Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Menopause Dengan Aktifitas Seksual Ibu Pada Masa Menopause Di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Tahun 2013
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan 1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan itu melalui : penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkatan Pengetahuan
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumya. Tingkatan penegetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
(2)
d. Analisis (analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih saling berkaitan
e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penilaian suatu materi berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian.
B. Menopause 1. Pengertian
Defenisi paling sederhana dari menopause adalah periode menstruasi terakhir yang dialami oleh wanita. Hal ini terjadi ketika hormon-hormon yang mengontrol siklus menstruasi berada dalam kadar yang sangat rendah sehingga menstruasi tidak mungkin terjadi lagi. Sangat sulit dengan pasti kapan menopause terjadi karena menstruasi dapat menjadi tidak teratur saat usia bertambah tua (Rebacca, 2006).
Menopause adalah peristiwa kehidupan yang normal, bukan suatu penyakit. Margaret Lock mengemukakan bahwa istilah menopause sebaiknya dibatasi pada peristiwa aktual akhir menstruasi dan bahwa menopause menggambarkan bukan
(3)
suatu kondisi, tetapi lebih pada perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada masa tertentu dalam kehidupan wanita (Varney, 2007).
Menopause merupakan masa akhir dari menstruasi yang diikuti berhentinya fungsi ovarium dan menstruasi secara permanen. Menetapkan sudah mencapai menopause, berhentinya menstruasi antara 6-12 bulan (Manuaba, 2010).
Menopause adalah haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir. Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amonorea sekurang-kurangnya selama satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang, dengan perdarahan yang berkurang. Umur waktu terjadinya menopause dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan (Wiknjosastro, 2007).
2. Usia Menopause
Menopause adalah perhentian mentruasi secara permanen yang disebabkan oleh kegagalan perkembangan folikel ovarium dengan kadar gonadotropin (FSH, LH) yang meningkat. Terjadi pada usia rata-rata 51 tahun, dengan kisaran 45-55 tahun (Norwitz, 2007). Morgan (2009) mengatakan 6% wanita mengalami menopause pada usia 35 tahun, 25% pada usia 44 tahun, dan 75% pada tahun, serta 94% pada usia 55 tahun.
Kapan menopause terjadi pada seorang wanita, tidak ada yang sama pada setiap orang. DR. Faisal Yatim DTK & H, MPH dalam bukunya Haid Tidak Wajar dan Menopause, menyebutkan hasil studinya bahwa rata-rata seorang wanita memasuki masa menopause berbeda pada setiap ras. Misalnya, wanita ras Asia mengalami menopause pada usia 44 tahun, sementara wanita Eropa sekitar usia 47 tahun. Menurut dr. Icramsyah A. Rahman, SpOG dalam buku Kelanggengan Usia Lanjut, menyebutkan usia menopause terjadi pada usia 48-50 tahun (Kasdu, 2002).
(4)
Umur waktu terjadinya menopause dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan. Ada kecendrungan dewasa ini untuk terjadinya menopause pada umur yang lebih tua. Misalnya, pada tahun 1915 menopause dikatakan terjadi sekitar umur 44 tahun, sedangkan pada tahun 1950 pada umur yang mendekati 50 tahunan. Penelitian Agoestina dalam tahun 1982 di Bandung menunjukkan bahwa pada umur 48 tahun, 50% dari wanita Indonesia telah mengalami menopause (Wiknjosastro, 2007).
Berkat kemajuan teknologi di bidang kesehatan, rata-rata wanita menopause dapat mencapai usia 46 tahun bahkan lebih. Hal ini berarti harapan hidup seorang wanita jauh lebih panjang. Oleh karena itu, lebih banyak wanita yang dapat mengalami masa menopause. Umumnya, wanita akan memasuki periode menopause di usia 45-55 tahun (Indarti, 2005).
3. Fase Menopause
Tiga fase kehidupan berhubungan dengan menopause : 1. Pramenopause
Periode waktu yang mengarah menuju menopause ketika seorang wanita melewati stadium reproduktif dalam hidupnya (Norwitz, 2007). Pramenopause merupakan masa yang menjelaskan tentang tahun-tahun menjelang masa menopause. Masa transisi ini biasanya memerlukan waktu 4-5 tahun, dan ditandai oleh ketidakteraturan menstruasi. (Morgan, 2009).
Pada tahap ini produksi hormone indung telur (ovarium) menurun dan berfluktuasi menyebabkan munculnya berbagai gejala. Gejala lebih banyak dialami wanita pada tahap pramenopause dari pada tahap sesudahnya. Namun, karena terjadinya pada saat wanita berusia antara 35-45 tahun, maka banyak gejala terabaikan atau tak diperdulikan (Seri Penyakit Wanita, 2003).
(5)
2. Menopause
Menopause adalah tahap atau masa yang ditandai dengan berhentinya haid, yaitu tanggal dari haid terakhir. Disebabkan karena tubuh sudah kehabisan sel telur dan penurunan oleh hormon estrogen. Hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena haid tidak lagi teratur, maka wanita tersebut baru benar-benar yakin bahwa haidnya berhenti setidaknya selama satu tahun setelah itu (Seri Penyakit Wanita, 2003).
Dwi, (2010) menyebutkan menopause adalah saat haid tetakhir. Pada fase menopause biasanya berlangsung antara periode 3-4 tahun dengan gejala berupa perubahan pada fisik dan kejiwaannya semakin terlihat.
3. Pascamenopause
Pasca menopause adalah periode sesudah pasca menopause, yaitu ketika individu telah mampu menyesuaikan kondisinya, sehingga tidak mengalami gangguan fisik, hal ini dikarenakan keluhan makin berkurang dan terjadi pada usia diatas 60-65 tahun (Dwi, 2010). Waktu dalam kehidupan wanita setelah periode menstruasi berhenti paling tidak satu tahun setelah menopause (Andrews, 2010).
4. Penyebab
Memasuki usia menopause, persediaan folikel (sel telur) pada indung telur telah habis, yang terus berkurang dari masa anak-anak dan reproduksi. Berkurangnya sel telur mengakibatkan menurunnya pembentukan hormon estrogen dan progesterone, dan hampir semua aktifitas wanita dikendalikan oleh kedua hormon ini (Indarti, 2005).
Proverawati (2010) mengatakan, menopause disebabkan karena pembentukan hormon estrogen dan progesteron dari ovarium wanita yang berkurang,
(6)
ovarium berhenti melepaskan sel telur sehingga aktifitas menstruasi berkurang dan akhirnya berhenti sama sekali. Pada masa ini terjadi penurunan jumlah hormon estrogen yang sangat penting untuk mempertahankan faal tubuh.
Siklus menstruasi dikontrol oleh dua hormon yang diproduksi di kelenjar hipifisis yang ada di otak (FSH dan LH) dan dua hormon lagi yang dihasilkan oleh ovarium (estrogen dan progesteron). Saat pada masa menjelang menopause, FSH dan LH terus diproduksi oleh kelenjar hipofisis secara normal. Akan tetapi, karena ovarium semakin tua, maka kedua ovarium tidak dapat merespon FSH dan LH sebagaimana seharusnya, akibatnya estrogen dan progesterone yang diproduksi juga semakin berkurang. Menopause terjadi ketika kedua ovarium tidak lagi dapat menghasilkan hormon-hormon tersebut dalam jumlah yang cukup untuk bisa mempertahankan siklus menstruasi (Rebecca, 2006).
5. Tanda Gejala Menopause
Saat seorang wanita mengalami menopause, maka tanda serta gejalanya dapat berbeda-beda tergantung dari setiap individunya. Pada wanita yang tahan terhadap sakit atau perubahan tidak akan terlalu merasakan gejala-gejala menopause, tetapi bagi wanita yang sensitiv cendrung mengeluh gejala-gejala menopause (Dwi, 2010).
Menopause jarang terjadi karena hilangnya fungsi ovarium secara mendadak. Beberapa tahun sebelum menopause, ovarium mulai memperlihatkan tanda-tanda akan segera mengalami kegagalan. Anovulasi menjadi sering ditemukan, terdapat produksi estrogen yang tunggal, siklus haid menjadi tidak teratur, kadang-kadang terdapat haid yang berat atau bukti hyperplasia endometrium, dan terjadi peningkatan perubahan perasaan dan emosi disertai gejala sindroma prahaid yang lebih nyata. Pada beberapa wanita, rasa panas di muka (hot flushes) dan banyak
(7)
berkeringat terjadi sebelum mereka mencapai menopause. Gejala perimenopause ini biasanya berlangsung selama 3 sampai 5 tahun sebelum benar-benar kehilangan haid atau mencapai kadar hormon pasca menopause (Hacker, 2001).
Menurut Kusmiran (2011), gejala-geja pada menopause antara lain :
1. Gejala sistemik : mudah lelah (fatigue), penurunan libido, rasa cemas (depresi), kesukaran kognitif, nyeri punggung dan kekakuan.
a. Mudah lelah (fatigue)
Rasa lelah sering kali muncul ketika menjelang masa pramenopause karena terjadi perubahan hormonal pada wanita yaitu terutama hormone estrogen (Proverawati, 2010).
b. Penurunan libido
Beberapa wanita mengalami penurunan dalam kadar testosterone mereka selama pramenopause, ini dapat mengakibatkan hilangnya hasrat seksual. Kekurangan adrenal dapat menjadi faktor lain (Northrup, 2006). Libido yang rendah mungkin disebabkan masalah psikologis, biologis, atau social, jadi membutuhkan penyelidikan aspek-aspek untuk mengetahui penyebabnya (Proverawati, 2010).
c. Rasa cemas (depresi)
Depresi sering terjadi pada wanita yang berada pada masa pramenopause. Hal ini terkait dengan penurunan hormone estrogen sehingga menyebabkan wanita mengalami depresi ataupun stress. Turunya hormone estrogen menyebabkan turunnya neurotransmiter di dalam otak, neurotransmiter di dalam otak tersebut mempengaruhi suasana hati sehinnga jika
(8)
neurotransmiter ini kadarnya rendah, maka akan muncul perasaan cemas yang merupakan pencetus terjadinya depresi ataupun stress (Proverawati, 2010).
d. Nyeri tulang dan sendi
Seiring meningkatnya usia maka beberapa organ tidak lagi mengadakan remodeling, diantaranya tulang. Bahkan mengalami proses penurunan karena pengaruhdari perubahan organ lain. Selain itu, dengan bertambahnya usia penyakit yang timbul semakin beragam. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kebugarandan kesehatantubuh seorang wanita (Kasdu, 2002). 2. Gejala vasomotor (sistem vaskular) : sakit kepala, palpitasi, keringat
malam hari, insomnia dan gangguan tidur, serta hot flashes. a. Sakit kepala
Kadar hormone yang tidak seimbang ikut menambahkan apa yang dinamakan migraine mensruasi selama masa pramenopause dan menopause. Jenis sakit kepala ini biasanya datang tepat sebelum menstruasi, ketika kadar estrogen maupun progesterone dapat turun secara drastis (Northrup, 2006).
b. Keringat berlebihan
Cara bekerjanya secara persis tidak diketahui, tetapi pancaran panas pada tubuh akibat pengaruh hormone yang mengatur thermostat tubuh pada suhu yang lebih rendah. Akibatnya, suhu udara yang semula dirasakan nyaman, mendadak menjadi terlalu panas dan tubuh mulai menjadi panas serta mengeluarkan keringat untuk mendinginkan diri (Kasdu, 2002).
(9)
c. Insomnia
Beberapa wanita mengalami kesulitan saat tidur, mereka tidak dapat tidur dengan mudah atau mungkin bagun terlalu dini. Mereka mungkin perlu pergi ke kamar mandi di tengah malam, kemudian menemukan mereka tidak dapat kembali tidur. Hot flashes juga dapat menyebabkan perempuan terbangun dari tidur. Selain itu kesulitan tidur dapat disebabkan karena rendahnya kadar serotonin pada masa pramenopause. Kadar serotin dipengaruhi oleh kadar endorfin (Proverawati, 2010).
d. Hot flashes
Hot flashes adalah rasa panas yang luar biasa pada wajah dan tubuh bagian atas (seperti leher dan dada). Dengan perabaan tangan akan terasa adanya peningkatan suhu pada daerah tersebut. Gejolak panas terjadi karena jaringan-jaringan yang sensitive atau yang bergantung pada estrogen akan terpengaruh sewaktu kadar estrogen menurun. Pancaran panas diperkirakan merupakan akibat dari pengaruh hormone pada bagian otak yang bertanggung jawab untuk mengatur temperature tubuh (Kasdu, 2002). Gelora panas adalah gejala pramenopause yang paling umum terjadi, sekitar 70 hingga 85 persen dari semua wanita pramenopause. Gelora panas itu bisa sangat ringan atau sangat berat sehingga mengakibatkan kurang tidur dan depresi. Itu dimulai dengan sensasi hangat yang muncul tiba-tiba dan selintas, yang kemudian dapat menjadi sangat panas di wajah, kulit kepala, dan area dada, kadang-kadang itu disertai dengan
(10)
kulit kemerahan dan berkeringat. Pada kebanyakan wanita, gelora panas sering dimulai tepat sebelum atau selama periode menstruasi di masa pramenopause (Northrup, 2006).
3. Gejala genitourinary : vagina terasa kering (dryness vaginal), nyeri saat berhubungan seksual (drypareunia), vagina terasa gatal atau terbakar serta frekuensi urin meningkat.
a. Vagina kering dan dypareunia
Perubahan pada organ reproduksi, di antaranya pada daerahvagina sehingga dapat menimbulkan rasa sakit pada saat berhubungan intim. Selain itu, akibat berkurangnya estrogen meyebabkan keluhan gangguan pada epitel vagina, jaringan penunjang, dan elastisitas dinding vagina. Padahal epitel vagina mengandung banyak reseptor estrogen yang sangat membantu mengurangi rasa sakit dalam berhungan seksual (Kasdu, 2002). Hormone estrogen mempunyai pengaruh besar dalam mengoptimalkan fungsi organ reproduksi. Berkurangnya hormone tersebut saat menopause menjadikan liang vagina berkurang elastisitasnya, lipatan-lipatan kulit disekitarnya menghilang, dindingnya mengalami penipisan, dan terjadi kekeringan sehingga memudahkan timbulnya perlukaan (Indarti, 2005).
b. Gejala perkemihan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada seluruh organ-organ kewanitaan terjadi pula pada saluran perkemihan. Uretra yang merupakan saluran air seni yang menyalurkan air seni keluar
(11)
tubuh mengalami penipisan dan pengurangan elastisitas yang menyebabkan wanita menopause rentan terkena infeksi saluran kencing (Dwi, 2010). Ketika usia bertambah tua, air seni sering tidak dapat ditahan pada saat bersin atau batuk. Hal ini akibat estrogen yang menurun sehingga salah satu dampaknya adalah inkontinensia urin (tidak dapat mengendalikan fungsi kandung kemih). Dinding serta lapisan otot polos uretra juga mengandung banyak reseptor estrogen. Kekurangan estrogen menyebabkan terjadinya gangguan penutupan uretra dan perubahan pola aliran urin menjadi abnormal sehingga mudah terjadi infeksi pada saluran kemih bagian bawah (Kasdu, 2002).
6. Penanganan Menopause
Cara mengatasi keluhan menopause antara lain adalah :
1. Berbagai keluhan yang muncul akibat perubahan-perubahan menjelang menopause dapat diatasi dengan pemberian obat yang bersifat menggantikan fungsi hormone estrogen. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sel-sel yang mengalami kemunduran.
2. Mengkonsumsi vitamin yang berfungsi menghambat proses penuaan. 3. Olahraga yang cukup dan sesuai dengan usianya adalah salah satu
cara untuk menyehatkan fisik. Dengan olahraga tubuh akan terhindar dari penyakit-penyakit yang rentan dihadapi oleh para lansia.
4. Makan dengan menu seimbang dan sesuai kebutuhan, hindari makanan berlemak. Perbanyak makan sayuran dan buah-buahan yang dapat membantu proses metabolism tubuh.
(12)
5. Melakukan hobi yang dapat mendukung kesehatan bisa membuat perhatian teralihkan dari keluhan-keluhan menopause.
6. Bersosialisasi dengan lingkungan dan tetaplah berkarya agar wanita menopause dapat mempertahankan rasa percaya dirinya.
7. Berkonsultasi dengan orang yang pakar dalam masalah menopause dan berkomunikasi dengan suami serta keluarga agar mereka dapat memberikan support yang baik.
8. Zat gizi yang dapat membantu mengurangi keluhan menopause antara lain :
a. Asam lemak omega 3 yang berfungsi untuk mencegah terjadinya depresi.
b. Asam folat yang berfungsi untuk mencegah terjadinya depresi. c. Zat besi untuk meningkatkan hemoglobin darah.
d. Kalsium untuk mengurangi keluhan hot flashes dan osteoporosis. e. Vitamin D untuk mengurangi keluhan kulit dan tulang (Dwi,
2010).
Pengobatan utama pada menopause adalah dengan memberikan terapi hormone estrogen dari luar atau dikenal dengan Hormone Replacement
Therapy (HRT). Prinsip pemberiannya adalah antara lain :
1. Wanita yang masih memiliki uterus, diberikan kombinasi estrogen dan progesterone, penambahan progesterone ini bertujuan untuk menghindari resiko terkena kanker endometrium.
2. Wanita yang sudah tidak memiliki uterus, diberikan estrogen saja secara continue.
(13)
4. Wanita yang masih menginginkan terjadinya menstruasi diberikan diberikan secara continue.
5. Jenis estrogen dan progesterone yang diberikan adalah yang bersifat alamiah.
6. Awal pemberian harus diberikan dengan dosis rendah (Dwi, 2010).
C. Aktifitas Seksual
Walaupun reproduksi adalah tujuan mendasar dari aktifitas seksual, namun perilaku seksual memiliki banyak fungsi lain. Yang paling mendasar dari perilaku seksual adalah kenikmatan atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan kenikmatan khas sensual yang berkaitan dengan orgasme (Glasier, 2006).
Oleh karena itu, dalam hubungan seksual bukan hanya alat kelamin dan daerah erogen yang ikut berperan tetapi juga psikologis dan emosi. Hubungan seksual dianggap normal bila hubungan heteroseksual dikaitkan dengan norma, agama, budaya, dan pengetahuan manusia yang harmonis dibarengi dengan rasa cinta (Manuaba, 1999).
Freud menyatakan aktifitas seksual adalah naluri asasi manusia, dan harus dapat dinikmati kedua belah pihak. Aktifitas seksual seharusnya tidak hanya sekedar tindakan bersenggama secara fisik, tetapi melibatkan pula emosi kedua pasangan. Jadi, kedua belah pihak perlu memahami dan sepenuhnya melibatkan diri dalam tindakan seksual, demi mengembangkan hubungan mereka (Jones, 2005).
Frekuensi koitus menurun cepat dari rata-rata maksimum empat kali seminggu pada usia 25 tahun, menjadi sekali seminggu pada usia 50 tahun, tiga kali
(14)
sebulan pada usia 70 tahun, dan sekali sebulan antara usia 75 hingga 79 tahun (Hutapea, 2005).
1. Aktifitas Seksual Pada Masa Menopause
Jones (2005) mengatakan, bahwa mitos tentang kemampuan dan gairah wanita akan hilang ketika memasuki usia lanjut tidak benar. Karena tubuh dan pikiran dapat menerima seksualitas sepanjang hidup, sejak lahir hingga kematian. Gagasan bahwa hanya orang muda yang dapat menikmati gairah seks tidak adil bagi wanita lansia yang seksualitasnya sering meningkat.
Aktifitas seksual tidak berakhir karena menopause. Namun, wanita dan pasangannya mungkin mengubah cara mereka mengungkapkan seksualitas selama dan setelah menopause. Hal ini bergantung kepada perubahan fisik, perubahan pada pasangan, dan mitos serta pesan budaya. Untuk individu yang melihat proses penuaan sebagai suatu kehilangan, seksualitas dapat menjadi sulit untuk digabungkan ke dalam apa yang mereka persepsikan sebagai identitas yang tidak terlalu menarik (Bobak, 2005).
Pada saat wanita mengalami menopause, sering muncul rasa khawatir terhadap dirinya, banyak wanita akan merasa takut kehilangan pasangannya karena tidak dapat mengandung dan melahirkan lagi. Perasaan takut ini akan hilang secara perlahan bila wanita menopause mengalami hubungan seksual yang tenang (Dwi, 2010).
Aktifitas hubungan seksual di usia menopause bagi sebagian wanita mengalami perubahan berupa penurunan aktifitas hubungan seksual hal ini dikaitkan dengan penurunan fungsi seksual yang berupa kekeringan vagina, dsypareuni (kekejangan yang menyakitkan di dalam otot-otot vagina), berkurangnya elastisitas
(15)
vagina, berkurangnya pelendiran (lubrikasi) saat bersenggama, hilangnya sensasi klitoris dan terganggunya sensasi sentuhan (Northtrup, 2006).
Menurut dr. Naek L Tobing, dalam tulisannya tentang Aspek Psikoseksual Wanita dalam Masa Menopause, hal yang menberikan dampak negative adalah menurunnya kecantikan sehingga dapat menimbulkan penurunan ketertarikan suami dan mungkin bisa menurunkan gairah seksual. Namun, gangguan seksual sifatnya sangat individual (Kasdu, 2002). Bahkan dalam sebuah kajian yang dilakukan belakangan ini di University of Chicago menyatakan bahwa sangat lazim bagi pasangan untuk melakukan hubungan seksual tiga kali setiap bulan dan mereka sudah puas dengan itu (Northtrup, 2006).
Seks dapat dinikmati untuk berbagai alasan seperti perasaan feminine, menurunkan keteganagan, perbaikan tidur, sebagai penyaluran emosi, dan untuk perasaan intimasi. Pandangan terbaru yang menyebabkan wanita dan praktisi menyerah adalah bahwa sejak terjadi penurunan kadar estrogen pada wanita, aktifitas seksual dianggap menjadi tidak nyaman, sebagai beban, atau setidaknya tidak menyenangkan. Hal ini terus berlanjut dengan ide bahwa wanita yang telah melewati masa reproduktifnya berpotensi kehilangan keinginan dan hasrat seksual. Bagi banyak pasangan, seks terus meningkat dengan perubahan proses penuaan dan gaya hidup baik pada pria dan wanita. Dengan memiliki waktu luang yang lebih banyak, anak-anak sudah meninggalkan rumah, dan perubahan tanggung jawab, seks dapat menjadi petualangan yang sangat menyenangkan (Varney, 2007).
Fungsi seksual yang memuaskan adalah bagian integral kesehatan dan kesejahteraan wanita di usia berapa pun. Banyak mitos tentang seks dan proses penuaan. Stereotip pada budaya barat sering kali membatasi komunikasi tentang seks yang bermanfaat dan mengorbankan konsep diri wanita dalam masalah seksual saat
(16)
mereka mengalami masa transisi menopause. Selama bertahun-tahun telah menjadi anggapan bahwa semakin tua usia wanita, minat seks dan responsive wanita akan menurun (Varney, 2007).
Dalam sebuah penelitian mengenai seksualitas di AS, ditemukan bahwa gairah dan dorongan seksual tidak berubah dalam 60% wanita dan 20% mengalami penurunan dorongan seksual serta 20% lainnya mengalami peningkatan gairah seksual. Kebanyakan wanita menikmati persenggamaan dengan baik di usia lanjut. Ketika bertambah tua, wanita menemukan bahwa aktivitas seksual mempunyai variasi yang lebih besar, kepelikan lebih besar, dan kenikmatan yang lebih besar. Bagi banyak orang, seks tidak hanya sekedar hubungan kelamin tetapi meluas mencakup kontak tubuh, sentuhan dan pelukan, termasuk juga senggama (Jones, 2005).
2. Penyebab Perubahan Aktifitas Pada Masa Menopause
Pada usia menopause tidak ada halangan untuk meningkatkan hubungan seksual, hanya saja frekuensinya makin berkurang. Masalah hubungan seksual yang dihadapi pada usia menopause adalah keinginan seksual sudah berkurang, karena daerah erogen (erotic) kurang sensitiv sehingga memerlukan rangsangan intensif, karena agak sulit dapat mencapai orgasme (Manuaba, 1999).
Gairah atau hasrat seksual secara perlahan-lahan akan menurun sesuai dengan usia. Apalagi beberapa penyakit menurunkan gairah seksual, seperti diabetes dan ginjal serta akibat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat darah tinggi. Faktor psikologis, misalnya pekerjaan, anak-anak, maupun perkawinannya sendiri dapat mengganggu gairah seksual. Pada pria, misalnya tidak dapat ereksi atau mengalami ejekulasi dini maupun keduanya karena kelelahan atau sakit. Keadaan
(17)
salah satu pasangan yang terganggu, otomatis mempengaruhi pihak suami atau istri dalam menikmati hubungan seksualnya (Kasdu, 2002).
Dengan makin meningkatnya usia, maka makin sering dijumpai gangguan seksual pada wanita, yang diakibatkan dari kekurangan hormon estrogen. Penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan (Baziad, 2003). Indarti (2005), juga mengatakan bahwa hormon estrogen mempunyai pengaruh besar dalam mengoptimalkan fungsi organ reproduksi. Berkurangnya hormon tersebut menjadikan liang vagina berkurang elastisitasnya, dindingnya mengalami penipisan dan terjadi kekeringan sehingga memudahkan timbulnya perlukaan. Dan alasan tersebut yang membuat wanita menopause sering tidak nyaman saat melakukan aktifitas seksual.
Dispareunia (hubungan seksual yang menimbulkan rasa nyeri) dapat terjadi
karena vagina menjadi lebih kecil, dinding vagina menjadi lebih tipis dan lebih kering dan lubrikasi selama stimulasi seksual berlangsung lebih lama (Bobak, 2005). Vagina adalah organ yang paling peka terhadap estrogen, dan vagina memberi respons terhadap hormon ini dengan menghasilkan suatu epitel basah yang tebal, dengan suatu sekret asam (pH 4,0). Tiadanya estrogen akan menghasilkan epitel tipis yang kering dengan secret basa (pH 7,0). Diameter vagina pasca menopause menyusut, mudah pecah dan robek, dan menyebabkan dispereunia yang hebat. Pasangan sering menghindari hubungan seksual karena rasa yang sangat tidak enak (Hacker, 2001).
Terganggunya aktifitas seksual di usia menopause juga dipengaruhi karena kelelahan fisik setelah beraktifitas, bergejolak panas, jantung berdebar-debar, gangguan tidur, depresi, mudah tersinggung, gelisah, nyeri tulang dan otot serta
(18)
sebagainya. Akibat dari gangguan tersebut maka tidak jarang wanita di usia menopause tidak dapat menikmati hubungan seksual (Baziad, 2003).
Para peneliti melaporkan, wanita yang keinginan seksualnya berkurang selama menopause lebih banyak melaporkan gangguan tidur, keringat malam dan depresi. Menurut studi yang dipublikasikan pada edisi Juni 2007, American Journal
of Obstetrics and Genecology, 341 partisipan peri dan pasca menopause dalam uji
acak terapi alternatif menopause, 64% melaporkan libido berkurang, 18% dengan depresi yang sedang sampai berat dan 43% mengalami kualitas tidur yang jelek (Proverawati,2010).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan penurunan libido pada wanita usia pertengahan begitu kompleks, termasuk depresi, gangguan tidur dan keringat malam hari. Keringat malam dapat mengganggu tidur dan kekurangan tidur mengurasi energi untuk yang lain, termasuk aktifitas seksual (Proverawati, 2010).
Terdapat bukti ekstensif bahwa sulih estrogen dapat bermanfaat untuk masalah kekeringan vagina dan dispareunia pasca menopause dengan revisi vaginitis atrofik. Efek estrogen terhadap libido tidak jelas. Namun, terapi androgen dipertimbangkan aman dan efektif untuk menurunkan libido jika digunakan dalam kadar dosis yang sesuai pada wanita yang menjalani menopause alami (Varney, 2007)
3. Langkah untuk mempertahankan aktifitas seksual
a. Komunikasi
Berbicara santai mengenai perubahan-perubahan seksual akan menjadi hal yang sangat penting. Memberitahu pasangan tentang apa yang sedang terjadi pada diri anda.
(19)
Pada usia setengah baya, wanita dapat mengatur suasana hatinya, bahkan jika hasrat itu tidak muncul secara spontan seperti biasanya
c. Keintiman
Jangan tergesa-gesa untuk menjalin hubungan pribadi. Tidak ada yang lebih kondusif bagi kehidupan seks yang baik dari pada kemampuan untuk berbagi pikiran dan perasaan dengan seorang pasangan secara teratur.
d. Teknik
Dibutuhkan keterampilan dan teknik untuk mengetahui apa yang dapat merangsang pasangan anda dan apa yang merangsang abgi anda. Belajar untuk menyenangkan diri sendiri hingga mencapai orgasme merupakan keterampilan yang sangat berharga jika menyangkut hubungan intim dengan suami.
e. Variasi seksual
Baik anda maupun pasangan perlu menjelajahi diri sendiri untuk menambahkan kreatifitas dan sesuatu yang baru dalam hubungan intim.
f. Romantisme
Perlu mempelajari bagaimana menunjukkan cinta satu sama lain dengan cara yang konkret. Bunga, kartu, pergi berduaan di malam hari, dan sebagainya semuanya merupakan bagian dari apa yang perlu dilakukan untuk menghidupkan kembali romantisme.
g. Citra tubuh
Banyak yang merasa tidak puas dengan tubuh sendiri karena telah terbiasa membandingkan dengan gambar model yang sempurna. Jika merasa tidak puas dengan tubuh sendiri, sangat sulit untuk hadir sepenuhnya dalam hubungan intim.
(20)
h. Sensualitas
Untuk meningkatkan libido, harus bersedia mengendurkan diri dan melibatkan seluruh indra dalam hubungan intim.
i. Gairah
Dr. Love menggambarkan gairah sebagai kemampuan untuk menggabungkan perasaan terangsang yang mendalam dengan cinta kepada pasangan (Northrup, 2006).
(1)
vagina, berkurangnya pelendiran (lubrikasi) saat bersenggama, hilangnya sensasi klitoris dan terganggunya sensasi sentuhan (Northtrup, 2006).
Menurut dr. Naek L Tobing, dalam tulisannya tentang Aspek Psikoseksual Wanita dalam Masa Menopause, hal yang menberikan dampak negative adalah menurunnya kecantikan sehingga dapat menimbulkan penurunan ketertarikan suami dan mungkin bisa menurunkan gairah seksual. Namun, gangguan seksual sifatnya sangat individual (Kasdu, 2002). Bahkan dalam sebuah kajian yang dilakukan belakangan ini di University of Chicago menyatakan bahwa sangat lazim bagi pasangan untuk melakukan hubungan seksual tiga kali setiap bulan dan mereka sudah puas dengan itu (Northtrup, 2006).
Seks dapat dinikmati untuk berbagai alasan seperti perasaan feminine, menurunkan keteganagan, perbaikan tidur, sebagai penyaluran emosi, dan untuk perasaan intimasi. Pandangan terbaru yang menyebabkan wanita dan praktisi menyerah adalah bahwa sejak terjadi penurunan kadar estrogen pada wanita, aktifitas seksual dianggap menjadi tidak nyaman, sebagai beban, atau setidaknya tidak menyenangkan. Hal ini terus berlanjut dengan ide bahwa wanita yang telah melewati masa reproduktifnya berpotensi kehilangan keinginan dan hasrat seksual. Bagi banyak pasangan, seks terus meningkat dengan perubahan proses penuaan dan gaya hidup baik pada pria dan wanita. Dengan memiliki waktu luang yang lebih banyak, anak-anak sudah meninggalkan rumah, dan perubahan tanggung jawab, seks dapat menjadi petualangan yang sangat menyenangkan (Varney, 2007).
Fungsi seksual yang memuaskan adalah bagian integral kesehatan dan kesejahteraan wanita di usia berapa pun. Banyak mitos tentang seks dan proses penuaan. Stereotip pada budaya barat sering kali membatasi komunikasi tentang seks yang bermanfaat dan mengorbankan konsep diri wanita dalam masalah seksual saat
(2)
mereka mengalami masa transisi menopause. Selama bertahun-tahun telah menjadi anggapan bahwa semakin tua usia wanita, minat seks dan responsive wanita akan menurun (Varney, 2007).
Dalam sebuah penelitian mengenai seksualitas di AS, ditemukan bahwa gairah dan dorongan seksual tidak berubah dalam 60% wanita dan 20% mengalami penurunan dorongan seksual serta 20% lainnya mengalami peningkatan gairah seksual. Kebanyakan wanita menikmati persenggamaan dengan baik di usia lanjut. Ketika bertambah tua, wanita menemukan bahwa aktivitas seksual mempunyai variasi yang lebih besar, kepelikan lebih besar, dan kenikmatan yang lebih besar. Bagi banyak orang, seks tidak hanya sekedar hubungan kelamin tetapi meluas mencakup kontak tubuh, sentuhan dan pelukan, termasuk juga senggama (Jones, 2005).
2. Penyebab Perubahan Aktifitas Pada Masa Menopause
Pada usia menopause tidak ada halangan untuk meningkatkan hubungan seksual, hanya saja frekuensinya makin berkurang. Masalah hubungan seksual yang dihadapi pada usia menopause adalah keinginan seksual sudah berkurang, karena daerah erogen (erotic) kurang sensitiv sehingga memerlukan rangsangan intensif, karena agak sulit dapat mencapai orgasme (Manuaba, 1999).
Gairah atau hasrat seksual secara perlahan-lahan akan menurun sesuai dengan usia. Apalagi beberapa penyakit menurunkan gairah seksual, seperti diabetes dan ginjal serta akibat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat darah tinggi. Faktor psikologis, misalnya pekerjaan, anak-anak, maupun perkawinannya sendiri dapat mengganggu gairah seksual. Pada pria, misalnya tidak dapat ereksi atau mengalami ejekulasi dini maupun keduanya karena kelelahan atau sakit. Keadaan
(3)
salah satu pasangan yang terganggu, otomatis mempengaruhi pihak suami atau istri dalam menikmati hubungan seksualnya (Kasdu, 2002).
Dengan makin meningkatnya usia, maka makin sering dijumpai gangguan seksual pada wanita, yang diakibatkan dari kekurangan hormon estrogen. Penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah vagina dari kekeringan (Baziad, 2003). Indarti (2005), juga mengatakan bahwa hormon estrogen mempunyai pengaruh besar dalam mengoptimalkan fungsi organ reproduksi. Berkurangnya hormon tersebut menjadikan liang vagina berkurang elastisitasnya, dindingnya mengalami penipisan dan terjadi kekeringan sehingga memudahkan timbulnya perlukaan. Dan alasan tersebut yang membuat wanita menopause sering tidak nyaman saat melakukan aktifitas seksual.
Dispareunia (hubungan seksual yang menimbulkan rasa nyeri) dapat terjadi karena vagina menjadi lebih kecil, dinding vagina menjadi lebih tipis dan lebih kering dan lubrikasi selama stimulasi seksual berlangsung lebih lama (Bobak, 2005). Vagina adalah organ yang paling peka terhadap estrogen, dan vagina memberi respons terhadap hormon ini dengan menghasilkan suatu epitel basah yang tebal, dengan suatu sekret asam (pH 4,0). Tiadanya estrogen akan menghasilkan epitel tipis yang kering dengan secret basa (pH 7,0). Diameter vagina pasca menopause menyusut, mudah pecah dan robek, dan menyebabkan dispereunia yang hebat. Pasangan sering menghindari hubungan seksual karena rasa yang sangat tidak enak (Hacker, 2001).
Terganggunya aktifitas seksual di usia menopause juga dipengaruhi karena kelelahan fisik setelah beraktifitas, bergejolak panas, jantung berdebar-debar, gangguan tidur, depresi, mudah tersinggung, gelisah, nyeri tulang dan otot serta
(4)
sebagainya. Akibat dari gangguan tersebut maka tidak jarang wanita di usia menopause tidak dapat menikmati hubungan seksual (Baziad, 2003).
Para peneliti melaporkan, wanita yang keinginan seksualnya berkurang selama menopause lebih banyak melaporkan gangguan tidur, keringat malam dan depresi. Menurut studi yang dipublikasikan pada edisi Juni 2007, American Journal of Obstetrics and Genecology, 341 partisipan peri dan pasca menopause dalam uji acak terapi alternatif menopause, 64% melaporkan libido berkurang, 18% dengan depresi yang sedang sampai berat dan 43% mengalami kualitas tidur yang jelek (Proverawati,2010).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan penurunan libido pada wanita usia pertengahan begitu kompleks, termasuk depresi, gangguan tidur dan keringat malam hari. Keringat malam dapat mengganggu tidur dan kekurangan tidur mengurasi energi untuk yang lain, termasuk aktifitas seksual (Proverawati, 2010).
Terdapat bukti ekstensif bahwa sulih estrogen dapat bermanfaat untuk masalah kekeringan vagina dan dispareunia pasca menopause dengan revisi vaginitis atrofik. Efek estrogen terhadap libido tidak jelas. Namun, terapi androgen dipertimbangkan aman dan efektif untuk menurunkan libido jika digunakan dalam kadar dosis yang sesuai pada wanita yang menjalani menopause alami (Varney, 2007)
3. Langkah untuk mempertahankan aktifitas seksual a. Komunikasi
Berbicara santai mengenai perubahan-perubahan seksual akan menjadi hal yang sangat penting. Memberitahu pasangan tentang apa yang sedang terjadi pada diri anda.
(5)
Pada usia setengah baya, wanita dapat mengatur suasana hatinya, bahkan jika hasrat itu tidak muncul secara spontan seperti biasanya
c. Keintiman
Jangan tergesa-gesa untuk menjalin hubungan pribadi. Tidak ada yang lebih kondusif bagi kehidupan seks yang baik dari pada kemampuan untuk berbagi pikiran dan perasaan dengan seorang pasangan secara teratur.
d. Teknik
Dibutuhkan keterampilan dan teknik untuk mengetahui apa yang dapat merangsang pasangan anda dan apa yang merangsang abgi anda. Belajar untuk menyenangkan diri sendiri hingga mencapai orgasme merupakan keterampilan yang sangat berharga jika menyangkut hubungan intim dengan suami.
e. Variasi seksual
Baik anda maupun pasangan perlu menjelajahi diri sendiri untuk menambahkan kreatifitas dan sesuatu yang baru dalam hubungan intim.
f. Romantisme
Perlu mempelajari bagaimana menunjukkan cinta satu sama lain dengan cara yang konkret. Bunga, kartu, pergi berduaan di malam hari, dan sebagainya semuanya merupakan bagian dari apa yang perlu dilakukan untuk menghidupkan kembali romantisme.
g. Citra tubuh
Banyak yang merasa tidak puas dengan tubuh sendiri karena telah terbiasa membandingkan dengan gambar model yang sempurna. Jika merasa tidak puas dengan tubuh sendiri, sangat sulit untuk hadir sepenuhnya dalam hubungan intim.
(6)
h. Sensualitas
Untuk meningkatkan libido, harus bersedia mengendurkan diri dan melibatkan seluruh indra dalam hubungan intim.
i. Gairah
Dr. Love menggambarkan gairah sebagai kemampuan untuk menggabungkan perasaan terangsang yang mendalam dengan cinta kepada pasangan (Northrup, 2006).