Pengaruh Thermocycling dan Penambahan Serat Polietilen terhadap Kekuatan Impak dan Transversal pada Bahan Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan
lunak rongga mulut dan tempat perlekatan anasir gigitiruan (McCabe & Walls 2007).
Fungsi basis gigitiruan adalah menggantikan tulang alveolar yang sudah hilang,
mengembalikan estetik wajah, menerima beban fungsional dan mendistribusikan
beban fungsional ke jaringan pendukung gigi, linggir alveolar atau gigi penyangga
dan mendukung komponen gigitiruan (Gunadi 2012; Mc.Cracken’s 2000). Bahan
basis gigitiruan yang ideal harus biokompatibel, tidak menyebabkan iritasi, memiliki
stabilitas dimensi yang baik, tahan terhadap beban pengunyahan, mudah
dimanipulasi, tidak larut dalam saliva, sifat mekanis yang baik (modulus elastisitas,
kekuatan transversal, kekuatan impak, kekuatan fatique), estetik baik serta mudah
dibersihkan (McCabe & Walls 2007; Gunadi 2012; Mc.Cracken’s 2000; Zarb dkk.
2012; Schricker dkk. 2006; Tandon dkk. 2010; Chhnoeum 2008). Basis gigitiruan
sudah dikenal sejak 2500 tahun sebelum masehi. Pada masa itu, bahan yang dapat
digunakan untuk membuat basis gigitiruan berupa kayu, tulang, ivory, porselen,
vulkanit, emas, aluminium, seluloid, alloys dan resin akrilik (Tandon dkk. 2010).
Secara umum, basis gigitiruan dapat terbuat dari bahan logam dan non logam
(Gunadi 2012; Tandon dkk. 2010). Bahan logam biasanya merupakan campuran
logam (alloy) seperti Ni-Cr dan Co-Cr (E. Haynes 1907) (Tandon dkk. 2010). Bahan
non logam biasanya terbuat dari bahan polimer (McCabe & Walls 2007; Zarb dkk.
2012; Powers 2008). Bahan basis gigitiruan dari polimer dapat dibedakan menjadi
dua berdasarkan reaksi termalnya, yaitu termoplastik dan termoset. Bahan
termoplastik adalah polimer yang jika dipanaskan pada suhu dan tekanan tertentu
akan menjadi lunak, tetapi akan kembali seperti semula jika didinginkan, contohnya
adalah thermoplastic nylon. Bahan termoset adalah bahan yang mengalami perubahan
kimia dalam proses pembuatan dan pembentukannya, contohnya cross-linked poly
(methyl methacrylate) (Henkel dkk. 2002; Van Noort 2007; Manappallil 2003).
Polimetil metakrilat (resin akrilik/PPMA), pertama kali diperkenalkan sebagai
bahan dasar gigitiruan pada tahun 1935, telah berhasil digunakan dalam kedokteran
gigi restoratif selama 75 tahun terakhir dan merupakan suatu bahan yang paling
banyak digunakan dalam kedokteran gigi (Raszewski dkk. 2013; Raszewski dkk.
2011; Hamza dkk. 2004; Vojvodic dkk. 2009). Klasifikasi bahan basis gigitiruan
polimer berdasarkan ISO (20795-1:2013(E)) dibagi menjadi 5 tipe yaitu tipe 1 (heat
processing polymers), tipe 2 (auto polymerized polymers), tipe 3 (thermoplastic blank
or powder), tipe 4 (light activated materials) dan tipe 5 (microwave cured materials)
(International Standart 2013). Berbagai kelebihan resin akrilik dikarenakan
biokompatibilitas baik, proses manipulasi mudah, ketahanan yang baik terhadap
makanan dan cairan organik, estetik yang baik, biaya yang murah, dan stabil di dalam
rongga mulut (Hamza 2004; Yondem dkk. 2011; Vojdani dkk. 2006; Maldonado dkk.
2012; Narva dkk. 2005; Yu dkk. 2012). Meskipun banyak kelebihan, resin akrilik
memiliki ketahanan mekanis sangat lemah (Raszewski dkk. 2013; Raszewski dkk.
2011; Hamza dkk. 2004; Vojvodic dkk. 2009). Fraktur dari basis gigitiruan
merupakan hasil dari kelemahan sifat mekanis gigitiruan yaitu kekuatan impak atau
kekuatan transversal (Raszewski dkk. 2013; Vojdani dkk. 2006; Yu dkk. 2012;
Unalan dkk. 2010; Jagger dkk. 1999). Kelemahan dari kekuatan impak disebabkan
oleh adanya tekanan yang mendadak seperti dengan menjatuhkan gigitiruan pada
permukaan yang keras (Jagger dkk. 1999; Bashi dkk. 2009). Sebuah studi oleh
Johnston dkk. menunjukkan bahwa 68% dari pembuatan gigitiruan resin akrilik patah
dalam beberapa tahun terutama akibat dari kekuatan impak (Mowade dkk. 2012).
Kelemahan dari kekuatan transversal terjadi disebabkan karena adanya peregangan
pada basis gigitiruan selama pengunyahan yang akan memicu terjadinya crack
(Vojvodic dkk. 2009; Narva dkk. 2005; Yu dkk. 2012; Bashi dkk. 2009). Penyebab
gigitiruan fraktur akibat pengunyahan dapat diakibatkan oklusi yang tidak baik,
tekanan pengunyahan dari gigi asli, retensi dan stabilisasi yang sedikit, pemakaian
jangka panjang, frenulum yang tinggi, torus palatal atau lingual yang besar, undercut
jaringan keras maupun lunak. Pada kasus linggir datar dan torus palatal atau lingual
yang membesar diperlukan penambahan serat penguat karena retensi dan stabilitas
yang sedikit. Defek pada gigitiruan, basis gigitiruan yang tipis, penguat metal yang
tidak menyatu dengan gigitiruan, adanya gips atau rongga diantara material,
porositas, goresan yang dalam, termasuk ke dalam faktor presdiposisi fraktur
gigitiruan yang terjadi saat prosedur laboratoris(El-Sheikh dkk. 2006; Ray dkk. 2014;
Puranik dkk. 2013; Khasawneh dkk. 2002; Khalid 2011). Hargreaves melaporkan
bahwa 63% gigitiruan fraktur dalam 3 tahun setelah pemasangan (Jagger dkk. 1999).
Menurut survei penelitian yang dilakukan oleh El-Sheik AM dan Al-Zahrani AB,
prevalensi umur gigitiruan yang fraktur dibawah satu tahun sebesar 16,1% dan
diantara 1-3 tahun adalah sebesar 53,6%. Penyebab gigitiruan fraktur yang
disebabkan oleh kekuatan impak adalah sebesar 80,4% dan disebabkan oleh
pengunyahan adalah 16,1% (El-Sheikh dkk. 2006).
Selama bertahun-tahun, beberapa upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sifat
mekanis resin akrilik. Metode konvensional yang digunakan untuk memperkuat polimer
basis gigitiruan umumnya biasanya menggunakan kawat logam atau pelat. Pengaruh
penambahan bahan logam sangat kecil (Raszewski dkk. 2013; Vojdani dkk. 2006; Narva dkk.
2005; Yu dkk. 2012). Masalah utama dari metode ini adalah adhesi yang rendah antara
kabel logam atau pelat terhadap resin akrilik, selain itu juga mahal, rentan terhadap korosi,
dan tidak estetik (Vojdani dkk. 2006; Yu dkk. 2012; Jagger dkk. 1999; Bashi dkk. 2009).
Penambahan ketebalan gigitiruan juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kekuatan gigitiruan resin akrilik (Bashi dkk. 2009). Beberapa studi telah dilakukan untuk
menanggulangi kelemahan dari resin akrilik, diantaranya adalah penambahan bahan
penguat pada bahan basis gigitiruan akrilik bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanis dari
resin akrilik yaitu resistensi terhadap fraktur akibat benturan, beban pengunyahan dan
penggunaan yang terlalu lama (Jagger dkk. 1999). Cara lain untuk meningkatkan sifat
mekanis gigitiruan akrilik dapat dengan penambahan serat ke dalam polimer dasar
gigitiruan (Narva dkk. 2005; Yu dkk. 2012; Unalan dkk. 2010). Beberapa jenis serat yang
dilaporkan dapat meningkatkan mekanikal properti dari akrilik yaitu: kaca, polietilen, silika,
polikarbonat, karbon (grafit), safir, keramik, nilon, dan aramid (poliamida polyaromatic)
(Raszewski dkk. 2013; Raszewski dkk. 2011; Vojvodic dkk. 2009; Bashi dkk. 2009; Mowade
dkk. 2012).
Serat yang paling banyak digunakan sebagai bahan penguat basis gigitiruan resin
akrilik adalah serat polietilen. Serat polietilen memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,
yaitu mudah dimanipulasi, biokompatibel, warna yang natural, berikatan baik dengan
matriks resin serta estetik yang baik (Raszewski dkk. 2013). Klasifikasi dari serat polietilen
dibagi menurut kepadatannya yaitu ultra-high-molecular-weight polyethylene (UHMWPE),
ultra-low-molecular-weight polyethylene (ULMWPE or PE-WAX), high-molecular-weight
polyethylene (HMWPE), high-density polyethylene (HDPE), high-density cross-linked
polyethylene (HDXLPE), cross-linked polyethylene (PEX or XLPE), medium-density
polyethylene (MDPE), linear low-density polyethylene (LLDPE), low-density polyethylene
(LDPE), very-low-density polyethylene (VLDPE), dan chlorinated polyethylene (CPE)
(Wikipedia 2015). Serat polietilen yang digunakan pada kedokteran gigi adalah jenis
UHMWPE. Berat molekul tinggi membuatnya menjadi bahan yang sangat kuat dan kekuatan
impak yang tinggi (Belli dkk. 2006). Serat polietilen Ribbond merupakan salah satu serat
polietilen UHMWPE yang diperkenalkan dalam kedokteran gigi dan merupakan bahan
penguat serat polietilen yang mudah dimanipulasi. Serat polietilen Ribbond THM (2001)
juga memiliki disain lenoweave dan memiliki kekuatan yang baik serta lebih tipis
dibandingkan dengan Serat polietilen Ribbond Original. Serat polietilen Ribbond Ultra (2013)
merupakan serat yang paling tipis diantara semua serat dengan ketebalan 0,12 mm
sehingga lebih mudah diadaptasikan dan memiliki kekuatan transversal yang tertinggi
dibanding serat polietilen Ribbond yang lain (Belli dkk. 2006; Ganesh dkk. 2006).
Efektifitas resin akrilik yang di perkuat serat bergantung pada variasi serat dalam
volume, diameter, panjang, bentuk, susunan
dalam ikatan matriks serat, volume,
adhesi dari serat polimer matriks, dan impregnasi serat kedalam resin. Contohnya, bentuk
serat potongan kecil memiliki kekuatan patah rendah dari serat kontinyu. Untuk serat
unidireksi, serat dapat diatur paralel atau tegak lurus terhadap arah tekanan (Yu dkk. 2012;
Unalan dkk. 2010; Bashi dkk. 2009; Rahamneh 2009; Loncar dkk. 2008). Mowade dkk. (2012)
menyatakan sifat adhesi yang lebih baik dapat dicapai dengan treated polietilen karena
permukaan serat ini akan teretsa sehingga memudahkan penyatuan mekanis dengan
matriks polimer (Mowade dkk. 2012). Branden dkk. (1988) menyatakan penguatan resin
akrilik dengan penambahan serat polietilen menunjukkan hasil yang memuaskan dan
diperlukan plasma treated untuk meningkatkan adhesi antara serat dan resin (Jagger dkk.
1999). Berbagai saran telah dilakukan untuk meningkatkan adhesi permukaan surface
treatment pada serat adhesi resin akrilik dengan polimer resin akrilik dengan menggunakan
metode: sandblasting, pemberian bahan adhesif yang berbeda, plasma treatment, dan
metode pretreatment lainnya (Raszewski dkk. 2011; Rahamneh 2009). Rahamneh A (2009)
meneliti bahwa spesimen yang mengandung serat polietilen memiliki kekuatan impak
tertinggi diikuti oleh spesimen yang mengandung serat kaca dan serat karbon (Rahamneh
2009). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa serat polietilen memiliki shock energy
absorbing dan meningkatkan kekuatan impak. Gigitiruan sering patah di tengah sebagai
akibat dari kelemahan kekuatan transversal maupun kekuatan impak secara klinis penting
untuk mencegah fraktur gigi tiruan (Yu dkk. 2012).
Yondem I dkk. (2011) meneliti waktu perendaman 28 hari dalam air dan pada
suhu terkontrol
370C (Yondem dkk. 2011). Pengaruh penting pada kekuatan
transversal yang terjadi selama empat minggu pertama perendaman menyebabkan
penurunan nilai kekuatan transversal. Perendaman dalam air memungkinkan molekul
air untuk menembus ke wilayah antara rantai polimer dan bertindak seperti irisan
antara rantai. Air masuk dalam bahan polimer selama perendaman terutama
disebabkan oleh difusi, dan sebagian polaritas dari rantai polimer yang disebabkan
oleh molekul tak jenuh dan gaya antarmolekul tidak seimbang. Penetrasi molekul air
menyebabkan pelunakan basis gigitiruan, seperti air diserap dapat bertindak sebagai
polimetil metakrilat plasticizer. Penyerapan air mengurangi sifat mekanis material,
sehingga kekuatan transversal lebih rendah dan modulus elastisitas yang lebih rendah
(Vojvodic dkk. 2009). Raszewski Z dan Nowakowska D (2011) juga menunjukan
hasil spesimen memperlihatkan kekuatan transversal menjadi rendah dengan seiring
peningkatan waktu perendaman air, karena efek plasticizer karena serapan air
(Raszewski & Nowakowska 2013).
Pada penelitian diatas hanya dilakukan proses aging dengan proses perendaman
saja dengan suhu yang terkontrol. Salah satu metode simulasi in vitro untuk mengevaluasi
sifat fisis dan mekanis bahan proses aging adalah thermocycling (Gale dkk. 1999; Goiato
dkk. 2009). Sifat mekanis sangat penting diukur setelah dilakukan thermocycling karena
gigitiruan resin akrilik rentan fraktur setelah beberapa lama pemakaian klinik (Goiato dkk.
2009; Mancuso dkk. 2012). Beberapa penelitian telah membuktikan adanya peningkatan
sifat fisis dan mekanis yang cukup signifikan pada resin akrilik polimerisasi panas yang
ditambahkan serat polietilen (Raszewski dkk. 2013; Rahamneh 2009).
1.2 Permasalahan
Resin akrilik polimerisasi panas merupakan bahan basis gigitiruan yang
paling sering digunakan, tetapi resin ini mempunyai berbagai kelemahan yang salah
satunya ialah rentan terhadap fraktur yang terutama disebabkan oleh benturan.
Fraktur juga dapat terjadi pada saat pengunyahan, gigitiruan menerima beban
pengunyahan berupa kekuatan transversalnya. Usaha yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi masalah tersebut adalah dengan menambahkan serat penguat. Serat
penguat yang ditambahkan ke dalam bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi
panas tidak boleh mengurangi kualitas estetik. Serat yang baik untuk ditambahkan ke
dalam bahan basis gigitiruan resin akrilik adalah serat polietilen yang tidak
mengurangi kualitas estetik bahan basis gigitiruan serta memiliki kekuatan yang
tinggi. Serat penguat polietilen telah banyak diteliti karena dapat meningkatkan
kekuatan impak sehingga mencegah terjadinya fraktur pada basis gigitiruan. Serat ini
sangat kuat dan lentur, sehingga cocok digunakan sebagai salah satu alternatif bahan
penguat untuk meningkatkan kekuatan impak dan transversal basis gigitiruan.
Pengujian sifat mekanis basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas yang
telah di tambahkan serat penguat polietilen perlu dilakukan simulasi klinis yang dekat
dengan kondisi nyata di dalam rongga mulut (International Standart 2013). Simulasi
klini yang dekat dengan kondisi nyata dalam rongga mulut dapat dilakukan dengan
thermocycling.
Prosedur
penuaan
buatan
seperti
perubahan
suhu
siklik
(thermocycling) diperlukan pada penelitian bahan basis gigitiruan untuk melihat efek
sifat mekanis bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas secara in vitro.
1.3 Rumusan Masalah
1.
Apakah ada pengaruh thermocycling terhadap kekuatan impak bahan basis
gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas tanpa dan dengan penambahan serat polietilen
Ribbond THM dan Ribbond Ultra?
2.
Apakah ada pengaruh thermocycling terhadap kekuatan transversal bahan
basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas tanpa dan dengan penambahan serat
polietilen Ribbond THM dan Ribbond Ultra?
3.
Apakah ada pengaruh penambahan serat polietilen Ribbond THM dan
Ribbond Ultra terhadap kekuatan impak bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisas
panas yang tidak dan yang dilakukan thermocycling?
4.
Apakah ada pengaruh penambahan serat polietilen Ribbond THM dan
Ribbond Ultra terhadap kekuatan transversal bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisas
panas yang tidak dan yang dilakukan thermocycling?
1.4 Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui pengaruh thermocycling terhadap kekuatan impak
bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas tanpa dan dengan penambahan
serat polietilen Ribbond THM dan Ribbond Ultra.
2.
Untuk mengetahui pengaruh thermocycling terhadap kekuatan
transversal bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas tanpa dan dengan
penambahan serat polietilen Ribbond THM dan Ribbond Ultra.
3.
Untuk mengetahui pengaruh penambahan serat polietilen Ribbond
THM dan Ribbond Ultra terhadap kekuatan impak bahan basis gigitiruan resin akrilik
polimerisas panas yang tidak dan yang dilakukan thermocycling.
4.
Untuk mengetahui pengaruh penambahan serat polietilen Ribbond
THM dan Ribbond Ultra terhadap kekuatan transversal bahan basis gigitiruan resin
akrilik polimerisas panas yang tidak dan yang dilakukan thermocycling.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu basic science mengenai
bahan penguat basis di bidang prostodonsia.
b. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai serat penguat
polietilen.
1.5.2 Manfaat Praktis
1.5.2.1 Manfaat Klinis
Sebagai dasar pertimbangan untuk penggunaan lebih lanjut mengenai bahan
penguat basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat
polietilen dalam meningkatkan kekuatan impak dan transversal.
1.5.2.2 Manfaat Laboratoris
Sebagai masukan untuk manipulasi pembuatan basis gigitiruan resin akrilik
polimerisasi panas dengan penambahan serat polietilen dalam memperbaiki
kelemahan sifat mekanis bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan
lunak rongga mulut dan tempat perlekatan anasir gigitiruan (McCabe & Walls 2007).
Fungsi basis gigitiruan adalah menggantikan tulang alveolar yang sudah hilang,
mengembalikan estetik wajah, menerima beban fungsional dan mendistribusikan
beban fungsional ke jaringan pendukung gigi, linggir alveolar atau gigi penyangga
dan mendukung komponen gigitiruan (Gunadi 2012; Mc.Cracken’s 2000). Bahan
basis gigitiruan yang ideal harus biokompatibel, tidak menyebabkan iritasi, memiliki
stabilitas dimensi yang baik, tahan terhadap beban pengunyahan, mudah
dimanipulasi, tidak larut dalam saliva, sifat mekanis yang baik (modulus elastisitas,
kekuatan transversal, kekuatan impak, kekuatan fatique), estetik baik serta mudah
dibersihkan (McCabe & Walls 2007; Gunadi 2012; Mc.Cracken’s 2000; Zarb dkk.
2012; Schricker dkk. 2006; Tandon dkk. 2010; Chhnoeum 2008). Basis gigitiruan
sudah dikenal sejak 2500 tahun sebelum masehi. Pada masa itu, bahan yang dapat
digunakan untuk membuat basis gigitiruan berupa kayu, tulang, ivory, porselen,
vulkanit, emas, aluminium, seluloid, alloys dan resin akrilik (Tandon dkk. 2010).
Secara umum, basis gigitiruan dapat terbuat dari bahan logam dan non logam
(Gunadi 2012; Tandon dkk. 2010). Bahan logam biasanya merupakan campuran
logam (alloy) seperti Ni-Cr dan Co-Cr (E. Haynes 1907) (Tandon dkk. 2010). Bahan
non logam biasanya terbuat dari bahan polimer (McCabe & Walls 2007; Zarb dkk.
2012; Powers 2008). Bahan basis gigitiruan dari polimer dapat dibedakan menjadi
dua berdasarkan reaksi termalnya, yaitu termoplastik dan termoset. Bahan
termoplastik adalah polimer yang jika dipanaskan pada suhu dan tekanan tertentu
akan menjadi lunak, tetapi akan kembali seperti semula jika didinginkan, contohnya
adalah thermoplastic nylon. Bahan termoset adalah bahan yang mengalami perubahan
kimia dalam proses pembuatan dan pembentukannya, contohnya cross-linked poly
(methyl methacrylate) (Henkel dkk. 2002; Van Noort 2007; Manappallil 2003).
Polimetil metakrilat (resin akrilik/PPMA), pertama kali diperkenalkan sebagai
bahan dasar gigitiruan pada tahun 1935, telah berhasil digunakan dalam kedokteran
gigi restoratif selama 75 tahun terakhir dan merupakan suatu bahan yang paling
banyak digunakan dalam kedokteran gigi (Raszewski dkk. 2013; Raszewski dkk.
2011; Hamza dkk. 2004; Vojvodic dkk. 2009). Klasifikasi bahan basis gigitiruan
polimer berdasarkan ISO (20795-1:2013(E)) dibagi menjadi 5 tipe yaitu tipe 1 (heat
processing polymers), tipe 2 (auto polymerized polymers), tipe 3 (thermoplastic blank
or powder), tipe 4 (light activated materials) dan tipe 5 (microwave cured materials)
(International Standart 2013). Berbagai kelebihan resin akrilik dikarenakan
biokompatibilitas baik, proses manipulasi mudah, ketahanan yang baik terhadap
makanan dan cairan organik, estetik yang baik, biaya yang murah, dan stabil di dalam
rongga mulut (Hamza 2004; Yondem dkk. 2011; Vojdani dkk. 2006; Maldonado dkk.
2012; Narva dkk. 2005; Yu dkk. 2012). Meskipun banyak kelebihan, resin akrilik
memiliki ketahanan mekanis sangat lemah (Raszewski dkk. 2013; Raszewski dkk.
2011; Hamza dkk. 2004; Vojvodic dkk. 2009). Fraktur dari basis gigitiruan
merupakan hasil dari kelemahan sifat mekanis gigitiruan yaitu kekuatan impak atau
kekuatan transversal (Raszewski dkk. 2013; Vojdani dkk. 2006; Yu dkk. 2012;
Unalan dkk. 2010; Jagger dkk. 1999). Kelemahan dari kekuatan impak disebabkan
oleh adanya tekanan yang mendadak seperti dengan menjatuhkan gigitiruan pada
permukaan yang keras (Jagger dkk. 1999; Bashi dkk. 2009). Sebuah studi oleh
Johnston dkk. menunjukkan bahwa 68% dari pembuatan gigitiruan resin akrilik patah
dalam beberapa tahun terutama akibat dari kekuatan impak (Mowade dkk. 2012).
Kelemahan dari kekuatan transversal terjadi disebabkan karena adanya peregangan
pada basis gigitiruan selama pengunyahan yang akan memicu terjadinya crack
(Vojvodic dkk. 2009; Narva dkk. 2005; Yu dkk. 2012; Bashi dkk. 2009). Penyebab
gigitiruan fraktur akibat pengunyahan dapat diakibatkan oklusi yang tidak baik,
tekanan pengunyahan dari gigi asli, retensi dan stabilisasi yang sedikit, pemakaian
jangka panjang, frenulum yang tinggi, torus palatal atau lingual yang besar, undercut
jaringan keras maupun lunak. Pada kasus linggir datar dan torus palatal atau lingual
yang membesar diperlukan penambahan serat penguat karena retensi dan stabilitas
yang sedikit. Defek pada gigitiruan, basis gigitiruan yang tipis, penguat metal yang
tidak menyatu dengan gigitiruan, adanya gips atau rongga diantara material,
porositas, goresan yang dalam, termasuk ke dalam faktor presdiposisi fraktur
gigitiruan yang terjadi saat prosedur laboratoris(El-Sheikh dkk. 2006; Ray dkk. 2014;
Puranik dkk. 2013; Khasawneh dkk. 2002; Khalid 2011). Hargreaves melaporkan
bahwa 63% gigitiruan fraktur dalam 3 tahun setelah pemasangan (Jagger dkk. 1999).
Menurut survei penelitian yang dilakukan oleh El-Sheik AM dan Al-Zahrani AB,
prevalensi umur gigitiruan yang fraktur dibawah satu tahun sebesar 16,1% dan
diantara 1-3 tahun adalah sebesar 53,6%. Penyebab gigitiruan fraktur yang
disebabkan oleh kekuatan impak adalah sebesar 80,4% dan disebabkan oleh
pengunyahan adalah 16,1% (El-Sheikh dkk. 2006).
Selama bertahun-tahun, beberapa upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sifat
mekanis resin akrilik. Metode konvensional yang digunakan untuk memperkuat polimer
basis gigitiruan umumnya biasanya menggunakan kawat logam atau pelat. Pengaruh
penambahan bahan logam sangat kecil (Raszewski dkk. 2013; Vojdani dkk. 2006; Narva dkk.
2005; Yu dkk. 2012). Masalah utama dari metode ini adalah adhesi yang rendah antara
kabel logam atau pelat terhadap resin akrilik, selain itu juga mahal, rentan terhadap korosi,
dan tidak estetik (Vojdani dkk. 2006; Yu dkk. 2012; Jagger dkk. 1999; Bashi dkk. 2009).
Penambahan ketebalan gigitiruan juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kekuatan gigitiruan resin akrilik (Bashi dkk. 2009). Beberapa studi telah dilakukan untuk
menanggulangi kelemahan dari resin akrilik, diantaranya adalah penambahan bahan
penguat pada bahan basis gigitiruan akrilik bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanis dari
resin akrilik yaitu resistensi terhadap fraktur akibat benturan, beban pengunyahan dan
penggunaan yang terlalu lama (Jagger dkk. 1999). Cara lain untuk meningkatkan sifat
mekanis gigitiruan akrilik dapat dengan penambahan serat ke dalam polimer dasar
gigitiruan (Narva dkk. 2005; Yu dkk. 2012; Unalan dkk. 2010). Beberapa jenis serat yang
dilaporkan dapat meningkatkan mekanikal properti dari akrilik yaitu: kaca, polietilen, silika,
polikarbonat, karbon (grafit), safir, keramik, nilon, dan aramid (poliamida polyaromatic)
(Raszewski dkk. 2013; Raszewski dkk. 2011; Vojvodic dkk. 2009; Bashi dkk. 2009; Mowade
dkk. 2012).
Serat yang paling banyak digunakan sebagai bahan penguat basis gigitiruan resin
akrilik adalah serat polietilen. Serat polietilen memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,
yaitu mudah dimanipulasi, biokompatibel, warna yang natural, berikatan baik dengan
matriks resin serta estetik yang baik (Raszewski dkk. 2013). Klasifikasi dari serat polietilen
dibagi menurut kepadatannya yaitu ultra-high-molecular-weight polyethylene (UHMWPE),
ultra-low-molecular-weight polyethylene (ULMWPE or PE-WAX), high-molecular-weight
polyethylene (HMWPE), high-density polyethylene (HDPE), high-density cross-linked
polyethylene (HDXLPE), cross-linked polyethylene (PEX or XLPE), medium-density
polyethylene (MDPE), linear low-density polyethylene (LLDPE), low-density polyethylene
(LDPE), very-low-density polyethylene (VLDPE), dan chlorinated polyethylene (CPE)
(Wikipedia 2015). Serat polietilen yang digunakan pada kedokteran gigi adalah jenis
UHMWPE. Berat molekul tinggi membuatnya menjadi bahan yang sangat kuat dan kekuatan
impak yang tinggi (Belli dkk. 2006). Serat polietilen Ribbond merupakan salah satu serat
polietilen UHMWPE yang diperkenalkan dalam kedokteran gigi dan merupakan bahan
penguat serat polietilen yang mudah dimanipulasi. Serat polietilen Ribbond THM (2001)
juga memiliki disain lenoweave dan memiliki kekuatan yang baik serta lebih tipis
dibandingkan dengan Serat polietilen Ribbond Original. Serat polietilen Ribbond Ultra (2013)
merupakan serat yang paling tipis diantara semua serat dengan ketebalan 0,12 mm
sehingga lebih mudah diadaptasikan dan memiliki kekuatan transversal yang tertinggi
dibanding serat polietilen Ribbond yang lain (Belli dkk. 2006; Ganesh dkk. 2006).
Efektifitas resin akrilik yang di perkuat serat bergantung pada variasi serat dalam
volume, diameter, panjang, bentuk, susunan
dalam ikatan matriks serat, volume,
adhesi dari serat polimer matriks, dan impregnasi serat kedalam resin. Contohnya, bentuk
serat potongan kecil memiliki kekuatan patah rendah dari serat kontinyu. Untuk serat
unidireksi, serat dapat diatur paralel atau tegak lurus terhadap arah tekanan (Yu dkk. 2012;
Unalan dkk. 2010; Bashi dkk. 2009; Rahamneh 2009; Loncar dkk. 2008). Mowade dkk. (2012)
menyatakan sifat adhesi yang lebih baik dapat dicapai dengan treated polietilen karena
permukaan serat ini akan teretsa sehingga memudahkan penyatuan mekanis dengan
matriks polimer (Mowade dkk. 2012). Branden dkk. (1988) menyatakan penguatan resin
akrilik dengan penambahan serat polietilen menunjukkan hasil yang memuaskan dan
diperlukan plasma treated untuk meningkatkan adhesi antara serat dan resin (Jagger dkk.
1999). Berbagai saran telah dilakukan untuk meningkatkan adhesi permukaan surface
treatment pada serat adhesi resin akrilik dengan polimer resin akrilik dengan menggunakan
metode: sandblasting, pemberian bahan adhesif yang berbeda, plasma treatment, dan
metode pretreatment lainnya (Raszewski dkk. 2011; Rahamneh 2009). Rahamneh A (2009)
meneliti bahwa spesimen yang mengandung serat polietilen memiliki kekuatan impak
tertinggi diikuti oleh spesimen yang mengandung serat kaca dan serat karbon (Rahamneh
2009). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa serat polietilen memiliki shock energy
absorbing dan meningkatkan kekuatan impak. Gigitiruan sering patah di tengah sebagai
akibat dari kelemahan kekuatan transversal maupun kekuatan impak secara klinis penting
untuk mencegah fraktur gigi tiruan (Yu dkk. 2012).
Yondem I dkk. (2011) meneliti waktu perendaman 28 hari dalam air dan pada
suhu terkontrol
370C (Yondem dkk. 2011). Pengaruh penting pada kekuatan
transversal yang terjadi selama empat minggu pertama perendaman menyebabkan
penurunan nilai kekuatan transversal. Perendaman dalam air memungkinkan molekul
air untuk menembus ke wilayah antara rantai polimer dan bertindak seperti irisan
antara rantai. Air masuk dalam bahan polimer selama perendaman terutama
disebabkan oleh difusi, dan sebagian polaritas dari rantai polimer yang disebabkan
oleh molekul tak jenuh dan gaya antarmolekul tidak seimbang. Penetrasi molekul air
menyebabkan pelunakan basis gigitiruan, seperti air diserap dapat bertindak sebagai
polimetil metakrilat plasticizer. Penyerapan air mengurangi sifat mekanis material,
sehingga kekuatan transversal lebih rendah dan modulus elastisitas yang lebih rendah
(Vojvodic dkk. 2009). Raszewski Z dan Nowakowska D (2011) juga menunjukan
hasil spesimen memperlihatkan kekuatan transversal menjadi rendah dengan seiring
peningkatan waktu perendaman air, karena efek plasticizer karena serapan air
(Raszewski & Nowakowska 2013).
Pada penelitian diatas hanya dilakukan proses aging dengan proses perendaman
saja dengan suhu yang terkontrol. Salah satu metode simulasi in vitro untuk mengevaluasi
sifat fisis dan mekanis bahan proses aging adalah thermocycling (Gale dkk. 1999; Goiato
dkk. 2009). Sifat mekanis sangat penting diukur setelah dilakukan thermocycling karena
gigitiruan resin akrilik rentan fraktur setelah beberapa lama pemakaian klinik (Goiato dkk.
2009; Mancuso dkk. 2012). Beberapa penelitian telah membuktikan adanya peningkatan
sifat fisis dan mekanis yang cukup signifikan pada resin akrilik polimerisasi panas yang
ditambahkan serat polietilen (Raszewski dkk. 2013; Rahamneh 2009).
1.2 Permasalahan
Resin akrilik polimerisasi panas merupakan bahan basis gigitiruan yang
paling sering digunakan, tetapi resin ini mempunyai berbagai kelemahan yang salah
satunya ialah rentan terhadap fraktur yang terutama disebabkan oleh benturan.
Fraktur juga dapat terjadi pada saat pengunyahan, gigitiruan menerima beban
pengunyahan berupa kekuatan transversalnya. Usaha yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi masalah tersebut adalah dengan menambahkan serat penguat. Serat
penguat yang ditambahkan ke dalam bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi
panas tidak boleh mengurangi kualitas estetik. Serat yang baik untuk ditambahkan ke
dalam bahan basis gigitiruan resin akrilik adalah serat polietilen yang tidak
mengurangi kualitas estetik bahan basis gigitiruan serta memiliki kekuatan yang
tinggi. Serat penguat polietilen telah banyak diteliti karena dapat meningkatkan
kekuatan impak sehingga mencegah terjadinya fraktur pada basis gigitiruan. Serat ini
sangat kuat dan lentur, sehingga cocok digunakan sebagai salah satu alternatif bahan
penguat untuk meningkatkan kekuatan impak dan transversal basis gigitiruan.
Pengujian sifat mekanis basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas yang
telah di tambahkan serat penguat polietilen perlu dilakukan simulasi klinis yang dekat
dengan kondisi nyata di dalam rongga mulut (International Standart 2013). Simulasi
klini yang dekat dengan kondisi nyata dalam rongga mulut dapat dilakukan dengan
thermocycling.
Prosedur
penuaan
buatan
seperti
perubahan
suhu
siklik
(thermocycling) diperlukan pada penelitian bahan basis gigitiruan untuk melihat efek
sifat mekanis bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas secara in vitro.
1.3 Rumusan Masalah
1.
Apakah ada pengaruh thermocycling terhadap kekuatan impak bahan basis
gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas tanpa dan dengan penambahan serat polietilen
Ribbond THM dan Ribbond Ultra?
2.
Apakah ada pengaruh thermocycling terhadap kekuatan transversal bahan
basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas tanpa dan dengan penambahan serat
polietilen Ribbond THM dan Ribbond Ultra?
3.
Apakah ada pengaruh penambahan serat polietilen Ribbond THM dan
Ribbond Ultra terhadap kekuatan impak bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisas
panas yang tidak dan yang dilakukan thermocycling?
4.
Apakah ada pengaruh penambahan serat polietilen Ribbond THM dan
Ribbond Ultra terhadap kekuatan transversal bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisas
panas yang tidak dan yang dilakukan thermocycling?
1.4 Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui pengaruh thermocycling terhadap kekuatan impak
bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas tanpa dan dengan penambahan
serat polietilen Ribbond THM dan Ribbond Ultra.
2.
Untuk mengetahui pengaruh thermocycling terhadap kekuatan
transversal bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas tanpa dan dengan
penambahan serat polietilen Ribbond THM dan Ribbond Ultra.
3.
Untuk mengetahui pengaruh penambahan serat polietilen Ribbond
THM dan Ribbond Ultra terhadap kekuatan impak bahan basis gigitiruan resin akrilik
polimerisas panas yang tidak dan yang dilakukan thermocycling.
4.
Untuk mengetahui pengaruh penambahan serat polietilen Ribbond
THM dan Ribbond Ultra terhadap kekuatan transversal bahan basis gigitiruan resin
akrilik polimerisas panas yang tidak dan yang dilakukan thermocycling.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu basic science mengenai
bahan penguat basis di bidang prostodonsia.
b. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai serat penguat
polietilen.
1.5.2 Manfaat Praktis
1.5.2.1 Manfaat Klinis
Sebagai dasar pertimbangan untuk penggunaan lebih lanjut mengenai bahan
penguat basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat
polietilen dalam meningkatkan kekuatan impak dan transversal.
1.5.2.2 Manfaat Laboratoris
Sebagai masukan untuk manipulasi pembuatan basis gigitiruan resin akrilik
polimerisasi panas dengan penambahan serat polietilen dalam memperbaiki
kelemahan sifat mekanis bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas.