Hubungan Status Fungsional dengan Konsep Diri Pasien Stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

Hubungan Status Fungsional dengan Konsep Diri Pasien Stroke

di RSUP Haji Adam Malik Medan

SKRIPSI

Oleh

Lady Diana Puspita Dewi

111101043

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

semua kasih karunia dan berkatNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Hubungan Status Fungsional dengan Konsep Diri Pasien Stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan” dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk mengikuti sidang skripsi dan memperoleh gelar sarjana keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai dekan di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S,Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan 1 Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd sebagai dosen pembimbing yang

telah memberikan arahan, dukungan, dan masukan terhadap penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Farida Linda Sari, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai dosen pembimbing

akademik (PA) yang telah memberikan nasehat dan semangat selama menjalani kuliah di Fakultas Keperawatan USU.

5. Ibu Rosina Tarigan, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB sebagai dosen penguji I dan

ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai dosen penguji II, yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.


(4)

7. Direktur Utama RSUP Haji Adam Malik Medan dan seluruh pihak yang membantu, memberikan izin untuk melakukan penelitian pada pasien stroke.

8. Teristimewa kepada orang tua peneliti Papa dan Mama, adik-adik Ayu,

Yosi Agung, dan Yeremia Chrissiantoro yang telah mendoakan dan memberikan semangat sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

9. Sahabat seperjuangan Wita, Putri, Tania, Juni, Kak Mega, Riahta, Abdi

yang telah memberikan semangat dan dukungan, serta dapat berdiskusi

bersama-sama. Semangat meraih impian kita dan menjadi nurse change

agent di tempat kita nanti teman-teman.

Peneliti menyadari keterbatasan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan sarannya demi perbaikan dimasa mendatang. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat, terimakasih.

Medan, Juli 2015


(5)

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR SKEMA ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Perumusan masalah ... 5

3. Pertanyaan penelitian ... 5

4. Tujuan penelitian ... 5

5. Manfaat penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

1. Status Fungsional ... 8

1.1. Definisi status fungsional ... 8

1.2. Jenis-jenis instrumen status fungsional ... 8

1.3. Faktor yang mempengaruhi status fungsional ... 9

1.4. Status fungsional pada pasien stroke ... 9

1.5. Pengukuran status fungsional dengan Indeks Barthel .. 12

2. Konsep Diri ... 17

2.1. Definisi konsep diri ... 17

2.2. Perkembangan konsep diri pada usia dewasa ... 18

2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri ... 19

2.4. Komponen konsep diri ... 19

2.4.1. Gambaran diri ... 19

2.4.2. Ideal diri ... 22

2.4.3. Harga diri ... 23

2.4.4. Peran diri ... 25

2.4.5. Identitas diri ... 27

2.5. Klasifikasi konsep diri ... 29

2.6. Rentang respon konsep diri ... 30

2.7. Konsep diri pasien stroke ... 31

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 35

1. Kerangka konsep ... 35

2. Definisi operasional... 36


(6)

2.3. Teknik sampling ... 40

3. Lokasi dan waktu penelitian ... 41

4. Profil RSUP Haji Adam Malik Medan ... 41

5. Pertimbangan etik ... 42

6. Instrumen penelitian ... 45

6.1. Kuesioner data demografi ... 46

6.2. Kuesioner Indeks Barthel ... 46

6.3. Kuesioner Konsep Diri ... 46

7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 48

7.1. Uji validitas ... 48

7.2. Uji reliabilitas ... 50

8. Pengumpulan data ... 51

8.1. Tekhnis pengumpulan data ... 51

8.2. Pengumpulan data pada pasien stroke ... 52

9. Analisa data ... 53

9.1. Pengolahan data... 53

9.2. Analisa data univariat dan bivariat ... 54

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

1. Hasil penelitian ... 56

1.1. Analisa univariat ... 56

1.1.1. Gambaran data demografi ... 56

1.1.2. Status fungsional pasien stroke ... 57

1.1.3. Konsep diri pasien stroke ... 58

1.2. Analisa bivariat ... 60

1.2.1. Tabulasi silang... 60

1.2.1. Hubungan status fungsional dengan konsep diri ... 61

2. Pembahasan ... 62

2.1. Analisa data demografi... 62

2.2. Analisa status fungsional ... 65

2.3. Analisa konsep diri ... 69

2.4. Analisa status fungsional dengan konsep diri ... 76

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

1. Kesimpulan ... 79

2. Saran ... 80


(7)

Lampiran 2. Instrumen penelitian ... 87

Lampiran 3. Jadwal tentatif penelitian ... 93

Lampiran 4. Ethical clearance ... 94

Lampiran 5. Nilai content validity index instrumen konsep diri ... 95

Lampiran 6. Hasil uji reliabilitas ... 97

Lampiran 7. Master data ... 99

Lampiran 8. Hasil uji normalitas data ... 101

Lampiran 9. Hasil penelitian Komputerisasi SPSS ... 103

Lampiran 10. Lembar pengesahan terjemahan abstrak ... 106

Lampiran 11. Surat uji reliabilitas dan pengambilan data... 107

Lampiran 12. Surat izin penelitian ... 108

Lampiran 13. Surat telah menyelesaikan penelitian ... 109

Lampian 14. Surat orisinalitas... 110

Lampiran 15. Taksasi dana penelitian ... 111

Lampiran 16. Lembar bukti bimbingan ... 112


(8)

Skema 1. Rentang respon konsep diri ... 30 Skema 2. Kerangka penelitian ... 35


(9)

Tabel 1. Definisi operasional ... 36

Tabel 2. Gambaran distribusi frekuensi data demografi ... 57

Tabel 3. Gambaran distribusi frekuensi status fungsional ... 58

Tabel 4. Gambaran distribusi frekuensi konsep diri ... 58

Tabel 5. Gambaran distribusi frekuensi komponen konsep diri ... 59

Tabel 6. Tabulasi silang status fungsional dengan konsep diri ... 61


(10)

NIM : 111101043

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2015

Abstrak

Stroke merupakan penyakit yang disebabkan karena terganggunya aliran darah ke otak secara tiba-tiba, dapat menimbulkan kecacatan fisik berupa penurunan kemampuan motorik yang mengakibatkan penurunan kemampuan aktivitas dan berpengaruh terhadap status fungsional. Penurunan status fungsional menunjukkan peningkatan tingkat ketergantungan pasien stroke yang dapat mempengaruhi konsep dirinya. Konsep diri merupakan aspek psikologis personal yang sangat penting, mempengaruhi keyakinan, kepercayaan untuk bertindak dan berprilaku, selain itu juga mempengaruhi respon emosional terhadap kesembuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status fungsional dengan konsep diri pasien stroke. Desain penelitian ini adalah korelasi. Sampel penelitian adalah pasien stroke yang dirawat inap di RA 4 RSUP Haji Adam Malik Medan berjumlah 33 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan

teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

melakukan observasi langsung terhadap status fungsional pasien stroke menggunakan Indeks Barthel dan menggunakan kuesioner konsep diri. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas status fungsional pasien stroke berada pada tingkat ketergantungan total (69,7%) dan mayoritas konsep diri pasien stroke

adalah negatif (60,6%). Hasil analisis Spearman menunjukkan korelasi sebesar

0,005 dengan r = 0,477 kekuatan sedang, yang berarti ada hubungan positif antara status fungsional dengan konsep diri pasien stroke. Semakin rendah status fungsional pasien stroke maka semakin rendah konsep diri yang dimiliki. Dukungan dan intervensi psikologis pada pasien stroke sangat penting diberikan oleh keluarga dan perawat, agar pasien stroke memiliki semangat dan dapat beradaptasi dengan baik demi kelangsungan hidup.


(11)

Department : S1 (Undergraduate) Nursing Academic Year : 2015

ABSTRACT

Stroke is a disease caused by sudden disturbance of blood circulation to the brain. It can bring outphysical disabilties, such as the decrease in motoric ability which decrease the ability to act and influence the functional status. The decrease in functional status shows the decrease in dependence level of the patients who suffer from strokes and influence their self-concept which is very important personal psychological aspects which influence the belief, confidence to act and behave, and emotional responses to recovery. The objective of research is to find out the correlation of functional status with self-concept of patients who suffer from strokes. The research design is correlation. The sample is the patients who suffer from strokes and are treated in RA 4 RSUP Haji Adam Malik Medan whose total is 33 patients. Purposive sampling technique is used to determine the sample. The technique of collecting data is by direct observations to the functional status of patients who suffer from strokes using Barthel Index and questionnaires of personal concepts. The results of research show the majority of patients’ functional status (69.7%) is on dependence level and the majority of patients’ self-concept (60.6%) is negative. The result of analysis of Spearman shows a moderate strength (0.005 with r=0.477) which means there is positive correlation of functional status with self-concept of patients who suffer from strokes. The lower the functional status of patients who suffer from strokes, the lower self-concept they have. Supports and psychological interventions topatients who suffer from strokes from their family and nurses are very important so that the patients have the spirit and can adapt well for their survival.


(12)

NIM : 111101043

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2015

Abstrak

Stroke merupakan penyakit yang disebabkan karena terganggunya aliran darah ke otak secara tiba-tiba, dapat menimbulkan kecacatan fisik berupa penurunan kemampuan motorik yang mengakibatkan penurunan kemampuan aktivitas dan berpengaruh terhadap status fungsional. Penurunan status fungsional menunjukkan peningkatan tingkat ketergantungan pasien stroke yang dapat mempengaruhi konsep dirinya. Konsep diri merupakan aspek psikologis personal yang sangat penting, mempengaruhi keyakinan, kepercayaan untuk bertindak dan berprilaku, selain itu juga mempengaruhi respon emosional terhadap kesembuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status fungsional dengan konsep diri pasien stroke. Desain penelitian ini adalah korelasi. Sampel penelitian adalah pasien stroke yang dirawat inap di RA 4 RSUP Haji Adam Malik Medan berjumlah 33 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan

teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

melakukan observasi langsung terhadap status fungsional pasien stroke menggunakan Indeks Barthel dan menggunakan kuesioner konsep diri. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas status fungsional pasien stroke berada pada tingkat ketergantungan total (69,7%) dan mayoritas konsep diri pasien stroke

adalah negatif (60,6%). Hasil analisis Spearman menunjukkan korelasi sebesar

0,005 dengan r = 0,477 kekuatan sedang, yang berarti ada hubungan positif antara status fungsional dengan konsep diri pasien stroke. Semakin rendah status fungsional pasien stroke maka semakin rendah konsep diri yang dimiliki. Dukungan dan intervensi psikologis pada pasien stroke sangat penting diberikan oleh keluarga dan perawat, agar pasien stroke memiliki semangat dan dapat beradaptasi dengan baik demi kelangsungan hidup.


(13)

Department : S1 (Undergraduate) Nursing Academic Year : 2015

ABSTRACT

Stroke is a disease caused by sudden disturbance of blood circulation to the brain. It can bring outphysical disabilties, such as the decrease in motoric ability which decrease the ability to act and influence the functional status. The decrease in functional status shows the decrease in dependence level of the patients who suffer from strokes and influence their self-concept which is very important personal psychological aspects which influence the belief, confidence to act and behave, and emotional responses to recovery. The objective of research is to find out the correlation of functional status with self-concept of patients who suffer from strokes. The research design is correlation. The sample is the patients who suffer from strokes and are treated in RA 4 RSUP Haji Adam Malik Medan whose total is 33 patients. Purposive sampling technique is used to determine the sample. The technique of collecting data is by direct observations to the functional status of patients who suffer from strokes using Barthel Index and questionnaires of personal concepts. The results of research show the majority of patients’ functional status (69.7%) is on dependence level and the majority of patients’ self-concept (60.6%) is negative. The result of analysis of Spearman shows a moderate strength (0.005 with r=0.477) which means there is positive correlation of functional status with self-concept of patients who suffer from strokes. The lower the functional status of patients who suffer from strokes, the lower self-concept they have. Supports and psychological interventions topatients who suffer from strokes from their family and nurses are very important so that the patients have the spirit and can adapt well for their survival.


(14)

Stroke merupakan salah satu jenis penyakit yang tergolong dalam penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit yang tidak disebabkan oleh proses infeksi dan tidak disebabkan oleh agen biologi seperti virus, bakteri, atau parasit (Bustan, 2007). Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak disebabkan karena kurangnya atau terputusnya aliran darah yang mengalir ke otak akibat adanya gumpalan darah, endapan plak, atau karena pecahnya pembuluh darah akibat tekanan darah yang tinggi secara tiba-tiba ke otak. Hal ini yang mengakibatkan sel-sel otak mengalami kekurangan oksigen serta energi dan menyebabkan kerusakan otak permanen yang berakibat kecacatan sampai dengan kematian dini (Depkes RI, 2013).

Data WHO (2010 dalam Depkes RI, 2013) menunjukkan bahwa 63% penyebab kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit tidak menular yaitu stroke atau setara dengan kematian 36 juta jiwa per tahun. Stroke juga merupakan penyebab kematian tertinggi dari seluruh PTM setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker, serta menyebabkan terjadinya kecacatan termasuk kecacatan

permanen. World Stroke Organization (2011) menyatakan bahwa terdapat15 juta

orang terkena stroke setiap tahunnya dan setiap 6 detik meninggal karena stroke. Angka kematian akibat stroke di Indonesia juga terus meningkat. Kejadian terbanyak penyebab kematian utama hampir diseluruh RS di Indonesia juga karena penyakit stroke, terdapat sekitar 550.000 pasien baru stroke setiap


(15)

tahunnya, dan kematian stroke meningkat sekitar 15,4% yaitu dari 41,7% ditahun 1995 menjadi 49,9% ditahun 2001 dan terus meningkat menjadi 59,5% atau setara dengan 8,3 per 1.000 penduduk ditahun 2007 (Riskesdas, 2007).

Data WHO (2011 dalam Riskesdas, 2013) menyatakan bahwa Indonesia telah menempati peringkat ke-97 dunia untuk jumlah pasien stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2001, dan pada tahun 2013 telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia menjadi 12,1 per 1.000 penduduk.

Medan merupakan salah satu Kota di Indonesia yang juga mengalami peningkatan prevalensi penyakit stroke. Pernyataan diatas didukung dengan data survey yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam profil kesehatan Indonesia (2013) menunjukkan di Kota Medan terdapat peningkatan prevalensi penyakit stroke dari 7 per 1000 penduduk pada tahun 2007 menjadi 10 per 1000 penduduk ditahun 2013. Penelitian yang telah dilaksanakan di ruangan neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan dari 10 April sampai 13 Mei 2015, didapati data total jumlah pasien stroke yang dirawat inap sebanyak 36 orang.

Penyakit stroke tidak hanya diderita oleh lansia namun stroke juga diderita oleh dewasa awal dan dewasa madya yang sedang dalam kategori usia produktif. Pasien stroke di Indonesia yang berada pada rentang usia 20-45 tahun mengalami peningkatan 7,3% dari tahun 2005, dan kematian akibat stroke pada rentang usia 45-54 tahun sebesar 15,9% di perkotaan sedangkan dipedasaan sebesar 11,5% (Depkes RI, 2013).


(16)

Kondisi yang dapat terjadi pada pasien stroke beragam, seperti

kelumpuhan anggota gerak, bibir tidak simetris, bicara pelo atau apasia (tidak

dapat berbicara), nyeri kepala, penurun kesadaran, gangguan rasa, kelumpuhan bahkan sampai dengan kematian (Vitahealth dalam Okthavia, 2014). Kehilangan fungsi tubuh akibat penyakit stroke mengakibatkan produktifitas pasien stroke terhalang dan berpengaruh pada status fungsional pasien stroke (Junaidi, 2011).

Status fungsional adalah suatu bentuk kemampuan fungsi individu untuk melaksanakan aktivitas dan perawatan diri sehari-hari secara mandiri, dan pemeliharaan diri. Indeks Barthel merupakan salah satu alat untuk mengukur status fungsional individu dan memiliki penilaian lima tingkat ketergantungan, yaitu mandiri, ketergantungan ringan, ketergantungan sedang, ketergantungan berat, dan ketergantungan total (Ropyanto, 2011).

Gangguan status fungsional pada umumnya menyebabkan pasien stroke membutuhkan bantuan orang disekitarnya untuk dapat beraktivitas dan melakukan

perawatan diri seperti mandi, toileting, makan, minum, mengenakan pakaian,

berhias, kebersihan diri, berjalan maupun berpindah tempat (Fadlulloh, 2014). Sekitar 22,70% pasien stroke bergantung pada pasangan ataupun perawatnya dalam melakukan perawatan diri (Alaszewski, 2003).

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ratnasari, Kristiyawati, dan Solechan (2011 dalam Fadlulloh, 2014) pada 20 orang pasien stroke yang menunjukkan 5% pasien stroke berada pada kategori status fungsional

ketergantungan ringan, 30% ketergantungan sedang (sebagian), 45%


(17)

(2012) menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien stroke

dilakukan secara dependen dengan bantuan caregiver baik perawat ataupun

keluarga.

Pasien stroke secara psikologis mengalami suatu “kehilangan” yang sangat

besar dan berharga dalam hidupnya, yakni “kehilangan” kebebasan untuk bergerak, bekerja, kehilangan kegagahan, kekuatan anggota tubuh, dan kehilangan kemandirian, hal ini berdampak pada konsep diri pasien stroke (Wicaksana, 2008). Konsep diri merupakan semua keyakinan kepercayaan dalam perasaan yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam beraktivitas, berhubungan, dan berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupannya yang terdiri dari lima komponen, yaitu gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri (Stuart dan Sundeen, 1991).

Konsep diri positif memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi

seseorang, dan menghasilkan perasaan positif terhadap diri sehingga mudah berubah dan mengenali kebutuhan serta mengembangkan pola hidup yang sehat, namun seseorang yang memiliki konsep diri negatif memandang dirinya tidak berguna lagi, putus asa, tidak berdaya, gagal, merasa ditolak, menarik diri, menghindar untuk berinteraksi, murung, dan kehilangan semangat. Seseorang dengan konsep diri yang negatif mengalami tingkat pesimistik yang tinggi, dan akan mempengaruhi seluruh kehidupannya (Kozier et al., 2004). Berdasarkan

uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Status


(18)

2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimanakah hubungan antara status fungsional dengan

konsep diri pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan?”

3. Pertanyaan penelitian

3.1. Bagaimana gambaran karakteristik data demografi pasien stroke di

RSUP Haji Adam Malik Medan?

3.2. Bagaimana gambaran status fungsional pasien stroke di RSUP Haji

Adam Malik Medan?

3.3. Bagaimana gambaran konsep diri meliputi gambaran diri, ideal diri,

harga diri, peran diri, dan identitas diri pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan?

3.4. Bagaimana hubungan antara status fungsional dan konsep diri pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan?

4. Tujuan penelitian

4.1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status fungsional dengan konsep diri pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2. Tujuan khusus

4.2.1. Mengetahui gambaran karakteristik data demografi pasien


(19)

4.2.2. Mengetahui gambaran status fungsional pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2.3. Mengetahui gambaran konsep diri meliputi gambaran diri,

ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2.4. Mengetahui hubungan status fungsional dengan konsep diri

pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan.

5. Manfaat penelitian

5.1. Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi atau materi pendukung dalam proses pembelajaran dibidang keperawatan. 5.2. Pelayanan keperawatan

Penelitian ini memberikan manfaat bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit, maupun puskesmas agar dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien stroke secara holistik, terutama aspek psikologis pasien stroke.

5.3. Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya dan memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan status fungsional dengan konsep diri pada pasien stroke.

5.4. Institusi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi ilmiah untuk seluruh tenaga kesehatan yang terdapat di institusi pelayanan kesehatan,


(20)

yang tidak hanya memandang aspek fisik tetapi juga aspek psikologis

pada pasien stroke. Tenaga kesehatan dapat menjadi salah satu support

system yang memberikan motivasi dan membantu pasien stroke untuk tetap berfikir positif terhadap penyakit yang dialami.

5.5. Penderita stroke dan keluarga

Penderita stroke sangat penting memiliki konsep diri yang positif demi kesembuhan, selain itu penderita stroke sangat memerlukan dukungan keluarga untuk mencegah terjadinya gangguan psikologis seperti depresi demi kelangsungan hidup dimasa depan yang penuh harapan.


(21)

1. Status Fungsional

1.1. Definisi Status Fungsional

Ridge dan Goodson (2000) menjelaskan bahwa status fungsional mengarah dalam domain fungsi sebagai konsep multidimensi yang melihat karakteristik kemampuan individu untuk berperan penuh dalam memenuhi kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan dasar, pemeliharaan kesehatan, serta kesejahteraan. Wilkinson (2010) menjelaskan status fungsional merupakan

suatu konsep mengenai kemampuan individu untuk melakukan self care

(perawatan diri), self maintenance (pemeliharaan diri), dan aktivitas fisik.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa status fungsional merupakan suatu kemampuan individu untuk menggunakan kapasitas fisik yang dimilikinya untuk memenuhi kewajiban hidup meliputi kewajiban melaksanakan aktivitas fisik, perawatan diri, pemeliharaan dan kewajiban untuk dapat berinteraksi dengan orang lain, sehingga dapat meningkatkan kesehatan individu.

1.2. Jenis-jenis pengukuran status fungsional

Saltzman dalam Ropyanto (2011) menjelaskan status fungsional dapat dikaji melalui pengkajian fungsional dengan menggunakan alat ukur untuk mendapatkan gambaran indikasi keparahan suatu penyakit, mengukur kemampuan, dan kebutuhan individu terhadap perawatan,


(22)

memonitor perubahan sepanjang waktu, serta untuk pantauan pemeliharaan. Pengukuran yang dapat digunakan sebagai alat ukur status

fungsional yaitu Indeks Katz, Indeks Kenny Self Care, The Index of

Independence in Activities of Daily Living (IADL), Functional Independent Meassure (FIM), Indeks Barthel.

1.3. Faktor yang mempengaruhi status fungsional pasien stroke

Ketergantungan status fungsional sering menjadi permasalahan pada pasien stroke. Faktor-faktor yang mempengaruhi status fungsional pada pasien stroke menurut Junaidi (2011) antara lain jenis stroke, komplikasi penyakit, dan usia. Ropyanto (2011) menambahkan faktor-faktor lainnya

yang mempengaruhi status fungsional, yaitu motivasi, sistem support,

kelelahan, kepercayaan diri, nyeri yang dirasakan, jenis stroke, usia perkembangan, dan jenis ketergantungan yang dialami.

1.4. Status fungsional pada pasien stroke

Abraham Maslow menjelaskan lima hirarki kebutuhan dasar manusia (five hierarchy of needs), yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Maslow dalam Asmadi (2008) menjelaskan bahwa kebutuhan yang sangat primer yang dibutuhkan oleh manusia adalah kebutuhan fisiologis.

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat utama yang harus dipenuhi untuk memelihara homeostatis biologis dan kelangsungan


(23)

kehidupan bagi setiap manusia, dan apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi kebutuhan lain. Jadi, kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap manusia (Asmadi, 2008).

Status fungsional atau yang lebih dikenal dengan kemampuan fungsional merupakan salah satu bagian dalam kebutuhan fisiologis dalam kehidupan manusia. Status fungsional atau kemampuan fungsional pada pasien stroke berada pada tahap terendah dari sebelumnya. Perawat dan keluarga mempunyai tugas yang sangat penting untuk memfasilitasi kemampuan fungsional pasien stroke. Pasien stroke pada umumnya cenderung memerlukan bantuan orang disekitarnya untuk dapat beraktivitas dan melakukan perawatan diri, seperti mandi, toileting, makan, minum, mengenakan pakaian, berhias, kebersihan diri, berjalan maupun berpindah tempat (Junaidi, 2011).

Status fungsional pada pasien stroke dapat diukur salah satunya adalah dengan menggunakan Indeks Barthel sebagai istrumen untuk mengukur kategori ketergantungan kemampuan fungsi yang dialami. Pasien stroke yang mengalami kelumpuhan disalah satu atau kedua anggota ekstremitas atas (tangan) pasti mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan fisiologis, makan. Gangguan makan pada pasien stroke tidak hanya dapat berakibat pada sistem pencernaan dan energinya tetapi dapat berakibat juga dengan penurunan konsentrasi atau penurunan kognitif pasien. Orang terdekat pasien seperti perawat maupun keluarga harus


(24)

memperhatikan gizi yang terkandung dalam makanan pasien, maupun diet yang disarankan oleh dokter pada pasien stroke (Sutrisno, 2007).

Mandi juga merupakan kebutuhan fisiologis yang harus didapat oleh pasien stroke. Pasien stroke yang mengalami ketergantungan sedang hingga ketergantungan total mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan mandi. Mandi merupakan praktik menjaga kebersihan tubuh dengan menggunakan agen pembersih seperti sabun, shampo, air, odol,

penyikat gigi, dan shower puff digunakan untuk membersihkan tubuh dari

kotoran, keringat, dan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur yang dapat menempel di kulit (Ropyanto, 2011).

Berpakaian dan berhias juga merupakan salah satu perawatan diri yang perlu dilakukan pada pasien stroke. Penggunaan celana dan baju dapat dipakai dengan mengenakannya pada bagian ekstremitas yang sakit terlebih dahulu dan melepaskannya dari ekstremitas yang sehat. Orang terdekat seperti keluarga dan perawat dapat membantu terpenuhinya kebutuhan mandi, berpakaian, dan berhias pada pasien stroke, sehingga pasien stroke dapat terawat, rapi, dan bersih walaupun dalam keterbatasan fisik yang dialami (Ropyanto, 2011).

Kebutuhan fisiologis seperti eliminasi urin BAK dan BAB atau aktivitas toileting pada pasien stroke dapat dibantu oleh perawat maupun keluarga. Namun, apabila pasien stroke masih dalam ketegori ketergantungan ringan hingga sedang, yang masih memungkinkan pasien untuk beraktivitas toileting mandiri dapat dilakukan tanpa bantuan. Pasien


(25)

stroke yang mengalami kelumpuhan tubuh akan mengalami kesulitan dalam aktivitas toileting karena minimnya gerakan tubuh yang dilakukan sehingga dapat menyebabkan konstipasi pada pasien. Hal ini menyarankan perawat maupun keluarga untuk dapat memastikan diberikannya makanan yang bergizi dengan serat yang tinggi untuk membantu memperlancar eliminasi (Ropyanto, 2011).

Mobilitas atau pergerakan (berpindah) pada pasien stroke perlu dilakukan secara teratur. Dalam hal ini perawat maupun keluarga harus dapat memotivasi dan memberikan semangat pada pasien untuk melakukan pergerakan, agar dapat melatih kemampuan fungsi tubuh. Keteraturan dalam mengikuti fisioterapi perlu diperhatikan untuk dapat meningkatkan status fungsi tubuh pasien, namun tidak langsung diperoleh secara instan, tetapi diperoleh secara perlahan dan dibutuhkan kesabaran (Ropyanto, 2011).

1.5. Pengukuran status fungsional pasien stroke dengan Indeks Barthel

Penelitian ini menggunakan Indeks Barthel untuk mengkaji status fungsional pasien stroke. Indeks barthel merupakan instrumen pengukuran status fungsional yang digunakan pada dewasa yang sedang dalam perawatan klinis maupun dalam area rehabilitasi (Loretz, 2005 dalam Ropyanto, 2011). Indeks Barthel ini merupakan skala yang dinilai berdasarkan observasi oleh tenaga kesehatan, dapat diambil dari catatan medis pasien, maupun pengamatan langsung (Sugiarto, 2005).


(26)

Domain dalam instrumen ini meliputi makan, berpindah tempat,

kebersihan diri, aktivitas toileting seperti mengontrol defekasi dan

berkemih, mandi, makan, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, dan

berpakaian. Kemampuan untuk makan diberikan tiga aspek penilaian yaitu skor 0 tidak mampu makan sendiri apabila pasien tidak mampu secara total dan membutuhkan bantuan keseluruhan untuk melakukan seluruh aktivitas makan seperti penyiapan makanan, memegang sendok dan piring, dan menyuapi makanan kedalam mulut, dan pasien yang menggunakan NGT (nasogastric tube). Skor 5 diberikan kepada pasien yang hanya membutuhkan beberapa bantuan dalam aktivitas makan, seperti penyiapan makanan, memegang piring, memotong makanan menjadi bagian kecil-kecil dan pasien dapat melakukan sebagian seperti menyuapi sendiri kedalam mulut. Skor 10 diberikan kepada pasien yang secara keseluruhan mampu melakukan aktivitas makan secara mandiri, tidak membutuhkan bantuan.

Mandi terdiri dari dua kategori penilaian yaitu skor 0 diberikan kepada pasien yang secara total tidak mampu mandi sendiri, membutuhkan

keseluruhan bantuan seperti melepas baju, menggunakan sabun, shower

puff, air, mencuci rambut, tidak mampu nenegang gayung, tidak mampu

mengguyur air ke badan, tidak mampu menggosok dan membersihkan badan. Sementara skor 5 diberikan pada pasien dengan kemampuan mandiri, yaitu mampu melakukan sebagian dengan bantuan atau keseluruhan aktivitas mandi.


(27)

Perawatan diri terdiri dari dua kategori penilaian yaitu skor 0 diberikan pada pasien yang membutuhkan bantuan dalam melakukan perawatan diri seperti berhias, menyisir rambut, mencuci muka, menyukur jenggot, kumis, menggosok gigi, dan menggunakan bedak. Skor 10 diberi pada pasien yang mampu secara mandiri tanpa bantuan dalam melakukan perawatan diri.

Aktivitas selanjutnya yaitu berpakaian dengan 3 kategori penilaian, yaitu skor 0 diberikan kepada pasien yang tidak mampu secara keseluruhan dalam berpakain, mengenakan dan melepaskan pakaian, menggunakan tali sepatu, membuka dan menutup reksleting, kancing, dan penyiapan pakaian. Skor 5 diberikan pada pasien yang membutuhkan sebagian bantuan dalam berpakaian, seperti kesulitan mengenakan pakaian dibagian yang mengalami kelumpuhan namun sebagian lagi pasien mampu melakukannya. Skor 10 diberikan kepada pasien yang mampu secara mandiri melakukan seluruh aktivitas dalam berpakaian mulai dari penyiapan pakaian, sampai dengan menggunakan pakaian dan merapikannya sendiri.

Mengontrol anus dalam domain Bowel (BAB) mempunyai tiga kategori penilaian, antara lain skor 0 inkontinensia yaitu tidak mampu mengendalikan fungsi pengeluaran feses dan flatus. Pasien yang

menggunakan enema, pencahar dan menggunakan diaper juga diberikan


(28)

insidental diberikan skor 5, dan pasien yang dapat mengontrol pengeluaran atau kontinensia diberikan skor 10.

Mengontrol kandung kemih mempunyai tiga kategori penilaian antara lain skor 0 atau inkontinensia yang tidak mampu mengendalikan pengeluaran urin dan yang menggunakan kateter atau yang menggunakan diaper. Skor 5 diberikan pada pasien dengan kemampuan insedental, sementara skor 10 diberikan pada pasien yang kontinen, dapat mengontrol pengeluaran urin tanpa menggunakan kateter.

Kategori penilaian dalam penggunaan toilet meliputi tidak mampu yang diberikan skor 0 yaitu pasien yang membutuhkan bantuan total dalam menggunakan toilet meliputi melepas dan menggunakan celana, pakaian dalam, menyiram wc, membersihkan area genital, berjalan ke toilet, beranjak ke atau dari kloset. Skor 5 diberikan pada pasien yang hanya sebagian membutuhkan bantuan seperti membersihkan area genitalia, sebagian aktivitas lain dalam penggunaan toilet mampu dilakukan. Skor 10 diberikan pada pasien dengan kemampuan mandiri dalam penggunaan toilet tanpa bantuan.

Berpindah dari tempat tidur ke kursi atau ke kursi roda dan sebaliknya memiliki empat kategori penilaian yaitu skor 0 pada pasien yang tidak mampu karena tidak memiliki keseimbangan, skor 5 pada pasien yang membuthkan banyak bantuan (bantuan mayor) lebih dari satu orang, dan pada pasien yang dapat duduk. Skor 10 diberikan jika pasien hanya membutuhkan sedikit bantuan baik verbal maupun fisik, sedangkan


(29)

pasien yang dapat berpindah secara mandiri tanpa bantuan diberikan skor 15.

Aktivitas pergerakan atau mobilisasi dalam batas yang telah ditentukan memiliki empat kategori penilaian, yaitu skor 0 yang tidak mampu melakukan mobilisasi atau <5 meter. Skor 5 jika pasien mampu mandiri mobilisasi > 5 meter dan pasien yang menggunakan kursi roda. Skor 10 jika pasien mampu berjalan dengan bantuan verbal atau fisik satu orang < 5 meter, dan skor 15 pada pasien yang mampu mobilisasi berjalan mandiri tanpa bantuan orang > 5 meter atau pasien yang mampu berjalan sendiri dengan tongkat.

Aktivitas terakhir yaitu naik dan turun tangga memiliki tiga kategori penilaian yaitu skor 0 jika pasien tidak mampu secara total dalam menaiki atau menuruni tangga, skor 5 jika pasien mampu menuruni dan menaiki tangga dengan bantuan orang secara verbal atau fisik atau dengan menggunakan tongkat atau berpengangan. Skor 15 diberikan jika pasien mampu secara mandiri tanpa bantuan apapun dalam menuruni dan menaiki tangga. Terdapat lima skala penilaian, berupa mandiri (81-100),

ketergantungan ringan (61-80), ketergantungan sedang (41-60),


(30)

2. Konsep Diri

2.1. Definisi konsep diri

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat individu mengetahui dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Kozier, Glenora, dan Berman serta koleganya (2004) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan gambaran psikologis individu meliputi persepsi atau ide pribadi yang kompleks, penampilan, keyakinan, dan kepercayaan yang mempengaruhi tingkah laku individu dalam bertindak.

Definisi lain dari konsep diri menurut Potter dan Perry (2005) merupakan citra subjektif dari percampuran yang kompleks antara perasaan, sikap, dan persepsi bawah sadar maupun sadar, mencakup bagaimana individu mengetahui dirinya dan seluruh aspek dalam kehidupannya, yang bergantung pada aspek psikologis dan spiritualnya serta memberikan kita pedoman dan acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan hal yang sangat penting ada dalam diri individu, yang merupakan citra mental individu terhadap dirinya sendiri mencakup bagaimana individu memandang dan menilai dirinya berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, serta mempengaruhi individu dalam berinteraksi dan beraktivitas dalam kehidupan sosial.


(31)

2.2. Perkembangan konsep diri pada masa dewasa awal hingga dewasa akhir

Potter dan Perry (2005) menjelaskan mengenai perkembangan konsep diri dewasa awal yang berusia 20-40 tahun memiliki hubungan yang intim dengan keluarga dan orang-orang lain, memiliki perasaan yang stabil dan positif mengenai diri, dan mengalami keberhasilan transisi peran, serta meningkatnya tanggung jawab. Konsep diri pada masa ini akan tetap terus berkembang, yang dapat diidentifikasi dari nilai, sikap, dan perasaan tentang diri. Konsep diri merupakan kreasi sosial, penghargaan, dan penerimaan diberikan untuk penampilan normal dan perilaku yang sesuai berdasarkan standar sosial yang ditetapkan.

Perkembangan konsep diri pada masa dewasa madya yang berusia 40-60 tahun mengalami proses penerimaan terhadap setiap perubahan penampilan dan ketahanan fisik, mengevaluasi ulang tujuan hidup dan merasa nyaman dengan penuaan, serta menunjukkan perhatian dengan penuaan, memberikan pelajaran dan pengalaman yang berharga bagi individu lain, serta menghargai bahwa masa lalu dan pengalaman mereka sendiri adalah valid dan sangat bermakna. Konsep diri terus berkembang hingga individu menjadi lansia. Konsep diri semasa lansia atau dewasa akhir dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup, bercermin pada hidup, meninjau kembali keberhasilan, dan kekecewaan. Konsep diri pada masa lansia atau dewasa akhir sangat dipengaruhi oleh status kesehatan.


(32)

2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Stuart dan Laraia (2001) menjelaskan bahwa faktor yang

mempengaruhi konsep diri antara lain teori perkembangan, significant

other (orang terdekat atau terpenting), dan self perception (persepsi diri sendiri). Kozier, Glenora, Berman dan koleganya (2004) menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri individu adalah tumbuh kembang, keluarga dan budaya, stresor, pengalaman dari kegagalan dan keberhasilan, serta penyakit, trauma, dan pembedahan.

2.4. Komponen konsep diri

Konsep diri terdiri dari 4 komponen menurut Potter dan Perry

(2005), meliputi gambaran diri (body image), harga diri (self-esteem),

peran diri (self-role), dan identitas diri (self-identity), sedangkan Stuart dan

Sundeen (1991) membagi konsep diri menjadi 5 komponen yaitu,

gambaran diri (body image), ideal diri (self-ideal), harga diri (self-esteem),

peran diri (self-role), dan identitas diri (self-identity),

2.4.1. Gambaran diri (body image)

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa gambaran diri merupakan sikap individu terhadap tubuhnya mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh saat ini, masa lalu, dan masa mendatang secara berkelanjutan dan dipengaruhi dengan pengalaman baru individu.

Gambaran diri merupakan persepsi, perasaan, sikap, dan pengalaman tentang tubuh individu termasuk pandangan tentang


(33)

maskulinitas, dan feminimitas, kegagahan fisik, daya tahan, dan kapabilitas. Gambaran diri merupakan hal pokok dan dinamis karena tubuh individu sering berubah seiring dengan usia, persepsi, dan pengalaman-pengalaman baru yang diterima oleh individu dan dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu, atau bulan, bergantung pada stimulus eksternal pada tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, struktur, dan fungsi (Potter dan Perry, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri menurut Potter dan Perry (2005), yaitu :

1. Faktor internal

Pandangan pribadi tentang karakteristik mengenai kemampuan fisik, pertumbuhan kognitif, perkembangan hormonal, dan usia.

2. Faktor eksternal

Pandangan dan persepsi orang lain terhadap individu serta nilai kultural dan sosial.

Perubahan gambaran diri juga dipengaruhi oleh stresor yang dialami individu. Stresor yang mempengaruhi gambaran diri menurut Potter dan Perry (2005), yaitu:

1. Perubahan penampilan, struktur, atau fungsi bagian tubuh

Amputasi, perubahan penampilan wajah karena kecelakaan, mastektomi, kolostomi, ileostomi, hemiplegia, paraplegia, kelumpuhan, operasi plastik dan lain-lain dapat mengakibatkan stresor pada gambaran diri.


(34)

2. Penyakit kronis

Penyakit jantung, stroke, ginjal, kanker, dan lain-lain yang mencakup perubahan fungsi yang mengakibatkan tubuh tidak lagi pada tingkat yang optimal dan mengakibatkan efek yang signifikan pada gambaran diri individu.

3. Perubahan hormonal dan perkembangan fisik

Kehamilan, penuaan, dan menopause merupakan hal yang normal dialami individu. Namun, hal ini dapat mengakibatkan perubahan pada gambaran diri individu yang bergantung pada penerimaan individu.

4. Efek pengobatan dan terapi

Kemoterapi, terapi radiasi, dan hemodialisa yang pada umumnya menyebabkan perubahan pada penampilan seperti mengalami kerontokan rambut, kulit kusam, dan timbul bintik kehitaman dikulit mejadi stresor bagi gambaran diri individu.

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan gambaran diri positif menunjukkan sikap bersyukur dengan perubahan fisik yang terjadi, tetap menyukai, dan tidak menyalahkan Tuhan atas kondisi yang dialami. Individu dengan gambaran diri negatif menunjukkan penolakan untuk menyentuh bagian tubuh yang berubah, ketidaknyamanan yang terus menerus dirasakan akibat perubahan fisik yang terjadi, merasa tidak menarik akibat perubahan tubuh, sering mengeluh dan mengkritik diri sendiri, memiliki pandangan


(35)

negatif, depersonalisasi, serta menolak menerima penjelasan perubahan tubuh.

2.4.2. Ideal diri (self-ideal)

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan ideal diri merupakan persepsi individu tentang perilaku individu berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu yang dipengaruhi oleh norma, kebudayaan, keluarga, dan ambisi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi ideal diri antara lain faktor spiritualitas,

kecenderungan individu dalam menetapkan ideal pada batas kemampuannya, faktor sosial, kultural, dan budaya yang mempengaruhi, ambisi dan keinginan yang kuat untuk bisa lebih dan mencapai keberhasilan yang menyangkut harga diri individu, serta perasaan cemas, kebutuhan yang realistis, dan keinginan untuk menghindari kegagalan.

Ideal diri mempermudah individu dan berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu saat mengahadapi konflik atau kondisi yang mengancam sehingga, tercapailah keseimbangan fisik dan mental. Ciri-ciri individu yang mempunyai ideal diri yang realistis menurut Stuart dan Sundeen (1991), antara lain:

1. Semangat untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan sehingga mengakibatkan individu memiliki perasaan berharga.


(36)

2. Tidak ingin bergantung terhadap orang lain dan tidak menyalahkan orang lain maupun Tuhan terhadap perubahan yang terjadi walaupun tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.

3. Giat dalam bekerja dan berusaha, serta tidak mudah menyerah.

Penetapan ideal diri sebaiknya harus cukup tinggi tetapi realistis agar memacu individu untuk menggapainya. Namun, individu yang tidak dapat memenuhi ideal diri sesuai standar dan kriteria yang ditetapkan (tidak realistis) mengakibatkan harga diri rendah, merasa lebih buruk dari yang lain, dan menyebabkan individu tidak berdaya (Keliat, 2000).

2.4.3. Harga diri (self-esteem)

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa harga diri adalah bentuk penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan mempertimbangkan dan menganalisa seberapa jauh perilaku individu sesuai dengan ideal diri. Apabila ideal diri berupa cita-cita harapan keinginan tercapai, akan langsung menghasilkan perasaan berharga didalam diri. Jika individu berhasil maka memiliki harga diri yang tinggi, namun apabila individu selalu gagal mengakibatkan individu memiliki harga diri yang rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Poter dan Perry (2005) yaitu:


(37)

1. Harga diri dipengaruhi oleh ideal diri.

Ideal diri yang dibentuk dari aspirasi, tujuan, nilai-nilai, dan budaya serta standar perilaku individu. Individu yang hampir memenuhi ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi, sementara individu yang mempunyai variasi yang luas terhadap ideal diri dan sulit untuk dicapai individu menyebabkan harga diri yang rendah.

2. Evaluasi diri.

Evaluasi diri pribadi maupun evaluasi dari orang lain mempengaruhi harga diri individu. Evaluasi diri yang baik mengakibatkan peningkatan harga diri dan individu akan

mempertahankannya, namun evaluasi diri yang buruk

menyebabkan penurunan harga diri.

3. Harga diri dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki

terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup.

Banyak stresor yang mempengaruhi harga diri, yaitu ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua atau orang dicintai, kritik yang tajam, hukuman yang tidak konsisten, persaingan atar saudara, kekalahan berulang, ketidakberhasilan

dalam pekerjaan, kegagalan dama berhubungan, penyakit,

pembedahan, kecelakaan, perubahan lain dalam kesehatan mempengaruhi harga diri individu. Semakin besar kejadian yang


(38)

menganggu individu semakin besar pula penurunan harga diri yang terjadi (Potter dan Perry, 2005).

Stuart dan Sundeen (1991) menjelakan beberapa perilaku individu dengan harga diri rendah, yaitu mengkritik diri sendiri dan orang lain, putus asa, kecewa, malu, menarik diri dari interaksi sosial, tertekan dan merasa tidak berguna, penurunan produktivitas, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, merasa bersalah, mudah tersinggung, pandangan yang pesimis, dan memiiki rasa khawatir berlebihan. Individu dengan harga diri tinggi mempunyai keyakinan yang tinggi, berserah pada Tuhan, dan timbul kepercayaan diri yang kuat.

2.4.4. Peran diri (self-role)

Peran diri mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas, dan kebiasaan yang didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi. Peran diri merupakan label individu yang mempunyai berbagai peranan didalam kehidupan yang terintegrasi dalam pola fungsi individu (Potter dan Perry, 2005).

Definisi peran diri menurut Stuart dan Sundeen (1991) merupakan serangkaian pola perilaku ynag diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Peran dibagi menjadi 2 yaitu peran yang telah ditetapkan dan peran yang diterima. Peran yang ditetapkan seperti


(39)

peran menjadi orangtua, anak, ibu, ayah dan lain-lain, sementara itu, peran yang diterima (dipilih individu) seperti peran menjadi pelajar, peran menjadi pekerja swasta, atau pekerja negeri, dan lain-lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam

menyesuaikan diri dengan peran yang dilakukan menurut Stuart dan Sundeen (1991) yaitu:

1. Kejelasan perilaku dan penghargaan yang sesuai dengan peran.

2. Respon yang tetap dan konsisten terhadap peran yang dilakukan.

3. Kesesuaian dan keseimbangan antar semua peran.

4. Keselarasan budaya dan harapa terhadap peran.

5. Dukungan orang terdekat terhadap peran yang dilakukan.

6. Pemisahan situasi yang menciptakan ketidaksesuaian perilaku

peran.

Setiap individu memiliki lebih dari satu peran dan memungkinkan untuk mengalami gangguan peran diri. Gangguan peran diri atau stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dengan nilai dan keinginan individu, dan peran berlebih. Perilaku individu dengan gangguan peran atau peran yang tidak memuaskan menunjukkan ketidakpuasan individu

terhadap peran yang sedang dilakukannya, mengingkari

ketidakmampuan menjalankan peran, kegagalan menjalankan peran yang baru, ketegangan menjalankan peran yang baru (Potter dan Perry, 2005).


(40)

Stuart dan Sundeen (1991) menambahkan perilaku yang timbul apabila individu mengalami peran diri yang tidak memuaskan seperti perasaan tidak mampu, gagal, putus asa, apatis, dan kurang bertanggung jawab. Sementara itu, individu yang dapat beradaptasi dengan berbagai peran dan puas terhadap peran yang dilakukan akan lebih meningkatkan perasaan berharga, dihormati, mempunyai ambisi, semangat yang kuat, dan ingin terus meningkatkan kualitas dalam peran yang sedang dilakukan.

2.4.5. Identitas diri (self-identity)

Identitas diri merupakan perasaan internal mengenai individualitas, keutuhan, dan konsistensi dari individu sepanjang waktu dan dalam berbagai hal, yang menunjukkan individu berbeda dan terpisah dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik (Potter dan Perry, 2005). Rasa identitas terjadi secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Individu dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah.

Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa individu dengan identitas diri yang jelas dilihat dari perilaku dan karakteristik seperti individu mengenal dirinya secara terpisah dan berbeda dengan orang lain, dan menyadari keunikan masing masing, tetap bangga menjadi diri sendiri, mengenali dan menyadari jenis seksualnya, sadar akan hubungannya masa lalu, saat ini, dan masa mendatang, tetap berkarya, mempunyai tujuan yang dapat dicapai


(41)

dan direalisasikan, mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya, menghargai, mengakui, dan tetap percaya diri terhadap berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai, dan perilaku secara harmonis.

Identitas diri dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup, stresor tersebut adalah stresor kultural, stresor sosial, dan stresor personal. Individu yang tidak dapat mengatasi dan tidak mampu beradaptasi dengan stresor yang terjadi akan membuat individu mengalami gangguan identitas diri.

Gangguan identitas diri atau individu yang memiliki identitas diri yang tidak jelas ditunjukkan dengan perilaku ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh keraguan, menunjukkan individu tidak mampu untuk mengambil keputusan, perilaku tidak percaya diri, menganggap diri tidak sempurna, ketergantungan, kepribadian yang bertentangan, masalah interpersonal, mempunyai perasaan yang hampa (mengambang), kerancuan gender, tingkat ansietas yang tinggi, dan ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain (Stuart dan Sundeen, 1991).


(42)

2.5. Klasifikasi konsep diri

Potter dan Perry (2005) membagi konsep diri dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif, bergantung pada kekuatan individu dari komponen konsep diri. Konsep diri positif merupakan hal yang esensial bagi kesehatan mental dan fisik. Individu yang memiliki konsep diri positif memiliki respon yang adaptif terhadap suatu masalah yang dihadapi, individu dapat menyelesaikan masalah secara jujur dan realistis dan mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya atau disebut dengan aktualisasi diri.

Konsep diri positif sangat baik dalam mendukung perkembangan psikologis individu, meningkatkan interaksi atau hubungan yang lebih baik dengan orang lain, menurunkan risiko gangguan fisik dan gangguan jiwa, serta membuat individu dapat beradaptasi terhadap berbagai stresor yang dapat menurunkankan kualitas hidup (Kozier et al., 2004).

Individu yang memiliki konsep diri yang sehat berarti memiliki kepribadian yang sehat pula. Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif ditunjukkan melalui citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri yang realistis dan semangat untuk menggapainya, harga diri yang tinggi, performa peran yang memuaskan, dan rasa identitas yang jelas.

Individu yang memiliki konsep diri negatif berarti memiliki respon yang maladaptif terhadap masalah yang dihadapi, memiliki citra tubuh yang negatif, ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, peran yang


(43)

tidak memuaskan, dan identitas diri yang tidak jelas. Konsep diri negatif yang dialami menyebabkan individu tidak percaya diri, menarik diri, dan merasa tidak mampu untuk melakukan segala sesuatu, tidak dapat mencapai tujuan dan harapan hidupnya. Individu dengan konsep diri negatif dapat juga ditunjukan dari perasaan putus asa, tidak menyukai diri sendiri, mengkritik diri sendiri, sering mengalami perasaan kecewa, bahkan hingga menurunkan energi dan semangat menjalani hidup (Stuart dan Sundeen, 1991).

2.6. Rentang respon konsep diri

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kekacauan Depersonalisasi diri positif rendah identitas

Skema 2. Rentang respon konsep diri (Stuart dan Sundeen, 1991)

Keterangan:

1. Respon adaptif apabila saat menghadapi masalah, individu dapat

beradaptasi dan dapat menyelesaikannya, atau individu memiliki konsep diri positif dan meningkat memiliki aktualisasi diri yang baik.

2. Respon maladaptif apabila saat menghadapi masalah, individu tidak

dapat beradaptasi dan gagal dalam menyelesaikan masalah, atau individu memiliki konsep diri negatif dengan adanya harga diri rendah,


(44)

depersonalisasi (tidak mengenal diri sendiri, tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain, merasa asing dengan diri sendiri).

2.7. Konsep diri pada pasien stroke

Konsep diri merupakan hal yang dimiliki oleh setiap individu baik individu yang sehat maupun individu yang sakit. Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu dengan yang lainnya. Individu yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik dapat meningkatkan konsep diri, dan sebaliknya individu yang tidak memiliki keyakinan terhadap kondisi fisiknya dan kondisi kesehatannya, tidak percaya dengan kesembuhan dapat mempengaruhi konsep diri menjadi negatif (Potter dan Perry, 2005).

Individu dengan konsep diri positif dapat terjadi karena individu dapat berpikir realistis, dapat menerima sakit yang dirasakan, lebih bersikap optimis, penuh percaya diri, yakin sembuh, mampu menghargai dirinya, dan mampu memandang aspek positif dari kondisi yang sedang dialami. Hal ini dapat terjadi karena koping efektif yang dimiliki, terdapat

dukungan sosial (sistem support) yang didapat oleh keluarga, sahabat,

rekan sekerja, dan sebagainya, selain itu individu juga memiliki tingkat spiritualitas yang baik, sehingga individu mudah menerima, bahkan memiliki pemikiran yang positif tentang Tuhannya, mengganggap sakitnya merupakan cobaan dan ujian yang harus dilalui, serta individu juga mempunyai motivasi yang kuat untuk sembuh, hal ini yang menjadi dasar


(45)

individu sehingga individu semangat walaupun dalam kondisi sakit yang dirasakan (Young, 2007).

Individu dengan konsep diri negatif dapat terjadi karena individu hanya terpusat pada titik kelemahannya (penyakit), tidak memiliki motivasi dan semangat yang kuat untuk sembuh, koping tidak efektif untuk menghadapi masalah (penyakit), individu justru putus asa dengan penyakit yang dialaminya, memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak berguna untuk hidup, selalu berpikir negatif, tidak dapat berbuat apa-apa, kehilangan daya tarik terhadap hidup, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya dukungan sosial dari orang terdekat, selain itu tingkat spiritualitas yang kurang baik, menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dialami (Young, 2007).

Stroke merupakan keadaan gawat darurat yang terjadi mendadak (tiba-tiba) pada peredaran darah otak yang mengalami gangguan berupa terhentinya suplai darah arteri ke otak yang dapat mengakibatkan defisit neurologis dan gangguan fungsi yang diakibatkan oleh iskemik dan pecahnya pembuluh darah (Kemenkes, 2010). Kondisi neurologis yang timbul akibat stroke tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan tergantung pada lokasinya. Secara fisik pasien stroke sering mengalami kelemahan fungsi tubuh antara lain kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan sensorik), perubahan mendadak status mental (delirium, letargi, stupor atau koma),


(46)

afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami ucapan), disatria, gangguan penglihatan atau diplopia, vertigo, mual,

muntah atau nyeri kepala (Arif et al., 2000).

Setiap perubahan yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinya stresor yang mempengaruhi konsep diri. Perubahan fisik yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan gambaran diri, harga diri, identitas diri, peran diri, dan ideal diri juga terpengaruh. Secara psikologis individu dengan stroke mengalami suatu “kehilangan” yang sangat besar dan berharga dalam hidupnya, yakni “kehilangan” untuk bergerak dan bekerja, kegagahannya, kekuatan anggota tubuhnya, kemandiriannya untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari, dan keterampilannya (Wicaksana dalam Huda, 2013).

Hal tersebut menyebabkan individu merasa tidak percaya diri dengan keadaan dan kondisi yang sedang dialami dan mempengaruhi konsep diri dalam kehidupannya. Individu dengan penyakit stroke tidak hanya mengalami gangguan gambaran diri karena perubahan fisik yang terjadi, individu juga memiliki perasaan takut, cemas dengan kondisinya, marah, bahkan hingga depresi mungkin dapat terjadi. Individu merasa tidak berguna dengan keterbatasan fisik dan gerak yang dialaminya, terjadi perubahan peran seperti kepala rumah tangga yang terbatas melakukan pekerjaan dan hubungan sosial tidak seperti dulu sebelum sakit, dan berkurangnya kemampuan kognitif (Potter dan Perry, 2005).


(47)

Seseorang dengan penyakit stroke yang menerima dan merasa mampu dengan kondisinya dapat menjadikan dirinya lebih semangat untuk menjalani kehidupan dan berjuang untuk sembuh, dan sebaliknya individu yang tidak mampu dan tidak menerima kekurangan dan keadaan yang sedang dialami, akan semakin memperburuk kondisinya, baik kondisi fisik maupun kondisi psikologis. Sangat penting bagi penderita stroke memiliki konsep diri yang positif demi kesembuhan, mencegah terjadinya gangguan psikologis seperti depresi, demi kelangsungan hidup dimasa depan yang penuh harapan (Sutrisno, 2007).


(48)

1. Kerangka konsep

Penelitian ini menggambarkan hubungan status fungsional dengan konsep diri pasien stroke. Konsep diri merupakan aspek psikologis yang sangat penting dimiliki karena mempengaruhi individu untuk berinteraksi dan menjalani kehidupan. Konsep diri sebagai variabel bebas bebas terdiri dari 5 komponen yaitu gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri dengan penilaian konsep diri negatif dan positif. Status fungsional pada pasien stroke sebagai variabel terikat dengan penilaian meliputi tingkat kemampuan mandiri, ketergantungan ringan, ketergantungan sedang, ketergantungan berat, dan ketergantungan total.

Secara skematis kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

= Variabel yang diteliti = Hubungan antar variabel

Skema 3. Kerangka penelitian hubungan status fungsional dengan konsep diri pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan

Status Fungsional Pasien Stroke:

1. Mandiri

2. Ketergantungan Ringan

3. Ketergantungan Sedang

4. Ketergantungan Berat

5. Ketergantungan Total

Konsep Diri Pasien Stroke

meliputi: Gambaran Diri,

Ideal Diri, Harga Diri, Peran Diri, dan Identitas Diri

1. Konsep Diri Positif


(49)

2. Definisi operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Hidayat, 2011). Definisi operasional dalam penelitian ini menjelaskan mengenai kedua variabel yaitu status fungsional dan konsep diri, meliputi definisi, alat ukur, hasil ukur, dan skala ukur.

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Status

Fungsional

Suatu kemampuan

yang dimiliki oleh pasien stroke untuk menggunakan

kapasitas fisiknya

untuk memenuhi

kewajiban hidup

meliputi kewajiban melaksanakan

aktivitas fisik,

perawatan diri,

pemeliharaan dan

kewajiban untuk

dapat berinteraksi

dengan orang lain,

sehingga dapat

meningkatkan kesehatan. Instrumen Indeks Barthel sebanyak 10 indikator kebutuhan dasar yaitu makan, mandi, perawatan diri, berpakaian bowel, berkemih, toileting, berpindah, mobilitas,

dan naik

turun tangga.

Mandiri dengan skor 81-100 Ketergantu-ngan riKetergantu-ngan dengan skor 61-80 Ketergantu-ngan sedang dengan skor 41-60 Ketergantu-ngan berat dengan skor 21-40

Ketergantu-ngan total

dengan skor 0-20

Ordinal

2. Konsep diri Pandangan pasien

stroke yang mempengaruhi pikiran, keyakinan, Kuesioner sebanyak 23 pernyataan Konsep diri positif dengan skor 12-23 Ordinal


(50)

Gambaran diri Ideal diri Harga diri dan perasaan mengenai dirinya terhadap perubahan fisik dan psikologis yang terjadi,

sehingga mempengaruhi pasien stroke untuk bertindak dan berinteraksi dengan orang lain, memiliki lima komponen yaitu gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri.

Pandangan pasien stroke mengenai keadaan fisiknya seperti bentuk, struktur, fungsi, dan penampilan.

Pandangan pasien stroke mengenai perubahan yang terjadi dalam dirinya yang berhubungan dengan cita-cita, tujuan hidup, dan nilai-nilai yang sesuai dengan harapan. Pandangan dan penilaian pasien stroke mengenai hasil yang dicapai dirinya terhadap perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan yang 12 pernyataan positif, dengan skor : 1 = ya 0 = tidak 11

pernyataan negatif: 0 = ya 1 = tidak

Kuesioner no. 1-4 Kuesioner no. 5-9 Kuesioner no. 10-13 Konsep diri negatif dengan skor 0-11 Gambaran diri positif dengan skor 3-4

Gambaran diri negatif dengan skor 0-2

Ideal diri

realistis dengan skor 3-5

Ideal diri

tidak realistis dengan skor 0-2

Harga diri tinggi dengan skor 3-4

Harga diri rendah dengan skor 0-2 Ordinal Ordinal Ordinal


(51)

Peran diri

Identitas diri

diharapkan. Sikap dan perilaku pasien stroke terhadap

kemampuan dalam memenuhi peranan, tugas, fungsi, dan tanggung jawab di lingkungan keluarga, masyarakat, dan sosial. Pandangan dan kesadaran diri pasien stroke dalam memandang dirinya secara utuh, unik, dan memiliki sikap perilaku yang berbeda dengan individu lain. Kuesioner no. 14-18 Kuesioner no. 19-23

Peran diri

memuaskan dengan skor 3-5

Peran diri

tidak memuaskan dengan skor 0-2

Identitas

diri jelas

dengan skor 3-5

Identitas

diri tidak

jelas

dengan skor 0-2

Ordinal

Ordinal

Tabel 1. Definisi operasional

3. Hipotesis

Ha : Terdapat hubungan antara status fungsional dengan konsep diri pasien


(52)

1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi yaitu pemecahan masalah penelitian dengan menggambarkan hubungan keadaan variabel yang diteliti berdasarkan fakta-fakta, kemudian dianalisis, dan diinterpretasikan (Nasir et al., 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status fungsional dengan konsep diri pasien stroke.

2. Populasi, sampel, dan teknik sampling

2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan atau totalitas objek yang diteliti (Nasir et al., 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien stroke yang dirawat di Ruang Inap Terpadu (Rindu) A4 RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian yang dilakukan di ruang neurologi pada 10 April sampai 13 Mei 2015 didapati total pasien stroke yang dirawat inap sebanyak 36 orang.

2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini merupakan pasien stroke yang di rawat di Ruang Inap


(53)

Terpadu (Rindu) A4 RSUP Haji Adam Malik Medan dalam satu bulan sesuai dengan jadwal penelitian yang dilaksanakan.

Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu:

s = N 1 + N(d2) Keterangan :

s = jumlah sampel N = total popolasi

d = tingkat kesalahan (0,05%) Jadi, s = 36

1 + 36 (0,052) s = 36

1,09

s = 33,02 = 33 orang

Maka, total sampel dalam penelitian ini adalah 33 orang

2.3 Teknik sampling

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

metode non probability sampling yaitu metode penentuan sampel yang

tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2009 dalam Nasir et al.,

2011) dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik


(54)

yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

Penentuan kriteria sampel sangat diperlukan dan membantu penelitian untuk mengurangi bias hasil penelitian (Nursalam, 2009). Maka, kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pasien stroke dengan usia berkisar antara 25 sampai 75 tahun

2. Pasien stroke yang bersama dengan keluarga

3. Pasien stroke yang mengalami keterbatasan gerak

3. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan, ruang inap terpadu (rindu) A4 dikarenakan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pemerintah pusat provinsi Sumatera Utara bertipe A, serta merupakan rumah sakit rujukan se-Sumatera Utara dan sekitarnya. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada 10 April sampai 13 Mei 2015 sesuai jadwal kegiatan penelitian yang telah dibuat.

4. Profil RSUP Haji Adam Malik Medan

RSUP Haji Adam Malik adalah rumah sakit pendidikan yang berdiri pada tanggal 21 Juli 1993, merupakan rumah sakit umum kelas A. RSUP Haji Adam Malik memiliki visi untuk menjadikan rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan nasional yang terbaik dan bermutu di Indonesia pada tahun 2019, yang diwujudkan melalui tiga misi penting, yaitu melaksanakan pelayanan pendidikan,


(55)

penelitian, dan pelatihan dibidang kesehatan, yang paripurna, bermutu dan

terjangkau, melaksanakan pengembangan kompetensi SDM secara

berkesinambungan, serta mengampu RS jejaring dan RS di wilayah Sumatera. RSUP haji Adam Malik Medan juga memiliki motto yaitu mengutamakan keselamatan pasien dengan pelayanan PATEN: Pelayanan cepat, Akurat, Terjangkau, Efisien, dan Nyaman.

5. Pertimbangan etik

Pertimbangan etik sangat penting dan wajib untuk diperhatikan dalam melaksanakan penelitian ini, karena pertimbangan etik merupakan hal-hal dasar yang mementingkan etika dalam menentukan, memberi penjelasan, dan menjaga privasi pada responden. Penelitian ini menggunakan penerapan etika penelitian menurut Hidayat (2011) yang terdiri dari 3 macam yaitu:

5.1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden, dengan cara mengisi lembar persetujuan. Lembar ini dilengkapi dengan judul penelitian, manfaat, dan tujuan dalam penelitian, sehingga responden mengerti maksud dan tujuan dilakukannya penelitian melalui membaca dan mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh peneliti. Lembar persetujuan diberikan kepada responden, bila responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan, namun jika responden menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa dan harus tetap menghormati hak dan keputusan responden.


(56)

Peneliti juga perlu menjelaskan bahwa penelitian ini tidak berisiko bagi individu yang menjadi responden, baik risiko fisik maupun risiko psikologis.

5.2. Anonimity

Anonimity digunakan untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden atau hanya mencantumkan inisial responden sesuai dengan persetujuan responden, jika tidak mencantumkan nama, pada lembar tersebut diberikan kode pengganti nama responden.

5.3. Confidentiality

Informasi yang didapat dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk pengembangan ilmu dan kepentingan riset penelitian.

Penelitian ini juga menerapkan pertimbangan etik yang disesuaikan dengan prisip-prinsip dasar etik oleh Polit dan Beck (2003), yaitu:

1. Menghormati harkat martabat manusia (Human dignity)

Peneliti menghormati harkat martabat manusia sebagai pribadi yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih dan bertanggung jawab secara pribadi terhadap keputusannya sendiri. Hak otonomi responden sangat dihormati selama pengumpulan data. Responden dalam penelitian ini adalah pasien

stroke yang masih mampu mengambil keputusan secara mandiri (

self-determination) untuk terus atau menghentikan menjadi responden secara sepihak dalam proses pengumpulan data juga dihormati. Peneliti juga


(57)

abuse) terhadap responden. Peneliti juga memperhatikan aspek fisik maupun psikososial responden sebagai bentuk perlindungan kepada responden selama proses pengambilan data.

2. Berbuat baik (beneficence)

Peneliti mengupayakan manfaat maksimal dan kerugian minimal terhadap responden dalam penelitian ini. Penelitian ini juga memperhatikan beberapa hal agar tujuan dapat tercapai, antara lain:

a. Meminimalkan resiko penelitian agar sebanding dengan manfaat yang

diterima, namun pada penelitian ini manfaat penelitian tidak akan dirasakan secara langsung responden, tetapi peneliti menjamin bahwa proses pengumpulan data yang dilakukan tidak akan menimbulkan kondisi yang beresiko bagi responden.

b. Peneliti memperhatikan kesejahteraan responden dengan selalu waspada

selama proses pengumpulan data berlangsung dan menghentikan proses pengumpulan data jika terjadi hal-hal yang menganggu kesejahteraan responden.

c. Peneliti memnberikan tindakan jika terjadi ketidaknyamanan pada

responden dan memberikan kesempatan pada responden untuk memutuskan apakah melanjutkan pengumpulan data atau menundanya. Sebelum proses pengumpulan data peneliti memastikan terlebih dahulu bahwasannya pasien tidak memiliki riwayat emosional yang patologis sehingga proses pengumpulan data tidak memberikan dampak buruk bagi kondisi fisik dan psikologis.


(58)

3. Keadilan (justice)

Prinsip etik keadilan adalah kewajiban untuk menerapkan prinsip adil kepada semua responden dalam setiap tahapan penelitian. Keadilan pada penelitian ini telah diterapkan dengan memenuhi hak responden untuk mendapatkan penangan yang adil, memberikan kesempatan pada responden yang dipilih untuk terlibat dalam penelitian, dan mendapatkan penanganan yang sama

dengan menghormati persetujuan dalam informed consent yang telah

disepakati.

6. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data suatu penelitian (Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah angket terstruktur dalam bentuk kuesioner. Kuesioner penelitian disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada tinjauan pustaka. Peneliti sebelumnya menjelaskan kepada responden mengenai penelitian yang dilaksanakan, kemuadian cara untuk mengisi lembar kuesioner, mengawasi, dan mengobservasi sampel saat mengisi lembar kuesioner yang diberikan, sehingga responden dapat memberikan informasi yang tepat dalam pengisian kuesioner.

Kuesioner terdiri dari 3 bagian yaitu kuesioner data demografi, instrumen indeks barthel, dan kuesioner konsep diri. Instrumen indeks barthel diisi langsung oleh peneliti dengan cara mengobservasi dan mewawancarai langsung pasien dan keluarga bagaimana keadaan status fungsional pasien stroke yang menjadi sampel penelitian.


(59)

6.1. Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi responden terdiri dari 4 pertanyaan isian yang berkaitan dengan usia responden, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan jenis stroke.

6.2. Instrumen indeks barthel

Instrumen indeks barthel terdiri dari 10 items pernyataan kemampuan responden meliputi kemampuan untuk makan, mandi, perawatan diri, berpakaian, bowel/BAB, berkemih, penggunaan toilet, berpindah (dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya), pergerakan (dengan batas yang ditentukan), dan naik turun tangga.

Interpretasi tingkat kemampuan dalam instrumen indeks barthel adalah kemampuan mandiri dengan skor 81-100, ketergantungan ringan dengan skor 61-80, ketergantungan sedang dengan skor 41-60, ketergantungan berat dengan skor 21-40, dan ketergantungan total dengan skor 0-20.

6.3. Kuesioner konsep diri

Kuesioner konsep diri pasien stroke terdiri dari 23 total pernyataan Pernyataan positif sebanyak 12 pernyataan (no. 3, 4, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 18, 20, 21, 23) dan pernyataan negatif sebanyak 11 pernyataan (no. 1, 2, 5, 6, 10, 12, 15, 16, 17, 19, 22).

Cara pengisian kuesioner dengan memberi tanda cheklist (√) pada

salah satu pilihan jawaban yang tersedia dari pernyataan yang ada berkaitan dengan konsep diri. Pilihan jawaban dari pernyataan kuesioner


(60)

ini adalah „ya‟ dan „tidak‟. Responden yang menjawab „ya‟ pada pernyataan positif diberi nilai 1 (skor= 1) dan pada pernyataan negatif

diberi nilai 0 (skor= 0), sedangkan jika responden menjawab „tidak‟ pada

pernyataan positif diberi nilai 0 (skor = 0) dan pada pernyataan negatif diberi nilai satu (skor = 1).

Interpretasi hasil dari konsep diri adalah konsep diri positif dan konsep diri negatif, skor interpretasi didapat dari:

P = rentang (r)

banyak kelas

Ket: P = panjang kelas

r = rentang kelas (nilai maksimal - nilai minimal)

Nilai terbesar (maksimal) adalah 23 dan nilai terendah (minimal) adalah 0, maka rentang kelas (r) adalah 23. Banyak kelas ada 2 yaitu kelas konsep diri positif dan kelas konsep diri negatif. Maka diperoleh panjang kelas (P) adalah hasil dari pembagian 23 dengan 2, yaitu 11,5 dibulatkan menjadi 12. Nilai terendah 0 sebagai batas bawah nilai terbesar 23 sebagai batas atas. Jadi, diperoleh kategori 0-11 konsep diri negatif dan 12-23 konsep diri positif.

Interpretasi masing-masing komponen konsep diri yaitu gambaran diri (no.1-4) diberi menjadi dua penilaian yaitu gambaran diri positif dengan skor 3-4 dan gambaran diri negatif dengan skor 0-2. Ideal diri (no. 5-9) diberi dua penilaian yaitu ideal diri realistis dengan skor 3-5 dan ideal diri tidak realistis dengan skor 0-2. Harga diri (no.10-13) diberi dua penilai


(61)

dengan skor 3-4 adalah harga diri tinggi dan skor 0-2 harga diri rendah. Peran diri (no.14-18) diberi dua penilaian dengan skor 3-5 peran diri memuaskan dan skor 0-2 peran diri tidak memuaskan. Demikian pula dengan komponen terakhir yaitu identitas diri (no. 19-23) diberi dua penilaian yaitu identitas diri jelas 3-5 dan identitas diri tidak jelas 0-2.

7. Uji validitas dan reliabilitas instrumen 7.1. Uji validitas

Validitas sangat penting dilakukan untuk mengetahui ketepatan atau kecermatan suatu instrumen atau kemampuan instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur dan mendapatkan data yang relevan dengan apa yang sedang diukur. Uji validitas isi dan validitas konstruk dilakukan pada kuesioner konsep diri. Instrumen indeks barthel merupakan instrumen baku yang memiliki nilai interrater correlation 0,88-0,99 dan alpha reliability 0,953-0,965 (Wikinson, 2010).

Validitas isi dilakukan dengan meminta bantuan pakar atau dosen yang menguasai topik terkait penelitian, dalam penelitian ini validitas isi dilakukan oleh dosen dari Departemen Keperawatan Jiwa dan Departemen Keperawatan Dasar USU untuk menguji setiap poin pernyataan dalam instrumen, serta menilai seberapa jauh instrumen secara keseluruhan dapat

mewakili faktor yang ingin diteliti. Hasil dari validitas isi instrumen


(62)

Validitas konstruk selanjutnya dilakukan pada setiap item pernyataan dalam kuesioner konsep diri, sehingga ketepatan pengukuran didapatkan melalui seluruh item pertanyaan dalam instrumen (kuesioner). Peneliti terlebih dahulu melakukan validasi instrumen dengan menguji cobakan kuesioner kepada contoh sampel diluar dari kelompok sampel, namun memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok sampel. Uji validitas konstruk juga dilaksanakan di ruang neurologi RA4 RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 30 orang.

Validitas konstruk dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment pada taraf signifikansi 0,05. Kemudian dilakukan analisa terhadap setiap item pertanyaan dalam instrumen (kuesioner). Kuesioner dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dari r table pada taraf signifikansi yang telah ditentukan yaitu 0,361. Total pernyataan semula dalam kuesioner konsep diri adalah 25 pernyataan, namun setelah dilakukan validasi konstruk, terdapat item pernyataan yang tidak valid yaitu item pernyataan no 2 dan no 15, maka item pertanyaan tersebut di

drop, sehingga didapatkan hasil sebanyak 23 item pernyataan kuesioner


(63)

7.2. Uji reliabilitas

Reliabilitas instrumen akan dilakukan dalam penelitian ini, karena

bertujuan untuk melihat dan mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur dapat mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur, dan memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel, sehingga didapatkan adanya kesamaan suatu hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun pada waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Arikunto (2010) menjelaskan bahwa instrumen penelitian yang berbentuk kuesioner, apabila disusun sendiri oleh peneliti harus dilakukan uji kehandalan (reliabilitas) dan instrumen yang diuji harus memiliki nilai reliabilitas diatas 0,70.

Uji reliabilitas ini dilakukan pada seluruh item pernyataan

kuesioner dengan menggunakan metode Kuder Richardson-20 (KR-20), karena metode ini digunakan untuk alat ukur dengan pernyataan yang berupa dikotomi (2 pilihan jawaban, “ya” atau “tidak”). Hasil uji reliabilitas instrumen kuesioner konsep diri dengan menggunakan metode Kuder Richardson-20 (KR-20) didapatkan nilai reliabilitas seluruh item pernyataan yang valid adalah 0,875, maka kuesioner konsep diri dinyatakan relib.


(64)

8. Pengumpulan data

8.1 Tekhnis pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, di ruang inap terpadu (rindu) A4 Medan. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan

penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara).

2. Surat permohonan izin pelaksanaan penelitian yang sudah diperoleh

dari institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara) selanjutnya dikirim ke tempat penelitian RSUP Haji Adam Malik Medan.

3. Jika izin sudah dikeluarkan dari intitusi terkait tempat pelaksanaan

penelitian, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian di ruang inap terpadu (rindu) A4. Peneliti harus menentukan responden yang sesuai dengan kriteria sampel dalam penelitian yang telah ditentukan.

4. Setelah peneliti mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti

menjelaskan kepada responden yang didampingi oleh keluarga tentang tujuan penelitian, manfaat, dan proses pengisian kuisioner. Jika calon

responden bersedia maka calon responden diminta untuk

menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Kemudian


(1)

109

Lampiran 14


(2)

110

Lampiran 15

TAKSASI DANA PENELITIAN

No. Bahan Dana yang

dibutuhkan 1. Proposal

Penelusuran literatur dari internet Rp. 200.000,00

Fotokopi Literatur Rp. 200.000,00

Pencetakan Proposal Rp. 30.000,00

Penggandaan dan penjilidan proposal Rp. 70.000,00

Lain-lain Rp. 100.000,00

Sub total Rp. 600.000,00 2. Pengumpulan Data

Penggandaan kuesioner Rp. 50.000,00

Aksesoris Responden Rp. 300.000,00

Transportasi Rp. 500.000,00

Uji reliabilitas 2 minggu Rp. 88.000,00

Pengumpulan data penelitian 1 bulan Rp. 175.000,00

Lain-lain Rp. 500.000,00

Sub total p. 1.613.000,00

3. Analisa Data dan Penyusunan Skripsi

Pencetakan skripsi Rp. 200.000,00

Penggandaan dan penjilidan skripsi Rp. 150.000,00

Lain-lain Rp. 100.000,00

Sub total Rp. 450.000,00 DANA TOTAL p. Rp. 2.663.000,00


(3)

112

Lampiran 16


(4)

(5)

(6)

114

Lampiran 17

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lady Diana Puspita Dewi

Tempat Tanggal Lahir : Argamakmur, 07 Agustus 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan M. Yusuf No. 3 Padang Bulan Medan

Nama Orang Tua :

Ayah : Ir. Nyoman Cornelius Simanjuntak

Ibu : Amra Silaen, Amd.Kep

Riwayat Pendidikan :

1. 1999 - 2000 : TK. Imanuel Argamakmur, Bengkulu Utara

2. 2000 - 2006 : SD Negeri No. 23 Argamakmur, Bengkulu Utara

3. 2006 - 2008 : SMP Negeri 1 Agamakmur, Bengkulu Utara

4. 2008 – 2011 : SMA Negeri 1 Argamakmur, Bengkulu Utara

5. 2011 - sekarang : S1 Ilmu Keperawatan USU