Hubungan Motivasi dengan Efikasi Diri Pasien Post Stroke yang Menjalani Fisioterapi di RSUP H.Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Motivasi
2.1.1. Definisi Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum
mengacu pada adanya kekuatan atau dorongan yang menggerakkan kita berprilaku
tertentu, motivasi juga berhubungan dengan keinginan, dorongan dan tujuan
(Quinn, 1995 dalam Notoatmodjo, 2005).
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap
adanya tujuan (Sardiman, 2011).
John Elder (et.al) (1998, dalam Notoatmodjo, 2005) mendefinisikan motivasi
sebagai interaksi antara pelaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan,
menurunkan atau memepertahankan perilaku.
2.1.2. Unsur-unsur Motivasi
Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 2011) motivasi mengandung 3
unsur penting:
a.

Motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap

individu

manusia.

perkembangan

motivasi

membawa

beberapa

perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada
organisme manusia, karena menyangkut perubahan energi manusia,
penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

7
Universitas Sumatera Utara

8


b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa “feeling”, afeksi seseorang.
Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan,
afeksi dan emosi yang dapat menentukan perubahan tingkah laku
manusia.
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal
ini sebenrnya merupakan respon dari suatu aksi, yaitu tujuan. Motivasi
memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena
terangsang atau terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah
tujuan. Tujuan ini akan menyangkut kebutuhan yang akan dicapai oleh
orang tersebut (Sardiman, 2011).
2.1.3. Jenis-jenis Motivasi
a.

Motivasi Intriksik
Yang dimaksud dengan motivasi intriksik adalah motif-motif yang
menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena
dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu:
1) Kebutuhan

Seseorang melakukan aktifitas (kegiatan) karena adanya faktor –
faktor kebutuhan baik fisiologis maupun psikologis.
2) Harapan
Seseorang di motivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan
keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang. Keberhasilan dan

Universitas Sumatera Utara

9

harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah
pencapaian tujuan.
3) Minat
Minat adalah suatau rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatau
hal tanpa ada yang menyuruh ( tanpa adanya pengaruh dari orang
lain).
b. Motivasi Eksterinsik
Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi
ekstrinsik adalah moti-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat

sesuatu (Sardiman, 2011).
Faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik adalah:
1) Dorongan Keluarga
Keluarga mendukung pasien untuk melakukan fisisoterapi bukan
kehendak sendiri tetapi karena adanya dorongan dari keluarga seperti
orang tua, suami atau teman. Dukungan atau dorongan dari keluarga
semakin menguatkan motivasi seseorang untuk mencapai tujuannya.
2) Lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal atau melakukan
aktivitas. Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat
termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga
mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam
mengubah tingkah lakunya.

Universitas Sumatera Utara

10

3) Imbalan
Seseorang dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu karena adanya

imbalan sehingga orang tersebut ingin melakukan sesuatu.
2.1.4. Fungsi Motivasi
Menurut Sardiman (2011) ada 3 fungsi motivasi yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai,
dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut. Pilihan perbuatan yang sudah ditentukan atau dikerjakan akan
memberikan kepercayaan diri yang tinggi kerana sudah melakukan
proses penyeleksian.
2.1.5. Motivasi Pasien Stroke
Sebagian besar penderita stroke memiliki motivasi negatif untuk
melakukan rentang gerak atau fisioterapi, hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan penderita stroke tentang pentingnya melakukan rentang gerak,
disamping itu masih banyaknya penderita stroke yang tidak termotivasi untuk

melakukan rentang gerak karena penderita beranggapan bahwa dengan melakukan

Universitas Sumatera Utara

11

rentang gerak tidak dapat mempengaruhi kesembuhan penderita terhadap
penyakitnya, padahal dengan melakukan rentang gerak dapat mencegah terjadinya
keacacatan atau seperti kerusakan gangguan otak atau kelumpuhan pada anggota
gerak, gangguan bicara serta gangguan – gangguan yang lainnya akibat stroke.
Motivasi penderita stroke yang kurang baik juga kemungkinan dipengaruhi oleh
bebrapa faktor yakni, umur, pendidikan yang rendah, pekerjaan.
2.2. Konsep Efikasi Diri
2.2.1. Definisi Efikasi Diri
Menurut Bandura (1994) efikasi diri adalah keyakinan seseorang tentang
kemampuan mereka untuk mencapai suatu tingkat kinerja yang mempengaruhi
setiap peristiwa dalam hidupnya. Efikasi diri merupakan

suatu bentuk


kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap kapasitas seseorang untuk
meningkatkan prestasi kehidupannya. Efikasi diri menentukan bagaimana
sesorang merasa, berfikir, memotivasi dirinya dan berprilaku. Efikasi diri
terbentuk melalui empat proses yaitu kognitif, motivasi, afektif dan proses seleksi.
2.2.2. Sumber Efikasi Diri
Alwisol (2009) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, diubah,
ditingkatkan atau diturunkan melalui empat sumber yaitu:
1.

Pengalaman Performansi
Adalah prestasi yang pernah dicapai seseorang pada masa lalu. Sebagai
sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling
kuat pengaruhnya. Prestasi masa lalu yang bagus dapat meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

12

efikasi diri, sebaliknya kegagalan akan menurunkan efikasi sesorang.
Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi yang berbedabeda, tergantung pada proses pencapaiannya:

a.

Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi diri
seseorang semakin tinggi.

b.

suatu tugas yang dilakukan sendiri dapat meningkatkan efikasi
diri seseorang dibanding kerja kelompok, atau dibantu orang
lain.

c.

Kegagalan dapat menurunkan efikasi diri saat seseorang merasa
sudah berusaha semaksimal mungkin.

d.

Kegagalan dalam suasana emosional/stres, dampaknya tidak
seburuk saat keadaan kondisinya optimal.


e.

Kegagalan bagi orang yang telah memiliki efikasi diri yang kuat
dampaknya tidak terlalu buruk dibandingkan jika kegagalan itu
terjadi pada orang yang telah memiliki efikasi diri yang kuat
sebelumnya.

2.

Pengalaman Vikarius
Pengalaman ini diperoleh melalui model sosial. Efikasi diri akan
meningkat ketika seseorang mengamati keberhasilan orang lain,
sebaliknya efikasi diri seseorang tersebut akan menurun jika mengamati
orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal.
Jika figur yang diamati berbeda dengan dirinya maka pengaruh vikarius
tidak besar. Sebaliknya, ketika seseorang mengamati kegagalan figur

Universitas Sumatera Utara


13

yang setara dengan dirinya, maka bisa jadi seseorang tersebut tidak akan
mau melakukan apa yang pernah gagal dekerjakan figur yang diamatinya
tersebut dalam jangka waktu yang lama.
3.

Persuasi Sosial
Efikasi diri juga dapat diperoleh melalui persuasi sosial. Dampak
dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari
orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa
percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang
dipersuasikan. Seseorang yang mendapatkan persuasi berupa sugesti dari
luar bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan,
maka mereka akan lebih mampu bertahan dalam keadaan sulit.

4.

Keadaan Emosi
Keadaan emosi seseorang dalam mengikuti suatu kegiatan akan

mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan tersebut. Emosi yang kuat,
takut, cemas, stres, dapat menurunkan efikasi diri. Emosi yang positif
akan mempengaruhi keberhasilan seseorang begitupun sebaliknya
keputusasaan akan menyebabkan kegagalan.

2.2.3. Dimensi Efikasi Diri
Bandura (1997) mengemukakan bahwa efikasi diri individu dapat dilihat
dari tiga dimensi yaitu:
a.

Tingkat (level)
Kemampuan seorang individu dilihat berdasarkan perwakilan
tingkat tugas yang di anggap sebagai tantangan atau hambatan. Individu

Universitas Sumatera Utara

14

memiliki efikasi diri yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana,
atau juga pada tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang
tinggi. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung
memiliki

tugas

yang

tingkat

kesukarannya

sesuai

dengan

kemampuannya.
b.

Keluasan (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap suatu
atau beberapa bidang kegiatan. Penguasaan ini dapat terlihat dari
kemampuan mengekspresikan dan mengatur diri yang mengarah pada
tujuan yang ingin dicapai. Individu dengan efikasi diri yang tinggi akan
mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu
tugas, sedangkan individu yang memiliki efikasi diri yang rendah hanya
menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan tugas.

c.

Kekuatan (strength)
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan
atau kemantapan individu pada keyakinannya. Efikasi diri menunjukkan
bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang
sesuai dengan yang diharapkan individu. Efikasi diri menjadi dasar
dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan
sekaligus.

2.2.4. Proses Pembentukan Efikasi Diri
Menurut Bandura (1995), proses psikologis dalam efikasi diri yang turut
berperan dalam diri manusia ada 4 yaitu:

Universitas Sumatera Utara

15

1.

Proses Kognitif
Proses kognitif merupakan proses berfikir, termasuk pemerolehan,
pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Kebanyakan tindakan
manusia bermula dari sesuatu yang dipikirkan terlebih dahuli. Individu
yang memiliki efikasi diri yang tinggi lebih senang membayangkan
tentang kesuksesan. Sebaliknya individu dengan efikasi diri yang rendah
lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat
menghambat tercapainya kesuksesan. Bentuk tujuan personal juga
dipengaruhi oleh penilaian dan kemampuan diri. Semakin seseorang
mempresepsikan

dirinya

mampu

maka

individu

akan

semakin

membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannya dan semakin kuat
komitmen individu terhadap tujuannya.
2.

Proses Motivasi
Kebanyakan motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif.
Individu memberi motivasi atau dorongan bagi diri mereka sendiri dan
mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran sebelumnya.
Kepercayaan dan kemampuan diri dapat mempengaruhi motivasi dalam
beberapa hal, yakni menentukan tujuan yang telah ditentukan individu,
seberapa besar usaha yang dilakukan, seberapa tahan mereka dalam
menghadapi kesulitan-kesulitan dan ketahan mereka dalam menghadapi
kegagalan.

Universitas Sumatera Utara

16

3.

Proses Afektif
Proses afektif merupakan proses pengaturan kondisi emosi dan
reaksi emosional. Keyakinan individu akan koping mereka turut
mempengaruhi tingkat stres dan depresi seseorang saat mereka
menghadapi

situasi

yang

sulit.

Persepsi

efikasi

diri

tentang

kemampuannya mengontrol sumber stres memiliki peranan penting
dalam

timbulnya

kecemasan.

Individu

yang

percaya

akan

kemampuannya untuk mengontrol situasi cenderung tidak memikirkan
hal-hal yang negatif. Individu yang merasa tidak mampu mengontrol
situasi cenderung mengalami tingkat kecemasan yang tinggi selalu
memikirkan kekurangan mereka, memandang lingkungan sekitar penuh
dengan ancaman, membesar-besarkan masalah kecil, dan terlalu cemas
pada hal-hal kecil yang sebenarnya jarang terjadi.
4.

Proses Seleksi
Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu
turut mempengaruhi efek dari suatu kejadian. Individu cenderung
menghindari aktivitas dan situasi yang diluar batas kemampuan mereka.
Bila individu merasa yakin bahwa mereka mampu menangani suatu
situasi, maka mereka cenderung tidak menghindari situasi tersebut.
Dengan adanya pilihan yang dibuat, individu kemudian dapat
meningkatkan kemampuan, minat, dan hubungan sosial mereka.

Universitas Sumatera Utara

17

2.2.5. Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkahlaku
Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2009) sumber pengontrol tingkahlaku
adalah resipokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri
merupakan variabel pribadi yang penting, apabila digabung dengan tujuan-tujuan
spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkahlaku
yang penting pada waktu selanjutnya. Berbeda dengan konsep diri yang bersifat
kesatuan umum, konsep diri bersifat fragmental. Setiap individu mempunyai
efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada:
1.

Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda

2.

Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi tersebut

3.

Keadaan fisiologis dan emosional : kelelahan, kecemasan, apatis,
murung.

Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang
responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi
tingkahlaku yaitu:
a.

Efikasi tinggi dengan lingkungan yang responsif, prediksi hasil tingkah
lakunya yaitu sukses melaksanakan tugas yang sesuai dengan
kemampuannya.

b.

Efikasi rendah dengan lingkungan tidak responsif, prediksi hasil
tingkah lakunya yaitu depresi, melihat orang lain sukses pada tugas
yang dianggapnya sulit.

Universitas Sumatera Utara

18

c.

Efikasi tinggi dengan lingkungan tidak responsif, prediksi tingkah
lakunya yaitu berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif,
melakukan protes bahkan memaksakan perubahan.

d.

Efikasi rendah dengan lingkungan responsif, prediksi tingkah lakunya
yaitu orang mejadi apaptis, pasrah, merasa diri tidak mampu.

2.2.6. Efikasi diri Pasien Stroke
Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk
melakukan sesuatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan
kejadian dalam lingkungan. Pasien stroke akan mengalami perubahan fisik dan
psikologis seperti kelumpuhan pada sebagian ektremitas atau hemiparese, disatria
atau pelo. Pasien akan merasa rendah diri, malu, dan akan menutup diri maka
akan mengalami efikasi diri yang rendah. Gejolak emosi, kegelisahan yang
mendalam, dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan
dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan.
Kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas
sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umunya, seseorang cenderung
akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh
ketegangan dan tidak merasa adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya
(Yantik, 2014).
2.3Konsep Stroke
2.3.1 Definisi Stroke
Menurut WHO (1998) stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak
yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis baik fokal maupun global yang

Universitas Sumatera Utara

19

berlangsung selama 24 jam ataupun lebih, dapat mengakibatkan kematian dengan
gangguan peredaran darah ke otak (Sofwan, 2010).
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan
saraf atau defisit neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian
otak. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa stroke adalah penyakit akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan, dengan gejala
lemas/lumpuh sesaat, atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian
(Junaidi, 2006).
2.3.2 Klasifikasi Stroke
Stroke terbagi menjadi 2 kategori yaitu stroke hemoragik dan stroke
iskemik:
1. Stroke hemorargik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal karena
2. darah akan mengalir kedalam suatu bagian otak dan akan merusaknya.
Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh penderita hipertensi.
Stroke hemoragik terbagi lagi menjadi 2 jenis yaitu : Hemoragik
intrasebral (perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak) dan
Hemoragik subraknoid yaitu perdarahan yang terjadi pada bagian
subraknoid (bagian sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak).
3. Stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal
ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol pada

Universitas Sumatera Utara

20

dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Penyumbatan biasanya terjadi disepanjang jalur
pembuluh darah arteri menuju otak. Stroke iskemik dibagi menjadi 3 jenis
yaitu:Stroke trombotik (proses terbentuknya thrombus hingga menjadi
gumpalan), Stroke embolik (tertutupnya pembuluh darah arteri yang
disebabkan oleh bekuan darah), dan Hipoperfusion (aliran darah keseluruh
bagian tubuh berkurang karena adanya gangguan denyut jantung)
(Pudiastuti, 2011).
2.3.3. Tanda dan Gejala Stroke
Menurut Sofwan (2010) tanda dan gejala seseorang terkena stroke sangat
beragam dan berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya.
Perbedaan ini dikarenakan otak manusia sangat kompleks. Setiap daerah di
otak mempunyai fungsi berbeda-beda. Ada yang mengatur gerak, pancaindra,
perasaan, kognitif, dan lain-lain.
Tanda dan gejala stroke secara umum diantaranya adalah munculnya
kelemahan mendadak dari salah satu bagian tubuh (wajah, lengan, tungkai)
terutama di satu sisi badan, muncul rasa baal (hilang sensasi) mendadak di
satu sisi badan, gangguan menelan (disfagia) contohnya bila minum jadi
tersedak, hilangnya penglihatan secara menyeluruh atau sebagian secara tibatiba, mendadak sulit bicara atau menjadi tidak jelas berbicara (pelo) atau tidak
dapat memahami pembicaraan orang lain (afasia), timbul nyeri kepala yang
amat sangat dan muncul secara mendadak, mengalami gangguan kesadaran
seperti pingsan, koma, atau kejang. Hilang keseimbangan seperti terjatuh tiba-

Universitas Sumatera Utara

21

tiba dan tidak mampu mengatur gerakan tubuh, muncul gangguan kognitif lain
seperti tiba-tiba pikun, tidak dapat berhitung, membaca, ataupun menulis
secara tiba-tiba.
2.3.4. Fisioterapi Stroke
Fisioterapi merupakan “pelatihan gerakan” peregangan atau tindakan
lainnya yang mempunyai peranan penting dalam pelatihan yang akan dijalani oleh
penderita stroke. Fisioterapi dilakukan sesegera mungkin setelah serangan stroke,
satu hingga tiga hari setelah terkena stroke. Tujuan dari dilakukan fisioterapi yaitu
untuk membantu pasien melakukan aktivitas atau menyelesaikan tugas seharihari. Beberapa bidang yang dilatih adalah berdiri, berjalan, mengambil dan
menggunakan benda-benda; khususnya peralatan makan. (Junaidi, 2011).
Beberapa bentuk metode atau tipe latihan yang dapat diaplikasikan oleh
pasien pasca stroke adalah:
a.

Latihan Passive Range of Motion (PROM)
Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif ini sangat bermanfaat dalam
menjaga sifat fisiologis dari jaringan otot dan sendi. Jenis latihan ini dapat
diberikan sedini mungkin untuk menghindari terjadi komplikasi akibat
kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dll. Pemberian
PROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur telentang, tidur
miring, tidur telungkup, duduk, berdiri atau posisi sesuai dengan latihan
yang digunakan. Latihan PROM juga dapat diberikan dalam program
latihan dirumah dengan terlebih dahulu memberikan edukasi pada keluarga
pasien.

Universitas Sumatera Utara

22

b.

Latihan Pada Anggota Gerak Atas (upper extremity) menurut Hoeman
(1996, dalam Purwanti dan Maliya 2008) adalah:
1.

Fleksi dan ekstensi
Dukung lengan atas dengan pergelangan tangan dan siku, angkat
lengan lurus melewati kepala klien, istirahtakan lengan dengan
posisi terlentang diatas kepala di tempat tidur. Lakukan sebanyak
7 kali atau sesuai dengan toleransi. Latihan ini mampu
mengurangi komplikasi akibat kurang gerak pada bahu dan
lengan.

2. Abduksi dan adduksi
Dukung lengan di pergelangan dengan telapak tangan dan siku
dari tubuh klien, geser lengan menjauh dari tubuh, biarkan lengan
berputar dan berbalik sehingga mencapai sudut 90º dari bahu.
3. Siku fleksi dan ekstensi
Dukung siku dan pergelangan tangan. tekuk lengan klien
sehingga lengan menyentuh ke bahu, luruskan lengan ke depan.
4.

Pergelangan tangan
Dukung pergelangan tangan dengan tangan klien dan jari-jari
dengan jari lain, tekuk pergelangan tangan ke depan dan
menggenggamnya. tekuk pergelangan tangan ke belakang dan
tegakkan jari-jari.

Universitas Sumatera Utara

23

5.

Jari fleksi dan ekstensi
Dukung tangan klien dengan memegang telapak tangan, tekuk
semua jari sekali, luruskan semua jari sekali.

c.

Latihan gerak sendi pada anggota gerak bawah menurut Hoeman (1996,
dalam Purwanti dan Maliya 2008) adalah:
1) Pinggul fleksi
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat lutut mengarah
ke dada, tekuk pinggul sedapat mungkin, biarkan lutut menekuk
sedikit atau dengan toleransi klien.
2) Pinggul ekstensi
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat kaki klien dan
luruskan setinggi mungkin, pegang sampi hitungan kelima.
3) Lutut fleksi dan ekstensi
Dukung kaki bila perlu tumit dan belakang lutut, tekuk setinggi
90º dan luruskan lutut.
4) Jari kaki fleksi dan ekstensi
Dukung telapak kaki klien, tekuk semua jari menurun dan dorong
jari kebelakang.
5) Tumit inversi dan evesri
Dukung kaki klien di tempat tidur dengan satu tangan pegang
telapak kaki dengan tangan yang lain, putar telapak kaki ke dalam
dan keluar.

Universitas Sumatera Utara

24

d.

Latihan Duduk
Latihan duduk dimulai dengan meninggikan letak kepala secara
bertahap untuk kemudian dicapai posisi setengan duduk dan pada akhirnya
posisi duduk. Latihan duduk secara aktif sering kali memrlukan alat bantu,
misalnya trapeze untuk pegangan penderita Harsono (1996, dalam
Purwanti dan Maliya 2008). Bangun duduk dilakukan dengan bantuan
perawat yang memegang kuat siku sisi yang sakit pada tempat tidur,
dengan tangan yang lain berjabatan tangan dengan tangan penderita yang
sehat, siku perderita yang sakit harus berada langsung dibawah bahu,
bukan dibelakang bahu. Latihan ini diulang-ulang sampai penderita
merasakan gerakannya.

e.

Metode Terapi Latihan Khusus
Pada prinsipnya ada banyak metode terapi latihan yang dapat
digunakan oleh fisioterapis. Metode-metode tersebut saling memiliki
keterkaitan antara satu dengan lainnya, hanya titik berat pendekatannya
yang berbeda
1.

Metode PNF (Proprioceptive Neuromuscular Facilititation)
Prinsip umumnya adalah dengan pemberian stimulasi tertentu
untuk membangkitkan kembali mekanisme yang latent dan
cadangan-cadangannya maka akan dicapai suatu gerak fungsional
yang normal dan terkoordinasi. Tujuan PNF pada kasus hemiplegia
yaitu menaikkan, memperbaiki tonus postural, memperbaiki
koordinasi gerak, mengajarkan pola gerak yang benar.

Universitas Sumatera Utara

25

2.

Metode Brunnstrom
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh Signe Brunnstrom,
seorang fisioterapis di sekitar tahun 1970-an, khusus untuk
penderita

hemiplegia.

Metode

ini

dapat

digunakan

untuk

merangsang timbulnya gerakan yang hilang, seperti tahap
perkembangan normal.
3.

Metode MRP (Motor Relearning Programme)
Metode ini diperkenalkan oleh Carr & Shepherd (1982). Metode ini
merupakan suatu program untuk melatih kembali kontrol motorik
spesifik dengan menghadirkan gerakan yang tidak perlu atau salah
yang melibatkan proses kognitif, ilmu perilaku dan psikologi,
pelatihan pemahaman tentang anaotmi dan fisiologi saraf, serta
tidak

berdasarkan

pada

teori

perkembangan

normal

(neurodevlomental).MRP terdiri dari 7 sesi yang mewakili fungsi
penting

(tugas

motorik)

dikelompokkan menjadi:

dari
fungsi

kehidupan

sehari-hari

ekstremitas

atas,

yang
fungsi

orofasial, gerakan motorik saat dari tidur ke duduk di tepi tempat
tidur, keseimbangan duduk, posisi duduk ke berdiri, keseimbangan
berdiri, dan berjalan.
4.

Metode Bobath
Dengan perkembangn ilmu dan teknologi, maka konsep bobath
juga mengalami perkembangan dimana menggunakan pendekatan
problem solving dengan cara pemeriksaan dan tindakan secara

Universitas Sumatera Utara

26

individual yang diarahkan pada tonus otot, gerak dan fungsi akibat
lesi pada sistem saraf pusat.Tujuan yang akan dicapai dengan
metode Bobath ini adalah: Melakukan identifikasi pada area-area
spesifik otot-otot antigravitasi yang mengalami penurunan tonus,
meningkatkan kemampuan input proprioceptive, dan melakukan
identifikasi tentang gangguan fungsi setiap individu dan mampu
melakukan

aktivitas

fungsi

yang

efisien

“Normal”,

mengidentifikasi kapan dan bagaimana gerakan menjadi lebih
afektif.

Universitas Sumatera Utara