ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERNAK ITIK PETELUR DENGAN SISTEM INTENSIF DAN TRADISIONAL DI KABUPATEN PRINGSEWU

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERNAK ITIK PETELUR DENGAN SISTEM INTENSIF DAN TRADISIONAL

DI KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

Elvita Feniarti1, Hanung Ismono2, dan Achdiansyah Soelaiman2

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui kelayakan finansial usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu, (2) Mengetahui pengaruh adanya perubahan kenaikan biaya produksi, penurunan harga jual telur itik, dan jumlah hasil produksi terhadap kelayakan finansial usaha peternakan itik secaran intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.

Pemilihan lokasi menggunakan metode Sampling Purposive. Data Primer yang

digunakan diperoleh dari kuisioner dan wawancara langsung. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, media cetak dan beberapa instansi seperti Badan Pusat Statistika dan Dinas Peternakan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010. Analisis yang dilakukan meliputi kelayakan usaha dari perhitungan NPV, IRR, Gross B/C, Net B/C, Payback Period, dan Sensitivitas saat terjadinya kenaikan harga pakan, penurunan harga telur dan penurunan produksi telur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Usaha ternak itik petelur di Kabupaten Pringsewu dengan sistem intensif secara finansial menguntungkan dan layak

dikembangkan pada tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 16%, (2) Perhitungan analisis finansial ternak itik petelur prospektif untuk dikembangkan dan menguntungkan pada tingkat suku bunga yang berlaku. Usaha ternak itik ini merupakan unit usaha yang stabil meski terjadi penurunan produksi telur itik sampai dengan 20%, penurunan harga jual telur itik sampai dengan 16,67% dan kenaikan harga pakan sampai 10%.

Kata Kunci : Itik, analisis kelayakan, Pringsewu.

Keterangan : 1

(Sarjana Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian) 2


(2)

ABSTRACT

FINANCIAL FEASIBLITY ANALYSIS DUCK LAYING EGGS WITH TRADITIONAL AND INTENSIVE SYSTEM IN PRINGSEWU DISTRICT

By

Elvita Feniarti1, Hanung Ismono2, dan Achdiansyah Soelaiman2

This research had purposes to: (1) determine the financial feasibility of intensive and traditional farming ducks in Ambarawa and Gadingrejo Sub-District Pringsewu District, (2) determine the effects of the increase production cost, decrease price duck eggs, and number the production result on financial feasibility of intensively and traditionally duck farm in Ambarawa and Gadingrejo Sub-District Pringsewu District.

Location of the research was chosen purposively. The primary data was collected by interviewing farmers and using structured questioners. The secondary data was collected from literatures, news paper, and information from some institutions, such as Animal Husbandry Department and Central Bureau of Statistics. The research was conducted on April 2010. The analysis was conducted on the feasibility of calculating the NPV, IRR, Gross B/C, Net B/C, Payback Period and Sensitivity analysis of feed price, egg selling price and egg production.

The result showed that: (1) duck farming in Pringsewu District, where intensive and traditional systems, financially feasible to be developed on the accerting interest rate (i.e 16%), (2) the calculation of the financial analysis of prospective duck farm to be

developed and profitable on the accerting interest rate. Duck farming will be stable even if duck egg production decline up to 20%, selling prices of duck eggs decline up to 16,67% and feed prices rise up to 10 %.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan pertanian, terutama pada saat terjadinya krisis ekonomi dan mengalami kontraksi

pertumbuhan yang negatif 1,92 % , menyebabkan suatu fluktuasi yang amat tajam dalam sejarah peternakan di Indonesia (Bustanul Arifin, 2010), oleh karena itu peningkatan pembangunan peternakan harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani peternak. Untuk

meningkatkan pembangunan peternakan saat ini pola pendekatan pembangunan melalui pengembangan kawasan agribisnis berbasis peternakan, sehingga masyarakat peternak benar-benar dalam usahanya mulai berpikir bisnis untuk mencari keuntungan.

Agribisnis berbasis peternakan itu sendiri adalah salah satu fenomena yang tumbuh pesat ketika basis lahan menjadi terbatas, tuntunan sistem usahatani terpadupun menjadi semakin rasional, seiring dengan tuntutan efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan, tenaga kerja, modal dan faktor produksi lain yang amat terbatas tersebut (Arifin, 2010). Pengembangan kawasan agribisnis peternakan sangat terkait dengan lingkungan

sekitarnya khususnya yang berbasis pada lahan pertanian (agroekosistem) seperti ekosistem perusahaan, perkebunan, perikanan dan ekosistem lainnya. Keterpaduan peternakan dengan agroekosistem tersebut, maka komoditas ternak dapat menjadi unggulan atau sebagai penunjang, tergantung pada tingkat potensi serta pendapatan dari


(4)

produk pertanian yang dihasilkan dari kawasan tersebut. (Dinas Peternakan Dan Kesehatan Provinsi Lampung, 2003)

Perkembangan usaha peternakan unggas di Indonesia relatif lebih maju dibandingkan usaha ternak yang lain. Hal ini tercermin dari kontribusinya yang

cukup luas dalam memperluas lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan terutama sekali dalam pemenuhan kebutuhan makanan bernilai gizi tinggi (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2003). Salah satu usaha

perunggasan yang cukup berkembang di Indonesia adalah usaha ternak itik. Ternak itik saat ini tidak sepopuler ternak ayam, akan tetapi itik mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur dan daging. Apabila dibandingkan dengan ternak unggas yang lain, ternak itik mempunyai kelebihan diantaranya adalah memiliki daya tahan terhadap penyakit, oleh karena itu usaha ternak itik memiliki resiko yang relatif lebih kecil dan sangat potensial untuk dikembangkan. Itik mempunyai kandungan protein telur itik cukup tinggi yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Gizi Telur Itik dan Telur Ayam Per 100 Gram Telur Jenis Telur Kalori

(kkal)

Lemak (g)

Protein (g)

Kalsium (mg)

Besi (mg) Vita. A (SI)

Telur Itik 163 14.3 13.1 56 2.8 1 230

Telur Ayam 189 11.5 12.8 54 2.7 900

Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1972)

Ternak itik merupakan penyumbang terhadap produksi telur nasional yang cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah ayam ras. Itik berperan sebagai penghasil telur dan daging, sebanyak 19,35% dari 793.800 ton kebutuhan telur di


(5)

Indonesia diperoleh dari telur itik (Ditjennak, 2005). Ukuran telurnya lebih besar dari telur ayam kampung, ternak itik mudah pemeliharaannya, mudah beradaptasi dengan kondisi setempat serta merupakan bagian dari kehidupan masyarakat tani pedesaan.

Itik mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan unggas lain yaitu (1) dari segi laju pertumbuhannya, ternak itik dapat tumbuh lebih cepat, (2) ternak itik diyakini jauh lebih tahan terhadap penyakit, (3) dalam bentuk usaha peternakan rakyat, peternakan itik dapat diusahakan dengan memanfaatkan peralatan yang amat sangat sederhana, (4) dalam usaha peternakan itik yang diusahakan secara digembalakan (tradisional), dapat

memanfaatkan alam sekitar di mana banyak terdapat sumber-sumber karbohidrat dan protein yang terbuang sia-sia seperti sisa-sisa panen padi di sawah, cacing, ikan-ikan kecil di sungai-sungai dan itik memiliki instink berkelompok (flocking instinct) yang amat kuat, sehingga dapat membantu dalam hal pengendalian terutama untuk model pemeliharaan yang bersifat ekstensif (digembalakan), (5) kulit telur itik pada umumnya lebih tebal yang mempunyai arti penting dalam hal mengurangi resiko pecah atau retak terutama dalam penanganan (product handling) dan transportasi, (6) saat bertelur pada itik biasanya terjadi serentak pada pagi hari yaitu sebelum matahari terbit, sehingga pengambilan telur dalam kandang bisa dilakukan dengan satu kali saja. Hal ini terjadi suatu penghematan tenaga kerja yang cukup berarti, (7) kemampuan berproduksinya lebih lama, (8) secara umum harga produk ternak itik baik untuk komoditi telur atau daging terasa lebih stabil dibandingkan dengan jenis unggas lain. (Hendra, 2009)


(6)

Itik pun mempunyai beberapa prospek peluang usaha yang cukup menjanjikan yaitu (1) produksi ternak itik 200-240 butir telur per ekor per tahun, dengan asumsi harga jual Rp 1.200 per butir, telur itik sangat potensial sebagai sumber pendapatan dan merupakan usaha baru yang prospektif, disamping sebagai sumber protein hewani keluarga petani, (2) permintaan pasar terhadap produk itik (telur dan daging) secara nasional masih besar, untuk mengantisipasi lonjakan permintaan tersebut, pemeliharaan itik secara tradisional maupun intensif layak dikembangkan, (3) telur itik cukup disukai oleh pembeli, baik untuk dimakan sehari-hari maupun sebagai bahan baku pembuatan makanan ringan lainnya seperti kue, (4) semakin naiknya kebutuhan masyarakat akan bahan pangan kaya protein hewani, sebagai akibat membaiknya pendapatan dan pengetahuan gizi. ( Sentra Bisnis UKM, 2009)

Propinsi Lampung dengan letak geografisnya merupakan daerah yang sangat strategis dan potensial untuk pengembangan industri peternakan, mengingat potensi dan daya dukung lahan cukup besar yang dapat menampung sekitar 1,41 juta satuan ternak. Sementara saat ini baru 36,43 % satuan ternak yang ada, sehingga masih bisa menampung 63,56 % satuan ternak lagi (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2008). Hal ini juga didukung oleh sumber daya manusia dan kelembagaan yang bergerak di bidang pembangunan peternakan.

Populasi ternak baik ternak pemerintah maupun ternak rakyat yang terbesar di seluruh wilayah Lampung merupakan aset yang perlu diamankan, dibina dan dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat mewujudkan sekaligus mempertahankan Lampung sebagai


(7)

Populasi ternak itik di Provinsi Lampung cukup baik dan sangat baik untuk mengembangkan peternakan di Provinsi Lampung. Populasi ternak itik provinsi Lampung dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Ternak Itik di Provinsi Lampung Per Kabupaten / Kota tahun 2008 (ekor)

No Kabupaten/ Kota 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Kab. Lampung Barat 43,692 44,633 45,812 45,988 54,115 64,88 2 Kab. Tanggamus 112 60,77 43,329 68,415 74,634 80,094 3

Kab. Lampung

Selatan 264,35 315,58 277,55 66,618 64,457 51,04

4 Kab. Pesawaran 0 0 0 0 0 12,594

5 Kab. Lampung Timur 46,548 46,548 46,548 57,18 50,039 53,55 6

Kab. Lampung

Tengah 72,036 72,483 74,654 66,157 65,719 63,825 7 Kab. Lampung Utara 25,501 30,868 30,968 19,639 13,402 14,595 8 Kab. Way Kanan 14,52 16,985 20,837 15,634 20,202 20,587 9 Kab. Tulang Bawang 40,411 41,647 71,671 84,959 108,47 138,49 10

Kota Bandar

Lampung 5,795 6,99 6,975 6,842 6,597 6,933

11 Kota Metro 10,288 12,306 10,562 8,135 9,822 25,518 Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung tahun 2009

Pada Tabel 2 terlihat bahwa populasi ternak itik di Provinsi Lampung dari tahun 2003 sampai pada tahun 2008 mengalami fluktuasi pertumbuhan. Pada Kabupaten Tanggamus (Kabupaten ini telah mengalami pemekaran menjadi Kabupaten Pringsewu) terutamanya telah mengalami penurunan dan kenaikan populasi itik yang cukup signifikan, yaitu pada tahun 2003 - 2006, hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang berpengaruh terhadap perkembangan populasi ternak terutama di provinsi lampung dan juga disebabkan oleh permodalan yang sulit untuk diakses oleh peternak, kualitas bibit


(8)

dan produktivitas ternak di Lampung masih rendah. (Dinas peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2008). Pada tahun selanjutnya di daerah Pringsewu terjadi kestabilan dan kenaikan yang cukup baik.

Kabupaten Pringsewu merupakan sentra peternakan itik terbesar kedua setelah

Kabupaten Tulang Bawang. Kabupaten ini merupakan sentra peternakan itik yang baik dimana masyarakat yang berternak itik masih memanfaatkan cara peternakan secara tradisional (digembalakan) dan intensif (terkurung). Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pemeliharaan itik petelur tradisional dan intensif, dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Pemeliharaan Itik Petelur secara Tradisional dan Intensif

No Aspek Kegiatan Tradisional Intensif

1 Investasi yang dibutuhkan Rendah Tinggi

2 Teknologi yang dipakai Mudah Sulit

3 Efisiensi tenaga kerja Rendah Tinggi

4 Produktivitas pekerja Sangat rendah Lebih tinggi

5 Efisiensi lahan Rendah Tinggi

6 Penanggulangan penyakit Sulit Mudah

7 Pengembangan usaha Sulit Mudah

Sumber :Wasito dan Siti Rohani (1994)

Beternak secara sistem tradisional yaitu sistem pemeliharaan dimana ternak itik dilepas atau digembalakan di sawah setelah musim panen untuk mencari makanan sendiri. Produksi telurnya sangat bergantung pada ketersediaan pakan di sawah. Ternak itik yang dipelihara secara tradisional mampu menghasilkan telur ± 120-125 butir/


(9)

Beternak itik secara intensif (dikandangkan) adalah Itik tidak lagi digembalakan di sawah untuk mencari makan sendiri, tetapi pakan dan minum disediakan dalam kandang. Air untuk berenang-renang tidak disediakan sehingga itik hanya memanfaatkan energinya untuk produksi telur. Sistem intensif memiliki keuntungan yaitu produktivitas telur lebih tinggi, kesehatan dan keselamatan itik lebih terjamin serta biaya pemeliharaan lebih efisien. Sistem pemeliharaan intensif telurnya dapat mencapai lebih dari 200 – 225 butir/ekor/tahun (Sarworini, 2002).

Itik yang dikandangkan mampu menghasilkan telur yang lebih banyak dengan produksi yang lebih stabil dan lebih baik dibandingkan dengan sistem tradisional (digembalakan). Pertimbangan ekonomis lainnya untuk memelihara itik secara intensif adalah dapat menghemat tenaga. Seorang peternak dalam sistem penggembalaan hanya mampu merawat paling banyak 100 ekor itik, sedangkan dengan cara dikandangkan mampu merawat 600-1.000 ekor itik sekaligus. (Rochjat, 2000)

Pemeliharaan Ternak itik yang berada di Kabupaten Pringsewu cukup baik, dengan memanfaatkan persawahan yang ada disekitar peternakan itik tersebut dan dapat memenuhi pakan itik, yang baik bagi pertumbuhan telur dan gizinya. Populasi ternak unggas yang berada di Kabupaten Pringsewu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi Ternak Unggas di Kabupaten Pringsewu per Kecamatan tahun 2008

No Kecamatan Ayam Ayam Ras Ayam Ras Itik

Buras Petelur Pedaging

1 Pardasuka 8.776 - - 4.256


(10)

3 Pagelaran 12.039 - 10.000 2.676

4 Pringsewu 19.730 23.500 20.000 5.196

5 Gadingrejo 13.610 72.000 1.620.000 8.846

6 Sukoharjo 18.550 18.550 41.000 3.420

7 Banyumas 8.550 3.000 958

8 Adiluwih 14.871 5.000 42.200 3.840

Jumlah 108.544 119.050 1.741.200 47.248

Sumber : Kabupaten Tanggamus dalam Angka tahun 2009

Salah satu populasi ternak itik di Kabupaten Pringsewu yaitu berada di Kecamatan Ambarawa yaitu 18.056 (sistem tradisional) dan Kecamatan Gadingrejo yaitu 8.846 (Sistem Intensif). Pada Kecamatan Ambarawa memiliki persawahan yang cukup baik dan sebagian peternak menggunakan lahan sawah dengan luas 1.383,80 Ha, untuk memenuhi pakan alternatif itik. (Kecamatan Ambarawa dalam Angka, 2008)

Pengembangan usaha peternakan itik ini diharapkan dapat membantu peternak itik dalam mengelola usahanya. Permasalahan yang dihadapi peternak itik terutama modal yang kurang dalam penyediaan sarana produksi. Harga sarana produksi peternakan itik

terutama harga pakan yang merupakan komponen terbesar dari biaya produksi ternak itik. Walaupun dalam beternak itik terdapat banyak kendala dan resiko yang dihadapi, tetapi prospek dan potensi itik di Lampung sangat cerah, sehingga membuat peternak di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu tetap berusaha ternak itik tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis kelayakan finansial mengenai usaha


(11)

Analisis finansial berkaitan dengan masalah keuntungan pendapatan (revenue earning) yang diperoleh oleh suatu proyek atau usaha. Hal ini berkaitan dengan masalah apakah proyek yang bersangkutan sanggup menjamin dana yang dibutuhkan dan apakah sanggup membayar kembali serta apakah proyek tersebut bisa menjamin kelangsungan hidupnya secara finansial (Sanusi, 2000). Berkaitan pula dengan sistem yang diterapkan pada peternakan itik yaitu sistem secara tradisional dan intensif.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasi perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu layak secara finansial?

2. Apakah usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu tetap layak setelah adanya perubahan kenaikan biaya produksi, penurunan harga jual telur itik dan jumlah hasil produksi?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengetahui kelayakan finansial usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional

di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.

2. Mengetahui pengaruh adanya perubahan kenaikan biaya produksi, penurunan harga jual telur itik, dan jumlah hasil produksi terhadap kelayakan finansial usaha


(12)

peternakan itik secaran intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

1. Peternak itik, sebagai masukan dalam mengambil keputusan dan penggunaan faktor-faktor produkasi dalam pengelolaannya usaha ternaknya untuk mencapai efisiensi usaha, kelangsungan usaha dan memaksimalkan keuntungan, serta untuk mengetahui sistem pemeliharaan yang baik untuk kelangsungan pengembangan peternakannya. 2. Dinas / Instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan,

serta memberikan penyuluhan tentang pemahaman gizi itik yang baik dengan memanfaatkan pakan alternaitf yang mudah didapat disekitar peternak.


(1)

Populasi ternak itik di Provinsi Lampung cukup baik dan sangat baik untuk mengembangkan peternakan di Provinsi Lampung. Populasi ternak itik provinsi Lampung dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Ternak Itik di Provinsi Lampung Per Kabupaten / Kota tahun 2008 (ekor)

No Kabupaten/ Kota 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Kab. Lampung Barat 43,692 44,633 45,812 45,988 54,115 64,88 2 Kab. Tanggamus 112 60,77 43,329 68,415 74,634 80,094 3

Kab. Lampung

Selatan 264,35 315,58 277,55 66,618 64,457 51,04

4 Kab. Pesawaran 0 0 0 0 0 12,594

5 Kab. Lampung Timur 46,548 46,548 46,548 57,18 50,039 53,55 6

Kab. Lampung

Tengah 72,036 72,483 74,654 66,157 65,719 63,825 7 Kab. Lampung Utara 25,501 30,868 30,968 19,639 13,402 14,595 8 Kab. Way Kanan 14,52 16,985 20,837 15,634 20,202 20,587 9 Kab. Tulang Bawang 40,411 41,647 71,671 84,959 108,47 138,49 10

Kota Bandar

Lampung 5,795 6,99 6,975 6,842 6,597 6,933 11 Kota Metro 10,288 12,306 10,562 8,135 9,822 25,518 Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung tahun 2009

Pada Tabel 2 terlihat bahwa populasi ternak itik di Provinsi Lampung dari tahun 2003 sampai pada tahun 2008 mengalami fluktuasi pertumbuhan. Pada Kabupaten Tanggamus (Kabupaten ini telah mengalami pemekaran menjadi Kabupaten Pringsewu) terutamanya telah mengalami penurunan dan kenaikan populasi itik yang cukup signifikan, yaitu pada tahun 2003 - 2006, hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang berpengaruh terhadap perkembangan populasi ternak terutama di provinsi lampung dan juga disebabkan oleh permodalan yang sulit untuk diakses oleh peternak, kualitas bibit


(2)

dan produktivitas ternak di Lampung masih rendah. (Dinas peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2008). Pada tahun selanjutnya di daerah Pringsewu terjadi kestabilan dan kenaikan yang cukup baik.

Kabupaten Pringsewu merupakan sentra peternakan itik terbesar kedua setelah

Kabupaten Tulang Bawang. Kabupaten ini merupakan sentra peternakan itik yang baik dimana masyarakat yang berternak itik masih memanfaatkan cara peternakan secara tradisional (digembalakan) dan intensif (terkurung). Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pemeliharaan itik petelur tradisional dan intensif, dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Pemeliharaan Itik Petelur secara Tradisional dan Intensif

No Aspek Kegiatan Tradisional Intensif

1 Investasi yang dibutuhkan Rendah Tinggi

2 Teknologi yang dipakai Mudah Sulit

3 Efisiensi tenaga kerja Rendah Tinggi

4 Produktivitas pekerja Sangat rendah Lebih tinggi

5 Efisiensi lahan Rendah Tinggi

6 Penanggulangan penyakit Sulit Mudah

7 Pengembangan usaha Sulit Mudah

Sumber :Wasito dan Siti Rohani (1994)

Beternak secara sistem tradisional yaitu sistem pemeliharaan dimana ternak itik dilepas atau digembalakan di sawah setelah musim panen untuk mencari makanan sendiri. Produksi telurnya sangat bergantung pada ketersediaan pakan di sawah. Ternak itik yang dipelihara secara tradisional mampu menghasilkan telur ± 120-125 butir/


(3)

Beternak itik secara intensif (dikandangkan) adalah Itik tidak lagi digembalakan di sawah untuk mencari makan sendiri, tetapi pakan dan minum disediakan dalam kandang. Air untuk berenang-renang tidak disediakan sehingga itik hanya memanfaatkan energinya untuk produksi telur. Sistem intensif memiliki keuntungan yaitu produktivitas telur lebih tinggi, kesehatan dan keselamatan itik lebih terjamin serta biaya pemeliharaan lebih efisien. Sistem pemeliharaan intensif telurnya dapat mencapai lebih dari 200 – 225 butir/ekor/tahun (Sarworini, 2002).

Itik yang dikandangkan mampu menghasilkan telur yang lebih banyak dengan produksi yang lebih stabil dan lebih baik dibandingkan dengan sistem tradisional (digembalakan). Pertimbangan ekonomis lainnya untuk memelihara itik secara intensif adalah dapat menghemat tenaga. Seorang peternak dalam sistem penggembalaan hanya mampu merawat paling banyak 100 ekor itik, sedangkan dengan cara dikandangkan mampu merawat 600-1.000 ekor itik sekaligus. (Rochjat, 2000)

Pemeliharaan Ternak itik yang berada di Kabupaten Pringsewu cukup baik, dengan memanfaatkan persawahan yang ada disekitar peternakan itik tersebut dan dapat memenuhi pakan itik, yang baik bagi pertumbuhan telur dan gizinya. Populasi ternak unggas yang berada di Kabupaten Pringsewu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi Ternak Unggas di Kabupaten Pringsewu per Kecamatan tahun 2008

No Kecamatan Ayam Ayam Ras Ayam Ras Itik

Buras Petelur Pedaging

1 Pardasuka 8.776 - - 4.256


(4)

3 Pagelaran 12.039 - 10.000 2.676

4 Pringsewu 19.730 23.500 20.000 5.196

5 Gadingrejo 13.610 72.000 1.620.000 8.846

6 Sukoharjo 18.550 18.550 41.000 3.420

7 Banyumas 8.550 3.000 958

8 Adiluwih 14.871 5.000 42.200 3.840

Jumlah 108.544 119.050 1.741.200 47.248

Sumber : Kabupaten Tanggamus dalam Angka tahun 2009

Salah satu populasi ternak itik di Kabupaten Pringsewu yaitu berada di Kecamatan Ambarawa yaitu 18.056 (sistem tradisional) dan Kecamatan Gadingrejo yaitu 8.846 (Sistem Intensif). Pada Kecamatan Ambarawa memiliki persawahan yang cukup baik dan sebagian peternak menggunakan lahan sawah dengan luas 1.383,80 Ha, untuk memenuhi pakan alternatif itik. (Kecamatan Ambarawa dalam Angka, 2008)

Pengembangan usaha peternakan itik ini diharapkan dapat membantu peternak itik dalam mengelola usahanya. Permasalahan yang dihadapi peternak itik terutama modal yang kurang dalam penyediaan sarana produksi. Harga sarana produksi peternakan itik

terutama harga pakan yang merupakan komponen terbesar dari biaya produksi ternak itik. Walaupun dalam beternak itik terdapat banyak kendala dan resiko yang dihadapi, tetapi prospek dan potensi itik di Lampung sangat cerah, sehingga membuat peternak di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu tetap berusaha ternak itik tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis kelayakan finansial mengenai usaha


(5)

Analisis finansial berkaitan dengan masalah keuntungan pendapatan (revenue earning) yang diperoleh oleh suatu proyek atau usaha. Hal ini berkaitan dengan masalah apakah proyek yang bersangkutan sanggup menjamin dana yang dibutuhkan dan apakah sanggup membayar kembali serta apakah proyek tersebut bisa menjamin kelangsungan hidupnya secara finansial (Sanusi, 2000). Berkaitan pula dengan sistem yang diterapkan pada peternakan itik yaitu sistem secara tradisional dan intensif.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasi perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu layak secara finansial?

2. Apakah usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu tetap layak setelah adanya perubahan kenaikan biaya produksi, penurunan harga jual telur itik dan jumlah hasil produksi?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengetahui kelayakan finansial usaha peternakan itik secara intensif dan tradisional

di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.

2. Mengetahui pengaruh adanya perubahan kenaikan biaya produksi, penurunan harga jual telur itik, dan jumlah hasil produksi terhadap kelayakan finansial usaha


(6)

peternakan itik secaran intensif dan tradisional di Kecamatan Ambarawa dan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

1. Peternak itik, sebagai masukan dalam mengambil keputusan dan penggunaan faktor-faktor produkasi dalam pengelolaannya usaha ternaknya untuk mencapai efisiensi usaha, kelangsungan usaha dan memaksimalkan keuntungan, serta untuk mengetahui sistem pemeliharaan yang baik untuk kelangsungan pengembangan peternakannya. 2. Dinas / Instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan,

serta memberikan penyuluhan tentang pemahaman gizi itik yang baik dengan memanfaatkan pakan alternaitf yang mudah didapat disekitar peternak.