Analisis Komparasi Kelayakan Finansial Budidaya Udang Sistem Intensif, Semi-intensif, dan Sistem Tradisional

BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara penting dalam budi daya udang. Spesies udang
yang dibudidayakan antara lain udang windu (Penaeus monodon), udang putih (P.
Merguinesis),

udang

vanname(Litopenaeus

vanname),

udang

galah(Macrobrachium rosenbergii), dan udang rostris( Litopenaeus stylirostris).
Di Indonesia budidaya udang sudah lama dilakukan oleh para petani tambak,
karena udang merupakan komoditas primadona dalam bidang perikanan.
Udang sebagai komoditas ekspor berhasil meningkatkan devisa negara dari sektor
non-migas. Volume ekspor udang ke berbagai negara tujuan (Jepang, Hongkong,
Singapura, Jerman, Australia, Malaysia, Inggris, Perancis, Belanda, Belgia,

Luxemburg dan lainnya) baik yang disumbangkan dari tambak berpola
tradisional, semi intensif ataupun intensif juga selalu meningkat produk hasil
panennya. Dengan ditunjang iklim kebijaksanaan pemerintah, khususnya
menggalakkan usaha pertambakan udang baik oleh rakyat maupun kalangan
swasta yang diimbangi dengan adanya deregulasi ekonomi yakni penyerdehanaan
cara pengambilan kredit dari bank.(Buwono, 1993)
Tahun 1994, produksi udang windu budidayamencapai 250.000 ton/tahun.
Produksi tersebut menempatkan Indonesia sebagai produsen udang windu terbesar
di dunia. Namun dengan cepat produksi udangwindu mengalami penurunan dan
menuju pada titik kehancuran (Kordi, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Merebaknya penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV) atau bintik/bercak
putih (White Spot) membuat industri udang Indonesia hancur dengan cepat. Di
Pulau Jawa, sampai tahun 1997, lahan tambak yang tidak dioperasikan hampir
mencapai sekitar 70%. Lahan tambak menjadi terlantar karena petambak tidak
berani menebar udang windu setelah berkali-kali “memanen” kegagalan
(Kordi, 2010).
Sejak tahun 2002, udang vanname (Litopenaeus vanname) mulai menggantikan

posisi udang windu. Udang vanname sangat cepat diterima masyarakat karena
memiliki beberapa keunggulan, yaitu (1) Tumbuh cepat, toleran terhadap suhu air,
oksigen terlarut dan salinitas yang relatif rendah; (2) Mampu memanfaatkan
seluruh kolom air; (3) Tahan terhadap penyakit dan tingkat produktivitas yang
tinggi; (4) Kebutuhan kandungan protein yang relatif rendah; dan (5) Tersedia
teknologi produksi induk atau benih bebas penyakit (specific pathogen free =
SPF) dan tahan penyakit (specific pathogen resistant = SPR) (Buwono, 1993).
Ada terdapat 3 sistem budi daya udang di Indonesia yaitu : sistem tradisional,
sistem semi-intensif, dan sistem intensif. Sistem budi daya udang di Indonesia
berkembang dengan cepat dari sistem tradisional menjadi tambak semi-intensif,
dan intensif.
Budi daya udang sistem tradisional masih mendominasi tambak-tambak rakyat di
Indonesia. Sistem ini memang sangat sederhana, sehingga pengelolaannya tidak
rumit namun hasilnya sangat rendah, antara 50-500 kg/ha/musim tanam. (Kordi,
2010).

Universitas Sumatera Utara

Budi daya udang sistem semi-intensif atau madya merupakan sistem yang sudah
maju. Persiapan tambak mengikuti pola umum yaitu : pengeringan, pembajakan,

pemupukan, dan pengapuran. Padat penebaran antara 15-30 ekor/m2 untuk udang
windu dan 40 ekor/m2 untuk udang vanname. Untuk pengelolaan air, tambak
dilengkapi dengan pompa air dan kincir. Pemberian pakan dilakukan secara
kontinu sebanyak 2-3 kali sehari. Pakan yang diberikan berupa pelet yang
mengandung protein 30-40%. Dengan pengelolaan yang baik hasil panen tambak
intensif mencapai 2-3 ton/ha/musim. (Kordi, 2010).
Budi daya udang secara intensif menerapkan padat penebaran tinggi dan
pengelolaan optimal. Padat pengelolaan optimal. Padat penebaran udang windu
antara 30-50 ekor/m2 dan udang vanname antara 40.199 ekor/m2. Pemberian
pakan dilakukan 4-6 kali sehari. Hasil panen yang diharapkan adalah 4-8 ton/ha/
musim dan 6-10 ton/ha/musim untuk udang vanname.(Kordi, 2010).
Sistem budidaya dengn teknologi intensif memerlukan biaya yang lebih besar
dibandingkan dengan sistem budidaya tradisional maupun semi intensif, karena
pada sistem budidaya intensif lebih banyak menggunakan input produksi, salah
satu ciri dari sistem budidaya intensif adalah padat tebar yang tinggi, sehingga
penggunaan faktor produksi lainnya terutama pakan tinggi pula. Untuk
menghindari penggunaan biaya yang besar maka petani harus melakukan kegiatan
budidaya secara efektif dan efisien. (Diatin dkk, 2008)
Wilayah pesisir merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik tertentu dan
subur, sehingga memiliki daya tarik yang besar sebagai tujuan wisata dan

pengembangan kegiatan perikanan serta tujuan lain yang menghasilkan banyak

Universitas Sumatera Utara

keuntungan finansial. Kegiatan perikanan di wilayah pesisir adalah usaha
perikanan budidaya di tambak untuk udang, ikan bandeng dan atau udang dan
ikan bandeng (Murachman et al., 2010).
Analisis finansial diperlukan untuk mengetahui bagaimana efisiensi usaha tani
tambak udang. Setiap sistem budidaya udang mempunyai efesiensi yang berbeda
juga. Dengan adanya penelitian ini diharapkan agar nantinya masyarakat
mendapat informasi dari setiap sistem budidaya manakah yang paling efisien agar
berguna untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kabupaten Langkat merupakan kabupaten yang berada di daerah pesisir provinsi
Sumatera Utara. Langkat memiliki potensi tambak yang yang cukup baik. Luasan
wilayah Kabupaten Langkat cukup luas yang mendukung untuk usaha tambak.
Kabupaten Langkat Pernah menempati posisi kedua sebagai penghasil udang
terbesar di Indonesia.
Pangkalan Susu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Langkat yang
memiliki luas lahan dan petani yang terbanyak. Luas lahan tambak dan jumlah
petani tambak di Kabupaten Langkat dapat dilugat pada tabel 1.

Tabel 1. Luas Areal dan Jumlah Nelayan Usaha Budidaya Tambak Menurut
Kec. di Kab. Langkat
No
Kecamatan
Luas Lahan Tambak (Ha)
Petani
Tambak(Orang)
1.
Secanggang
453,00
442
2.
Tanjung Pura
376,00
160
3.
Gebang
347,00
272
4.

Babalan
188,40
134
5.
Sei Lepan
47,30
26
6.
Brandan Barat
68,00
116
7.
Besitang
41,80
34
8.
Pangkalan Susu
453,00
321
Jumlah

1.923,50
1505

Universitas Sumatera Utara

Sumber : BPS Kabupaten Langkat 2014

Dari tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa Kecamatan Pangkalan Susu mempunyai
luas lahan tambak sebesar 443 ha dan mempunyai banyak petani tambak sebanyak
315 petani.
Berdasarkan dari data-data yang sudah dikemukakan sebelumnya, penulis tertarik
untuk meneliti mengenai analisis komparasi kelayakan finansial budidaya udang
intensif, semi-intensif dan sistem tradisional di Kecamatan Pangkalan Susu,
Kabupaten Langkat.
1. 2. Identifikasi Masalah
1) Bagaimana perbedaan tahapan-tahapan pekerjaan dalam budidaya tambak
udang menurut sistem pengelolaan didaerah penelitian.
2) Bagaimana perbedaan biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, curahan
tenaga kerja, total biaya produksi budidaya tambak udang menurut sistem
pengelolaan didaerah penelitian.

3) Bagaimana perbedaan produktifitas usaha tambak udangmenurut sistem
pengelolaan.
4) Bagaimana kelayakan finansial usaha tani tambak udang menurut sistem
pengelolaan.
1. 3. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui perbedaan tahapan-tahapan pekerjaan dalam budidaya
tambak udang menurut sistem pengelolaandidaerah penelitian.

Universitas Sumatera Utara

2) Untuk mengetahui perbedaan biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja,
curahan tenaga kerja, total biaya produksi budidaya tambak udang menurut
sistem pengelolaan didaerah penelitian.
3) Untuk mengetahui perbedaan produktifitas kerja usaha tambak udang
menurut sistem pengelolaan.
4) Untuk mengetahui kelayakan finansial usaha tani bersih usaha tani tambak
udang menurut sistem pengelolaan.
1. 4. Manfaat Penelitian
1) Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kelayakan finansial
usaha tambak udang sistem intensif, semi-intensif dan sistem tradisional.

2) Untuk memberikan referensi kepada Pemerintah Kabupaten Langkat
bagaimana kelayakan finansial usaha tambak udang sistem intensif, semiintensif dan sistem tradisional.
3) Untuk memberikan referensi kepada peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara