Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Pendahuluan (Voor Overeenkomst) Pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah (Studi Putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 37 Pdt Plw 2012 Sim)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan bisnis dalam pemasaran maupun penjualan rumah selalu didahului
dengan perbuatan perjanjian. Setelah isinya disepakati, maka perjanjian ini akan
mengikat para pihak. Artinya, para pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka
sepakati dan tuangkan dalam perjanjian itu sebab kesepakatan mereka itu
menimbulkan hubungan hukum keduanya. Namun demikian, perjanjian yang telah
disepakati oleh dan mengikat para pihak itu seringkali menimbulkan permasalahan
dan hambatan di kemudian hari. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pihak
untuk mengerti dan memahami isi atau substansi perjanjian sebelum menyetujui
perjanjian tersebut.
Istilah perjanjian sering disebut juga dengan persetujuan, yang berasal dari
bahasa Belanda yaitu overeenkomst. 5 Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Rumusan

dalam


Pasal

1313

KUHPerdata

menegaskan

bahwa

perjanjian

mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Hal ini berarti
menimbulkan prestasi dari satu orang atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih

5

Istilah perjanjian dalam bahasa Inggris disebut contract atau agreement, sedangkan dalam
bahasa Belanda disebut overeenkomst atau contracten, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi
perjanjian atau persetujuan.


1
Universitas Sumatera Utara

2

orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut yang merupakan perikatan
yang harus dipenuhi. 6
Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi membuat kebutuhan
akan perumahan juga semakin meningkat, keterdesakan kebutuhan tersebut dengan
unit yang tersedia seringkali menimbulkan jual beli atas rumah dilakukan bahkan
pada saat rumah yang menjadi objek jual beli tersebut masih dalam tahap
perencanaan sehingga menimbulkan adanya jual beli secara pesan lebih dahulu dan
menyebabkan adanya perjanjian jual beli pendahuluan (preliminary purchase). Hasil
kesepakatan dalam perjanjian jual beli pendahuluan tersebut nantinya akan
dituangkan dalam perjanjian jual beli (PJB) untuk kemudian dilanjutkan dengan akta
jual beli rumah.
Pengertian mengenai perjanjian pendahuluan tidak diatur di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, akan tetapi terdapat dalam Pasal 42 ayat (1)
Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,

yang menyatakan bahwa:
“Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap
proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual
beli sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan”.
Perjanjian pendahuluan jual beli tersebut kemudian lebih dikenal dengan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). 7 Pembuatan PPJB harus sesuai

dengan

6

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht)
dalam Hukum Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2007), hlm. 249.

Universitas Sumatera Utara

3

Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 09 Tahun 1995 tentang Pedoman
Pengikatan Jual Beli Rumah. Di dalam pertimbangan Keputusan Menteri Perumahan

Rakyat perlu adanya Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah untuk mengamankan
kepentingan pembeli dan penjual rumah, sehingga dengan dibuatnya PPJB
diharapkan kepentingan pembeli dan penjual rumah lebih terjamin. 8
Menurut Mariam Darus, sebelum pihak-pihak melakukan penyerahan hak atas
tanah atau rumah yang diperjualbelikan, pihak-pihak mengadakan persetujuan yang
mengikat pihak-pihak untuk melakukan jual-beli. Perjanjian ini bersifat konsensuil,
obligatoir (pacta de contrahendo) dan merupakan causa (title) dari jual beli. 9 Adapun
ketentuan tentang jual beli telah diatur dalam Pasal 1457 sampai Pasal 1549 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan jual beli dalam hal hak atas tanah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria serta Peraturan Pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian berubah menjadi Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Pada umumnya suatu perjanjian pengikatan jual beli mengandung janjijanji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak
sebelum dapat dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para
7

Penjelasan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Permukiman, yang menyatakan bahwa perjanjian pendahuluan jual beli adalah kesepakatan melakukan
jual beli rumah yang masih dalam proses pembangunan antara calon pembeli rumah dengan penyedia

rumah yang diketahui oleh pejabat yang berwenang.
8
Samuel Christian, http://www.hukumproperti.com/2011/01/26/pedoman-pengikatan-jualbeli-rumah-berdasarkan-kepmenpera-nomor-09kptsm1995-tahun-1995, di akses tanggal 2 februari
2015.
9
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni,1978), hlm.107.

Universitas Sumatera Utara

4

pihak. 10 Perjanjian ini merupakan bentuk perjanjian pendahuluan yang dapat
digunakan untuk meminimalisir sengketa dalam jual beli dengan pembayaran
angsuran. Prinsip yang terpenting adalah perjanjian tersebut berisi klausula-klausula
yang diperlukan sesuai dengan kepentingan dan kesepakatan para pihak, serta hakhak dan kewajiban (prestasi) yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh penjual dan
pembeli. 11
Menurut Munir Fuady, perjanjian pendahuluan merupakan perikatan yang
bersumber dari perjanjian sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat
(1)), para pihak bebas melakukan perjanjian dan mengatur sendiri isi perjanjian
tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, sepanjang memenuhi syarat

sebagai suatu kontrak, tidak dilarang oleh Undang-Undang, sesuai dengan kebiasaan
yang berlaku, sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik. 12
Berdasarkan ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa:
“suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan”. Perjanjian jual beli yang dimaksud dalam Pasal 1457 KUHPerdata
tersebut diatas adalah salah satu perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaan
sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian dengan mana hak
milik dari seseorang atas sesuatu, beralih kepada pihak lain. Berpindah atau
10

Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan
Pelaksanaannya Jilid I, (Jakarta: Djambatan, 1997), hlm.60.
11
Shinta Christie, Aspek Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Tahapan Jual Beli
Hak Atas Tanah Secara Angsuran, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), hlm.5.
12
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis,(Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001), hlm.3.


Universitas Sumatera Utara

5

beralihnya hak atas tanah beserta bangunan diatasnya setelah dilakukan
pelaksanaan/penyerahan (levering) dengan adanya perbuatan hukum yaitu balik
nama. 13 Selanjutnya dalam Pasal 1458 menyebutkan bahwa: “jual beli dianggap telah
terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai
kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum
diserahkan dan harganya belum dibayar”.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus dibuat dengan memperhatikan
asas itikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa: “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Pasal
ini memberi makna bahwa perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak harus
dilaksanakan sesuai kepatutan dan keadilan.
Secara teoritis, asas itikad baik dibedakan menjadi 2, yaitu itikad baik
subjektif dan itikad baik objektif. Itikad baik subjektif yaitu sebelum perjanjian
dilaksanakan para pihak harus menunjukkan kejujuran. Biasanya itikad baik subjektif
ada pada tahap negosiasi, dimana para pihak secara terbuka memberikan informasi
yang sesungguhnya tentang siapa dirinya dan kejujuran terhadap kebendaan yang

dimilikinya. Itikad baik objektif yaitu pada saat pelaksanaan perjanjian harus sesuai
dengan kepatutan dan keadilan.
Itikad baik dalam jual beli merupakan faktor yang penting sehingga pembeli
yang beriktikad baik akan mendapat perlindungan hukum secara wajar, sedangkan

13

J. Satrio, Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1995), hlm.28.

Universitas Sumatera Utara

6

pihak yang tidak beritikad baik patut merasakan akibat dari ketidakjujurannya
tersebut. Itikad baik dapat dilihat pada waktu mulai berlakunya perbuatan hukum
tersebut atau pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
termaktub dalam hubungan hukum itu. 14 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3)
yang menetapkan bahwa, “semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”,
hal tersebut menunjukkan bahwa setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut

dibuat dan dilandasi dengan itikad baik, dalam hal ini termasuk perjanjian pengikatan
jual beli (PPJB) yang merupakan perjanjian pendahuluan.
PPJB merupakan perjanjian pendahuluan yang harus mempertimbangkan asas
keseimbangan dan itikad baik agar perjanjian tersebut dapat menjamin kepastian hak
para pihak dan meminimalisir sengketa yang timbul dikemudian hari. Namun dalam
pelaksanaanya, perjanjian tersebut tidak senantiasa mengalami perjalanan yang
lancar. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya perselisihan yang diajukan di hadapan
sidang pengadilan. Timbulnya perselisihan ini diakibatkan karena salah satu pihak
tidak memenuhi perjanjian yang telah disepakati dalam perjanjian yang mereka buat
atau wanprestasi.
Hal tersebut diatas terjadi dalam kasus antara calon pembeli Griya S yang
melakukan perlawanan terhadap developer (pengembang/Michael SW selaku
Pimpinan PT SC) dan pemilik tanah (Ahli waris R. Hutabarat). Perselisihan tersebut
terjadi sejak adanya pengumuman/aanmaning yang dilakukan oleh VN selaku kuasa
hukum dari ahli waris pemilik tanah yang pada intinya menyatakan terhadap tanah
14

R.Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perdata, (Bandung: Sumur, 1983), hlm.56.

Universitas Sumatera Utara


7

dan bangunan pada Perumahan Griya S akan dilakukan eksekusi, aanmaning tersebut
sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No 24/Pdt/G/2007/PN-SIM jo
Putusan Pengadilan Tinggi Medan No 335/Pdt/2008/PT-MDN jo Putusan Mahkamah
Agung No 692 K/Pdt/2011 yang mengabulkan gugatan pemilik tanah dalam perkara
antara pemilik tanah dan developer (pengembang). Perselisihan keduanya baru terjadi
setelah calon pembeli melakukan penawaran dan membeli tanah berikut dengan
bangunan rumah yang akan dibangun diatasnya disertai dengan down payment (DP)
serta diikuti dengan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) Rumah.
Pada tanggal 11 April 2012, calon pembeli meminta perlindungan hukum
dengan mengajukan perlawanan ke Pengadilan Negeri Simalungun, adapun calon
pembeli tersebut yaitu: MLA Diana (perempuan), TS Eng (laki-laki), AL Tobing
(perempuan), TR Sihombing (laki-laki), GPTA Marjon (laki-laki), EY Siregar
(perempuan). Adapun yang dimohonkan oleh calon pembeli adalah meminta bahwa
PPJB atas tanah dan bangunan (rumah) sebagaimana yang dimaksud dalam PPJB
adalah sah menurut hukum, meminta cicilan yang dilakukan oleh calon pembeli
sebelum terjadinya sengketa antara pemilik tanah dengan developer adalah sah dan
berharga menurut hukum, meminta para calon pembeli yang sudah terikat sesuai

dengan PPJB dan telah membayar cicilan pembelian dengan itikad baik berhak untuk
memiliki atas tanah dan bangunan tersebut, meminta sita yang diletakkan sah dan
berharga menurut hukum, meminta untuk menunda pelaksanaan eksekusi atas
Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No 24/Pdt/G/2007/PN-SIM sampai putusan
perkara ini memiliki kekuatan hukum yang pasti (inkracht).

Universitas Sumatera Utara

8

Pada tanggal 11 Maret 2013, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun
mengeluarkan putusan, yaitu menolak perlawanan dari para calon pembeli serta
menyatakan bahwa calon pembeli merupakan pelawan yang tidak benar. Adapun
yang menjadi pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Simalungun bahwa
berdasarkan bukti yang diajukan oleh para calon pembeli berupa PPJB Rumah yang
masih merupakan perjanjian pendahuluan disertai dengan kwitansi pembayaran
cicilan yang dianggap belum sepenuhnya membayar lunas harga rumah dan tanah;
mempertimbangkan eksistensi hukum (sebab akibat) antara Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB) Rumah tanah dan bangunan dihubungkan dengan pembatalan
perjanjian kerja sama antara pemilik tanah (ahli waris dari Alm. R. Hutabarat) dengan
pengembang yang telah dibatalkan berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum
tetap; menyatakan bahwa segala perjanjian dan tindakan hukum yang dilakukan oleh
pengembang yang didasarkan perjanjian kerja sama tanggal 17 Oktober 2003 tidak
mengikat pemilik tanah, oleh karena itu pemilik tanah tidak dapat dirugikan
karenanya; menyatakan bahwa calon pembeli merupakan pelawan yang tidak benar
sehingga perlawanannya ditolak.
Pada praktiknya, berdasarkan asas itikad baik hakim memang menggunakan
wewenang untuk mencampuri isi perjanjian, sehingga tampaknya itikad baik bukan
saja harus ada pada pelaksanaan perjanjian, tetapi juga pada saat dibuatnya atau di
tandatanganinya perjanjian. Menurut J Satrio, ketentuan pengaturan itikad baik

Universitas Sumatera Utara

9

tersebut merupakan ketentuan yang ditujukan kepada pengadilan. 15 Dikatakan
demikian karena sengketa mengenai itikad baik dalam praktiknya hampir selalu
dimintakan penyelesaiannya kepada pengadilan. Dengan demikian, perkembangan
doktrin itikad baik lebih merupakan hasil kerja pengadilan daripada legislatif yang
berkembang secara kasus demi kasus. 16Hakim memang memegang peranan penting
dalam menafsirkan atau memperluas ajaran itikad baik tersebut. Akibatnya, makna
dan standar itikad baik lebih disandarkan pada sikap dan pandangan hakim yang
berkembang secara kasus demi kasus.
Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas, maka dianggap perlu untuk diteliti
lebih lanjut dan menyusunnya dalam tesis yang berjudul: Asas Itikad Baik dalam
Perjanjian Pendahuluan (Voor Overeenkomst) pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Rumah

(studi

putusan

Pengadilan

Negeri

Simalungun

Nomor.

37/PDT/PLW/2012/PN. SIM).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, adapun yang menjadi pokok permasalahan yang
ingin diteliti dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:
1.

Apakah akibat hukum dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah
sebagai perjanjian pendahuluan bagi para pihak (calon pembeli dan
developer)?
15

J. Satrio, Op. Cit., hlm 166.
Werner F Ebke dan Bettina M Steinhauer, The Doctrine of Good Faith in German
Contract Law, Jack Beatson dan Daniel Friedman, eds., Op.Cit., hlm.7. Dalam Ridwan Khairandy,
Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Indonesia,
2004), hlm.8.
16

Universitas Sumatera Utara

10

2.

Bagaimanakah perjanjian pendahuluan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) Rumah yang dibuat oleh PT Surya Cemerlang sebagai developer
dengan calon pembeli dalam perspektif itikad baik?

3.

Bagaimanakah itikad baik dapat memberikan perlindungan hukum bagi calon
pembeli

dalam

putusan

Pengadilan

Negeri

Simalungun

Nomor

37/PDT/PLW/2012/PN. SIM?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan

latar

belakang

permasalahan

dan

pokok

permasalahan

sebelumnya, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui dan menjelaskan akibat hukum dari Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB) Rumah sebagai perjanjian pendahuluan.

2.

Untuk mengetahui dan menjelaskan perjanjian pendahuluan dalam Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah yang dibuat oleh PT Surya cemerlang
sebagai developer dan calon pembeli dalam perspektif itikad baik.

3.

Untuk menjelaskan itikad baik dapat memberikan perlindungan hukum bagi
calon pembeli terkait dengan perjanjian pendahuluan pada Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, masing-masing sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

11

1. Secara teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan literatur (bahan pustaka) yang
membahas tentang perjanjian pendahuluan berikut dampak hukum yang
ditimbulkan bagi para pihak yang terkait sesuai dengan norma-norma hukum
yang berlaku.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar bagi bahan penelitian
selanjutnya dalam bidang yang sama.
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak sebagai
berikut:
a.

Pemerintah
Menjadi bahan masukan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan dan
melakukan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan perumahan yang
banyak menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah sebagai
perjanjian pendahuluan.

b.

Para Pihak dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah
Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah dapat memberi manfaat bagi para
pihak yang terkait di dalam perjanjian pendahuluan tersebut, yaitu developer
dan calon pembeli. Bagi developer, untuk lebih meningkatkan kualitas
perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) Rumah sebagai perjanjian pendahuluan
(meskipun berupa klausul baku), sesuai dengan Ketentuan Menteri Perumahan
Rakyat No 9 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli. Bagi calon

Universitas Sumatera Utara

12

pembeli, agar lebih teliti dan memahami isi atau substansi dari perjanjian
pengikatan jual beli sebelum memutuskan untuk menandatangani agar tidak
menimbulkan kerugian dikemudian hari.
c.

Hakim
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan bagi hakim dalam
memeriksa dan menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah untuk mengkaji isi atau substansi dari
PPJB Rumah tersebut serta mengukur itikad baik dari para pihak yang
membuatnya untuk memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang
beritikad baik. Selain itu, hakim berwenang untuk memasuki atau meneliti isi
perjanjian apabila diperlukan karena substansi dan pelaksanaan suatu kontrak
bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. 17Oleh karena itu,
diharapkan bagi para hakim di Indonesia untuk bisa menerapkan teori modern
dalam perjanjian, yaitu menghapuskan syarat-syarat formal bagi kepastian
hukum dan lebih menekankan pada terpenuhinya rasa keadilan. 18

d.

Masyarakat
Untuk lebih teliti dalam membeli rumah khususnya perumahan yang biasanya
menggunakan perjanjian pendahuluan berupa PPJB.

17

Asikin Kesuma Atmadja, Pembatasan Rentenir sebagai Perwujudan Pemerataan Keadilan,
Varia Peradilan, Tahun II, No 27, Februari 1987, hlm.2.
18
Jack Beatson dan Daniel Friedmann, Good faith and Fault in Contract Law, (Newyork,
Oxford University Press Inc) hlm. 15. Dalam Ridwan Khairandy, Loc cit.

Universitas Sumatera Utara

13

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan terhadap
hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dan secara khusus di
lingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara penelitian tentang “Asas Itikad
Baik dalam Perjanjian Pendahuluan (Voor Overeenkomst) pada Perjanjian Pengikatan
Jual Beli Rumah (Studi Putusan PN Nomor. 37/PDT/PLW/2012/PN. SIM) tidak
ditemukan judul penelitian yang sama, tetapi ditemukan penelitian karya ilmiah atau
tesis Linawaty (107011009) dengan judul “Perjanjian Jual Beli Kavling Oleh
Pengelola Perumahan”, permasalahan yang dianalisis dalam tesis ini adalah:
1. Bagaimanakah kekuatan hukum perjanjian jual beli kavling tanah matang tanpa
rumah yang dibuat di bawah tangan antara pengembang perumahan dan
pembeli?
2. Apakah hambatan yuridis dalam pengalihan jual beli kavling tanah matang
tanpa rumah yang dilakukan oleh pengembang perumahan?
3. Bagaimana perbandingan hukum terhadap pembeli kavling tanah matang tanpa
rumah dari pengembang apabila dirugikan?
Tesis Henny Saida Flora, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah Melalui Pengembang”.
Permasalahan yang dianalisis adalah:
1. Apakah dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang dibuat oleh
pengembang telah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen?

Universitas Sumatera Utara

14

2. Bagaimanakah tanggungjawab pengembang apabila konsumen dirugikan dalam
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut?
3. Bagaimana sikap konsumen terhadap isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
yang ditawarkan oleh pengembang?
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka penelitian ini berbeda dari
penelitian tersebut yang mana penelitian ini lebih memfokuskan pada asas itikad baik
dalam perjanjian pendahuluan (Voor Overeenkomst) dan kajian terhadap Putusan PN
Nomor. 37/PDT/PLW/2012/PN. SIM dalam menafsirkan perspektif itikad baik yang
dapat memberikan perlindungan hukum. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan
dalam penulisan ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keaslian
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara keilmuan akademis berdasarkan
nilai objektivitas dan kejujuran.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara
teori-teori yang akan diteliti. Suatu konsep teori bukan merupakan gejala yang akan
diteliti tetapi merupakan abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu biasanya dinamakan
fakta, sedangkan konsep teori merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan
dalam fakta tersebut. 19 Penyusunan kerangka teori menjadi keharusan, agar masalah
yang diteliti dapat dianalisis secara komprehensif dan objektif. Kerangka teori

19

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),

hlm.25.

Universitas Sumatera Utara

15

disusun untuk menjadi landasan berpikir yang menunjukkan sudut pandang
pemecahan masalah yang telah disusun. 20
Solly Lubis memberikan pengertian kerangka teori adalah:
“Pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau
permasalahan yang dapat menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis, hal
mana dapat menjadi pegangan eksternal bagi penulis. Teori berfungsi untuk
menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifikasi atau proses tertentu
terjadi”. 21
Teori juga bermanfaat untuk memberi dukungan analisis atas topik yang
sedang dikaji, 22 serta bermanfaat sebagai pisau analisis dalam pembahasan terhadap
masalah penelitian, berupa fakta dan peristiwa hukum yang terjadi sekaligus
berfungsi sebagai wacana yang memperkaya dan mempertajam argumentasi dalam
memahami masalah yang menjadi objek penelitian.
Teori menempati tempat yang terpenting dalam penelitian, sebab teori
memberikan sarana untuk merangkum dan memahami masalah yang dikaji secara
lebih baik. Hal-hal yang pada awalnya terlihat tersebar dan berdiri sendiri dapat
disatukan dan ditujukan kaitannya satu sama lain secara bermakna, sehingga teori

20

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 93.
21
M. Solly Lubis, Filsafat dan Penelitian, (Bandung: Bandar Maju, 1994), hlm. 80.
22
Mukti fajar dan Yulianto Achmad, Op. Cit, hlm. 44.

Universitas Sumatera Utara

16

berfungsi

memberikan

penjelasan

dengan

cara

mengorganisasikan

dan

mensistematisasikan masalah yang dikaji. 23
Pemikiran teori hukum tidak terlepas dari keadaan lingkungan dan latar
belakang permasalahan hukum atau menggugat suatu pemikiran hukum yang
dominan pada saat itu. Pemikiran tentang teori hukum adalah akumulasi keresahan
maupun sebuah jawaban dari masalah kemasyarakatan yang dihadapi oleh generasi
saat itu. 24
Teori ilmu hukum dapat diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang
dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai
aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam
konsepsi teoritisnya maupun dalam pengenjawantahan praktisnya, dengan tujuan
untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih
mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dari kegiatan yuridis dalam kenyataan
masyarakat. Objek telaahnya adalah gejala umum dalam tataran hukum positif yang
meliputi analisis bahan hukum, metode dalam hukum dan kritik ideological terhadap
hukum. 25
Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum,
teori perjanjian dan teori perlindungan hukum. Teori perjanjian digunakan sebagai
alat atau pisau analisis sekaligus mengurai dan menjelaskan masalah yang diteliti.

23

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.53.
Satjipto Raharjo, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni,1986), hlm.4.
25
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju,
2009), hlm.22.
24

Universitas Sumatera Utara

17

Pertama, Teori kepastian hukum, sebagaimana diketahui bahwa tujuan hukum
adalah untuk mengayomi manusia. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum
karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. 26Hukum harus dilaksanakan dan
ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal
peristiwa konkrit. Undang-undang diciptakan untuk memberikan perlindungan
hukum kepada manusia dan memelihara ketertiban dalam masyarakat. Namun, dalam
perkembangannya, terjadi kontroversial antara materi hukum yang menunjukkan
adanya peningkatan. Sebaliknya, di pihak lain tidak diimbangi dengan adanya
kepastian hukum dalam pelaksanaannya. 27
Undang-undang merupakan kumpulan norma-norma hukum yang dilandasi
oleh prinsip-prinsip hukum. Agar norma hukum itu dapat melindungi kepentingan
manusia dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat maka Undang-Undang itu
harus dilaksanakan. Melalui pelaksanaan Undang-undang, hukum dapat ditegakkan,28
meskipun dalam penegakannya mengalami hambatan. Salah satu tujuan dari
penegakan hukum adalah menciptakan kepastian hukum. 29 Kepastian hukum
diperuntukkan bagi manusia bukan sebaliknya manusia diperuntukkan bagi kepastian
hukum. Tanpa ada kepastian hukum tidak mungkin kepentingan manusia terlindungi
dan ketertiban tidak terwujud dalam masyarakat. Dalam suatu Undang-Undang,
26

Sudikno Mertukusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, (Yogyakarta: P.T
Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.1.
27
Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004 Tap. MPR IV/MPR/1999, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1999), hlm. 10. Lihat juga Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia (Suatu Kebutuhan Yang
Didambakan), (Bandung: Alumni, 2014), hlm. 117.
28
Hal ini sesuai dengan adagium “fiat justitia et pereat mundus”
29
Penegakan hukum meliputi 3 (tiga) elemen yakni kepastian hukum, kemanfaatan hukum
dan keadilan hukum.

Universitas Sumatera Utara

18

kepastian hukum meliputi dua hal yaitu: Pertama, kepastian perumusan norma dan
prinsip hukum yang tidak bertentangan satu dengan lainnya baik dari pasal-pasal
undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya
yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua, kepastian dalam melaksanakan
norma-norma dan prinsip hukum undang-undang tersebut. 30
Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya
aturan hukum yang bersifat umum untuk membuat individu mengetahui perbuatan
apa saja yang boleh dilakukan atau perbuatan apa saja tidak boleh dilakukan, dan
kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena
dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa
saja yang boleh dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan
hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi
dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya
untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan. 31
Pada dasarnya putusan hakim merupakan bagian dari proses penegakan
hukum yang bertujuan salah satunya untuk mencapai kepastian hukum. Dalam upaya
menerapkan kepastian hukum, idealnya putusan hakim harus sesuai tujuan dasar dari
suatu pengadilan dan harus mengandung kepastian hukum sebagai berikut: 32

30

Tan Kamello, Op. Cit, hlm. 118.
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group,
2008) hlm.158.
32
www.pn-yogyakarta.go.id/.../article/.../87, diakses pada tanggal 20 Desember2014, pukul
10.00 WIB.
31

Universitas Sumatera Utara

19

a. Melakukan solusi autoritatif, artinya memberikan jalan keluar dari masalah
hukum yang dihadapi oleh para pihak
b. Efisiensi artinya dalam proses harus cepat, sederhana dan biaya ringan
c. Sesuai dengan tujuan undang-undang yang dijadikan dasar dari putusan
hakim tersebut
d. Mengandung aspek stabilitas, yaitu dapat memberikan rasa tata tertib dan
rasa aman dalam masyarakat
e. Mengandung equality, yaitu memberi kesempatan yang sama bagi pihak
yang berperkara
Teori kepastian hukum ini dikemukakan dengan tujuan untuk menganalisis
akibat hukum dari perjanjian pendahuluan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) rumah yang dibuat oleh developer dan calon pembeli sebagai persetujuan
yang mengikat pihak-pihak tersebut untuk melakukan jual-beli serta menganalisis
putusan hukum pengadilan PN No 37/PDT/PLW/2012/PN.SIM dalam pertimbangan
putusan yang salah satunya adalah membatalkan perjanjian kerjasama antara pemilik
tanah (R.M Hutabarat) dengan MS Widjaya (developer/ Pimpinan PT Surya
Cemerlang) yang dijadikan reasoning hakim dalam memberi putusan bahwa PPJB
yang dilakukan oleh developer batal demi hukum.
Kedua, teori perjanjian. Dalam Buku ke-III BW istilah perikatan disebut juga
dengan verbintenis yang mengandung makna lebih luas daripada perjanjian. Menurut
subekti suatu perikatan adalah hubungan hukum yang terletak dalam lapangan harta
kekayaan antara satu orang atau lebih dengan satu orang lain atau lebih, dimana pihak
yang satu adanya prestasi diikuti kontra prestasi dari pihak lain. Perikatan seperti

Universitas Sumatera Utara

20

tersebut banyak dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua orang atau pihak saling
menjanjikan sesuatu atau disebut juga dengan perikatan karena perjanjian. 33
Perikatan yang lahir karena suatu perjanjian adalah perikatan yang
dikehendaki oleh dua orang atau lebih membuat suatu kesepakatan bersama untuk
memenuhi suatu prestasi. 34Perikatan yang lahir karena perjanjian harus memenuhi
syarat-syarat perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata,
yaitu:
1. Adanya kata sepakat dari mereka yang mengadakan perjanjian;
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (perikatan);
3. Perjanjian yang diadakan harus mempunyai objek tertentu;
4. Yang diperjanjikan itu adalah suatu sebab yang halal. 35
Terhadap saat-saat terjadinya perjanjian ada beberapa ajaran: 36
1. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada
saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan mengirimkan
surat;
2. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi
pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima
tawaran;
3. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang
menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
4. Teori kepercayaan (vertrouwwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan
itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh
pihak yang menawarkan.

33

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XXVI, (Jakarta: Intermassa, 1994), hlm.128-

131.
34

Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 326.
R. Subekti Dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk
Wetboek), (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), hlm.339.
36
Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan
Penjelasan, (Bandung: Alumni, 2006), hlm.98-99.
35

Universitas Sumatera Utara

21

Hardijan Rusli, memberikan pengertian dari perjanjian bahwa perjanjian
adalah: 37
“Suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat
antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak)
saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan
begitu juga dengan subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan
prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati oleh para pihak tersebut
serta menimbulkan akibat hukum”.
Berdasarkan definisi tersebut dalam teori-teori perjanjian terdapat didalamnya
asas-asas hukum perjanjian yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Asas-asas
tersebut antara lain: freedom of contract (asas kebebasan berkontrak), consensualism
(asas konsensualisme), pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), good faith (asas
itikad baik) dan personality (asas kepribadian), dan lain-lain. 38 Asas-asas ini dapat
digunakan dalam penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian. Tanpa adanya
asas dan/atau prinsip, maka dalam penyelesaian sengketa perjanjian/kontrak akan
selalu menghasilkan pertentangan antar para pihak yang berkepentingan di dalamnya.
Asas itikad baik termuat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang
menyebutkan, bahwa: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata tersebut, dasar dalam
pembuatan perjanjian itu adalah keharusan beritikad baik. Siti Ismijati Jenie
berpendapat bahwa, itikad baik dalam artian objektif disebut juga dengan istilah
37

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cet. Kedua (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm .41.
38
Ricardo Simanjuntak, “Asas-asas Utama Hukum Kontrak Dalam Kontrak Dagang
Internasional: Sebuah Tinjauan Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 27, No. 24, Tahun 2008, hlm.43.
Lihat juga: gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Abitrase VS. Pengadilan Persoalan
Kompetensi Absolut Yang Tidak Pernah Selesai, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.108-110.

Universitas Sumatera Utara

22

kepatutan. Objektif disini menunjuk pada kenyataan bahwa perilaku para pihak itu
harus sesuai dengan anggapan umum tentang itikad baik dan tidak semata-mata
berdasarkan pada anggapan para pihak sendiri. 39
Pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan mengandalkan norma-norma
kepatutan dan kesusilaan. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata itu memberikan
kekuasaan hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian agar jangan sampai
pelaksanaan itu melanggar kepatutan atau keadilan. Oleh karena itu, hakim berkuasa
untuk menyimpang dari isi perjanjian, manakala pelaksanaan perjanjian tersebut akan
bertentangan dengan kepatutan atau keadilan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal
1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:
“Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian diharuskan oleh kepatutan”.
Asas kepatutan yang terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata ini berkaitan
dengan isi perjanjian, melalui asas ini ukuran tentang hubungan antar pihak dalam
perjanjian ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. Isi perjanjian yang
dimaksudkan adalah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak
mengenai hak dan kewajiban mereka di dalam perjanjian tersebut. Kepatutan dalam
Pasal 1339 KUHPerdata, yang secara bersama-sama dengan kebiasaan dan undangundang harus di perhatikan para pihak dalam melaksanakan perjanjian.
39

Siti Ismijati Jenie, Itikad Baik, Perkembangan dari Asas Hukum Khusus Menjadi Asas
Hukum Umum di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, tanggal 10 September 2007, hlm.5.

Universitas Sumatera Utara

23

Menurut Subekti, ketentuan ini mengandung pengertian bahwa hakim
diberikan kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan tujuan perjanjian, jangan sampai
pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan. Ini berarti hakim itu berkuasa
untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut hurufnya, manakala pelaksanaan
menurut huruf itu bertentangan dengan itikad baik. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata
dapat dipandang sebagai suatu syarat atau tuntutan kepastian hukum (janji itu
mengikat), sedangkan ayat (3) nya mengejar dua tujuan yakni menjamin kepastian
(ketertiban) dan memenuhi tuntutan keadilan. Kepastian hukum menghendaki supaya
apa yang dijanjikan harus dipenuhi (ditepati). Namun, dalam menuntut dipenuhinya
janji itu, tidak dibenarkan meninggalkan norma-norma keadilan atau kepatutan. 40
Ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata ini merupakan ketentuan yang
tidak dapat disimpangi oleh para pihak. Dengan kata lain bahwa sekalipun para pihak
telah bersepakat untuk dimuatnya suatu ketentuan dalam perjanjian yang sifatnya
demikian berat sebelahnya sehingga dirasakan tidak adil, namun tetap saja ketentuan
itu tidak dapat diberlakukan karena bertentangan dengan asas itikad baik.
Tan Kamello dalam pandangan hukumnya menyatakan, bahwa: 41
“Dalam KUHPerdata, kepatutan adalah tiang hukum yang wajib ditegakkan.
Sebagai asas kepatutan memiliki peran dan fungsi antara lain menambah atau
mengenyampingkan isi perjanjian. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam

40

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermassa, 1990), hlm. 41.
Tan Kamello dalam O.C. Kaligis, Asas Kepatutan Dalam Arbitrase, (Bandung:Alumni,
2009), hlm.279-280.
41

Universitas Sumatera Utara

24

Pasal 1339 KUHPerdata. Isi perjanjian yang dibuat berdasarkan asas
kebebasan berkontrak harus dijalankan dengan itikad baik”.
Menurut Ridwan Khairandy, dalam bukunya yang berjudul “Itikad Baik
dalam Kebebasan Berkontrak”, menjelaskan bahwa standar itikad baik sudah harus
ada mulai dalam tahap prakontrak sampai pada postkontrak, prakontrak didasarkan
pada kecermatan dalam berkontrak. Dengan asas ini para pihak masing-masing
memiliki kewajiban untuk menjelaskan dan meneliti fakta material yang berkaitan
dengan perjanjian tersebut. Dengan standar tersebut, perilaku para pihak dalam
melaksanakan perjanjian dan penilaian terhadap isi perjanjian harus didasarkan pada
prinsip kerasionalan dan kepatutan. Ajaran itikad baik pada tahap negosiasi maupun
prakontrak belum terlalu mengkristal dalam praktek pengadilan di Indonesia.
Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri urgensinya dalam perlindungan para
pihak dalam perjanjian di tengah perkembangan hukum perjanjian saat ini.
Teori perjanjian ini dikemukakan dengan tujuan untuk menganalisis isi atau
subtansi perjanjian pendahuluan dalam PPJB untuk melihat norma-norma hukum
yang diharuskan oleh KUHPerdata. Sistem hukum perjanjian mengandung sejumlah
asas-asas dan dibangun berdasarkan asas-asas hukum tersebut. Jika dilihat dari segi
substantif, asas hukum perjanjian adalah suatu pikiran dasar tentang kebenaran untuk
menopang norma hukum dan menjadi elemen yuridis dari suatu sistem hukum

Universitas Sumatera Utara

25

perjanjian. 42 Oleh karena itu, teori ini diperlukan untuk menganalisis perjanjian yang
dibuat oleh para pihak apakah sudah sesuai dengan norma-norma yang diatur dalam
KUHPerdata dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan maupun
kepatutan.
Ketiga, teori perlindungan hukum, konsep perlindungan hukum dari perspektif
keilmuan hukum. Menurut Harjono bahwa, “perlindungan hukum mempunyai makna
sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang
diberikan oleh hukum, ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingankepentingan tertentu, yaitu dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu
dilindungi tersebut kedalam sebuah hak hukum. 43
Konsep umum dari perlindungan hukum adalah perlindungan dan hukum.
Perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata, yaitu “perlindungan dan hukum” yang
artinya perlindungan menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Jadi,
perlindungan hukum terhadap calon pembeli yang dipergunakan adalah perlindungan
terhadap hak calon pembeli sebagai konsumen atau pembeli yang beritikad baik
dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan hukum terhadap calon
pembeli atas tindakan developer dan pemilik tanah dalam sengketa jual beli rumah
pada perumahan Griya S.

42

Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antar
Bank dengan Nasabah, dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Hukum Perdata
tanggal 2 September 2006, USU, Medan, 2006. hlm.27.
43
Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa, Penerbit Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, 2008, hlm. 373.

Universitas Sumatera Utara

26

Perlindungan hukum terhadap calon pembeli di Indonesia dituangkan dalam
Undang-Undang No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Ketentuan Pasal
5 Undang-Undang Perlindungan konsumen (UUPK) menjelaskan bahwa konsumen
memiliki hak sebagai berikut: 44
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, serta jaminan
yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;
8. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Selain itu, perlindungan hukum bagi calon pembeli juga di tuangkan dalam
Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No 9/KPTS/M/1995 Tentang Pedoman
Pengikatan Jual Beli.
Berdasarkan uraian tersebut diatas bahwa konsep-konsep umum dari
perlindungan hukum adalah perlindungan dan hukum, yang artinya perlindungan
menurut hukum dan Undang-undang yang berlaku. Meski demikian, dalam
hubungannya dengan penelitian ini maka seyogyanya pembeli yang beritikad baik

44

Gunawan Widjaja Dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama,2003), hlm.29.

Universitas Sumatera Utara

27

mendapat perlindungan hukum sebagaimana Yurisprudensi Putusan Mahkamah
Agung RI No 251K/Sip/1958 Tanggal 26 Desember 1958.
2. Kerangka Konsepsi
Kerangka konsep atau konsepsional perlu dirumuskan dalam penelitian
sebagai pegangan atau konsep yang digunakan dalam penelitian. Biasanya kerangka
konsepsional dirumuskan sekaligus dengan definisi-definisi tertentu, yang dapat
dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisis
dan konstruksi data. 45
Konsep yang dipergunakan dalam penelitian adalah konsep yang terkait
langsung dengan variable penelitian dan untuk menghindari penafsiran yang berbeda
terhadap kerangka konsep yang digunakan, oleh karena itu didalam penelitian ini
dirumuskan konsep dengan menggunakan model definisi operasional, 46 yaitu:
a. Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457 KUH Perdata).
b. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,
dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak
huni. 47

45

Soerjono Soekanto, Op. Cit, hlm. 137.
Pedoman Penulisan Tesis Program Study Ilmu Hukum SPS USU, Medan Universitas
Sumatera utara, hlm. 5.
47
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman.
46

Universitas Sumatera Utara

28

c. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal
yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. 48
d. Perjanjian Pendahuluan adalah kesepakatan untuk melakukan jual beli
rumah yang masih dalam proses pembangunan antara calon pembeli rumah
dengan penyedia rumah yang diketahui oleh pejabat yang berwenang.49
Perjanjian ini bersifat konsensuil, obligatoir (pacta de contrahendo) dan
merupakan causa (title) dari jual beli. 50
e. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah perjanjian jual beli secara
pesan lebih dahulu atau disebut dengan perjanjian jual beli pendahuluan.51
Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian pendahuluan yang dibuat
oleh calon penjual dan calon pembeli atas dasar kesepakatan sebelum jual
beli dilakukan, dalam rangka untuk meminimalisir benih sengketa yang
mungkin muncul dikemudian hari. Perjanjian ini dilakukan sebelum
tejadinya peristiwa hukum jual beli, dan objek perjanjiannya dapat berupa
benda bergerak dan benda tidak bergerak.
f. Akta Jual Beli (AJB) adalah akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan. Dengan

48

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No 1Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
Lihat Penjelasan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan
dan Permukiman
50
Mariam darus, Op. Cit, hlm. 107.
51
Lihat Lampiran Latar Belakang Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
09/KPTS/ 1995 tentang Pedoman Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah.
49

Universitas Sumatera Utara

29

dibuatnya AJB oleh Notaris/PPAT, maka tanah sebagai objek jual beli
telah dapat dialihkan (balik nama) dari penjual kepada pembeli.
g. Asas itikad baik dalam bahasa hukumnya disebut de goedetrow. Asas ini
berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Mengenai asas itikad baik
ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menentukan
“persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad
baik dapat dibedakan dalam pengertian subjektif dan objektif. Itikad baik
dalam segi subjektif, berarti kejujuran. Hal ini berhubungan erat dengan
sikap batin seseorang pada saar dimulainya suatu perjanjian itu seharusnya
dapat membayangkan telah dipenuhhinya syarat-syarat yang diperlukan.
Itikad baik objektif, berarti kepatutan, yang berhubungan dengan
pelaksanaan perjanjian atau pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan
hak dan kewajiban haruslah mengindahkan norma-norma kepatutan.
h. Asas hukum adalah kaidah, yang memuat ukuran (kriteria) nilai. 52 Asas
hukum mewujudkan kaidah hukum tertinggi dari suatu sistem hukum
positif, karena sifatnya yang terlalu umum maka untuk dapat berperan
kaidah hukum harus dikonkretisasikan baik dalam bentuk peraturanperaturan hukum maupun putusan-putusan hakim. 53Asas hukum dapat
memberikan arah sesuai pendapat dari Bachsan Mustafa dikutip oleh Agus

52

Kaedah atau norma merupakan patokan atau pedoman untuk hidup. Lihat Purnadi
Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.7.
53
J.J.H Bruggink, Recht-Reflecties, Grondbergrippen uit de rechttheorie, terjemahan oleh B.
Arief Shirdata, Refleksi tentang Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hlm.123-132.

Universitas Sumatera Utara

30

Yudha Hernoko bahwa “Asas hukum berfungsi sebagai pondasi yang
memberikan arah, tujuan, serta penilaian fundamental, mengandung nilainilai dan tuntutan etis”. 54
i. Konsensus adalah persamaan (kesatuan) pendapat, sepakat, yang menjadi
titik lahirnya perjanjian atau persetujuan. 55
j. Doktrin adalah ajaran, asas-asas suatu aliran politik, keagamaan; pendirian
segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, ketatanegaraan. 56
G. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sararan dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan, sedangkan cara penelitian
merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran
secara sistematis, metodologis dan konsisten. Metode penelitian hukum merupakan
suatu cara yang teratur (sistematis) dalam melakukan sebuah penelitian. 57
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, 58selain
itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk

54

Ibid, hlm. 23.
Ibid, hlm. 72.
56
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta,
Pusat Bahasa, hlm. 362.
57
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum , Cetakan ke-1, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2004), hlm. 57.
58
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm.6.
55

Universitas Sumatera Utara

31

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam
gejala yang bersangkutan. 59
Penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian hukum
normatif (doctrinal) dan penelitian hukum empiris atau sosiologis (non doctrinal).60
Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan yang
timbul dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (doctrinal), sebagai
sebuah penelitian hukum normatif, titik berat penelitian adalah pada penelitian
kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Penelitian ini menggunakan penelitian
normatif yang bersifat kualitatif yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum
yang selalu berkaitan dengan filosofi hukum. Penelitian doctrinal atau penelitian
dogmatik (dogmatic research) merupakan penelitian yang menganalisis baik hukum
sebagai law as it is written in the books maupun hukum sebagai law as it is decided
by judge through judicial process.
Penelitian

ini

bersifat

deskriptif

analitis

dan

eksplanatif,

untuk

menggambarkan secara lengkap, menyeluruh dan mendalam aturan hukum yang
relevan dengan penelitian ini, yang didasarkan pada penjelasan-penjelasan maupun
argumen-argumen terkait dengan peran hakim dalam memberikan perlindungan
hukum sesuai dengan prinsip-prinsip yang dalam Negara hukum (rule of law).

59
60

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), hlm.14.
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.2.

Universitas Sumatera Utara

32

Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-unda