Makalah Pengembangan Profesi Guru MBS.do (1)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis tidak membawa kemajuan
yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Dalam kasus-kasus
tertentu, manajemen sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas
pada satuan pendidikan dan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi
terjadinya stagnasi dibidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru
dibidang pendidikan.
Seiring bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan
reorientasi paradigma pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan
pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikelurkanya kebijakan
mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis
sekolah (MBS). MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari
yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS maka akan
muncul kemandirian sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian MBS?
2. Bagaimana sejarah munculnya MBS?
3. Mengapa MBS itu penting?
4. Bagaimana dampak dan keuntungan penerapan MBS?

5. Apa keuntungan penerapan MBS?
6. Apa tujuan MBS?
7. Apa manfaat penerapan MBS?
8. Apa saja faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penerapan MBS?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian MBS
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya MBS
3. Untuk mengetahui pentingnya penerapan MBS
4. Untuk mengetahui dampak dan keuntungan penerapan MBS
5. Untuk mengetahui keuntungan penerapan MBS
6. Untuk mengetahui tujuan penerapan MBS
7. Untuk mengetahui manfaat penerapan MBS
8. Untuk mengetahui faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penerapan MBS

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian manajemen berbasis sekolah


2

Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan padanan kata dari school
based management (SBM). Dalam hal ini Bank dunia (the world bank) telah
memberikan pengertian bahwa “MBS adalah desentralisasi level otoriter
penyelenggaraan sekolah kepada level sekolah. Tanggung jawab dan pengambilan
keputusan terhadap pelaksanaan atau penyelenggaraan sekolah telah diserahkan
kepada kepala sekolah, guru-guru, para orangtua siswa, kadang-kadang peserta didik
atau siswa, dan anggota komunitas sekolah lainnya”. Dalam kesempatan lain bank
dunia dalam kalimat yang sedikit berbeda, tetapi hakikatnya sama,”manajemen
berbasis sekolah adalah satu strategi untuk meningkatkan sekolah dengan
menyerahkan otoritas pengambilan keputusan secara signifikan dari negara dan
kabupaten kepada satuan pendidikan sekolah secara individual. MBS menyediakan
para kepala sekolah, guru-guru, para siswa, dan para orangtua siswa, untuk
melakukan pengawasan secara lebih besar terhadap proses pendidikan dengan
memberikan tanggung jawab untuk pengambilan tentang anggaran, personel, dan
kurikulum”.1
Wohlsteeter, Priscilla & Mohrman (1996) menyatakan bahwa MBS berarti pendekatan
politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan
dan kekuasaan kepada partisipan sekolah di tingkat lokal guna memajukan

sekolahnya. Partisipan lokal itu terdiri atas: kepala sekolah, guru, konselor,
pengembang kurikulum, administrator, orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan
siswa. Sedangkan Myers dan Stonehill (1993) mengemukakan bahwa MBS
merupakan strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan mentansfer otoritas
pengambilan keputusan secara signifikan dari pemerintah pusat dan daerah ke
sekolah-sekolah secara individual. Penerapan MBS memberikan kewenangan kepada
kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, dan msyarakat untuk memiliki kontrol yang
lebih besar dalam proses pendidikan dan memberikan mereka tanggung jawab untuk
mengambil keputusan tentang anggaran, personil, dan kurikulum. Keterlibatan
pemangku kepentingan (stakeholder) lokal dalam pengambilan keputusan akan dapat
meningkatkan lingkungan belajar yang efektif bagi siswa.2
Berdasarkan pengertian tersebut, penerapan MBS disatuan pendidikan sekolah
sesungguhnya terkait dengan bagaimana proses penentuan kebijakan sekolah harus
1Suparlan, Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori Sampai Dengan Praktek, (Jakarta: Ikrar
Mandiriabadi, 2013), hlm. 49
2 Mohammad Syaifuddin, Latar Belakang MBS, hlm. 4

3

ditetapkan oleh sekolah. Dengan konsep MBS, proses penentuan kebijakan harus

ditetapkan oleh semua pemangku kepentingan pendidikan di sekolah. Jika
sebelumnya kepala sekolah menentukan semua kebijakan sekolah sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam menentukan kebijakan sekolah, maka dengan MBS kepala
sekolah harus menerapkan kepemimpinan partisipatif, yaitu kepemimpian dengan
prinsip memberikan pelibatan secara luas kepada semua pemangku kepentingan yang
terkait dengan penyelenggaraan pendidikan disekolah secara demokratis. Otokrasi
(kekuasaan diri-sendiri) kepala sekolah harus berubah menjadi demokrasi (kekuasaan
rakyat) atau keterlibatan semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah. Akibatnya, keberhasilan atau kegagalan dari pelaksanaan
kebijakan tersebut nanti akan menjadi keberhasilan atau pun kegagalan bersama. 3
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang pada mulanya bersifat sentralistik,
membuat proses penyelenggaraan pendidikan di Indonesia tidak merata yang mana
sebagian besar SDM yang bekualitas dimiliki atau berada di wilayah perkotaan.
Ada sejumlah hal yang mendasari perubahan paradigma penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Pertama, sistem
penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara sentralistik menyebabkan
tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi. Padahal, kebijakan pusat itu
kerap terlalu umum dan kurang sesuai dengan situasi dan sekolah. Akibatnya, sekolah
pun menjadi kehilangan kemandirian, inisiatif, dan kreativitas yang pada akhirnya
berdampak pada kurangnya motivasi untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu

pendidikan dan tata layanan pendidikan di sekolah. Kedua, kebijakan
penyelenggaraan pendidikan terlalu berorientasi pada keluaran pendidikan (output)
dan masukan (input), sehingga kurang memperhatikan proses pendidikan itu sendiri.
Ketiga, peran serta masyarakat terutama orang tua peserta didik dalam
penyelenggaraan pendidikan masih kurang.4
Berdasarkan kelemahan-kelamahan tersebut di atas, perlu dilakukan
reorientasi penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik menuju desentralistik
melalui penerapan Manajemen Berbasis Sekolah untuk memperbaiki mutu pendidikan
3 Suparlan, Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori... hlm. 49
4 Mohammad Syaifuddin, Latar Belakang MBS, hlm. 6

4

di Indonesia secara merata dengan mengeluarkan peraturan perundangundangan yakni
undang-undang No.25 tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional
Tahun 2000-2004. Di dalam undang-undangtersebut, tertuang undang-undang nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional pasal 51 ayat 1 yang di dalamnya
pula termuat dengan jelas konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu,
“Pengeloaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkanstandar pelayanan minimal dengan prinsip

manajemen berbasis sekolah/madrasah”.5
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang
menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan
memadai bagi para peserta didik. Otomatis dalam menejemen merupakan potensi bagi
sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung
kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap pendidikan. Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi serta otonomi
dalam bidang pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung
consensus umum yang meyakini bahwa sedapat mungkin keputusan seharusnya
dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat,
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan yang terkena akibatakibat dari kebijakan tersebut.6
Ada beberapa tingkatan dalam pelaksanaan MBS disekolah, seperti
kewenangan hanya dari kepala sekolah kepada para guru saja. Tingkatan berikutnya,
penyerahan kewenangan manajemen telah diserahkan sampai kepada siswa dan
partisipasi orangtua melalui komite sekolah, bahkan juga kepada masyarakat.
Beberapa urusan yang telah diserahkan kepada semua pemangku kepentingan sekolah
antara lain:7
1. Penyusunan RAPBS menjadi APBS
2. Penyusunan rencana pengembangan sekolah (RPS)
3. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)

Sementara itu, urusan-urusan penyelenggaraan pendidikan, seperti
pengangkatan guru dan tenaga administrasi sekolah, penyampaian lapiran hasil belajar
5 Edi Setiawan, Implementasi MBS di SMK I Bantul, 2016
6 E. Mulyasa, Manajamen Berbasis Sekolah, (Bandung: Rosda Karya, 2013), hlm. 24
7 Suparlan, Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori... hlm. 50

5

siswa, masih lebih banyak diberikan kepada pihak kepala sekolah dan para pendidik
di sekolah.
B. Sejarah kelahiran MBS
Penerapan MBS di suatu negara pasti tidak terlepas dari perkembangan
pendidikan dan upaya-upaya perbaikan mutu pendidikan di negara tersebut. Sejak
tahun 60-an dan 70-an banyak sekali inovasi yang telah dilakukan. Misalnya,
pengenalan kurikulum baru untuk memperbaiki mutu pendidikan dan
pendekatanpendekatan baru (metode baru) dalam proses pembelajaran, tetapi hasilnya
kurang memuaskan. Baru ketika tahun 80-an, saat terjadi perkembangan manajemen
dalam dunia industri dan organisasi komersial mencapai sukses, orang mulai percaya
bahwa untuk memperbaiki mutu pendidikan, perlu ada lompatan dari tataran
pengajaran di dalam kelas ke tataran organisasi. Perubahan itu dilakukan di dalam

struktur dan gaya manajemen sekolah (Cheng, 1996).8
Negara Inggris, New Zealand, beberapa negara bagian di Australia, dan
Amerika serikat adalah negara yang pertama kali ditahun 1970-an telah menerapkan
kebijkan MBS dalam agenda pembangunan pendidikannya, pada tahun 1990-an,
kebijakan MBS kemudian diadopsi dinegara-negara Asia, termasuk wilayah
Hongkong (Cina), Sri langka, Koera, Nepal, dan dunia Arab. Penegmbangan dan
pelaksanaan MBS akhirnya juga sampai ke Indonesia melalui beberapa program dan
kegiatan, baik yang dibiayai oleh dana dari dalam negeri maupun luar negeri.
Misalnya, program Managing Basic Educatiion (MBE) dari USAids, program Whole
School Development (WSD) dan Whole District Developement (WDD) yang dibiayai
oleh Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP).9
Kelahiran MBS pada awalnya menggunakan beberapa nama yang berbedabeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah, manajemen mandiri sekolah atau manajemen
yang bermarkas disekolah. Yakni sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom
dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunaan 3M yaitu,
man, money, dan material. Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini
diberikan untuk peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, maka direktorat

8 Mohammad Syaifuddin, Latar Belakang MBS, hlm. 6
9 Suparlan, Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori.. hlm. 51


6

pembinaan SMP menanamkan MBS sebagai menejemen peningkatan mutu berbasis
sekolah (MPMBS).10
C. Mengapa MBS itu penting?
Pertama, MBS dapat meningkatan akuntabilitas kepada sekolah dan guru
terhadap peserta didik, orangtua siswa, dan masyarakat. Mekanisme akuntabilitas
yang semula masih harus menunggu adanya laporan tertulis (kalau ada) dari kepala
sekolah atau para guru, maka dengan penerapan MBS sejak awal apa yang harus
dilapirkan itu telah dapat diketahui secara lebih awal. Misalnya, sebelum MBS belum
banyak pemangku kepentingan yang mengetahui berapa besar anggaran yang tertuang
dudalam rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS). Namun, dengan
penerapan MBS, pada awal tahun pelajaran baru, semuanya telah mengetahui
RAPBS, yang memang harus dipajang dipapan pengumuman sekolah.11
Kedua, MBS memberikan keterbuakaan terhadap semua pemangku
kepentingan dalam memberikan saran dan masukan untuk penentuan kebijakankebijakan penting yang diperlukan oleh sekolah. Dengan demikian, aspirasi dari
semua pemangku kepentingan sangat dihargai untuk menjadi bagian penting dalam
penentuan kebijakan yang akan diambil oleh lembaga pendidikan sekolah.12

D. Dampak penerapan MBS

Pertama, penerapan MBS mempunyai kontribusi yang lebih baik dalam
menaikkan hasil belajar siswa. Kedua, penerapan MBS di Meksiko ternyata juga telah
meningkatkan peran serta sekolah-sekolah didaderah pedesaan dan bahkan disekolahsekolah yang para siswanya berasal dari suku asli. Ketiga, beberapa hasil evaluasi
terhadap penerapan MBS pada khususnya, dan penerapan desentralisasi pendidikan di

10 Suparlan, Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori... hlm. 52
11 Suparlan, Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori...hlm. 52
12 Suparlan, Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori ...hlm. 53

7

Amerika serikat telah dapat menurunkan angka putus sekolah (DO), meskipun secara
langsung tidak mempunyai dampk dalam kenaikan nilai hasil belajar.13
E. Keuntungan penerapan MBS
Menurut asosiasi administrator sekolah Amerika, asosiasi nasional kepala
sekolah SD , asosiasi nasional kepala sekolah SMP, dan sumber-sumber lainnya,
menyatakan bahwa MBS dapat:14
1.

Membuat para individu yang kompeten disekolah untuk membuat keputusan yang


2.

dapat meningkatkan pembelajaran
Memberikan hak bersuara kepada seluruh komunitas sekolah dalam pengambilan

3.
4.
5.

keputusan kunci
Menekankan akuntabilitas untuk pengambilan keputusan
Mendorong kreativitas yang lebih besar dalam perancangan program
Mengarahkan kembali sumber daya untuk mendudkung encapaian tujuan yang

6.

telah dikembangkan di masing-masing sekolah
Mendorong anggaran yang realistik agar orangtua siswa dan guru menjadi lebih
sadar tentang status keungan sekolah, keterbatasan pengeluaran, dan biaya-biaya

7.

yang diperlukan untuk pelaksanaan program-program, dan
Meningkatkan semnagat para guru dan para petugas lainnya pada semua level di
sekolah.

F. Tujuan MBS
Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan
tekhnologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan
landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan
berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro.15
MHS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan
respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dimasyarakat, bertujuan untuk
13 Suparlan, Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori.. hlm. 53
14 Suparlan, Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori.. hlm. 59
15 E. Mulyasa, Manajamen Berbasis... hlm. 25

8

meningkatkan efisiensi, antara lain; diperoleh melalui keleluasan mengelola sumber
daya partisipasi masyarakat dan penyederhadaan birokrasi. Sementara peningkatan
mutu dapat diperoleh, anatara lain melalui partisispasi orangtua terhadap sekolah,
fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan
kepala sekolah, berlakunya system intensif serta disinsetif. Peningkatan pemerataan
antara lain, diperoleh melalui peningkatan partisifasi masyarakat yang memungkinkan
pemerintah lebih berkonsentrasi kepada kelompok tertentu/ hal ini dimungkinkan
pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.16

G. Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai
seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung
jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan
kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga
dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dakm mengelola sumber daya dan
dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme
kepala sekolah dalam peranannya sebgai menejer maupun prmimpin sekolah. Dengan
diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum, guru didorong
untuk berinovasi, dengan melakukan eksperimentasi dilingkungan sekolahnya.
Dengan demikian, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan disekolah. Melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap
sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan
sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi peserta didik
dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi orangtua, misalnya, orangtua
dapat mengawasi langsung proses belajar anaknya.
MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada
sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orangtua, peserta didik,
dan masyarakat yang lebuh luas dalam perumusan keputusan tentang pendidikan.
Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap
sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan mendukung efektivitas
dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya control dari masyarakat dan monitoring
dari pemerintah, pengelolaan sekolah menjadi lebih akuntable, transparan, egaliter,
16 E. Mulyasa, Manajamen Berbasis... hlm. 25

9

dan demokratis, serta menghapuskan monopoli dalam pengelolaan pada berbagai
level untuk melakukan perannya sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab.17

H. Factor-faktor yang perlu diperhatikan
BPPN bekerja sama dengan bank dunia (1999) telah mengkaji beberapa factor
yang perlu diperhatikan sehubungan dengan manejemen berbasisi sekolah. Factorfaktor tersebut berkaitan dengan kewajiban sekolah, kebijakan dan prioritas
pemerintah, peranan orangtua dan masyarakat, peran profesionaisme dan manajerial
serta pengembangan profesi.18
a. Kewajiban sekolah 19
Manajemen berbasisi sekolah yang menawarkan keleluasaan pengelolaan
sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan
pengelola system pendidikan professional. Oleh karena itu, pelaksanaa perlu
disertai seperangkat kewajiban, serta monitoring dalam tuntutan
pertanggungjawaban (akuntabel), yang relative tinggi, untuk menjamin bahwa
sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan
kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Dengan
demikian, sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara
transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap
masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan
terhadap peserta didik.
b. Kebijakan dan prioritas pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak
merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang
berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy dan
numeracy), efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut,
sekolah tidak diperbolehkan untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan
dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis.
17 E. Mulyasa, Manajamen Berbasis... hlm. 25
18 E. Mulyasa, Manajamen Berbasis... hlm. 26
19 E. Mulyasa, Manajamen Berbasis... hlm. 26

10

Agar prioritas pemerintah dilaksanakan oleh sekolah dan semua aktivitas
sekolah ditunjukkan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik sehingga
dapa belajar dengan baik, pemerintah perlu merumuskan seperangkat pedoman
umum tentang pelaksanaan MBS. Pedoman-pedoman tersebut terutama
ditunjukkan untuk menjamin bahwa hasil pendidikan (student outcomes)
terevaluasi dengan baik, kebijakan-kebijakan pemerintah dilaksanakan secara
efektif, sekolah dioperasikan dalam rangka yang disetujui pemerintah, dan
anggaran dibelanjakan sesuai tujuan.
c. Peran orangtua dan masyarakat
MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk
membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif danmemberdayakan otoritas
daerah setempat, serta mngefisiensikan system dan menghilangkan birokrasi yang
tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan partisispasi masyarakat
dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam manajemen berbasis
sekolah. Melalui dewan sekolah (school council), orangtua dan masyarakat dapat
berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan. Dengan demikian, masyarakat
dapat lebih memahami seta mengawasi dan membantu sekolah dalam pengelolaan
termasuk kegiatan belajar-mengajar. Besarnya partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sekolah tersebut, mungkin dapat menimbulkan rancunya kepentingan
antara sekolah, orangtua, dan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah peril
merumuskan untuk berpartisipasi (pembagian tugas) setiap unsur secara jelas dan
tegas.
d. Peranan profesionaisme dan manajerial
Manajemen berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan tingkah laku
kepala sekolah, guru, tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah.
Pelaksanaan MBS berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat
professional dan manajerial. Untuk memenuhi persyaratan MBS, kepala sekolah,
guru dan tenaga administrasi harus memiliki kedua sifat tersebut, yaitu professional
dan manajerial. Mereka harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang peserta
didik dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa segala keputusan
penting yang dibuat oleh sekolah, didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
11

pendidikan. Kepala sekolah khususnya, perlu mempelajari dengan teliti, baik
kebijakan dan prioritas pemerintah maupun prioritas sekolah sendiri. Untuk
kepentingan tersebut, kepala sekolah harus:20
1) Memiliki kemampuan untuk berkolaorasi dengan guru dan masyarakat sekitar
sekolah;
2) Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tengtang teori pendidikan dan
pembelajaran;
3) Memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menganalisis situasi sekarang
berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian masa
depan berdasarkan situasi sekarang;
4) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mngidentifikasi masalah dan
kebutuhan yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan disekolah; dan
5) Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan sebagai
peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.
Pemahaman terhadap sifat professional dan manajerial tersebut sangat penting
agar peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan serta supervise dan monitoring
yang direncanakan sekolah betul-betul untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai
dengan kerangka kebijakan pemerintah dan tujuan sekolah.
e. Pengembangan profesi
Dalam MBS pemerintah harus menjamin bahwa semua unsur penting tenaga
kependidikan (sumber manusia) menerima pengembangan profesi yang diperlukan
untuk mengelola sekolah secara efektif. Agar sekolah dapat mengambil manfaat
yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi,
yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk
MBS. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa sebaiknya sekolah dan masyarakat
perlu dilibatkan dalam proses pelaksanaan MBS sedini mungkin. Mereka tidak
perlu hanya menunggu, tetapi melibatkan diri dalam diskusi-diskusi tentang MBS

20 E. Mulyasa, Manajamen Berbasis... , hlm. 27

12

dan berinisiatif untuk menyelenggarakan pelatihan tentang aspek-aspek yang
terkait
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
MBS berawal dari paradigma sistem pemerintahan dari sentralisasi ke
desentralisasi. Dalam bidang pendidikan lahirlah apa yang disebut dengan otonomi
pendidikan, yang pada gilirannya telah melahirkan manajemen berbasis sekolah.
Dalam MBS satuan pendidikan sekolah tidak lagi hanya menjadi institusi yang berada
pada posisi paling bawah sabagai institusi pelaksana saja melainkan menjadi institusi
yang harus melaksanakan fungsi manajemen.
Penerapan MBS tidak hanya akan berdampak pada upaya peningkatan mutu
pelayanan pendidikan, tetapi dampak selanjutnya yang akan dicapai tidak lain adalah
tercapainya tujuan pendidikan dengan lebih baik. Selain itu melalui MBS mendorong
profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan disekolah dan
memaksimalkan prestasi peserta didik.

13

DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, E. Manajamen Berbasis Sekolah. Bandung: Rosda Karya, 2013
Setiawan, Edi. Implementasi MBS di SMK I Bantul, 2016
Suparlan. Manajemen Berbasis Sekolah Dari Teori Sampai Dengan Praktek. Jakarta:
Ikrar Mandiri Abadi, 2013
Syaifuddin, Mohammad. Latar Belakang MBS

14