan biaya usaha yang lebih dominan dibandingkan investasi usaha. Peningkatan biaya usaha yang terjadi berpengaruh nyata pada peningkatkan pendapatan masyarakat peserta program, dimana walaupun terjadi rata-rata peningkatan biaya usaha sebesar 30,27 persen mampu meningkatkan pendapatan rata-rata perbulan sebesar 31,19 persen atau rata-rata Rp.2.258.000 dari pendapatan awal sebelum mengikuti program PEMP. Hal ini semakin di perjelas dari hasil uji-t yang menyatakan bahwa terjadi peningkatkan secara nyata pendapatan masyarakat pesisir peserta program pada taraf kesalahan < 5 persen.

Tercapainya tujuan program PEMP dari sisi ekonomi ternyata tidak otomatis mempengaruhi sisi sosial budaya dan lingkungan secara nyata. dimana secara sosial tidak terlihat adanya perkembangan hubungan kerjasama (kelembagaan) antara pengurus koperasi dan peserta program. Hubungan yang terjadi hanya sebatas urusan permodalan bukan yang lainnya. Namun setidaknya dari sisi budaya terlihat dari mulai tumbuhnya kebiasaan untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan responden untuk ditabung. Walaupun dari tabungan yang ada belum dipergunakan untuk peningkatan kualitas SDM (Pendidikan dan Kesehatan) melainkan untuk cadangan membayar cicilan atau sebagai biaya usaha saat musim paceklik. Terhadap lingkungan, program PEMP hanya berpengaruh terhadap tumbuhnya kesadaran dalam menjaga kebersihan, hal ini tercermin dari seluruh responden yang mengungkapkan kepeduliannya akan hal ini. Namun dari hasil pengamatan di lapangan didapati bahwa kepedulian ini belum terlihat nyata dalam bentuk aktivitas keseharian masyarakat pesisir.


(14)

PENGARUH PROGRAM

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP)

TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR

KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

IFAN ARIANSYACH H34066063

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Ifan Ariansyach

Nomor Registrasi Pokok : H34066063 Program Mayor : Agribisnis

Judul : Pengaruh Program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir (PEMP) Terhadap Pendapatan Masyarakat Pesisir Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dra. Yusalina, M.Si NIP. 131 914 523

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENGARUH PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2009

Ifan Ariansyach H34066063


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera

Selatan pada tanggal 27 Oktober 1983 dari pasangan Ir. H. A. Fuad Sobri dan Hj.

Nurbaity. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan Dasar penulis berlangsung selama enam tahun di SDN 2

Inderalaya (1989–1995), dan selanjutnya penulis meneruskan ke SLTPN 1

Inderalaya selama tiga tahun (1995–1998) dan meneruskan ke tingkat yang lebih

lanjut sehingga pada tahun 2001 penulis lulus dari SMUN1 Inderalaya. Pada

tahun 2001 -2004 penulis melanjutkan studi Diploma III di Institut Pertanian

Bogor melalui jalur USMI di Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas

Perikanan dan limu Kelautan dengan Program Studi Teknologi Informasi

Kelautan. Selepas menempuh program Diploma III, penulis melanjutkan studi

pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen

Agribisnis Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2006 hingga tahun 2008.

Semasa menjadi Mahasiswa, Penulis aktif dalam beberapa organisasi

kemahasiswaan seperti Organisasi Mahasiswa Perikanan dan Kelautan yakni

Fishheries Diving Club (FDC-IPB) dan organisasi kedaerahan. Sejak tahun 2004 hingga saat ini penilis terdaftar sebagai karyawan tetap pada Direktorat


(18)

KATA PENGANTAR

Penulisan Skripsi merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi

bagi para Mahasiswa Agribisnis. Oleh karena itu segala puji dan syukur

dipanjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya yang telah

memberikan kekuatan lahir dan batin sehingga penilisan skripsi ini dapat

diselesaikan.

Skripsi ini menganalisis pengaruh program Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Pesisir (PEMP) terhadap pendapatan Masyarakat Pesisir peserta

program di enam kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat,

dengan memperhatikan penggunaan modal pinjaman yang diterima terhadap

usaha yang dilakukan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam

penulisan Laporan Akhir ini, sehingga masukan berupa saran dan kritik menjadi

salah satu harapan penulis agar dapat diterima dengan baik. Semoga Yang Maha

Kuasa selalu memberikan limpahan karunianya kepada kita. Amin.

Bogor, Januari 2009

Ifan Ariansyach H34066063


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang Tua penulis yakni Ir. H. A. Fuad Sobri dan Hj. Nurbaity dan

kedua Saudariku Wenny Wulandarie Spt. dan Melinda Febrianti Spi. yang

telah banyak memberikan motivasi dan dukungannya.

2. Dra. Yusalina, M.Si selaku Dosen pembimbing atas segala kesabarannya

dalam memberikan masukan dan bimbingan mulai dari persiapan sampai

hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Dwi Rahmina, M.Si atas kesediannya sebagai dosen evaluator dan penguji

yang telah banyak memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji dari komite akademik dalam

ujian akhir yang telah memberikan banyak masukan dan arahan.

5. Dinas Kelautan dan Peikanan Kabupaten Sukabumi yang telah banyak

membantu dalam penyediaan data.

6. Bapak Asep Suwanda selaku Ketua Koperasi LEPP-M2R dan Mustofa Azis,

ST selaku manajer USP dan pengurus Koperasi LEPP-M2R lainnya yang telah

banyak membantu dalam pengumpulan data responden di lapangan.

7. Seluruh responden penelitian yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan

informasi yang dalam penelitian ini.

8. ”Keluargaku” di Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Ditjen KP3K


(20)

9. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Sekretariat Program Sarjana Agribisnis

Penyelenggaraan Khusus atas bimbingan dan bantuannya.

10.Balqis, SE atas segala kebaikannya, Tami, Erni, Tyas, dan tak lupa juga

teman-teman “Yuligama” atas bantuannya selama ini.

11.Teman teman AGBERS (Sobat, Senior dan Junior) atas arti Kekeluargaannya yang telah dibina selama ini.

12.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan,

oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk

perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis hususnya dan yang memerlukannya pada

umumnya.

Bogor, Januari 2009

Ifan Ariansyach H34066063


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir ... 12

2.2 Kemiskinan ... 14

2.3 Penelitian Terdahulu ... 18

3 KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1 Teori Fungsi Produksi ... 22

3.2 Konsep Pemberdayaan ... 24

3.3 Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ... 28

4 METODE PENELITIAN ... 38

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 39

4.3 Metode Pengambilan Data ... 39

4.4 Metode analisis Data ... 41

4.4.1 Analisis Pendapatan ... 42

4.4.2 Uji t berpasangan (paired t-test) ... 43

4.5 Batasan Operasional ... 44

5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 46

5.1 Letak dan Keadaan Alam ... 46

5.2 Kependudukan ... 47

5.3 Pendidikan ... 49

5.4 Mata Pencaharian ... 51

5.5 Potensi Perikanan dan Kelautan ... 53


(22)

6 PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) BERDASARKAN SASARAN DAN PRIORITAS DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SUKABUMI ... 56

6.1 Karakteristik Responden ... 56 6.2 Karakteristik Usaha Responden ... 59 6.3 Pelaksanaan Program PEMP ... 64 6.3.1Jenis Usaha Peserta Program PEMP ... 68 6.3.2MekanismePenyaluran Dana Ekonomi Produktif ... 69 6.3.3Pengelolaan Dana Ekonomi Produktif ... 72 6.4 Tanggapan Responden ... 75

7 PENGARUH PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN

EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN ... 78

7.1 Pengaruh Ekonomi dari Program PEMP ... 78 7.1.1Alokasi Tambahan Modal ... 79 7.1.2Perbedaan Pendapatan ... 85 7.1.3Hasil uji t berpasangan (paired t-test) terhadap

Perbedaan Pendapatan ... 90 7.2 Pengaruh Sosial Budaya dan Lingkungan dari Program PEMP... 91 7.2.1Sosial Budaya ... 91 7.2.2Lingkungan ... 93 7.3 Kendala dalam pelaksanaan Program PEMP ... 94

8 KESIMPULAN ... 96 8.1 Kesimpulan ... 96 8.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN ... 101


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Dana Ekonomi Produktif/Penguatan Modal PEMP di Indonesia,

tahun 2001 – 2006 ... 6

2. Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan ... 16

3. Jumlah Responden Penelitian berdasarkan Jenis Usaha, di Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ... 40

4. Penduduk Kabupaten Pesisir Sukabumi menurut Jenis Kelamin

Tahun 2007 ... 48

5. Jumlah Kepala Keluarga menurut tingkat pendidikan di

Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ... 49

6. Jumlah Kepala Keluarga menurut tingkat pendidikan pada

kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi tahun 2006 ... 50

7. Jumlah sekolah, murid dan guru di Kabupaten Sukabumi Tahun

2007 ... 50

8. Jumlah Sekolah di Wilayah Pesisir di Kabupaten Sukabumi

Tahun 2007 ... 51

9. Penduduk Kabupaten Sukabumi yang Bekerja menurut Jenis

Lapangan Kerja utama Tahun 2005 ... 52

10. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Tingkat Pemanfaatan di

Kabupaten Sukabumi ... 53

11. Lokasi Program PEMP di Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ... 64

12. Pelaksanaan Pencairan DEP Koperasi LEPP M2R sampai dengan

Juni 2008 ... 72

13. Rata-rata Peningkatan Biaya Usaha Responden setelah

Mengikuti Program PEMP ... 84

14. Rata-rata Peningkatan Pendapatan Kotor Usaha Responden

setelah Mengikuti Program PEMP ... 86

15. Rata-rata Peningkatan Pendapatan Bersih Usaha Responden


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Bagan Organisasi Pengelola Program PEMP ... 33

2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

3. Karakteristik Responden berdasarkan usia ... 56

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota

Keluarga ... 58

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran

Keluarga ... 59

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usaha ... 60

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha ... 60

10. Perbandingan Omset Usaha perbulan Peserta Program PEMP .... 67

11. Peserta Program PEMP Kabupaten Sukabumi berdasarkan jenis

Usahanya ... 68

12. Tanggapan Responden mengenai tujuan mengikuti Program

PEMP ... 75

13. Tanggapan Responden terhadap Tingkat Bunga yang

diberlakukan Koperasi ... 76

14. Tanggapan Responden terhadap Prosedur Peminjaman di

Koperasi ... 77

15. Jumlah dana DEP yang diterima Responden di Kabupaten

Sukabumi ... 78

16. Tanggapan Responden Terhadap Penggunaan DEP ... 80


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Lokasi Penelitian Tahun 2006 ... 102

2. Kecamatan dan Desa Pesisir Kabupaten Sukabumi sampai

dengan Tahun 2000 ... 103

3. Karakteristik Responden Penelitian ... 104

4. Profil Responden Jenis Usaha Penangkapan ... 106

5. Profil Responden Jenis Usaha Pengolahan ... 108

6. Profil Responden Jenis Usaha Pedagang ... 109

7. Struktur Organisasi Koperasi dan Unit Usaha Koperasi LEPP

Mitra Mina Ratu ... 110

8. Diagram alir pencairan DEP ... 111

9. Analisis Pendapatan Usaha Responden Jenis Usaha Penangkapan

(Nelayan) ... 112

10. Analisis Pendapatan Usaha Responden Jenis Usaha

Pengolahan ... 114

11. Analisis Pendapatan Usaha Responden Jenis Usaha Pedagang ... 115

12. Analisis Pendapatan pemilik kapal dan ABK Jenis Usaha

Penangkapan ... 116

13. Analisis R/C Ratio Responden Peserta Program PEMP ... 118

14. Hasil uji t berpasangan (paired t-test) terhadap pendapatan

perbulan responden setelah mengikuti program PEMP ... 120

15. Dokumentasi Lapangan ... 121


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan

dua per tiga wilayahnya terdiri dari lautan, dimana terdapat 17.508 pulau besar

dan kecil dengan panjang garis pantai lebih dari 81.290 km (DKP, 2007). Luas

wilayah perikanan laut sekitar 5,8 juta km2, yang terdiri dari perairan kepulauan/laut nusantara 2,3 juta km2, perairan teritorial seluas 0,8 juta km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2 (UNCLOS 1982)1. Indonesia juga terletak di wilayah katulistiwa dengan iklim tropis yang mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Dengan demikian, laut yang

begitu luas tersebut memiliki potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) dari perikanan tangkap diperkirakan sebesar 6,4 juta ton pertahun, yang terdiri dari

potensi di wilayah perairan Indonesia sekitar 4,40 juta ton pertahun dan perairan

ZEE sekitar 16,86 juta ton pertahun (Dahuri, 2004). Adapun jumlah tangkapan

yang diperbolehkan sebesar 80 persen yakni sebesar 5,12 juta ton pertahun.

Secara alami dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki potensi sumberdaya

pesisir dan kelautan yang berlimpah dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi.

Namun tidak sejalan dengan hal tersebut, pemanfaatannya saat ini belum dapat

dilakukan secara optimal (baik dan benar) dan cenderung destructive sehingga mengancam kelestarian lingkungan yang disertai dengan belum dapat mengangkat

kesejahteraan hidup sebagian besar masyarakat pesisir.

1 Berdasarkan sidang UNCLOS 1982 (

United Nations Convention of the law of sea, 1982), Indonesia diberi hak kewenangan memanfaatkan menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati, penelitian, dan yuridiksi, mendirikan instalasi atau pulau buatan.


(27)

Data Smeru dan BPS tahun 2002 menunjukkan bahwa jumlah desa pesisir

di Indonesia adalah 8.090 desa dengan jumlah penduduk 16,24 juta jiwa dan

jumlah KK adalah 3,91 juta. Berdasarkan data olahan Departemen Kelautan dan

Perikanan (DKP) terhadap data Yayasan Smeru (2004) menunjukkan nilai Indeks

Kemiskinan atau Poverty Headcount Index (PHI)2 untuk masyarakat seluruh Indonesia adalah 0,18 atau 18 persen dari penduduk Indonesia tergolong miskin.

Sementara itu, nilai PHI masyarakat pesisir adalah sebesar 0,32 atau 32,14 persen

dari penduduk desa pesisir tergolong miskin. Tentunya hal ini menunjukkan

bahwa masyarakat yang mendiami wilayah pesisir secara rata-rata lebih miskin

dibanding penduduk miskin di Indonesia.

Berdasarkan beberapa literatur DKP lainnya juga diitunjukkan bahwa

masyarakat pesisir yang terdiri terdiri dari nelayan/penangkap ikan, pembudidaya

ikan, pengolah ikan, pedagang hasil perikanan, pelaku usaha industri dan jasa

maritim serta masyarakat lainnya yang bermukim di daerah pesisir dan pulau–

pulau kecil termasuk suatu kelompok masyarakat yang tergolong miskin. Khusus

untuk nelayan, jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain di sektor

pertanian, dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin.

Kemiskinan masyarakat pesisir sebenarnya berakar pada keterbatasan

akses permodalan, akses informasi, akses pasar dan kultur kewirausahaan yang

tidak kondusif. Namun secara garis besar penyebab kemiskinan tersebut dapat

dibagi menjadi dua faktor, yaitu eksternal dan internal. Faktor internal adalah

kemiskinan yang berpangkal pada diri masyarakat pesisir sendiri, di antaranya

keterbatasan akses modal dan budaya subsistence atau bekerja sekedar untuk

2

PovertyHeadcount Index (PHI) adalah jumlah presentase penduduk miskin yang berada dibawah garis kemiskinan (GK). GK dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan dan non makanan perkapita pada kelompok referensi yang telah ditetapkan.


(28)

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan faktor eksternal adalah

kemiskinan sebagai akibat mikro-struktural seperti pola hubungan patron-klien

dan makro-struktural seperti kebijakan politik masa lalu (Maarif, 2008).

Namun bila dilihat lebih mendalam lagi, faktor internal yang justru lebih

banyak menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat pesisir. Rendahnya kualitas

SDM dan penguasaan teknologi telah menimbulkan ketidakmampuan dalam

mengelola dan memanfaatkan sumberdaya secara optimal, bahkan lebih

mengarah kepada pemanfaatan dan eksploitasi sumberdaya secara tidak

bertanggung jawab yang menyebabkan degragasi lingkungan.

Disisi lain, rendahnya akses masyarakat pesisir terhadap lembaga

permodalan dan pasar telah menyebabkan masyarakat pesisir untuk lebih memilih

berhubungan dengan lembaga keuangan non formal seperti tengkulak dan

rentenir yang justru semakin menjerumuskan masyarakat pesisir kedalam

keadaan tidak berdaya. Keberadaan lembaga keuangan non formal ini di satu sisi

mampu memberikan solusi terhadap akses permodalan, karena lebih mudah

untuk mengakses sejumlah uang untuk usahanya. Namun di sisi yang lainnya

telah menyebabkan sebagian masyarakat pesisir terjerat oleh hutang, akibat dari

bunga yang sangat tinggi. Kondisi ini tentunya telah menjadi lingkaran setan

yang menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat pesisir.

Upaya untuk mengeluarkan masyarakat pesisir dari kemiskinan ini

sebenarnya telah sejak dulu dilakukan oleh pemerintah, tercatat beberapa

kebijakan pemerintah dilaksanakan secara langsung, yakni perluasan lapangan

usaha, modernisasi alat tangkap, dan bantuan permodalan. Namun sayangnya


(29)

pesisir lebih bernuansa bantuan dibandingkan dengan program pemberdayaan.

Secara tidak langsung tentunya hal ini telah menimbulkan persepsi dan pola pikir

yang keliru di masyarakat yang lebih menganggap program tersebut

sebagaimana layaknya hadiah (charity).

Dilandasi dari hal di atas, pemerintah dalam hal ini melalui Departemen

Kelautan dan Perikanan (DKP) merumuskan suatu bentuk program yang tidak

hanya memberikan bantuan tetapi lebih memberdayakan masyarakat. Program ini

diberi nama Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang sesuai

dengan prinsip pemberdayaan yakni “helping the poor to help themselves”. Tentunya hal ini sejalan dengan program Millenium Development Goals (MDGs)3 yakni memberantas kemiskinan dan kelaparan. Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui

pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan

partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dan diversifikasi usaha yang

berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal.

Pelaksanaan program ini sendiri dilakukan dengan pendekatan

kelembagaan, dengan mendorong terbentuknya koperasi di tingkat masyarakat

yang kemudian dilengkapi dengan berbagai unit usaha. Tentunya hal ini terkait

dengan aturan yang hanya membolehkan lembaga berbadan hukum untuk

menyelenggarakan kegiatan simpan pinjam (kredit mikro) dan agar usaha

masyarakat pesisir menjadi bankable. Dengan demikian, harapan adanya koperasi ini dapat menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kapasitas masyarakat dan

membuat masyarakat lebih berdaya dalam usaha maupun permodalannya.

3

Millenium Development Goals (MDGs) menargetkan antara tahun 1990-2015 masyarakat mempunyai pendapatan US$ 1,5 perhari. Sumber : Majalah Trust Tahun IV, 24-30 April 2006.


(30)

Dalam program PEMP, Masyarakat pesisir peserta program diberikan

bantuan berupa penguatan modal melalui unit usaha simpan pinjam milik koperasi

dengan bentuk modal bergulir (revolving fund) dengan nama Dana Ekonomi Produktif (DEP) sehingga mereka dapat memperoleh input/modal. Bantuan

lainnya adalah pembentukan Unit usaha SPDN (Solar Packed Dealer for Nelayan) guna melayani kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) solar bagi nelayan/pembudidaya ikan dengan harga bersubsidi.

Program PEMP juga memberikan bantuan pembentukan unit usaha Kedai

Pesisir yang merupakan unit usaha yang melayani kebutuhan pokok dan

kebutuhan usaha masyarakat pesisir dalam bentuk outlet dengan sistem swalayan yang terletak di pusat kegiatan usaha masyarakat pesisir. Diharapkan Kedai Pesisir

dapat menekan harga sampai pada tingkat yang sama dengan di ibukota

kabupaten/kota. Sub program lainnya adalah Klinik Bisnis yang merupakan unit

usaha yang berfungsi memberikan konsultasi dan pendampingan bisnis bagi

masyarakat terutama penerima Bantuan Sosial Mikro (Direktorat PMP, 2008).

Selain itu, program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir juga

diarahkan pada pemberdayaan sosial budaya. Adapun kegiatannya dalam bentuk

peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan perempuan

pesisir, pemberdayaan masyarakat pesisir melalui peranserta lembaga agama/adat,

regenerasi nelayan, dan pembentukan Pusat Pemberdayaan dan Pelayanan

Masyarakat Pesisir (P3MP) sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan, dan

pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan


(31)

Berkaitan dengan dana DEP, Sejak mulai diselenggarakan tahun

2000, program PEMP sampai saat ini telah menjangkau 283 kabupaten/kota

pesisir dari total 293 kabupaten/kota pesisir di Indonesia. Berdasarkan Tabel

1, sampai dengan tahun 2006 sebanyak 5,18 Miliar Dana Ekonomi Produktif

dari program PEMP telah tersalurkan secara bergilir ke 283 kabupaten/kota

pesisir di Indonesia, walaupun tidak semua kabupaten/kota mendapatkannya

secara secara terus menerus. Namun hal ini menunjukkan trend yang positif dimana terjadi peningkatan jumlah unit usaha simpan pinjam Lembaga

Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) yang telah

mencapai 255 unit. Program PEMP juga telah menyerap kurang lebih

133,495 tenaga kerja yang terdiri atas Ketua Koperasi, Sekretaris, Bendahara,

Manajer Unit Simpan Pijam, Teller, Marketing, Account Officer, Tenaga Pendamping Desa, dan tenaga kerja lainnya (Humas Ditjen KP3K, 2008.).

Tabel 1. Dana Ekonomi Produktif/Penguatan Modal PEMP di Indonesia, tahun 2001 – 2006.

Tahun Anggaran

Jumlah (Kab/Kota)

Jumlah Dana Ekonomi

Produktif (Rp) Keterangan 2001 125 77,290,000,000

2002 90 69,600,000,000

2003 126 98,633,000,000

2001-2003 Menggunakan sistem perguliran (revolving fund) melalui

LEPP-M3 2004 160 95,440,000,000

2005 206 106,831,000,000

2006 135 132,425,000,000

2004 dst. Menggunakan sistem Kredit Mikro melalui LKM bekerjasama dengan Perbankan

Total 518,593,000,000 Sumber : Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, 2008.

Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir


(32)

membantu memecahkan permasalahan masyarakat pesisir. Diharapkan Melalui

program PEMP masyarakat pesisir memiliki wadah dalam memilih,

merencanakan, dan melaksanakan kegiatan ekonominya, sehingga masyarakat

pesisir merasa lebih memiliki dan bertanggung awab atas pelaksanaan,

pengawasan, dan keberlanjutannya.

1.2Perumusan Masalah

Kondisi kemiskinan sebagai akibat dari tidak mencukupinya alokasi

pendapatan dalam memenuhi kebutuhan hidup telah menjadi hal yang lazim

pada masyarakat pesisir indonesia. Tentunya hal ini telah menjadi perhatian

serius bagi pemerintah. Sejak dulu berbagai kebijakan telah dilakukan

pemerintah guna mengentaskan kemiskinan khususnya di wilayah pesisir

melalui program bantuan permodalan usaha. Terkait dengan kebijakan yang

terakhir disebut, tercatat sejak tahun 1974 pemerintah telah mengeluarkan

program bantuan kredit dalam berbagai bentuk seperti kredit investasi kecil

(KIK), kredit modal kerja permanen (KMKP) dan kredit Bimas, atau bahkan

program-program lain seperti program kredit bergulir atau program Inpres Desa

Tertinggal (IDT) (Basuki, 2007). Namun berbagai upaya yang telah dilakukan

tadi ternyata belum mampu mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi

masyarakat.

Berkaca dari hal di atas, tentunya diperlukan sebuah kebijakan

pengentasan kemiskinan yang terpadu dan menyeluruh. Kebijakan dalam

pendekatan pengentasan kemiskinan yang diterapkan harus bersifat holistik,

dimana peningkatan akses dan perlibatan dalam kegiatan ekonomi merupakan


(33)

PEMP yang meliputi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM),

fasilitasi akses permodalan, fasilitasi kelembagaan, peningkatan kemampuan

dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya, serta pengembangan kemitraan,

diharapkan dalam jangka panjang terjadi peningkatan kemandirian

masyarakat pesisir melalui pengembangan skala usaha dan diversifikasi

kegiatan ekonomi.

Keberhasilan program PEMP tentunya juga harus didukung oleh kegiatan

ekonomi masyarakat yang berbasis pada potensi sumberdaya lokal dengan

memprioritaskan partisipasi masyarakat setempat dan memperhatikan skala dan

tingkat kelayakan ekonomi (Direktorat PMP, 2002). Dalam hal ini sasaran utama

dari program PEMP adalah pelaku usaha perikanan dan kelautan yang berskala

mikro, dengan prioritas masyarakat pesisir pada usia produktif yang melakukan

jenis usaha yang tidak merusak lingkungan, dan tergolong miskin. Penentuan

prioritas ini dilakukan agar lebih efektif dalam penerapannya di lapangan yang

pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi penerima program.

Dampak yang diharapkan dari program PEMP sebagai akibat dari bantuan

modal bergulir yang telah diberikan guna peningkatan usaha produktif masyarakat

pesisir adalah terjadinya peningkatan kesejahteraan yang terukur dari sisi ekonomi

(pendapatan) maupun sisi sosial budaya (pendidikan, kesehatan), dan lingkungan.

Penggunaan sistem perguliran yang diterapkan juga ditujukan agar dapat

memberikan kesempatan pada masyarakat pesisir lainnya untuk menerima bantuan

untuk meningkatkan pendapatan dan mengembangkan skala usahanya.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh program PEMP terhadap


(34)

mengikuti program PEMP dalam pelaksanaannya sejak diluncurkan beberapa

tahun yang lalu, maka diperlukanlah sebuah kajian. Kajian mengenai pengaruh

program diharapkan dapat menjawab pertanyaan tersebut. Kajian ini bertujuan

untuk mengetahui apakah Program PEMP mencapai sasaran yang diharapkan dan

menekankan pada aspek hasil (output) setelah program berjalan.

Kabupaten Sukabumi telah menerima program PEMP sejak tahun 2001

hingga tahun 2006 dengan total akumulasi Dana Ekonomi Produktif (DEP)

mencapai Rp.2.9 Miliar (Humas Ditjen KP3K, 2008), dengan area cakupan

meliputi sembilan kecamatan pesisir yakni, Cisolok, Cikakak, Pelabuhan Ratu,

Simpenan, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibitung, dan Tegal Buleud. Namun seiring

dengan dengan penyempurnaan program melalui periodisasi, terutama pada

periode institusionalisasi yang menekankan pada peningkatan status lembaga

keuangan menjadi koperasi guna menciptakan pengaruh lebih besar yang dalam

hal ini telah dimulai sejak tahun 2004, maka kajian mengenai pengaruh program

ditekankan pada periode ini yang mana pada periode ini kabupaten Sukabumi

memulainya sejak tahun 2005 akhir.

Pelaksanaan program pada periode institusionalisasi yang telah berjalan

kurang lebih dua tahun sejak awal tahun 2006 tentunya sedikit banyak telah dapat

memberikan gambaran mengenai pengaruh dari pelaksanaanya. Sejauh ini dari catatan

Dinas Kelautan dan Perikanan belum terdapat kajian secara spesifik mengenai hal ini.

Untuk itu pada penelitian ini mencoba mengkaji pengaruh yang timbul yang tidak hanya


(35)

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah :

1) Bagaimana pelaksanaan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

dengan melihat sejauhmana konsep umum secara nasional dari program PEMP

dalam hal sasaran dan prioritas dapat diterapkan di wilayah pesisir Kabupaten

Sukabumi ?

2) Bagaimana pengaruh dari pelaksanaan Program PEMP terhadap

pendapatan peserta program dari sisi ekonomi, dan efeknya terhadap sisi

sosial budaya dan lingkungan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian

kali ini adalah :

1) Mengkaji pelaksanaan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

dengan melihat sejauhmana konsep umum secara nasional dari program PEMP

dalam hal sasaran dan prioritas dapat diterapkan di wilayah pesisir Kabupaten

Sukabumi

2) Mengkaji pengaruh dari pelaksanaan Program PEMP terhadap pendapatan

peserta program dengan memperhatikan perubahan tingkat pendapatan yang

akan dibandingkan signifikansinya antara sebelum dengan sesudah mengikuti

program PEMP, dari sisi ekonomi dan efeknya terhadap sisi sosial budaya


(36)

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1) Sebagai salah satu bahan masukan dan evaluasi bagi Pemerintah Daerah

tentang pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

(PEMP).

2) Memberikan kontribusi terhadap sumbangan perbendaharaan ilmu

pengetahuan terutama bagi peneliti yang ingin memperdalam pengetahuannya

di bidang Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.

3) Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai media dalam menerapkan ilmu

pengetahuan yang diperoleh.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Secara umum Program PEMP terdiri dari berbagai keigatan seperti

peningkatan Kualitas SDM, pengembangan kemitraan, penguatan modal dan

diversifikasi usaha, namun pada penelitian ini hanya mengkaji pengaruh program


(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Karakteristik Masyarakat Pesisir

Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan daratan dan lautan yang

sangat kompleks, dimana terjadi pertemuan antara dua ekosistem yang saling

mempengaruhi yakni darat dan laut. Soegiarto dalam Dahuri (1996)

mendefinisikan wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan (interface area) antara ekosistem laut dan darat baik kering maupun terendam yang masih mendapat

pengaruh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, perembesan air laut

dengan ciri vegetasi yang khas. Kemudian kearah laut mencakup batas terluar dari

daerah paparan benua (continental shelf) dengan ciri perairan yang masih dipengaruhi dengan proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi,

penggundulan hutan, dan pencemaran.

Satria, (2002) menjelaskan dalam konteks masyarakat pesisir, Masyarakat

merupakan kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama,

sehingga mereka dapat mengatur dan menganggap dirinya sebagai suatu kesatuan

sosial dengan batas yang dirumuskan secara jelas dan merinci unsur masyarakat.

Batasan tersebut yaitu : (1) manusia yang hidup bersama; (2) bercampur dalam

waktu yang lama; (3) hidup di wilayah yang sama; (4) sadar sebagai suatu

kesatuan; dan (5) sadar sebagai suatu sistem hidup bersama.

Saad dan Basuki (2004) menjelaskan bahwa Masyarakat pesisir

didefinisikan sebagai sekelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber

kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan


(38)

entitas majemuk karena terdiri dari nelayan pemilik, nelayan buruh, pembudidaya

ikan, pengolah ikan, pedagang hasil perikanan, pelaku usaha industri dan jasa

maritim serta masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya laut dan

pesisir untuk menyokong kehidupannya.

Dalam konteks masyarakat pesisir, masyarakat desa terisolasi (masyarakat

pulau kecil) dan masyarakat desa pantai dapat dijadikan gambaran wujud dari

suatu komunitas kecil yang memiliki beberapa ciri, yaitu : (1). Mempunyai ciri

yang khas, (2) terdiri dari jumlah penduduk dengan jumlah yang cukup terbatas

(Smallness) sehingga masih saling mengenal sebagai individu yang berkepribadian, (3) bersifat seragam dengan deferensiasi terbatas (homogenity), dan (4) kebutuhan hidup penduduknya sangat terbatas, sehingga semua dapat

dipenuhi sendiri tanpa bergantung pada pasar diluar (Satria, 2002). Sebagian

masyarakat pesisir ini adalah pengusaha skala kecil dan menengah yang lebih

banyak bersifat subsisten. Mereka menjalani usaha dan kegiatan ekonominya

untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala usaha yang begitu kecil

sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu sangat

pendek.

Menurut Satria (2002), karakteristik utama dari masyarakat pesisir adalah

sebagai berikut :

1. Sistem pengetahuan; Pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan yang pada

umumnya didapat dari warisan atau pendahulu mereka berdasarkan

pengalaman empiris. Kuatnya pengetahuan lokal tersebutlah yang selanjutnya

menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup mereka


(39)

2. Sistem Kepercayaan; Secara teologis, nelayan masih memiliki kepercayaan yang

kuat bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga perlu perlakuan-perlakuan

khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan agar keselamatan dan hasil

tangkapan semakin terjamin.

3. Peran Wanita; Aktivitas ekonomi wanita merupakan gejala yang sudah umum

bagi kalangan masyarakat strata bawah, tidak terkecuali wanita yang berstatus

sebagai istri nelayan. Selain banyak bergelut dalam urusan domestik rumah

tangga, istri nelayan kerap menjalankan fungsi ekonomi dalam melakukan

penangkapan ikan diperairan dangkal, pengolahan ikan maupun kegiatan jasa

dan perdagangan.

4. Posisi sosial nelayan; Posisi sosial nelayan masih dianggap rendah dalam

masyarakat karena disebabkan oleh keterasingan nelayan. Hal tersebut

diakibatkan karena kurangnya kesempatan masyarakat nelayan dalam melakukan

interaksi dengan masyarakat lain karena banyaknya alokasi waktu dalam

melakukan penangkapan ikan dilaut daripada melakukan sosialisasi dengan

masyarakat lain yang secara geografis relatif jauh dari pantai.

2.2 Kemiskinan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, miskin diartikan sebagai “tidak

berharta benda; serba kekurangan (berpenghasilan rendah)". Sedangkan menurut

Professor Muhammad Yunus (2006) dalam Nadeak (2008) Kemiskinan adalah

absennya seluruh hak azasi manusia. Frustrasi, permusuhan, dan kemarahan yang

disebabkan oleh kemiskinan akut tidak bisa memupuk perdamaian dalam


(40)

mencari cara-cara menyediakan peluang bagi rakyat untuk bisa hidup secara

layak.

Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai

standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut

garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Ukuran Garis Kemiskinan Nasional adalah jumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap

individu untuk makanan setara 2.100 kilo kalori per orang/hari dan untuk

memenuhi kebutuhan non-makanan berupa perumahan, pakaian, kesehatan,

pendidikan, transportasi, dan aneka barang/jasa lainnya. Biaya untuk membeli

2.100 kilo kalori/hari disebut sebagai Garis Kemiskinan Makanan, sedangkan

biaya untuk membayar kebutuhan minimum non-makanan disebut sebagai Garis

Kemiskinan Non-Makanan. Mereka yang pengeluarannya lebih rendah dari garis

kemiskinan disebut sebagai penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan atau

penduduk miskin (UNDP, 2004).

SMERU dalam Suharto (2004) membagi kemiskinan kedalam beberapa

dimensi meliputi :

• Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan)

• Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

• Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).

• Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. • Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam.


(41)

• Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.

• Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan

• Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

• Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak telantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok termarjinalkan).

Terdapat banyak metode dan standar yang digunakan dalam menghitung

tingkat kemiskinan yang didasarkan pada tingkat nutrisi yang dikonsumsi atau

pengeluaran untuk mengkonsumsi. Lebih jauh mentode indentifikas kemiskinan

dari berbagai sumber dijelaskan pada Tabel 2.

Tabel 2. Ringkasan Metode Identifikasi Kemiskinan Metode

Identifikasi Kriteria Kemiskinan

Sumber

Data Keterangan Tingkat Pengeluaran setara Kg

beras/kapita/tahun :

Kota Desa

Miskin <480 <320

Miskin Sekali <360 <240 Sayogyo

Sangan Miskin <270 <180

Beragam sumber terutama SUSENAS Pengeluaran total untuk berbagai kebutuhan

Tingkat Pendapatan/kapita/tahun :

Kota Desa

Bank Dunia

Miskin <US$75 <US$50

Didekati dari PDRB

Tingkat Pengeluaran /kapita/hari untuk makanan :

Miskin < 2100 kalori atau

dikonversikan dengan harga bahan makanan menjadi pengeluaran untuk bahan makanan/kapita/bulan (Rp thn 1990)

Kota Desa

BPS

Miskin <20614 <13925

Data SUSENAS

Sumber : Rusli, et. al. (1995) dalam Satria (2002)


(42)

Dahuri (2000b) menjelaskan dalam kaitannya dengan kemiskinan

masyarakat pesisir (nelayan), kemiskinan diklarifikasikan dalam empat hal yakni :

(1) Kemiskinan karena aspek teknis sumberdaya ikan, (2) Kemiskinan karena

kekurangan prasarana, (3) Kemiskinan karena kualitas sumberdaya yang rendah,

dan (4) kemiskinan karena struktur ekonomi yang tidak mendukung dan

memberikan insentif usaha. Basuki (2007) menjelaskan setidaknya tercatat dua

kelompok miskin didalam masyarakat pesisir yang dibedakan menurut usia dan

aktifitas yang dikembangkan. Kelompok pertama adalah rakyat miskin yang

dimasukkan kategori fakir miskin (The Poorest) seperti nelayan tanpa perahu dan yang berusia lanjut ataupun muda (the elder and the younger poor). Kelompok kedua adalah masyarakat miskin yang aktif secara ekonomi (economically active poor). Kelompok ini disebut juga kelompok masyarakat sektor mikro dan merupakan konstituen terbesar baik bagi ekonomi rakyat maupun pelaku ekonomi

nasional.

Agar dapat meningkatkan kesejahteraannya, kelompok pertama memerlukan

intervensi pelayanan kebutuhan dasar baik pangan, kesehatan, pendidikan dan

semacamnya. Berbeda dengan kelompok pertama, kelompok kedua secara

strategis membutuhkan pelayanan keuangan mikro dan pendampingan dengan

pertimbangan: (1) Mereka telah mempunyai kegiatan ekonomi produktif sehingga

kebutuhannya adalah pengembangan dan peningkatan kapasitas; dan (2) Mereka

akan berpindah menjadi sektor usaha kecil yang diharapkan membantu

penanganan kelompok pertama rakyat miskin (fakir miskin dan usia lanjut-muda)


(43)

Selanjutnya Ismawan (2003) mengemukakan lebih dalam tentang kelompok

economically active poor, secara umum kegiatan-kegiatan yang digeluti oleh kelompok ini dapat dibagi menjadi empat jenis kegiatan, yaitu :

(1) Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder (semua dilaksanakan dalam skala

terbatas dan subsisten) dalam bidang perikanan tangkap skala kecil dan

pengolahan produk perikanan skala rumah tangga;

(2) Kegiatan-kegiatan tersier seperti bengkel, pembuat perahu tradisional;

(3) Kegiatan distribusi seperti bakul ikan di pasar, kios penjual kebutuhan

nelayan, serta usaha sejenisnya; dan

(4) Kegiatan-kegiatan jasa lain, seperti kuli pengangkut ikan (manol), penjaga

perahu, buruh di tempat pelelangan ikan dan sebagainya. Dalam

kenyataannya, berbagai kegiatan yang termasuk dalam jenis kegiatan ini

merupakan suatu ”jaring pengaman sosial” bagi kelompok masyarakat

bawah. Jaring pengaman sosial inilah yang berfungsi menggantikan

ketiadaan pelayanan dasar yang semestinya disediakan oleh pemerintah.

Sebagian besar masyarakat yang berada dalam kelompok kegiatan ini berada

dalam tahapan bertahan hidup (survival) dan menjadikan aktivitas yang

dijalaninya sebagai persiapan untuk masuk kedalam kegiatan ekonomi lain

yang lebih mapan.

2.3 Penelitian Terdahulu

Dalam Penelitian Sutomo (2003) tentang Evaluasi Program PEMP di

Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa pelaksanaan program

PEMP tahun 2001 belum optimal dikarenakan pengelola program belum


(44)

pencapaian kinerja dalam penelitian ini yakni, (1) input terdiri dari SDM, Kelembagaan, Sosialisasi, Bantuan Modal, dan Tenaga Pendamping, (2) proses terdiri dari Pemilihan Lokasi, Kelompok dan penyaluran, (3) output terdiri dari keragaan produksi, (4) outcome terdiri dari pendapatan dan perguliran dana, (5) benefit terdiri dari pendapatan agregat, dan (6) impact terdiri dari dampak positif dan negatif.

Berdasarkan penelitian ini didapati pencapaian kinerja input = 48 persen, proses = 59 persen, output = 16 persen, outcome, benefit, impact = 0 persen. Dijelaskan bahwa program PEMP hanya berjalan pada tahap awal pelaksanaan

yang semakin memburuk pada tahap-tahap selanjutnya. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain : moralitas pelaksana program, fasilitas pendukung

yang diberikan tidak digunakan secara optimal, dan solidaritas sesama pengguna

program.

Dalam penelitian yang dilaksanakan oleh Cahyadinata (2005) di kota

Bengkulu terhadap pelaksanaan Program PEMP tahun 2002 – 2003, dijelaskan

bahwa input program adalah masyarakat pesisir dengan usia produktif antara

25-65 tahun dengan kisaran pinjaman antara Rp. 400.000 hingga Rp. 70.000.000.

Namun akibat dari kurangnya waktu pelaksanaan program dalam pengolahan

input SDM dan kurangnya pengalaman dalam menjalankan usaha membuat hasil

yang diharapkan kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan belum mampunya

program PEMP meningkatkan skala usaha peserta program.

Namun dari sisi pendapatan, Dana Ekonomi Produktif (DEP) PEMP

menunjukkan pengaruh nyata antara pinjaman dan pendapatan, yakni setiap Rp. 1


(45)

empat jenis usaha yang dilaksanakan oleh para peminjam, manfaat yang diperoleh

lebih besar dari biaya yang dikeluarkan rata-rata NPV dan B/C untuk usaha

penangkapan adalah Rp. 43.611.935 dan 1,2784 untuk usaha tambak udang adalah

Rp. 226.500 dan 1,0034 untuk usaha pemasaran adalah Rp. 33.350.869 dan

1,1353 untuk usaha pengolahan adalah Rp. 105.857.669 dan 1,2892 dan untuk

usaha Pengadaan BBM Rp. 68.067.391 dan 1,2673.

Farid (2005) mengkaji pelaksanaan Program PEMP dan partisipasi

masyarakat pemanfaat program Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Jawa

Timur. Kondisi lapangan menunjukkan bahwa input program adalah mayoritas

belum pernah sekolah, istri nelayan menyokong perekonomian usaha rumput laut

dan bakulan sederhana, tingkatan stratifikasi sosial telah terpetakan sejak lama

berdasarkan kepemilikan alat produksinya, tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap

pemuka agama, dan rasa sosial yang tinggi.

Pelaksanaan Program PEMP dilakukan dengan metode partisipatif

partnership sudah tepat karena lebih mudah dalam inisiasi di lapangan, namun

didapati bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap program masih tergolong

sedang yakni 71,10 persen. Hal ini didasarkan pada adanya hambatan bahwa

persepsi masyarakat yang menganggap program pemberdayaan merupakan hibah

dari pemerintah. Hambatan lainnya adalah Kurangnya akses informasi dan

pendidikan informal bagi peserta program, sehingga membuat inovasi masyarakat

menjadi lamban untuk berkembang.

Penelitian yang dilakukan saat ini memiliki persamaan dan perbedaan

dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Persamaanya adalah mengkaji


(46)

yang berbeda. Sedangkan perbedaannya adalah dalam penelitian ini mengkaji

seberapa besar program PEMP mempengaruhi peningkatan pendapatan dengan

melihat seberapa besar pinjaman yang diterima digunakan untuk meningkatkan

biaya usaha dan atau aset usaha dari sisi ekonomi, dan efeknya terhadap sisi


(47)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Teori Fungsi Produksi

Fungsi Produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi.

Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya itu

mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh (Soekartawi, et al, 1986). Soekartawi (2003) juga mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan fisik

antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel

yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya

berupa input. Dalam rumus matematika sederhana fungsi produksi dapat

digambarkan sebagai berikut (Soekartawi, et al, 1986) :

Y=f(X1,X2,X3,...,Xn) ...(1) Dimana :

Y = Output

f = Bentuk hubungan yang mentransfomasikan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi

X1,X2,X3,...,Xn = Input-input yang digunakan

Terdapat beberapa bentuk aljabar fungsi produksi yang sering digunakan

dalam memberikan hubungan kuantitatif dari fungsi produksi, yakni :

1. Fungsi Produksi Kuadratik

Rumus matematik dari fungsi produksi Kuadratik dapat dituliskan

sebagai berikut :

Y = f (Xi); atau dapat dituliskan Y = a + b X + c X2 ...(2) Dimana :

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a, b, c = Parameter yang diduga


(48)

Menurut Soekartawi et al (1986), persamaan (2) akan mempunyai arti ekonomi dan hasil produksi mencapai maksimum jika X sama dengan b/2c dan

koefisien b harus positif dan lebih besar dari koefisien c, dimana koefisien c harus

negatif.

2. Fungsi Produksi Akar Pangkat Dua

Secara matematik, persamaan fungsi produksi akar pangkat dua dapat

dituliskan sebagai berikut :

Y= a0 + a1X11/2 + a11X1 ...(3) Bila diperhatikan, persamaan ini adalah persamaan kuadratik, sehingga

penyelesaiannya adalah sama dengan penyelesaian fungsi kuadratik. Fungsi akar

pangkat dua ataupun fungsi produksi kuadratik pada umumnya akan tidak praktis

bila jumlah variabelnya lebih dari tiga. Untuk penyelesaian persamaan yang

mempunyai lebih dari tiga variabel dianjurkan untuk menggunakan fungsi

produksi Cobb-Douglas dan fungsi produksi linear (Soekartawi, 2003).

3. Fungsi ProduksiCobb-Douglas

Persamaan matematik dari fungsi produksi Cobb-Douglas dirumuskan

sebagai berikut :

Y= b0X1b 1X2b 2 ... Xib ieu ...(4) Dimana :

Y = Produksi

X1 = Nilai faktor produksi ke-i b0 = Intercept

b1 = Dugaan slope yang berhubungan dengan variabei Xi e = Bilangan natural (e= 2,7182)


(49)

4. Fungsi Produksi Linier Berganda

Rumus matematik dari fungsi produksi linear berganda dapat dituliskan

sebagai berikut :

Y=a+b1X1+b2X2+ ...+biXi+ ...+bnXn ...…(5) Dimana :

a = intersep

b = koefisien regresi

Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan

Persamaan produksi dapat menduga jumlah produk yang dihasilkan pada

tingkat penggunaan input tertentu, namun tidak semua masukan dipergunakan dalam analisis, hal ini bergantung dari penting atau tidaknya pengaruh masukan

tadi terhadap produksi. Selain itu dengan fungsi produksi juga dapat diketahui

besarnya produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Dapat dilihat bahwa

fungsi produksi memiliki sifat seperti fungsi utility. Jika input bertambah, maka output juga akan meningkat. Tambahan input pertama akan memberikan tambahan output yang lebih besar dibandingkan dengan tambahan input terhadap output berikutnya. Sifat ini disebut low of diminishing returns.

3.2 Konsep Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Oleh karena itu, ide

utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan.

Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang

lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka.


(50)

dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu

yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah (Suharto, 2004).

Nikijuluw (2002), menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses

untuk berdaya, memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai

sesuatu. Pemberdayaan sebagai suatu proses tidak ada habis-habisnya, karena

selagi ada masyarakat maka pemberdayaan masyarakat tetap dilakukan. Bisa saja

masyarakat sudah memiliki kekuatan atau sudah berdaya dalam suatu hal tertentu;

tapi kemudian disadari bahwa masih ada aspek-aspek lain yang melekat dengan

masyarakat yang perlu diberdayakan.

Suatu proses pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan

tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk

mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini

dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk

menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari

lingkungannya dan hal ini sangat berhubungan dengan tiga tahapan dalam

pemberdayaan (Ikbal, 2007).

Empowerment (pemberdayaan/penguatan) dianggap sebagai sebuah proses yang memungkinkan kalangan individual ataupun kelompok merubah

keseimbangan kekuasaan dalam segi sosial, ekonomi maupun politik pada sebuah

masyarakat ataupun komunitas. Kegiatan pemberdayaan dapat mengacu pada

banyak kegiatan, di antaranya adalah meningkatkan kesadaran akan adanya

kekuatan-kekuatan sosial yang menekan orang lain dan juga pada aksi-aksi untuk


(51)

Suharto (2004) menjelaskan Pemberdayaan Sebagai serangkaian kegiatan

untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam

masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Pemberdayaan sebagai tujuan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin

dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya,

memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial

seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai

mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam

melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai

tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai

sebuah proses.

Berdasarkan jenisnya, pemberdayaan/penguatan dapat dilihat pada dua

level, individual dan komunitas. Pada tataran individual, isu-isu yang relevan

dengan pemberdayaan adalah: hubungan patron-klien, gender, akses ke

pemerintahan (negara), dan sumber-sumber kepemilikan properti. Sementara pada

tataran komunitas, isu-isu utama yang biasa diangkat adalah: mobilisasi

sumberdaya (resources mobilization), pemberdayaan/penguatan kerangka institusional dan akses hubungan (linkages) dengan badan-badan pemerintah

(Yusuf, 2008).

Memberdayakan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk memecahkan masalah, menentukan kebutuhan, merencanakan


(52)

dapat terwujud jika ada kesadaran dari masyarakat, karena pemberdayaan pada

dasarnya adalah pembebasan diri dari ketergantungan materi.

Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator

pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai indeks pemberdayaan (empowerment index) (Girvan, 2004 dalam Suharto, 2004):

• Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah

ibadah, dan ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika

individu mampu pergi sendirian.

• Kemampuan membeli komoditas ‘kecil’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak

goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok,

bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama

jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya;

terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan

uangnya sendiri.

• Kemampuan membeli komoditas ‘besar’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV,

radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin

tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri

tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang

tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

• Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suami/istri mengenai


(53)

keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian

kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.

• Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang

mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang

mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah.

• Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden;

mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

• Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap ‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain

melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang

mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan

bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai

pemerintah.

• Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia

memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

3.3 Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan

salah satu program yang dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan

(DKP) yang telah dimulai sejak tahun 2000 hingga sekarang. Salah satu tujuan

utamanya adalah memberikan bantuan permodalan dengan sistim bergulir


(54)

Secara umum Program PEMP bertujuan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan

kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan

dan diversifikasi usaha yang berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal.

Sedangkan tujuan khusus program yaitu : memfasilitasi kegiatan-kegiatan

Bantuan Sosial Mikro (BSM); Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN); Kedai Pesisir; dan Klinik Bisnis (Direktorat PMP, 2008). Menurut Direktorat

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (2008) Sasaran Program PEMP adalah Pelaku

Usaha Perikanan Tangkap Skala Mikro, Pelaku Usaha Perikanan Budidaya Skala

Mikro, Pelaku Usaha Pengolahan dan Pemasaran Skala Mikro, dan Pelaku Usaha

Industri dan Jasa Maritim Skala Mikro, dengan prioritas pemuda, perempuan

pesisir, jenis usaha yang tidak merusak lingkungan, dan tergolong miskin.

Program PEMP dirancang untuk tiga periode. Periode pertama, tahun 2001-2003, merupakan periode inisiasi dengan fokus pada penggalangan

partisipasi dan penyadaran masyarakat, serta perintisan kelembagaan dengan

mendirikan Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP–

M3) sebagai cikal bakal holding company untuk memayungi aktivitas ekonomi masyarakat pesisir. Pada periode ini, program PEMP terutama ditujukan untuk

mengatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap

perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan modal melalui

perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP) (Direktorat PMP, 2008).

Periode kedua, tahun 2004 - 2006, merupakan periode institusionalisasi. Dalam kurun waktu tiga tahun periode ini, program difokuskan pada revitalisasi


(55)

koperasi. Pada periode institusionalisasi, berdasarkan data dari 52 Swamitra Mina

Online, menunjukkan bahwa 67 persen sasaran PEMP berkaitan langsung dengan sektor perikanan dan 33 persen tidak terkait langsung, seperti tukang ojek,

bengkel, pengolahan makanan dan minuman, warung makan dan keperluan

sehari-hari masyarakat pesisir (Direktorat PMP, 2008).

Periode ketiga, 2007-2009, merupakan periode diversifikasi usaha, yang merupakan perwujudan cita-cita LEPP M3 untuk menjadi holding company. Pada periode ini mulai dibentuk unit-unit usaha yang bernaung di bawah LEPP M3

yang telah berbadan hukum koperasi. Sampai dengan tahun 2007, telah terbentuk

281 koperasi masyarakat pesisir yang tersebar di 289 kabupaten/kota berpesisir

(Direktorat PMP, 2008).

Program PEMP yang dimulai sejak tahun 2001 tersebut secara terus

menerus mengalami berbagai penyempurnaan seiring dengan hasil evaluasi dan

masukan dari berbagai pihak, baik dari masyarakat, Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), maupun instansi-instansi terkait lainnya. Sampai dengan

tahun 2008, program PEMP diharapkan dapat menjangkau 293 kabupaten/kota

berpesisir di Indonesia (Direktorat PMP, 2008).

Menurut Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (2008),

Pembentukan kelembagaan dan perubahan sistem melalui periodisasi Program

PEMP semata–mata dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

pesisir secara menyeluruh dan terencana sesuai dengan prinsip pemberdayaan,

yaitu helping the poor to help themselves. Oleh karena itu dalam jangka panjang Program PEMP tetap diarahkan pada :


(1)

60% Pemilik Kapal 40% ABK Pendapatan Bersih untuk tiap ABK No.

Sebelum Sesudah

Peningkatan/ Penurunan Laba

pemilik Kapal

(%)

Sebelum Sesudah

Peningkatan/ Penurunan Laba

total ABK

(%)

Sebelum Sesudah

Peningkatan/ Penurunan Laba

tiap ABK

(%)

21 1.428 1.530 102 7,14 952 1.020 68 7,14 238 255 17 7,14

22 3.975 4.418 443 11,14 2.650 2.945 295 11,14 663 736 74 11,14

23 3.960 4.260 300 7,58 2.640 2.840 200 7,58 660 710 50 7,58

24 4.266 4.482 216 5,06 2.844 2.988 144 5,06 711 747 36 5,06

25 1.566 1.740 174 11,11 1.044 1.160 116 11,11 261 290 29 11,11

26 1.485 1.755 270 18,18 990 1.170 180 18,18 248 293 45 18,18

27 1.041 1.254 213 20,46 694 836 142 20,46 174 209 36 20,46

28 3.909 4.725 816 20,87 2.606 3.150 544 20,87 652 788 136 20,87

Keterangan :

1 – 6

: Kapal Rumpon (6-8 orang ABK)

7 – 14

: Kapal Payang (10-15 orang ABK)

15- 19

: Kapal Diesel (6-8 orang ABK)


(2)

Lampiran 13. Analisis

R/C Ratio

Responden Peserta Program PEMP

Sebelum Sesudah

No

Laba Kotor Total Biaya R/C

Ratio Laba Kotor Total Biaya

R/C Ratio

Perubahan Ratio

1 13.500

Rp. 000,-

6.950 1,94 16.400 8.580 1,91 (0,03)

2 12.700 7.350 1,73 16.200 8.450 1,92 0,19

3 13.200 6.750 1,96 16.500 8.600 1,92 (0,04)

4 13.500 6.950 1,94 16.200 8.590 1,89 (0,06)

5 13.750 6.700 2,05 16.700 8.185 2,04 (0,01)

6 13.000 6.850 1,90 17.000 8.550 1,99 0,09

7 41.760 33.850 1,23 55.000 45.000 1,22 (0,01) 8 41.500 33.500 1,24 53.500 44.925 1,19 (0,05) 9 50.400 35.925 1,40 68.400 49.375 1,39 (0,02) 10 42.000 33.900 1,24 54.288 45.550 1,19 (0,05) 11 48.720 33.075 1,47 64.800 46.540 1,39 (0,08)

12 46.000 33.235 1,38 66.700 45.875 1,45 0,07

13 45.700 32.125 1,42 66.800 47.950 1,39 (0,03) 14 48.750 32.600 1,50 64.000 45.550 1,41 (0,09) 15 53.550 37.630 1,42 66.970 48.300 1,39 (0,04) 16 53.500 37.925 1,41 66.470 48.350 1,37 (0,04) 17 53.500 38.200 1,40 66.000 50.100 1,32 (0,08) 18 47.700 36.200 1,32 57.240 44.700 1,28 (0,04)

19 47.650 36.950 1,29 58.450 44.940 1,30 0,01

20 10.408 8.345 1,25 13.500 11.060 1,22 (0,03) 21 10.000 7.620 1,31 12.900 10.350 1,25 (0,07) 22 17.990 11.365 1,58 20.748 13.385 1,55 (0,03) 23 17.500 10.900 1,61 20.400 13.300 1,53 (0,07) 24 17.900 10.790 1,66 20.740 13.270 1,56 (0,10) 25 10.905 8.295 1,31 13.300 10.400 1,28 (0,04)

26 9.100 6.625 1,37 11.300 8.375 1,35 (0,02)

27 10.400 8.665 1,20 13.150 11.060 1,19 (0,01)

28 18.500 11.985 1,54 21.400 13.525 1,58 0,04

29 75.000 62.500 1,20 105.000 79.650 1,32 0,12

30 68.000 60.000 1,13 103.450 79.650 1,30 0,17

31 41.200 38.500 1,07 64.800 56.100 1,16 0,08

32 43.000 33.000 1,30 55.120 42.400 1,30 (0,00)

33 6.000 4.000 1,50 7.500 5.000 1,50 -


(3)

Sebelum Sesudah No

Laba Kotor Total Biaya R/C

Ratio Laba Kotor Total Biaya

R/C Ratio

Perubahan Ratio

35 54.600 42.000 1,30 63.000 48.480 1,30 (0,00) 36 36.960 23.600 1,57 40.092 30.840 1,30 (0,27)

37 51.400 49.150 1,05 66.388 58.700 1,13 0,09

38 18.562 13.750 1,35 22.425 17.250 1,30 (0,05)

39 50.000 40.000 1,25 59.750 47.800 1,25 -

40 19.800 13.750 1,44 22.425 17.750 1,26 (0,18)

41 18.500 15.750 1,17 22.450 17.250 1,30 0,13

42 36.000 24.400 1,48 40.900 31.640 1,29 (0,18)

43 117.150 91.500 1,28 156.000 120.000 1,30 0,02

44 37.180 28.000 1,33 54.000 39.000 1,38 0,06

45 32.500 30.000 1,08 45.630 39.000 1,17 0,09

46 22.815 19.500 1,17 31.590 27.000 1,17 -

47 3.645 2.700 1,35 4.860 3.600 1,35 -

48 3.900 3.000 1,30 5.850 4.500 1,30 -

49 4.000 3.000 1,33 5.800 4.500 1,29 (0,04)

50 4.000 2.300 1,74 7.800 3.600 2,17 0,43

51 5.265 3.900 1,35 6.591 5.070 1,30 (0,05)

52 3.600 2.500 1,44 4.680 2.840 1,65 0,21

53 2.400 1.300 1,85 3.750 2.250 1,67 (0,18)

54 5.850 4.500 1,30 9.750 7.500 1,30 -

55 20.250 15.000 1,35 30.375 22.500 1,35 -

56 5.850 4.500 1,30 7.800 6.000 1,30 -

57 4.000 3.000 1,33 7.800 4.500 1,73 0,40

58 56.250 45.000 1,25 76.050 58.500 1,30 0,05

Keterangan :

1 - 28 : Penangkap

1 – 6

: Kapal Rumpon

7 – 14

: Kapal Payang

15- 19

: Kapal Diesel

20 – 28 : Kapal Cangkring/Sampan

29 – 43 : Pengolah

28 – 35 : Ikan Asin

36 – 43 : Pindang

44 - 58 : Pedagang


(4)

Lampiran 14. Hasil uji t berpasangan (

paired t-test

)

Terhadap Pendapatan Perbulan Responden

H

0

: x

2

- x

1

= 0

H

1

: x

2

- x

1

0

H

1

berarti terdapat perbedaan pendapatan antara sebelum dan sesudah mengikuti program PEMP

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

sebelum 7239.31 58 5388.655 707.565

Keseluruhan

sesudah 9497.05 58 7218.549 947.842

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Keseluruhan sebelum & sesudah 58 .902 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval of the Difference

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Keseluruhan sebelum - sesudah -2.258E3 3314.023 435.153 -3129.119 -1386.363 -5.188 57 .000


(5)

Lampiran 15. Dokumentasi Jenis Usaha Peserta Program PEMP

Koperasi LEPP M2R


(6)

Jenis Usaha Pengolahan


Dokumen yang terkait

Respon Masyarakat Pesisir Terhadap Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Potensi Alam Lokal (Studi Deskriptif Program Bina Desa kelompok perempuan di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara)

0 41 97

Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat pesisir ( Studi Kasus Program PEMP di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah )

1 16 181

Manfaat Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Di Kecamatan Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatra Barat

0 12 69

Evaluasi kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) kabupaten enramayu provinsi Jawa Barat

0 16 99

Analisis dampak program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap pendapatan anggota kelompok masyarakat pemanfaat (KMP) di Kabupaten Subang dan Cirebon

2 23 284

Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ( PEMP ) Di Kabupaten Maluku Tenggara

0 14 232

Evaluasi dampak pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap perekonomian wilayah pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru:

0 13 368

Analisis dampak program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap pendapatan anggota kelompok masyarakat pemanfaat (KMP) di Kabupaten Subang dan Cirebon

0 3 137

Evaluasi dampak pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap perekonomian wilayah pesisir di Kabupaten Kepulauan Aru

0 13 191

Evaluasi Keberhasilan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kabupaten Bantul

0 2 15