Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaruan Hukum Acara Perdata Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara hukum. 1 Sebagai sebuah negara hukum,
Indonesia menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar untuk
menegakkan hukum yang berkeadilan, berkemanfaatan dan berkepastian. 2 Indonesia
memiliki beraneka ragam peraturan perundang-undangan, baik yang mengatur bidang
privat maupun publik. Peraturan perundang-undangan tersebut, sebagian besar
merupakan produk peraturan yang berlaku pada zaman kolonial atau penjajahan.
Pemberlakuan ini bertujuan agar tidak terjadi kekosongan hukum. 3

1

Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Konsep negara hukum di Indonesia. Lihat Majelis Pemusyawaratan Rakyat Indonesia, Panduan
Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Sesuai Dengan
Urutan Bab, Pasal, Dan Ayat, (Jakarta: Secretariat Jenderal MPR Rl, 2010), hal. 46-48
2

Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Grafika, 2006), hal. 19. Penegakan

hukum merupakan dilema bangsa kita baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Lihat Runtung,
Pemberdayaan Mediasi sebagai ahernatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia : Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum Adat Pada Fakultas Hukum USU, (Medan: USU
Press, 2006), hal. 2
3

Dasar hukum pemberlakuan hukum kolonial di Indonesia adalah Pasal I Aturan Peralihan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : "Segala peraturan perundang-undangan
yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang bam menurut Undang-Undang Dasar ini".
Lihat Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Pranada
Media Grup, 2008), hal. 4

Universitas Sumatera Utara

Salah satu produk peraturan dari zaman kolonial tersebut ialah bidang hukum
acara perdata. 4 Dalam hukum acara perdata Indonesia terdapat 2 (dua) buah peraturan
perundangan, yaitu : 5
1.

Herziene Indonesiche Reglement (H.I.R);


2.

Rechtsreglement voor de Buitengewesten (R.Bg).
H.I.R dan R. Bg memiliki beberapa bab atau pasal-pasal, salah satunya perihal

alat bukti. Berikut merupakan alat-alat bukti yang diatur dalam Pasal 164 H.I.R, 284
R.Bg dan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
1.

Surat

2.

Saksi

3.

Persangkaan


4.

Pengakuan

5.

Sumpah

6

4

Selain hukum acara perdata bidang hukum lain yang masih berlaku adalah hukum tata
negara, hukum administrasi negara, hukum perdata hukum pidana, hukum acara pidana. Lihat C.S.T.
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 176-177.
5

Selain 2 (dua) peraturan perundangan hukum acara perdata diatas sebelumnya terdapat 1
(satu) lagi peraturan perundanan yang sudah tidak berlaku lagi, dimana pada zaman kolonial berlaku
bagi golongan eropah yang disebut B.Rv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering). H.I.R berlaku

untuk daerah Jawa dan Madura sedangkan R.Bg berlaku untuk daerah Ambon, Aceh, Sumatera Barat,
Palembang, Bali Kalimantan, Minahasa dan lain-lain. Lihat K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata:
RBG/HIR, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 13-15
6

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bukti surat disebut dengan kata bukti tulisan,
pada Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Universitas Sumatera Utara

Adanya 5 (lima) alat bukti di atas dalam sistem hukum Indonesia bukan
merupakan keburukan. Walaupun pengaturan alat bukti merupakan peralihan dari
hukum kolonial atau penjajah. Akan tetapi, jika merujuk kepada era atau zaman
demokrasi yang penuh dengan tuntutan dari masyarakat agar dilakukan reformasi
terhadap

aturan-aturan

hukum


sebagai

akibat

ketertinggalan

hukum

dari

perkembangan masyarakat 7 sehingga perlu diciptakan pengaturan baru mengenai
alat-alat bukti yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. 8
Perkembangan masyarakat di atas, tidak terlepas dari perkembangan
teknologi. Perkembangan teknologi ditambah arus globalisasi 9 yang begitu deras
telah menghasilkan gelombang informasi yang berkecepatan tinggi (very speed)
kepada masyarakat luas, terutama pada masyarakat Indonesia 10. Hal ini membawa
kepada munculnya alat bukti baru yang dapat dipakai dalam setiap hukum acara
7

Dedi Harianto, Perubahan Hukum Dan Masyarakat, (Medan: Bahan Pertemuan Kuliah

Sosiologi Hukum Program S2 Ilmu Hukum Pasca Sarjana USU, 22 November 2011), hal. 13.
Tertinggalnya hukum terhadap bidang-bidang lainnya baru terjadi apabila tidak dapat memenuhi
kebutuhan-keutuhan masyarakat pada suatu ketika tertentu, apalagi perubahan-pembahan dibidangbidang lainnya telah melembaga serta menunjukkan suatu kemantapan. Lihat Jusmadi Sikumbang,
Mengenal Sosiologi Dan Sasiologi Hukum, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2010), hal. 227
8

Dalam setiap perubahan sosial pada dasarnya akan mempengaruhi perkembangan hukum
(social movement effect the development of law). Lihat Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum,
(Medan: PT. Sofmedia, 2009), hal. iii
9

Globalisasi menurut pandangan sebagian orang ialah meienyapkan dinding dan jarak
antara satu bangsa dan bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain. Sehingga
semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. Lihat M. Solly
Lubis, Serba-Serbi Politik Hukum, Edisi 2, (Medan: PT. Sofmedia, 2011), hal. 221-226
10

M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, Buku Kesatu,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 274


Universitas Sumatera Utara

khususnya hukum acara perdata. Alat bukti baru yang dikenal dengan nama alat bukti
elektronik.
Menurut Naniek Suparni, pengakuan keabsahan alat bukti elektronik
dalam skala internasional telah diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan
berbagai negara dengan mengeluarkan aturan e-commerce (transaksi elektronik),
antara lain : 11
1. Uncitral Model Law on Electronic Commerce yang menetapkan beberapa prinsip
hukum, yaitu:
a. Segala informasi elektronik dalam bentuk data elektronik dapat dikatakan
memiliki akibat hukum, keabsahan ataupun kekuatan hukum;
b. Dalam hal hukum mengharuskan adanya sesuatu informasi maka harus dalam
bentuk tertulis, harus dianggap memenuhi syarat untuk itu;
c. Dalam hal tanda tangan maka sesuatu tanda tangan elektronik merupakan
tangan tangan yang sah;
d. Dalam hal ketentuan pembuktian dari data yang bersangkutan dari data
massage memiliki kekuatan pembuktian.
2. Singapore Electronic Transaction tahun 1998, menggariskan masalah hukum
yang berkaitan dengan e-commerce:

a. Tidak ada perbedaan antara data elektronik dengan dokumen kertas;
b. Suatu data elektronik dapat digantikan suatu dokumen tertulis;
c. Para pihak dapat melakukan kontrak secara elektronik;
d. Suatu data elektronik dapat merupakan alat bukti dipengadilan;
e. Jika suatu data elektronik telah diterima oleh para pihak maka harus bertindak
sebagai mana kesepakatan yang terdapat pada data tersebut.
Di Indonesia alat bukti elektronik secara khusus diatur dalam Undang-Undang
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 12

11

Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009),

hal. 173
12

Dasar Pembentukan dan Penjelasan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi

Universitas Sumatera Utara


Akan tetapi, sebelum lahir Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik pada tanggal 14 Januari 1988 berdasarkan surat Ketua
Mahkamah Agung kepada Menteri Kehakiman No. 39/TH/88/102/Pid yang berisi
pengakuan micro-film sebagai alat bukti. 13 Micro-film yang pengaturannya terdapat
dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan berfungsi
untuk menyimpan dokumen sebuah perseroan antara lain akta pendiriannya yang
dihasilkan secara elektronik. Hal ini membawa dampak kepada proses pendaftaran
sebuah perseroan terbatas yang dilakukan melalui Sistem Administrasi Badan Hukum

Elektronik dibuat dengan berbagai dasar pikiran bahwa : pertama, pembangunan nasional sebagai
suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang
terjadi di masyarakat; kedua, globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat infonnasi dunia senmgga mengnaruskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan
Infonnasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi
dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna
mencerdaskan kehidupan bangsa; Ketiga, perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang
demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang
yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru; Keempat,
penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Infonnasi harus terus dikembangkan untuk menjaga,

memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundangundangan demi kepentingan nasional; Kelima, pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting
dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat; Keenam, pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Infonnasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara
aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial
budaya masyarakat Indonesia. Lihat Penjelasan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik.
13

Sebelum lahir Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik yang memuat tentang alat bukti elektronik, telah ada pengakuan terhadap micro-film oleh
Mahkamah Agung sebagai alat bukti walaupun dasar hukumnya saat itu bukan peraturan perundangundangan. Lihat Heru Supraptomo, Hukum Dan Komputer, (Bandung: Alumni, 1996), hal. 161

Universitas Sumatera Utara

(SISMINBAKUM) yang diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, sah sebagai alat bukti. 14
Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, alat bukti elektronik dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : “informasi elektronik
dan dokumen elektronik”. Lahirnya alat bukti elektronik


ini

paling tidak telah

menjangkau kemajuan atau perkembangan teknologi. 15 Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik berbunyi:
"(1) Infomasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2)

Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang
sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia".

Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik menggunakan kata "alat bukti yang sah",
berarti dalam sebuah perkara khususnya perkara perdata hakim dalam mengadili
harus dan selalu memerlukan pembuktian yang alat buktinya memiliki kepastian

14

Lihat Rr. Nadia Maha Dewi, Praktek Penyelesaian (Pengesahan, Persetujuan, Pelaporan,
PemberitahuanAnggaran Dasar Perseroan Terbatas Melalui Sistem Administrasi Badan Hukum
(SISMINBAKUM) Oleh Notaris Kabupaten Semarang, (Semarang: Tesis S2 Universitas Diponegoro,
2006), hal. 116-117
15
Zulkifli AR, "Menuju Ke Arah Cyber Di Indonesia", Dalam Jurnal Hukum Kaidah Vol. 1,
l
Oktober 2001, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara), hal. 120

Universitas Sumatera Utara

hukum. Dengan kata lain alat bukti tersebut diakui keabsahannya dalam hukum
positif Indonesia.
Informasi elektronik dan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah
dalam hukum acara khususnya acara perdata, di antara kedua alat bukti tersebut
dokumen elektronik yang paling menarik. Hal ini disebabkan karena dokumen
elektronik yang bersifat paperless (tanpa menggunakan kertas) semula bersifat
paperbased (menggunakan kertas) maksudnya dahulu sebelum perkembangan
teknologi yang begitu pesat seperti sekarang, dokumen dibuat dengan menggunakan
kertas sehingga jika terjadi sengketa maka ia tergolong alat bukti tertulis atau surat.
Dimana dalam perkara perdata bukti surat atau bukti tulisan merupakan bukti yang
utama. 16 Keutamaan ini disebabkan karena dalam surat dibuat untuk membuktikan
keadaan atau peristiwa atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang.
Dokumen elektronik yang bersifat paperless (tanpa menggunakan kertas),
pada putusan pengadilan diakui sebagai alat bukti. Ini dapat dilihat dalam Putusan
Pengadilan Tinggi Denpasar No. 150/PDT/2011/PT.Dps yang mengakui email
sebagai alat bukti yang sah. Di mana email merupakan salah satu wujud dari
dokumen elektronik. Namun, dalam putusan tersebut foto yang merupakan bagian
dari dokumen elektronik tidak dianggap sebagai alat bukti. Hal ini sama dengan
16

Koesparmono Irsan, Pengkajian Hukum Tentang Masalah Kekuatan Hukum Alat Bukti
Elektronik, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1996), hal. 2-3

Universitas Sumatera Utara

Putusan Pengadilan Agama Bondowoso No. 1537/Pdt.G/2011/PA.Bdw, yang
menyatakan rekaman suara tidak dapat dijadikan alat bukti dipengadilan yang mana
rekaman suara juga merupakan salah satu dokumen elektronik. Kedua putusan
tersebut mencerminkan tidak adanya kepastian hukum dalam dokumen elektronik
sebagai alat bukti yang mana telah diatur keabsahannya dalam Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Berdasarkan uraian di atas maka penting untuk dibahas persoalan hukum
terkait tentang dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam perspektif pembaruan
hukum acara perdata Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dan untuk memberikan batasan
penelitian maka disusun beberapa permasalahan, sebagai berikut:
1. Bagaimana dasar pengaturan penggunaan dokumen elektronik sebagai alat
bukti dalam hukum acara perdata di Indonesia?
2. Apakah kriteria-kriteria yang dapat menjadikan dokumen elektronik sebagai
alat bukti dalam hukum acara perdata menurut Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?
3. Bagaimana kedudukan dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam
pembaruan hukum acara perdata Indonesia?

Universitas Sumatera Utara

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pengaturan penggunaan dokumen
elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata di Indonesia;
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kriteria yang dapat menjadikan dokumen
elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata menurut UndangUndang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
3. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan dokumen elektronik sebagai
alat bukti dalam pembaruan hukum acara perdata Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bahan atau informasi
pengembangan ilmu pengetahuan tentang dokumen elektronik sebagai alat
bukti dalam hukum acara perdata Indonesia.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi
pemerintah dan DPR dalam rangka kebijakan dan langkah-langkah terkiat
permasalahan yang melibatkan dokumen elektornik sebagai alat bukti.

Universitas Sumatera Utara

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang
pernah dilakukan secara khusus di Universtias Sumatera Utara, maka penelitian
dengan judul “Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaruan
Hukum Acara Perdata Indonesia” belum pernah dilakukan penelitian pada topik dan
permasalahan yang sama.
Dari hasil penelusuran keaslian penelitian, penelitian yang menyangkut:
Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaruan Hukum Acara
Perdata Indonesia yang pernah dilakukan Mahasiswa

Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara, yaitu:
1. Jun Cai, Nim: 992105112, Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis, Keabsahan
Kontrak Elektronik Menurut Hukum Di Indonesia, dengan Rumusan Masalah :
a. Bagaimanakah keabsahan suatu kontrak elektronik (e-contract) berdasarkan
hukum Indonesia?
b. Hal-hal apakah yang jadi penghambat suatu kontrak elektronik agar dikatakan
sah menurut hukum?
c. Dapatkah kontrak elektronik diterima sebagai alat bukti yang sah menurut
hukum Indonesia?

Universitas Sumatera Utara

2. Edy Siong, Nim: 087005003, Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis, Rekaman
Elektronik sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Rezim Anti Pencucian Uang,
dengan Rumusan Masalah :
a. Bagaimana ketentuan pembuktian dalam hukum acara pidana di Indonesia?
b. Bagaimana ketentuan pembuktian dalam tindak pidana pencucian uang?
c. Bagaimana kedudukan rekaman elektronik sebagai alat bukti dalam tindak
pidana pencucian uang?
3. Rehulina Sitepu, Nim: 1070050, Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis,
Kontrak Dagang Elektronik Sebagai Kontrak Innominat Dalam Perspektif
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan Rumusan Masalah :
a. Bagaimana keabsahan suatu kontrak dagang elektronik innominat?
b. Bagaimana hak dan kewajiban pihak-pihak yang timbul dalam kontrak dagang
elektronik?
c. Bagaimana cara pembayaran dalam kontrak dagang elektronik?
Namun demikian penelitian-penelitian tersebut di atas berbeda dengan
penelitian yang akan dilaksanakan ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian
yang akan dilaksanakan adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan apabila
dikemudian hari ternyata dapat dibuktikan adanya plagiat dalam hasil penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah salah satu bagian terpenting dalam sebuah penelitian.
Karena kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari
sudut mana masalah yang telah dipilih akan disoroti. 17 Artinya, teori digunakan
sebagai dasar untuk memberikan preskripsi atau penilaian tentang yang seharusnya,
fakta dan peristiwa. 18
M. Solly Lubis menyatakan :
”Landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori, tesis mengenai sesuatu kas atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan
perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang
dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”. 19
Teori yang digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis dalam penelitian
ini ialah teori positivisme hukum. 20 Positivisme hukum mengajarkan mengenai
17

Mukti Fajar N.D dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,
(Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2010), hal. 93
18

Sarantakos mengatakan teori adalah suatu set/kumpulan/koleksi/gabungan proposisi yang
secara logis terkait satu sama lain dan diuji serta disajikan secara sistematis. Lihat Budiman Ginting,
Teori Hukum, (Medan: Bahan Pertemuan Kuliah Teori Hukum Program S2 Ilmu Hukum Pasca Sarjana
USU, 16 Januari 2012), hal. 1-2
19

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung: Mandar Madju, 1994), hal. 80

20

Dalam teori positivisme hukum dikenal ada 2 (dua) teori besar yang terdapat didalamnya.
Teori tersebut ialah teori positivisme hukum analitis (analitical jurisprudence) oleh John Austin dan

Universitas Sumatera Utara

hukum adalah perintah, kemudian analisis terhadap konsep-konsep hukum tersebut
merupakan usaha yang berharga untuk dilakukan sehingga keputusan-keputusan
dapat dideduksi secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada terlebih dahulu
tanpa perlu menunjuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijakan serta moralitas sehingga
penghukuman secara moral tidak dapat ditegakkan yang pada akhirnya membawa
kepada hukum sebagaimana diundangkan senantiasa dipisahkan dari hukum yang
seharusnya diciptakan. 21 Hal ini menggambarkan secara jelas, positivisme hukum
memisahkan antara hukum dan moral. Hukum sama sekali tidak bersumber dari alam
seperti moral sehingga hukum disetiap daerah berbeda satu sama lain tidak seperti
yang dimaksud oleh hukum alam yang memiliki sifat yang tetap dan tidak berubahubah dimana-mana juga dan pada waktu apapun juga. 22
John Austin mengatakan :
“Law is a command set, either directly or circuitously, by a sovereign
individual or body, to a mamber or members of some indepent political society in
which his authority is supreme”, (hukum adalah seperangkat perintah, kat yang
merupakan masyarakat politik yang merdeka dimana otoritasnya atau pihak baik
langsung atau tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakat
yang berkuasa merupakan otoritas tertinggi). 23

Teori Hukum Murni (Pure Theory Of Law) oleh Hans Kelsen. Lihat Bismar Nasution dan Mahmul
Siregar, Teori Hukum, (Medan: Bahan Pertemuan Kuliah Teori Hukum Program S2 Ilmu Hukum
Pasca Sarjana USU, 14 Desember 2011), hal. 35-36
21
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 267-268
22
C.S.T. Kansil, Op.Cit, hal. 59
23
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan
(Judicialprudance) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudace), (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2014), hal. 56

Universitas Sumatera Utara

Hans kelsen mengatakan :
”Law is a coercive order of human behavior, it is the primary norm which
stipulates the sanction”, (hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap perilaku
manusia, hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi). 24
Kedua pendapat tokoh di atas, jelas mengandung makna bahwa positivisme
hukum adalah perintah yang tertuang dalam undang-undang. Setiap proses
penyelesaian sebuah sengketa harus berpedoman pada undang-undang. UndangUndang merupakan pedoman penuh para penegak hukum termasuk hakim. Maka
dapat dikatakan bahwa dalam positivisme hukum yang terpenting ialah persoalan
hukum yang “ought (yang seharusnya ada)”, bukan persoalan hukum yang “is (yang
ada)”, 25 sehingga dalam masalah hukum sama sekali tidak memperhatikan penyebab
terjadinya sebuah perbuatan, misalnya seseorang membunuh maka karena membunuh
ia harus dijatuhkan sanksi dengan berat, tidak perlu dicari penyebabnya apakah ia
membunuh karena membela diri atau tidak.
Secara lebih ringkas ajaran-ajaran yang terdapat dalam positivisme
hukum, yaitu : 26
a.
b.
c.
d.

Hukum adalah seperangkat perintah;
Yang dibuat oleh penguasa tertinggi (negara);
Ditujukan kepada warga masyarakat;
Hukum berlaku lokal (dalam yuridiksi negara pembuatnya);
24

Ibid
Ibid, hal. 63-64
26
Achmad Ali, Op.Cit, hal. 4

25

Universitas Sumatera Utara

e. Harus dipisahkan dari moralitas;
f. Selalu tersedia sanksi eksternal bagi pelanggar hukum.
Teori positivisme di atas masih dapat dilihat dalam sistem hukum di
Indonesia, khususnya pada bidang hukum perdata untuk penggunaan alat bukti di
pengadilan. Alat bukti dalam hukum acara perdata Indonesia secara umum masih
bergantung pada Pasal 164 H.I.R, 284 R.Bg jo Pasal 1866 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
Alat-alat bukti tersebut di atas merupakan alat bukti yang pengaturannya
terdapat pada hukum kolonial belanda yang dibawa ke Indonesia. 27 Penggunaan
hukum kolonial tersebut masih berlaku sampai sekarang sehingga dalam prakteknya
Indonesia juga menganut sistem Eropa Kontinental dalam beracara untuk sengketa
keperdataan dimana sistem ini mengedepankan positivisme hukum sebagai proses
penegakan hukum. Dalam perkembangan hukum di Indonesia memiliki pengaturan
baru perihal alat bukti dalam hukum acara khusunya hukum acara perdata, yaitu
munculnya dokumen elektronik sebagai alat bukti yang diatur dalam Undang-Undang
No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Munculnya dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata
maka dalam proses penyelesaian sengketa dipengadilan bila terdapat para pihak
mengajukannya sebagai alat bukti seharusnya sesuai konteks positivisme hukum
maka para penegak hukum harus mempertimbangkannya secara maksimal sesuai
27

Abdul Manan, Op.Cit, hal. 32

Universitas Sumatera Utara

pengaturan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini ialah teori penemuan
hukum. Teori penemuan hukum digunakan untuk memberikan penjelasan tentang
bagaimana dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata.
Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugaspetugas lainnya yang diberi tugas untuk melaksanakan hukum terhadap peristiwaperistiwa konkrit. 28
Di Indonesia sangat diperbolehkan dilakukan penemuan hukum. Hal ini
didasarkan pada Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, berbunyi :
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, berbunyi :
“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
28

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 4

Universitas Sumatera Utara

Kedua bunyi pasal jelas menerangkan bahwa jika terdapat sebuah peristiwa
yang belum ada pengaturannya maka pengadilan atau hakim tidak boleh menolaknya
atau sebuah perbuatan sudah terdapat pengaturannya akan tetapi masih terdpat
kekaburan dalam bunyi pasal-pasalnya maka hakim harus menggali atau mengikuti
atau memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Melihat hal di atas maka terdapat pergeseran teori positivisme hukum di
Indonesia, dimana terjadi pemasukan unsur moral didalamnya. Hal ini terlihat dalam
Pasal 4 ayat (1) yang terkandung kata “hukum” dan Pasal 5 ayat (1) pada kalimat
“nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” Undang-Undang
No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, maka hal tersebut dapat pula
merujuk pada hukum adat yang cenderung bersumber pada moral. Hal ini tentu telah
memperbarui teori positivisme yang ada di Indonesia dan sifatnya tidak terbantahkan
karena berdasarkan teori positivisme undang-undang adalah sumber dari penegakan
hukum maka ketentuan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman juga harus ditegakkan secara penuh.
Penggunaan alat bukti dokumen elektronik pada hukum acara perdata, teori
penemuan hukum sangat membantu karena pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak menyebutkan perihal kekuatan
pembuktian dokumen elektronik sehingga nanti jelas kedudukan dokumen elektronik
dalam pembaruan hukum acara perdata.

Universitas Sumatera Utara

2. Konsepsi
Penggunaan konsepsi dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari
penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan dalam
merumuskan konsep dengan menggunakan model definisi operasional. 29 Adapun definisi
operasional yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
a. Dokumen elektronik
Dokumen elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau
didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 30
b. Teknologi informasi
Teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis dan/atau menyebarkan
informasi. 31
29

Universitas Sumatera Utara, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, (Medan:
Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 72
30

Lihat Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik
31

Lihat Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

Universitas Sumatera Utara

c. Pembaruan
Pembaruan adalah proses, cara, perbuatan membarui. 32
d. Pembaruan hukum
Pembaruan

hukum

adalah

usaha

untuk

lebih

meningkatkan

dan

meyempurnakan pembangunan hukum nasional. 33
e. Hukum acara perdata
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur proses
penyelesaian perkara perdata melalui hakim (pengadilan) sejak dimasukkannya
gugatan, dilaksanakannya gugatan, sampai dengan pelaksanaan putusan hakim. 34

f. Alat bukti
Alat bukti adalah adalah bermacam-macam bentuk dan jenis yang mampu
memberi keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan dipengadilan
mana diajukan untuk membenarkan dalil gugatan dan bantahan. 35

32

Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, hal. 142
Abdul Manan, Op.Cit, hal. 14
34
Akmaluddin Syahputra, Hukum Acara Perdata: Panduan Praktis Beracara Di Pengadilan,
(Medan: Wal Ashri Publishing, 2008), hal. 1
33

35

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 554

Universitas Sumatera Utara

G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah.
Selain itu, penelitian juga dapat digunakan untuk menentukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran. Dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna memperoleh
pemecahan masalah atau mendapat jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang
dirumuskan, sehingga diperlukan rencana yang sistematis, metodologi yang
merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya
pada saat melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan
yang menjadi induknya. 36

Pada penelitian hukum ini, jelas bahwa bidang ilmu

hukum yang menjadi landasan ilmu pengetahuan induknya. Oleh karena itu,
maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum.
Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan “penelitian hukum adalah
kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu
yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau gejala hukum tertentu dengan jelas
menganalisanya”. 37 Agar mendapat hasil yang lebih maksimal maka akan dilakukan
penelitian hukum dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut :

36

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumateri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2006), hal. 9
37
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonessia Press,
2006), hal. 43

Universitas Sumatera Utara

1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian mengenai “Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam
Perspektif Pembaruan Hukum Acara Perdata Indonesia” merupakan penelitian hukum
normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu pada norma
hukum yang sesuai atau berkaitan dengan dokumen elektronik dalam hukum acara
perdata, yang terdapat dalam Herziene Indonesiche Reglement/Rechtsreglement voor
de Buitengewesten (H.I.R/R.Bg), dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 38
Penelitian hukum normatif merupakan prosedur penelitian untuk menemukan
kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian
normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai suatu sistem norma yang
digunakan untuk memberikan justifikasi prespektif tentang suatu peristiwa hukum.
Penelitian ini dilakukan dengan maksud memberikan argumentasi hukum sebagai
dasar penentu, apakah sesuatu penstiwa sudah benar atau salah serta bagaimana
sebaliknya peristiwa itu menurut hukum. 39 Penelitian hukum normatif ini
dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Aprroach).
Pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Aprroach) adalah penelaahan
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

38
39

Zainuddin Ali, Metode Penelitian hukum, (Jakata: Sinar Grafika, 2010), hal. 12-105
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, hal. 146

Universitas Sumatera Utara

sedang ditangani 40, yaitu “kedudukan dokumen elektronik dalam pembaruan hukum
acara perdata Indonesia”.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, merupakan metode yang dipakai
untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang berlangsung yang
tujuannya agar dapat memberikan data mengenai objek penelitian sehingga mampu
menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 41 Dalam penelitian ini metode
deskriptif analisis digunakan untuk memberikan gambaran atau suatu fenomena yang
berhubungan dengan dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam perspektif
pembaruan hukum acara perdata Indonesia yang ditinjau dari H.I.R/R. Bg dan
Undang-Undang ITE.
2. Sumber Data
Dalam penelitian hukum normatif data yang digunakan adalah data sekunder
yang dapat diperoleh dari studi kepustakaan 42, maka di dalam penelitian hukum
normatif yang termasuk data sekunder, yaitu:
a. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang
mengikat dengan permasalahan dan tujuan penelitian 43, antara lain :
40

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009),

41

Wiranto Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Transito, 1978), hal. 132

hal. 93
42

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 23-24

Universitas Sumatera Utara

1) H.I.R/R. Bg;
2) Undang-Undang No.

11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik;
3) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik.
b. Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka
yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer 44 yang terdiri dari :
1) buku-buku;
2) Jurnal;
3) Majalah;
4) Artikel;
5) dan berbagai tulisan lainnya.
c. Bahan hukum Tertier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder 45, seperti:
1) kamus;
2) Berbagai masalah hukum yang berkaitan dengan dokumen elektronik dan
hukum acara perdata.
43

Ibid, hal. 13
Ibid
45
Ibid
44

Universitas Sumatera Utara

3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena
dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya
dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam
penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kepustakaan (library research)46
dan wawancara. Studi kepustakaan digunakan terutama untuk mengumpulkan
data-data melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur,
tulisan-tulisan pakar hukum, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian yang
berkaitan dengan penulisan ini.
Selain itu, juga akan dilakukan wawancara kepada informan yang
pelaksanaannya secara terarah (directive interview). 47 Pemilihan informan dilakukan

46

Studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai keperluan, misalnya:

a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan
permasalahan yang digunakan;
b) Sebagai sumber data sekunder;
c) Mengetahui historis dan perspektif dari permasalhan yang digunakan;
d) Mendapatkan Informasi tentang cara evaluasi atauanalisis data yang dapat digunakan;
e) Memperkaya ide-ide baru;
Mengetahui siapa saja peneliti lain dibidang yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut.
Lihat Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 2010),
hal. 112-113
47

Ronny Hanitijo Soemitro,Op .Cit, hal. 55

Universitas Sumatera Utara

dengan mengutamakan segi kompetensi ilmu yang diperkirakan sarat dengan
informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini yang dianggap sesuai, yaitu : hakim di
Pengadilan Negeri dan hakim di Pengadilan Agama.
4. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke
dalam kategori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disaran oleh data. 48 Analisis data yang akan
dilakukan secara kualitatif, yaitu prosedur penelitian yan menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. 49 Kegiatan ini diharapkan akan dapat memudahkan dalam
menganalisis permasalahan yang akan dibahas, menafsirkan dan kemudian menarik
kesimpulan. Sehingga bahan berupa peraturan perundang-undangan ini dianalisis
secara kualiatif dengan menggunakan logika berfikir dalam menarik kesimpulan yang
dilakukan secara deduktif 50, pada akhirnya dapat menjawab permasalahan penelitian
ini.

48

Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan
kedalam suatu pola, kategoridan satuan uraian dasar. Analisa berbeda dengan penafsiran yang
memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari
hubungan diantara dimensi. Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 280
49

Ibid, hal. 3
Penarikan kesimpulan yang dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari
suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Lihat Jhonny
50

Universitas Sumatera Utara