Prevalensi asma dan hubungan dengan faktor yang mempengaruhi asma pada siswa SMP di Kecamatan Medan Selayang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di
negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007),
Jepang 13% (2005) atau Korea 5,3% (2000). Permasalahan ini mempengaruhi
dampak pada penurunan produktivitas dan kualitas hidup, tidak berkembangnya
pendidikan di sekolah, biaya kesehatan yang meningkat, perawatan di rumah sakit
dan bahkan kematian.1,2
Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia
menyatakan bahwa pada tahun 2002 asma menduduki urutan ke-4 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditas) diikuti oleh bronkitis kronik dan emfisema.3,4
Clinical Guideline for the Diagnosis, Evaluation and Management of Adult and
Children with Asthma menyebutkan penderita asma di New York mewakili
masyarakat modern dan kaya, lebih dari 1,1 juta para dewasa menderita asma. Terjadi
juga di seluruh kelompok usia lain tetapi lebih sering menyerang anak-anak. Secara
keseluruhan di Amerika Serikat hampir 1 dari setiap 13 orang anak usia sekolah
memiliki masalah asma, dan rasio itu meningkat lebih cepat pada anak-anak pra
sekolah tak terkecuali di keluarga yang bermukim di dalam kota.4,5

Banyaknya laporan prevalensi asma pada suatu daerah, dan dengan definisi asma
yang masih umum menyebabkan banyak perbandingan prevalensi sehingga asma
23

menjadi masalah dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan prevalensi
asma ditemukan 3-5 % pada orang dewasa dan 7-10 % pada anak-anak. WHO juga
memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma dan diperkirakan
jumlah ini akan terus bertambah sebesar 180.000 orang tiap tahun.2,3,6
Peningkatan teknologi dan sosial ekonomi pada kota-kota besar di Indonesia
sangat mempengaruhi kualitas lingkungan. Pengaruh tersebut terjadi karena
pemukiman yang rapat, kumuh, asap kendaraan bermotor dan asap rokok serta
binatang peliharaan secara langsung dapat mempengaruhi kualitas kesehatan paru dan
berdampak pada prevalensi serta derajat penyakit asma anak khususnya pada anak
usia 13–14 tahun.2,4,7,8
Anak usia 13–14 tahun adalah anak remaja yang masih bersekolah. Kondisi
lingkungan sekolah dan ruang kelas yang tidak bersih bisa juga menjadi faktor yang
mempengaruhi kesehatannya. Kondisi lingkungan sekolah baik internal maupun
eksternal khususnya di negara berkembang seperti di Indonesia memiliki lingkungan
yang tidak bersih dan tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal ini sangat
mempengaruhi kesehatan anak itu sendiri.4,7

Anak yang tidak memiliki riwayat penyakit asma, kondisi lingkungan sekolah
yang tidak begitu signifikan mempengaruhi kesehatan sekalipun terpengaruh itu dapat
dicegah dengan meningkatkan kekebalan tubuh anak tersebut. Sebaliknya anak yang
memiliki riwayat asma dari sebelumnya, kondisi lingkungan sekolah dan kelas yang
tidak bersih sangat rentan kambuh asmanya.2,4,7
Lebih dari 100 juta orang diseluruh dunia menderita asma dan prevalensi
diantaranya anak berusia 13–14 tahun meningkat. Meskipun asma bukan penyakit
24

baru (sudah lama diketahui) yang penyebabnya masih belum jelas.3,9 Penyebab
peningkatan prevalensi asma tidak terlepas dari semakin kompleks dan bervariasinya
faktor pencetus dan faktor yang mendasarinya.9,10
Perbedaan prevalensi asma anak di kota biasanya lebih tinggi dibanding di
desa, terlebih golongan sosio-ekonomi rendah dibanding sosio-ekonomi tinggi. Pola
hidup di kota besar, perkembangan industri yang pesat dan banyaknya jumlah
kendaraan bermotor menyebabkan tinggi polusi udara, keadaan ini meningkatkan
hiperesponsif saluran napas, rinitis alergi dan atopi akibat zat polutan dan secara tidak
langsung meningkatkan risiko terjadinya asma baik prevalensi, morbiditas (perawatan
dan kunjungan ke instalasi gawat darurat) maupun mortalitasnya.7,8
Syaiful Hidayat dan Vita Health menemukan bahwa pada anak usia 14 tahun

dengan risiko asma pada laki-laki 4 kali lebih sering daripada perempuan. Perbedaan
ini mungkin menandakan bahwa anak laki-laki relatif mempunyai saluran napas lebih
kecil daripada anak perempuan pada usia tersebut. Pada usia 20 tahun terjadi
kebalikan insidens karena pada usia pubertas kaliber anak laki-laki lebih besar
daripada perempuan. Faktor yang lain adalah perubahan hormonal sejak
pubertas.4,7,11,12 International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC)
melakukan penelitian prevalensi asma pada 56 negara pada tahun 1990 menemukan
bahwa prevalensi asma berkisar antara 2-3% di Eropa Timur, Indonesia, Yunani,
Uzbekistan, India dan Ethiopia sedangkan di negara maju seperti Inggris, Australia
dan Selandia Baru prevalensinya sebesar 20%. Pada tahun 2001 sebanyak 20,3 juta
orang dilaporkan menderita asma termasuk anak-anak kira-kira 6,5 juta. Asma

25

menyebabkan kehilangan 16% hari sekolah pada anak-anak di Asia, 34% anak-anak
di Eropa dan 40% anak-anak di Amerika Serikat.13
Penelitian tentang asma di Indonesia masih terbatas terutama penelitian asma
pada anak sedangkan prevalensinya diperkirakan cenderung meningkat. Pada tahun
2013 prevalensi asma, PPOK, dan kanker berdasarkan wawancara di Indonesia
masing-masing 4,5 %, 3,7 %, dan 1,4% per mil. Prevalensi asma dan kanker lebih

tinggi pada perempuan, prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki.14 Kecendrungan
prevalensi asma yang semakin meningkat, juga harus dilihat dari sisi pendidikan dan
kompetensi agar kiranya dapat menilai gejala klinis awal untuk mencegah
underdiagnosis pada asma. Mengingat mendiagnosis asma merupakan kompetensi
dokter umum dimana bisa menguasai diangosis, pengelolaan dan penatalaksanaan
penyakit sekaligus pencegahan dan komunikasi yang baik dengan pasien dan
keluarga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi asma anak berusia 13–14
tahun di Medan dengan menggunakan kuesioner dari International Study of Asthma
and Allergies in Childhood (ISAAC) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
serta mengetahui pola pengobatan pada anak yang menderita asma.
Wilayah Medan merupakan wilayah kota industri dan perdagangan dengan
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Penelitian dilakukan pada siswa sekolah
SMP di Kecamatan Medan Selayang dengan usia 13-14 tahun.

1.2. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah menilai prevalensi asma dan mengetahui faktor risiko yang berpengaruh
26

terhadap angka kejadian asma pada anak usia 13-14 tahun di SMP Kecamatan Medan

Selayang.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui angka prevalensi kejadian asma
dan faktor risiko yang mempengaruhinya dengan menggunakan pertanyaan ISAAC
pada anak usia 13–14 tahun di SMP Kecamatan Medan Selayang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa
SMP di Kecamatan Medan Selayang.
2. Mengetahui proporsi mengi pada kejadian asma pada siswa kelas VII dan
VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan Selayang.
3. Mengetahui proporsi rhinitis pada kejadian asma pada siswa kelas VII dan
VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan Selayang.
4. Mengetahui proporsi ekzema pada kejadian asma pada siswa kelas VII dan
VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan Selayang.
5. Mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin penderita asma pada siswa
kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan Selayang.
6. Mengetahui distribusi frekuensi riwayat atopi penderita asma pada siswa
kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan Selayang.


27

7. Mengetahui distribusi frekuensi riwayat pemberian ASI penderita asma
pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan
Selayang.
8. Mengetahui distribusi frekuensi paparan asap rokok di rumah penderita
asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan
Selayang.
9. Mengetahui distribusi frekuensi hewan peliharaan di rumah penderita
asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di Kecamatan Medan
Selayang.
10. Mengetahui distribusi frekuensi jenis perabot rumah yang dipakai
penderita asma pada siswa kelas VII dan VIII pada siswa SMP di
Kecamatan Medan Selayang.
11. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan angka kejadian asma.
12. Mengetahui hubungan antara riwayat atopi pada keluarga dengan angka
kejadian asma.
13. Mengetahui hubungan riwayat pemberian ASI dengan angka kejadian
asma.

14. Mengetahui hubungan paparan asap rokok di rumah dengan angka
kejadian asma.
15. Mengetahui hubungan hewan peliharaan di rumah dengan angka kejadian
asma.

28

16. Mengetahui hubungan jenis perabot rumah yang dipakai dengan angka
kejadian asma.

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan bermanfaat
bagi program pelayanan kesehatan, masyarakat, dan peneliti lain.
1.4.1

Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi tentang prevalensi asma dan faktor yang berpengaruh

terhadap terjadinya asma yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan program
bagi pencegahan dan pengendalian untuk mengurangi kejadian asma.

1.4.2

Bagi Masyarakat
Memberikan informasi pada masyarakat tentang prevalensi asma dan faktor

yang berpengaruh terhadap terjadinya asma agar mengetahui dan melakukan
pencegahan.
1.4.3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang prevalensi terjadinya asma
terutama di Medan sehingga dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin terutama
setelah diketahuinya faktor-faktor resiko yang paling mempengaruhinya.
1.4.4. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan kiranya dapat membentuk dan menghasilkan dokter yang
berbasis kompetensi sehingga menegakkan diagnosis asma lebih tepat dan cepat.

29