Analisis Faktor yang Memengaruhi Suami dalam Memilih Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUAMI DALAM MEMILIH KONTRASEPSI VASEKTOMI DI

KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

SARIDA SURYA MANURUNG 107032236/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUAMI DALAM MEMILIH KONTRASEPSI VASEKTOMI DI

KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SARIDA SURYA MANURUNG 107032236/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUAMI DALAM MEMILIH KONTRASEPSI VASEKTOMI DI KECAMATAN MEDAN

MARELAN TAHUN 2012. Nama mahasiswa : Sarida Surya Manurung Nomor Induk Mahasiswa : 107032236

Program Studi : S2 Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

pada Tanggal : 30 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D

Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes 3. dr. Yostoto Kaban, Sp.OG


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUAMI DALAM MEMILIH KONTRASEPSI VASEKTOMI DI

KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012


(6)

ABSTRAK

Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Fakta menunjukkan bahwa pada tahun 2007 kesetaraan gender dalam pelaksanaan program KB antara pria dan perempuan memiliki kesenjangan yang tinggi. Berdasarkan data hasil pencapaian peserta KB aktif Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Medan Tahun 2011 pemakaian kontasepsi vasektomi 884 peserta (0,38 %), Kondom 11,089 peserta (5,03 %), sedangkan suami PUS yang tidak memakai kontrasepsi sebanyak 146,721 suami. Berdasarkan Data pencapaian Peserta KB Kecamatan Medan Marelan tahun 2012 jumlah suami PUS 23,514, pemakaian kontrasepsi vasektomi berjumlah 64 peserta (0,44%), kondom berjumlah 800 peserta (5,52%).

Tujuan penelitian ini untuk mengelompokkan faktor yang mempengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi menjadi faktor 1, faktor 2, dan seterusnya.. Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survey analitik melalui exsplanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pria pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Medan Marelan yang berjumlah 64 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel penelitian. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dan dianalisis dengan analisis faktor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak, pendidikan, pengetahuan, sosial budaya, akses pelayanan, kualitas pelayanan, dukungan istri dan dukungan keluarga berpengaruh terhadap suami memilih vasektomis sebagai alat kontrasepsi di Kecamatan Medan Marelan.

Diperlukan perhatian terhadap faktor yang mempengaruhi suami dalam memilih vasektomi sebagai kontrasepsi di Kecamatan Medan Marelan tersebut sehingga dapat meningkatkan cakupan KB pria. Faktor sosio demografi, pendukung dan sosio budaya yang menjadi penyebab suami dalam memilih vasektomi sebagai kontrasepsi di Kecamatan Medan Marelan diharapkan dapat disebarluaskan dan diberikan pemahaman ke masyarakat sehingga dapat meningkatkan cakupan KB pria di kecamatan ini.

Kata Kunci : Suami, Vasektomi, Analisis Faktor


(7)

ABSTRACT

Indonesia is a country that has a lot of population, which until now could not be overcome. Facts show that in 2007 gender equality in the implementation of family planning among men and women have a higher gap. Based on the results of the achievement of an active family planning participants of Women and Family Planning (PPKB) of Medan in 2011 the use of contraceptives vasectomy 884 participants (0.38%), condoms are 11,089 participants (5.03%), while the husband who did not use contraception EFA as many as 146,721 husband. Data is based on achievement of the Medan District Participants KB Marelan EFA by 2012 the number of 23,514 Contraception vasectomy amounted to 64 participants (0.44%), condoms totaling 800 participants (5.52%).

The purpose of this study to classify the factors that influence the husband in choosing a contraceptive vasectomy is a factor 1, factor 2, and so on .. This type of quantitative research using a survey of analytical methods through research explanatory. The population in this study were all male couples of childbearing age use contraception vasectomy in Medan District Marelan totaling 64 people and made the whole sample. Data obtained through interviews using questionnaires, and analyzed by factor analysis.

The results showed that the number of children, education, knowledge, social culture, access to services, quality of service, support his wife and family support affect the husband chose vasectomy as a contraceptive in Medan District Marelan.

Needed attention to the factors influencing their husbands in choosing vasectomy as a contraceptive in Medan District Marelan so you can increase the coverage KB men. Factors social demography, need and motivation the cause of her husband in choosing vasectomy as a contraceptive in Medan District Marelan to be distributed and provided explanations to the public so as to improve the coverage KB men in this district.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Faktor yang Memengaruhi Suami dalam Memilih Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan Akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.S selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.


(9)

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan dr. Yostoto Kaban Sp.OG selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis ini.

6. Ns. Sundria Liana Ritonga, SS, S.Kep, M.Pd, MN selaku Direktris Akper Imelda Medan yang telah memberikan waktu dan dukungan moril kepada penulis dalam rangka menyelesaikan penelitian.

7. Terima kasih Kepada Bapak Camat Medan Marelan Pulungan Harahap S.H, M.Si, Ibu PLKB Kecamatan Medan Marelan Lasma Ginting, beserta jajaranya yang telah memberikan ijin dan dukungan moril kepada penulis.

8. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Salamuddin Manurung dan Ibunda Misam Sinurat dan kepada Kakanda Erwi Jendari Manurung AM.Keb, SKM, Meridawati Manurung AM.Keb, SKM, Adinda Hartanto Kusuma Manurung, S.TP, Jonny Sastra Manurung, S.Ked.

9. Ucapan terima kasih kepada seseorang yang tersayang Deddy Sepadha Putra Sagala, S.Kep, Ns yang banyak memberikan motivasi dukungan moril dan materiil selama penelitian berlangsung.

10. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti pendidikan, penelitian dan penulisan tesis.


(10)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan dan diucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Sarida Surya Manurung 107032236/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Sarida Surya Manurung, lahir tanggal 27 september 1986 di Silau Jawa Bandar Pasir Mandoge, anak ke 3 (tiga) dari 5 (lima) bersaudara, pada pasangan Salamuddin Manurung dan Misam sinurat.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 061261 Desa Silau Jawa, SMP Negeri 2 Bandar Pasir Mandoge, SMU Muhammadiyah 8 Kisaran, Program Pendidikan Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Medistra Lubuk Pakam Tahun 2005.

Mulai bekerja pada tahun 2009 di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia sebagai kepala manajemen kepegawaian, bekerja di Yayasan Pendidikan Akper Imelda Medan sebagai staf Dosen tetap dan Asisten Wadir I Tahun 2010 – sekarang.

Penulis mengikuti program lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Universitas Sumatera Utara Tahun 2010 – hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1.Kontrasepsi ... 9

2.1.1 Pengertian Kontrasepsi ... 9

2.1.2 Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal ... 10

2.1.3 Cara KB Pria ... 11

2.2.Suami ... 26

2.2.1 Pengertian ... 26

2.2.2 Bentuk Peran Suami ... 27

2.3.Faktor-faktor yang Memengaruhi dalam Memilih Kontrasepsi .. 29

2.4.Teori Perilaku Kesehatan ... 42

2.5. Analisis Faktor ... 43

2.5.1 Pengertian ... 43

2.5.2 Model Analisis Faktor dan Statistik Relevan ... 44

2.5.3 Model Matematik dalam Analisis Faktor ... 45

2.5.4 Mekanisme Analisis Faktor ... 46

2.5.5 Proses Analisis Faktor ... 52

2.6. Kerangka Teori ... 53


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 55

3.1. Jenis Penelitian ... 55

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 55

3.2.2. Waktu Penelitian ... 55

3.3. Populasi dan Sampel ... 56

3.3.1. Populasi ... 56

3.3.2. Sampel ... 56

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 56

3.4.1. Data Primer ... 56

3.4.2. Data Sekunder ... 56

3.4.3. Data Tertier ... 57

3.4.4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 58

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 66

3.6. Metode Pengukuran ... 68

3.7. Metode Analisis Data ... 71

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 72

4.1. Gambar Umum Kecamatan Medan Marelan ... 72

4.2. Distribusi Karakteristik Responden ... 74

4.3. Analisis Univariat ... 75

4.4. Analisis Faktor ... 78

4.5. Penamaan Faktor yang terbentuk ... 80

4.8.1 Faktor Sosio Demografi ... 80

4.8.2 Faktor Pendukung ... 82

4.8.3 Faktor Sosio Budaya ... 83

BAB 5. PEMBAHASAN ... 86

5.1. Hasil Analisis Faktor... 86

5.2. Interpretasi dan Penamaan Faktor ... 87

5.3. Kelebihan Analisis Faktor ... 95

5.5. Kekurangan Analisis Faktor ... 96

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1 Kesimpulan ... 97

6.2. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Distribusi Data Pencapaian Peserta KB Aktif Pria Bulan April Tahun

2012 Berdasarkan Kecamatan Kota Medan ... 56 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Konstrak Nilai Agama

pada Suami di Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012 ... 60 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Konstrak Pengetahuan

pada Suami di Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012 tentang KB ... 61 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Konstrak Sikap

tentang KB pada Suami di Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012 ... 62 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Konstrak Sosial Budaya

pada Suami di Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012 ... 63 3.6 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Konstrak Akses

Pelayanan KB Pada Suami di Kecamatan Medan Labuhan

Tahun 2012 ... 64 3.7 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Konstrak Kualitas

Pelayanan pada Suami di Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012 ... 65 3.8 Variabel dan Skala Pengukuran ... 70 4.1 Karakteristik Suami yang Memilih Kontrasepsi Vasektomi di

Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012 ... 75 4.2 Distribusi Frekuensi Faktor yang Menyebabkan Suami Memilih

Alat Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Medan Marelan

Tahun 2012 ... 76 4.3 Distribusi Faktor Sosio demografi yang Memengaruhi

Pemilihan Kontrasepsi Vasektomi ... 81 4.4 Distribusi Faktor Pendukung yang Memengaruhi Pemilihan

Kontrasepsi Vasektomi ... 82 4.5 Distribusi Faktor Sosio Budaya yang Memengaruhi Pemilihan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Landasan Teori Faktor – Faktor yang Memengaruhi dalam

Memilih Kontrasepsi ... 53 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 54


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 103

2. Tabel Master ... 115

3. Proses Analisis Faktor ... 117

4. Hasil Pengolahan Data ... 134

5. Surat Izin Penelitian ... 159


(17)

ABSTRAK

Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Fakta menunjukkan bahwa pada tahun 2007 kesetaraan gender dalam pelaksanaan program KB antara pria dan perempuan memiliki kesenjangan yang tinggi. Berdasarkan data hasil pencapaian peserta KB aktif Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Medan Tahun 2011 pemakaian kontasepsi vasektomi 884 peserta (0,38 %), Kondom 11,089 peserta (5,03 %), sedangkan suami PUS yang tidak memakai kontrasepsi sebanyak 146,721 suami. Berdasarkan Data pencapaian Peserta KB Kecamatan Medan Marelan tahun 2012 jumlah suami PUS 23,514, pemakaian kontrasepsi vasektomi berjumlah 64 peserta (0,44%), kondom berjumlah 800 peserta (5,52%).

Tujuan penelitian ini untuk mengelompokkan faktor yang mempengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi menjadi faktor 1, faktor 2, dan seterusnya.. Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survey analitik melalui exsplanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pria pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Medan Marelan yang berjumlah 64 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel penelitian. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dan dianalisis dengan analisis faktor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak, pendidikan, pengetahuan, sosial budaya, akses pelayanan, kualitas pelayanan, dukungan istri dan dukungan keluarga berpengaruh terhadap suami memilih vasektomis sebagai alat kontrasepsi di Kecamatan Medan Marelan.

Diperlukan perhatian terhadap faktor yang mempengaruhi suami dalam memilih vasektomi sebagai kontrasepsi di Kecamatan Medan Marelan tersebut sehingga dapat meningkatkan cakupan KB pria. Faktor sosio demografi, pendukung dan sosio budaya yang menjadi penyebab suami dalam memilih vasektomi sebagai kontrasepsi di Kecamatan Medan Marelan diharapkan dapat disebarluaskan dan diberikan pemahaman ke masyarakat sehingga dapat meningkatkan cakupan KB pria di kecamatan ini.

Kata Kunci : Suami, Vasektomi, Analisis Faktor


(18)

ABSTRACT

Indonesia is a country that has a lot of population, which until now could not be overcome. Facts show that in 2007 gender equality in the implementation of family planning among men and women have a higher gap. Based on the results of the achievement of an active family planning participants of Women and Family Planning (PPKB) of Medan in 2011 the use of contraceptives vasectomy 884 participants (0.38%), condoms are 11,089 participants (5.03%), while the husband who did not use contraception EFA as many as 146,721 husband. Data is based on achievement of the Medan District Participants KB Marelan EFA by 2012 the number of 23,514 Contraception vasectomy amounted to 64 participants (0.44%), condoms totaling 800 participants (5.52%).

The purpose of this study to classify the factors that influence the husband in choosing a contraceptive vasectomy is a factor 1, factor 2, and so on .. This type of quantitative research using a survey of analytical methods through research explanatory. The population in this study were all male couples of childbearing age use contraception vasectomy in Medan District Marelan totaling 64 people and made the whole sample. Data obtained through interviews using questionnaires, and analyzed by factor analysis.

The results showed that the number of children, education, knowledge, social culture, access to services, quality of service, support his wife and family support affect the husband chose vasectomy as a contraceptive in Medan District Marelan.

Needed attention to the factors influencing their husbands in choosing vasectomy as a contraceptive in Medan District Marelan so you can increase the coverage KB men. Factors social demography, need and motivation the cause of her husband in choosing vasectomy as a contraceptive in Medan District Marelan to be distributed and provided explanations to the public so as to improve the coverage KB men in this district.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Untuk mewujudkan penduduk Indonesia yang berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah tersebut yaitu mewujudkan “ Keluarga yang berkualitas tahun 2015 “. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, mempunyai jumlah anak ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa. Dalam paradigma baru program keluarga berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak hak reproduksi, sebagai integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Upaya dalam rangka mensukseskan visi dan misi diatas salah satu masalah yang menonjol adalah rendahnya partisipasi pria/suami dalam pelaksanaan program KB serta pemeliharaan kesehatan Ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga saat ini belum memuaskan. Hal ini masih tercermin dari masih rendahnya kesertaan KB pada pria (Saifudin, 2006).

Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhoo ”, yaitu pilar pertama – keluarga berencana, pilar kedua - pelayanan antenatal, pilar


(20)

Ketiga- persalinan yang aman, pilar keempat-pelayanan obstetri esensial. Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan jarak kelahiran anak, untuk menghindari kehamilan yang bersifat sementara dengan menggunakan kontrasepsi sedangkan untuk menghindari kehamilan yang sifatnya menetap yang bisa dilakukan dengan cara sterilisasi (SDKI dalam Suratun, 2008).

Menurut BKKBN (2008) tingkat pemakaian alat kontrasepsi atau Contrace ptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat dari 57% pada tahun 1997 kini mencapai 61,4% (SDKI, 2007) maka sudahsepantasnya jika kontrasepsi ditempatkan sebagai suatu kebutuhan bagi pasangan usia subur sekaligus dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak serta memberikan kontribusi terhadap penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sehingga membantu terwujudnya keluargakecil, bahagia dan sejahtera. Pas angan usia subur yangmenggunakan metode kontrasepsi terus meningkat dari tahun ke tahun dan saat ini mencapai 61,4%. Kecenderungan pola pemakaian kontrasepsi terbesar adalah suntik sebesar 31,6%, pil 13,2%, IUD4,8%, implant 2,8%, kondom 1,3%, kontap wanita (MOW) 3,1% dan kontap pria (MOP)0,2%, pantang berkala 1,5%, senggama terputus 2,2% dan metode lainnya 0,4%.

Hasil sementara SDKI tahun 2007 menyebutkan bahwas aat ini sebanyak 39% wanita Indonesia usia produktif tidak menggunakan kontrasepsi dengan sebaran 40% di pedesaan dan 37% di perkotaan. Di sisi lain kebutuhan pasangan usia subur (PUS) untuk ikut KB yang saat ini sebesar 70,6% tapi masih ada kebutuhan PUS untuk KB belum dapat terpenuhi (unmeet need) sebesar 9,1% yang terdiri dari kebutuhan untuk


(21)

spacing (jarak) sebesar 4,3% dan untuk limiting (batas)sebesar 4,7%. Pencapain akseptor KB aktif masih kategori rendah dibanding target Nasional Yaitu sebesar 75% (BKKBN, 2008).

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan Angka TFR (Total Fertility Rate) pada periode 2002 sebesar 2,6 artinya potensi rata– rata kelahiran oleh wanita usia subur berjumlah 2-3 anak. Pada tahun 2007, angka TFR stagnan pada 2,6 anak. Sekarang ini di samping keluarga muda yang ketat membatasi anak, banyak pula yang tidak mau ber-KB dengan alasan masing-masing seperti anggapan banyak anak banyak rezeki (BKKBN, 2008).

Di Sumatera Utara, keikutsertaan pria dalam ber-KB masih jauh lebih rendah dari angka nasional di atas terutama jika dilihat dari jumlah akseptor vasektomi yang hanya mencapai 0,19% dari tahun 2006 hingga November 2009 yaitu sebanyak 3.766 orang dari 2.017.229 PUS. Kendati demikian, jumlah pengguna kondom selama 2009 – 2011 yang mencapai 44.942 orang, masih jauh lebih banyak dibandingkan vasektomi yang hanya sebanyak 3.200 orang. Tercatat ada 1.072 pria yang mendaftar untuk vasektomi pada 2009, tahun 2010 hanya 1.030 orang, sedangkan tahun 2011 meningkat menjadi 1.098 orang. Tetapi masih dikategori rendah dari target

Berdasarkan data hasil pencapaian peserta KB aktif Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Medan Tahun 2011 pemakaian kontasepsi vasektomi berjumlah 884 peserta (0,38 %), Kondom 11.089 peserta (5,03 %), sedangkan suami PUS yang tidak memakai kontrasepsi sebanyak 146.721 suami.

2.088 sasaran yang harus dicapai (BKBPP Sumut, 2011).


(22)

Pada Tahun 2012 per April pemakaian kontasepsi vasektomi Meningkat menjadi 921 (0,44%), kontrasepsi kondom 11.913 (5,72%). Pus pria yang tidak memakai alat kontasepsi sebanyak 114.507 Suami. Pemakaian kontrasepsi di kota Medan sebesar 208.437 (56,34%) dari 369.973 PUS belum mencapai target yang akan dicapai sebesar 70%.

Rendahnya partisipasi pria/suami dalam KB vasektomi disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: faktor dukungan, baik politis, sosial budaya, maupun keluarga yang masih rendah sebagai akibat rendah/kurangnya pengetahuan pria/suami serta lingkungan sosial budaya yang menganggap KB dan kesehatan reproduksi merupakan urusan dan tanggung jawab perempuan, faktor akses, baik akses informasi, maupun akses pelayanan. Dilihat dari akses informasi, materi informasi pria masih sangat terbatas, demikian halnya dengan kesempatan pria/suami yang masih kurang dalam mendapatkan informasi mengenai KB dan kesehatan reproduksi, sementara jenis pelayanan kesehatan reproduksi untuk pria/suami belum tersedia pada semua tempat pelayanan dan alat kontrasepsi untuk suami hanya terbatas pada kondom dan vasektomi (Sulistyawati, 2011).

Faktor mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan dukungan dari suami/istri. Faktor-faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan program KB. Dalam rangka pemeliharaan kesehatan reproduksi suami dan istri sebagai keluarga mempunyai hak untuk menentukan tindakan yang terbaik berkaitan dengan fungsi dan proses memfungsikan alat reproduksinya. Segala sesuatu yang mempengaruhi sikap dan


(23)

perilaku dalam berbagai bentuk anjuran, meskipun dengan tujuan mulia, hak memutuskan tetap berada pada pasangan suami istri.

Hasil survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Medan Marelan yang terdiri dari lima Kelurahan yakni, Kelurahan Labuhan Deli, Paya Pasir, Rengas Pulau,Terjun,Tanah Enam Ratus. Berdasarkan Data pencapaian Peserta KB Kecamatan Medan Marelan tahun 2011 jumlah PUS 22.221, pemakaian kontrasepsi sangat rendah vasektomi berjumlah 58 peserta (0,39%), kondom berjumlah 680 peserta (3,69%). Pada Tahun 2012 per Bulan April Suami PUS berjumlah 23.514, Peserta suami PUS pemakaian alat kontrasepsi meningkat, kontrasepsi vasektomi berjumlah 64 peserta (0,44%), kontrasepsi kondom berjumlah 800 peserta (5,52%), PUS pria yang tidak memakai kontrasepsi berjumlah 22.650, dapat disimpulkan bahwa pemakaian KB Pria masih rendah. Istri PUS yang memakai alat kontrasepsi berjumlah 13.620 (57.9%), istri pus yang tidak memakai alat kontasepsi berjumlah 9.894 (42,1%), jadi PUS yang menggunakan kontrasepsi hanya sebesar 61.60 % sehingga target pencapaian KB untuk Kecamatan Medan Marelan Belum Mencapai target yang harus dicapai sebesar 70 % (

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada ketua PPLKB (Pembina Petugas Lapangan Keluarga Berencana), dan PLKB setiap Kecamatan Medan Marelan mereka mengungkapkan bahwa rendahnya cakupan kontrasepsi pria khususnya vasektomi, karena mereka menganggap dengan memilih kontrasepsi vasektomi akan mengurangi perjaka atau kegagahan seorang pria, sebagian membudayakan KB sebagai tanggung jawab seorang istri, dan adanya prinsip


(24)

masyarakat bahwa anak merupaka rezeki dari Tuhan. Wawancara yang dilakukan dari 4 suami yang belum memakai kontrasepsi vasektomi yang bertempat tinggal didaerah primitif khususnya dilingkungan X di Kelurahan Labuhan Deli, lingkungan jauh dari Kecamatan, pengetahuan mereka masih rendah mengenai tindakan vasektomi, para suami beranggapan bahwa tindakan vasektomi adalah tindakan pemotongan alat reproduksi pria (penis). Meskipun peserta vasektomi dimobilisasi dengan adanya pemberian insentif bagi mereka yang melakukan vasektomi secara sukarela oleh pemerintah sebesar Rp. 150.000, tetapi mengatakan mereka masih diberatkan untuk biaya transportasi untuk pergi ke RS Putri Hijau.

Kemudian dilakukan juga wawancara kepada enam Suami yang sudah memakai kontrasepsi vasektomi, mereka memiliki alasan yang berbeda – beda dalam memilih kontrasepsi vasektomi, 4 orang mengatakan mereka memilih vasektomi secara sukarela karena mereka sudah mengetahui tentang kontrasepsi vasektomi dan tidak menginginkan anak lagi, sebelum memakai mereka sudah mengetahui tujuan dan manfaat pemakaian kontrasepsi vasektomi dari petugas kesehatan meskipun Tokoh Masyarakat (TOMA) dan pemuka agama kurang menganjurkan karena situasi yang belum mendukung, banyak perbedaan pendapat yang masih menyakini bahwa tindakan vasektomi dilarang oleh agama, tetapi dua orang bersedia melakukan tindakan vasektomi karena adanya pemberian intensif setelah dilakukan tindakan vasektomi, dan tidak begitu memahami tentang kontrasepsi vasektomi.


(25)

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor yang Memengaruhi Suami dalam Memilih Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Medan Marelan “.

1.2. Permasalahan

Rendahnya cakupan kontrasepsi vasektomi, resistensi nilai dan budaya, rendahnya pengetahuan dan sikap masyarakat tentang KB, adanya pertimbangan masyarakat mengenai biaya transportasi untuk melakukan tindakan vasektomi di RS. Putri Hijau Medan, dan adanya perbedaan pendapat antara tokoh Masyarakat dan pemuka agama tentang larangan KB vasektomi, sehingga menimbulkan masalah kegagalan terhadap program KB maka perlu dilakukan penelitian: “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Suami Dalam Memilih Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Medan Marelan.”

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk Mengelompokkan faktor (Umur, pendidikan, sosial ekonomi, jumlah anak, agama, pengetahuan, sikap, sosial budaya, akses pelayanan, kualitas, pelayanan, dukungan istri, dukungan keluarga) yang mempengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi menjadi faktor 1, faktor 2, dan seterusnya.


(26)

1.4. Hipotesis

Ada faktor yang mempengaruhi (umur, pendidikan, sosial ekonomi, jumlah anak, agama, pengetahuan, sikap, sosial budaya, akses pelayanan, kualitas, pelayanan, dukungan istri, dukungan keluarga) dalam memilih kontrasepsi vasektomi.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Diperoleh gambaran analisi faktor yang mempengaruhi secara langsung keikutsertaan suami dalam ber KB khususnya kontrasepsi vasektomi.

2. Bagi pengambil kebijakan agar dapat meningkatkan partisipasi dan pengetahuan suami dalam program KB untuk menggunakan alat kontrasepsi vasektomi untuk kelasungan kesehatan reproduksi bagi Pasangan Usia Subur (PUS) khususnya wanita.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kontrasepsi

2.1.1. Pengertian Kontrasepsi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan cara, alat atau obat – obatan (Proverawati, 2010)

Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut. Ada dua


(28)

pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif) (Pinem, 2009).

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).

2.1.2. Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal

Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut:

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan

2. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keektifan dari suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan teoritis, keefektifan praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (theoritical effectiveness) yaitu kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terusmenerus dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan keefektifan praktis (use effectiveness) adalah keefektifan yang terlihat dalam kenyataan di lapangan


(29)

setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain.

3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota).

4. Terjangkau harganya oleh masyarakat

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap (Meilani, 2010)

2.1.3. Cara KB Pria

Dalam usaha untuk meningkatkan pemeriksaan gerakan Keluarga Berencana Nasional peranan pria sebenarnya sangat penting dan menentukan. Sebagai kepala keluarga pria merupakan tulang punggung keluarga dan selalu terlibat untuk mengambil keputusan tentang kesejahteraan keluarga, termasuk untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan.

Cara KB pria/laki-laki yang dikenal saat ini adalah pemakaian Kondom dan Vasektomi (Metode Operasi Pria) serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami seperti : sanggama terputus (coitus interruptus), perhitungan haid/sistem kalender, pengamatan lendir vagina serta pengukuran suhu badan. Selain daripada itu terdapat


(30)

berbagai cara KB yang masih dalam taraf penelitian seperti : Vasoklusi, dan penggunaan bahan dari tumbuh-tumbuhan. Adapun cara KB Pria yang banyak dikenal terdiri dari :

2.1.3.1. Kondom

Menurut sejarah kondom sudah diketahui sejak jaman Mesir Kuno dan dibuat dari kulit atau usus binatang. Atas perintah raja Charles II Inggris, dokter Condom membuat kondom dari kulit binatang dengan panjang 190 mm, diameter 60 mm, dan tebal 0,038 mm. Teknik dan biaya pembuatannya cukup mahal dan keberhasilannya masih rendah sebagai alat kontrasepsi. Dokter Fallopio dari Italia membuat kondom dari linen dengan tujuan utama untuk menghindari infeksi hubungan seks tahun 1564. Dokter Hercule Saxonia pada tahun 1597 membuat kondom dari kulit binatang yang bila hendak dipakai direndam dulu. Kondom terbuat dari karet dikembangkan oleh dokter Hancock pada tahun 1944 dan Goodyer 1970 (Handayani, 2010).

1. Pengertian

Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintesis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti putting susu, berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektifitasnya (misalnya penambahan spermisida) maupun sebagai aksesoris aktifitas seksual.


(31)

Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah dipakai dan diperoleh baik di apotik maupun di toko-toko obat dengan berbagai merek dagang. 2. Fungsi Kondom

Kondom mempunyai tiga fungsi yaitu : a) Sebagai alat KB

b) Mencegah penularan PMS termasuk HIV/AIDS

c) Membantu pria atau suami yang mengalami ejakulasi dini 3. Kelebihan Kondom

a) Efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar b) Murah dan mudah didapat tanpa resep dokter

c) Praktis dan dapat dipakai sendiri d) Tidak ada efek hormonal

e) Dapat mencegah kemungkinan penularan penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS antara suami-isteri

f) Mudah dibawa 4. Keterbatasan Kondom

a) Kadang-kadang pasangan ada yang alergi terhadap bahan karet kondom b) Kondom hanya dapat dipakai satu kali

c) Secara psychologis kemungkinan mengganggu kenyamanan d) Kondom yang kedaluarsa mudah sobek dan bocor

5. Penggunaan Kondom


(32)

b) Bila isteri tidak cocok dengan semua jenis alat/metode kontrasepsi c) Setelah vasektomi, kondom perlu dipakai sampai 15 kali ejakulasi d) Sementara menunggu penggunaan metode/alat kontrasepsi lain

e) Bagi semua yang isterinya calon peserta pil KB sedang menunggu haid f) Apabila lupa minum pil KB dalam jangka waktu lebih dari 36 jam

g) Apabila salah satu dari pasangan suami-isteri menderita penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS

h) Dalam keadaan tidak ada kontrasepsi lain yang tersedia atau yang dipakai pasangan suami-isteri

i) Sementara menunggu pencabutan implant/susuk KB/alat kontrasepsi bawah kulit, bila batas waktu pemakaian implant sudah habis

6. Efektivitas Kondom

a) Kondom efektif sebagai kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar b) Angka kegagalan teoritis 3%, praktis 5-20%

c) Sangat efektif jika digunakan pada waktu isteri dalam periode menyusui, akan lebih efektif (Sulistyawati, 2011).

2.1.3.2. Vasektomi

Operasi pria yang dikenal dengan nama vasektomi merupakan operasi ringan, murah, aman, dan mempunyai arti demografis yang tinggi, artinya dengan operasi ini banyak kelahiran yang dapat dihindari.


(33)

1. Pengertian

Vasektomi adalah suatu prosedur klinik yang dilakukan untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. Vasektomi merupakan tindakan penutup (pemotongan, pengikatan, penyumbatan) kedua saluran mani pria/suami sebelah kanan dan kiri; sehingga pada waktu bersanggama, sel mani tidak dapat keluar membuahi sel telur yang mengakibatkan tidak terjadi kehamilan. Tindakan yang dilakukan adalah lebih ringan dari pada sunat atau khinatan pada pria, dan pada umumnya dilakukan sekitar 15-45 menit, dengan cara mengikat dan memotong saluran mani yang terdapat di dalam kantong buah zakar.

Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas deferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama. Vasektomi ini tidak sama dengan kebiri atau kastrasi yang mengangkat buah pelir bekas operasi hanya berupa satu luka kecil ditengah atau diantara kiri dan kanan kantong zakar (kantong buah pelir) (Suratun, 2008).

2. Peserta Vasektomi

a) Suami dari pasangan usia subur yang dengan sukarela mau melakukan vasektomi serta sebelumnya telah mendapat konseling tentang vasektomi. b) Mendapat persetujuan dari isteri :


(34)

1) Jumlah anak yang ideal, sehat jasmani dan rohani 2) Umur isteri sekurang-kurangnya 25 tahun

3) Mengetahui prosedur vasektomi dan akibatnya

4) Menandatangani formulir persetujuan (informed consent). 5) Umur peserta tidak kurang dari 30 Tahun.

6) Pasangan suami istri telah mempunyai anak minimal 2 orang, dan anak paling kecil harus sudah berumur diatas 2 tahun.

7) Mengetahui akibat – akibat vasektomi. 3. Kelebihan Vasektomi

a) Efektivitas tinggi untuk melindungi kehamilan b) Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah

c) Biaya lebih murah, karena membutuhkan satu kali tindakan saja d) Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15-45 menit

e) Tidak mengganggu hubungan seksual

f) Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit jika dibandingkan dengan kontrasepsi lain (Hartanto, 2010).

4. Keterbatasan (Kelemahan)

a) Harus dengan tindakan operasi.

b) Masih adanya keluhan seperti kemungkinan perdarahan dan infeksi.

c) Harus menunggu sampai hasil pemeriksaan sperma nol dalam beberapa hari atau minggu untuk dapat berhubungan bebas agar tidak terjadi kehamilan. d) Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin punya anak lagi.


(35)

e) Masih memungkinkan terjadi komplikasi (misal perdarahan, nyeri, dan infeksi).

f) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Harus menggunakan kondom selama 12-15 kali sanggama agar sel mani menjadi negatif .

g) Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan seksual, dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu (Suratun, 2008).

5. Efektifitas

a) Angka keberhasilan sangat tinggi (99%), angka kegagalan 0 – 2,2%, umumnya < 1%, Kegagalan disebabkan senggama yang tidak terlindung sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa, rekanalisasi spontan dari vas deferens, umunya terjadi setelah pembentukan granulomaspermatozoa, pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi.

b) Vasektomi dianggap gagal apabila dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma, dan istri hamil (Handayani, 2010).

6. Vasektomi tidak Dapat Dilakukan Apabila

a) Pasangan suami-isteri masih menginginkan anak lagi b) Suami menderita penyakit kelainan pembekuan darah c) Jika keadaan suami-isteri tidak stabil

d) Jika ada tanda-tanda radang pada buah zakar, hernia, kelainan akibat cacing tertentu pada buah zakar dan kencing manis yang tidak terkontrol (Arum, 2009).


(36)

7. Kontra Indikasi Vasektomi

a) Apabila ada peradangan kulit atau penyakit jamur didaerah scrotum. b) Apabila ada tanda – tanda epididimis.

c) Apabila menderita DM yang tidak terkontrol.

d) Apabila menderita kelainan pembekuan darah (Handayani, 2010). 8. Perawatan Pra Operasi Vaektomi

1) Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui indikasi, kontra indikasi dan hal – hal lain yang diperlukan untuk kepentingan calon peserta kontap, sebaiknya dilakukan oleh yang akan melakukan pembedahan:

a) Anamnesis

Identitas calon peserta serta pasanganya, umur peserta, jumlah anak hidup dan umur anak terkecil yanga ada, metode kontrasepsi yang pernah digunakan istri serta metode kontrasepsi yang saat ini digunakannya, riwayat penyakit yang pernah diderita, perilaku seksual calon peserta dan pasanganya, adakah pengalaman perdarahan yang terlalu lama apabila luka. b) Pemeriksaan fisik

Lakukan pemeriksaan fisik dengan lengkap termasuk tanda vital, cardivaskuler, paru-pari dan ginjal serat genitali. Apabila ditemukan keadaan yang abnormal lakukan rujukan sesuai dengan keluhan dan kelainan yang ditemukan


(37)

2) Persiapan pra operasi

a) Jelaskan secara lengkap mengenai tindakan vasektomi termasuk mekanisme dalam mencegah kehamilan dan efek samping yang mungkin terjadi.

b) Berikan nasehat ungtuk perawatan luka bekas pembedahan, kemana minta pertolongan bila terjadi kelainan atau keluhan sebelum waktu kontrol. c) Berikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah

tindakan pembedahan.

d) Klien dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga scrotum. e) Anjurkan calon peserta puasa sebelum operasi atau sekurang – kurangnya

2 jam sebelum operasi. 3) Perawatan pasca operasi

a) Akseptor diminta untuk beristirahat dengan berbaring selama 15 menit sebelum dibenarkan untuk pulang.

b) Amati perdarahan dan rasa nyeri pada luka.

c) Beri nasehat sebelum pulang: istirahat selama 1 – 2 hari dengan tidak bekerja berat dan menaiki sepeda, menjaga agar luka operasi jangan basah dan kotor, gunakan celana dalam yang bersih, anjurkan untuk menghabiskan obat yang diberikan sesuai dengan petunjuk, datang keklinik satu minggu kemudia, satu bulan dan tiga bulan kemudian untuk pemeriksaan, segera kembali apabila terjadi perdarahan dan panas, nyeri yang hebat atau ada muntah dan sesak nafas, boleh berhubungan seksual


(38)

dengan istri tetapi harus dengan menggunakan kondom paling tidak sampai 15 kali senggama atau sampai hasil pemeriksaan sperma nol. Setelah itu boleh berhubungan bebas tanpa kondom (Clenny, 2008).

9. Komplikasi

Komplikasi atau gangguan yang mungkin timbul pasca vasektomi antara lain: perdarahan, apabila perdarahan sedikit cukup diobservasi saja tetapi apabila perdarahan agak banyak segera rujuk ke RS yang memiliki fasilitas lengkap. Setiap ada pembengkakan didaerah scrotum harus dicurigai adanya perdarahan. Adanya hematoma biasanya terjadi apabila didaerah scrotum diberi beban yang terlalu berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama, atau naik kendaraan dijalan yang rusak, infeksi biasanya terjadi pada kulit epididimis atau orkitis, terjadi sekitar 0,1 % (Handayani, 2010).

2.1.3.3. Sanggama Terputus

Konsep ’metode senggama terputus” adalah mengeluarkan kemaluan menjelang terjadinya ejakulasi. Senggama terputus merupakan metode tertua di dunia, karena telah tertulis pada kitab tua dan diajarkan kepada masyarakat. Di Perancis abad ke 17, metode senggama terputus merupakan metode utama untuk menghindari kehamilan.

1. Pengertian

Coitus interuptus (senggama terputus) adalah metode keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi. Sanggama terputus merupakan suatu metode pencegahan


(39)

terjadinya kehamilan yang dilakukan dengan cara menarik penis dari liang senggama sebelum ejakulasi, sehingga sperma dikeluarkan di luar liang senggama. Metode ini akan efektif bila dilakukan dengan baik dan benar ( Everett, 2005).

2. Kelebihan a) Tanpa biaya

b) Tidak perlu menggunakan alat/obat kontrasepsi c) Tidak perlu pemeriksaan medis terlebih dahulu d) Tidak berbahaya bagi fisik

e) Mudah diterima, merupakan cara yang dapat dirahasiakan pasangan suami-isteri dan tidak perlu meminta nasihat pada orang lain

f) Dapat dilakukan setiap saat tanpa memperhatikan masa subur maupun tidak subur, jika dilakukan dengan baik dan benar

3. Keterbatasan

a) Memerlukan kesiapan mental pasangan suami isteri b) Memerlukan penguasaan diri yang kuat

c) Kemungkinan ada sedikit cairan mengadung sperma tertumpah dari zakar dan masuk ke dalam vagina, sehingga dapat terjadi kehamilan

d) Secara psikologis mengurangi kenikmatan dan menimbulkan gangguan hubungan seksual

e) Jika salah satu dari pasangan tersebut tidak menyetujuinya, dapat menimbulkan ketegangan, sehingga dapat merusak hubungan seksual. Metode ini tidak selalu berhasil


(40)

f) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS 2.1.3.4. Pantang Berkala

1. Pengertian

Pantang berkala adalah tidak melakukan persetubuhan pada masa subur istri. 2. Macam

Terdapat tiga cara dalam melakukan metode KB pantang berkala, yaitu : 1) Sistem kalender

a) Pengertian

Merupakan salah satu cara kontrasepsi alamiah yang dapat dikerjakan sendiri oleh pasangan suami-isteri tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu. Caranya dengan memperhatikan masa subur isteri melalui perhitungan haid. Masa berpantang dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan masa subur dimana saat mulainya dan berakhirnya masa subur dengan perhitungan kalender (Prio, 2007).

b) Cara menghitung masa subur

1) Sebelum menerapkan metode ini, seorang wanita harus mencatat jumlah dari dalam tiap satu siklus haid selama 6 bulan (6 siklus haid)

2) Hari pertama siklus haid selalu dihitung sebagai hari ke satu

3) Jumlah hari terpendek selama 6 kali siklus haid dikurangi 18. Hitungan ini menentukan hari pertama subur.

4) Jumlah hari terpanjang selama 6 siklus haid dikurangi 11. Hitungan ini menentukan hari terakhir masa subur.


(41)

c) Kelebihan

1) Sekali mempelajari metode ini dapat mencegah kehamilan atau untuk merencanakan ingin punya anak

2) Tanpa biaya

3) Tanpa memerlukan pemeriksaan medis

4) Dapat diterima oleh pasangan suami-isteri yang menolak atau putus asa terhadap metode KB lain

5) Tidak mempengaruhi ASI dan tidak ada efek samping hormonal 6) Melibatkan partisipasi suami dalam KB

d) Keterbatasan

1) Masa berpantang untuk sanggama sangat lama sehingga menimbulkan rasa kecewa dan kadangkadang berakibat pasangan tersebut tidak bisa mentaati

2) Tidak tepat untuk ibu-ibu yang mempunyai siklus haid yang tidak teratur. Memerlukan waktu 6 sampai 12 kali siklus haid untuk menentukan masa subur sebenarnya.

3) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS (Marlina, 2008).

2) Pengamatan lendir vagina a. Pengertian

Metode ini merupakan metode pantang sanggama pada masa subur. Untuk mengetahui masa subur dilakukan dengan cara mengamati lendir


(42)

vagina yang diambil pada pagi hari. Metode ini dikenal sebagai metode ovulasi billing. Metode ini sangat efektif jika pasangan suami isteri menerapkan dengan baik dan benar.

b. Cara mengetahui kesuburan

a) Pengamatan lendir vagina yang keluar setiap hari dari mulut rahim b) Satu hari atau lebih setelah haid, vagina akan terasa kering, sampai

kemudiaan timbul lendir yang pekat, padat, dan kental

c) Dengan melihat perbedaan lendir, dari sifat lengket berubah basah dan licin, beberapa hari kemudian lendir semakin licin, elastis dan encer, hal ini berlangsung 1-2 hari. Hari ke-2 perasaan licin adalah hari yang paling subur (puncak), yang ditandai dengan pembengkakan vulva sampai kemudian lendir menjadi berkurang.

d) Sanggama dilakukan sesudah hari ke 4 dan perasaan paling licin, atau senggama boleh dilakukan jika 3 hari berturut-turut dikenali sebagai masa tidak subur, yaitu jika : tidak ada lagi cairan yang licin pada vulva yang terjadi sejak hari ke 4 sesudah puncak kelicinan (Erdjan, 2008).

c. Kelebihan Sekali mempelajari metode ini dapat mencegah kehamilan : a) Tidak memerlukan biaya

b) Tidak memerlukan pemeriksaan medis


(43)

d) Dapat diterima oleh pasangan suami-isteri yang menolak atau putus asa dengan metode KB lain

e) Tidak mempengaruhi ASI dan tidak ada efek samping hormonal, karena tidak menggunakan alat kontrasepsi atau obat kimia (Ekarini, 2008).

d. Keterbatasan

a) Masa berpantang sanggama sangat lama, sehingga menimbulkan rasa kecewa dan kadang-kadang berakibat pasangan tersebut tidak bisa mentaati.

b) Perlu kesabaran serius dan kemauan dalam menjalankan metode itu. c) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk

HIV/AIDS.

3) Pengukuran suhu badan a. Pengertian

Pengukuran suhu badan merupakan salah satu metode pantang berkala pada masa subur. Untuk mengetahui masa subur dilakukan dengan cara mengukur suhu badan. Pengukuran dilakukan pada pagi hari, saat bangun tidur dan belum melakukan kegiatan apapun. Cara ini akan efektif apabila dilakukan secara baik dan benar (Sumaryati, 2005).

b. Cara pengukuran suhu badan

a) Dilakukan pada jam yang sama setiap pagi hari sebelum turun dari tempat tidur


(44)

b) Pada masa subur, suhu badan meningkat 0,2 sampai 0,5 derajad celcius c) Pasangan suami isteri tidak boleh melakukan sanggama pada masa subur

ini sampai 3 hari setelah peningkatan suhu badan tersebut atau menggunakan kondom.

c. Kelebihan

a) Tidak memerlukan pemeriksaan medis

b) Dapat diterima oleh pasangan suami isteri yang menolak atau putus asa terhadap cara KB lain

c) Tidak mempengaruhi produksi ASI dan tidak ada efek samping hormonal d) Melibatkan partisipasi suami dalam KB .

d. Keterbatasan

a) Tidak selalu berhasil

b) Beberapa pasangan suami-isteri sukar untuk memenuhi cara ini

c) Cara ini membingungkan jika isteri demam atau infeksi pada kemaluan yang menyebabkan suhu badan meningkat

d) Tidak melindungi pasangan dari PMS termasuk HIV/AIDS (Sulistyawati, 2011)

2.2. Suami

2.2.1 Pengertian

Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami terhadap istrinya ialah mendidik, mengarahkan serta mengertikan istri kepada


(45)

kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).

Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga ( Nolan, 2006).

2.2.2 Bentuk Peran Suami

a. Menyimak Informasi tentang Kehamilan

Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Jika suami menginginkan jenis perawatan yang diinginkan selama hamil, suami perlu mencari informasi dan mendiskusikan kehamilan dengan tenaga kesehatan. Berbagai informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah, koran, tabloid, tenaga kesehatan, atau situs kehamilan di internet. Dengan mengetahui akar masalah yang terjadi maka ibu bisa lebih tenang dalam menjalani kehamilan yang sehat. Ibu jadi tahu mana yang sesuai dengan kondisinya atau tidak. Sebaliknya, jika tidak berusaha mencari tahu tentang kehamilan, tidak mustahil akan timbul berbagai perasaan yang mungkin saja sangat mengganggu kondisi psikis (Nolan, 2006).


(46)

b. Kontrol

Kontrol bisa dilakukan pada dokter atau bidan. Saat konsultasi, ibu bisa menanyakan tentang kondisi dirinya dan bayi dalam kandungan. Biasanya, bila ibu perlu penanganan lebih serius, dokter atau bidan akan menganjurkan ibu untuk menemui psikolog atau psikiater yang dapat membantu kestabilan emosi. Mengantar ibu kontrol ke dokter, ini penting karena suami harus tahu apa yang terjadi pada istri. Kalau ada keluhan-keluhan dan informasi-informasi penting seputar kehamilan suami juga harus tahu, agar lebih memahami apa yang dirasakan oleh sang istri. Antenatal care merupakan salah satu tindakan skrining pada ibu hamil untuk mencegah komplikasi selama kehamilan dan persalinan (Harymawan,2007).

c. Perhatian Suami

Perhatian yang diberikan oleh suami bisa membangun kestabilan emosi ibu. Misalnya, ibu bisa saja meminta suami untuk menemaninya berkonsultasi ke dokter atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada perhatian dari pasangan. Suami dapat memberikan perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil. Perhatian suami dapat dilihat dari membantu ibu dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, mengelus dan memijat punggung ibu. Mengelus perut yang menunjukkan perhatian pada ibu dan bayi yang dapat membangun kestabilan emosi. d. Jalin Komunikasi

Komunikasi sangat dibutuhkan untuk membantu hubungan dengan ibu hamil. Komunikasi yang baik yaitu dengan dua arah dimana suami tidak mendominan semua pembicaraan.


(47)

e. Perhatikan Kesehatan

Tubuh yang sehat akan lebih kuat menghadapi berbagai perubahan, termasuk perubahan psikis. Kondisi ini bisa terwujud dengan berolahraga ringan dan memperhatikan asupan gizi. Suami siaga harus siap ketika sewaktu-waktu istri mengalami keluhan sehubungan dengan kehamilannya. Suami yang tenang bisa membuat istri jadi ikut tenang. Suami siaga harus lebih perhatian mengingatkan dan membantu istrinya untuk kontrol teratur, mengingatkan waktu untuk kunjungan u lang (Nolan, 2006).

2.3. Faktor – Faktor yang Memengaruhi dalam Memilih Kontrasepsi

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi, antara lain:

1. Umur

Kesehatan pasangan usia subur sangat mempengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga waktu melahirkan, jumlah kelahiran atau banyaknya anak yang dimiliki dan jarak anak tiap kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah satu faktor seseorang untuk menjadi akseptor kontap, sebab umur berhubungan dengan potensi reproduksi dan juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang melakukan vasektomi dan tubektomi sebagai cara kontrasepsi. Umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun. Pada umur tersebut kemungkinan calon peserta sudah memiliki jumlah anak yang cukup dan tidak menginginkan anak lagi. Apabila umur calon akseptor kurang dari 30 tahun, ditakutkan nantinya akan mengalami


(48)

penyesalan seandainya masih menginginkan anak lagi.Umur isteri tidak kurang dari 20 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun. Pada umur istri antara 20-45 tahun bisa dikatakan istri dalam usia reproduktif sehingga masih bisa hamil. Sehingga suami bisa mengikuti kontarsepsi mantap (Handayani, 2010).

2. Sosial ekonomi

Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk Indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia. Kemajuan program KB, tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan.

Contoh: keluarga dengan penghasilan cukup akan lebih mampu mengikuti program KB dari pada keluarga yang tidak mampu, karena bagi keluarga yang kurang mampu KB bukan merupakan kebutuhan pokok. Dengan suksesnya program KB maka perekonomiaan suatu negara akan lebih baik karena dengan anggota keluarga yang sedikit kebutuhan dapat lebih tercukupi dan kesejahteraan dapat terjamin.

1) Biaya langsung

Walaupun pengelola program dan para pembuat keputusan sering mempertimbangkan biaya kontrasepsi berdasarkan biaya penyediaan suatu metode per tahun, pemakai individual lebih memperhatikan keterbatasan anggaran harian mereka sendiri.

2) Biaya lain

Hal yang mungkin lebih penting dari pada biaya ekonomi langsung untuk pemasokan dan pelayanan kontrasepsi adalah biayabiaya lain yang berkaitan


(49)

dengan menggunakan kontrasepsi, termasuk waktu yang tersita untuk mengambil kontrasepsi, biaya transportasi, dan biaya psikologis (Sulistyawati, 2011).

3. Jumlah anak

Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain itu akan merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga, banyak masyarakat di desa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rejeki. Dari Penelitian Mohamad Koesnoe tahun 2001 di daerah Tengger, petani yang mempunyai tanah luas akan mencari anak angkat sebagai tambahan tenaga kerja. Studi lain yang dilakukan oleh proyek VOC (Value Of Children) menemukan bahwa keluarga-keluarga yang tinggal di pedesaan Taiwan, Philipina, Thailand mempunyai anak yang banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntungan ekonomi dan rasa aman bagi keluarganya (Radita, 2009).

Preferensi jenis kelamin anak. Mayoritas budaya masyarakat di dunia ini memang menunjukkan kecenderungan untuk lebih menyenangi kelahiran anak laki-laki, dibandingkan kelahiran anak perempuan. Preferensi jenis kelamin laki-laki terutama terjadi di kalangan budaya orang-orang Islam, Cina, India, dan di Indonesia, budaya ini ditemukan di masyarakat Batak, dan Bali. Preferensi anak laki-laki, nampaknya menjadi hambatan untuk mewujudkan cita-cita dua anak harus dianggap ideal dan juga untuk mengurangi tingkat fertilitas di China modern. Kebiasaan atau adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak laki-laki lebih dari anak perempuan atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan satu


(50)

keluarga mempunyai anak banyak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki atau perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan istrinya dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan. Disinilah norma adat istiadat perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan banyak bertentangan dengan kemanusiaan (Radita, 2009). 4. Pendidikan

Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan Keluarga Berencana tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi memperlihatkan bahwa metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagai metode kontrasepsi.

Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah karena pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan menekan adanya keluarga besar. Orang tua dalam keluarga tentu saja menginginkan agar anaknya berkualitas dengan harapan dikemudian hari dapat melanjutkan cita-cita keluarga, berguna bagi masyarakat dan negara. Untuk sampai pada cita-cita tersebut tentu saja tidak mudah, dibutuhkan strategi dan metode yang baik. Apakah mungkin menciptakan anak yang berkualitas di tengah waktu yang terbatas, karena kesibukan


(51)

bekerja, dan apakah mungkin menciptakan anak berkualitas di tengah kondisi keuangan atau pendapatan yang terbatas.

Purwoko (2000) dalam Notoadmojo (2010), mengemukakan pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap tentang metode kontrasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan. Ia juga lebih dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial. Secara langsung maupun tidak langsung dalam hal Keluarga Berencana (KB). Karena pengetahuan KB secara umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah dalam mata pelajaran kesehatan, pendidikan kesejahteraan keluarga dan kependudukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, makin besar pasangan suami istri memandang anaknya sebagai alasan penting untuk melakukan KB, sehingga semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya.

5. Agama

Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode. Sebagai contoh penganut katolik yang taat membatasi pemilihan kontrasepsi mereka pada KB alami. Sebagai pemimpin islam pengklaim bahwa sterilisasi dilarang sedangkan sebagaian lainnya mengijinkan. Walaupun agama islam tidak melarang metode kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita berpendapat bahwa pola perdarahan yang tidak teratur yangh disebabkan sebagian metode


(52)

hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid mereka dilarang sembahyang. Dan sebagian masyarakat wanita hindu dilarang mempersiapkan makanan selama haid sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi masalah. KB bukan hanya masalah demografi dan klinis tetapi juga mempunyai dimensi sosial-budaya dan agama, khususnya perubahan sistim nilai dan norma masyarakat (Handayani, 2010).

Program KB juga telah memperoleh dukungan dari Departemen Agama Republik Indonesia. Hal ini terlihat dengan penandatanganan bersama Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Memorandum of Understanding (MoU) Nomor 1 Tahun 2007 dan Nomor: 36/HK.101/F1/2007 tentang Advokasi, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Program KB Nasional melalui Peran Lembaga Keagamaan, pada 9 Februari 2007, yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2009. Dalam Islam tetap ada orang atau kelompok yang tidak mendukung KB . Alasanya yang dikemukakan, antara lain AL Quran tidak membolehkan pemakaian alat kontrasepsi yang dianggap sebaga membunuh bayi atau agama Islam menginginkan agar Islam mempunyai umat yang besar dan kuat. Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa KB yang dibolehkan syariat adalah usaha pengaturan atau penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Jadi jelas bahwa Islam membolehkan KB karena penting untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, menunjang program pembangunan kependudukan lainnya dan menjadi bagian dari hak asazi manusia. 34 Sementara itu, agama-agama lain di Indonesia umumnya


(53)

mendukung KB. Agama Hindu memandang bahwa setiap kelahiran harus membawa manfaat. Untuk itu kelahiran harus diatur jaraknya dengan ber KB. Agama Buddha, yang memandang setiap manusia pada dasarnya baik, tidak melarang umatnya ber-KB demi kesejahteraan keluarga. Agama Kristen Protestan tidak melarang umatnya ber-KB. Namun sedikit berbeda dengan agama Katolik yang memandang kesejahteraan keluarga diletakkan dan diwujudkan dalam pemahaman holistik sesuai dengan kehendak Allah. Untuk mengatur kelahiran anak, suami-istri harus tetap menghormati dan menaati moral Katolik. Gereja Katolik hanya menerima abstinensia dan pantang berkala (hubungan seksual hanya dilakukan pada masa tidak subur dalam siklus bulanan seorang wanita) sebagai metode keluarga berencana yang sesuai dengan pandangan gereja dan menolak secara tegas metode KB lainnya (Proverawati, 2009).

6. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2010). Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak inovasi. Roger (1974) dalam Notoadmodjo 2010 mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi prilaku baru, dalam diri seseorang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :


(54)

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek) .

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut, disini sikap subjek mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin diketahui (Notoatmodjo, 2010).

7. Sikap

Sikap menunujukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasarkan oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak


(55)

mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Sikap sering diperoleh dengan orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau obyek lain. Sikap-sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat (Notoatmodjo, 2007) bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang stimulus atau obyek. Karena itulah adalah logis untuk mengharapkan bahwa seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendesi perilaku terhadap obyek. Sikap seseorang terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung pada obyek tertentu. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rani Susanti (2007) yang menyatakan bahwa sikap dari pasangan usia subur mempengaruhi menggunakan dan memilih alat kontrasepsi.

8. Budaya

Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor -faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius, serta budaya, tingkat pendidikan persepsi mengenai resiko kehamilan dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode. Sosial Budaya adalah suatu keadaan/kondisi yang diciptakan untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, yang mencakup semua bidang (Proverawati, 2009).


(56)

9. Akses pelayanan KB

Menurut Wijono (1999) dalam Manuaba 2008, bahwa akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Keterjangkauan ini dimaksudkan agar pria dapat memperoleh informasi yang memadai dan pelayanan KB yang memuaskan. Keterjangkauan ini meliputi :

1) Keterjangkauan fisik

Keterjangkauan fisik dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih mudah menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat sasaran, khususnya pria.

2) Keterjangkauan ekonomi

Keterjangkauan ekonomi ini dimaksudkan agar biaya pelayanan dapat dijangkau oleh klien. Biaya untuk memperoleh pelayanan menjadi bagian penting bagi klien. Biaya klien meliputi : uang, waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku serta nilai yang akan diperoleh klien. Untuk itu dalam mengembangkan pelayanan gratis atau subsidi perlu pertimbangan biaya pelayanan dan biaya klien.

3) Keterjangkauan psikososial

Keterjangkauan psikososial ini dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan partisipasi pria dalam KB secara sosila dan budaya oleh masyarakat, provider, pengambil kebijakan, tokoh agama, tokoh masyarakat.


(57)

4) Keterjangkauan pengetahuan

Keterjangkauan pengetahuan ini dimaksudkan agar pria mengetahui tentang pelayanan KB serta dimana mereka dapat memperoleh pelayanan tersebut dan besarnya biaya untuk memperolehnya.

5) Keterjangkauan administrasi

Keterjangkauan administrasi dimaksudkan agar ketetapan administrasi medis dan peraturan yang berlaku pada semua aspek pelayanan berlaku untuk pria dan wanita. Selama ini dirasakan faktor aksesabilitas atau keterjangk kauan pelayanan KB bagi pria masih sangat terbatas. Aksesabilitas informasi KB baik media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), konseling yang tersedia, informasi yang diberikan oleh petugas, tempat pelayanan yang ada masih bias gender.

10. Kualitas pelayanan KB

Bruce (1990) dalam Manuaba (2008) menjelaskan bahwa terdapat enam komponen dalam kualitas pelayanan, yaitu pilihan kontrasepsi, informasi yang diberikan, kemampuan tehnikal, hubungan interpersonal, tidak lanjut atau kesinambungan, kemudahan pelayanan. Dalam kerangka teorinya disebutkan pula bahwa dampak dari kualitas pelayanan adalah pengetahuan klien, kepuasan klien, kesehatan klien, penggunaan kontrasepsi penerimaan dan kelangsungannya. Enam elemen kualitas pelayanan di atas saling berkaitan antara yang satu dengan unsur yang lainnya. Keterkaitan ini dipengaruhi oleh faktor latar belakang yang sama, yaitu kebijaksanaan politis, sumber alokasi, managemen program. Dari ketiga unsur yaitu


(58)

pengelola, pelaksana, dan klien dapat diidentifikasi untuk dapat memberikan penilaian pada setiap elemen tersebut dapat membahas untuk konsep dan indikator kualitas pelayanan KB. Kualitas yang diterima oleh klien menjadi fokus pokok untuk menilai kualitas pelayanan.

Suatu tempat pelayanan agar menyediakan pelayanan kontrasepsi yang beragam baik untuk pelayanan pria maupun wanita. Hal ini dimaksudkan agar klien mempunyai pilihan metode kontrasepsi yang tersedia untuk pria dan wanita. Peraturan dan sistem logistik perlu diperkuat untuk menjamin ketersediaan kontrasepsi yang terus menerus. Keanekaragaman metode yang tersedia merupakan jaminan bahwa program tidak hanya mempromosikan suatu metode tertentu bagi klien. Pilihan kontrasepsi meliputi tersedianya pelbagai metoda kontrasepsi yang sesuai untuk pelbagai golongan klien menurut umur, paritas, status laktasi, keadaan kesehatan, keadaan ekonomi, kebutuhan, jumlah anak yang diinginkan dan lain - lain. Penyiapan berbagai ragam kontrasepsi sehingga klien dapat memilih cara atau alat atau metode yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan klien merupakan hal yang sangat menjadi perhatian pemerintah dalam rangka mewujudkan pelayanan KB yang berkualitas. Dengan pertimbangan itu, pemerintah melalui program KB Nasional menentukan kebijakan pelayanan kontrasepsi yang ditujukan kepada istri dapat dikatakan sudah memenuhi kafetaria sistem karena telah tersedia berbagai macam metode KB. Tetapi untuk kontrasepsi pria ternyata tidak demikian, jenis kontrasepsi pria yang tersedia hanya ada dua macam, yaitu kondom dan vasektomi(MOP). Meskipun dari dua metode KB pria ini telah tersedia berbagai


(59)

merek kondom dan telah dikembangkan beberapa teknik vasektomi yang relatif lebih baik, namun belum dapat dikatakan sudah menganut sistem kafetaria (Proverawati, 2009).

11. Dukungan dari suami dan keluarga

Dukungan sosial mengacu kepada suatu dukungan yang dipandang oleh anggota sebagai suatu yang dapat bermanfaat. Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasi sebagai bagian dari keluarga (Friedmen,1998).

Menurut Friedmen(1998) dalam Notoadmodjo (2008) dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku positif. Peran dukungan keluarga sendiri terbagi menjadi peran formal yaitu peran yang tampak jelas, bersifat eksplisit misalnya peran suami dan peran informasi seperti bantuan langsung dari keluarga.

Dukungan keluarga mengacu pada dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga. Dukungan keluarga (suami/ istri) memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Baik kelurga ini maupun keluarga besar berfungsi sebagai system pendukung bagi anggota anggotanya.

Dukungan sosial keluarga dapat berupa :

a) Dukungan sosial keluarga internal : seperti dukungan dari suami, istri / dukungan dari keluarga kandung.


(60)

b) Dukungan sosial keluarga eksternal, yaitu dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga).Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi angota-anggotanya.

2.4. Teori Perilaku Kesehatan

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya. Banyak teori tentang perilaku Betrand dan Teori Lawrence W. Green.

Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Lawrence Green (1980 dalam Notoatmodjo 2010), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

a. Faktor Predisposisi ( predisposing factors )

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ilmu pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi.

b. Faktor Pendukung (enabling factors)

Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen pemerintah terhadap kesehatan dan ketrampilan yang berkaitan dengan kesehatan.


(61)

c. Faktor Pendorong (reinforcing factors)

Faktor pendorong atau penguat adalah faktor yang memperkuat atau kadang memperlunak untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk faktor ini adalah pendapat, dukungan pasangan dan keluarga. Kritik baik dari teman sekerja, tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan sendiri jugaberpengaruh meskipun tidak sebesar pengaruh dari suami dan keluarga (Notoadmojo, 2010).

2.5.1. Pengertian 2.5. Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variabel) (Supranto, 2010).

Analisi faktor merupakan salah satu tekhnik analisis statistik multivariat, dengan titik berat yang diminati adalah hubungan secara seksama bersama pada semua variabel tanpa membedakan variabel tergantung dan variabel bebas atau disebut sebagai metode antar ketergantungan(indenpedence metode) tersebut. Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antara variabel yang saling interdependen tersebut, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel


(62)

yang lebih sedikit jumlah variabel awal sehingga memudahkan analisis statistik selanjutnya (Wibowo, A. 2006).

Tujuan yang penting dari analisis faktor adalah menyederhanakan hubungan yang beragam dan kompleks pada beberapa variabel yang diamati dengan menyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan pada suatu struktur data baru yang mempunyai beberapa faktor yang lebih kecil. Analisis faktor yang dipergunakan didalam situasi sebagai berikut (Supranto, 2010):

a. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlyping dimensions) atau faktor yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel. b. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi

(independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi didalam analisis multivariate selanjutnya, misalnya analisis regresi berganda dan analisis diskriminan.

c. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariate selanjutnya.

2.5.2. Model Analisis Faktor dan Statistik yang Relevan

Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi linear berganda, yaitu setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari faktor yang mendasari (underlying factors) (Supranto, 2010).

Jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya yang tercakup dalam analisis disebut communality. Hubungan antara variabel


(63)

yang diuraikan dinyatakan dalam suatu common factors yang sedikit jumlahnya ditambah dengan faktor yang unik untuk setiap variabel. Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi hasil penelitian lapangan.

2.5.3 Model Matematik dalam Analisis Faktor

Didalam model analisis faktor, kompenen hipotesis diturunkan dari hubungan antara variabel teramati. Model analisis faktor mensyaratkan bahwa hubungan antara variabel teramati harus linier dan nilai koefisien korelasi tak boleh nol, artinya benar-benar harus ada hubungan. Komponen hipotesis yang diturunkan harus memiliki sifat sebagai berikut :

1. Komponen hipotesis tersebut diberi nama faktor.

Tidak ada faktor yang menjadi kombinasi linier dari faktor lain sebab faktor-faktor tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bebas satu sama lain.

2. Variabel komponen hipotesis yang disebut faktor bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu : common factors and unique factors.

Common factor mempunyai lebih dari satu variabel dengan timbangan yang bukan nol nilainya. Suatu faktor unik hanya mempunyai satu variabel dengan timbangan yang tidak nol terkait dengan faktor. Jadi hanya satu variabel yang tergantung pada satu faktor unik.


(1)

3. Lebih mudah penggunaanya apabila dibandingkan dengan model-model analisis statistik lainnya untuk tujuan mereduksi data (Suradnya, 2004).

5.4. Kekurangan Analisis Faktor

1. Analisis faktor selalu terkait dengan teori-teori dalam pengambilan keputusan mengenai analisis, baik hasil (misal : banyaknya faktor) maupun proses (misal : metode rotasi yang dipilih). Oleh karena itu dibutuhkan kematangan teori yang memadai untuk melakuykan analisis faktor.

2. Kebermaknaan hasil terkait dengan makna variabel yang dianalisis.

3. Jika variabel yang terlibat tidak banyak, hasil analisis faktor menjadi tidak stabil (dalam arti replicability).

4. Jika pengukuran variabel tidak reliabel, hasil analisis faktor juga tidak dapat dipertanggungjawabkan (Santoso, 2009).


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis faktor yang memengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Medan Marelan maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Pada proses analisis faktor 1 (Uji Kelayakan Faktor) dari 12 variabel memengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi yang diproses sebanyak 5 kali uji kelayakan. Terdapat 8 variabel yang layak dianalisis lebih lanjut karena sudah mempunyai nilai MSA diatas 0,5, yaitu variabel faktor jumlah anak, faktor pendidikan, faktor pengetahuan tentang KB, faktor sosial budaya, faktor akses pelayanan, faktor kualitas pelayanan KB, faktor dukungan istri, dan dukungan keluarga.

2. Pada 8 variabel yang terpilih untuk analisis lanjut dilakukan proses analisis faktor II (Ekstraksi) dan proses analisis faktor III (Rotasi), terbentuk 3 faktor yang memengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi, yaitu faktor 1 dinamakan faktor sosio demografi, faktor 2 dinamakan faktor pendukung dan faktor 3 dinamakan faktor sosio budaya.

3. Faktor sosio demografi (Faktor 1) terdiri dari variabel faktor jumlah anak, faktor pendidikan, faktor pengetahuan mempengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi sebesar 65% berada pada kelompok kategori sedang. Faktor pendukung (Faktor 2) terdiri dari variabel faktor akses pelayanan KB, Kualitas pelayanan KB,


(3)

faktor dukungan Istri mempengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi sebesar 59 % berada pada kelompok kategori kurang. Faktor sosio budaya (faktor 3) terdiri dari variabel faktor sosial budaya, faktor dukungan keluarga mempengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi sebesar 56 % berada pada kelompok kategori kurang.

6.2 Saran

1. Dengan mengetahui faktor yang memengaruhi suami dalam memilih vasektomi sebagai kontrasepsi di Kecamatan Medan Marelan, maka diharapkan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Medan memberikan perhatian terhadap faktor terkait tersebut sehingga dapat meningkatkan cakupan KB Pria khusunya sosialisasi tentang Vasektomi yang menekankan bahwa tindakan Vasektomi merupakan tindakan sederhana dan aman. Diharapkan bagi petugas kesehatan dan petugas lapangan KB di Kecamatan Medan Marelan agar dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya penggunaan vasektomi kepada suami dan dapat menjadi motivator Pasangana Usia Subur untuk mengikuti program KB.

2. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengkaji analisis faktor dapat dilanjutkan dengan analisis confirmatory menggunakan teori SEM (structural equation modeling) dengan variabel yang lebih besar dengan mengikut sertakan variabel yang memengaruhi suami dalam memilih kontrasepsi vasektomi secara keseluruhan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arum. 2009. Metode Kontrasepsi Sterilisasi. Jakarta. Penerbit Graha ilmu

Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan, 2011. Umpan Balik Hasil Pelaksanaan Program Nasional Provinsi Sumut.

___________,2011. Umpan balik Hasil Pelaksanaan Program Nasional Kota Medan. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Badan Keluarga Berencana Nasional .2008. Peningkatan Akses dan Kualitas

Pelayanan Keluarga Berencana Bandung.

Clenny, T, L, and Higgins J,C. 2008, Vasectomy Techniques. Naval Hospital Jacksonville. Florida. ( Media Elektronik ). Diakses 14 Agustus 2008. http://www.vasectomy.com/.

Ekarini, M. 2008. Faktor – Faktor Rendahnya Partisipasi KB Pada Pria. (Media Elektronik). Diakses Pada Tanggal 22 September 2008. http://eprints.undip.ac.id/18291/1/Sri_Madya_Bhakti_Ekarini, com. Erdjan, A. 2008. Kontrasepsi dan Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta. EGC.

Everett, S. 2005. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduksi. EGC. Jakarta. Ahli Bahasa. Nike Budhi Subekti

Hanafi. H. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

Handayani, S. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta. Pustaka Rhiama. Hartanto, H. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta. Pustaka Sinar

Harapan.

Harymawan. 2007. Peran dan Fungsi keluarga. Jakarta. Fitramaya.

Hidayat-Aziz, A. 2009. Metodologi Kebidanan & Tekhnik Analisa Data. Jakarta. Salemba Medica.

Machfoedz, I. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta. Fitramaya


(5)

Manuaba. 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta. PT. Rhineka Chipta.

Marlina. 2008. Salah Persepsi Tentang Kontrasepsi, Diakses tanggal 01 September 2008. http://www.Koran Tempo.com.

Meilani, N. Setiawaty, N., Estiwidani, D., & Suherni. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana. Fitramaya. Yogyakarta.

Najir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor. Penerbit Gahlia Indonesia.

Nolan. 2006. Partisipasi Suami Wujudkan Keluarga Sejahtera. (Media Elektronik).

Diakses tanggal 01 September 2008.

Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. Rhineka Cipta.

_________ . 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rhineka Cipta.

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Keperawatan Pedoman Skripsi. Thesis. Jakarta. PT Salemba Medica.

Pinem. 2009. Kontrasepsi Dalam Mencegah Kehamilan dan Membentuk Keluarga Sejahtera. Yogyakarta. Fitramaya

Prio, S. 2007. Faktor - Faktor yang dapat mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Pria dalam berKB. (Berita Elekronik ), Diakses 27 Mei 2007,http://www.bkkbn.go.id/gemapria/info detail.php?infid=.

Proverawati, A, S. 2009. Panduan Memilih Kontrasepsi. Jakarta. Natawijaya.

Radita, K. 2009. Analisis Keikutsertaan Pria Dalam Memilih Kontrasepsi.(Media elektronik ) Diakses pada tanggal 23 Maret

Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel Penelitian. Bandung. Alfabeta. Saifuddin. 2006. Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta.Fitajaya. Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Diakses

21 Agustus 2007. Gender dalam Program Keluarga Berencana. (MediaEl


(6)

Sulistyawati, A. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta. Salemba Medica. Sumaryati. 2005. Kesehatan Reproduksi. Jakarta. EGC.

Supranto, J. 2010. Analisis Multivariate arti dan interpretasi. Jakarta. Rhineka Cipta. Suratun, dkk. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana & Pelayanan Kontrasepsi.

Jakarta. Natawijaya.

Wibisono. 2003. Riset Bisnis. Jakarta. PT. Granedia Pustaka Umum.

Wibowo, A. 2006. Materi Pelatihan Statistika Multivariat. Surabaya. Universitas Airlangga