Pembagian Waris Menurut Hukum Adat Masyarakat Suku Akit (Studi di Kecamatan Rupat Utara, Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau)

ABSTRAK
Suku Akit mengenal adanya pembagian warisan berdasarkan garis kelurunan.
Masyarakat Suku Ak il menganut sislem kelurunan Pa/rineal, ya ng mana kedudukan anak
laki-Iaki lebih berperan dibandingkan kedudukan wa nila da lam pewa ri sa n. Anak laki- Iaki
yang berhak mewaris dikarcnakan anak lak i-Iak i nantin ya dianggap sebaga i penerus
keluarganya, lebi!> berharga dan lebih linggi kedudukannya daripada anak perempuan.
Namun, dalam kenyataannya didalam pembagian warisan masyarakat Suku Akit ya ng
memiliki sistem Pa/rineal, membagikan harta wa ri sa n kepada anak perempuan.
Seharusnya anak laki- Iak i saja ya ng mendapatkan harta warisan, sedangkan anak
perempuan tidak mendapatkan harta warisan.
Permasa lahan dalam penelilian ini ada lah apakah Masyarakal Suku Akit di Pulau
Rupal merupakan masyarakat hukum adal, bagaimanakah pembagian waris menurut
hukum adat masya rakat suku Ak il di Kecamatan Rupat Utara Pulau Rupat Kabupaten
Bengka lis Proyinsi Ri au dan bagaimanakah upaya pen yelesaian sengkela waris adat
Masyarakal Suku Akit di Kecamalan Rupat Utara Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis
Proyinsi Riau. Adapun jenis pene litian ini dengan menggunakan pene lilian hukum
yur id is empiris yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan sumber data
beru pa data primer dan data sekunder. Tekhnik pengumpu lan data dalam penclian in i
ada lah obserYasi, wawancara, kui sio ner dan kajian kepustakaan ya ng kemudian ditarik
kesimpulan dengan mcnggunakan induktifkualitatif.
Berdasarkan has il penclilian dapat d isimpulkan bahwa Masyarakal suku Akit sudah

dapat d ikategorika n sebaga i Masyarakal hukum Adat, ha l in i bisa dilihat dari segi
filosofis. dan segi sosiologis dari keberadaan masyakarat hukum Adat terse but. Namun
j ika di telaah dari segi yuridis, Masyarakal suku Akit belum sepen uhnya memenuhi salah
satu syarat se bagai Masyarakat Hukum Adat sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehulanan Jun/o Peraturan Me nteri Da lam Negeri Nomor
52 Tahun 20 14 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
ya itu mengenai wi layah hukum Adat yangjelas ya itu berupa tanah adat atau tanah ulayat,
karena dengan adanya tanah ulayat atau tanah adat terlihatlah identitas masyarakat
huk um Adat itu se hingga eksistensi keberadaan masyarakat hukum Adat itu ada,
sehingga hal ini mengakibatkan tidak ada jaminan perl indungan hukum da n kepastian
hukum bagi masyarakat Suku Akit dalam melaksanakan hak-haknya se bagai masya rakat
hukum Adal. Pembagian waris adat Masyarakat suku Akit d ilaksanakan pada hari ke 7
(tujuh) setelah pewaris meninggal dunia. Pembagian warisan dilakukan dengan 3 (tiga)
cara yaitu hiba h (peninggal aeh he/a) yang dilakuka n o leh Pewaris semasa hidupnya,
melalui wasiat yang dit inggalkan pewaris kepada se lu ruh ahli waris dan pembagian
waris setelah pewaris meningga l dunia. Upaya penyelesaian sengketa dalam hal
pembagian harta warisan bagi masyarakat adat Suku Akit dilakukan dengan 2 (dua) cara
yaitu: a. Musyawarah (hapa/lbehonding) keluarga yang dipimpin o leh anak laki-Iaki
tertua dengan di hadiri o leh sel uruh Ahli Waris, serta Wali dan Wari s, b. Musyawarah
(hapa/lbehonding) Adat yang dilakukan oleh Kelua Adat Masyarakat Suku Akit yaitu

Ba/hin d irumah Adat maupun dirumah ahli waris.
Kata Kunei

: Pembagian, Waris, Suku Akit

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Akilnese recognize the inheritance distribution based on line of descent. They
adhere to Patrilineal system in which sons play more important roles than daughters
regarding inheritance. Sons have the rights to inherit because they continue their
Jamily line, are considered to worth more, and have higher position than daughlers.
L@ despile (he PaJrilineal system adhered by the Akilnese, lhey
However, in ーイセ」Gゥ・
distribute Iheir inheritance 10 their daughters. Inheritance is supposedly given only 10
sons while daughters do not receive any of it.

The research problems are whether the Akilnese in Rupat Island are classified
into cus/omary law community. how inheritance is distributed according to Akilnese


customary laws in Rupat Utara Sub-district, Rupat Island, Bengkalis District, Riau
Province, and how a dispute over inheritance is sellied according to Akitnese

Customary Laws in Rupat Utara Sub-district, Rupat Island, Bengkalis District, Riau
Province. This is a judicial empirical research with descriptive analysis using data
resources consisting ofprimary and secondary data. The data collecting technique in
this research is observation, interviews, questionnaires, and library study which are

then followed by drawing a conclusion using inductive qualitative method
Based on the research results, it can be concluded that Akitnese is eligible to
be categorized into Customary Law Community. This can be viewed from

physiological and sociological aspects of the existence of the customary law
community. However, when observed from judicial point of view, Akitnese has not
fully met one of the requirements to be categorized into Customary Law Community

as stipulated in the Law No.4/1I999 regarding Forestry in conjunction with the
Regulations oj Ministry oj Domestic Affairs No. 5212014 regarding Orientation Jor
Recognition and Protection of Customary Law Community,namely regarding the


clear law area such as adat land Adat land clarifies the identity of cust'omary law
community; its existence indicates that customary law community exists. Therefore,

there is not any guarantee of legal protection and certainty Jor Akilnese people in
practicing their rights as the customary law community. Inheritance distribution
according to Akitnese customary law is held on the seventh. day after the inheritor
passed away. It is performed in three ways, namely grant (peninggal aeh heta J by

the testator during hislher life, through will and testament left Jor all heirs, and
distribution after testalor passes away. The efforts to sel/ie the dispute over
inheritance distribution for Ihe Akitnese are taken with two ways, namely: Q.

musyawarah or a meeting leading to consensus ('hapatlbehonding J among Jamily
members which is led by the oldest son and aI/ended by all heirs as well as the
guardians oj the heirs, b. musyawarah held by the Leader of the Akilnese called
'bathin ' at adat house or the heirs ' house.
Keywords: d

ゥウ エイ


ゥ 「オエ

ゥッョセ@

Inheritance, A killlese Ethnic Group

Universitas Sumatera Utara