Analisis Regresi Dan Korelasi Antara Seleksi Bobot Badan Fase Starter Terhadap Produksi Ayam Ras Petelur Strain Isa Brown

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Ras Petelur
Ayam ras petelur atau yang lebih dikenal sebagai ayam negeri dalam
masyarakat kita, adalah ayam petelur jenis unggul yang mempunyai daya
produktivitas bertelur tinggi baik jumlah maupun bobot telurnya. Pada umumnya
jenis-jenis ayam yang telah dikenal di Indonesia merupakan “Final Stock” yang
merupakan turunan terakhir hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang
dikenal mempunyai daya produktivitas yang tinggi (Cahyono, 1995).
Jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe:
1. Tipe Ayam Petelur Ringan
Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini
mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya
berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni
White Leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial
banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Setiap pembibit ayam petelur
di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan (petelur putih)
komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi
Hen House. Sebagai petelur, ayam tipe ini memang khusus untuk bertelur saja
sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan pada kemampuan bertelur, karena
dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadap cuaca panas,
keributan, dan ayam ini mudah kaget (bila kaget, produksinya akan cepat turun,

begitu juga bila kepanasan).
2. Tipe Ayam Petelur Medium
Bobot tubuh ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di

Universitas Sumatera Utara

antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini
disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak
terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang
banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang
cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat yang umumnya
mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Dipasaran orang mengatakan telur
cokelat lebih disukai daripada telur putih, kalau dilihat dari warna kulitnya
memang lebih menarik yang cokelat daripada yang putih, tapi dari segi gizi dan
rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah harganya dipasaran, harga telur
cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal ini dikarenakan telur cokelat lebih
berat daripada telur putih dan produksinya telur cokelat lebih sedikit daripada
telur putih. Selain itu daging dari ayam petelur medium akan lebih laku dijual
sebagai ayam pedaging dengan rasa yang enak (Bappenas,2000).
Strain Isa Brown

Strain Isa Brown adalah strain hibrida yang merupakan hasil dari
persilangan Rhode Island Red dan Rhode Island White , tapi pada saat ini
mengandung gen dari berbagai jenis bibit. Strain Isa Brown adalah hibrida yang
dikembangkan oleh breeder dengan hubungan garis induk dan pejantan sampai
hasil

akhir

Isa Brown. Ini dikenal dengan adanya produksi telur yang tinggi

sekitar 300 telur per ayam betina pada tahun pertama bertelur. Isa Brown terkenal
sebagai ayam yang dipelihara di kandang baterai , karena tingkat produksi telur
yang tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir , mereka juga telah berhasil
menerapkan sistem pemeliharaannya di lantai dan sistem bebas di Eropa.
Persilangan ini membuat hewan peliharaan yang ramah , percaya diri dan tidak

Universitas Sumatera Utara

takut, tapi ketika umurnya tua, menjadi sedikit saling mematuk dan tampaknya
makan lebih banyak (Wikipedia, 2014).

Ayam petelur strain Isa-brown memiliki periode bertelur antara 18-80
minggu, liveability sebesar 93,2%, puncak produksi sebesar 95% pada umur 26
minggu. Rata-rata bobot telur ayam petelur strain Isa-Brown sebesar 63,19 g
(Hendrix-genetics, 2006).
Ciri-ciri Pullet dalam berproduksi telur adalah memiliki ukuran tubuh
yang relatif kecil, bertelur dengan jumlah banyak dengan kerabang keras, hidup
baik dan produksi telurnya ekonomis. Ayam untuk produksi telur dapat
memberikan keuntungan ketika bobotnya besar (North and Bell, 1990).
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan merupakan perbanyakan sel yang membutuhkan protein.
Apalagi bila untuk pertumbuhan itu digunakan bahan perangsang pertumbuhan.
Tanpa diimbangi protein yang sejalan dengan peran zat perangsang pertumbuhan
itu, maka zat perangsang itu tak akan ada gunanya (Rasyaf, 1992).
Morrison (1967) menyatakan pertumbuhan adalah sebagian dari
pertambahan besar urat daging dan jaringan – jaringan lainnya yang mengandung
protein yang sangat penting dalam peternakan, karena mempunyai titik tolak
produksi yang merupakan hasil akhir.
Card and Nesheim (1972) menyatakan bahwa pertambahan berat badan
setiap minggu tidak merata dan maksimum pertumbuhan tercapai pada umur 8
minggu setelah itu pertambahan berat badannya setiap minggu akan menurun.

North dan Bell (1990) yang menyatakan bahwa sumbangan faktor genetik
terhadap pertumbuhan adalah sekitar 45% dan faktor lingkungan sekitar 55%.

Universitas Sumatera Utara

Bobot DOC ayam petelur berkisar antara 36 – 37 gram, selanjutnya akan
tumbuh dengan cepat dan mencapai berat badan yang tepat pada umur 4 minggu
(Bisri, 2006).
Ayam tipe berat akan menghasilkan telur lebih berat , mengkonsumsi lebih
banyak pakan per Hen Day , dan mengkonsumsi lebih banyak pakan per lusin
telur daripada ayam tipe medium dan tipe ringan , sementara ayam tipe medium
lebih baik daripada ayam tipe ringan untuk masing-masing kategori. Ayam tipe
berat juga mengkonsumsi 3,66 % lebih banyak pakan / g massa telur dari ayam
tipe ringan (Bish, et al, 1985).
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Bobot Badan pada Ayam Komersial Isa Brown

Sumber : Isa (2011)
Secara ringkas, pullet adalah ayam yang dipelihara di umur 0-16 minggu.
Pendapat lain menyatakan bahwa pullet adalah ayam masa DOC hingga masa
bertelur di bawah 5%. Ada satu rumus yang dapat digunakan dalam membentuk

pullet berkualitas. Rumus tersebut adalah :
P = (G + N + E) x M

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
P : potency atau productivity / potensi atau produktivitas pullet
G : genetic / genetik pullet
N : nutrition / nutrisi yang diasup pullet
E : environment / kondisi lingkungan
M : management / manajemen pemeliharaan
Ketiga faktor tersebut harus dikelola dalam satu manajemen yang baik agar
potensi di dalam tubuh ayam muncul dengan optimal yaitu:
1. Tumbuh lebih cepat dengan kematangan seksual lebih awal 2 minggu
sehingga lebih cepat berproduksi
2. Berat badan lebih kecil 5% dan konsumsi pakan lebih rendah 10%
sehingga FCR total lebih rendah
3. Puncak produksi (peak performance) 2-3% lebih tinggi
4. Henday (HD) >90%, 8 minggu lebih lama
5. Berat telur lebih besar 5%

(Medion, 2009).
Tabel 1. Perkembangan Normal Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Produksi
Telur Ayam Petelur Coklat.

Umur
(minggu)
1
4
8
12
16
19
20

Rata-rata
BB/kg/ekor
0,27
0,59
0,91
1,23

1,47
1,55

Konsumsi pakan
Harian (g/ekor)
Total (g)
10
0,07
35
0,65
54
1,97
64
3,70
72
5,61
80
7,24
82
7,81


Produksi
(%)
1
5

(Japfa, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Seleksi Bobot badan Ayam dan Keseragaman
Dengan seleksi dan pemberian gizi yang tepat, masa produksi telur dapat
diperpanjang sampai hampir merupakan proses terus menerus sehingga seekor
ayam betina hampir bertelur tiap hari sepanjang tahun, tanpa masa meranggas
bulu. Sebagai akibatnya produksi telur ayam dan itik menjadi suatu industri yang
luas di seluruh dunia guna menghasilkan makanan manusia dengan kualitas tinggi
(Tillman, dkk, 1991).
Keberhasilan suatu usaha peternakan ditandai dengan lengkapnya tiga
faktor yang menjadi satu kesatuan yang sangat berpengaruh yaitu bibit, pakan dan
manajemen pemeliharaan, dimana masing-masing faktor berperan sebesar 20%

bibit, 30% pakan dan manajemen sebesar 50%.
Salah satu faktor yang kurang diperhatikan oleh peternak adalah
pengawasan dan pengontrolan pada faktor manajemen, yaitu pengontrolan bobot
badan dan seleksi. Peternak jarang yang memperhatikan bobot badan awal
pemeliharaan. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dari unggas apakah sudah
sesuai dengan standar dari strain-nya atau tidak, maka perlu dilakukan
penimbangan secara rutin. Seleksi pada ayam pullet sangat penting dilakukan
pada semua peternakan, karena dengan seleksi kita memperoleh ayam-ayam yang
seragam dalam hal performan. Dengan melakukan seleksi bobot badan maka
bobot badan ayam yang dihasilkan akan seragam sehingga ternak akan mengalami
dewasa kelamin secara bersamaan dan ini akan memungkinkan ayam memulai
bertelur pada waktu yang bersamaan tepat pada waktunya
(Malik dan Rahmawati, 2006).
Dalam hal teknologi, khususnya dalam bidang perunggasan, dalam kurun

Universitas Sumatera Utara

waktu 30 tahun terakhir ini juga berkembang sangat mengesankan. Ini terjadi di
berbagai negara termasuk Indonesia. Dibandingkan tahun 1980-an saja
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) peternakan sangat terasa

manfaatnya bagi masyarakat peternak. Perkembangan ini dapat diperoleh peternak
karena mutu genetik ayam terus meners ditingkatkan oleh para pakar genetika.
Seiring dengan itu, formulasi pakan yang dijual pabrik pun berubah mengikuti
perkembangan mutu genetik ayam (Suharno, 1999).
Penyeleksian minimum dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama, pada anak
ayam yang berumur 7 hari. Anak ayam yang kerdil dan cacat diafkir. Kedua, pada
saat ayam berumur 35 hari dilakukan seleksi secara total dan dipisah menjadi tiga
grade, yaitu grade A, B, dan C. Caranya, diambil 10% anak ayam secara acak,
lalu dihitung berat rata-ratanya. Berat rata-rata tersebut dijumlah dengan plus
minus 10% berat badan rata-rata. Berat yang diatas berat rata-rata plus 10%
termasuk grade A. Berat yang masuk kisaran plus minus 10% termasuk grade B.
Berat dibawah kisaran tersebut termasuk grade C. Contohnya berat rata-rata ayam
hisex brown berumur 35 hari adalah 360 gram/ ekor. Sepuluh persen (10%) dari
berat badannya adalah 36 gram/ ekor, sehingga nilai plusnya 396 gram/ ekor dan
nilai minusnya 324 gram/ ekor. Dengan demikian, ayam yang mempunyai berat
badan diatas 396 gram/ ekor termasuk grade A, yang mempunyai berat 324-396
gram/ ekor termasuk grade B, dan yang mempunyai berat dibawah 324 gram/
ekor termasuk grade C. Perlu juga diketahui pembagian grade ditujukan hanya
untuk memudahkan penanganan selanjutnya. Ayam yang termasuk grade A bukan
berarti ayam tersebut akan mempunyai penampilan terbaik. Berdasarkan

pengamatan lapangan, ayam grade B pada masa produksi telur justru lebih tepat

Universitas Sumatera Utara

dewasa kelaminnya dan produksi telurnya lebih tinggi secara persentase dan
kualitas. Ayam yang masuk grade C biasanya paling bermasalah, walaupun
produksi puncak bisa diatas 90% (Johari, 2004).
Seandainya melakukan penimbangan biasanya cukup mengambil sample
10% jarang yang melakukan penimbangan secara total. Padahal penimbangan
secara total akan mempunyai keuntungan yaitu bisa langsung dilakukan seleksi
yaitu ayam-ayam yang bobot badannya kurang dari standar dan melebihi standar
disisihkan tersendiri. Kemudian masing-masing mendapat perlakuan tersendiri
dengan target menjelang produksi mendapat bobot badan yang seragam, sehingga
ayam dapat berproduksi secara bersamaan dan puncak produksi dapat dicapai
lebih awal dan lebih tinggi. Ayam yang bobot badannya kurang dari standar bisa
dipacu dengan meningkatkan kandungan nutrisi/protein pakan sedangkan ayam
bobot badannya melebihi standar diberi pakan dengan mengurangi kandungan
proteinnya (Leeson and Summers, 1997).
Berat badan ayam bertambah seiring dengan meningkatnya umur ayam.
Ayam yang terlalu cepat dewasa (early maturity) biasa menghasilkan telur yang
lebih banyak, tetapi dengan berat rata-rata telur yang lebih rendah. Sedangkan
ayam yang terlambat dewasa bobot badannya masih dibawah standar pada saat
dewasa kelamin. Ayam ini akan menghasilkan telur yang lebih sedikit dan awal
bertelur yang mundur, puncak produksi lebih rendah, tetapi berat rata-rata telur
lebih besar. Untuk mengetahui berat badan ayam dan keseragamannya maka perlu
dilakukan penimbangan ayam sebanyak 10% dari total ayam setiap minggu atau
setidak-tidaknya setiap 2 minggu. Cara perhitungan keseragaman diambil kurang
lebih 10% dari berat rata-rata. Keseragaman yang baik adalah lebih dari 80%. Bila

Universitas Sumatera Utara

keseragaman telah bagus maka selanjutnya perlu dilihat berat rata-rata ayam.
Tabel 2. Ukuran keseragaman pada ayam ras petelur
Nilai
> 60 dan < 70
> 70 dan < 74
> 74 dan < 80
> 80 dan < 86
> 86

Hasil
Kurang
Cukup
Standar
Bagus
Sangat Bagus

(Sudaryani dan Santosa, 1999).
Keseragaman menjadi ukuran variabilitas ayam dalam suatu populasi.
Keseragaman ayam petelur dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Keseragaman Bobot Badan
Seragam diartikan berat badan sebagian besar ayam sama sesuai dengan
standar. Sebaiknya saat grower berat badan minimal sama atau melebihi
target manual management guide, karena saat ayam mulai menghasilkan telur
sampai puncak produksi (periode kritis), biasanya mengalami stres disebabkan
target produksi telur yang harus meningkat drastis menuju puncak, berat atau
ukuran telur pun harus bertambah dan tak ketinggalan pertambahan berat badan.
Namun berat badan ayam yang terlalu besar juga bukan sebuah
keuntungan. Berat badan yang terlalu gemuk akan mengakibatkan timbunan
lemak di daerah perut. Kondisi ini akan mengurangi elastisitas saluran telur
(tertahan oleh lemak), akibatnya saat terjadi kontraksi saluran telur relatif sulit
kembali ke posisi semula. Kondisi ini yang akan memicu munculnya kasus
prolapse.
2) Keseragaman Kerangka Tubuh

Universitas Sumatera Utara

Ukuran kerangka yang optimal sangat berpengaruh terhadap produksi dan
kualitas telur. Saat proses pembentukan telur, kalsium pada kerangka tubuh akan
diambil untuk dideposisikan pada kerabang telur. Setelah selesai, kerangka ini
akan dibentuk kembali dengan suplai kalsium dan fosfor dari ransum. Kerangka
tubuh yang kecil akan mensuplai kalsium dalam jumlah kecil. Kondisi ini akan
mengakibatkan ukuran telur menjadi kecil.
3) Keseragaman Kematangan Seksual
Kematangan seksual yang terjadi secara serempak sangat diperlukan agar
puncak produksi segera tercapai dan bisa bertahan lama. Saat ayam ada yang
mulai berproduksi telur, kita harus segera memberikan stimulasi pencahayaan
agar produksi telur dapat berlangsung secara serempak. Kematangan seksual
(dewasa kelamin) ini haruslah diselaraskan dengan kedewasaan tubuh (berat
badan) (Sierad, 2014).
Culling adalah memilih ayam dewasa untuk dipisahkan dan tidak
dipelihara lagi. Ayam yang tidak memberikan produksi telur dengan memuaskan
atau sudah tidak berproduksi lagi, lebih baik jangan dipelihara terus. Karena tidak
menguntungkan. Dengan melakukan pengafkiran akan dihemat biaya pengeluaran
untuk ransum, menghemat tempat (kandang) dan menghemat tenaga yang
digunakan untuk merawat. Sebetulnya pengafkiran ini boleh dilakukan setiap saat,
tetapi bila terlalu sering akan merugikan. Karena sering ditangkap, tentu ayam
akan stress ( Yahya, 1986).
Dalam memenuhi kebutuhan bibit anak ayam maka diharapkan untuk
mendapatkan bibit unggul. Dengan banyaknya strain ayam yang beredar, maka
perlu dilakukan pemilihan pada bibit ayam atau strain yang akan dipelihara.

Universitas Sumatera Utara

Pendekatan yang perlu diperhatikan ialah :
a. Pendekatan keturunan yang ditinjau dari bibit dan pembibit
Strain ayam sebagai bibit unggul yang dihasilkan oleh pembibit
merupakan final stock yang umumnya diarahkan pada pertumbuhan cepat, daya
hidup baik dan produktivitas tinggi. Pada bibit anak ayam/ strain yang baik harus
mempunyai fakta historis sebagai berikut (pada ayam petelur) :
- Produksi telur ayam rata-rata tidak kurang dari 20 butir per bulan per ekor
selama periode satu tahun pertama.
- Konversi sekitar 2,7 (untuk menghasilkan 1 kg telur diperlukan makanan 2,7 kg)
- Mortalitas rendah dan kualitas telur baik.
Disamping fakta historis dari bibit, maka perlu juga diperhatikan fakta
historis dari pembibit (breeder) dengan penekanan secara seleksi bibit, sumber
bibit induk (parent stock) resmi, ransum makanan yang baik, pencegahan
penyakit, cara penetasan dan organisasi yang teratur.
b. Pendekatan seleksi berdasarkan observasi penglihatan
Fisik ternak tampak adanya kelincahan, mata cerah, bulu halus rapi,
uniform dan bebas dari kelainan fisik (disqualification). Ditinjau dari kesehatan
ayam tampak berotot padat, cepat menanggapi gangguan luar, tubuh sempurna,
aktif mencari makanan dan minuman serta kondisi kotoran baik.
c. Pendekatan berdasarkan pegangan
Ayam-ayam yang sehat akan serasa padat otot-ototnya dan memiliki bobot
yang baik. Berdasarkan pengalaman bahwa anak ayam yang memiliki bobot
badan kurang dari standar banyak menimbulkan kematian menjelang umur satu
bulan dan bagi yang masih hidup menunjukkan konversi makanan yang terlalu

Universitas Sumatera Utara

tinggi (Wiharto, 1985).
Pakan Ayam Ras Petelur (Commercial Layer)
Berbeda dengan ayam broiler, ayam petelur tidak mengenal sistem ad
libitum. Jumlah pemberian pakan perlu mendapat perhatian khusus supaya ayam
memperoleh jatah pakan yang sesai dengan kebutuhannya tanpa menggangu
performan produksi tetapi juga tidak boros.
Ada tiga macam pakan untuk ayam petelur yaitu : 1) Starter (untuk ayam
muda hingga umur delapan minggu), 2) Grower (untuk ayam dara mulai umur 9
hingga 20 minggu) dan 3) Layer (untuk ayam petelur yang sedang berproduksi,
yaitu mulai umur 21 minggu hingga saat diafkir pada umur 75-80 minggu).
Pada masa sebelum berproduksi untuk ayam muda dan ayam dara
pengontrolan dan pengecekan dilakukan setiap minggu terhadap : berat badan,
keseragaman (uniformity) dan temperatur lingkungan. Sedangkan pada masa
produksi apabila pakan yang diberikan kurang dari porsinya, ayam akan mudah
terserang penyakit, terjadi penurunan bobot badan serta cenderung timbul sifat
kanibal dan sebaliknya (Kartadisastra, 1994).
Tingkat protein yang optimum bagi anak ayam petelur di Indonesia
sebesar 23% protein kasar pada tingkat energi metabolisme sebesar 2800 kkal/kg.
Tingkat protein yang baik untuk ayam remaja adalah sebesar 18,5% protein kasar
pada tingkat energi metabolisme sebesar 3080 kkal/kg. Tingkat protein yang baik
pada masa bertelur fase produksi ke-1 sebesar 18% protein kasar pada tingkat
energi metabolisme sebesar 2850 kkal/kg. Tingkat protein yang baik pada masa
bertelur fase produksi ke-2 sebesar 15% protein kasar hingga saatnya ayam diafkir
(Rasyaf, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Jumlah makanan ayam yang mampu dihabiskan oleh ayam sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a) Kondisi lingkungan (suhu)
b) Bobot badan ayam
c) Jumlah rata-rata produksi telur
d) Kualitas makanan (kandungan protein dan energi)
(Sudarmono, 2003).
Tabel 3. Jumlah makanan yang harus diberikan kepada ayam petelur
Umur
Ayam
(Mg)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Pakan yang digunakan

Pre-starter 520S
Energi : 3075-3125
kkal/kg
Protein : 21,8-23,8%

Starter
Energi : 2750-2850
kkal/kg
Protein : 19-21%
322 K
Energi : 2600-2700
kkal/kg
Protein : 16-18%
Transisi Penggantian
Pakan

18
19
20
21
22
23
24
25
26

324-1/ 324 K
Energi : 2600-2750
kkal/kg
Protein : 17-19%

(g)
11
17
25
32
37
42
46
50
54
58
61
64
67
70
73
76

Rata-rata Berat
Badan
(gram)
65-68
110-120
195-210
285-305
380-400
470-500
560-590
650-680
740-775
830-865
920-960
1010-1050
1095-1140
1180-1230
1265-1320
1350-1410

80

1430-1500

84
88

1550
1580

93
98
108
112
115
118
120

1640
1705
1755
1790
1805
1818
1830

Feed per hari

Sumber : Manual Manajemen Layer CP 909 (2010)

Universitas Sumatera Utara

Produksi Telur
Produksi telur strain ISA brown tinggi, yaitu mencapai 300 butir per tahun.
Kulit telurnya berwarna cokelat dengan ukuran besar, yaitu dapat mencapai berat
sekitar 60 gram/ butir. Ayam betina dewasa dapat mencapai berat 2,3- 3,0 kg.
Bulu ayam jantan berwarna merah dengan hiasan kuning, sedangkan ayam betina
berwarna merah (Suprijatna, 2005).
North and Bell (1990) menyatakan bahwa pengukuran produksi telur
biasanya dinyatakan dengan hen-day. Masa produksi telur dihitung sejak ayam
mencapai produksi telur 5% hen-day. Hen-day merupakan ukuran produksi telur
ayam yang hidup pada periode tertentu, yaitu membandingkan jumlah telur total
yang dihasilkan pada periode tertentu dengan jumlah ayam yang hidup pada
periode tertentu.
Produksi telur pada ayam dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu kondisi
awal ayam pada saat mulai bertelur dan potensi tumbuh ayam dari awal bertelur
sampai puncak produksi (Isa, 2006).
Ayam dewasa kelamin pada umur 19 minggu dan ditandai dengan telur
pertama. Pada prinsipnya produksi akan meningkat dengan cepat pada bulanbulan pertama dan mencapai puncak produksi pada umur 7 sampai 8 bulan
(Malik, 2003).
Kenaikan produksi HD atau HHP yang stabil dimulai dari umur 19 24 minggu atau mencapai titik puncak pada umur 25 – 34 minggu, hal ini
disebabkan karena tingkat produksi ayam meningkat pada awal siklus pertama.
Biasanya Kenaikan HDP dan HHP tidak sesuai dengan standar yang ada, hal ini
disebabkan karena faktor ketidakseragaman berat badan ayam. Jika berat badan

Universitas Sumatera Utara

ayam seragam, maka pertumbuhan dan dewasa kelaminnya akan seragam,
sehingga nantinya ayam akan seragam bertelur . Waktu awal bertelur pada ayam
erat sekali kaitannya dengan umur kedewasaannya. Ayam tidak akan bertelur
sebelum dewasa kelamin atau cukup usia (Syamsuharlin, 2011)
Besar telur diawasi oleh berbagai faktor, termasuk genetik, tingkatan
dewasa kelamin, umur, beberapa obat dan beberapa zat makanan. Faktor makanan
paling penting yang diketahui mempengaruhi besar telur adalah terdapatnya
protein dan asam amino dalam ransum dan asam linoleat. Karena sekitar 50%
bahan kering telur adalah protein, penyediaan asam amino adalah penting untuk
produksi telur. Suatu pengurangan menyolok dalam besar telur dapat ditimbulkan
pada defisiensi asam linoleat. Pada defisiensi parah, telur yang dihasilkan ayam
dewasa kelamin, beratnya hanya sekitar 40 gram dibandingkan dengan berat 60
gram dari telur berasal ayam kontrol (Anggorodi, 1985).
Romanoff and Romanoff (1963) menyatakan bahwa ada hubungan antara
umur ayam dengan produksi telur. Setelah mencapai puncak produksi, dengan
semakin bertambahnya umur ayam, produksi telur mengalami penurunan secara
bertahap. Hal ini erat hubungannya dengan kecepatan penurunan aktifitas
metabolisme pada organ-organ tubuh dan jaringan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Grafik Produksi Telur pada Ayam Komersial Isa Brown
Sumber : Isa (2011)
Tiga parameter yang lazim dijadikan tolok ukur performan ayam petelur
adalah data hen day (HD), feed conversion ratio (FCR) dan tingkat kematian. Dari
ketiga parameter tersebutlah bisa diketahui apakah hasilnya sesuai atau bahkan
melebihi standar (target performan) dari perusahaan pembibit (Infovet, 2008).
Berat telur
Secara normal telur ayam mempunyai bobot antara 40-80 g/butir. Ukuran
ovum, intensitas bertelur dan nutrisi dalam ransum juga mempengaruhi ukuran
telur. Telur mempunyai ukuran yang besar pada intensitas bertelur yang rendah
(Campbell et al., 2003).
Ukuran telur merupakan faktor genetik, hal ini berhubungan dengan
kemampuan ayam untuk menghasilkan telur besar, medium atau kecil. Umur
dewasa kelamin juga mempengaruhi bobot telur. Ayam dara (pullet) yang ketika
bertelur pertama telurnya besar maka akan besar selama periode produksi telur.
Ukuran ayam dalam satu kelompok yang besar akan menghasilkan telur dengan

Universitas Sumatera Utara

rataan yang besar. Bagaimanapun juga ayam dalam satu kelompok bobotnya
selalu seragam sehingga akan menghasilkan telur yang seragam pula
(North and Bell, 1990).
Ayam petelur yang mengalami masak kelamin dini memiliki ukuran telur
yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan ayam petelur yang mencapai
masak kelamin lebih lambat. Intensitas bertelur juga mempengaruhi bobot telur.
Telur yang kecil sangat mungkin dihasilkan selama periode peneluran untuk
produksi telur yang tinggi. Selama tahun pertama bertelur, bobot dan produksi
telur meningkat secara simultan. pengaruh penurunan protein ransum dari 21-12%
akan mengurangi bobot telur dari 53,8 menjadi 52,9 gram. Waktu telur
dikeluarkan juga berpengaruh terhadap bobot telur. Telur yang dikeluarkan
sebelum jam 9 pagi lebih besar 2,5% dibandingkan dengan telur yang dikeluarkan
lebih dari jam 2 siang. (Romanoff and Romanoff, 1963).
Menurut Amrullah (2004) bahwa ayam pada awal periode bertelur
cenderung menghasilkan telur yang ukurannya lebih kecil dan secara bertahap
akan bertambah sejalan dengan makin tuanya umur ayam, tetapi kenaikan ini
tidak seragam. Awalnya meningkat sangat jelas ukurannya untuk kemudian hanya
sedikit berubah dan konstan.
Mude (1987) melaporkan, bahwa besar dan berat telur dapat dipengaruhi
oleh suhu lingkungan dimana telur itu di tempatkan dan berat maksimum dapat
dicapai pada suhu lingkungan yang rendah dan berat terendah di atas suhu 29oC.
Bobot badan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap bobot telur. Bobot
yang besar akan menghasilkan telur yang besar pula
(North and Bell, 1990; Campbell et al., 2003).

Universitas Sumatera Utara

Ukuran telur dapat meningkat dengan meningkatnya protein ransum.
Peningkatan kandungan protein ransum dari 17-21% atau dengan penambahan
lemak 4% dapat meningkatkan bobot telur ayam
(Nakajima and Keshaverz, 1995).
Bobot telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya genetik, umur
saat dewasa kelamin, suhu lingkungan, tipe kandang, pakan, air dan penyakit
(Ensminger, 1992).
Menurut Anggorodi (1995), faktor yang mempengaruhi besar telur adalah
tingkat dewasa kelamin, protein dan asam amino yang cukup dalam ransum.
Faktor lain yang mempengaruhi besar telur adalah kandungan kalsium dan fosfor
dalam ransum.
Sejak pertama kali ayam bertelur, yaitu ketika mencapai umur 18 minggu
hingga afkir, ukuran dan berat telur memang tidak akan sama pada setiap harinya.
Ukuran dan berat telur secara garis besar dipengaruhi oleh faktor genetik.
Meskipun demikian, faktor manajemen dapat pula terlibat dalam menentukan
besar kecilnya telur. Faktor-faktor manajemen tersebut terdiri dari 3 hal yaitu
berat badan, tingkat kematangan seksual dan nutrisi ransum.
a. Berat badan
Berat badan berkorelasi positif dengan ukuran telur. Saat pertama kali
bertelur, pullet yang memiliki berat badan di bawah standar akan memproduksi
telur dengan ukuran lebih kecil. Demikian sebaliknya, pullet dengan berat
badan di atas standar saat pertama kali bertelur, akan menghasilkan telur yang
lebih besar ukurannya.
b. Tingkat kematangan seksual

Universitas Sumatera Utara

Faktor ini juga berhubungan dengan berat badan, namun secara umum
ayam yang mengalami kematangan seksual terlalu dini (belum cukup umur)
akan memproduksi telur dengan ukuran kecil. Demikian juga sebaliknya ketika
kematangan seksual terlambat, maka ayam akan memproduksi telur dengan
ukuran besar (abnormal)
c. Nutrisi ransum
Ukuran dan berat telur sangat besar dipengaruhi oleh nutrisi ransum
seperti protein, asam amino tertentu seperti methionine dan lysine, energi,
lemak total dan asam lemak esensial seperti asam linoleat.
(Medion, 2012).
Di Amerika Serikat, klasifikasi telur didasarkan pada beratnya. Berikut ini
klasifikasi telur berdasarkan beratnya :
Tabel 4. Klasifikasi telur berdasarkan beratnya
Klasifikasi

Berat/ Butir (g)

Jumbo

68,5

Sangat besar

61,4

Besar

54,3

Medium

47,2

Kecil

40,2

Pee wee

< 40

Sumber : Sudaryani, 1996

Hormon Estrogen
Estrogen adalah hormon tipe steroid yang dihasilkan oleh ovary. Estrogen
dapat merangsang pertumbuhan dan diferensiasi saluran reproduksi betina
(Ensminger, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Setijanto (1998) menyatakan bahwa pada saat mendekati dewasa kelamin,
ovarium akan mengeluarkan lebih banyak hormon estrogen. Hal ini menyebabkan
perkembangan oviduct yang cepat menjadi suatu alat yang panjangnya 50-60 cm
dan siap mengeluarkan albumin, selaput-selaput telur dan kerabang untuk
melengkapi telur. Estrogen berfungsi menginduksi diferensiasi sel yang
mensintesis protein putih telur, seperti ovalbumin dam lisozim. Untuk dapat
menghasilkan 365 butir telur per tahun, diperlukan metabolisme kalsium yang
hebat.
Kandang
Kandang baterai sangat cocok diterapkan pada peternakan ayam petelur.
Telur yang dihasilkan akan lebih bersih. Bahkan kesehatan ayam dapat terkontrol.
Ini disebabkan pakan yang diberikan cukup untuk satu ekor, tidak ada persaingan
antar ayam. Kelemahan dari kotak kandang seperti ini adalah pengontrolan
produksi dan kesehatan ayam tidak dapat dilakukan dengan baik. Kelebihannya
antara lain : pengontrolan produksi, kesehatan, dan pakan mudah dilakukan serta
persaingan konsumsi dan kanibalisme ayam dapat dihindari
(Lubis dan Paimin, 2001).

Universitas Sumatera Utara