Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronik yang Dilakukan Tindakan Operasi Timpanomastoidektomi di RSUP H. Adam Malik

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Otitis Media Supuratif Kronik
2.1.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata
(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif
kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (Djaafar, 2007).
2.1.2. Etiologi Otitis Media Supuratif Kronik
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down syndrome. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK
yang tinggi di Amerika Serikat.
Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah

defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan
cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi

sebagai sekresi telinga kronis (Nursiah, 2003).

Universitas Sumatera Utara

7

2.1.3. Epidemiologi Otitis Media Supuratif Kronik
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi
sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek.
Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang
mempunyai kolesteatoma, tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden
OMSK saja, tidak ada data yang tersedia (Dugdale, 2004)
2.1.4. Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronik
2.1.4.1. Tipe Tubotimpani (Tipe Jinak)
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi

saluran nafas atas, pertahankan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel
skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel,
metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek
(Nursiah, 2003).
Penyakit tubotimpani terbagi berdasarkan aktivitas sekret yang keluar :
a. penyakit aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif.
b. Penyakit tidak aktif (tenang) ialah keadaan kavum timpani terlihat basah atau
kering (Djaafar, 2007).

2.1.4.2. Tipe Atikoantral (Tipe Ganas)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya

Universitas Sumatera Utara

8


kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis yaitu :
a. kolesteatoma kongenital
b. kolesteatoma didapat
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan posterosuperior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total.
Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatoma.
3. Perforasi atik
Terjadi

pada

pars

flasida,


berhubungan

dengan

primary

acquired

cholesteatoma (Soepardi, 2007).
Primary acquired cholesteatoma adalah kolesteatoma yang terbentuk tanpa

didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan negatif pada
telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi).
Secondary acquired cholesteatoma terbentuk setelah perforasi membran

timpani. Kolesteatoma terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi)
atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama (teori metaplasia) (Djaafar, 2007).


2.1.5. Patogenesis Otitis Media Supuratif Kronik
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah
terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder

Universitas Sumatera Utara

9

pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal
perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif
dari otitis media kronis (Djaafar, 2007).

2.1.6. Tanda Klinis Otitis Media Supuratif Kronik
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna (Paparella, 1997) :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatoma)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatoma.


2.1.7. Pemeriksaan Klinis Otitis Media Supuratif Kronik
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai
berikut :

2.1.7.1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
(Paparella, 1997).
Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI
1969.
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :

Universitas Sumatera Utara


10

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 1520 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kokhlea parah.

2.1.7.2. Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
Yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat
membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral (Nursiah, 2003).
2. Proyeksi Mayer atau Owen
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulangtulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah
mengenai struktur-struktur (Nursiah, 2003).

3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat (Paparella, 1997).
4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatoma (Paparella, 1997).

Universitas Sumatera Utara

11

2.1.7.3. Pemeriksaan Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa ,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus
pneumonie, H. influensa , dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada

OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella , dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp

(Djaafar, 2007).
1. Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari
1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru
yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media
tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu
yang tidak dipateurisasi (Paparella, 1997).
2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.
Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus
aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa

adalah ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan
makrolid. Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali makrolid.
Stafilokokus aureus resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk

sefalosforin generasi I dan gentamisin (Helmi, 2001).

2.1.8. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :

1. Konservatif
2. Operasi

2.1.8.1. OMSK Benign Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan

Universitas Sumatera Utara

12

segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

2.1.8.2. OMSK Benign Aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah:
1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
Tujuan pembersihan telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang

baik bagi perkembangan mikroorganisme (Nursiah, 2003).
2.Pemberian antibiotika :
-

topikal antibiotik ( antimikroba)

-

sistemik.

a. Pemberian antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi
diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid (Berman, 2006).
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya
tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi (Paparella, 1997).
Bubuk telinga yang digunakan seperti (Paparella, 1997):
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Menurut panduan pengobatan OMSK dari WHO tahun 2004, disebutkan
bahwa antibiotik tetes telinga lebih efektif dari antibiotik oral. Selain itu, juga
didapatkan rekomendasi WHO bahwa antibiotik quinolone lebih baik dari antibiotik

Universitas Sumatera Utara

13

non-quinolone. Dengan demikian, penggunaan antibiotik quinolone topikal (contoh:
ofloxacin) sangat direkomendasikan oleh WHO. Akan tetapi, ada hipotesis yang

menduga bahwa penambahan corticosteroid topikal pada pengobatan ofloxacin akan
membantu penyembuhan otitis media (WHO, 2015).
Sebanyak 110 pasien OMSK diacak untuk mendapatkan tetes telinga
ofloxacin atau tetes telinga kombinasi ofloxacin + dexamethasone kemudian

dievaluasi pada hari ke-5, ke-10, dan ke-15. Parameter yang dievaluasi adalah
kesembuhan klinis dan eradikasi mikrobiologi. Hasil yang didapatkan adalah
kesembuhan klinis pasien yang mendapat ofloxacin vs pasien yang mendapat
ofloxacin + dexamethasone 84,61% (Panchasara, 2015).

b. Pemberian antibiotik sistemik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat
dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya.
Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan
aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada
konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah
daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Suatu percobaan menemukan bahwa mezlocillin intravena dan ceftazidime
lebih efektif dari toilet aural saja dalam menyelesaikan otore dan memberantas bakteri telinga tengah (100% dan 8%, masing-masing). Percobaan lain menemukan
bahwa pasien OMSK yang diberi IV ceftazidime sebelum mastoidektomi memiliki
telinga yang lebih kering (93%) dari mereka yang tidak (42%) (WHO, 2004).

Universitas Sumatera Utara

14

Table 2.1. Antibiotik Parenteral untuk OMSK (WHO, 2004)
Penicillins:

Carbenicillin,

piperacillin,

ticarcillin,

mezlocillin, azlocillin, methicillin,
nafcillin, oxacillin, ampicillin, penicillin
G
Cephalosporins

Cefuroxime, cefotaxime, cefoperazone,
cefazolin,
Ceftazidime

Aminoglycosides:

Aminoglycosides:

Gentamicin,

tobramycin, amikacin
Macrolides:

Clindamycin

Vancomycin
Chloramphenicol
Aztreonam

Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada otitis media kronik adalah
(Helmi, 2005).
Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin
P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin
P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin
Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida
E. coli : Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus Anti-stafilikokus : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis : Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat
derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat
diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun.

Universitas Sumatera Utara

15

Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga
aktif terhadap Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini
sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat
mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob.
Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik
(sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2
minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu (Djaafar, 2007; Helmi, 2007).

2.1.8.3. OMSK Maligna
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (Djaafar ZA, 2007).
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benign atau maligna, antara lain:
1.Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

2.1.9. Jenis Pembedahan pada OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronik, baik tipe aman atau bahaya, antara lain
mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan

Universitas Sumatera Utara

16

modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti, pendekatan ganda timpani plasti (Soepardi,
2007).
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
kolesteatoma, sarana yang tersedia serta pengamanan operator. Sesuai dengan luasnya
infeksi atau luas kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi
dari jenis operasi itu atau dimodifikasinya.
2.1.9.1. Mastoidektomi Sederhana
Mastoidektomi dilakukan untuk menghilangkan sel-sel udara mastoid yang
sakit. Sel-sel ini berada di suatu rongga di tengkorak, di belakang telinga. Sel-sel
yang sakit sering hasil dari infeksi telinga yang telah menyebar ke dalam tengkorak
(Phillips, 2012).
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang
mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga
tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki (Soepardi,
2007). Ahli bedah membuka tulang mastoid, menghilangkan sel-sel udara yang
terinfeksi, dan menguras telinga tengah (Phillips, 2012).
2.1.9.2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan
dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga
tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut
menjadi satu ruangan (Soepardi, 2007)
Operasi untuk pengelolaan kolesteatoma luas melibatkan exenteration dari
sisa sel mastoid udara dan penghapusan posterior dan dinding superior kanal auditori

Universitas Sumatera Utara

17

eksternal dan sisa-sisa membran timpani dan telinga tengah ossicles untuk exteriorize
rongga mastoid dan telinga tengah melalui saluran pendengaran eksternal (Farlex,
2012)
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian
operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien
harus datang dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan dan karier
pasien (Soepardi, 2007).
Ahli bedah dapat menghapus gendang telinga dan telinga tengah struktur.
Kadang-kadang cangkok kulit ditempatkan di telinga tengah (Phillips, 2012).
Modifikasi operasi ini adalah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
operasi serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi kering
permanen. Tetap terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telnga luar menjadi lebar
(Soepardi, 2007).
2.1.9.3. Mastoidektomi Radikal dengan Modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetap
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan (Soepardi, 2007). Ini adalah bentuk kurang parah
dari mastoidektomi radikal. Tidak semua tulang telinga tengah dikeluarkan dan
gendang telinga tersebut dibangun (Phillips, 2012).
Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaran yag masih ada (Soepardi, 2007).

Universitas Sumatera Utara

18

2.1.9.4. Miringoplasti
Miringoplasti adalah operasi khusus dirancang untuk menutup membran timpani yang rusak. Pendekatan untuk telinga dapat dilakukan dengan transkanal,
endaural, atau retroauricular. Pendekatan transkanal membutuhkan pencahayaan yang
lebih sedikit bedah dan menyebabkan penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah
keterbatasan potensi eksposur. Pendekatan endaural dapat meningkatkan eksposur di
telinga dengan jaringan lunak lateral atau tulang rawan tumbuh dengan cepat, tapi
sekali lagi, ia cenderung untuk membatasi pandangan bedah. Pendekatan
retroauricular memungkinkan untuk eksposur maksimal tetapi membutuhkan sayatan
kulit eksternal (Roland, 2015)
2.1.9.5 Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran (Soepardi, 2007)
Timpanoplasti dilakukan untuk memberantas penyakit dari telinga tengah dan
merekonstruksi mekanisme pendengaran, dengan atau tanpa okulasi dari membran
timpani (Roland, 2015)
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi
tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang
dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V. Sebelum
rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan
atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula
operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan operasi ini terpaksa dilakukan dua
tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan (Soepardi, 2007).

Universitas Sumatera Utara

19

2.1.9.6.

Timpanoplasti

dengan

Pendekatan

Ganda

(Combine

Approach

Tympanoplasty)

Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa
melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga). Membersihkan kolesteatoma dari jaringan granulasi di kavum timpani,
dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dari
rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada
OMSK tipe bahaya belum disepakati para ahli. Oleh karena sering terjadi kambuhnya
kolesteatoma kembali (Soepardi, 2007).
2.2.9.7. Timpanomastoidektomi
Menurut Mosby's Medical Dictionary (2009) timpanomastoidektomi adalah
mastoidektomi dengan timpanektomi, dilakukan sebagai salah kavitas tertutup atau
kavitas terbuka pada telinga.
2.2. Anatomi Telinga

Gambar 2.1. Anatomi telinga
Dikutip dari: Sobotta, 2006

Universitas Sumatera Utara

20

2.2.1. Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Seluruh pinna (daun telinga), kecuali lobulus, serta bagian luar kanal akustik
eksternal terdiri dari kerangka satu bagian dari tulang rawan elastis kuning ditutupi
dengan kulit. Yang terakhir ini erat melekat pada perichondrium di permukaan lateral
sementara itu sedikit longgar pada permukaan medial (Dhingra, 2007)
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar kerigat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga (Soepardi, 2010).
Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
2.2.2. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
-

Batas luar

: membran timpani

-

Batas depan

: tuba Eustachius

-

Batas bawah

: vena jugularis (bulbus jugularis)

-

Batas belakang

: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars ventrikalis

-

Batas atas

: tegmen timpani (meningen/otak)

-

Batas dalam

: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis seni sirkula-

ris semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium (Soepardi, 2007).

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini panjang vertikal
rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya
rata-rata 0,1 mm (Nursiah, 2003)

Universitas Sumatera Utara

21

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksid (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar sirkuler pada bagian dalam (Soepardi, 2010).

Gambar 2.2. Telinga bagian tengah dan bagian dalam
Dikutip dari: Sobotta, 2006
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah
cahaya dari luar yang dipantulkan oleh menbran timpani. Di membran timpani
terdapat 2 macam serabut, sirkuler dann radier. Serabut inilah yang menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

22

timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini
dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada
tuba Eustachius (Soepardi, 2007)
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu
: bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding
posterior (Nursiah, 2003).
Bila dilakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah
belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah
ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes
(Soepriadi, 2007).
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang
pendengaran dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus
anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala
terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak
dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam membran
timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang
antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan ruang prussak. Maleus
ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh
ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk
Rivinus (Nursiah, 2003)
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubugan dengan
koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Pada pars

Universitas Sumatera Utara

23

flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum,
yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid (Soepriadi,
2007).
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum
timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan
ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan
adalah 17,5 mm (Nursiah, 2003).
Limfatik dari telinga tengah ke saluvestinuran kelenjar parotis retrofaring dan
sementara mereka dari tabung saluran Eustachius ke dalam kelompok retropharyngeal
(Dhingra, 2007).

Tabel 2.2. Drainase limfatik telinga (Dhingra, 2007)
Area

Node

Concha, tragus, fossa triangularis dan Preauricular dan node parotis
kanal tulang rawan eksternal
Lobulus dan antitragus

Node infra-auricular

Heliks dan antiheliks

Node post-auricular, deep jugular and
spinal accessory nodes

Telinga tengah dan tuba eustachius

Retropharyngeal nodes → rantai jugular

atas
bagian dalam telinga

No lymphatics

Universitas Sumatera Utara

24

2.2.3. Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan verstibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibula (Soepardi, 2007)
Telinga bagian dalam manusia mengandung dua divisi: pendengaran dengan
komponen koklea, dan keseimbangan dengan komponen vestibular dan sistem
vestibular perifer. Periferal dalam konteks ini mengacu pada sistem yang berada di
luar sistem saraf pusat (otak dan batang otak). Sistem vestibular perifer mengirimkan
informasi ke otak dan batang otak. Labirin adalah sistem yang kompleks dari ruang
dan lorong-lorong dari telinga bagian dalam; meliputi bagian pendengaran dan bagian
keseimbangan telinga bagian dalam (Vestibular Disorders Association, 2014)
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Hal ini penting unruk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti (Soepardi, 2007)
Membran koklea berbeda dengan membran vestibula. Salah satu perbedaan
yang paling penting adalah bahwa struktur membran dari saccule, utrikulus dan
kanalis semisirkularis mengambang di cairan yang ditemukan di labirin tulang,
sedangkan membran koklea atau saluran koklea terpasang di sisi ke dinding tulang
koklea, dan mudah berpindah di bagian atas dan bawah (Hersh, 2003)

Universitas Sumatera Utara

25

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti (Soepardi,
2007).
2.2.4. Lintasan Pendengaran
a. Neuron ke-1
Sel-sel bipolar Ganglion spirale cochleae. Setelah keluar dari aperturae kecilkecil di trachus spiralis foraminosus di dalam meatus acusticus internus, serabutserabut tersebut membentuk N. cochlearis dan bersatu dengan N. vestibularis di dasar
meatus acusticus internus sehingga membentuk N. vestibulo-cochlearis [VIII].
Serabut-serabut dari bagian cochlea basal menyeberang menuju ke nucleus cochlearis
posterior, dan serabut yang berasal dari bagian apeks berakhir di nucleus cochlearis
anterior (Sobotta, 2006)
b. Neuron ke-2
Sel-sel ganglion multipolar di nuclei cochlearis. Serabut-serabut dari nucleus
cochlearis anterior sebagian besar melintas di dalam corpus trapezoideum menuju ke
sisi seberang dan membentuk lemnicus lateralis, yang menjadi penghubung dengan
colliculus inferior. Sebagian kecil serabut bergabung dengan lemnicus lateralis pada
sisi yang sama. Akson dari nucleus cochlearis posterior menyilang di superfisial
menuju ke fossa rhomboidea dan masuk ke dalam lemnicus lateralis pada sisi yang
berlawanan (Sobotta, 2006).
c. Neuron ke-3 atau ke-4
Dari collicus inferior dibuat hubungan ke Corpus geniculatum mediale
(Sobotta, 2006).
d. Neuron ke-4 atau ke-5
Radiatio acustica menghubungkan corpus geniculatum mediale dengan gyrus
transversus HESCHL dan pusat WERNICLE di lobus temporalis (Sobotta, 2006).

Universitas Sumatera Utara

26

2.3. Fisiologi Pendengaran
Pendengaran bergantung pada kemampuan telinga mengubah gelombang
suara di udara menjadi deformassi mekanis sel-sel rambut reseptif, yang kemudian
memicu sinyal saraf.gelombang suara di salurkan memalui saluran telinga luar ke
membran timpani yang bergetar singkron dengan gelombang tersebut. Tulang-tulang
telinga tengah menjembatani celah antara membran timpani dengan telinga dalam
untuk memperkuat getaran membran timpani dan menyalurkan ke jendela oval, yang
getarannya menimbulkan perabatan gelombang ke cairan koklea (Lauralee, 2007)
Getaran diteruskan melalui membran reissener yang mendorong endolimfa
dan membran basal ke arah bawah, perilimfa dalam skala timpani akan bergerak
sehingga tingkap (foramen rotundum) terdorong ke arah luar (Nursiah, 2003).
Deformasi mekanis sel rambut spesifik di daerah membrane basilaris yang
bergetar maksimal ini diubah menjadi sinyal saraf yang di transmisikan ke korteks
pendengaran di lobus temporalis otak untuk persepsi suara (Lauralee, 2007)

Universitas Sumatera Utara