Peningkatan Produksi Centellosida pada Pegagan (Centella asiatica) Melalui Pemberian Fosfor dan Metil Jasmonat dengan Umur Panen yang Berbeda

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pengetahuan tentang tanaman obat yang ada di wilayah Nusantara
bersumber dari pewarisan pengetahuan secara turun-temurun, dan terus-menerus
diperkaya dengan pengetahuan dari luar Nusantara, khususnya dari Cina dan
India. Tumbuhan obat yang secara turun-temurun didomestikasi dan dipelihara di
sudut-sudut kebun mulai terlantar, dilupakan dan dibersihkan, akibatnya
masyarakat pada umumnya tidak mengenal tanaman obat dan penggunaannya
sebagai obat (Winarto dan Surbakti, 2004; Nurliani, Susi dan Mardiana, 2008).
Hal serupa tidak terjadi di negara-negara tetangga kita seperti Jepang, Cina,
Taiwan, Hongkong, Korea dan negara-negara Timur lain.

Negara-negara ini

peduli untuk melakukan konservasi tanaman obat. Jepang memberi perhatian
terhadap kesinambungan tanaman obat dan aromatik serta berusaha untuk
pemanenan tanaman obat yang berkelanjutan. Salah satu tanaman liar yang

dimanfaatkan dari alam secara luas adalah Centella asiatica . Jepang mengimport
tanaman obat dan aromatik dari China dan India. China merupakan eksportir
terbesar untuk tanaman obat dan aromatik (Asian Scientist, 2012). Upaya-upaya
pelestarian dan pemanfaatan tanaman obat memang nyata ada tetapi sangat
terbatas dan dampaknya sangat kecil dibandingkan kebutuhan yang ada (Cravotto
et al., 2010).

Tumbuhan pegagan masih dikategorikan sebagai tumbuhan liar yang
belum mengalami domestikasi. Kandungan kimia yang sudah diketahui, antara

Universitas Sumatera Utara

2

lain: mengandung beberapa senyawa saponin, termasuk asiatikosida (Matsuda, et
al., 2001). Senyawa bioaktif asiatikosida dapat mempercepat proses penyembuhan

luka dan berguna dalam pengobatan kusta dan TBC (Mangas, et al., 2006;
Mangas, et al., 2008; Mangas, et al., 2009). Pegagan bersifat mendinginkan,
memiliki fungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh

kencing (diuretika), penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan
(haemostatika), meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik, antispasma,
antiinflamasi, hipotensis, insektisida, antialergi dan stimulan. Saponin juga dapat
menghambat produksi jaringan bekas luka yang berlebihan (menghambat
terjadinya keloid) (Mangas, et al., 2008).
Sampai saat ini pegagan masih dipanen dari alam, dan untuk mendukung
pengembangan pegagan dalam skala luas perlu didukung dengan usaha budidaya
dan untuk menghasilkan produk pegagan yang bermutu diperlukan bahan tanaman
yang terjamin tingkat produksi dan mutunya (Ghulamahdi, dkk., 2007,
Ghulamahdi, dkk., 2010, Noverita, 2006, Nurliana, dkk., 2008).

Tumbuhan

pegagan (Centella asiatica (L). Urban) sudah saatnya untuk dibudidayakan karena
banyak jamu racikan yang rnengandung herba pegagan (Sembiring, 2007;
Wijayakusuma dan Dalimartha, 2005; Winarto dan Surbakti, 2004). Kebutuhan
pegagan (Centella asiatica ) mencapai 100 ton, PT. Sidomuncul mencapai 2 – 3
ton/bln. Komoditas pegagan (Centella asiatica ), termasuk herba liar yang tumbuh
di pekarangan, kebun atau di bawah tegakan hutan. Kebutuhan akan pegagan
pada pabrik lokal mencapai 25 ton per tahun dan yang sanggup dipasok hanya

sebesar 4 ton per tahun. Tidak hanya tanaman liar yang masih diburu dari alam
bebas, beberapa biofarmaka yang telah dibudidayakan pun banyak yang belum

Universitas Sumatera Utara

3

mampu memenuhi permintaan pasar domestik (Pusat Studi Biofarmaka IPB,
2005; Redaksi Herba, 2003).
Kendala-kendala yang dihadapi industri obat herbal (agromedisin)
Indonesia adalah budidaya tanaman, masalah ketidakseragaman mutu bahan
sehingga memberikan dampak pada mutu produk yang berbeda-beda, proses
produksi,

penelitian

dan

pengembangan


produk

maupun

pemasarannya

(Ghulamahdi, dkk., 2007; Sutardi, 2008; Nurliani dkk., 2008; Redaksi Herba.
2003).
Secara agribisnis, pegagan dapat dijadikan sebagai satu komoditas yang
mempunyai prospek menjanjikan, hal ini disebabkan adanya indikasi positif bagi
peluang usaha biofarmaka, dimana permintaan meningkat setiap tahunnya untuk
kebutuhan obat di dalam negeri maupun ekspor ke luar negeri (Pusat Studi
Biofarmaka IPB, 2005; Ghulamahdi, dkk., 2007; Redaksi Herba, 2003; Redaksi
Agromedia, 2008).
Pada penelitian eksplorasi terhadap tumbuhan pegagan sebelumnya
Noverita dan Siregar (2010), Noverita, Siregar dan Napitupulu (2012)
memperoleh kandungan asiatikosida pada aksesi pegagan yang diuji berturut-turut
sebagai berikut aksesi Pantai labu Deli Serdang (2,38%), Kabanjahe (1,43%),
Medan (1,38%), Berastagi (1,38%), Samosir dengan naungan (0,28%) dan aksesi
Samosir tanpa naungan (0,24%). Berdasarkan hasil survei tersebut, kandungan

asiatikosida tertinggi terdapat pada pegagan dataran rendah yaitu aksesi Pantai
Labu.

Pada penelitian ini diperoleh ada kaitan unsur fosfor (P) terhadap

kandungan asiatikosida pegagan. Hasil analisis kimia tanah, kandungan P pada
tanah Pantai Labu Deli Serdang 31,30 ppm (sangat tinggi), Medan 15,60 ppm

Universitas Sumatera Utara

4

(sedang), Kabanjahe 14,25 ppm (sedang), Samosir 9,97 ppm (sedang), dan
Berastagi 3,03 ppm (rendah). Hal ini dikaitkan dengan senyawa fosfat yang kaya
energi menjadi perantara fosforilasi transfer energi dalam proses pertumbuhan
organ tanaman dan dalam menghasilkan metabolit sekunder (Kim, et al., 2010).
Peningkatan ketersediaan P dapat diusahakan dengan pemberian pupuk
P2O5. Ghulamahdi, dkk., (2007) menyatakan di dataran tinggi, pemberian pupuk
P dapat menurunkan panjang tangkai bunga induk, meningkatkan nilai warna
daun, bobot tangkai daun, sulur daun, bobot panen, dan kandungan asiatikosida.

Bobot panen tertinggi diperoleh pada perlakuan 72 kg P2O5/ha, sedangkan
kandungan asiatikosida tertinggi diperoleh pada perlakuan 36 kg P2O5/ha.
Di daerah dataran rendah dengan jenis tanah Latosol, pemupukan P dapat
menurunkan jumlah daun, panjang sulur dan panjang tangkai bunga induk, namun
meningkatkan panjang tangkai daun pada pegagan umur 2 bulan dan
meningkatkan bobot sulur daun tetapi tidak mempengaruhi warna daun. Bobot
panen tertinggi diperoleh pada perlakuan 108 kg P2O5/ha, sedangkan kandungan
asiatikosida tertinggi diperoleh pada 36 kg P2O5/ha (Ghulamahdi, dkk., 2007;
Sutardi, 2008).
Elisitor adalah istilah yang digunakan pada bahan kimia dari berbagai
sumber, biotik atau abiotik, serta faktor-faktor fisik, yang dapat memicu respon
dalam organisme hidup yang dihasilkan dalam akumulasi metabolit sekunder.
Metil jasmonat (MJ) merupakan salah satu elisitor yang digunakan secara luas dan
banyak memodulasi peristiwa fisiologis pada tumbuhan tingkat tinggi. Metil
jasmonat dan turunannya telah diusulkan menjadi senyawa sinyal kunci dalam
proses elisitasi menuju akumulasi metabolit sekunder (Lambert et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara

5


Waktu pemanenan yang tepat akan menghasilkan simplisia yang
mengandung bahan berkhasiat yang optimal. Kandungan kimia dalam tumbuhan
tidak sama sepanjang waktu dan akan mencapai kadar optimum pada waktu
tertentu (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 2010).
Kim et al., (2005) menunjukkan bahwa tingkat perkembangan mRNA
CabAS (C. asiatica , β-amyrin sintase) pada daun mencapai puncaknya di usia 2-3
minggu dan menurun setelah 4 minggu, akan tetapi kandungan asiatikosida daun
meningkat dari waktu ke waktu.
Produsen makanan kesehatan Herba Penawar Al-Wahida (HPA) seperti
produk Health-B, pegagan yang digunakan cukup matang dan tidak terlalu tua,
dipanen pada umur 2 bulan 15 hari, untuk mendapatkan kandungan bahan aktf
yang tinggi (Herba Penawar Al-Wahida, 2011). Persyaratan suatu simplisia
terhadap kandungan asiatikosidanya tidak boleh kurang dari 0,9 % (Ghulamahdi
dkk, 2010). Hal ini dapat dicapai dengan mengatur waktu panen, pemupukan
fosfor yang tepat dan pemberian metil jasmonat sehingga diharapkan dapat
meningkatkan produksi asiatikosida.
Bertitik tolak dari hal di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih
jauh pengaruh fosfor dan elisitor metil jasmonat pada umur panen pegagan yang
berbeda terhadap kandungan centellosida (asiatikosida, madekasosida, asam

asiatik) dan produksi biomas pegagan. Dengan demikian dapat diketahui respon
tanaman terhadap dosis fosfor dan metil jasmonat yang diberikan serta umur
panen yang tepat untuk memperoleh kandungan asiatikosida, pertumbuhan dan
produksi pegagan yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

6

1.2. Perumusan Masalah
1. Permintaan yang tinggi akan simplisia yang dikumpulkan dari tumbuhan liar
akan berakibat tumbuhan itu akan menjadi langka atau bahkan terancam
punah. Untuk memperoleh simplisia dengan kualitas yang seragam
(terstandardisasi) maka langkah budidaya sangat diperlukan.
2. Adanya bahan tanaman pegagan yang potensial dari Sumatera Utara dengan
kandungan dan produksi centellosida yang tinggi.
3. Optimalisasi kandungan dan produksi centellosida pegagan perlu dilakukan
beberapa tindakan agronomis melalui pemberian fosfor untuk mempengaruhi
fisiologis dan metabolisme sekunder khususnya biosintesis centellosida.
4. Tindakan elisitasi dengan metil jasmonat untuk memicu ke arah metabolisme

sekunder dalam kaitannya dengan biosintesis centellosida.
5. Umur panen yang tepat untuk produksi suatu jenis centellosida.
6. Perlu diketahui interaksi diantara fosfor, metil jasmonat dengan umur panen
yang berbeda.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Memperoleh dosis fosfor yang tepat untuk memperoleh produksi dan
kandungan centellosida pegagan yang terbaik.
2. Mengetahui konsentrasi hormon metil jasmonat yang tepat untuk
memperoleh produksi dan kandungan centellosida pegagan yang terbaik.
3. Mengetahui umur panen yang tepat untuk memperoleh produksi dengan
kandungan centellosida yang terbaik.
4. Mengetahui interaksi dosis fosfor dan konsentrasi metil jasmonat terhadap
produksi dengan kandungan centellosida.

Universitas Sumatera Utara

7

5. Mengetahui interaksi dosis fosfor dan umur panen terhadap produksi dan
kandungan centellosida.

6. Mengetahui interaksi konsentrasi metil jasmonat dan umur panen terhadap
produksi dan kandungan centellosida.
7. Mengetahui interaksi dosis fosfor, konsentrasi metil jasmonat dan umur
panen terhadap produksi dengan kandungan centellosida.
1.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pemberian fosfor meningkatkan produksi dan kandungan centellosida
pegagan.
2. Pemberian elisitor metil jasmonat meningkatkan kandungan centellosida.
3. Umur panen yang lebih lama akan

meningkatkan produksi dan

mempengaruhi kandungan centellosida pegagan.
4. Ada efek interaksi dosis fosfor dan konsentrasi metil jasmonat terhadap
pertumbuhan, produksi dan kandungan centellosida pegagan.
5. Ada efek interaksi dosis fosfor dan umur panen terhadap kandungan dan
produksi centellosida.
6. Ada efek interaksi konsentrasi metil jasmonat dan umur panen terhadap
kandungan dan produksi centellosida.

7. Ada efek interaksi dosis fosfor, konsentrasi metil jasmonat dan umur
panen terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan centellosida
pegagan.

Universitas Sumatera Utara

8

1.5. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi teknik budidaya
pegagan dengan pemberian fosfor, metil jasmonat dan umur panen yang
tepat sehingga dihasilkan sediaan herbal dengan produksi dan kandungan
centellosida yang terbaik, memberi manfaat bagi fitofarmaka.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang pegagan.
1.6. Luaran Penelitian
1. Bahan tanaman potensial, yang memiliki produksi dan kandungan
centellosida terbaik daripada tumbuhan yang tumbuh liar di alam.
2. Teknik budidaya pegagan untuk menghasilkan pertumbuhan, produksi dan
kandungan centellosida yang terbaik.

Universitas Sumatera Utara

9

Pegagan (Centella asiatica )

Permasalahan:
1. Kebutuhan yang besar akan
bahan baku obat
2. Bahan baku yang berkualitas
3. Dipanen dari alam dapat
menyebabkan terancamnya
plasma nutfah

Eksplorasi dan persiapan bahan
tanaman

Budidaya pegagan

1.Upaya pelestarian tanaman obat

2.Mengandung metabolit
sekunder (asiatikosida ↑)
3.Tumbuhan berkhasiat:
revitalisasi tubuh, kusta, daya
ingat, asma, anti pikun, wasir,
anti inflamasi, depresi,
menghambat keloid, ↑sirkulasi
darah, kecantikan dan lain-lain.

Seleksi:
Kandungan asiatikosida
tinggi

1.Pemberian pupuk fosfor
2.Metil jasmonat

3.Umur panen ?

Indikator:
1.Kandungan asitikosida ↑
2.Produksi biomassa ↑

Paket teknologi budidaya
pegagan

Obat herbal berkualitas

Gambar 1.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Universitas Sumatera Utara