Potensi Tanaman Ornamental (Aglaonema sp., Dieffenbachia sp., dan Spathiphyllum sp.) dalam Menurunkan Jumlah Mikroba Udara dalam Ruangan Kelas Sekolah Dasar

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udara dalam Ruangan
Udara merupakan salah satu komponen lingkungan yang paling utama untuk
mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak
mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari udara. Selain oksigen
terdapat zat-zat lain yang terkandung di udara, yaitu karbon monoksida, karbon
dioksida, formaldehid, jamur, virus,dan sebagainya. Zat-zat tersebut jika masih
berada dalam batas-batas tertentu masih dapat dinetralisasi, tetapi jika sudah
melampaui ambang batas maka proses netralisasi akan terganggu. Peningkatan
konsentrasi zat-zatdi dalam udara tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas
manusia (Fitria etal., 2008).
Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas makhluk hidup atau sisa
yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup terutama adalah jamur dan
bakteri. Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada umumnya terjadi melalui
sistem ventilasi. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan
dan dari perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia, terutama bila
kondisi terlalu berdesakan (crowded) (Prasasti etal., 2005).

Udara dalam ruangan (indoor air) menurut NHMRC (National Health
Medical Research Council of Australian) merupakan udara dalam ruang gedung
(rumah, sekolah, restoran, hotel, rumah sakit, perkantoran) yang ditempati oleh
sekelompok orang dengan tingkat kesehatan yang berbeda-beda selama minimal
satu jam. EPA (Environmental Protection Agency of America) menempatkan
polusi dalam ruangan pada urutan ke tiga dari faktor lingkungan yang beresiko
terhadap kesehatan manusia. Selain itu, kualitas udara dalam ruangan 2-5 kali
lebih buruk dari pada udara di luar ruangan (Lisyastuti, 2010).
Menurut Cross (1990), manusia yang berada di ruangan dalam jangka
waktu lama memiliki risiko gangguan kesehatan lebih besar daripada yang hanya
sesaat karena adanya peningkatan jumlah kontaminasi polutan. Pemakaian AC

Universitas Sumatera Utara

5

sebagai pengatur suhu mengakibatkan udara dalam ruangan tidak mengalami
pertukaran udara segar sehingga berpotensi meningkatkan jumlah kontaminasi
polutan. Hal ini memengaruhi kesehatan siswa karena semakin sering terpapar
AC, risiko mengalami gangguan kesehatan akibat buruknya kualitas udara dalam

ruangan akan semakin besar.

2.2 Masalah Kualitas Udara dalam Ruangan
Menurut Fitria et al. (2008), masalah kualitas udara dalam ruang salah satunya
disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi. Walaupun hal tersebut bukan
merupakan penyebab yang umum dari masalah di perkantoran, kontaminasi
mikrobiologi dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius, yang dikenal
dengan hypersensitivity pneumonitis. Gangguan kesehatan tersebut menyerang
saluran pernafasan, dapat disebabkan oleh bakteri, kapang, protozoa dan produkproduk mikroba lainnya yang mungkin berasal dari sistem ventilasi. Gejala fisik
yang biasa dijumpai akibat kontaminan biologis adalah batuk, dada sesak, demam,
menggigil, nyeri otot dan reaksi alergi seperti iritasi membran mukosa dan
kongesti saluran nafas atas. Salah satu bakteri kontaminan udara dalam ruang,
Legionella, menyebabkan Legionnaire’s Disease dan Pontiac Fever.
Keberadaan mikroorganisme dalam ruangan umumnya tidak berbahaya
bagi kesehatan manusia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi potensi
mikroorganisme menimbulkan penyakit yaitu tempat masuknya mikroorganisme,
jumlahnya cukup banyak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, dan
kemampuan berpindah kepada host yang baru. Potensi mikroorganisme tersebut
dalam menimbulkan penyakit masih tergantung pada patogenitas mikroba dan
daya tahan tubuh host (Hartoyo, 2009).

Menurut

keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

nomor

:

1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran
dan Industri, kualitas udara dalam ruang dikatakan baik apabila angka kuman
dalam ruang kurang dari 700 koloni/m3 udara dan bebas kuman patogen.
Menurut Prasasti et al.(2005), dampak pencemaran udara dalam ruangan
terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak
langsung dengan udara meliputi organ sebagai berikut :


Universitas Sumatera Utara

6

1. Iritasi selaput lendir: Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair
2. Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk
kering
3. Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit
berkonsentrasi
4. Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi, sesak nafas, rasa berat
di dada
5. Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal
6. Gangguan saluran cerna: Diare/mencret
7. Lain-lain: Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, dan sulit belajar

Kondisi fisik lingkungan bangunan suatu sekolah juga dapat memengaruhi
kesehatan siswa di dalamnya. Kondisi bangunan yang tidak baik dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi udara di dalam gedung. Gejala ini dapat berupa
batuk-batuk kering, sakit kepala, iritasi dimata, hidung dan tenggorokan, kulit

kering dan gatal, badan lemah, dan lain-lain. Kualitas udara ruangan yang buruk
menyebabkan gangguan kesehatan yang cukup serius bahkan dapat juga
menyebabkan kematian (Bas, 2004).
Batas kepadatan dalam ruang kelas yang baik berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2007 mengenai standar sarana dan prasaran
sekolah, ditetapkan sebesar≥ 2 m 2/siswa dengan luas ruang kelas sekolah dasar
yaitu 56 m2 dengan kapasitas maksimum 28 orang atau sekitar 2m2/orang. Jika
dirasakan dalam suatu ruang kelas terasa pengap atau seperti terasa sesak,
penyebab kondisi ini dapat dimungkinkan karena luas ruangan yang tidak
mencukupi untuk menampung murid-murid. Terlalu padatnya kondisi ruang kelas
dapat menghalangi proses pertukaran udara bersih, sehingga kebutuhan udara
bersih tidak terpenuhi (Pramayu, 2012).

2.3 Kualitas Fisik Udara dalam Ruangan
Menurut Hartoyo (2009), penilaian suhu udara ruangan umumnya dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu suhu basah dimana pengukuran dilakukan jika udara
mengandung uap air, dan suhu kering bilamana udara sama sekali tidak

Universitas Sumatera Utara


7

mengandung uap air. Pembacaannya dilakukan dengan termometer sensor kering
dan sensor basah. Kisaran suhu kering 22º-25ºC. Bagi pekerja dengan beban kerja
ringan kisaran suhu dapat lebih luas yaitu 20º-25ºC.
Kelembaban ruangan yang dianggap nyaman adalah 40-60%. Bila
kelembaban ruangan di atas 60% akan menyebabkan berkembangbiaknya
organisme pathogen maupun organisme yang bersifat alergen. Namun bila
kelembaban ruangan di bawah 40% (misalnya 20-30%) dapat menimbulkan
ketidaknyamanan, iritasi mata, dan kekeringan pada membran mukosa (misal
tenggorokan) (Fitria et al., 2008).

2.4Mengatasi Polusi Udara dalam Ruangan
Pengurangan konsentrasi sejumlah gas/partikel dan mikroorganisme di dalam
ruangan dapat juga dilakukan dengan pemberian tekanan yang cukup besar di
dalam ruangan. Peningkatan sirkulasi udara seringkali menjadi upaya yang sangat
efektif untuk mengurangi polusi di dalam ruangan (Hartoyo, 2009). Penggunaan
Air Conditioner (AC) sebagai alternatif untuk mengganti ventilasi alami dapat
meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang
dibersihkan akan menjadi tempat nyaman bagi mikroorganisme untuk berbiak.

Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan (Prasasti et al., 2005).
Menurut Sinicina (2013), senyawa organik dari tanaman mengionisasi
oksigen di udara, sehingga meningkatkan aktivitas biologisnya. Senyawa organik
tersebut mampu meningkatkan efisiensi dan keuntungan dari energi sel serta
meningkatkan endapan partikel debu, mengurangi indeks elektrik dari polusi
udara dan menetralkan mikroorganisme di udara.
Tanaman menyerap senyawa organik yang mudah menguap dari udara
ke dalam daun dan kemudian mentranslokasikannya ke zona akar, kemudian
dihancurkan oleh mikroba yang ada di dalam akar. Mikroorganisme dalam tanah
dapat menggunakan sejumlah polutan sebagai sumber makanan. Beberapa bahan
kimia organik diserap oleh tanaman dari udara dihancurkan oleh proses biologis
tanaman sendiri. Akar tanaman mengambil larutan air di media perakaran.
Mengingat bahwa udara juga mencapai akar tanaman, serapan oleh jaringan akar

Universitas Sumatera Utara

8

adalah cara lain dimana udara dapat dimurnikan (Kobayashiet al., 2007). Berbagai

jenis tumbuhan menghilangkan polusi udara dalam ruangan dengan penyerapan
stomata, adsorpsi daun, permukaan tanah dan mikroorganisme tanah (Chun et al.,
2010).
Menurut Wolverton and John (1996), sejak tahun 1980 telah banyak
penelitian yang dilakukan terhadap kemampuan dari tanaman dalam ruangan
untuk mengurangi Volatile Organic Compouns (VOC), zat yang mudah menguap
dipancarkan

oleh

tanaman

hias

dapat

menjadi

faktor


penting

dalam

mengendalikan jumlah dan jenis mikroba di udara.

2.5 Tanaman Hias dalam Ruangan
Tanaman menambah kenyamanan estetika dan biologis untuk interior ruangan.
Ketika tanaman ditambahkan ke dalam ruangan, kelembaban relatif dapat
meningkat dan akumulasi partikel (debu) dapat diturunkan. Meningkatkan
kelembaban relatif memiliki efek relaksasi pada orang, dan membantu menghapus
debu dengan mengurangi partikel yang berpotensi sebagai penyebab alergi
(Kobayashi et al., 2007).
Ada beberapa jenis tanaman dalam ruangan, diantaranya yaitu Aglaonema
sp., Dieffenbachia sp., dan Spathiphyllum sp. yang ketiganya merupakan satu
family yaitu Araceae. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Kobayashi et
al. (2007), Wolverton and John (1996) dan Kamel et al. (2012), membuktikan
bahwa tanaman tersebut memiliki kemampuan untuk mengurangi polusi udara
dalam ruangan. Dalam penelitian Kamel et al. (2012), menunjukkan bahwa
tanaman Aglaonema commutatum dapat menurunkan jumlah pada bakteri E. coli,

P. aeruginosa dan S. aureus dengan menginkubasi bakteri pada permukaan daun
tanaman.

2.5.1 Tanaman Aglaonema sp.
Aglaonema diyakini berasal dari daratan Asia, menyebar dari wilayah China
bagian selatan, Thailand, Birma, Indonesia hingga Filipina. Habitat asli tanaman
ini adalah tempat-tempat terlindungi seperti di bawah tajuk rindangan hutan
dengan intensitas cahaya yang rendah (Gambar 1).

Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 1: Tanaman Aglaonema sp.

Aglaonema termasuk tanaman monokotil berakar serabut yang berbentuk
silinder, berwarna putih hingga putih kekuningan dan sukulen. Batang tanaman
aglaonema berbentuk silinder, tidak berkayu, berwarna putih, hijau atau merah,
dan berbuku. Setiap buku pada batang mempunyai satu mata tunas yang
berpotensi untuk tumbuh menjadi percabangan baru bila kondisi memungkinkan.

Bentuk daun bervariasi dari oval hingga lanset (lanceolate) dengan susunan tulang
daun menyirip. Daun pada umumnya berwarna hijau dengan variasi gradasi
warna, variasi berupa bulatan (marbled), dan perforasi pada helaian daun. Tangkai
daun berpelepah dan saling menutupi batang, hingga terkesan tanaman aglaonema
tidak mempunyai batang yang jelas (Gambar 1) (Budiarto,2007).

2.5.2 Tanaman Dieffenbachia sp.
Tanaman Dieffenbachia berasal dari Amerika Selatan. Di Indonesia
tanaman ini (Gambar 2) juga dapat tumbuh. Biasanya orang Jakarta menyebut
tanaman ini dengan istilah Balanceng. Pemeliharaan tanaman ini sangatlah
mudah, namun harus hati-hati terhadap getahnya. Dieffenbachia sangat menyukai
daerah yang teduh, semi basah, dan tidak terkena sinar matahari (Ambarwati,
2000). Selain pemeliharaannya yang mudah, tanaman Dieffenbachia (Gambar 2)
juga sangat mudah ditemukan secara bebas di alam.

Universitas Sumatera Utara

10

Gambar 2: Tanaman Dieffenbachia sp.

2.5.3 Tanaman Spathiphyllum sp.
Spathiphyllum sp. merupakan salah satu genus dari sekitar 40 spesies
tanaman pada family Araceae, banyak terdapat pada daerah tropis Amerika dan
Asia Tenggara. Spathiphyllum (Gambar 3) pada umumnya dikenal dengan peace
lily yang merupakan tanaman hias yang banyak digemari oleh para penyuka
tanaman hias sebagai tanaman penghias di rumah. Tanaman ini mampu
membersihkan udara dalam ruangan dari kontaminasi beberapa lingkungan,
seperti benzene, formaldehid, dan polutan lainnya dengan satu tanaman per 10 m3.
Tanaman ini dapat hidup dengan baik pada daerah teduh dan hanya membutuhkan
sedikit cahaya (Fatemeh dan Hassan, 2013).

Gambar 3: Tanaman Spathiphyllum sp.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Bakteri Kitinolitik dalam Menghambat Pertumbuhan Curvularia sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Mentimun

0 78 54

Pemanfaatan Bakteri Kitinolitik Dalam Menghambat Pertumbuhan Curvularia sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun Pada Tanaman Mentimun

1 51 54

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Potensi Tanaman Ornamental (Aglaonema sp., Dieffenbachia sp., dan Spathiphyllum sp.) dalam Menurunkan Jumlah Mikroba Udara dalam Ruangan Kelas Sekolah Dasar

1 15 50

RPP PAI SD Kelas 3 Semester 2 Kurikulum KTSP - Info Operator Sekolah

0 3 20

Potensi Tanaman Ornamental (Aglaonema sp., Dieffenbachia sp., dan Spathiphyllum sp.) dalam Menurunkan Jumlah Mikroba Udara dalam Ruangan Kelas Sekolah Dasar

0 0 13

Potensi Tanaman Ornamental (Aglaonema sp., Dieffenbachia sp., dan Spathiphyllum sp.) dalam Menurunkan Jumlah Mikroba Udara dalam Ruangan Kelas Sekolah Dasar

0 0 2

Potensi Tanaman Ornamental (Aglaonema sp., Dieffenbachia sp., dan Spathiphyllum sp.) dalam Menurunkan Jumlah Mikroba Udara dalam Ruangan Kelas Sekolah Dasar

0 0 3

Potensi Tanaman Ornamental (Aglaonema sp., Dieffenbachia sp., dan Spathiphyllum sp.) dalam Menurunkan Jumlah Mikroba Udara dalam Ruangan Kelas Sekolah Dasar

0 1 3

Potensi Tanaman Ornamental (Aglaonema sp., Dieffenbachia sp., dan Spathiphyllum sp.) dalam Menurunkan Jumlah Mikroba Udara dalam Ruangan Kelas Sekolah Dasar

0 0 8