Dukungan Isteri Kepada Suami Dalam Pemilihan Kontrasepsi Vasektomi Di Wilayah Kerja Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1994 (SDKI) Angka Kematian Ibu di
Indonesia adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan Angka Kematian Ibu tersebut
sangat lambat, yaitu menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 (SDKI) dan
307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003), sementara pada tahun 2010 ditargetkan
menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi (AKB) selama
kurun waktu 20 tahun telah berhasil diturunkan secara tajam, yaitu 59 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 1989-1992 menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003.
Namun angka tersebut masih di atas negara-negara seperti Malaysia 10 per 1000 kelahiran
hidup, Thailand 20 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, Brunei
8 per 1000 kelahiran hidup dan Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup dan saat ini mengalami
penurunan cukup lambat (Azrul, 2005, dalam Sri Mardiyah Ekarini, 2008, hal 1).
Menurut Saifuddin 2006 mengatakan bahwa Departemen Kesehatan memiliki upaya
dalam penurunan AKI yaitu Empat Pilar Safe Motherhood” yang terdiri dari: keluarga
berencana, pelayanan antenatal, persalinan yang aman, pelayanan obstetri esensial
Keluarga Berencana adalah suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan
sedemikan rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah, serta keluarganya yang

bersangkutan dan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan
tersebut (Suratun, dkk, 2008).
Pada awalnya pendekatan keluarga berencana lebih diarahkan pada aspek demografi
dengan upaya pokok pengendalian jumlah penduduk dan penurunan fertilitas, melalui

Universitas Sumatera Utara

program KB nasional yang merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas
penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan kesejahteraan sosial, yang selama ini
dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia kawin, peningkatan
ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga. Namun demikian, konferensi Internasional
tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD 1994) menyepakati perubahan paradigma,
dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas, menjadi lebih ke arah
pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan
gender. Sejalan dengan perubahan paradigma kependudukan dan pembangunan di atas,
program KB di Indonesia juga mengalami perubahan orientasi dari nuansa demografis ke
nuansa kesehatan reproduksi yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah
suatu program yang dimaksudkan untuk membantu pasangan atau perorangan dalam
mencapai tujuan reproduksinya. Hal ini mewarnai program KB era baru di Indonesia (Pinem,
2011).

Memasuki era baru program KB di Indonesia, diperlukan adanya reorientasi dan
reposisi program secara menyeluruh dan terpadu. Reorientasi tersebut ditempuh dengan
jalan menjamin kualitas pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang lebih
baik serta menghargai dan melindungi hak-hak reproduksi yang menjadi bagian integral dari
hak-hak azasi manusia yang bersifat universal. Prinsip pokok dalam mewujudkan
keberhasilan program KB dimaksudkan adalah peningkatan kualitas di segala bentuk serta
kesetaraan dan keadilan gender melalui pemberdayaan perempuan serta peningkatan
partisipasi pria. Di sisi lain, dengan berubahnya paradigma tersebut pelayanan KB dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dipandang dari pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus pada
kesehatan reproduksi serta hak-hak reproduksi harus lebih berkualitas dan memperhatikan
hak-hak dari klien atau masyarakat dalam memilih metode kontrasepsi yang diinginkan

Universitas Sumatera Utara

( Suratun, 2008 ).
Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009
dijelaskan bahwa partisipasi pria menjadi salah satu indikator keberhasilan program KB
dalam memberikan kontribusi yang nyata untuk mewujudkan keluarga kecil berkualitas
(BKKBN, 2005, dalam Sri Mardiyah Ekarini, 2008, hal 3).

Keberhasilan program KB sebagian besar merupakan kontribusi wanita (97, 2%),
sedangkan peran pria masih sangat kecil. Pemakaian vasektomi dan kondom sebesar 2,8%
dari total peserta aktif, pengembangan program peningkatan partisipasi pria adalah
mengubah sikap dan perilaku tentang program KB menitikberatkan keadilan dan kesetaraan
gender dengan memperhatikan norma-norma budaya yang berlaku dalam masyarakat. Isteri
sebagai orang terdekat dan pasangan hidup dapat memberikan motivasi dan dukungan
terhadap suami untuk menerima dan menggunakan vasektomi sebagai metode kontrasepsi
(BKKBN, 2008).
Pada tahun-tahun terakhir ini, vasektomi ini makin banyak dilakukan di beberapa
negara seperti India, Pakistan, Amerika Serikat, Korea dan lain-lain untuk menekan laju
pertumbuhan penduduk ( Wiknjosastro, 2008 ).
Terdapat sekitar 50 juta pria di seluruh dunia telah mengandalkan vasektomi untuk
kontrasepsi. Data-data pengguna vasektomi di Negara-negara Islam seperti Pakistan pada
tahun 1999, memiliki peserta vasektomi (5,2%), Bangladesh tahun 1997 (13,9%) dan
Malaysia tahun 1998 (16,8%) sementara di Indonesia sendiri, peserta vasektomi masih
tergolong rendah yaitu 0,4% (Speroff, 2005).
Peran seorang suami dalam program KB sangat penting karena biasanya suami lebih
dominan sebagai penentu kebijakan keluarga. Berdasarkan data BKKBN Tahun 2008
pencapaian akseptor KB pria baru yang tertinggi berada di Propinsi Jawa Tengah yaitu
29.727 akseptor (0,44%), yang terendah di Propinsi Gorontalo yaitu 607 akseptor (0,01%),


Universitas Sumatera Utara

dan Sumater Utara telah mencapai 0,3% (22.161 akseptor) dari total 6.799.819 akseptor KB
pria baru di Indonesia (3,25%). Padahal, Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) nasional
yang ditargetkan, partisipasi pria dalam ber KB adalah 4,5% dari seluruh akseptor.
Data di BKKBN Sumatera Utara tahun 2010, menunjukkan bahwa pencapaian
peserta KB baru di tahun 2010 belum sesuai dengan pencapaian yang diharapkan. Hal ini
dapat dilihat dari pencapaian di Medan Kota, seharusnya pencapaiannya 2.578 sementara
yang memakai hanya 126 akseptor saja. Di Medan Johor pencapaiannya sebanyak 3.360
yang memakai akseptor vasektomi hanya 17 akseptor. Selain itu, di Medan Belawan
pencapaiannya 2.163 sedangkan yang memakai hanya 130 Orang. Berdasarkan data yang
diharapkan ternyata pengguna vasektomi masih jauh dari yang diharapkan.
Sementara itu, data yang diperoleh dari Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak
dan Keluarga Berencana Serdang Bedagai, 2011 didapat bahwasanya peserta KB pria
dari 2010 sampai 2011 yaitu KB pria yang menggunakan Kondom sebanyak 4.448
orang (3,88%) dari 114.608 PUS dan yang melakukan Kontrasepsi Vasektomi sebanyak
404 orang (0,35%) dari 114.608 PUS, data ini didapatkan dari 17 Kecamatan yang
ada di Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan untuk Kecamatan Pantai Cermin
Sendiri didapati peserta KB pria adalah sebanyak 367 peserta untuk kondom (4,6%)

dari

7.899 PUS dan untuk peserta kontap pria (vasektomi) sebanyak 51 peserta

(0,64%) dari 7.899 PUS.
Partisipasi suami atau pria baik dalam praktik Keluarga Berencana, maupun dalam
pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga saat
ini masih rendah. Padahal selayaknya pria juga diharapkan berperan aktif, karena pria
mempunyai hak – hak reproduksi yang sama dengan perempuan, pria juga bertanggung
jawab secara sosial, moral dan ekonomi dalam membangun keluarga (BKKBN, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Alasan vasektomi kurang diminati oleh kaum pria adalah karena selama ini
kaum pria takut bila daerah kemaluan mereka mendapat cedera atau luka. Mereka
selalu membayangkan bahwa luka di daerah tersebut dapat berakibat fatal terutama
impotensi, oleh karena itu. Sekarang ini telah dikembangkan teknik vasektomi yang
baru yaitu vasektomi tanpa pisau (Saifuddin, 2006).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas BKKBN Kabupaten Serdang Bedagai
tahun 2011, bahwa Kecamatan Pantai Cermin merupakan Kecamatan yang memiliki

akseptor vasektomi terbanyak dibandingkan dengan Kecamatan yang ada di Kabupaten
Serdang Bedagai lainya, dengan jumlah peserta vasektomi berjumlah 51 orang. Oleh sebab
itu, peneliti ingin melihat bagaimanakah dukungan yang diberikan oleh isteri kepada suami
sehingga mendorong suami dalam pemilihan kontrasepsi vasektomi. Berdasarkan data
diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti dukungan isteri kepada suami dalam
pemilihan kontrasepsi vasektomi di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan
Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “bagaimana dukungan
isteri kepada suami dalam pemilihan kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin

Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana dukungan Isteri kepada
suami dalam pemilihan kontrasepsi vasektomi di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai

Cermin Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden

Universitas Sumatera Utara

b. Untuk mengidentifikasi dukungan Isteri kepada suami dalam pemilihan
kontrasepsi vasektomi dalam bentuk dukungan informasional
c. Untuk mengidentifikasi dukungan Isteri kepada suami dalam pemilihan
kontrasepsi vasektomi dalam bentuk dukungan penilaian
d. Untuk mengidentifikasi dukungan Isteri kepada suami dalam pemilihan
kontrasepsi vasektomi dalam bentuk dukungan instrumental
e. Untuk mengidentifikasi dukungan Isteri kepada suami dalam pemilihan
kontrasepsi vasektomi dalam bentuk dukungan emosional

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Kebidanan
Manfaat penelitian ini bagi pelayanan kebidanan adalah dapat menjadi sumber
informasi bagi pelayanan kebidanan bahwa dukungan Isteri sangat penting dalam
pemilihan kontrasepsi vasektomi.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat bahwa

pemilihan kontrasepsi vasektomi dibutuhkan adanya dukungan dari Isteri.

3. Bagi Pendidikan Kebidanan
Untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang bentuk dukungan yang diberikan
oleh Isteri kepada suami dalam pemilihan kontrasepsi vasektomi
4. Bagi Penelitian Kebidanan
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau sumber data
bagi penelitian lain yang melakukan penelitian sejenis atau lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara