TUGAS MATA KULIAH OSEANOGRAFI GEOLOGI Di

TUGAS MATA KULIAH
OSEANOGRAFI GEOLOGI
“ Dinamika Estuaria”

Zufita Khairani
26020215130069
Oseanografi B
Dosen Pengampu :
Ir. Hariyadi, MT
NIP 19560515 199103 1 002

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017

Estuaria merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas
dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuaria
didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan
air laut. Daerah perairan yang termasuk dalam estuaria ini adalah muara sungai, teluk dan

rawa pasang surut. Estuaria daratan pesisir merupakan tipe estuaria yang paling umum
dijumpai (Kamal, 2004)
Menurut Setyowati et al (2010), Estuaria adalah tempat pertemuan antara perairan laut
dan perairan darat. Pritchard dalam Supriadi (2001) mengatakan bahwa wilayah estuaria
merupakan pesisir semi tertutup (semi-enclosed coastal) dengan badan air mempunyai
hubungan bebas dengan laut terbuka (open sea) dan air tawar dari sungai. Pada wilayah
tersebut terjadi percampuran antara massa air laut dan massa air tawar dari daratan, sehingga
air menjadi payau (brackish). Perairan payau merupakan transisi antara perairan tawar dan
perairan laut, dijumpai pada estuaria atau muara sungai. Luasan area dan kadar garam
perairan payau berfluktuasi mengikuti pasang surut air laut, hujan, dan pasokan air tawar dari
daratan. Pada wilayah tersebut terjadi perubahan kadar garam yang drastis dalam jangka
waktu yang relatif singkat mengikuti pasang surut air laut (Irianto, 2005).
Manfaat estuaria dengan berbagai tipe dan ukuran mempunyai fungsi ekologi yang
unik baik secara lingkungan maupun iklim, disamping itu juga merupakan salah satu sumber
daya perikanan yang berfungsi sebagai habitat pemijahan (spawning ground), asuhan
(nursery ground), dan mencari pakan (feeding ground) bagi beberapa organisme perairan dan
jenis ikan (Sugiharto, 2005).
Wilayah estuaria juga dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis, karena
selalu terjadi proses dan perubahan baik lingkungan fisik maupun biologis. Bercampurnya
masa air laut dengan air tawar menjadikan wilayah estuaria memiliki keunikan tersendiri,

yaitu dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi. Perubahan salinitas
ini dipengauhi oleh air pasang dan surut serta musim. Selama musim kemarau, volume air
sungai berkurang sehingga air laut dapat masuk sampai ke arah hulu, dan menyebabkan
salinitas di wilayah estuaria menjadi meningkat. Pada musim penghujan air tawar mengalir
dari hulu ke wilayah estuaria dalam jumlah besar, sehingga sanilitas menjadi turun. Adanya
aliran air tawar yang terjadi terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air
akibat arus pasang surut yang mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan sedimen

merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah estuaria
yang melebihi produktifitas laut lepas den perairan air tawar.
Dinamika estuaria sangat tinggi, dengan sudut pandang sebagai oseanografi dapat
dilihat proses dinamika salinitas, substrat, sirkulasi dua masa air, dan pasang surut. Perpaduan
antara beberapa sifat fisik estuaria mempunyai peranan yang penting terhadapa kehidupan
biota estuaria.
1. Salinitas.
Estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutama bergantung pada
masukan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Variasi ini menciptakan
kondisi yang menekan bagi organisme, tetapi mendukung kehidupan biota yang padat dan
juga menangkal predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan
salinitas rendah.

Perbedaan salinitas di wilayah estuaria mengakibatkan terjadinya proses pergerakan
masa air. Air asin yang memiliki masa jenis lebih besar dari pada air tawar, menyebabkan
air asin di muara yang berada di lapisan dasar dan mendorong air tawar menuju laut.
Sistem sirkulasi dalam estuaria yang demikian inilah, yang mengilhami proses terjadinya
up-welling.

Gambar : Sistem sirkulasi pada estuaria yang mendasari proses upwelling
(GROSS, 1987)
2. Substrat.
Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen
yang dibawa melalui air tawar (sungai) dan air laut. Sebagian besar lumpur estuaria bersifat
organik, sehingga substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi cadangan
makanan yang penting bagi organisme estuaria

3.

Sirkulasi air.
Selang waktu mengalirnya air dari sungai ke dalam estuaria dan masuknya air laut

melalui arus pasang surut menciptakan suatu gerakan dan transpor air yang bermanfaat bagi

biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.
Proses pergerakan antara masa air laut dan air tawar ini menyebabkan terjadinya
stratifikasi yang kemudian mendasarnya tipetipe estuaria, yaitu :
a). Estuaria berstratifikasi sempurna atau estuaria baji garam (salt wedge estuary), jika
aliran sungai lebih besar dari pada pasang surut sehingga mendominasi sirkulasi estuaria;

Sumber : (GROSS, 1987)
b). Estuaria berstratifikasi sebagian atau parsial (moderately stratified estuary), jika aliran
sungai berkurang, dan arus pasang surut lebih dominan maka akan terjadi percampuran
antara sebagian lapisan masa air;

Sumber : (GROSS, 1987)

c). Estuaria campuran sempurna atau estuaria homogen vertikal (well-mixed estuaries),
jika aliran sungai kecil atau tidak ada sama sekali, dan arus serta pasang surut besar, maka
perairan menjadi tercampur hampir keseluruhan dari atas sampai dasar.

Sumber : (GROSS, 1987)

4. Pasang surut.

Arus pasang surut berperan sebagai pengangkut zat hara dan plankton. Disamping itu arus
ini juga berperan untuk mengencerkan dan menggelontorkan limbah yang sampai si
estuaria.
5. Penyimpanan zat hara.
Peranan estuaria sebagai penyimpanan zat hara sangat besar. Pohon mangrove dan lamun
serta ganggang lainnya dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan
organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.
Dengan kondisi lingkungan fisik yang bervariasi dan merupakan daerah peralihan
antara darat dan laut, estuaria mempunyai pola pencampuran air laut dan air tawar yang
tersendiri. Menurut (Kasim, 2005), pola pencampuran sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air,
topografi , kedalaman dan pola pasang surut karena dorongan dan volume air akan sangat
berbeda khususnya yang bersumber dari air sungai.
Dinamika arus sungai maupun arus, pasang surut, dan gelombang laut dapat
mempengaruhi dinamika morgologi estuaria. Dinamika tersebut kemudian menghasilkan
bentuk fisik estuaria yang berubah-ubah. Pertama, Estuaria dataran pesisir (coastal plain
estuary) atau estuaria yang terbentuk pada akhir zaman es dimana permukaan laut naik dan
menggenangi lembah sungai di pantai. Kedua, Estuaria tektonik dimana laut menggenangi
daratan karena turunnya permukaan daratan vulkanik. Tipe estuari ini terbentuk dari lekukan
garis pantai (pesisir), dimana lekukan tersebut terbentuk karena terjadinya patahan geologis


atau oleh penurunan muka bumi secara lokal, proses tersebut biasanya diikuti dengan
pemasukan air tawar yang besar. Ketiga, Teluk semi tertutup (semi-enclosed bays or bar-built
estuary), merupakan cekungan dangkal yang sebagian dasar perairannya akan muncul pada
saat surut. Perairan ini dapat dikatagorikan sebagai perairan semi tertutup, dengan adanya
gundukan pasir penghalang (bars) atau pulaupulau penghalang(barrier islands). Dimana
pasir terbentuk sejajar dengan garis pantai dan sebagaian memisahkan perairan di
belakangnya dari laut. Keempat, Fjord atau lembah yang telah diperdalam oleh kegiatan
glasier dan kemudian digenangi air laut. Tipe estuari ini biasanya terbentuk di perairan dalam.
Morfologi dasar perairan estuari ini biasanya berbentuk huruf U. Kurun sejarah
pembentukannya diperkirakan dimulai pada jaman es (glasial period), sehingga dapat
digolongkan sebagai bentukan geologis berumur tua.
Faktor Geologi Pembentukan Estuaria
Faktor geologi dan morfologi adalah faktor dalam yang penting dalam pembentukan
dan perkembangan estuaria demikian pula faktor lingkungan seperti salinitas dan sedimen
yang berhubungan langsung dengan distribusi ekologi, keanekaragaman spesies dan aspek
lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan dinamika estuaria yaitu :
a. Geomorgologi awal pembentukannya
Konfigurasi dari garis pantai dan bagian daratannya adalah penentuan apakah
pembentukan barrier estuaria dapat terjadi. Estuaria yang jarang terjadi di daerah
pantai yang lurus dan curam, kecuali beberapa daerah dimana barrier yang

terbentuk adalah akibat dari erosi pantai di daerah lain yang mengendap di pantai
yang curam tersebut. Pada umumnya estuaria dijumpai di daerah pantai yang datar.
b. Material pembentukan barrier
Barrier umumnya terbentuk dari sedimentasi hasil erosi di daerah sekitarnya yang
dibawa oleh arus pantao atau arus yang menuju pantai. Di daerah tropis seperti di
Segara Anakan, estuari barriernya dibentuk oleh lapisan karang yang terangkat
secara tektonik.
c. Masukan sedimen etuaria
Segera setelah estuaria mulau tertutup barrier, erosi dan pengendapan terjadi pada
pantainya melalui akumulasi material yang berasal baik dari barrier maupun yang
dibawa oleh sedimen melalui sungai-sungai. Akumulasi sedimen ini menyebabkan
pendangkalan dan penyusutan estuaria

d. Tektonik
Estuaria yang terbentuk di daerah pantai yang terangkat secara tektonik akan
menjadi semakin dangkal dan dapat menjadi daratan. Apabila tektonik penutunan
terjadi, perkembangan estuaria dapat terjaga dan bahkan dapat menjadi lebih dalam
dan lebih luas.
e. Pasang surut
Apabila rentang pasang surut relatif besar atau macrotidal, arus pasang surut yang

kuat dapat terjadi di bagian mulut yang menghubungkan estuaria dengan laut lepas.
Hal ini dapat menyebabkan ventilasi jaur ini dapat terjaga dan estuaria menjadi
tetap terbuka dengan laut lepas. Pada daerah dengan pasang surut yang relatif kecil
atau microtidal, jalur ventilasi penghubung dengan laut lepas umumnya tidak dapat
tertutup sehingga menyebabkan pengaruh pasang surut di estuaria menjadi hilang.
f. Iklim
Pada daerah yang kering, dimana laju evaporasi melebihi curah hujan, maka
estuaria dapat menjadi hypersaline dan bahkan dapat menjadi kering. Didaerah yang
basah, curah hujan dan air sungai dapat mencairkan salinitas di estuaria dan bahkan
di estuaria yang relatif terisolasi dengan laut, air estuaria dapat menjadi tawar. Pola
salinitas di estuaria mempengaruhi pola sedimentasi dan kondisi ekologi. Partike
halus lebih mudah terflokulasi pada lingkungan air payau.

DAFTAR PUSTAKA
GROSS, M. G. 1987. Oceanography A View of the Earth. Fourth Edition Prentice-Hall, Inc:
406 pp.
Irianto, A, 2005, Patologi Ikan Teleostei, Gadjah Mada University Prees, Yogyakarta.
Kamal, Eni dan Suradi ML. 2004. Potensi Estuaria Kabupaten Pasaman Barat Sumatera
Barat Vol. IV No. 3 : Universitas Bung Hatta
Roy, P.S., R.J. Williams, A.R. Jones. I.Yassini,. P.P Gibbs. B.Coates, R.J. West. P.R. Scanes.

J.R. Hudson. 2001. Structure and Function os South east Australian Estuarine. Coastal
and Shelf Science. Vol 53. Pp 341-358
Setyowati, A., D, Hidayati., Awik dan N, Abdulgani, 2010, Studi Histopatologi Hati Ikan
Belanak (Mugil cephalus), Laporan Penelitian: Program Studi Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh November,
Surabaya.
Sugiharto, 2005, Analisis Keberadaan dan Sebaran Komunitas Larva Pelagis Ikan pada
Ekosistem Pelawangan Timur Segara Anakan Cilacap, Tesis: Program Studi Magister
Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponogoro, Semarang.
Supriadi, I. H, 2001, Dinamika Estuaria Tropik. Jurnal oseana, 36(4): 1-11.