Pengaruh Struktur Ekonomi Pertumbuhan Ek

PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI TERHADAP RASIO PAJAK PADA NEGARA – NEGARA ASEAN SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas – Tugas Dan Syarat – Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta

Disusun Oleh :

Sri Utami

NIM : 11.31.0012

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SURAKARTA PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI TERHADAP RASIO PAJAK PADA NEGARA – NEGARA ASEAN SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas – Tugas Dan Syarat – Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta

Disusun Oleh :

Sri Utami

NIM : 11.31.0012

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SURAKARTA HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Nama : Sri Utami

NIM : 11.31.0012

Jurusan : S1-Akuntansi

Judul : PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK) TERHADAP RASIO PAJAK PADA NEGARA – NEGARA ASEAN

Disetujui dan Disahkan :

Hari : ……………………….

Tanggal : ……………………….

Pembimbing


Mengetahui,

Ketua program studi akuntansi












Rosita, SE., MM., Ak


Rosita, SE., MM., Ak

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Sri Utami

NIM : 11.31.0012

Jurusan : S1-Akuntansi

Judul : PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK) TERHADAP RASIO PAJAK PADA NEGARA – NEGARA ASEAN

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta (STIE Surakarta) dan diterima untuk memenuhi persyaratan memenuhi gelar sarjana ekonomi.

Pada Hari : ……………………….

Tanggal : ……………………….

Tim Penguji


Tanda Tangan

Ketua

:


(………………………….)

Anggota I

:


(………………………….)

Anggota II

:


(………………………….)





Mengetajui

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Surakarta





Drs. Sunarto Isstianto, MM

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Sri Utami

NIM : 11.31.0012

Progdi : S1-Akuntansi

Judul : PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK) TERHADAP RASIO PAJAK PADA NEGARA – NEGARA ASEAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah benar – benar hasil karya sendiri. Apabila ternyata dikemudian hari ditemukan bahwa skripsi saya adalah hasil plagiat dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia membatalkan / menanggalkan gelar kesarjanaan saya atau saya bersedia dihukum sesuai dengan perundangan yang berlaku.

Pembuat pernyataan,

Sri Utami

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK) TERHADAP RASIO PAJAK PADA NEGARA – NEGARA ASEAN”.

Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna meraih gelar sarjana di jurusan akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun demikian penulis telah berusaha untuk menyusun Skripsi ini dengan sebaik – baiknya.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada :

  1. Drs. Sunarto Isstianto, M.M, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta.

  2. Ibu Rosita, SE., MM., Ak, selaku Ketua Program Studi Akuntansi yang telah memberikan ilmu dan motivasi sekaligus sebagai pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan memberikan petunjuk serta mengarahkan dalam penulisan Skripsi ini.

  3. Bapak dan Ibu dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta yang telah sabar mengajar dan memberikan banyak ilmu.

  4. Seluruh staff dan karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta yang menjadi keluarga besar penulis di kampus.

  5. Kedua orang tua penulis yang selalu memberi semangat dan tidak pernah berhenti mendoakan penulis.

  6. Kakak – kakak tercinta, Suranto, Suprapto dan Mutyatunisa Hakim yang memberikan banyak suport sejak penulis mengawali kuliah hingga akhir, tanpa lelah menegur dan mengingatkan saat penulis melakukan kesalahan.

  7. Teman – teman angkatan 2011 yang penulis cintai dan banggakan, Evi Susanti, Pradevi Anggi, Diah Ekayanti, Berliona Frienza yang selalu menemani dan memberikan saran dalam penulisan skripsi dan selalu mengiringi di samping penulis. Suparti, Sri Suparmi, Yosua Bayu, Titik Sugiyarti dan Yunita Saraswati yang selalu memberi dorongan dan motivasi serta semangat yang tak pernah habis.

Akhir kata penulis menyadari bahwa saran dan kritik sangat diperlukan untuk menyempurnakan Skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan Pembimbing ii

Halaman Pengesahan Skripsi iii

Pernyataan iv

Kata Pengantar v

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Abstrak xiii

BAB I : PENDAHULUAN 1

  1. Latar Belakang Masalah 1

  2. Rumusan Masalah 5

  3. Tujuan Penelitian 5

  4. Manfaat Penelitian 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 7

  1. Tinjauan Pustaka 7

  1. Tax Ratio (Rasio Pajak) 7

  2. Economic Structure (Struktur Ekonomi) 12

  3. Economic Growth Rate (Pertumbuhan Ekonomi) 13

  4. Inflasi 16

  5. Korupsi 18

  1. Penelitian Terdahulu 20

  2. Kerangka Pemikiran 22

  3. Hipotesis 24

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 26

  1. Lokasi Penelitian 26

  2. Jenis dan Sumber Data 26

  3. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 27

  1. Populasi 27

  2. Sampel dan Teknik Sampling 27

  1. Operasional dan Pengukuran Variabel 28

  2. Uji Analisis Data 30

  1. Statistik Deskriptif 30

  2. Uji Asumsi Klasik 31

  3. Analisis Regresi Linier Berganda 33

  1. Uji Hipotesis 34

  1. Uji t 34

  2. Uji F 36

  1. Analisis Koefisien Determinasi (R2) 37

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 39

  1. Gambaran Umum ASEAN 39

  2. Negara – Negara Anggota ASEAN 42

  3. Uji Data dan Analisis 51

  1. Deskriptif Analisis Penelitian 51

  2. Uji Asumsi Klasik 52

  1. Uji Normalitas 52

  2. Uji heteroskedastisitas 53

  3. Uji Multikolinieritas 54

  4. Uji Autokorelasi 55

  1. Analisis Regresi Linier Berganda 56

  1. Uji Hipotesis 59

  1. Uji t 59

  2. Uji F 66

  1. Analisis Koefisien Determinasi (R2) 68

  2. Pembahasan 69

BAB V : KESIMPULAN dan SARAN 73

  1. Kesimpulan 73

  2. Saran 74

  3. Keterbatasan 75

Daftar Pustaka

Lampiran

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 : Penelitian Terdahulu 20

Tabel IV.1 : Statistik Deskriptif 51

Tabel IV.2 : Hasil Uji Normalitas 53

Tabel IV.3 : Hasil Uji Heteroskedastisitas 54

Tabel IV.4 : Hasil Uji Multikolinearitas 55

Tabel IV.5 : Hasil Uji Autokorelasi 56

Tabel IV.6 : Hasil Analisis Regresi Linier Berganda 57

Tabel IV.7 : Hasil Uji t 59

Tabel IV.8 : Hasil Pengujian Hipotesis 65

Tabel IV.9 : Hasil Uji F 66

Tabel IV.10 : Hasil Koefisien Determinasi (R2) 68

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 : Kerangka Pemikiran 23

Gambar IV.1 : Struktur Organisasi Kesekretariatan ASEAN 41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Negara – Negara ASEAN

Lampiran 2 : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS

ABSTRAK

PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN

EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI

KORUPSI TERHADAP RASIO PAJAK

PADA NEGARA – NEGARA ASEAN

Oleh :

SRI UTAMI

Penelitian ini merupakan studi empiris pada negara – negara ASEAN, yaitu membuktikan ada tidaknya pengaruh struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan indeks persepsi korupsi terhadap rasio pajak baik secara bersama – sama maupun secara parsial. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap rasio pajak di negara – negara ASEAN.

Populasi penelitian ini adalah data atas besarnya penerimaan pajak, GDP, GDP per sektor, struktur ekonomi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara – negara ASEAN. Sampel diambil time series dari data atas besarnya penerimaan pajak, GDP, GDP per sektor, struktur ekonomi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara – negara ASEAN selama 10 tahun, dari tahun 2003 – 2012.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah statistik deskriptif, dengan alat uji adalah regresi linier berganda, uji parsial (uji t), uji simultan (uji F) dan koefisien determinasi (R2).

Penelitian ini membuktikan bahwa dari keempat variabel yaitu struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan eknomi, tingkat inflasi dan indeks persepsi korupsi, hanya struktur ekonomi dan indeks persepsi korupsi yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap rasio pajak di negara – negara ASEAN dan struktur ekonomi mempunyai pengaruh yang paling dominan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks persepsi korupsi (IPK) berpengaruh terhadap rasio pajak secara bersama – sama sebesar 72,8%, sedangkan pengaruh lainnya sebesar 27,2% dipengaruhi oleh faktor yang lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Peneliti mengusulkan agar penelitian selanjutnya lebih dikembangkan dengan menambahkan indikator lainnya yang mempengaruhi rasio pajak, serta jangka waktu yang lebih panjang. Penggolongan negara – negara sampel menurut struktur ekonominya, bukan regionalnya juga perlu diperhatikan.

Kata kunci : indeks persepsi korupsi, rasio pajak, struktur ekonomi, tingkat inflasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi

ABSTRACT INFLUENCE OF ECONOMIC STRUCTURE, ECONOMIC GROWTH RATE, INFLATION AND CORRUPTION PERCEPTION INDEX TO TAX RATIO IN ASEAN COUNTRIES

By :

SRI UTAMI

This study is an empirical study on the ASEAN countries, to identify and obtain evidences about the influences of economic structure, economic growth rate, inflation rate and corruption perception index to tax ratio in the ASEAN countries either simultaneously and/or as partially. This study’s purpose is also to determine the variable that has the most dominan influence to tax ratio in the ASEAN countries.

The population of this study are data of tax revenue, GDP, GDP by sector, economic structure and corruption perception index of ASEAN countries which are 10 countries. Samples taken the time series of the data of tax revenue, GDP, GDP by sector, economic structure and corruption perception index of ASEAN countries for 10 years, from 2003 to 2012.

Research methodologies used are descriptif statistic, with test tool multiple linear regression analysis, partial test (t test), simultaneous test (F test) and coefficiens determination (R2).

This study proves that from the four variables, which are economic structure, economic growth rate, inflation rate and corruption perception index, only economic structure and the corruption perception index have a significant effect on the tax ratio in ASEAN countries and the economic structure has the most dominant influence. The results of this study demonstrate that the overall effect of economic structure, economic growth rate, inflation and corruption perception index (CPI) influence on the tax ratio is 72,8%, while the remaining 27,2% is influenced by other factors that haven’t been used by this research. The researcher suggest that further research to be developed by adding other indicators that affect the tax ratio, as well as a longer period of time. Classification of countries according to the sample of its economic structure, not regional, also need to be considered.

Keywords : tax ratio, economic structure, economic growth rate, inflation rate and corruption perception index

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi suatu negara, pajak memang memiliki andil yang sangat besar. Faktanya 60% hingga 70% pendapatan pemerintah berasal dari pajak. Pada masa sekarang, penerimaan pajak negara sedang menjadi perbincangan hangat berbagai kalangan. Hal ini dikarenakan masyarakat telah melihat dan mengetahui berbagai kejadian positif maupun negatif mengenai perpajakan Indonesia. Dengan informasi yang telah benar – benar mendunia, istilah tax ratio sudah bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat. Rasio yang sedikit mengalami perdebatan atas formula yang digunakan ini tetap menjadi top favourite untuk mengukur kesuksesan pemungutan pajak oleh suatu negara. Nasution (Wibowo: 2013) mengatakan bahwa “Rasio ini biasa digunakan sebagai salah satu tolok ukur atau indikator untuk melakukan penilaian terhadap kinerja penerimaan perpajakan mengingat GDP yang menunjukkan output nasional merupakan indikator kesejahteraan masyarakat.”

Sebelumnya, perhitungan rasio pajak adalah dengan membagi antara penerimaan pajak nasional terhadap GDP. Pada perhitungan yang lama, pajak yang dibandingkan hanyalah pajak nasional saja. Seiring berjalannya waktu, banyak negara menambahkan beberapa faktor dalam pembilang formula tax ratio. Misalnya, pajak yang diterima di daerah, royalti, maupun sumber daya alam bagi hasil. Negara – negara yang tergabung dalam OECD juga menerapkan formula yang lebih relevan yang menambahkan pajak – pajak daerah dalam perhitungan tax ratio. Dalam penelitian Kenny dan Winer (2006) menyebutkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan dan atas dorongan dan kompetisi dari berbagai aspek, pemerintah negara berkembang dituntut untuk dapat menyesuaikan sistem dan struktur pajak agar dapat meningkatkan pajak dengan memperkecil resiko kehilangan dukungan politik hingga seminimal mungkin. Tak sedikit tantangan yang dihadapi negara – negara berkembang ini. Apalagi adanya negara – negara surga pajak yang pastinya akan memberi jalan mulus bagi para pelaku usaha untuk dapat menghindari pajak yang akan mengakibatkan penerimaan pajak suatu negara akan berkurang. Menurut Dharmapala dan James (2006), kurang lebih 15% negara – negara di dunia adalah negara tax havens atau negara surga pajak. Negara – negara ini cenderung kecil dan makmur.

Menurut Chenery (Wibowo: 2013), sejalan dengan peningkatan teknologi, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri. Gambaran kondisi struktur ekonomi suatu negara dapat dilihat melalui kontribusi setiap sektor ekonomi terhadap pembentukan GDP. Struktur ekonomi negara – negara dunia biasanya dilihat dari kontribusi sektor industri untuk negara maju dan sektor agraris untuk negara berkembang (Pasaribu: 2012).

Jumlah pendapatan suatu negara dapat diukur dengan beberapa formula, salah satu yang banyak digunakan adalah GDP. Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara selama satu tahun. Menurut Mankiw (Desnim: 2013) GDP adalah salah satu indikator analisis makro pengukuran dalam perekonomian suatu negara. GDP digunakan untuk mengukur aliran pendapatan dan pengeluaran dalam perekonomian suatu negara selama periode tertentu. Indikator pertumbuhan ekonomi misalnya proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat.GDP yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan Ekonomi adalah GDP berdasarkan harga konstan sehingga menghasilkan angka pertumbuhan riil karena adanya pertambahan produksi. Sehingga tingkat kenaikan GDP dapat menyebabkan perubahan rasio pendapatan negara karena seperti yang kita ketahui, GDP merupakan pembilang dari perhitungan rasio perpajakan.

Tax ratio Indonesia bisa dikatakan berada di jajaran bawah. Hal ini bukan capaian yang bisa dibanggakan. Bahkan dibandingkan dengan negara – negara ASEAN yang lain, tax ratio Indonesia juga tergolong rendah. Bahkan lebih rendah dari Filipina yang keadaan perekonomiannya tak lebih baik dari Indonesia. Dirjen Pajak Fuad Rahmany dalam Rapat Koordinasi Tim Harmonisasi Ketentuan Perpajakan, di Ruang Madya Lantai 5, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta 16 Oktober 2012, menyebutkan bahwa tax ratio Indonesia yang kecil merupakan kesalahan dalam penggunaan formula perhitungan ratio. Apabila menggunakan formula yang benar, ratio pajak Indonesia bahkan bisa mencapai 30% bahkan 40% lebih tinggi daripada yang dipublikasikan. Misalnya pada tahun 2012, ratio pajak Indonesia masih di bawah angka 12%, padahal jika dihitung dengan formula yang benar ratio pajak Indonesia mencapai 15,4%.

Dengan self assessment system sebagai sistem pemungutan pajak, masyarakat menuntut suatu jaminan bahwa dana – dana pajak yang mereka bayarkan akan benar – benar masuk ke kas negara dan benar – benar digunakan untuk belanja negara dan pembangunan. Namun dengan adanya pejabat – pejabat negara yang tertangkap sebagai pelaku maupun berperan dalam korupsi, pencucian uang, maupun kejahatan sejenis, masyarakat tentu akan enggan untuk melaporkan pajaknya sesuai dengan kenyataan. Banyaknya kasus penyelewengan dana negara membuat masyarakat berpikir bahwa pajak bukan hal yang patut mereka sumbangkan bagi pemerintahan selama tingkat korupsi masih tinggi.

Korupsi tidak hanya menurunkan nilai rasio pajak, tapi juga menyebabkan kerugian jangka panjang di bidang perekonomian dengan menurunkan nilai investasi, meningkatkan ukuran ekonomi informal, menimpangkan struktur pajak dan mengikis moralitas pembayar pajak. Semua ini kemudian akan mengurangi potensi pendapatan ekonomi jangka panjang (Nawas: 2010).

Dapat dilihat bahwa semua faktor – faktor tersebut terlihat berkaitan satu sama lain dan berpengaruh terhadap tax ratio pada suatu negara. Sehingga penulis merasa penting untuk mengetahui apakah struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan index persepsi korupsi yang diduga memiliki hubungan terhadap pendapatan pajak negara mempunyai pengaruh yang sama terhadap negara – negara yang memiliki sistem perekonomian yang berbeda. Maka dari itu penulis mengambil judul, “PENGARUH STRUKTUR EKONOMI, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT INFLASI DAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI (IPK)TERHADAP RASIO PAJAK PADA NEGARA – NEGARA ASEAN”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Apakah struktur ekonomi berpengaruh terhadap Rasio pajak negara – negara ASEAN ?

  2. Apakah pertumbuhan ekonomi negara berpengaruh terhadap Rasio pajak negara – negara ASEAN ?

  3. Apakah tingkat inflasi berpengaruh terhadap Rasio pajak negara – negara ASEAN ?

  4. Apakah index persepsi korupsi berpengaruh terhadap Rasio pajaknegara – negara ASEAN ?

  5. Manakah dari faktor tersebut yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap rasio pajaknegara – negara ASEAN?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk :

  1. Mengetahui pengaruh struktur ekonomi terhadap Rasio pajak negara – negara ASEAN.

  2. Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap Rasio pajak negara – negara ASEAN.

  3. Mengetahui pengaruh tingkat inflasi terhadap Rasio pajak negara – negara ASEAN.

  4. Mengetahui pengaruh index persepsi korupsi berpengaruh terhadap Rasio pajak negara – negara ASEAN.

  5. Mengetahui faktor yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap rasio pajak negara – negara ASEAN.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan akan membawa manfaat sebagai berikut:

  1. Memberi sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait pemungutan pajak dan segala hal yang berkaitan dengan perpajakan guna peningkatan self awareness akan pentingnya pajak dan voluntary compliance pada masyarakat.

  2. Sebagai salah satu sumber referensi bagi keperluan keilmuan serta penelitian ilmiah dalam masalah yang sama atau terkait di masa yang akan datang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Tax Ratio (Rasio Pajak)

Rasio pajak adalah rasio dari pajak yang dipungut dibagi dengan produk domestik bruto (GDP). Beberapa negara menaikkan rasio pajak terhadap GDP hingga beberapa persen untuk menutup kekurangan di anggaran penerimaan negara.Rasio ini adalah total pendapatan pajak negara dibagi GDP negara. Saat pertumbuhan penerimaan pajak lebih rendah dibandingkan pertumbuhan GDP suatu negara, maka rasio pajak akan menurun. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak pribadi dan badan biasanya memiliki proporsi paling besar dalam pendapatan pajak negara, terutama di negara – negara berkembang.

Rasio pajak atau lengkapnya rasio pajak terhadap GDP suatu negara dihitung berdasarkan namanya, yaitu perbandingan antara penerimaan riil atas pendapatan pajak (tax revenue) terhadap GDP, rasio ini sering digunakan untuk penentuan keberhasilan penerapan sistem pajak di suatu negara. Rasio tersebut dipergunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran pajak oleh masyarakat dalam suatu negara. Dari definisi tersebut nampaklah bahwa tax ratio dapat digunakan untuk mengetahui kira – kira besarnya porsi pajak dalam perekonomian negara. Dengan demikian tax ratio bisa digunakan untuk melihat besarnya beban yang ditanggung masyarakat atas beban pajak (tax burden). Berdasarkan sifatnya yang berprinsip bahwa orang yang berpenghasilan lebih membayar pajak yang lebih banyak, maka tax burden sebenarnya terkait dengan ability to pay. Tax burden terkait pula dengan keadilan. Keadilan atau equity terdiri dari 2 macam, yaitu horizontal equity dan vertical equity.

Dalam horizontal equity, perlakuan serupa diberikan kepada orang yang memiliki posisi yang sama, sedangkan pada vertical equity, pengenaan pajak yang berbeda diberikan kepada mereka yang mempunyai kondisi yang berbeda, misalnya perbedaaan penghasilan. Tax ratio menunjukkan peningkatan GDP sebesar satu rupiah akan mengakibatkan peningkatan penerimaan pajak sebesar sekian rupiah. Sederhananya, tax ratio adalah perbandingan antara penerimaan pajak dengan GDP. Definisi Tax Ratio yang demikian merupakan definisi yang dipakai setiap negara anggota OECD (Organization of Economic Cooperation and Development).

Melihat konsep-konsep tersebut, sebenarnya tax ratio bisa dilihat dari dua sisi. Di satu sisi, tax ratio digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah dalam pengumpulan pajak. Semakin besar tax ratio suatu negara, artinya penerimaan pajak negara tersebut juga semakin tinggi. Penerimaan pajak yang besar akan memungkinan suatu negara menyelenggarakan manajemen pemerintahan dengan lebih leluasa. Karena terkait erat dengan penerimaan inilah maka pembahasan tax ratio antara pemerintah dan parlemen biasanya berlangsung alot. Dalam hal ini bahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghimbau supaya semua pihak dalam menghitung tax ratio menggunakan formula yang dianut oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Di sisi lain, sebagai ukuran beban pajak bisa diketahui dengan tax ratio. GDP suatu negara dilihat sebagai keseluruhan nilai pasar barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu periode, selain itu GDP bisa pula dilihat sebagai total penghasilan semua orang di dalam suatu perekonomian. Jadi jika tax ratio didefinisikan sebagai perbandingan total pajak terhadap produk domestik bruto (Gross domestic Product/GDP) maka semakin tinggi tax ratio, semakin besar pula penghasilan masyarakat yang masuk ke dalam penerimaan pajak (ceteris paribus). Beban pajak semakin tinggi diakibatkan oleh peningkatan penerimaan pajak yang tidak diiringi dengan peningkatan penghasilan masyarakat. Bahkan bisa jadi tax ratio yang terlalu tinggi bisa menyebabkan pengenaan pajak tidak sesuai dengan prinsip ability to pay.

Membebankan pajak kepada masyarakat tidaklah mudah. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun pembangunan tidak akan berjalan lancar apabila pajak terlalu rendah karena dana kurang. Pemungutan pajak harus memenuhi bebarapa persyaratan agar tidak menimbulkan berbagai masalah, antara lain:

  1. Pemungutan pajak harus adil

Pajak seperti halnya produk hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam pemungutan pajak. Adil yang dimaksud disini adalah adil dalam perundang – undangan serta adil pula dalam pelaksanaannya.

Contohnya:

  1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak

  2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak

  3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran

  1. Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:

  1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya

  2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum

  3. Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak

  1. Pungutan pajak tidak menggangu perekonomian

Kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan maupun jasa harus disahakan tidak boleh terganggu oleh proses pemungutan pajak. Terutama untuk masyarakat kecil dan menengah, pemungutan pajak juga tidak boleh sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak.

  1. Pemungutan pajak harus efisien

Pemungutan pajak harus memperhitungkan biaya – biaya yang dikeluarkan dalam rangka pembayaran pajak. Jangan sampai biaya pengurusan justru lebih tinggi dari pada pajak yang dibayarkan itu sendiri. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

  1. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Masyarakat akan lebih mudah dan lebih memilih sistem pemungutan pajak yang sederhana untuk menghitung beban pajak yang ditanggung sehingga akan menimbulkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Namun bila sistem pemungutan pajak rumit, maka masyarakat akan enggan dalam membayar pajak.

Dan secara struktural menurut tarif pajak dibagi dalam empat jenis yaitu :

  1. Tarif proporsional (a proportional tax rate structure) yaitu tarif pajak yang meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak, presentasenya selalu tetap.

  2. Tarif regresif / tetap (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak yang selalu menyesuaikan peraturan yang telah ditetapkan oleh regulator.

  3. Tarif progresif (a progresive tax rate structure) yaitu sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak, tarif pajak akan semakin naik pula.

  4. Tarif degresif ( a degresive tax rate structure) yaitu kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.

2. Economic Structure (Struktur Ekonomi)

Negara – negara di dunia pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 3, kategori yaitu: negara terbelakang, negara sedang berkembang dan negara maju. Untuk mengetahui suatu negara masuk kategori negara termasuk sebagai kategori negara berkembang atau negara maju secara pasti tidaklah mudah, sebab dibutuhkan banyak syarat atau indikator yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh suatu negara. Oleh karena itu suatu negara kaya belum tentu menjadi negara maju, karena ada beberapa syarat yang tidak dapat dipenuhi. Seperti kemajuan di bidang ekonomi, teknologi dan kondisi sosial politik.

Struktur ekonomi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan komposisi suatu perekonomian yang terbagi dari sektor – sektor ekonomi. Ciri khas perekonomian dari suatu negara dapat dilihat dari sektor yang paling diandalkan atau bisa dibilang sektor yang memiliki kontribusi terbesar dari perekonomian negara tersebut.

Dua macam struktur ekonomi :

    1. Struktur agraris / agrikultural

Struktur ekonomi didominasi oleh sektor pertanian. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar penduduknya. Negara yang termasuk dalam negara agrikultural pada umumnya adalah negara – negara berkembang (developing countries). Sedangkan negara belum berkembang (under developing countries) dikategorikan sebagai negara agrikultural tradisional karena biasanya pertaniannya masih sangat tradisional.

    1. Struktur industri

Sektor industri adalah sektor paling dominan dari perekonomian. Yang termasuk dalam kategori negara struktur industri adalah negara – negara maju.

3. Economic Growth (Pertumbuhan Ekonomi)

Pertumbuhan ekonomi adalah sebuah peningkatan kapasitas atas produksi barang dan jasa dari satu periode dibandingkan periode berikutnya. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur secara nominal, yang meliputi inflasi, atau secara riil, yang menyesuaikan dengan inflasi. Untuk membandingkan pertumbuhan ekonomi satu negara dengan negara yang lain, GDP atau GNP per kapita harus digunakan mengingat adanya perbedaan populasi penduduk antar negara.

Biasanya pertumbuhan ekonomi diukur dengan memperhitungkan GDP negara, namun karena adanya inflasi, para ekonom dan analis sering memilih untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dengan perubahan presentase tahunan GDP riil dan perubahan presentase tahunan GDP per kapita. Pertumbuhan GDP riil mengukur sebarapa cepat ekonomi berkembang, sedangkan pertumbuhan GDP per kapita mengukur daya beli masyarakat atas barang dan jasa di suatu negara. Dengan begini efek dari inflasi dihapuskan dari perhitungan pertumbuhan ekonomi.

Dapat juga dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses berkesinambungan dimana suatu negara mengalami perubahan ke keadaan yang lebih baik. Diartikan juga kenaikan pendapatan nasional sebagai perwujudan proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian. Keberhasilan pembangunan ekonomipun dapat mengindikasikan adanya suatu pertumbuhan ekonomi.

Dari beberapa pengertian tersebut, jelaslah pertumbuhan ekonomi seperti namanya adalah keadaan bertumbuhnya keadaan perekonomian suatu negara yang diukur dari perbandingan satu periode ke periode berikutnya secara berkesinambungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah:

  1. Faktor Sumber Daya Manusia

Seperti halnya dengan proses pembangunan, SDM juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting, seberapa cepat proses pembangunan tergantung sejauh mana sumber daya manusianya melaksanakan proses pembangunan dengan membangun infrastruktur di daerah-daerah dengan kompetensi yang memadai.

  1. Faktor Sumber Daya Alam

Sumber daya alam adalah tumpuan utama sebagian besar negara berkembang dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia, proses pembangunan tidak akan mengalami keberhasilan. Sumber daya alam yang dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.

  1. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Salah satu faktor pendorong percepatan proses pembangunan adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Penggantian pola kerja dengan mesin – mesin canggih yang semula menggunakan tangan manusia berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan. Pada akhirnya hal ini juga berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.

  1. Faktor Budaya

Faktor lain yang berdampak terhadap pembangunan ekonomi adalah faktor budaya. Namun faktor ini tidak hanya dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya dapat menjadi pendorong pembangunan. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.

  1. Sumber Daya Modal

Faktor yang tidak kalah penting yang dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK adalah sumber daya modal. Barang-barang modal sebagai sumber daya modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

4. Inflasi

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara terus-menerus (continue) dan berlaku secara umum berkaitan dengan mekanisme pasar. Mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, adanya ketidaklancaran distribusi barang yang termasuk dalam desakan produksi dan/atau distribusi atau bisa juga kurangnya produksi, konsumsi masyarakat yang meningkat yang menyebabkan tarikan permintaan, atau juga berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi.

Desakan produksi atau distribusi dipengaruhi dari peran negara yang dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan / pungutan / insentif / disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dan lain – lain sebagai kebijakan eksekutor. Sedangkan untuk tarikan permintaan peran negara dalam kebijakan moneter dalam hal ini adalah Bank Sentral lebih mempengaruhi terjadinya inflasi.

Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan meningkatnya harga yang disebabkan oleh peningkatan persediaan uang. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah GDP Deflator dan CPI (Consumer Price Index) atau IHK (Indeks Harga Konsumen), dengan adanya perubahan IHK dari waktu ke waktu akan terlihat perubahan harga – harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarkat.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun dapat dikatakan terjadi inflasi ringan, antara 10%-30% setahun berarti inflasi sedang, antara 30%-100% setahun termasuk inflasi berat dan inflasi tak terkendali atau hiperinflasi terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Menurut situs resmi Bank Indonesia menjelaskan inflasi adalah harga-harga secara umum yang meningkat secara terus menerus. Tidak dapat disebut inflasi apabila kenaikan hanya terjadi pada harga dari satu atau dua barang saja, kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Dan yang kedua inflasi yang berasal dari luar negeri yaitu inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.

Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. inflasi disebut inflasi tertutup (Closed Inflation) jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu. Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan inflasi tidak terkendali atau Hiperinflasi terjadi apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot.

4. Korupsi

Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak

Menurut KPK (2009), korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 (tigabelas) pasal Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Menurut pasal – pasal tersebut telah dirumuskan korupsi kedalam 30 (tigapuluh) bentuk atau jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Berapa lama pidana penjara bergantung dari tuduhan/tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan pertimbangan majelis hakim.

Fjeldstad dan Tungodden (2011) menyebutkan bahwa ada kesepakatan di kalangan peneliti bahwa korupsi memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Studi di negara berkembang menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari pajak yang harus dikumpulkan tidak bisa dilacak oleh bendahara pemerintah karena korupsi dan penggelapan pajak. Ahli lain telah menunjukkan bahwa kehadiran korupsi mengurangi pendapatan pajak dalam jangka panjang

Sementara itu Tanzi dan Davoodi (2000) menyatakan mengingat tingkat korupsi yang lebih tinggi di negara – negara berkembang, korupsi memiliki dampak yang lebih besar pada pajak langsung di negara – negara berkembang. Hal ini juga sejalan dengan tingginya tingkat penggelapan pajak di negara – negara berkembang. Mereka membuat hipotesis bahwa penurunan 4 poin korupsi dapat meningkatkan pajak langsung di negara – negara berkembang, secara keseluruhan, sebesar 7,2 persen dari GDP.

B. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu mengenai pengaruh struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan indeks persepsi korupsi terhadap rasio pajak, beberapa diantaranya seperti yang disebutkan dalam tabel di bawah ini :

Tabel II.1

Penelitian terdahulu

No

JudulPenelitian

Metodologi Penelitian

Hasil / Kesimpulan

1.

Pengaruh Pendapatan Per Kapita, Economic Growth Rate, Economic Structure, Dan Tax Rate Terhadap Tax Ratio Pada Negara – Negara Oecd Dan Indonesia

(Danny Wibowo: 2013)

Analisa Regresi Linier Berganda

Uji Normalitas

Uji Multikolinieritas

Uji Heterokedasisitas

Uji t

Uji F

Berdasarkan uji parsial atau uji t, ditunjukkan bahwa dari keempat variable bebas tersebut hanya economic structure yang berpengaruh secara signifikan terhadap tax ratio.

2.

Tax Policy For Emerging Markets : Developing Countries

(Vito Tanzi & Howel H. Zee: 2000)

Deskriptif

Those among developing countries which, will face particularly significant challenges. These countries will probably need a higher tax level, because of the need to pursue a government role closer to that of the industrial countries that have twice the tax burden.

3.

Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi Dan Inflasi Di Indonesia

(Engla Desnim Silvia, Yunia Wardi, Hasdi Aimon: 2013)

Uji Stasioner

Uji kointegrasi

Uji Kasualitas Granger

Uji Identifikasi

Reduce Form

  1. Konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, net export dan inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

  2. Pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap investasi di Indonesia.

  3. Pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar dan suku bunga berpengaruh terhada pinflasi di Indonesia.

4.

Which Countries Become Tax Havens?

(Dhammika Dharmapala & James R. Hines Jr.: 2006)

Deskriptif

  1. Tax havens are small countries, they are affluent countries, and they have high-quality governance institutions

  2. poorly governed countries virtually never appear as tax havens, poorly run governments do not

  3. even attempt to become tax havens

  4. the inability to tailor tax policies to maximum

  5. national advantage simply adds to the many woeful costs of poor governance

5.

Corruption, Growth and Public Finance

(Vito Tanzi & Hamid R. Davoodi: 2000)

Deskriptif

      1. There is a positive significant association between the allocation of talent to unproductive activities and corruption.

      2. Corruption has a negative direct and indirect impact on growth

      3. The presence the higher corruption in developing countries may part explain the predominant share of indirect taxes in total tax revenues

C. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2013) dengan beberapa perbedaan. Penelitian ini menggunakan kontribusi sektor industri (% GDP) sebagai besaran struktur ekonomi. Meskipun sebagian besar negara – negara ASEAN termasuk negara berkembang, namun sumbangan sektor industri menjadi sektor yang diandalkan. Variabel indeks persepsi korupsi (corruption perception index (CPI)) atau di beberapa survey menggunakan istilah kebebasan dari korupsi (Freedom from Corruption) atau kontrol atas korupsi (control of corruption), data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari survey suatu organisasi internasional yang kegiatannya bertujuan untuk memerangi korupsi yaitu Transparency International.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan variabel – variabel yang saling berkaitan dan dikaji melalui skema sebagai berikut :

Gambar II.1

Kerangka Pemikiran

Keterangan Kerangka Pemikiran :

    1. Independent Variabel, adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain, dalam penelitian ini adalah : Struktur Ekonomi, Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi.

    2. Dependent Variabel, adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, dalam hal ini adalah rasio pajak (tax ratio).

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat dijelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi rasio pajak diantaranya adalah Struktur Ekonomi, Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi.

D. Hipotesis

Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007), hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris. Menurut penelitian yang dilakukan Danny Wibowo (2013), variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap rasio pajak adalah struktur ekonomi. Namun penelitian ini hanya dilakukan dengan menggunakan data – data GDP, pendapatan per kapita, dan tarif pajak negara Indonesia. Variabel struktur ekonomi juga menggunakan sektor industri sedangkan pada penelitian ini menggunaka sektor agrikultural. Agar penelitian ini lebih terarah berdasarkan variabel – varabel dan sampel yang diambil, maka penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Struktur Ekonomi diduga mempunyai pengaruh terhadap rasio pajak negara – negara ASEAN.

H2 : Tingkat Pertumbuhan Ekonomi diduga mempunyai pengaruh terhadap rasio pajak negara – negara ASEAN.

H3 : Tingkat Inflasi diduga mempunyai pengaruh terhadap rasio pajak negara – negara ASEAN.

H4 : Indeks Persepsi Korupsi (IPK) diduga mempunyai pengaruh terhadap rasio pajak negara – negara ASEAN.

H5 : IPK diduga mempunyai pengaruh paling dominan terhadap rasio pajak negara –negara ASEAN.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan data – data GDP, inflasi, pendapatan pajak dan struktur ekonomi negara – negara ASEAN sebagai objek penelitian.

B. Jenis & Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan mengambil data time series dari tahun 2003 - 2012. Sumber data yang dipergunakan adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang dipergunakan bersumber dari :

      1. Website World Bank (http://data.worldbank.org/) untuk memperoleh data GDP, inflasi, pendapatan pajak (%GDP) dan data – data struktur ekonomi negara – negara ASEAN.

      2. Website IMF (International Money Funds) ( dan website ASEAN (http://www.asean.org/) untuk melengkapi data yang didapat dari website World Bank.

      3. Website peringkat – peringkat negara – negara dunia (http://www.heritage.com/) untuk memperoleh tingkat kontrol negara – negara ASEAN dari korupsi.

Untuk memperkuat data yang penulis dapat dari http://www.heritage.com/, penulis juga mengambil data dari http://www.transparency.org/, website organisasi internasional yang didirikan untuk memerangi korupsi.

      1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

          1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang merupakan kuantitas dan karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah data atas besarnya rasio pajak, struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara – negara ASEAN.

        1. Sample dan Teknik Sampling

Sampelnya merupakan sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diduga dan dianggap bisa mewakili seluruh populasi. Dalam hal ini sampel yang diambil adalah data atas besarnya tingkat rasio pajak, struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara – negara ASEAN dengan time series tahun 2003 – 2012.

Teknik sampling menggunakan Purposive sampling atau judgmental sampling. Penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan sample yang dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini, penulis menetapkan kriteria sebagai berikut:

        1. Sampel merupakan data penerimaan pajak, GDP, struktur ekonomi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara – negara ASEAN.

        2. Sampel merupakan penerimaan pajak, GDP, struktur ekonomi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari negara – negara ASEAN yang mempublikasikan datanya dari tahun 2003 – 2012.

      1. Operasional Dan Pengukuran Variabel

        1. Rasio Pajak (Tax Ratio)

Tax Ratio adalah dependent variable yang digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu negara dalam pemungutan pajaknya. Angka ini diperoleh dari hasil pembagian antara pendapatan pajak negara terhadap GDP.

Tax Ratio

=

Tax Revenue


GDP

        1. Struktur Ekonomi (Economic Structure)

Economic Structure adalah independent variable, yaitu kontribusi sektor – sektor ekonomi suatu negara terhadap pembentukan GDP. Dalam penelitian ini menggunakan nilai presentase kontribusi sektor industri dari total GDP tiap – tiap negara ASEAN. Penggunaan nilai kontribusi sektor industri sebagai nilai struktur ekonomi disebabkan karena sebagian besar negara – negara ASEAN, kontribusi sektor industrilah yang paling besar. Meskipun negara – negara ASEAN termasuk negara berkembang, tidak banyak kontribusi sektor agrikultural terhadap GDP negara.

        1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth Rate)

Economic Growth Rate adalah independent variable, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu negara yang diperoleh dari besarnya GDP tahun ini dikurangi GDP tahun yang lalu kemudian dibagi GDP tahun lalu dikali 100%.

Economic Growth Rate

=

GDP tahun ini – GDP tahun lalu

x

100%

GDP tahun lalu

        1. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah independent variable, yaitu kenaikan harga barang dan jasa secara umum dimana barang dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau turunnya daya jual mata uang suatu negara.

Rumus yang digunakan untuk menghitung inflasi adalah sebagai berikut :

Inflasi

=

IHKt – IHKt-1

x

100%

IHKt-1

Sedangkan rumus untuk menghitung IHK sendiri adalah :

IHKn

=


dimana :

IHKn = Indeks periode ke – n

Pni = Harga jenis barang i, periode ke – (n)

P(n-1)i = Harga jenis barang i, periode ke – (n-1)

P(n-1)i.Q0i = Nilai konsumsi jenis barang i, periode ke – (n-1)

P0i.Q0i = Nilai konsumsi jenis barang i, pada tahun dasar

K = Jumlah jenis barang paket komoditas.

Dapat juga disederhanakan menjadi :

IHK

=

(Pit.Qio)

x

100%

(Pio.Qio)

Dimana :

Pit = harga barang i pada periode t

Qit = bobot barang i pada periode t

Pio = harga barang i pada periode dasar o

Qio = bobot barang i pada periode dasar o

        1. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) / Corruption perception index (CPI)

Corruption perception index (CPI) adalah independent variable, yaitu tingkat kebebasan suatu negara dari korupsi. Dalam penelitian ini menggunakan nilai – nilai yang diupdate oleh organisasi Transparency International

E. Uji Analisis Data

  1. Statistik deskriptif

Penggunaan metode statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi hasil pengolahan data. Analisis ini mendeskripsikan data sampel yang telah terkumpul dan diolah tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum. Analisis statistik deskriptif yang digunakan terdiri atas :

          1. Mean (Nilai Rata – Rata)

Digunakan untuk mengetahui nilai rata – rata dari data yang diamati. Meskipun mean sering digunakan untuk mengetahui nilai kecenderungan dari suatu pengamatan, tetapi mean memiliki kelemahan yaitu rentan terhadap gangguan dari data outliers.

          1. Maximum (Nilai Tertinggi)

Digunakan untuk mengetahui nilai tertinggi dari data yang diamati.

          1. Minimum (Nilai Terendah)

Digunakan untuk mengetahui nilai terendah dari data yang diamati.

          1. Standar Deviasi

Digunakan untuk mengetahui variabilitas dari penyimpangan terhadap nilai rata –rata.

  1. Uji Asumsi Klasik

        1. Uji normalitas

Pengujian normalitas data penelitian untuk menguji apakah dalam model statistik variabel – variabel penelitian berdistribusi normal atau tidak normal. Model regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian ini menggunakan program SPSS versi 20,0. Uji Normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov – Smirnov lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 atau 5%. Uji normalitas dapat juga dilihat dengan memperhatikan penyebaran data (titik) pada normal p plot regression standarred residual yaitu :

  1. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

  2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

  1. Uji heteroskedastisitas

Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika varian berbeda disebut heterokedastisitas. Metode yang digunakan untuk menguji adanya gejala heteroskedastisitas adalah dengan metode uji Glejser.

  1. Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang berarti antara masing – masing variabel independen dalam model regresi. Metode untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat pada tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Kriteria pengujian jika nilai tolerance variabel independen > 0,10 dan nilai VIF < 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas, sebaliknya jika nilai tolerance variabel independen < 0,10 dan nilai VIF > 10, dikatakan terjadi multikolinearitas.

  1. Uji autokorelasi

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengguna pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin – Watson(DW), dimana hasil pengujian ditentukan berdasarkan nilai Durbin – Watson (DW). Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan menggunakan Durbin – Watson adalah sebagai berikut :

  1. Angka DW < -2 berarti ada autokorelasi positif

  2. Angka DW antara -2 sampai 2 artinya ada autokorelasi

  3. Angka DW > 2 artinya autokorelasi negatif

Jika d < du atau (4-d) < du, Ho ditolak pada tingkat 2 sehingga secara statistik terlihat bahwa adanya autokorelasi baik positif maupun negatif secara signifikan.

  1. Analisis regresi berganda

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Untuk menyatakan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen maka kita gunakan analisis linier berganda dengan rumus :

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ei

Dimana :

Y = rasio pajak

β0 = konstanta

β1…β2 = koefisien regresi untuk variabel independen

X1 = struktur ekonomi

X2 = tingkat pertumbuhan ekonomi

X3 = tingkat inflasi

X4 = Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

ie = Error Term

E. Pengujian hipotesis

Pengujian hipotesa dengan menggunakan uji t dan uji F untuk membuktikan apakah hipotesa yang digunakan diterima atau ditolak.

  1. Uji t

Uji t ini digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara parsial dari variabel independen (struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK)) terhadap rasio pajak. Langkah – langkah pengujian :

        1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif

Ho : β = 0, artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen (struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK)) terhadap variabel dependen (rasio pajak)

Ha : β≠0, artinya ada pengaruh antara variabel independen (struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK)) terhadap variabel dependen (rasio pajak)

        1. Menentukan level of significance (α ) = 0,05

        2. Kriteria pengujian

Ho diterima apabila –ttabel≤ thitung ≤ ttabel

Ho ditolak apabila thitung> ttabel atau –thitung< –ttabel

        1. M enghitung nilai t

Ket : t = hasil dari persamaan hipotesis

bi = nilai koefisien variabel

Sb = Standar error hipotesis

        1. Keputusan

Setelah hasil perhitungan didapatkan, kemudian dibandingkan dengan hasil yang diperoleh, maka Ho ditolak atau diterima.

  1. Uji F

Uji f digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Langkah – langkahnya sebagai berikut :

        1. Menentukan formulasi hipotesis nihil dan hipotesis alternatif

Ho : b1=b2=b3=0, Berarti tidak terdapat pengaruh secara serentak antara variabel X1, X2, X3 dan X4 terhadap variabel Y