Perbandingan Kualitas Eksternal Telur Ayam Ras Strain Isa Brown dan Lohmann Brown

(1)

PERBANDINGAN KUALITAS EKSTERNAL TELUR

AYAM RAS

STRAINISA BROWN

DAN

LOHMANN BROWN

(Skripsi)

Oleh

FAUZAN ISNANDA DIRGAHAYU

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRACT

Comparation Between Quality External of Isa Brown Strain Egg and Lohmann Brown Strain Egg

By

Fauzan Isnanda Dirgahayu

Layer was a type of poultry an extremely popular developed by small farmer. Layer maintained by farmers was isa brown and lohmann brown strains. The purpose of this research to compare external quality of eggs (weight, shape index, and egg index) between isa brown and lohmann brown strains.

This research was conducted in April 2015 at Mulawarman Laying Farm, Tegal Sari village, Gadingrejo subdistrict, Pringsewu district. Strains used namely a strain of isa brown (P1) and lohmann brown (P2). The number of egg in this

research was 50 eggs for isa brown strain and 50 eggs for lohmann brown strain taken from the enclosure that contains 100 cages. Layer used in this research was 58 weeks. Weight and index egg obtained was analyzed by t student test in level of 5% and class of weight and shape egg by descriptive qualitative test.

The results show weigths and index strains isa brown and lohmann brown was not significant (P>0,05). The most clasification of eggs weight in isa brown strain was a extra large class and on lohmann brown was a large class. Lohmann brown Strain have the shape egg better than isa brown.

Keywords: layer, the quality of external eggs, isa brown strain, lohmann brown strain.


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 27 Desember 1993 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Ilham Dirgahayu dan Ibu Ririn Farida.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Amalia, Bandar Lampung, diselesaikan pada 1999; Sekolah Dasar di SDN 3 Perumnas Way Kandis, Bandar Lampung, telah diselesaikan pada 2005; Sekolah Menengah Pertama di SMPN 29 Bandar Lampung diselesaikan pada 2008; Sekolah Menengah Atas di SMAN 6 Bandar Lampung diselesaikan pada 2011.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri pada 2011. Selama menjadi mahasiswa penulis melakukan Praktik Umum di Mulawarman Farm, Gading Rejo, Pesawaran pada Juni 2014. Kuliah Kerja

Nyata di Desa Putihdoh, Cukuh Balak, Tanggamus pada Januari 2015. Penulis aktif di oraganisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Peternakan periode 2013--2014 sebagai anggota bidang Pendidikan dan Pelatihan dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian periode 2012--2013 sebagai anggota bidang Internal.


(4)

Allhamdulillah...

Segala Puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

serta suri tauladanku Nabi Muhammad S

alallohu ‘alaihi

Wassalam

yang seluruh perjalanan hidupnya menjadi pedoman hidup seluruh

umat

Dengan kerendahan hati karya kecil dan sederhana ini

kupersembahkan kepada

Ibu...Ibu...Ibu...inspritor terhebatku dan ayah sang juara satu dunia

dengan ketulusan dalam iringan do’a

semoga Allah SWT kelak menempatkan keduanya dalam surga-Nya.

Hadiah cinta untuk para dosen, sahabat, serta segenap keluarga

besarku, yang telah

memberikan do’a dan dukungan selama

Aku

menuntut ilmu

Serta

Lembaga yang turut membaentuk pribadi diriku, mendewasakanku

dalam berpikir dan bertindak.

Almamater hijau

UNILA


(5)

\

Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan

(Q.S. 53 Surat An Najm ayat 39)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya”

(Q.S. Al. Baqarah:286, Al An’am:152)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan

itu ada kemudahan,

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

(QS. Al-Insyiroh: 4-5)

“Jangan persulit orang lain jika kamu ingin dipermudah”

(Fauzan Isnanda Dirgahayu)

“Jagalah sholat maka Allah SWT akan menjagamu”


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 27 Desember 1993 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Ilham Dirgahayu dan Ibu Ririn Farida.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Amalia, Bandar Lampung, diselesaikan pada 1999; Sekolah Dasar di SDN 3 Perumnas Way Kandis, Bandar Lampung, telah diselesaikan pada 2005; Sekolah Menengah Pertama di SMPN 29 Bandar Lampung diselesaikan pada 2008; Sekolah Menengah Atas di SMAN 6 Bandar Lampung diselesaikan pada 2011.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri pada 2011. Selama menjadi mahasiswa penulis melakukan Praktik Umum di Mulawarman Farm, Gading Rejo, Pesawaran pada Juni 2014. Kuliah Kerja

Nyata di Desa Putihdoh, Cukuh Balak, Tanggamus pada Januari 2015. Penulis aktif di oraganisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Peternakan periode 2013--2014 sebagai anggota bidang Pendidikan dan Pelatihan dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian periode 2012--2013 sebagai anggota bidang Internal.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul Perbandingan Kualitas Eksternal Telur Ayam Ras Strain Isa Brown dan Lohmann Brown.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak selama proses studi dan juga selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dian Septinova, S.Pt., M.T.A.. --selaku Pembimbing Utama dan

Pembimbing Akademik--atas ketulusan hati, kesabarannya dalam

membimbing penulis dan memberikan motivasi terbaik, arahan, serta ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi;

2. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P. --selaku Pembimbing Anggota--atas kebaikan, bimbingan, dan sarannya;

3. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S. --selaku Pembahas--atas bimbingan, saran, dan perbaikannya, dan bimbingannya dalam pengoreksian skripsi ini;

4. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas persetujuan, segala saran, arahan, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama masa studi;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;


(8)

6. Ibu dan bapak dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang dengan ikhlas memberikan ilmunya dan memberikan pembelajaran yang banyak diadopsi oleh penulis;

7. Keluarga besar Mulawarman Farm--atas izin pengambilan sampel, kerjasama,

dan motivasinya;

8. Ayah , Ibu, beserta keluarga besarku--atas semua kasih sayang, nasehat, motivasi, dukungan, dan keceriaan di keluarga serta do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis;

9. Sakroni teman seperjuangan dalam penelitian yang paling semangat--atas kerjasama dan persahabatan yang terjalin, akhirnya berhasil juga;

10.Jean, Nadya, Dato, Heling, Zaki, dan Riska atas persahabatan terhebat dalam hidupku, kerjasama, motivasi yang tanpa berhenti semangat untuk

menyemangatiku dalam penyusunan skripsi ini.

11. Keluarga 2011 (terutama Wanda, Aji, Apri, Ekal, Peri, Putu, Edwin, Okta Atikah, Linda, Lasmi, Fitri, Imah, Lisa, Septia, Laras, Gusma, dan Ali), kakak tingkat Angkatan 2009 dan 2010, dan adik-adik angkatan 2012 dan 2013 (terutama Amir, Rangga, Samsu, Wahyu, Mayora, Irma, Erlina, Jeje, Lubis, Elsa, Farah, dan Zaki) atas do’a, kenangan, motivasi, dan kebersamaannya; Ada begitu banyak nama yang ingin kutuliskan, tetapi halaman ini terlalu kecil untuk menuliskan semua kebaikan kalian. Akhir kata, penulis berharap semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar lampung, Desember 2015 Penulis


(9)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang dan Masalah ... 1

B.Tujuan Penelitian ... 3

C.Kegunaan Penelitian ... 3

D.Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Ayam Ras Petelur Tipe Medium ... 7

B.Ayam Petelur Strain Isa Brown ... 10

C.Ayam Petelur Strain Lohmann Brown ... 12

D.Struktur dan Komposisi Telur ... 13

E. Kualitas Eksternal Telur ... 15


(10)

ii

2. Indeks telur ... 19

3. Bentuk telur ... 20

III. METODE PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

B.Bahan dan Alat Penelitian ... 22

C.Metode Penelitian dan Analisis Data ... 23

D.Prosedur Penelitian... 24

E. Peubah yang Diamati ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Bobot Telur ... 26

B. Perbandingan Indeks Telur ... 33

C. Perbandingan Bentuk Telur... 35

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Simpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Performa ayam petelur ... 10

2. Mutu telur berdasarkan bagian-bagiannya ... 16

3. Formulasi ransum layer... 23

4. Bobot telur segar strainisa brown dan lohmann brown ... 27

5. Suhu dan kelembapan kandang...... 28

6. Kandungan nutrisi ransum ... 29

7. Klasifikasi standar bobot telur strain isa brown dan lohman brown. ... 32

8. Indeks telur strain isa brown dan lohmann brown ... 34

9. Bentuk telur strain isa brown dan lohman brown. ... 36

10.Klasifikasi bentuk telur strain isa brown dan lohman brown ... 38

11.Bobot telur strain isa brown ... 45

12.Bobot telur strain lohmann brown ... 46

13.Rata-rata bobot telur strain isa brown dan lohmann brown ... 47

14.Analisis uji-t student bobot telur ... 48

15.Indeks telur strain isa brown ... 49

16.Indeks telur strain lohmann brown ... 50

17.Rata-rata indeks telur strain isa brown dan lohmann brown ... 51


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Ayam petelur strain isa brown ... 11

2. Ayam petelur strain lohmann brown ... 13

3. Struktur telur ... 15

4. Bentuk telur ... 25


(13)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan peningkatan kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi saat ini adalah bagaimana menghasilkan produk peternakan yang memiliki daya saing tinggi baik dalam aspek kuantitas, kualitas, ragam produk, kontinuitas, pelayanan maupun harga yang dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan pasar.

Salah satu produk peternakan yang sangat digemari dan sumber gizi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena kandungan proteinnya yang tinggi adalah telur ayam. Selama ini, telur ayam yang banyak dikonsumsi adalah telur ayam ras.

Ayam ras petelur adalah salah satu jenis ternak unggas yang sangat populer dikembangkan di kalangan masyarakat, baik dalam skala kecil yang dikelola oleh keluarga atau sekelompok masyarakat peternak maupun dalam bentuk industri peternakan dalam skala usaha yang cukup besar. Ayam ras petelur (layer) yang


(14)

2

Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang banyak digemari karena rasanya yang enak dan bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral, serta memiliki daya cerna yang tinggi. Menurut Anggorodi (1994), protein asal hewan (daging, susu, dan telur) memiliki kualitas yang tinggi. Selanjutnya dikemukakan bahwa protein hewani lebih unggul daripada protein tumbuh-tumbuhan untuk manusia karena lebih berimbang dalam asam-asam amino esensialnya.

Walaupun bernilai gizi tinggi namun telur mudah rusak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan penanganan pasca produksi telur yang tepat sehingga saat sampai ke konsumen kualitas telur masih tetap baik.

Berdasarkan hal tersebut, para pedagang dan konsumen harus selektif dalam memilih telur yang akan dijual atau dibelinya. Penjual butuh telur dengan kualitas baik agar pembeli suka dan selalu memiliki daya tarik dengan jualannya.

Begitupun dengan pembeli atau konsumen harus memilih telur dengan kualitas baik untuk mereka konsumsi.

Kualitas telur akan mengalami penurunan setelah penyimpanan baik kualitas eksternal maupun internal. Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar yang menentukan baik kualitas internal dan eksternal. Kualitas eksternal difokuskan pada kebersihan kulit, bobot, indeks, dan bentuk telur, sedangkan kualitas internal mengacu pada putih telur (albumen) kebersihan


(15)

3

telur. Telur dengan kualitas eksternal yang baik akan memberi kesan positif pada kualitas internal sehingga akan memengaruhi penjual dan konsumen untuk

membeli telur.

Telur yang biasa dikonsumsi oleh konsumen bersumber dari ayam ras. Ayam ras petelur yang banyak dipelihara oleh peternak adalah ayam ras strain isa brown

dan lohmann brown karena memiliki sifat yang cepat beradaptasi dan tingkat

produktivitas yang tinggi.

Informasi mengenai kualitas eksternal telur dari strain yang berbeda sampai saat

ini masih terbatas. Oleh sebab itu, penelitian mengenai perbedaan kualitas eksternal telur antara strainisa brown dengan strainlohmann perlu dilakukan.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kualitas eksternal telur (bobot telur, bentuk telur, dan indeks telur) strainisa brown dan strainlohmann

brown.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan ilmiah bagi para akademisi dan memberikan informasi kepada para peternak dan masyarakat tentang kualitas eksternal telur ayam ras strainisa brown dan lohmann brown.


(16)

4

D. Kerangka Pemikiran

Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan gizi pada masyarakat akan meningkat. Telur merupakan pangan hewani yang relatif banyak

dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat karena mudah didapat, harganya murah, dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Kandungan gizi telur adalah air 73,6%, protein 12,8%, lemak 11,8%, karbohidrat 1,0%, dan komponen lainnya 0,8% (Kusnadi, 2007).

Telur yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat berasal dari ayam ras, walaupun ada juga masyarakat yang mengonsumsi telur itik dan puyuh. Strain ayam ras petelur

yang terdapat di Lampung, antara lain strainisa brown dan lohmann brown.

Strain ayam isa brown termasuk ke dalam ayam ras petelur tipe medium. Ayam

Isa Brown merupakan strain ayam ras petelur modern yang memiliki

produktivitas yang cukup tinggi yaitu mampu menghasilkan telur sebanyak 351 butir per tahun. Rata-rata bobot telur strain isa brown sebesar 63,2 g dan mampu

mencapai puncak produksi sebesar 95% (Hendrix, 2007). Ayam ini mulai bertelur pada umur 18 minggu dengan berat telur 43 g. Bobot telur ayam Isa

Brown mulai meningkat saat memasuki umur 21 minggu, umur 36 minggu, dan

relatif stabil di umur 50 minggu (Isa Brown Commercial Layers, 2009).

Ayam ras strain Lohmann Brown mulai bertelur pada umur 18 minggu, dengan

produksi telur yang tinggi, yaitu sekitar 305 butir pertahun. Bobot telur rata-rata 63,5-- 64,5 g, konsumsi ransum sampai umur 20 minggu sekitar 7,4--7,8 kg dan


(17)

5

pada saat produksi sekitar 110--120 g/ekor/hari dengan konversi ransum sekitar 2,1--2,2 kg (Rasyaf, 2003) .

North dan Bell (1990) menyatakan bahwa jumlah telur yang dihasilkan selama fase produksi sangat ditentukan oleh perlakuan yang diterima termasuk pada fase

starter dan grower khususnya imbangan nilai gizi pakan yang diberikan.

Penurunan rata-rata produksi telur tergantung dari lingkungan, kualitas ransum, pemberian ransum, strain, dan faktor manajemen.

Bobot telur dan ukuran telur berbeda-beda, tetapi antara berat dan ukuran telur saling berhubungan (Sarwono, 1994). Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa besarnya telur dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sifat genetik, tingkat dewasa kelamin, umur, obat-obatan, dan makanan sehari-hari. Faktor makanan yang memengaruhi besar telur adalah protein dan asam amino yang cukup dalam ransum. Selanjutnya dijelaskan, bahwa disamping ransum yang berkualitas baik, air minum juga turut berpengaruh terhadap ukuran besar telur, dimana pada ayam kekurangan air minum akan memengaruhi organ reproduksinya.

Bobot telur tidak terlepas dari pengaruh bobot kuning telur. Persentase kuning telur sekitar 30--32% dari bobot telur. Bobot kuning telur dipengaruhi oleh perkembangan ovarium. Ovarium merupakan tempat pembentukan kuning telur, apabila pembentukan kuning telur kurang sempurna maka bobot telur kecil (Tugiyanti, 2012). Penyerapan nutrisi yang kurang optimal pada usus juga akan berpengaruh terhadap pembentukan ovarium sehingga kualitas bobot telur kurang optimal.


(18)

6

Faktor genetik berpengaruh terhadap lama periode pertumbuhan ovum sehingga

yolk yang lebih besar akan menghasilkan telur besar. Telur pertama yang

dihasilkan induk lebih kecil daripada yang dihasilkan berikutnya, ukuran telur akan meningkat sesuai dengan mulai teraturnya induk bertelur. Ukuran telur akan meningkat dengan meningkatnya kandungan protein ransum. Cuaca juga

berpengaruh karena cuaca panas akan memengaruhi kondisi kandang dan menyebabkan menurunnya ukuran telur (Suprijatna et al., 2005).

Bentuk telur juga dipengaruhi oleh bentuk oviduct pada masing-masing induk

ayam, sehingga bentuk telur yang dihasilkan akan berbeda pula. Selanjutnya dijelaskan Djanah (1990) bahwa bentuk telur sangat dipengaruhi oleh bentuk dan besar kecilnya oviduct. Ayam yang memiliki oviduct yang relatif sama akan

menghasilkan telur yang mempunyai indeks telur yang relatif sama pula. Bentuk telur biasanya dinyatakan dengan suatu ukuran indeks bentuk atau shape index

yaitu perbandingan (dalam persen) antara ukuran lebar dan panjang telur. Ukuran indeks telur yang baik adalah sekitar 70--75%.

Bobot tubuh ayam juga memengaruhi bentuk telur, bobot tubuh ayam yang semakin besar memungkinkan ukuran isthmus semakin besar dan lebar, sehingga

bentuk telur yang dihasilkan akan cenderung bulat. Bentuk telur yang semakin bulat tersebut umumnya memiliki nilai indeks telur yang lebih tinggi (Sodak, 2011). Piliang (1992) menambahkan apabila diameter isthmus lebar maka bentuk

telur yang dihasilkan cenderung bulat, apabila diameter isthmus sempit maka


(19)

7

E. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kualitas eksternal telur strainisa brown dan strainlohmann brown.


(20)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Ras Petelur Tipe Medium

Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Jenis ayam ini merupakan spesies Gallus domesticus. Ayam

yang pertama masuk dan mulai diternakkan di Indonesia adalah ayam ras petelur

white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya

dijadikan ayam potong. Ayam petelur terbagi atas tiga jenis ayam yaitu tipe ringan berasal dari bangsa white leghorn, tipe medium dari bangsa rhode island

reds, dan barred plymouth rock dan tipe berat dari bangsa newhampshire, white

plymouth rock, dan cornish (Amrullah, 2004).

Asal mula ayam petelur adalah dari ayam hutan yang telah didomestikasi dan diseleksi sehingga bertelur cukup banyak. Arah seleksi ayam hutan ditujukan pada produksi yang banyak. Namun, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan broiler, sedangkan untuk produksi

telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat (Rasyaf, 1997).


(21)

9

Ayam petelur adalah ayam yang sangat efisien untuk menghasilkan telur dan mulai bertelur umur ± 5 bulan dengan jumlah telur sekitar 250--300 butir per ekor per tahun. Bobot telur ayam ras rata-rata 57,9 g dan rata-rata produksi telur hen

day 70% (Susilorini et al., 2008).

Ayam ras petelur yang beredar di masyarakat ialah final stock penghasil telur.

Final stock ialah ayam yang khusus dipelihara untuk menghasilkan telur dan telah

melalui berbagai persilangan dan seleksi (Yuwanta, 2004). Ayam petelur tipe medium mempunyai bobot tubuh yang cukup berat, tetapi beratnya antara berat ayam petelur tipe ringan dengan broiler, sehingga disebut tipe medium.

Tubuhnya tidak kurus, tetapi juga tidak terlalu gemuk dan telur yang dihasilkan cukup banyak. Ayam tipe medium disebut juga ayam dwiguna karena mampu memproduksi telur dan daging (Rasyaf, 2003).

Menurut Sudarmono (2003), ayam petelur tipe medium memiliki ciri-ciri: 1) ukuran badan lebih besar dan lebih kokoh daripada ayam tipe ringan, serta berperilaku tenang, 2) timbangan badan lebih berat daripada ayam tipe ringan karena jumlah daging dan lemaknya lebih banyak, 3) otot-otot kaki dan dada lebih tebal, dan 4) produksi telur cukup tinggi dengan kulit telur tebal dan berwarna cokelat.

Rasyaf (2003) menyatakan ayam petelur tipe medium disebut juga ayam tipe dwiguna atau ayam petelur cokelat yang memiliki berat badan antara ayam tipe ringan dan berat. Ayam dwiguna selain dimanfaatkan sebagai ayam petelur juga dimanfaatkan sebagai ayam pedaging bila sudah memasuki masa afkir.


(22)

10

Strain ialah klasifikasi ayam berdasarkan garis keturunan tertentu melalui

persilangan dari berbagai kelas, bangsa/varietas sehingga ayam mempunyai bentuk sifat dan tipe produksi tertentu sesuai dengan tujuan produksi (Yuwanta, 2004). Tabel 1 menunjukkan performa beberapa strain ayam petelur.

Tabel 1. Performa beberapa strain ayam petelur

Strain Umur awal produksi (minggu) Umur pada produksi 50% (minggu) Puncak produksi

(%) FCR

Lohmann Brown MF 402 19--20 22 92--93 2,3--2,4

Hisex Brown 20--22 22 91--92 2,36

Bovans White 20--22 21--22 93--94 2,2

Hubbard Golden Comet 19--20 23--24 90--94 2,2--2,5

Dekalb Warren 20--21 22--24 90--95 2,2--2,4

Bovans Goldline 20--21 21,5--22 93--95 1,9

Brown Nick 19--20 21,5--23 92--94 2,2--2,3

Bovans Nera 21--22 21,5--22 92--94 2,3--2,45

Bovans Brown 21--22 21--23 93--95 2,25--2,35

Isa Brown*) 18--19 20 94--95 2,4--2,5 Sumber: Rasyaf (2003)

*) Hendrix (2007)

B. Ayam Petelur Strain Isa Brown

Strain ayam isa brown termasuk ke dalam ayam ras petelur tipe medium. Ayam

isa brown merupakan strain ayam ras petelur modern. Fase umur ayam petelur

dibagi menjadi 4 fase yaitu starter ( umur 0--6 minggu ), grower ( 6--14 minggu ),

pullet ( 14--20 minggu ), layer ( 21--75 minggu ). Setiap fase memerlukan nutrisi

yang berbeda sesuai dengan keperluan tubuh untuk mendapatkan performa optimal (Yuwanta, 2004).


(23)

11

Karakteristik ayam strain isa brown memiliki bulu cokelat kemerahan. Strain isa

brown menghasilkan telur dengan warna kerabang cokelat. Strain isa brown

mulai berproduksi umur 18--19 minggu, rata-rata berat telur 62,9 g dan bobot badannya 2,01 g. ). Keunggulan isa brown yaitu : 1) tingkat keseragaman tinggi;

2) dewasa kelamin yang merata; 3) produksi tinggi; 4) kekebalan tubuh tinggi; dan 5) ketahanan terhadap iklim baik (Rasyaf, 2003). Ayam petelur strain isa

brown dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ayam petelur strain isa brown

Sumber: Isa Brown Commercial Layers (2009)

Ayam Isa Brown memiliki periode bertelur pada umur 18--80 minggu, daya hidup

93,2 %, FCR 2,14, puncak produksi mencapai 95 %, jumlah telur 351 butir, rata – rata berat telur 63,1 g / butir. Awal bertelur pada umur 18 minggu dengan berat telur 43 g. Bobot telur ayam isa brown mulai meningkat saat memasuki umur 21

minggu, umur 36 minggu, dan relatif stabil di umur 50 minggu (Isa Brown

Commercial Layers, 2009). Periode produksi ayam petelur ini terdiri dari dua

periode yaitu fase I dari umur 22 minggu dengan rata-rata produksi telur 78% dan berat telur 56 g. Fase II umur 42--72 minggu dengan rata-rata produksi telur 72% dan bobot telur 60 g (Scott et al., 1982).


(24)

12

C. Ayam Petelur Strain Lohmann Brown

Lohmann brown adalah ayam tipe petelur yang populer untuk pasar komersial,

ayam ini merupakan ayam yang selektif dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis rhode island red yang dikembangkan oleh perusahaan asal

Jerman bernama Lohmann Tierzuch. Kebanyakan ayam ini memiliki bulu

berwarna cokelat seperti karamel, dengan bulu putih di sekitar leher dan di ujung ekor. Ayam ini mulai dapat bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur per hari, dapat bertelur sampai 300 butir pertahun (Rasyaf, 2003).

Bobot tubuh strainlohman brown pada umur 20 minggu sekitar 1,6--1,7 kg dan

pada akhir produksi sekitar 1,9--2,1 kg. Strain ini cukup cepat mencapai dewasa

kelamin, yaitu pada umur 18 minggu sehingga 50% produksi dapat dicapai pada umur 140--150 hari. Produksi telur tinggi, yaitu sekitar 305 butir pertahun. berat telur rata-rata 63,5--64,5 g. Konsumsi ransum pada saat produksi sekitar 110--120 g/ekor/hari dengan konversi ransum sekitar 2,1--2,2 kg (Rasyaf, 2003).

Lohmann brown memiliki karakteristik bulu berwarna cokelat, perutnya lunak,

kloaka bulat telur, lebar, basah, terlihat pucat, badan agak memanjang, tubuh penuh, punggung luas, dan bentuk kepala bagus dengan jengger berwarna merah cerah (Yupi, 2011). Ayam petelur strain lohmann brown dapat dilihat pada


(25)

13

Gambar 2. Ayam petelur strain lohmann brown

Sumber: http:/www.google.com/lohmann_brown

D. Struktur dan Komposisi Telur

Telur merupakan sel telur (ovum) yang tumbuh dari sel induk di dalam indung telur yang (ovarium). Pada dasarnya struktur sebuah telur terdiri atas sel yang hidup yang dikelilingi oleh kuning telur sebagai cadangan makanan terbesar. Kedua komponen tersebut dikelilingi oleh putih telur yang mempunyai kandungan air tinggi, bersifat elastis, dan dapat menyerap guncangan yang mungkin terjadi pada telur tersebut. Ketiga bagian tersebut merupakan bagian dalam dari telur yang dilindungi oleh kerabang telur yang berfungsi untuk mengurangi kerusakan fisik dan biologis (Kurtini et al., 2011).

Telur memiliki struktur yang khusus, karena di dalamnya terkandung zat gizi yang sebetulnya disediakan bagi berkembangan sel telur yang telah dibuahi menjadi seekor anak ayam. Bagian esensial dari telur adalah albumen (putih


(26)

14

Secara bersama-sama albumen dan yolk (kuning telur) merupakan cadangan

makanan yang siap digunakan oleh embrio. Telur dibungkus / dilapisi oleh kerabang yang berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan fisik, tetapi juga mampu berfungsi untuk pertukaran gas untuk respirasi (pernafasan).

Struktur telur secara terperinci dapat dibagi menjadi 9 bagian, yaitu :

1. Kerabang atau kulit telur dengan permukaan agak berbintik-bintik. Kerabang telur merupakan pembungkus telur yang paling tebal, bersifat keras dan kaku. Pada kerabang terdapat pori-pori yang berfungsi untuk pertukaran gas. Pada permukaan luar kerabang terdapat lapisan kutikula, yang merupakan pembungkus telur paling luar.

2. Selaput atau membran kerabang luar dan dalam yang tipis terpisah pada bagian ujung telur yang tumpul dan membentuk rongga udara.

3. Putih telur bagian luar yang tipis dan encer.

4. Putih telur yang kental yang merupakan kantung albumen.

5. Putih telur bagian dalam yang tipis dan encer.

6. Struktur keruh berserat yang terdapat pada kedua ujung kuning telur yang disebut khalaza dan berfungsi memantapkan posisi kuning telur.

7. Lapisan tipis yang mengelilingi kuning telur dan membran vitelina.

8. Kuning telur, terletak pada bagian pusat dari telur dan terbungkus oleh selaput vitelina.

9. Benih atau blastoderm yang terlihat sebagai bintik kecil pada permukaan kuning telur, tepat di bawah selaput vitelina. Pada telur yang terbuahi, benih ini akan menjadi anak ayam.


(27)

15

Struktur fisik telur terdiri dari tiga bagian utama yaitu kerabang telur 8--11%, putih telur 56--61 % dan kuning telur 27--23 % (Kurtini, et al., 2011). Menurut

Abbas (1989), struktur telur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: bangsa, umur, suhu lingkungan, penyakit, dan kualitas serta kuantitas ransum. Struktur telur dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur telur

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Telur (2014)

E. Kualitas Eksternal Telur

Kualitas telur merupakan sekumpulan sifat-sifat yang dimiliki oleh telur dan mempunyai pengaruh terhadap penilaian atau pemilihan konsumen, sedangkan tingkatan kualitas terhadap sekelompok telur menjadi dasar di dalam grading


(28)

16

Kualitas telur yang dipengaruhi oleh sifat genetika adalah tekstur dan ketebalan kerabang telur, jumlah pori-pori kerabang telur, adanya noda darah, banyaknya putih telur kental dan komposisi kimia telur (Romanoff dan Romanoff,

1963). Menurut Sirait (1986), faktor-faktor kualitas yang dapat memberikan petunjuk terhadap kesegaran telur adalah susut bobot telur, keadaan diameter rongga udara, keadaan putih dan kuning telur, bentuk dan warna kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang telur. Tabel 2 menunjukkan mutu telur berdasarkan bagian-bagiannya.

Tabel 2. Mutu telur berdasarkan bagian-bagiannya

Kualitas Kulit Rongga udara Kuning telur Putih telur AA Bersih, permukaan

tidak retak/ pecah Bentuk normal 1/8 in (0,30mm) Berada di pusat, lapisan kuning jelas, tidak ada kerusakan Jernih dan kental

A Permukaan bersih, tidak retak (pecah), bentuk normal 2/8 in (0,60mm) Berada di pusat, lapisan kuning dan putih masih jelas, tidak ada kerusakan Jernih, agak kental

B Bersih, tidak retak, sedikit tidak normal

3/8 in (0,75mm) Melebar dan bergeser, ada sedikit kerusakan Jernih, tidak kental (agak kental)

C Bersih, tidak pecah, isi tidak normal

3/8 in (lebar) Bergeser dari pusat, melebar dan encer, terkadang ada noda darah Jernih, encer, terkadang ada noda darah


(29)

17

1. Bobot telur

Bobot telur dan ukuran telur berbeda-beda, akan tetapi antara berat dan ukuran telur saling berhubungan (Sarwono, 1994). USDA agriculture marketing service

(1970) menyatakan klasifikasi standar bobot telur, yaitu a) ukuran jumbo (>65 g); b) extra large ( 60--65 g); c) large (55--60 g); d) medium (50--55 g); e) small

(45--50 g); dan f) peewee (<45 g).

Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa besarnya telur dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sifat genetik, tingkat dewasa kelamin, umur, obat-obatan, dan makanan sehari-hari. Sifat genetik yang dimaksud adalah faktor genetik merupakan pewarisan sifat dari tetuanya antara lain dewasa kelamin lebih awal, tingginya intensitas peneluran, dan persentase peneluran.

Besarnya telur juga dipengaruhi oleh kualitas pullet yang beragam. Kualitas

pullet yang kurang baik ditandai dengan ciri-ciri memiliki berat badan dan

keseragaman pullet yang rendah. Keseragaman pullet yang rendah ini dapat

mengakibatkan ketidakseragaman awal produksi dan tidak seragamannya ukuran telur yang dihasilkan. Ciri lainnya, lamanya mencapai dewasa kelamin sehingga awal produksi menjadi terlambat. Adanya pullet yang mempunyai jarak tulang

pubis yang sempit juga menjadi ciri yang mengakibatkan ayam tersebut mempunyai ukuran telur yang lebih kecil atau tidak seragam (Medion, 2015).

Bobot dan ukuran telur juga dipengaruhi oleh nutrisi ransum seperti kandungan protein, asam amino, tertentu seperti methionine dan lysine, energi, lemak total,


(30)

18

tersebut tidak terpenuhi melalui asupan ransum, maka akan mengurangi bobot telur. Bahkan jika hal tersebut terjadi pada ayam petelur produksi sebelum umur 40 minggu, bisa mengakibatkan pada penurunan jumlah produksi telur (Medion, 2015).

Bobot telur tidak terlepas dari pengaruh bobot kuning telur. Persentase kuning telur sekitar 30--32% dari bobot telur. Bobot kuning telur dipengaruhi oleh perkembangan ovarium. Ovarium merupakan tempat pembentukan kuning telur, apabila pembentukan kuning telur kurang sempurna maka bobot telur kecil. Penyerapan nutrisi pada usus juga akan berpengaruh terhadap pembentukan ovarium sehingga kualitas bobot telur kurang optimal (Tugiyanti, 2012).

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa persentase kerabang telur juga memengaruhi bobot telur. Persentase kerabang telur sekitar 10--12% dari bobot telur. Ketebalan kerabang telur ayam merupakan hasil dari metabolisme kalsium melalui pakan ayam. Bobot telur juga dipengaruhi oleh genetik, umur induk dan feed intake serta nutrien pakan. Semakin bertambahnya umur induk

tingkat menjelang puncak produksi, maka bobot telur akan semakin meningkat. Ditambahkan oleh North dan Bell (1984) bahwa faktor yang memengaruhi bobot telur antara lain genetik dan umur ayam, ransum, penyakit, suhu lingkungan, musim dan sistem pengelolaan ayam.

Wahyu (1985) menjelaskan bahwa kualitas ransum yang baik dalam hal ini kandungan asam linoleat akan memengaruhi bobot telur, karena ransum dengan kualitas yang baik akan menghasilkan telur yang besar. Oleh karena itu,


(31)

19

penurunan bobot telur dapat terjadi karena kandungan asam linoleat dalam ransum tidak sesuai dengan kebutuhan. Menurut Leeson dan Summer (1991), bobot telur dipengaruhi oleh asam linoleat dan metionin. Asam linoleat

mengontrol protein dan lipida yang diperlukan untuk perkembangan folikel dan secara langsung mengontrol ukuran telur. Pemberian asam linoleat yang tidak seimbang menyebabkan bobot telur kurang optimal.

2. Indeks telur

Bentuk telur biasanya dinyatakan dengan suatu ukuran indeks bentuk atau shape

index yaitu perbandingan (dalam persen) antara ukuran lebar dan panjang telur.

Bentuk telur secara umum dipengaruhi oleh faktor genetis dimana setiap induk bertelur berurutan dengan bentuk yang sama, yaitu bulat, panjang, dan lonjong. Besar dan bobot telur yang berasal dari satu ayam bervariasi (Suprijatna et al.,

2005).

Nilai indeks telur beragam antara 65--82% dan idealnya adalah antara 70--75%. Penyebab terjadinya variasi indeks telur adalah belum diterangkan secara jelas, namun diduga sebagai akibat dari perputaran telur di dalam alat reproduksi (Yuwanta, 2004). Indeks bentuk telur dapat dihitung dengan melakukan perbandingan lebar telur terhadap panjang telur, kemudian dikali 100% (Suprijatna et al., 2005).

Indeks telur berkaitan erat dengan bentuk telur, karena dari bentuk telur kita dapat mengetahui nilai indeks telur. Indeks telur yang mencerminkan bentuk telur dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi selama pembentukan telur. Indeks


(32)

20

berpengaruh pada bentuk telur dimana nilai indeks telur mencerminkan ideal atau tidaknya telur tersebut dan telur yang ideal nilai indeksnya akan mencerminkan bentuk telur yang ideal (Yuwanta, 2004).

3. Bentuk telur

Menurut Azizah et al. (2012), bentuk telur dapat dibedakan menjadi 5 (lima)

macam, yaitu : 1) biconical, adalah telur yang kedua ujungnya runcing seperti

kerucut; 2) conical, adalah yang salah satu ujungnya runcing seperti kerucut; 3)

elliptical, adalah bentuk telur yang menyerupai elip; 4) oval, adalah bentuk telur

yang menyerupai oval, dan ini merupakan bentuk yang paling baik; dan 5)

spherical, adalah bentuk telur yang hampir bulat.

Faktor genetik berpengaruh terhadap lama periode pertumbuhan ovum sehingga

yolk yang lebih besar akan menghasilkan telur besar. Telur pertama yang

dihasilkan induk lebih kecil daripada yang dihasilkan berikutnya, ukuran telur akan meningkat sesuai dengan mulai teraturnya induk bertelur. Ukuran telur akan meningkat dengan meningkatnya kandungan protein pakan. Cuaca juga

berpengaruh karena cuaca panas akan memengaruhi kondisi kandang dan menyebabkan menurunnya ukuran telur (Suprijatna et al., 2005).

Selain faktor genetik, umur induk juga memengaruhi bentuk telur. Induk yang baru mulai bertelur bentuk telur yang dihasilkan cenderung runcing dan

memanjang, sedangkan induk yang semakin tua menghasilkan telur yang semakin ke arah bulat bentuknya. Bentuk telur yang baik adalah yang proporsional tidak benjol-benjol tidak terlalu lonjong dan tidak terlalu bulat. Kualitas telur akan


(33)

21

semakin baik jika tekstur kulitnya halus (Sudaryani, 1996). Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan bersih dan tidak ada kotoran apapun (Rasyaf, 2003).


(34)

22

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada April 2015 di Peternakan Ayam Petelur

Mulawarman, Desa Tegal Sari, Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu, kemudian dilanjutkan di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur ayam ras dari dua strain

induk berbeda yaitu strainlohman brown dan isa brown yang didapat dari

Peternakan Ayam Petelur Mulawarman di Desa Tegal Sari, Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pringsewu. Ayam yang digunakan berumur 58 minggu. Ayam dipelihara secara intensif dalam cage dengan kepadatan kandang 1 ekor / cage.

Telur yang digunakan sebanyak 50 butir dari masing-masing strain. Ransum

layer yang digunakan berasal dari Peternakan Ayam Petelur Mulawarman dengan


(35)

23

Tabel 3. Formulasi ransum layer Peternakan Mulawarman

Bahan pakan Komposisi (%) Energi metabolis (kkal/kg) Protein (%) Lemak (%) Serat kasar (%) Jagung Bekatul Konsentrat Premix 44,86 21,93 32,90 0,29 1.511,78 653,51 995,86 0,00 4,83 2,63 11,19 0,00 1,04 2,37 1,65 0,00 1,24 2,73 2,63 0,00

Total 100 3.161,15 18,65 5,06 6,6

Kebutuhan 2.900--3.400 18-21 2,5--7 <7 Sumber : Peternakan Mulawarman, 2014

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan protein dalam ransum sebesar 18,65 %. Hal ini sudah memenuhi syarat kebutuhan protein ayam petelur fase produksi II menurut Al Nasser et al. (2005) yang menyatakan

kebutuhan protein ayam petelur yaitu sebesar 18 %.

2. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah egg tray untuk tempat

meletakkan telur ayam ras; timbangan elektrik kapasitas 210 g dengan tingkat ketelitian 0,01g merk boyco untuk menimbang telur ayam ras; jangka sorong

digunakan untuk mengukur tinggi dan lebar telur ayam ras; kertas tisu untuk mengelap peralatan yang digunakan; label untuk menandai telur; baskom plastik sebagai tempat penampung telur; dan peralatan tulis digunakan untuk menulis data.

C. Metode Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini membandingkan dua strain yaitu strain isa brown (P1)dan lohman

brown (P2) terhadap peubah yang akan diamati. Jumlah telur pada


(36)

24

Ayam yang digunakan berumur 58 minggu. Data yang diperoleh diuji dengan uji-t student pada taraf nyata 5% dan uji deskriptif kualitatif (kelas bobot dan

bentuk telur).

D. Prosedur Penelitian

a. Pengumpulan telur dilakukan selama 1 hari, yaitu dari kandang ayam petelur fase produksi umur 58 minggu, dengan jumlah telur yang digunakan 100 butir dari dua strain yang berbeda lohmann brown dan isa brown, masing-masing

strain terdiri dari 50 butir.

b. Telur diambil dari cage dengan metode pengacakan (random). Cara

pengambilan sampel telur:

1. memberi nomor pada semua cage;

2. membuat kotak undian, kemudian mengocok undian;

3. menyesuaikan nomor yang keluar dengan nomor pada cage lalu

memindahkan ke egg tray;

4. melakukan sampai telur pada egg tray sampel berjumlah 50 butir pada

masing-masing strain.

c. Memeriksa kualitas eksternal telur (bobot telur, bentuk telur, dan indeks telur) d. Mencatat data yang diperoleh.

E. Peubah yang Diamati 1. Bobot telur (g/butir)

Bobot telur dihitung per butir kemudian telur diklasifikasikan sesuai standar bobot telur menurut Sumarni dan Djuarnani (1995). Data dianalisis dengan uji t-student


(37)

25

2. Bentuk telur

Telur diklasifikasikan berdasarkan bentuknya yang dapat dilihat pada Gambar 3. Data akan dianalisis dengan uji deskriptif.

Gambar 3. Bentuk telur Sumber : Kurtini et al. (2011)

3. Indeks telur (%)

Indeks telur dihitung menurut Suprijatna et al. (2005) dengan cara sebagai

berikut:

Lebar telur

Indeks telur = X 100% Panjang telur

Kemudian data dianalisis dengan uji t-student. Panjang dan lebar telur dapat

dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Panjang dan lebar telur Sumber : Kurtini et al. (2011)

ket: A : Panjang telur B : Lebar telur

A


(38)

39

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

1) bobot dan indeks telur strain isa brown dan lohmann brown tidak berbeda

nyata (P>0,05);

2) klasifikasi bobot telur terbanyak pada strain isa brown adalah kelas extra large

dan pada lohmann brown adalah kelas larsge;

3) strain lohmann brown mempunyai bentuk telur yang lebih baik dibandingkan

dengan isa brown.

B. Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan bahwa usaha yang dapat dilakukan oleh peternak adalah memelihara ayam ras petelur strain isa brown dan lohmann

brown karena pada strain isa brown memproduksi telur yang relatif besar dan


(39)

41

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. H. 1989. Pengelolaan Produksi Unggas. Jilid ke 1. Universitas Andalas. Padang.

Al Nasser, A., A. Al Saffar, M. Mashaly, H. Al Khalaifa, F. Khalil, M. Al Baho, dan A. Al Haddad. 2005. A comparative study on production efficiency of brown and white pullet. Bulletin of Kuwait Institute for Scientific

Research 1 (1): 1 – 4.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Seri Beternak Mandiri. Lembaga Satu Gunungbudi. KPP IPB, Baranangsiang. Bogor.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas Cetakan 5. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Azizah, N. Betty A. N., dan Stevia T. R. 2012. Telur. UNY. Yogyakarta.

Bell, D.D. 2002. Anatomy of The Chicken. In: Bell, D.D and W. D. Weaver Jr., editor. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Fifth edition. USA: Springer Science+Business Media, Inc.

Djanah, D. 1990. Beternak ayam. CV. Yasaguna, Cetakan kedua, Surabaya. Gunawan.2010. Menentukan Kualitas Telur dan Pengawetan Telur.

http://peterunkhair.blogspot.com / 2010/12/ menentukan-kualitas-telur-dan.html.Diakses pada tanggal 20 Juli 2015.

Hardjosworo, P.S.danRukmiasih.2001. Itik,PermasalahandanPemecahan. PenebarSwadaya,Jakarta.

Hendrix. 2007. Product Performance. ISA-Hendrix Genetics Company. http://www.hendrix-genetics.com (1 Juli 2014).

Isa Brown Commercial Layers. 2009. General Management Guide Commercial Isa Brown. Pondoras.

Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(40)

42

Kusnadi. 2007. Sifat Listrik Telur Ayam Kampung Selama Penyimpanan. Skripsi. Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lesson, S. and J. D. Summer. 1991. Comercial Poultry Nutrition. 2nd Ed. University Book. University Guelph. Guelph, Ontario, Canada. Medion. 2015. http://info.medion.co.id/Suhu dan Kelembaban Terkontrol,

Ayam Nyaman.

North, M.O. and D.D Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Published By Van Nostrand Reinhald. New York.

Piliang, W.G. 1992. Manajemen Beternak Unggas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Poultry. 2003. http://www.poultryindonesia.com/news/tips-dan-trik/node153/ Rasyaf, M. 1997. Penyajian Makanan Ayam Petelur. Kanisius. Yogyakarta. ________. 2003. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Romanoff, A.L. and A. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons Inc. Ny.

Sarwono. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Cetakan ke 4. Penebar Swadaya. Bandung.

Scott, M. L, M. C. Neisheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. M. L. Scott and Associates. Itacha. New York.

Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengelolaannya. PUSLITBANG Peternakan. Bogor. Sodak, F.J. 2011. Karakteristik Fisik Dan Kimia Telur Ayam Arab Pada Dua

Peternakan Di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Departemen Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Sudarmono. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sudaryani, T. 1996. Kualitas telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumarni dan N, Djuarnani . 1995. Diktat Penanganan Pasca Panen Unggas. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pertanian Ternak Ciawi. Bogor . Suprijatna, E. U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005.Ilmu Dasar Ternak

Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.


(41)

43

Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soekarto, S.T. 2013. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Telur. Alfabeta. Bandung.

Tugiyanti, E. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi Menggunakan Isolat Prosedur Antihistamin. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.

United State Dept. Of Agriculture. 1970. Egg Grading Manual. USDA, Wash. USA.

Wahyu, J. 1985. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. UGM Press. Yogyakarta. Yupi. 2011. Analisis Usaha Tani Ayam Ras Petelur. Universitas Islam Syarif

Hidayatullah. Jakarta.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

________. 2010. Pemanfaatan Kerabang Telur. Program Studi Ilmu dan Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.


(42)

PERBANDINGAN KUALITAS EKSTERNAL TELUR AYAM RAS STRAIN ISA BROWN DAN LOHMANN BROWN

Oleh

FAUZAN ISNANDA DIRGAHAYU

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(1)

2. Bentuk telur

Telur diklasifikasikan berdasarkan bentuknya yang dapat dilihat pada Gambar 3. Data akan dianalisis dengan uji deskriptif.

Gambar 3. Bentuk telur Sumber : Kurtini et al. (2011)

3. Indeks telur (%)

Indeks telur dihitung menurut Suprijatna et al. (2005) dengan cara sebagai berikut:

Lebar telur

Indeks telur = X 100%

Panjang telur

Kemudian data dianalisis dengan uji t-student. Panjang dan lebar telur dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Panjang dan lebar telur Sumber : Kurtini et al. (2011) ket: A : Panjang telur

B : Lebar telur

A


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

1) bobot dan indeks telur strain isa brown dan lohmann brown tidak berbeda nyata (P>0,05);

2) klasifikasi bobot telur terbanyak pada strain isa brown adalah kelas extra large dan pada lohmann brown adalah kelas larsge;

3) strain lohmann brown mempunyai bentuk telur yang lebih baik dibandingkan dengan isa brown.

B. Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan bahwa usaha yang dapat dilakukan oleh peternak adalah memelihara ayam ras petelur strain isa brown dan lohmann brown karena pada strain isa brown memproduksi telur yang relatif besar dan pada strain lohmann brown memiliki bentuk telur yang relatif ideal.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. H. 1989. Pengelolaan Produksi Unggas. Jilid ke 1. Universitas Andalas. Padang.

Al Nasser, A., A. Al Saffar, M. Mashaly, H. Al Khalaifa, F. Khalil, M. Al Baho, dan A. Al Haddad. 2005. A comparative study on production efficiency of brown and white pullet. Bulletin of Kuwait Institute for Scientific

Research 1 (1): 1 – 4.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Seri Beternak Mandiri. Lembaga Satu Gunungbudi. KPP IPB, Baranangsiang. Bogor.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas Cetakan 5. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Azizah, N. Betty A. N., dan Stevia T. R. 2012. Telur. UNY. Yogyakarta.

Bell, D.D. 2002. Anatomy of The Chicken. In: Bell, D.D and W. D. Weaver Jr., editor. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Fifth edition. USA: Springer Science+Business Media, Inc.

Djanah, D. 1990. Beternak ayam. CV. Yasaguna, Cetakan kedua, Surabaya. Gunawan.2010. Menentukan Kualitas Telur dan Pengawetan Telur.

http://peterunkhair.blogspot.com / 2010/12/ menentukan-kualitas-telur-dan.html.Diakses pada tanggal 20 Juli 2015.

Hardjosworo, P.S.danRukmiasih.2001. Itik,PermasalahandanPemecahan. PenebarSwadaya,Jakarta.

Hendrix. 2007. Product Performance. ISA-Hendrix Genetics Company. http://www.hendrix-genetics.com (1 Juli 2014).

Isa Brown Commercial Layers. 2009. General Management Guide Commercial Isa Brown. Pondoras.

Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(4)

Kusnadi. 2007. Sifat Listrik Telur Ayam Kampung Selama Penyimpanan. Skripsi. Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lesson, S. and J. D. Summer. 1991. Comercial Poultry Nutrition. 2nd Ed. University Book. University Guelph. Guelph, Ontario, Canada. Medion. 2015. http://info.medion.co.id/Suhu dan Kelembaban Terkontrol,

Ayam Nyaman.

North, M.O. and D.D Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Published By Van Nostrand Reinhald. New York.

Piliang, W.G. 1992. Manajemen Beternak Unggas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Poultry. 2003. http://www.poultryindonesia.com/news/tips-dan-trik/node153/ Rasyaf, M. 1997. Penyajian Makanan Ayam Petelur. Kanisius. Yogyakarta. ________. 2003. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Romanoff, A.L. and A. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons Inc. Ny.

Sarwono. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Cetakan ke 4. Penebar Swadaya. Bandung.

Scott, M. L, M. C. Neisheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. M. L. Scott and Associates. Itacha. New York.

Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengelolaannya. PUSLITBANG Peternakan. Bogor. Sodak, F.J. 2011. Karakteristik Fisik Dan Kimia Telur Ayam Arab Pada Dua

Peternakan Di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Departemen Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Sudarmono. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sudaryani, T. 1996. Kualitas telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumarni dan N, Djuarnani . 1995. Diktat Penanganan Pasca Panen Unggas. Departemen Pertanian. Balai Latihan Pertanian Ternak Ciawi. Bogor . Suprijatna, E. U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005.Ilmu Dasar Ternak

Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.


(5)

Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soekarto, S.T. 2013. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Telur. Alfabeta. Bandung.

Tugiyanti, E. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi Menggunakan Isolat Prosedur Antihistamin. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.

United State Dept. Of Agriculture. 1970. Egg Grading Manual. USDA, Wash. USA.

Wahyu, J. 1985. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. UGM Press. Yogyakarta. Yupi. 2011. Analisis Usaha Tani Ayam Ras Petelur. Universitas Islam Syarif

Hidayatullah. Jakarta.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

________. 2010. Pemanfaatan Kerabang Telur. Program Studi Ilmu dan Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.


(6)

PERBANDINGAN KUALITAS EKSTERNAL TELUR AYAM RAS STRAIN ISA BROWN DAN LOHMANN BROWN

Oleh

FAUZAN ISNANDA DIRGAHAYU

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015