Dukungan Isteri Kepada Suami Dalam Pemilihan Kontrasepsi Vasektomi Di Wilayah Kerja Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Dukungan Isteri
1.
Defenisi
Dukungan adalah sesuatu yang didukung, dorongan atau untuk memberi
semangat kepada seseorang (KBBI, 2005).
Dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril
maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksankan kegiatan (Sarwono,
2003)
Sementara itu, defenisi dari isteri adalah wanita yang telah menikah atau
bersuami (KBBI, 2005).
Jadi dukungan isteri adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik
moril maupun materil untuk memotivasi suami dalam melaksankan suatu kegiatan.
Menurut Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (2008) bahwa dalam
ber KB pria atau suami memiliki tanggung jawab, yaitu:
a.
Bersama isteri merencanakan jumlah dan jarak anak
b.
Bersama isteri berupaya memperoleh informasi tentang KB
c.
Bersama isteri memilih atau menggunakan salah satu alat atau metoda kontrasepsi
yang cocok
d.
Bersama isteri mengatasi kegagalan dan komplikasi akibat pemasangan alat
kontrasepsi.
(2)
2. Peran Isteri dalam Kesehatan
Peranan isteri dalam keluarga adalah difokuskan pada alokasi peran. Disamping itu
juga terdapat landasan literatur lebih luas yang menunjukkan bahwa wanita adalah
pemelihara hubungan pertemanan dalam keluarga. Pemeliharaan pertemanan atau peran
hubungan pertemanan, melibatkan pemeliharaan komunikasi, memfasilitasi kontak dan
pertukaran barang dan jasa, dan memantau hubungan keluarga (Friedman, dkk, 2002).
Sementara itu, isteri yang juga merupakan salah satu bagian keluarga juga memiliki
peran dalam kesehatan yaitu dapat memainkan peran vital dalam upaya peningkatan
kesehatan dan penurunan resiko, misalnya mengubah gaya hidup dari kurang sehat ke
arah lebih sehat (berhenti merokok, latihan yang teratur, mengatur pola makan yang
sehat), perawatan pra dan pascapartum, imunisasi, dan lain-lain. Salah satu peran penting
keluarga terhadap kesehatan adalah keluarga sebagai faktor penentu penggunaan
pelayanan kesehatan (Ali, 2009).
Ada beberapa alasan yang menjadikan keluarga sebagai pusat perhatian dalam
pemberian pelayanan kesehatan antara lain: keluarga sebagai sumber daya kritis untuk
menyampaikan pesan-pesan kesehatan, keluarga sebagai satu unit anggota dalam
keluarga, hubungan yang kuat dalam keluarga dengan status kesehatan anggotanya,
keluarga sebagai tempat penemuan kasus dini dan keluarga sebagai pendukung bagi
anggota keluarga lainnya (Setiawati & Dermawan, 2008).
3. Jenis Dukungan Keluarga
Menurut Caplan 1976 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2010, terdapat empat dasar
jenis dukungan keluarga yaitu :
a.
Dukungan Emosional
Yaitu keluarga sebagai pelabuhan istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaan emosional serta meningkatkan moral keluarga. Aspek-aspek dari
(3)
dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi,
adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
b.
Dukungan Penilaian
Keluarga bertindak sebagai sistem pembimbing umpan balik, membimbing dan
mematarantai pemecahan masalah dan merupakan sumber serta validator identitas
anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian.
c.
Dukungan Informasi
Keluarga berfungsi sebagai pencari dan penyebar informasi mengenai suatu
masalah tertentu. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang
dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah
dapat menekan munculnya suatu
stressor
karena informasi yang diberikan dapat
menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam
dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
d.
Dukungan Instrumental
Keluarga Mencakup pemberian asuhan langsung atau berbagai bantuan yang nyata
berupa uang maupun bantuan pada pekerjaan rumah. Keluarga merupakan sebuah
sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan penderita dalam hal
kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
4. Sumber Dukungan
Menurut Caplan 1976, dalam Friedman, Bowden & Jones, 2010, bahwa terdapat tiga
sumber dukungan. Sumber ini terdiri atas :
(4)
a.
Jaringan informal yang spontan
b.
Dukungan terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas kesehatan professional
c.
Upaya terorganisasi oleh professional kesehatan.
Dari ketiga sumber dukungan ini dapat diartikan bahwa jaringan sosial informal
(jaringan keluarga) dipandang sebagai kelompok yang memberikan jumlah bantuan
terbanyak selama masa yang dibutuhkan.
B.
Alat Kontrasepsi
1. Defenisi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra, berarti “mencegah” atau melawan dan
konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah menghindari terjadinya kehamilan
akibat pertemuan sel telur matang dengan sel sperma (BKKBN, 2005).
Kontrasepsi secara harfiah diartikan sebagai suatu alat atau metode yang digunakan
untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2007). Menurut Prawirohardjo (2002)
bahwa kontersepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut
dapat bersifat sementara maupun permanen. Penggunaan alat kontraepsi merupakan salah
satu variabel yang mempengaruhi fertilitas.
Program KB adalah salah satu program yang dimaksudkan untuk membantu para
pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan berisiko tinggi, kesakitan dan
kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh
bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, edukasi,
konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam
(5)
praktek KB dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan
kehamilan (BKKBN, 2006).
2.Faktor-faktor dalam memilih alat kontrasepsi
Ada beberapa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
kontrasepsi yaitu faktor pasangan, faktor kesehatan, dan faktor metode kontrasepsi. Dalam
faktor pasangan, harus mempertimbangkan dari segi umur, gaya hidup, frekuensi senggama,
dan jumlah anak yang diinginkan. Dalam faktor kesehatan, mempertimbangkan status
kesehatan, riwayat keluarga, dan pemeriksaan fisik. Sedangkan dalam faktor alat
kontrasepsi, harus mempertimbangkan efektivitas, efek samping, komplikasi-komplikasi
yang potensial, dan biaya (Hartono, 2003).
C.
Vasektomi
1.
Defenisi vasektomi
Vasektomi adalah pemotongan atau penyumbatan pada
vas deferensyang menyalurkan
sperma dari testis ke penis untuk mencegah jalanya sperma (Glasier, 2006).
Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi keluarnya
sperma dengan cara mengingat dan memotong saluran mani(
vas deferent) sehingga sel
sperma tidak keluar sewaktu senggama (Suratun, 2008).
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan
jalan melakukan oklusi
vasa deferensiasehingga alur transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi (penyatuan ovum dengan sperma) tidak terjadi (Saifuddin, 2006).
Vasektomi adalah cara KB permanen bagi pria yang sudah memutuskan tidak ingin
mempunyai anak lagi (Meilani, dkk, 2011).
(6)
Vasektomi adalah suatu proses pembedahan dengan cara mengikat
vas deferensdan
kemudian menutupnya dengan teknik eksisi,kauteri,atau dengan menggunakan alat-alat
mekanik (Varney, 2006).
2.
Konseling vasektomi pada pasangan
Menurut Everett (2008) bahwa bidan memiliki peran dalam memberikan konseling
kepada pasangan yang hendak memutuskan memilih vasektomi sebagai alat kontrasepsi yang
terbaik bagi mereka.
Konseling vasektomi lebih baik dilakukan bersama kedua pasangan, karena ini adalah
keputusan secara permanen yang akan mempengaruhi ke dua belah pihak. Metode kontrasepsi
ini adalah metode permanen sehingga pasangan tersebut harus yakin terhadap keputusan
mereka dan menyadari bahwa metode ini sangat sulit untuk dikembalikan
Pria sering sekali cemas mengenai kemampuan mereka dalam mempertahankan ereksi
dan dan koitus setelah vasektomi. Anggapan mereka salah, karena vasektomi tidak
mempengaruhi libido mereka dan ejakulasi mereka akan tetap sama.
Klien harus memakai kontrasepsi bentuk lain yang efektif karena bila klien telah
menjalani vasektomi kemudian menemukan pasangannya hamil, maka klien akan tampak
distressberat. Kontrasepsi dibutuhkan selama kurang lebih tiga bulan setelah vasektomi.
Apabila dua kali hitung spermanya berturut-turut negatif, maka kontrasepsi bentuk lain dapat
dihentikan.
3.
Keuntungan
Menurut Pinem (2009) mengatakan bahwa keuntungan dari tindakan vasektomi adalah
sebagai berikut:
a.
Sangat efektif karena dapat di cek kepastiannya di laboratorium
b.
Tidak ada mortalitas dan aman
(7)
c.
Sederhana dan cepat. Hanya memerlukan waktu 5-10 menit
d.
Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan
e.
Hanya memerlukan anastesi lokal / pembiusan setempat dan biaya rendah
Sementara itu, menurut Meilani dkk (2011) mengatakan bahwa kelebihan dari
kontrasepsi vasektomi yang lainya adalah sebagai berikut:
a.
Tidak akan mengganggu ereksi, potensial seksual dan produksi hormon
b.
Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan
seumur hidup
c.
Tidak mengganggu kehidupan seksual suami isteri
d.
Lebih aman (keluhan sedikit)
e.
Lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan)
f.
Lebih efektif (tingkat kegagalannya sangat kecil)
g.
Lebih ekonomis (hanya memerlukan biaya untuk sekali tindakan)
h.
Tidak ada mortalitas atau kematian
i.
Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit
j.
Tidak harus diingat-ingat, tidak harus selalu ada persediaan
k.
Sifatnya permanen
4.
Kelemahan-kelemahan Vasektomi
Menurut Suratun (2008) menjelaskan bahwa kelemahan-kelemahan vasektomi terdiri
atas:
a.
Masih banyak dilakukan dengan teknik pembedahan
b.
Masih adanya keluhan seperti kemungkinan adanya perdarahan dan infeksi
c.
Harus menunggu sampai hasil pemeriksaan sperma 0 dalam beberapa hari atau
minggu untuk dapat berhubungan dengan bebas agar tidak terjadi kehamilan
(8)
5.
Indikasi Vasektomi
Menurut Pinem (2009) bahwa indikasi vasektomi merupakan upaya menghentikan
fertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan kesehatan
kesehatan pria dan pasanganya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga.
6.
Kontra indikasi Vasektomi
Menurut Suratun (2008) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sebelum
melaksanaanya, yaitu:
a.
Apabila ada peradangan kulit atau jamur di daerah
skrotumb.
Apabila ada tanda-tanda
orchitis/epididimisc.
Apabila menderita
Diabetes Melitusyang tidak terkontrol
d.
Apabila menderita kelainan pembekuan darah.
7.
Perawatan Pra Operasi Vasektomi
Menurut Suratun (2008) perawatan pravasektomi dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Anamnesis
1.
Identitas calon peserta serta pasangannya
2.
Umur penderita
3.
Jumlah anak hidup dan umur anak terkecil yanga ada
4.
Metoda kontrasepsi yang pernah digunakan isteri serta metoda kontrasepsi yang
saat ini digunakannya
5.
Riwayat penyakit yang pernah diderita
6.
Perilaku seksual calon peserta dan pasangannya
7.
Pengalaman perdarahan apabila ada luka
b.
Pemeriksaan fisik
(9)
Melakukan pemeriksaan fisik dengan lengkap termasuk tanda vital, kardiovaskuler,
paru-paru dan ginjal serta
genitalia. Apabila ditemukan keadaan yang tidak normal,
maka lakukanlah rujukan sesuai dengan keluhan dan kelainan yang ditemukan.
c.
Pemeriksaan laboratorium
1.
Pemeriksaan urin lengkap (minimal protein dan reduksi)
2.
Pemeriksaan darah lengkap minimal
hemoglobin,lekosit,blooding timedan
closing time.
Hasil pemeriksaan pra operasi disimpulkan untuk menetapkan ada tidaknya
kontra indikasi tindakan pembedahan.
d.
Menjelaskan secara lengkap mengenai tindakan vasektomi termasuk mekanisme
dalam mencegah kehamilan dan efek samping yang mungkin terjadi
e.
Memberikan nasehat untuk perawatan luka bekas pembedahan
f.
Memberikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah
tindakan pembedahan
g.
Menganjurkan klien membawa celana khusus untuk menyangga skrotum
a.
Menganjurkan calon peserta puasa sebelum operasi atau sekurang-kurangnya
2 jam sebelum operasi
b.
Mendatangi klinik dengan diantar anggota keluarga atau teman yang telah
dewasa
c.
Rambut pubis yang cukup panjang digunting pendek dan dibersihkan dengan
sabun dan air serta dilanjutkan dengan cairan antiseptik.
8.
Perawatan Pasca Vasektomi
Menurut Suratun (2008) mengatakan bahwa perawatan yang dilakukan langsung
setelah tindakan vasektomi adalah sebagai berikut:
(10)
a.
Akseptor diminta untuk beristirahat dengan berbaring selama 15 menit sebelum
dibenarkan pulang
b.
Mengamati perdarahan dan rasa nyeri pada luka
c.
Memberikan nasehat sebelum pulang, berupa:
1.
Istirahat selama 1-2 hari dengan tidak bekerja berat dan naik sepeda
2.
Menjaga bekas luka operasi agar tidak basah dan kotor
3.
Menganjurkan untuk menghabiskan obat yang diberikan sesuai dengan petunjuk
4.
Mendatangi klinik 1 minggu kemudian, 1 bulan dan 3 bulan kemudian untuk
pemeriksaan
5.
Klien diharapkan kembali bila terjadi perdarahan,badan panas,nyeri yang hebat
atau ada muntah atau sesak nafas
6.
Klien dapat berhubungan seksual dengan isteri tetapi harus menggunakan alat
kontrasepsi kondom, paling tidak 15 kali senggama atau sampai hasil
pemeriksaan sperma 0. Setelah itu boleh berhubungan bebas tanpa kondom.
9.
Teknik Vasektomi
Menurut Saifuddin (2006) terdapat 2 teknik dalam penatalaksanaan vasektomi,
yaitu sebagai berikut:
a.
Teknik vasektomi standar
Langkah
–
langkah dalam melakukan teknik vasektomi standar adalah sebagai
berikut:
1.
Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi terlentang
2.
Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam pangkal paha
kiri kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang, seperti
povidon iodine(11)
3.
Cukur bulu. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien sendiri sebelum berangkat
ke klinik
4.
Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kasa steril
berlubang pada tempat
skrotumditonjolkan keluar
5.
Tepat di
linea medianadiatas
vas deferens,kulit
skrotumdiberi anastesi
lokal lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah
distalserta
proksimal vas deferensdideponir lagi masing-masing 0,5 ml
6.
Kulit
skrotumdiiris
longitudinal1-2cm tepat di atas
vas deferensyang
telah ditonjolkan ke permukaan kulit
7.
Setelah kulit dibuka,
vas deferensdipegang dengan klem, disiangi sampai
tampak
vas deferensmengkilat seperti mutiara,perdarahan harus di rawat
dengan cermat
8.
Jepitlah
vas deferensdengan klem pada dua tempat dengan jarak 1-2cm
dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan dipong
dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung
vas deferenstersebut
untuk melihat jikalau ada perdarahan yang tersembunyi
9.
Potonglah diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1cm. Gunakan benang
sutra 00,0,atau 1 untuk mengikat
vas deferenstersebut. Ikatan tidak boleh
terlalu longgar tetapi jangan terlalu keras karena dapat memotong
vas deferens.
10.
Untuk mencegah rekanalisasi spontan, yang dianjurkan adalah dengan
melakukan interposisi
fasia vas deferens, yakni menjahit kembali
fasiayang terluka sedemikian rupa sedemikian rupa
11.
Tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain catgut no 000 kemudian rawat luka
operasi sebagaimana mestinya. Tutup luka dengan kasa steril dan diplester
b.
Teknik vasektomi tanpa pisau
(12)
1.
Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi telentang
2.
Rambut di daerah
skrotumdicukur sampai bersih
3.
Penis diplester ke dinding perut
4.
Daerah kulit
skrotum,
penis, supra pubisdan bagian dalam pangkal paha
kiri dan kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti
larutan
iodofor(betadin), dan larutan
klorheksidin (hibiscrub) 4%
5.
Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril
berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar
6.
Tepat di
linea medianadi atas
vas deferens, kulit
skrotumdiberi anastesi
lokal (prokain, novokain, atau xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan
masuk sejajar kearah
distal, prosedur ini dilakukan setelah kanan dan kiri
7.
Vas deferensdengan kulit
skrotumyang ditegangkan ,difiksasi dalam
lingkaran klem fiksasi pada garis tengah
skrotum.Kemudian klem di
rebahkan ke bawah sehingga
vas deferensmengarah ke bawah kulit.
8.
Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari
vas deferens,tepat
disebelah
distallingkaran klem dengan sebelah ujung klem diseksi dengan
membentuk sudut 45 derajat.
Sebaiknya menusuk
vas deferenssebaiknya sampai kena ke
vas deferens,
kemudian diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan dalam keadaan
tertutup ujung klem dimasukkan kembali dalam lubang tusukan, searah
jalannya
vas deferens9.
Renggangkan ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit
sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakkan.
Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat dilihat
10.
Dengan ujung klem diseksi menghadap ke bawah, tusukkan salah satu
ujung klem ke dinding
vas deferensdan ujung klem diputar menurut arah
(13)
jarum jam,sehingga ukung klem menghadap ke atas.Ujung klem
pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens.Lepaskan klem
fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens yang telah
terbuka. Pegang dan fiksasi
vas deferensyang sudah telanjang dengan
klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.
11.
Pada tempat
vas deferensyang melengkung, jaringan sekitarnya
dipisahkan pelan-pelan ke bawah dengan klem diseksi.Kalau lubang telah
cukup luas, lalu klem diseksi dimasukkan ke lubang tersebut. Kemudian
buka ujung-ujung klem pelan-pelan paralel dengan arah
vas deferensyang
diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm
vas deferensyang bebas.
Vas deferensdi
crushsecara lunak dengan klem diseksi, sebelum melakukan ligasi
dengan dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm
vas deferensdipotong benang sutra
3-0
12.
Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm
vas deferensdipotong dan diangkat.
Benang pada putung distal sementara tidak dipotong. Kontrol perdarahan
dan kembalikan putung-putung
vas deferensdalam
skrotum13.
Tarik pelan-pelan benang pada putung yang distal. Pegang secara halus
vas deferensdengan klem diseksi dan tutup lubang fasia dengan mengikat
sedemikian rupa sehingga punting bagian
epididimistertutup dan punting
distal ada di luar fasia.
14.
Kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya
diaproksimasikan dengan
band aidatau tensoplast.
(14)
Menurut Saifuddin (2006) bahwa kemungkinan penyulit dan cara mengatasinya,
yaitu:
a. Perdarahan
Apabila perdarahan sedikit, cukup dengan pengamatan saja, bila banyak,
hendaknya dirujuk segera ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Setiap
keluhan pembengkakan isi skrotum pascavasektomi hendaknya dicurigai sebagai
perdarahan dan lakukan pemeriksaan yang seksama. Bekuan darah yang berada dalam
skrotum yang tidak dikeluarkan akan mengundang kuman-kuman dan menimbulkan
infeksi.
b.
HematomaBiasanya terjadi bila daerah skrotum diberi beban yang berlebihan, misalnya
seperti naik sepeda, duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalan yang rusak
dan sebagainya.
c. Infeksi
Infeksi pada kulit skrotum cukup dengan mengobati menurut prinsip pengobatan
luka kulit. Apabila basah, lakukanlah pengompresan, dan berikanlah salep
antibiotika. Apabila terjadi
infiltratedi dalam kulit skrotum di tempat vasektomi,
maka sebaiknya segera di rujuk ke rumah sakit.
d.
Granulomasperma
Granuloma
sperma dapat terjadi pada ujung
proksimal vas deferensatau pada
epididimis. Gejalanya merupakan benjolan kenyal dan kadang-kadang disertai
dengan keluhan nyeri. Granuloma sperma dapat terjadi 1-2 minggu setelah
vasektomi. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengikat kembali
vas deferens.
Masalah ini dapat terjadi pada 0,1-30% kasus.
(15)
Separuh sampai dua pertiga akseptor vasektomi akan membentuk antibodi
terhadap sperma. Sampai kini tidak pernah terbukti adanya penyulit yang disebabkan
adanya antibodi tersebut.
Selain itu, komplikasi pada vasektomi menurut Glacier dan Gebbie (2005)
mengatakan bahwa komplikasi yang ditimbulkan oleh akibat dari tindakan bedah.
Namun masalah yang ditimbulkan biasanya kecil. Antara 5% dan 10% pria
mengalami masalah lokal
minorsetelah prosedur. Setelah efek anastesi lokal hilang
(setelah sekitar 2 jam). Perasaan tidak nyaman juga akan timbul dan untuk
mengatasinya diberikan obat pereda rasa nyeri seperti parasetamol atau aspirin.
Sebagian besar pria menyadari adanya pembengkakan dan memar ringan di sekitar
area operasi yang berlangsung selama beberapa hari. Terkadang area operasi ini
menjadi terinfeksi dan membutuhkan antibiotika dalam mengatasinya.
Selanjutnya apabila terdapat nyeri, bengkak, atau kemerahan yang menetap,
maka segera menghubungi dokter umum. Selain itu juga, sering terjadi perdarahan
sedang dan darah secara perlahan-lahan terkumpul di dasar
skrotumsehingga timbul
pembengkakan besara tau hematoma. 1 dari 100 pria membutuhkan penatalaksanaan
rumah sakit untuk komplikasi ini . Meskipun hal ini menjadi kejadian yang sangat
menakutkan, namun tidak menyebabkan masalah jangka panjang.
Selain itu menurut Norwitz dan Schorge (2008) juga mengatakan bahwasanya
komplikasi dari tindakan vasektomi ini belum pernah terbukti menyebabkan
peningkatan resiko kanker prostat dan penurunan libido.
(16)
Menurut Everett (2008) bahwa setelah melakukan vasektomi, pria harus didorong
dalam melakukan apapun dengan hati-hati karena hal ini akan mengurangi risiko memar.
Mereka harus memakai penyangga
skrotumdan menghindari mengangkat beban, latihan
berat, dan koitus selama 1 minggu pasca operasi. Nyeri dapat dikurangi dengan kompres
es dan
analgesia.
Setelah vasektomi, pria harus memperhatikan tanda-tanda infeksi,
hematoma, dan granulomasperma.Tanda-tanda peningkatan suhu tubuh dan nyeri atau pembengkakan di
sekitar
testisdapat menandakan infeksi, yang akan membutuhkan pengobatan antibiotik.
Hematomacenderung terjadi ketika seorang klien tidak memberikan cukup waktu pada
dirinya sendiri untuk pulih.
Hematomatersebut harus diterapi dengan kompres es,
analgesiadan istirahat.
12. Reversi Vasektomi
Reversi (kembali ke keadaan semula) sering kali diminta saat pria memulai lagi
hubungan baru dan ingin memiliki anak. Reversi vasektomi lebih mudah dilakukan
daripada reverse sterilisasi pada wanita. Namun kejadian untuk berhasil sebesar 50%.
Tetapi ada risiko antibodi anti sperma yang akan terbentuk dan menyebabkan jumlah
sperma menjadi rendah dan akhirnya kehamilan sulit untuk dicapai (Everett, 2008).
Selain itu, menurut Norwitz dan Schorge (2006) mengatakan bahwa kurang dari 5
% pria meminta kesuburannya dikembalikan ke keadaan semula setelah vasektomi
dilakukan.
Anastomosisulang
vas deferensmerupakan prosedur yang sangat sulit dan
rumit sehingga memiliki tingkat keberhasilan hanya 50%.
(1)
3. Cukur bulu. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien sendiri sebelum berangkat ke klinik
4. Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kasa steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar
5. Tepat di linea mediana diatas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi lokal lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal serta proksimal vas deferens dideponir lagi masing-masing 0,5 ml
6. Kulit skrotum diiris longitudinal 1-2cm tepat di atas vas deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit
7. Setelah kulit dibuka,vas deferens dipegang dengan klem, disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara,perdarahan harus di rawat dengan cermat
8. Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1-2cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan dipong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat jikalau ada perdarahan yang tersembunyi
9. Potonglah diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1cm. Gunakan benang sutra 00,0,atau 1 untuk mengikat vas deferens tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.
10.Untuk mencegah rekanalisasi spontan, yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi fasia vas deferens, yakni menjahit kembali fasia
yang terluka sedemikian rupa sedemikian rupa
11.Tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain catgut no 000 kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya. Tutup luka dengan kasa steril dan diplester b. Teknik vasektomi tanpa pisau
(2)
1. Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi telentang 2. Rambut di daerah skrotum dicukur sampai bersih
3. Penis diplester ke dinding perut
4. Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam pangkal paha kiri dan kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan iodofor (betadin), dan larutan klorheksidin (hibiscrub) 4%
5. Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar
6. Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi lokal (prokain, novokain, atau xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk sejajar kearah distal, prosedur ini dilakukan setelah kanan dan kiri 7. Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan ,difiksasi dalam
lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum. Kemudian klem di rebahkan ke bawah sehingga vas deferens mengarah ke bawah kulit. 8. Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens,tepat
disebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut 45 derajat.
Sebaiknya menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena ke vas deferens, kemudian diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan dalam keadaan tertutup ujung klem dimasukkan kembali dalam lubang tusukan, searah jalannya vas deferens
9. Renggangkan ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakkan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat dilihat
(3)
jarum jam,sehingga ukung klem menghadap ke atas.Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens.Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens yang telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas deferens yang sudah telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.
11.Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan pelan-pelan ke bawah dengan klem diseksi.Kalau lubang telah cukup luas, lalu klem diseksi dimasukkan ke lubang tersebut. Kemudian buka ujung-ujung klem pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens
di crush secara lunak dengan klem diseksi, sebelum melakukan ligasi dengan dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm vas deferens dipotong benang sutra 3-0
12.Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak dipotong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas deferens dalam skrotum
13.Tarik pelan-pelan benang pada putung yang distal. Pegang secara halus vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lubang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga punting bagian epididimis tertutup dan punting distal ada di luar fasia.
14.Kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya diaproksimasikan dengan band aid atau tensoplast.
(4)
Menurut Saifuddin (2006) bahwa kemungkinan penyulit dan cara mengatasinya, yaitu:
a. Perdarahan
Apabila perdarahan sedikit, cukup dengan pengamatan saja, bila banyak, hendaknya dirujuk segera ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Setiap keluhan pembengkakan isi skrotum pascavasektomi hendaknya dicurigai sebagai perdarahan dan lakukan pemeriksaan yang seksama. Bekuan darah yang berada dalam skrotum yang tidak dikeluarkan akan mengundang kuman-kuman dan menimbulkan infeksi.
b. Hematoma
Biasanya terjadi bila daerah skrotum diberi beban yang berlebihan, misalnya seperti naik sepeda, duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalan yang rusak dan sebagainya.
c. Infeksi
Infeksi pada kulit skrotum cukup dengan mengobati menurut prinsip pengobatan luka kulit. Apabila basah, lakukanlah pengompresan, dan berikanlah salep antibiotika. Apabila terjadi infiltrate di dalam kulit skrotum di tempat vasektomi, maka sebaiknya segera di rujuk ke rumah sakit.
d. Granuloma sperma
Granuloma sperma dapat terjadi pada ujung proksimal vas deferens atau pada
epididimis. Gejalanya merupakan benjolan kenyal dan kadang-kadang disertai dengan keluhan nyeri. Granuloma sperma dapat terjadi 1-2 minggu setelah vasektomi. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengikat kembali vas deferens. Masalah ini dapat terjadi pada 0,1-30% kasus.
(5)
Separuh sampai dua pertiga akseptor vasektomi akan membentuk antibodi terhadap sperma. Sampai kini tidak pernah terbukti adanya penyulit yang disebabkan adanya antibodi tersebut.
Selain itu, komplikasi pada vasektomi menurut Glacier dan Gebbie (2005) mengatakan bahwa komplikasi yang ditimbulkan oleh akibat dari tindakan bedah. Namun masalah yang ditimbulkan biasanya kecil. Antara 5% dan 10% pria mengalami masalah lokal minor setelah prosedur. Setelah efek anastesi lokal hilang (setelah sekitar 2 jam). Perasaan tidak nyaman juga akan timbul dan untuk mengatasinya diberikan obat pereda rasa nyeri seperti parasetamol atau aspirin. Sebagian besar pria menyadari adanya pembengkakan dan memar ringan di sekitar area operasi yang berlangsung selama beberapa hari. Terkadang area operasi ini menjadi terinfeksi dan membutuhkan antibiotika dalam mengatasinya.
Selanjutnya apabila terdapat nyeri, bengkak, atau kemerahan yang menetap, maka segera menghubungi dokter umum. Selain itu juga, sering terjadi perdarahan sedang dan darah secara perlahan-lahan terkumpul di dasar skrotum sehingga timbul pembengkakan besara tau hematoma. 1 dari 100 pria membutuhkan penatalaksanaan rumah sakit untuk komplikasi ini . Meskipun hal ini menjadi kejadian yang sangat menakutkan, namun tidak menyebabkan masalah jangka panjang.
Selain itu menurut Norwitz dan Schorge (2008) juga mengatakan bahwasanya komplikasi dari tindakan vasektomi ini belum pernah terbukti menyebabkan peningkatan resiko kanker prostat dan penurunan libido.
(6)
Menurut Everett (2008) bahwa setelah melakukan vasektomi, pria harus didorong dalam melakukan apapun dengan hati-hati karena hal ini akan mengurangi risiko memar. Mereka harus memakai penyangga skrotum dan menghindari mengangkat beban, latihan berat, dan koitus selama 1 minggu pasca operasi. Nyeri dapat dikurangi dengan kompres es dan analgesia.
Setelah vasektomi, pria harus memperhatikan tanda-tanda infeksi, hematoma, dan granuloma sperma.Tanda-tanda peningkatan suhu tubuh dan nyeri atau pembengkakan di sekitar testis dapat menandakan infeksi, yang akan membutuhkan pengobatan antibiotik.
Hematoma cenderung terjadi ketika seorang klien tidak memberikan cukup waktu pada dirinya sendiri untuk pulih. Hematoma tersebut harus diterapi dengan kompres es,
analgesia dan istirahat. 12. Reversi Vasektomi
Reversi (kembali ke keadaan semula) sering kali diminta saat pria memulai lagi hubungan baru dan ingin memiliki anak. Reversi vasektomi lebih mudah dilakukan daripada reverse sterilisasi pada wanita. Namun kejadian untuk berhasil sebesar 50%. Tetapi ada risiko antibodi anti sperma yang akan terbentuk dan menyebabkan jumlah sperma menjadi rendah dan akhirnya kehamilan sulit untuk dicapai (Everett, 2008).
Selain itu, menurut Norwitz dan Schorge (2006) mengatakan bahwa kurang dari 5 % pria meminta kesuburannya dikembalikan ke keadaan semula setelah vasektomi dilakukan. Anastomosis ulang vas deferens merupakan prosedur yang sangat sulit dan rumit sehingga memiliki tingkat keberhasilan hanya 50%.