Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

ABSTRAK
Debitor tidak mampu mengembalikan utang kepada kreditor separatis, maka
kreditor separatis dapat melakukan upaya hukum dengan melelang objek hak
tanggungan. Tetapi terdapat kemungkinan pula kreditor separatis pemegang hak
tanggungan mengajukan permohonan pailit kepada debitor pemberi hak tanggungan.
Namun dalam kasus ini kreditor separatis (PT. Bank DBS Indonesia), tidak
mempermasalahkan adanya kepailitan. Sehingga dari latar belakang ini dapat
dirumuskan beberapa masalah yaitu Bagaimana hak suara kreditor separatis dalam
persetujuan pengajuan upaya perdamaian menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Mengapa
kedudukan kreditor separatis tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan
upaya perdamaian dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Apakah yang menjadi dasar
Mahkamah Agung memandang penting untuk memperhatikan kedudukan hak suara
kreditor separatis dalam pengambilan keputusan upaya perdamaian.
Untuk meneliti permasalahan tersebut maka digunakanlah penelitian yuridis
normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang berkaitan dengan
hak suara kreditor separatis dalam proses pengajuan upaya perdamaian menurut
undang-undang 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Hak suara kreditor separatis

dalam persetujuan pengajuan upaya perdamaian dalam kepailitan berdasarkan Pasal
149 UUK dan PKPU pada prinsipnya tidak berhak mengeluarkan suara berkenaan
dengan rencana perdamaian kecuali jika kreditor separatis telah melepaskan haknya
untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan
suara tentang rencana perdamaian tersebut, sehingga kreditor separatis tersebut akan
memiliki hak yang sama dengan kreditor konkuren lainnya. Latar belakang ketiadaan
hak suara kreditor separatis dalam pengambilan keputusan rencana perdamaian dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang sesuai Risalah Pembahasan RUU tersebut yaitu untuk
membatasi kebebasan kreditor separatis karena kedudukan hak suaranya sudah sangat
kuat dan dapat mengeksekusi atau menjual atau menarik objek jaminannya kapan saja
seolah-olah tidak terjadi kepailitan, sehingga dibatasi dan tidak boleh memiliki hak
suara dalam pengambilan keputusan dalam rencana perdamaian. Pandangan
Mahkamah Agung terhadap hak suara kreditor separatis dalam pengambilan
keputusan upaya perdamaian masing-masing saling berbeda dan tidak konsisten
dalam menafsirkan ketentuan Pasal 149 UUK dan PKPU. Dasar Mahkamah Agung
pada tingkat kasasi (vide: Putusan MA Nomor 445 K/Pdt.Sus/2011) tidak
memandang penting untuk memperhatikan kedudukan hak suara kreditor separatis
dalam pengambilan keputusan upaya perdamaian bila didasarkan pada prinsip
kepastian hukum. Putusan MA dalam hal ini tidak menimbulkan kepastian hukum

bagi para pihak. Sesungguhnya Pasal 149 UUK dan PKPU telah menentukan secara
vi
Universitas Sumatera Utara

pasti tanpa alasan apapun yang menjadi dasar pertimbangan MA pada kasasi
sedangkan dasar pertimbangan MA pada Peninjauan Kembali (vide: Putusan
Mahkamah Agung Nomor 62 PK/Pdt.Sus/2012) justru memandang penting untuk
memperhatikan kedudukan hak suara kreditor separatis dalam pengambilan
keputusan upaya perdamaian didasarkan pada penafsiran atas kecemasan terhadap
kreditor separatis (PT. Bank DBS Indonesia) mengeksekusi hak jaminannya sewaktuwaktu sehingga merugikan kreditor lain, apalagi PT. Bank DBS Indonesia tidak hadir
dan bahkan tidak memberikan alasan apapun secara sah dalam rapat kreditor.
Diharapkan Hakim Pengadilan niaga dalam pengesahan rencana perdamaian
mempertimbangkan hak suara kreditor separatis. Pengambilan keputusan menyetujui
rencana perdamaian hendaknya mempertimbangkan juga hak suara kreditor separatis.
Agar kepada majelis hakim khususnya MA yang mengadili perkara ini harus
konsisten dan mengurangi disparitas legal opinion dengan tetap berpedoman pada
Pasal 149 UUK dan PKPU.
Kata Kunci : Kepailitan, Suara Kreditor Separatis Dan Upaya Perdamaian

vii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
If the debtor is not able to repay the debt owed to creditors separatist, then
secure creditor can take legal actions by auctioning object security rights. But there
is also the possibility of separatist creditor security rights holders file for bankruptcy
debtors assigning dependents. But in this case the secure creditor (PT. Bank DBS
Indonesia), did not make their bankruptcy. So from this background can be
formulated some problems, How to secure creditor voting rights in peace efforts
submission approval by Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of
Payment. Why is the position of the secure creditor does not have a vote in the
decision making peace efforts in Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of
Payment. What is the basis of the Supreme Court considers it important to pay
attention to the position of creditors voting rights in decision-making separatist peace
efforts.
To investigate these problems it is used normative juridical research, ie
research which refers to the legal norms relating to secure creditor sound right in the
process of peace efforts for filing by law number 37 of 2004 on bakruptcy and delay
debt obligation.
Based on the survey results revealed that the voting rights secure creditor in

the approval of the filing of the peace efforts in bankruptcy under Article 149 Labor
Law and PKPU in principle no right noises with regard to the peace plan unless the
secure creditor has waived his right to precedence in the interests of the bankruptcy
estate prior to the voting on the peace plan, so that the secure creditor will have the
same rights as other concurrent creditors. However, the provisions of Article 281
paragraph (1) Labor Law and PKPU to the consent of the majority of secure creditor
is absolute. Because even if all creditors agreed with concurrent peace, but if the
majority of separatist creditor to reject peace, the peace plan must be rejected. The
background of the absence of voting rights secure creditor in decision making peace
plan in Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment in accordance
Minutes of Discussion of the bill is to restrict the freedom of secure creditor because
of the position of the right voice is very powerful and can execute or sell or
interesting objects bail anytime as if nothing happened bankruptcy, so it is limited
and should not have a vote in the decision-making of the peace plan. In essence, this
restriction in accordance with the philosophy of bankruptcy in order to distribute the
assets of the debtor bankrupt division is "fair and equitable and balanced" in
accordance with the capacity of the creditors. The views of the Supreme Court to
secure creditor voting rights in decision making peace efforts each is different and
inconsistent in interpreting the provisions of Article 149 Labor Law and PKPU.
Basic Supreme Court on appeal (vide: Supreme Court Decision No. 445 K / Pdt.Sus /

2011) is not it important to pay attention to the position of the voting rights in
decision-making separatist creditor if peace efforts based on the principle of legal
certainty. The Supreme Court decision in this case does not give rise to legal
certainty for the parties. Indeed, Article 149 Labor Law and PKPU have determined

viii
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Kedudukan Upah Buruh Dalam Kepailitan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 Dalam Kajian Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1 7 16

HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SEBAGAI PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DAN UNDANG-UNDAN.

0 0 1

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 32

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 1 32

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 1 7

HAK SUARA KREDITOR SEPARATIS DALAM PROSES PENGAJUAN UPAYA PERDAMAIAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TESIS

0 0 17

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16