Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Jamban Keluarga di Desa Pegagan Julu III Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung, maupun yang tidak bisa diamati oleh pihak luar. Pada dasarnya
perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang bersama
antara faktor eksternal dan internal (Edberg, 2009).
Perilaku manusia terbentuk karena kebutuhan biologis, sosial, dan rohani.
Adanya dorongan atau motivasi, faktor perangsang, pengaruh sikap dan
kepercayaan. Suatu perilaku tertentu dikondisikan melalui aplikasipenguatan
positif dan negatif yang dikaitkan dengan perilaku. Penguatan dapat diberikan
dalam interval berbeda atau terjadwal untuk memberi efek berbeda dalam
memelihara perilaku, dan perilaku dapat dipelajari melalui pembentukan dengan
menguatkan perkiraan perilaku yang semakin dekat dengan perilaku sebenarnya.
Pada perilaku yang beragam itu, ada perilaku yang tidak menunjang kesehatan
yaitu faktor penyebab masalah kesehatan (Edberg, 2009).
Perilaku hidup sehat yang mencakup factor internal dan eksternal akan
mempengaruhi standar hidup. Ada empat faktor yang mempengaruhi hidup sehat
yaitu motivasi, kemampuan, persepsi dan kepribadian. Motivasi adalah suatu
kekuatan yang mendorong orang berperilaku tertentu, kemampuan menunjukkan

kapasitas seseorang, persepsi adalah bagaimana seseorang menafsirkan informasi
secara seksama, sehingga perilakunya sesuai dengan yang diinginkan, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

kepribadian adalah karakteristik seseorang yang meliputi pengetahuan, sikap,
keterampilan dan kemauan (Chiras, 1990).
Contoh perilaku hidup bersih dan sehat ialah setiap buang air besar selalu
menyiram dan membersihkan jamban serta mencuci tangan atau kaki dengan
sabun sehabis menggunakan jamban. Perilaku masyarakat bisa berubah pada pola
tertentu.Menurut Mubarak (2012), Cara- cara berperilaku hidup bersih dan sehat
terkait buang air besar (BAB) adalah :
1. Jangan Buang Air Besar (BAB) di sembarang tempat, karena kotoran
atau tinja manusia yang dibuang sembarangan dapat mencemari
lingkungan . biasakan buang air besar di jamban
2. Jamban/WC tidak boleh kotor, harus sering dibersihkan sehingga tidak
menjadi sarang serangga penyebar penyakit seperti nyamuk, lalat, dan
kecoa.
3. Selesai buang air besar harus disiram sampai jamban benar-benar
bersih, lubang ditutup kembali agar tidak berbau dan tidak dimasuki

kecoa
4. Setelah buang air besar, biasakan cuci tangan pakai sabun sampai
bersih.
Menurut Maulana (2009), perubahan sikap dan perilaku individu ada 3 cara
yaitu :
1. Keterpaksaan (kepatuhan/compliance)
Cara ini individu merubah perilakunya karena berharap imbalan, atau
pengakuan dari kelompoknya dan terhindar dari hukuman serta tetap

Universitas Sumatera Utara

terpelihara hubungan baik dengan yang menganjurkan perubahan perilaku
itu.
2. Keinginan untuk meniru (identification)
Cara ini individu merubah perilaku karena ingin disamakan dengan
orang lain
3. Menghayati manfaatnya (internalization)
Cara ini perubahan cukup mendasar, artinya menjadi bagian dari
hidupnya, karena itu perubahan melalui cara ini umumnya lestari.


2.2 Pengertian Jamban
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher
angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air
untuk membersihkannya (Proverawati, 2012).
Menurut Chandra (2006), Jamban sangat berguna bagi manusia dan
merupakan bagian dari kehidupan manusia karena jamban dapat mencegah
berkembangbiaknya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia
yang tidak dikelola dengan baik. Sebaliknya jika pembuangan tinja tidak baik
sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah atau menjadi
sumber infeksi dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan karena penyakit
yang tergolong waterborn disease seperti diare, kolera dan kulit akan mudah
berjangkit.

Universitas Sumatera Utara

Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang
harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap keluarga. Ekskreta manusia merupakan
salah satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Berbagai cara telah
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak menjadi ancaman bagi

kesehatan lingkungan (Chandra, 2006).
2.3 Fungsi dan Manfaat Jamban Keluarga
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang
baik dan memenuhi syarat kesehatan menggunakan sistem saluran air (water
carriage system) dan pengolahan limbah (sewage treatment) yang merupakan
perwujudan persyaratan sanitasi yang harus dipenuhi dalam pembuangan tinja.
Persyaratan sanitasi tersebut, antara lain :
1. Tinja tidak mengotori permukaan tanah.
2. Tinja tidak mencemari air tanah
3. Tinja tidak mengotori air permukaan
4. Kotoran tidak boleh terbuka agar tidak dapat dicapai lalat atau
binatang
5. Tinja tidak menyebarkan bau busuk dan mengganggu estetika
6. Penerapan teknologi tepat guna :
a. Penggunaan mudah
b. Konstruksi murah
c. Pemeliharaan mudah (Chandra, 2006).

Universitas Sumatera Utara


2.4 Jenis-jenis Jamban
Menurut Mubarak (2009), Beberapa macam tempat pembuangan kotoran
(Jamban) dan cara pembuatannya adalah :
1. Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana yang dapat dianjurkan
kepada

masyarakat.

Nama

ini

digunakan

karena

bila

orang


mempergunakan jamban macam ini. Maka kotorannya langsung masuk
jatuh ke dalam tempat penampungan. Kotoran yang dalam bahasa jawa
“nyemplung”. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang
diatasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai kakus ini dapat dibuat
dari bambu atau kayu, tapi dapat juga dari pasangan batu bata atau beton.
Agar tidak menjadi sarang dan makanan serangga penyebar penyakit.
Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya.
2. Jamban Plengsengan
Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “melengseng” yang berarti
miring. Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ke tempat
penampungan kotoran di hubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi,
tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis diatas tempat
penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik
dan menguntungkan dari pada kakus cemplung, karena baunya agak
berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin. Seperti halnya
jamban cemplung, maka cemplung dari tempat jongkok harus dibuatkan
tutup.

Universitas Sumatera Utara


3. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat
dengan mempergunakan bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan
yang disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm. sudah tentu
lubang yang dibuat harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang
yang digali seperti pada jamban cemplung dan jamban plengsengan,
karena diameter jamban bor jauh lebih kecil. Jamban bor mempunyai
keuntungan bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi, kerugian
jamban bor adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air
tanah. Jamban bor tidak dapat dibuat di daerah atau tempat yang tanahnya
banyak mengandung batu.
4. Jamban Angsatrine (Water Seal Latrine)
Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu
alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini
berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada ditempat
penampungan tidak tercium baunya. Karena terhalang oleh air yang selalu
terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat
mencegah hubungan lalat dengan kotoran. Karena dapat mencegah
gangguan lalat dan bau, maka memberikan kemungkinan untuk dibuat

didalam rumah. Agar dapat terjaga kebersihannya, maka pada jamban
semacam ini harus cukup tersedia air.

Universitas Sumatera Utara

5. Jamban diatas Balong (Empang)
Membuat jamban diatas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong)
adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk
menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong.
Sebelum kita berhasil mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan
yang di harapkan, dapatlah cara tersebut diteruskan dengan memberikan
persyaratan tertentu, antara lain:


Air dari balong itu jangan dipergunakan untuk mandi;



Balong tersebut tidak boleh kering;




Balong hendaknya cukup luas;



Letak kakus harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh
di air



Ikan dari balong tersebut jangan di makan;



Aman dalam pemakaiannya



Tidak terdapat sumber air minum yang terletak dibah balong

tersebut atau yang sejajar dengan jarak 15 meter;



Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air

6. Jamban Septic Tank
Septic Tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara
anaerobic. Kita pergunakan nama septik tank karena dalam pembuangan
kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang
sifatnya anaerob. Septictank bisa terjadi dari dua bak atau lebih serta dapat
pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya

Universitas Sumatera Utara

dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga
dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut. Di dalam
bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran, pembusukan, dan
pengendapan. Di dalam bak terdapat tiga macam lapisan :
a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat

b. Lapisan cair
c. Lapisan endap (lumpur)
Menurut Proverawati (2012), cara memilih jenis jamban yang baik adalah :
1. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air
2. Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk :
a. Daerah yang cukup air
b. Daerah yang padat penduduk, karena dapat menggunakan
“multiplelatrine” yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki
septik digunakan oleh beberapa jamban (suatu lubang dapat
menampung kotoran/tinja dari 3-5 jamban).
c. Daerah

pasang

surut,

tempat

penampungan

kotoran/tinja

hendaknya ditinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air
pasang.
2.5 Persyaratan Jamban Sehat
2.5.1 Syarat Jamban Sehat
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut (Depkes RI, 2008 dalam Tarigan) :

Universitas Sumatera Utara

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 1015 meter dari sumber air minum.
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus
3. Cukup luas dan lantai miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah disekitarnya.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
6. Cukup penerangan
7. Lantai kedap air
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedia air dan alat pembersih
Menurut Proverawati (2012), syarat jamban sehat adalah :
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum
dengan lubang penampungan minimal 10 meter)
2. Tidak berbau
3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus
4. Tidak mencemari tanah sekitarnya
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung
7. Penerangan dan ventilasi yang cukup
8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai
9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.

Universitas Sumatera Utara

Bila ditinjau dari konstruksinya menurut Simanjuntak 1999, jamban harus
dilengkapi 8 komponen yaitu:
a. Rumah kakus
Melihat fungsinya sebagai pelindung pemakai, maka rumah kakus
sebaiknya terlindung dari pandangan orang, gangguan cuaca dan
keamanan
b. Lantai kakus
Fungsinya sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang
sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak
menyerap air. Pada dasarnya menyangkut konstruksi serta bahan
buatannya.
c. Tempat Duduk
Melihat

fungsi

tempat

duduk

kakus

merupakan

tempat

penampungan tinja maka kondisinya harus memenuhi konstruksi
yang kuat dan mudah dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus
jadi tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau
memakai tutup yang mudah diangkat.
d. Kecukupan Air Bersih
Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban
hendaklah disiram air minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak
mengapung di lubang jamban atau closet. Tujuannya menghindari
penyebaran penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap
bersih, selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga sehingga

Universitas Sumatera Utara

mencegah penyakit menular. Air bersih ada di bak penampungan
dalam kakus.
e. Tersedia Alat Pembersih
Alat pembersih adalah bahan yang ada di rumah kakus didekat
jamban. Jenis alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissu dan
lainnya. Tujuan alat pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah
jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali
meliputi kebersihan lantai agar tidak berlumut, tempat jongkok
tidak licin, dan lubang tempat penampungan tinja bersih.
f. Tempat Penampungan Tinja
Penampungan tinja yaitu lubang isolasi serta tempat proses
penguraian tinja dan stabilisasi serta menurut sifatnya bisa
berbentuk lubang tanah atau tangki dalam berbagai modifikasi.
g. Septic Tank
Septic Tank ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan.
Septic merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan tinja
untuk sekelompok kecil rumah tangga dan lembaga yang memiliki
persediaan air yang mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan
dengan sistem penyaluran limbah masyarakat.
Desain utama dari septik tank (Chandra,2006), antara lain :
1. Kapasitas septik tank bergantung pada jumlah pemakai.
Kapasitas 20-30 galon/orang dianjurkan untuk penggunaan
rumah tangga. Kapasitas untuk rumah tangga itu tidak berlaku

Universitas Sumatera Utara

untuk septik tank yang ditujukan untuk kepentingan umum
(kapasitas minimal 50 galon/orang).
2. Ukuran panjang biasanya 2 kali lebar
3. Kedalaman lubang antara 1,5-2 meter
4. Kedalaman cairan dianjurkan hanya 1,2 m
5. Ruangan udara minimal 30 cm diantara titik tertinggi cairan di
dalam tank dengan permukaan bawah penutup
6. Dasar dibuat miring kearah lubang pengeluaran
7. Memiliki lubang air masuk dan keluar, terdapat pipa masuk dan
keluar
8. Pelapis septik tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal
yang sama
9. Periode retensi septik tank dirancang selama 24 jam.
h. SumurResapan
Sumur resapan merupakan sumur tempat menampung air limbah
yang telah mengalami pengolahan dalam sistem lain, misalnya dari
aqua privy atau septic tank. Dengan cara ini, air hanya tinggal
mengalami peresapan ke dalam tanah. Sumur resapan ini dibuat
pada tanah. Sumur resapan ini dibuat pada tanah yang porous,
dengan diameter 1-2,5 dan kedalaman 2,5 m. Lama pemakaian
dapat mencapai sekitar 6-10 tahun (Chandra, 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.5.2

Pemeliharaan Jamban

Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun
cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 dalam Tarigan
adalah sebagai berikut :
1.

Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

2.

Disekeliling jamban tidak ada genangan air

3.

Tidak ada sampah berserakan

4.

Rumah jamban dalam keadaan baik

5.

Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat

6.

Lalat, tikus, dan kecoa tidak ada

7.

Tersedia alat pembersih

8.

Bila ada yang rusak segera diperbaiki

Menurut Depkes RI 2008 dalam Tarigan, dalam menjaga jamban tetap
sehat dan bersih kegiatan keluarga yang dapat dilakukan adalah :
1. Bersihkan dinding, lantai dan pintu ruang jamban secara teratur
2. Bersihkan jamban secara rutin
3. Cuci dan bersihkan tempat duduk (jika ada) dengan menggunakan
sabun dan air bersih
4. Perbaiki setiap celah, retak pada dinding, lantai dan pintu
5. Jangan membuang sampah dilantai
6. Selalu sediakan sabun untuk mencuci tangan
7. Yakinkan bahwa ruangan jamban ada ventilasinya
8. Tutup lubang ventilasi jamban dengan kasa anti lalat

Universitas Sumatera Utara

9. Beritahukan pada ank-anak cara menggunakan jamban yang benar
10. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir setelah
menggunakan jamban.
Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat
dilakukan dengan :
1. Air selalu tersedia dalam bak ataupun ember
2. Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih
agar tidak bau dan mengundang lalat
3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak
membahayakan pemakai
4. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban
5. Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas
tinja.
Dalam penentuan letak kakus ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu
jarak terhadap sumber air dan kakus. Penentuan jarak tergantung pada :
1. Keadaan daerah datar atau lereng;
2. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam;
3. Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah liat
atau kapur.
Faktor tersebut di atas merupakan faktor yang mempengaruhi daya peresapan
tanah. Di Indonesia pada umumnya jarak yang berlaku antara sumber air dan
lokasi jamban berkisar antara 8 s/d 15 meter atau rata-rata 10 meter. Dalam
penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan :

Universitas Sumatera Utara

1. Bila daerahnya berlereng, kakus atau jamban harus dibuat di sebelah
bawahdari letak sumber air. Andaikata tidak mungkin dan terpaksa
diatasnya, makajarak tidak boleh kurang dari 15 meter dan letak harus
agak ke kanan ataukekiri dari letak sumur.
2. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang
seringdigenangi banjir. Andaikata tidak mungkin, maka hendaknya lantai
jamban(diatas lobang) dibuat lebih tinggidari permukaan air yang tertinggi
padawaktu banjir.
3. Mudah dan tidaknya memperoleh air (Proverawati, 2012).
2.6 Jamban Keluarga Di Pedesaan
Jamban keluarga merupakan bagian dari rumah yang sangat penting
baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Bedanya dipedesaan umumnya
masih tersedia lahan yang cukup luas dan beberapa kondisi tertentu di
pedesaan sulit diperoleh air yang cukup (Sarudji, 2010).
Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di
Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
1. Jamban tanpa leher angsa, Jamban bermacam cara pembuangan
kotorannya.
a. Jamban cubluk, bila kotoran dibuang ke tanah
b. Jamban empang, bila kotoran dialirkan keempang atau kolam.
2. Jamban dengan Leher Angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara :
a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl
langsung diatas lubang galian penampungan kotoran.

Universitas Sumatera Utara

b. Tempat jongkok dan leher angsa tidak berada langsung diatas lubang
galian penampungan kotoran atau pemasangan slab dan bowl tapi
dibangun terpisah dan dihubungkan oleh satu saluran yang miring
kedalam lubang galian penampungan kotoran (Warsito, 1996).
2.7 Tinja dan Kesehatan
Dalam kehidupan setiap makhluk selalu membuang bahan yang tidak
diperlukan atau ekskreta. Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan oleh
tubuh yaitu sekitar 27 gram berat kering per orang per hari, atau dengan rerata
150 gram berat basah per orang per hari. Tinja sangat mengganggu kehidupan
manusia sendiri karena beberapa hal sebagai berikut :
1. Bau busuk yang menimbulkan tidak sedapnya / terganggunya estetika;
2. Adanya bau busuk tadi menimbulkan rangsangan berdatangannya lalat
yang juga berperan sebagai vector penyakit;
3. Tinja merupakan sumber beberapa penyakit tertentu, terutama penyakit
yang berbasis saluran alat cerna seperti Typhus abdominalis, para
typhus, Cholera, Dysenteri, Hepatitis A, Poliomyelitis dan berbagai
parasit usu.
4. Tinja mencemari tanah dan air. Bila hal ini terjadi maka air yang
merupakan

vehicle

dalam

proses

penularan

penyakit

akan

menunjukkan perannya apabila air tanah yang menjadi sumber air
minum terkontaminasi oleh tinja yang mengandung pathogen;
5. Pencemaran terhadap air atau tanah yang akan mempengaruhi
ekosistem air karena tinja merupakan bahan yang mengandung bahan

Universitas Sumatera Utara

organic tinggi, yang diperlukan oleh bakteri saprofitik. Hasil
penguraian tinja akan mempengaruhi kesuburan badan air, sehingga
berpengaruh terdadap ledakan air populasi biota air;
6. Baik tidaknya teknik pengelolaan tinja akan berpengaruh terhadap nilai
budaya suatu masyarakat. Masyarakat dengan pembuangan tinja di
sungai atau tempat terbuka lainnya merupakan cermin betapa masih
rendahnya kesadaran dan pengetahuan mereka tentang nilai estetika
dan budaya hidup sehat (Sarudji, 2010).
2.7.1 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia
Kualitas tinja seseorang dipengaruhi oleh keadaan setempat, selain faktor
fisiologis, juga budaya dan kepercayaan. Ada perbedaan dari isi tinja yang
dihasilkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Isi dan komposisi tinja tergantung
dari beberapa faktor yaitu diet, iklim, dan status kesehatan ( Sukarni, 1994).
Tinja manusia ialah buangan padat yang kotor dan bau juga media
penularan penyakit bagi masyarakat. Kotoran manusia mengandung organisme
pathogen yang dibawa air, makanan, lalat menjadi penyakit seperti : salmonella,
vibriokolera, amuba, virus, cacing, disentri, poliomyetes, ascariasis, dll. Kotoran
mengandung agen penyebab infeksi masuk saluran pencernaan (Warsito, 1996).
2.7.2 Jenis-Jenis Penyakit yang berhubungan dengan Tinja
Penyakit yang dapat berhubungan dengan tinja adalah penyakit-penyakit
yang penyebab dan bibit penyakit bisa terdapat didalam tinja tersebut seperti :
Vibrio Cholera, Amuba, Calmonella, Virus, Infestasi cacing, serta bahan beracun.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Penyakit Yang Ditularkan Oleh Tinja
Agen Penyebab Penyakit

Penyakit
Virus




Rotavirus
Virus Hepatitis A




Diare pada anak
Hepatitis A






Cholera
Diare/disentri
Typoid Fever
Shigellosis




Askariasis
Disentri amoebawi

Bakteri





Vibrio Cholera
Salmonella
Salmonella typhi
Shigella dysenteriae

Parasit



Ascaris Lumbricoides
Entamoeba histolytica

Jenis - jenis penyakit diatas termasuk jenis penyakit yang tergolong
penyakit saluran pencernaan makanan atau termasuk juga waterborne disease
yang erat hubungannya dengan manusia dan air yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain ( Soedarto, 2013).
2.7.3 Peranan Tinja Dalam Mata Rantai Penularan Penyakit
Kotoran manusia (Tinja dan Urine) dapat mengandung bermacam
organisme yang pathogen, yang dapat dibawa oleh air, makanan, lalat/serangga,
yang menjadi saran transmisi kepada orang yang dapat menimbulkan penyakit
bagi orang yang peka atau lemah daya tahan tubuhnya. Tinja merupakan hasil dari
buangan atau sisa dari proses metabolisme manusia atau binatang, sehingga tinja
dapat mengandung berbagai macam organisme yang pathogen atau yang non
pathogen.

Universitas Sumatera Utara

Mikroorganisme yang terdapat dalam tinja akan dapat menyebar atau
disebarkan melalui berbagai cara :
a. Melalui Kontak Langsung
Hal ini dapat terjadi apabila seseorang sesudah mencuci kotoran dengan
tangan, bila tidak dicuci bersih dapat berpindah kepada makanan atau
minuman yang dipegangnya yang kemudian dimakan.
b. Kontak Tak Langsung


Melalui Air



Melalui serangga dan tikus. Serangga seperti lalat, kecoa , tikus dapat
memindahkan mikroorganisme dari tinja kepada makanan dan
minuman yang akan dimakan (tercemar) akan dapat membahayakan
kesehatan orang lain.



Melalui Lingkungan lainnya seperti tumbuh-tumbuhan yang terkontak
dengan tinja misalnya sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja
manusia.

Melihat kemungkinan tersebut maka tinja dapat mempunyai peranan yang
berbahaya bagi kesehatan manusia apabila pembuangan tinja tidak dilakukan
dengan cara yang sebaik-baiknya. Usaha utama yang dapat dilakukan adalah
mengadakan lokalisasi serta isolasi terhadap tinja serta pengolahannya melalui
sarana pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan, penularan penyakit
diare dapat terjadi secara orafecal, yaitu melalui makanan, minuman, dan muntah
yang tercemar oleh kuman. Penularan ini berlangsung apabila terjadi interaksi
antara agent, penyebab, reservoir atau sumber infeksi dari agent penyebab.

Universitas Sumatera Utara

Terjadinya penyakit dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan
antara satu dengan lainnya seperti : keadaan sanitasi lingkungan, keadaan gizi,
keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial budaya, kepadatan penduduk, Higiene
perorangan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan lain sebagainya.

AIR
Sembuh
TANAH

Penjamu

Tinja
Sumber

Carier

MAKANAN

Baru

infeksi
ARTHOPODA

Mati

TANAH

(sumber : Machfoedz, 2008)
Telah diketahui bahwa penyakit ditularkan melalui makanan dan minuman.
Makanan dan minuman dapat merupakan sumber penularan apabila dicemari oleh
tinja manusia. Kesakitan terjadi karena seseorang yang rentan memakan makanan
yang terkontaminasi oleh tinja, pada prinsipnya kejadian penyakityang
digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga
komponen penyebab penyakit yaitu penjamu, agen, dan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

Host

Agent

Environment

Gambar 2.1 Paradigma Host, Agent, Environment
Sumber : Tulchinsky dkk, 2009
Menurut Depkes RI (2004) dalam Tarigan, jalur penularan penyakit dari tinja
atau kotoran manusia sebagai sumber penyakit melalui mulut sehingga menjadi
sakit dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai sumber
penularan bila pembuangannya tidak aman maka dapat mencemari
tangan,air, tanah, atau dapat menempel pada lalat dan serangga lainnya
yang menghinggapinya.
2. Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya
makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar diminum
oleh manusia.
3. Tinja dapat mencemari tangan atau jari-jari manusia selanjutnya dapat
mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan,
demikian juga yang telah tercemar dapat langsung kontak dengan mulut

Universitas Sumatera Utara

4. Tinja secara langsung dapat mencemari makanan yang kemudian makanan
tersebut dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga kuman penyakit
dapat mencemari makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.
5. Melalui lalat atau serangga lainnya kuman penyakit dapat mencemari
makanan sewaktu hinggap dimakanan yang kemudian dimakan oleh
manusia.
6. Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana
pembuangan tinja atau membuang tinja disembarang tempat dimana tanah
tersebut selanjutnya dapat mencemari makanan atau kontak langsung
dengan mulut manusia.
2.8 Faktor Yang Berhubungan dengan Penggunaan Jamban
Menurut Lawrence Green perilaku dapatdipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni
:
1. Faktor predisposisi
Faktor yang yang berasal dari diri seseorang, antara lain ini mencakup
pengetahuan masyarakat, sikap, keyakinan, kebiasaan, dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin/pendorong
Faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang, antara lain ini mencakup dalam lingkungan fisik atau fasilitas
kesehatan misalnya kecukupan air bersih, sanitasi dasar dan sebagainya.
3. Faktor penguat
Faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan
mencakup keahlian, sumber daya, dan hambatan yang membantu atau

Universitas Sumatera Utara

mencegah perilaku yang diinginkan misalnya peran penyuluh kesehatan
(Edberg, 2009).
2.8.1 Faktor Predisposisi
2.8.1.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam dominan
kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1. Tahu (Know) berarti ingat materidipelajari sebelumnya secara benar
2. Memahami (Comprehension) artinya mampu menjelaskan objek yang
diketahui dan bisa menginterpretasikan materi dengan benar.
3. Analisis (Aplication) berarti mampu memakai materi yang dipelajari
dari situasi sebenarnya.
4. Analisis (Analysis) berarti mampu menjabarkan materi pada
komponen, tetapi dalam struktur organisasi yang masih berkaitan
5. Sintesis (Sinthesis) berarti mampu menghubungkan bagian dalam
bentuk keseluruhan yang baru
6. Evaluasi (Evaluation) berarti mampu menilai materi (Maulana, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden.

Menurut

Mubarak

(2009)

faktor-faktor

yang

mempenaruhi

pengetahuan seseorang antara lain :
1. Pendidikan, pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada
orang lain terhadap sesuatuhal yang mereka dapat pahami. Semakin tinggi
pendikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan
pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.
2. Pekerja, lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengatahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Umur, dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada
aspek pada fisik dan psikologi (mental) yang semakin matang dan dewasa.
4. Minat, Minat seseorang menjadikan seseorang untuk mencoba atau
menekuni suatu hal dan akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman, jika pengalaman obyek menyenangkan maka secara psikologis
akan timbul sikap positif dalam kehidupannya.
6. Kebudayaan lingkungan sekitar, kebudayaan dimana kita hidup mempengaruhi
terhadap perubahan sikap kita.
7. Informasi,

kemudahan

memperoleh

suatu

informasi

akan

membantu

mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.
Dari hasil penelitian terkait penggunaan jamban di Kecamatan kabanjahe
didapatkan hasil uji dimana dari 28 responden yang berpengetahuan tinggi ada 28
orang (100,0%) berpartisipasi baik, sedangkan dari 14 responden berpengetahuan

Universitas Sumatera Utara

rendah ada 9 orang (28,1%) berpartisipasi buruk, terlihat bahwa pengetahuan
tinggi membuat persentase partisipasi keluarga lebih besar dibandingkan
responden yang berpengetahuan rendah dan dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan bermakna antara pengetahuan dengan partisipasi keluarga dalam
penggunaan jamban ( Tarigan, 2008).
2.8.1.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecendrungan yang
berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu,
terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut
(Maulana, 2009).
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon ( responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang
menerima ide tersebut.

Universitas Sumatera Utara

3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek (Maulana, 2009).
Dalam penelitian Pane (2009), didapatkan hasil penelitian menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna antara sikap ibu terhadap jamban dengan
perilaku keluarga terhadap penggunaan jamban artinya, ibu yang bersikap positif
terhadap jamban mempunyai peluang untuk menggunakan jamban 8,5 kali
dibanding ibu yang bersikap negatif terhadap jamban. Kepala Keluarga (KK)
terhadap jamban juga mempunyai hubungan dengan ketidakmauan keluarga
menggunakan jamban, dimana KK yang memiliki sikap positif lebih banyak mau
menggunakan jamban (57,85%) dibandingkan yang tidak menggunakan
(37,98%).
2.8.1.3 Kebiasaan Masyarakat
Kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons
dengan

menggunakan

stimulasi

yang

berulang-ulang.

Karena

proses

penyusutan/pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang
relative menetap dan otomatis (Sumantri, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Mengubah kebiasaan adalah sebuah hal yang terlihat sepele, tetapi amat
sulit jika ingin kita lakukan terutama ketika sebuah kebiasaan telah berganti
menjadi sebuah kenyamanan, tentunya kita akan merasa ganjil jika kebiasaan kita
tersebut tidak kita laksanakan. Kebiasaan pada masyarakat misalnya buang air
besar di sungai itu dianggap ‘normal’ atau dapat diterima secara social budaya.
Dengan demikian hygiene lingkungan sangat ditentukan oleh norma atau
kebiasaan masyarakat (Slamet, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebanyak 69 responden (71,9%)
menyatakan tidak selalu menggunakan jamban sebagai tempat membuang hajat
dan 27 responden (28,1%) menggunakan jamban sebagai tempat membuang hajat.
Responden yang menyatakan tidak menggunakan jamban sebagai tempat
membuang hajat, responden memanfaatkan sungai yang berada tepat dibelakang
rumahnya sebagai tempat membuang hajat di sungai adalah suatu kebiasaan yang
telah mendarah daging pada masyarakat Desa Gunung Tua (Ain, 2014).
2.8.2 Faktor Pemungkin
2.8.2.1 Kecukupan Air Bersih
Hygiene tidak mungkin dapat dipenuhi tanpa air bersih yang cukup dan
aman. Cukup tidaknya air bersih pada tingkat rumah tangga ditentukan juga oleh
keterjangkauan sumber air oleh anggota rumah tangga. Tempat pengambilan air
yang jauh dan sulit terjangkau menyebabkan pemakaian air bersih dalam rumah
tangga tidak cukup dan berdampak pada kebersihan dan kesehatan (Purwana,
2013).

Universitas Sumatera Utara

Air juga mempengaruhi penggunaan jamban seseorang. Sudah sejak lama
masyarakat menggunakan air sebagai penggelontor buangan. Dapat diperkirakan
andaikata air untuk keperluan ini dikurangi maka jumlah penderita penyakit pasti
akan meningkat dan angka harapan hidup akan menurun (Slamet, 2002).
Tempat yang kesulitan air, akan susah untuk menggunakan jamban dengan
baik. Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban
hendaknya disiram air minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung di
lubang jamban atau closet. Tujuannya menghindari penyebaran bau tinja dan
menjaga kondisi jamban tetap bersih, selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga,
sehingga mencegah penularan penyakit. Air bersih yang tersedia sebaiknya berada
didalam rumah kakus (Simanjuntak, 1999).
2.8.2.2 Sanitasi Jamban
Sanitasi jamban keluarga adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup
penting perananya khususnya dalam usaha pencegahan penyakit saluran
pencernaan.Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan tinja
yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari
tanah dan air, serta dapat menurunkan kenyamanan dalam penggunaan jamban.
Adapun Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : (Depkes RI, 2008 dalam Tarigan).
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak
10-15 meter dari sumber air minum.
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus

Universitas Sumatera Utara

3. Cukup luas dan lantai miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah disekitarnya.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
6. Cukup penerangan
7. Lantai kedap air
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedia air dan alat pembersih
Dalam penelitian Yani (2011), juga didapati hasil penelitian bahwa
sebagian besar kondisi jamban responden berada pada kategori buruk yaitu
sebanyak 48 responden (33,1%) dan paling sedikit berada dalam kategori baik
yaitu sebanyak 36 responden (24,8%) dan menyebutkan bahwa kondisi jamban
mempunyai pengaruh terhadap perilaku BAB. Karena kondisi jamban yang baik
akan memberikan kenyamanan bagi sipemakai dan sebaliknya jika kondisi jamban
kurang

baik

memungkinkan

sipemakai

merasa

kurang

nyaman

untuk

menggunakannya dan hal tersebut akan mempengaruhi perilaku BAB.
2.8.3 Faktor Penguat
2.8.3.1 Peran penyuluh kesehatan
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan perilaku
contoh atau acuan dari pada tokoh para petugas kesehatan. Disamping itu undangundang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut dalam
menerapkan buang air besar di jamban yang sehat, bisa saja masyarakat yang

Universitas Sumatera Utara

tidak menggunakan jamban sebagai tempat buang air besar disebabkan oleh
ketidaktahuan dampak dari buang air besar sembarangan, yang merupakan tugas
dari penyuluh kesehatan (Edberg, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hutasoit (2003),
didapatkan hasil penelitian di mana yang mendapat penyuluhan sebanyak 59 KK
(65,6%) yang tidak mendengar sebanyak 31 KK (34,4%). Artinya secara tidak
langsung apabila dilaksanakannya penyuluhan kesehatan di suatu daerah akan
mempengaruhi pengetahuan,sikap, dan kebiasaan masyarakat terhadap kesehatan,
dari data tersebut dijelaskan bahwa secara tidak langsung responden yang tidak
mendengar termotivasi melaksanakan karena diajak/diarahkan oleh responden
yang mendapat atau mendengar penyuluhan, sehingga responden yang termotivasi
pun meningkat pula hingga 97,8 %.
2.9 Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi
- Pengetahuan
- Sikap
- Kebiasaan masyarakat

Faktor Pemungkin
- Kecukupan Air Bersih
- Sanitasi jamban keluarga

Penggunaan Jamban

Faktor Penguat
- Peran penyuluh kesehatan

Universitas Sumatera Utara