Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bencana merupakan suatu kejadian dan fenomena baik alam non alam dan sosial
yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan
kehidupan yang tidak sesuai dengan hal yang semestinya. Dengan kata lain telah terjadi
proses perubahan struktur alam ataupun paradigma dan pola fikir manusia sehingga
rentan terjadinya kejadian tersebut. Oleh sebab itu, kemampuan kesesuaian tata ruang
dan wilayah perlu adanya perbaikan dan pengkajian ulang dalam proses perbaikan
dalam pembangunan baik pembangunan fisik dan mental yang ada di lingkungan
masyarakat. Sedangkan longsor atau erosi merupakan salah satu jenis gerakan massa
tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Hal ini terjadi dikarenakan
degradasi lahan.
Degradasi lahan adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan
kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi tanah adalah antara lain, faktor alami dan
faktor manusia. Faktor alami mencakup areal berlereng curam, tanah mudah rusak,
erosi, kebakaran hutan, curah hujan yang intensif. Sedangkan faktor manusia yaitu
perubahan


populasi,

marjinalisasi

penduduk,

kemiskinan

penduduk,

masalah

kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial dan
ekonomi, deforestrasi dan pengembangan pertanian yang tidak tepat. Ancaman

Universitas Sumatera Utara

degradasi lahan yang lain adalah erosi. Erosi tanah merupakan penyebab kemerosotan
tingkat produktivitas lahan DAS bagian hulu dan kualitas lahan kritis semakin meluas.

Penggunaan lahan di atas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi
dan perbaikan kondisi lahan sering menyebabkan degradasi lahan. Misalnya lahan
didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami
alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana
erosi dan atau tanah longsor. Erosi tanah oleh air di Indonesia (daerah tropis),
merupakan bentuk degradasi lahan yang sangat dominan. Problem degradasi tanah dan
lingkungan umumnya lebih parah di daerah-daerah tropis daripada daerah temperate, di
daerah kering daripada daerah basah, di daerah iklim panas daripada daerah dingin.
Diperkirakan diseluruh dunia tanah terdegradasi sekitar 2 milyar hektar dan 75%
berada di daerah tropis. Degradasi tanah dapat disebabkan oleh banyak proses, termasuk
erosi tanah yang dipercepat, salinasi, kerusakan karena pertambangan dan aktivitas
perkotan, serta pengembalaan berlebih dan kontaminasi dari polutan industri. Terhitung
di Indonesia 2 tahun terakhir (2014-2015) sudah terjadi beberapa fenomena yang terjadi
menurut catatan BNPB Nasional sebanyak 480 bencana longsor dan erosi. Ini sebagian
besar terjadi dikarenakan bentuk wilayah dan tekstur tanah yang berbukit dan berlereng
dan juga ada beberapa wilayah yang terjadi akibat adanya perubahan kesesuian lahan
dan kemampuan lahan yang disebabkan oleh prilaku dan kegiatan illegal manusia yang
diluar dari aturan dan konteks menurut RTRW dan RDTR.

Jika dilihat keadaan


Sumatera Utara di antaranya:

Universitas Sumatera Utara

1.

Topografi/ Kemiringan lereng
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari wilayah pegunungan, perbukitan dan

dataran rendah. Wilayah pegunungan dan perbukitan dengan kemiringan lereng lebih
dari 30 % berada di tengah, membujur searah dengan Danau Toba (dari arah barat lauttenggara). Sedangkan wilayah dataran rendah menempati daerah di bagian timur dan
pesisir barat.
2.

Geologi
Pola struktur geologi di wilayah Sumatera Utara sangat dipengaruhi oleh dua

elemen tektonik aktif yaitu sistem sesar/patahan Sumatera dan busur magmatik Bukit
Barisan. Arah struktur geologi tersebut diantaranya ditunjukan oleh sesar/patahan

Sibolga yang umumnya berarah barat laut-tenggara dan di beberapa lokasi hampir
berarah timur laut-barat daya. Bidang-bidang kekar di zona sesar Sibolga menunjukan
tiga pola arah utama dan di beberapa tempat memperlihatkan pergeseran-pergeseran
kecil, sehingga dapat menjadi indikator bahwa wilayah ini rawan terhadap kemungkinan
terjadinya runtuhan batuan dan longsoran tanah.
3.

Curah hujan
Kondisi klimatologi di Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi oleh keadaan angin

dan curah hujan. Suhu udara di wilayah Sumatera Utara berkisar antara 18-32°C, yang
bervariasi sesuai dengan ketinggian tempat. Musim penghujan berlangsung antara bulan
September hingga Februari dan musim kemarau berlangsung antara bulan Maret hingga
Agustus. Curah hujan tahunan rata-rata tercatat sebesar 2.100 mm. Pada wilayah kering,
curah hujan tahunan rata-rata kurang dari 1.500 mm yang tercatat di beberapa bagian
wilayah Simalungun, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara, sedang curah hujan tinggi

Universitas Sumatera Utara

berkisar antara 2.000 sampai 4.500 mm berlangsung sepanjang tahun di daerah Asahan,

Dairi, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias, Tapanuli Tengah, dan
sebagian besar Tapanuli Selatan.
4.

Penggunaan lahan/vegetasi
Penggunaan lahan berupa hutan maupun belukar sebagai kawasan lindung

mengelompok di bagian tengah wilayah Sumatera Utara terutama di Bukit Barisan,
termasuk di P. Nias dan P. Tanabala. Areal persawahan, permukiman dan perkebunan
menyebar di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi yang umumnya disekitar
jalan dengan asesibilitas yang mudah. Kawasan untuk budidaya memang berada di
pantai timur. Rawa-rawa banyak terdapat di hilir sungai di bagian pantai timur.
Kemudian, fokus terhadap Kabupaten Simalungun. Berdasarkan wilayah dan
administratifnya maka dapat dilihat. Kabupaten Simalungun terletak di antara
02’36,03’1 lintang utara dan 98’32-99’35 bujur timur Kecamatan yang paling luas
adalah Kecamatan Tanah Jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil
luasnya adalah Kecamatan Dolog Pardamean dengan luas 9.045 ha. Secara batas
wilayah Kabupaten Simalungun berbatasan dengan 7 Kabupaten/Kota yang berada di
kawasan danau Toba, secara lebih rinci Kabupaten Simalungun berbatasan dengan:
Sebelah Utara: Kab. Deli Serdang dan Kab. Serdang


Bedagai Sebelah Timur :

Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara Sebelah Selatan : Kabupaten Tobasa
Sebelah Barat: Kabupaten Karo. Dengan jumlah 31 kecamatan. Menurut data BPBD
Kabupaten Simalungun 5 tahun terakhir ini (2010-2015)

Universitas Sumatera Utara

Tabel.1.1 Data Bencana longsor di Kabupaten Simalungun tahun 2010-2015
No
1
2
3
4
5
6

Tahun
2010

2011
2012
2013
2014
2015
Total
Sumber : BPBD Kabupaten Simalungun

Jumlah
15 Kejadian
22 Kejadian
24 Kejadian
22 Kejadian
8 Kejadian
14 Kejadian
105 Kejadian

Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah kejadian yang terdata
di Kabupaten Simalungun menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Simalungun sebanyak 105 Kejadian. Sebahagian besar terjadi di Jalan Lintas Kabupaten

ataupun penghubung Kecamatan di Simalungun dan Jembatan dan jaringan irigasi
pesawahan dan kawasan hutan. Hal ini disebabkan oleh Kemiringan lereng dan
intensitas hujan yang cukup tinggi sehingga debit air di daerah aliran sungai deras.
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diartikan sebagai suatu wilayah daratan yang
dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya oleh pembatas topografis (punggung bukit)
yang menerima air hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan dari arah sungai ke
sungai utama hingga ke Danau ataupun ke Laut.
Karakteristik

DAS

adalah

gambaran

spesifik

DAS

yang


dicirikan

topografi,tanah, geologi, vegetasi, tataguna lahan, hidrologi dan manusia (Seyhan,
1993). DAS di Indonesia pada umumnya dalam kondisi kritis seperti dicerminkan
dengan sering terjadinya bencana banjir, kekeringan, tanah longsor dan bertambahnya
luas lahan kritis. Dalam Keputusan Menteri Kehutanan NO.SK.328/Menhut-11/2009
disebutkan bahwa sebanyak 208 DAS dalam kondisi kritis yang memerlukan prioritas
penanganan.

Universitas Sumatera Utara

Keberadaan DAS pada level regional menjadi sangat penting dengan
diberlakukan Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang otonomi Daerah karena
sangat berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pengelolaan DAS. Adanya
ketidaksesuaian pengelolaan dan peruntukan lahan, tumpang tindih kepentingan serta
semakin parahnya degradasi diwilayah DAS secara langsung dan tidak langsung
memicu terjadinya bencana seperti banjir, erosi, tanah longsor dan pendangkalan aliran
sungai dari daerah tangkapan dan disekitarnya.
Didalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumatera Utara Rencana sistem

jaringan sumber daya air meliputi: wilayah sungai, daerah irigasi, sumber daya air baku
dan air terjun, Wilayah sungai meliputi Wilayah Sungai Belawan Ular Padang, Wilayah
Sungai Toba Asahan, Wilayah Sungai Wampu Besitang, Wilayah Sungai Bah Bahbolon
dengan DAS sebagai berikut :
Tabel 1.2 Das di Sumatera Utara
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Sumber : BWS Sumatera Utara

DAS
DAS Silou
DAS Wampu

DAS Bedagai
DAS Asahan
DAS Padang
DAS Silou Tua
DAS Ular
DAS Bahapal
DAS Bah Bolon

Wilayah sungai lintas Kabupaten Simalungun meliputi Wilayah Sungai Bah
Bolon, Bah Tongguran, Bah Hapal dan Bah Pamujian serta sungai-sungai kecil atau
mata air. Daerah irigasi menyebar hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten
Simalungun.

Universitas Sumatera Utara

Daerah irigasi kewenangan Provinsi yang berada di Kabupaten Simalungun
rneliputi:
Tabel 1.3 Irigasi Kewenangan Propinsi Di Simalungun
No
Daerah Irigasi
1.
Bah kora II
2.
Rambung Merah
3.
Panombeian
4.
Bah Horas Hulu / Tengah
5.
Bah Tongguran
6.
Raja Hombang
7.
Raja Maligas
8.
Javakolonisasi/ Purbo Gondo
9.
Naga Sompa
Sumber : Dinas PSDA Kabupaten Simalungun
Dalam aspek ini peneliti menjadikan Kabupaten Simalungun menjadi obyek
penelitian. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat bagaimana kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah dalam memitigasi yang terjadi di Kabupaten Simalungun dalam
tahapan penanggulangan dan dalam tahapan melakukan antisipasi terhadap bencana
melalui analisis terhadap bentuk dan keadaan daerah teritorialnya. Maka sebab itu
peneliti mengambil Judul Tesis: Analisis Tataguna Lahan dalam Memitigasi Daerah
Rawan Tanah Longsor dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)
Studi Kabupaten Simalungun.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian
tersebut. Perumusan masalah merupakan pertanyaan penelitian, yang jawabannya
dicarikan melalui penelitian. Perumusan masalah merupakan panduan awal bagi peneliti
untuk penjajahan pada obyek yang diteliti. Berdasarkan penjelasan latar belakang
tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

1.

Bagaimana mengidentifikasikan faktor-faktor yang terkait bencana longsor di
Kabupaten Simalungun?

2.

Bagaimana distribusi tingkat kerawanan longsor pada wilayah penelitian?

3.

Bagaimana analisis kebijakan

tentang penataan ruang pada daerah rawan

bencana tanah longsor?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan dan
membuktikan pengetahuan. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian adalah
menemukan. Menemukan berarti sebelumnya belum pernah ada atau yang diketahui
dalam Sugiyono (2010 : 209). Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini ialah
sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bencana longsor di Kabupaten
Simalungun.

2.

Untuk mengetahui distribusi tingkat kerawanan longsor pada wilayah Kabupaten
Simalungun.

3.

Untuk mengetahui arah strategi kebijakan tentang penataan ruang pada daerah
rawan bencana tanah longsor

1.4 Manfaat Penelitian
Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat di antaranya sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1.4.1 Manfaat Penelitian Bagi Ilmu Pengetahuan
1.

Sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman, pengembangan ilmu pengetahuan
dan menambah referensi teori dalam bukti empris bagi seorang perencana dalam
menganalisis sebuah kebijakan publik.

2.

Sebagai bahan dalam mengembangkan ilmu dan teori tata ruang dalam
menganalisis resiko degradasi lahan.

3.

Sebagai bahan dalam melakukan pemetaan daerah rawan longsor melalui Sistem
Informasi Geografi

1.4.2 Manfaat Penelitian Secara Praktis
1.

Sebagai bahan masukan dalam mengukur dan melihat kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah Kabupaten Simalungun dalam memitigasi bencana longsor.

2.

Sebagai bahan masukan dan sumber referensi bagi peneliti lainnya dalam
melakukan penelitian dibidang yang sama (dengan Sistem Informasi Geografi).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

ANALISIS POTENSI TANAH LONGSOR DI KECAMATAN DLINGO KABUPATEN BANTUL MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI Analisis Potensi Tanah Longsor Di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Tahun 2016.

0 4 15

ANALISIS POTENSI TANAH LONGSOR DI KECAMATAN DLINGO, KABUPATEN BANTUL MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI Analisis Potensi Tanah Longsor Di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Tahun 2016.

2 11 15

ANALISIS POTENSI BAHAYA TANAH LONGSOR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN SELO, KABUPATEN BOYOLALI.

0 2 28

Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun)

0 0 15

Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun)

0 0 2

Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun)

0 0 48

Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun) Chapter III V

1 6 71

Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun)

0 0 2

Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) (Studi Kasus: Kabupaten Kediri)

0 0 5

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA BERBASIS ANDROID

0 0 17