mediasi didalam pengadilan menurut perma no 1 tahun 2016
Prosedur Mediasi di Pengadilan
Prosedur adalah ketentuan-ketentuan normatif tentang tahapan dan tata cara atau
langkah-langkah melaksanakan sesuatu. Perma Nomor 1 tahun 2016 mengatur tahapan dan
tata carapenggunaan mediasi dalam tiga kontek. Konteks pertama, mediasi wajib pada awal
persidangan sebagai penguatan upaya perdamaian berdasarkan pasal 130 HIR dan 154 Rbg.
Kontks kedua, mediasi sukarela yaitu setelah mediasi wajib dan perkara telah memasuki
tahap pemeriksaan oleh Hakim. Konteks ketiga, penguatan oleh Hakim atas kesepakatan
perdamaian melaui mediasi di Luar pengadilan. Namun, sebagian besar ketentuan-ketentuan
dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 lebih berkaitan dengan penggunaan mediasi dalam
konteks pertama, yaitu Mediasi wajib. Prosedur mediasi dapat dibedakan atas ketentuanketentuan tahap Pra mediasi, proses mediasi, dan tahap akhir mediasi.
1. Tahap Pra Mediasi
a. Hakim pemeriksa perkara dalam sidang pertama yang dihadiri parapihak
mewajibkan untuk menempuh Mediasi sesua dengan ketentuan Pasal 17 ayat
(1).
b. Hakim pemeriksa perkara diwajibkan untuk menjelaskan proses mediasi
kepada para pihak sebagaimana diperintahkan pasal 17 ayat (6). Materi yang
harus dijelaskan oleh Hakim pemeriksa perkara kepada para pihak adalah
sebagaimana yang disebut dalam Pasal 17 ayat (7) yang meliputi :
Pengertian dan manfaat Mediasi;
Kewajiban Para Pihak untuk menghadiri langsung pertemuan Mediasi
berikut akibat hukum atas perilaku tidak beriktikad baik dalam proses
Mediasi;
Biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan Mediator nonhakim
dan bukan Pegawai Pengadilan;
Pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian melalui Akta
Perdamaian atau pencabutan gugatan;
Kewajiban Para Pihak untuk menandatangani formulir penjelasan
Mediasi.
Ayat (8) “Hakim Pemeriksa Perkara menyerahkan formulir penjelasan Mediasi
kepada Para Pihak yang memuat pernyataan bahwa Para Pihak”:
Memperoleh penjelasan prosedur Mediasi secara lengkap dari Hakim
Pemeriksa Perkara;
Memahami dengan baik prosedur Mediasi;
Bersedia menempuh Mediasi dengan iktikad baik.
c. Para pihak menandatangani Formulir Mediasi.
Penjelasan tentang Prosedur Mediasi oleh Hakim pemeriksa Perkara dan
penandatanganan formulir penjelasan Mediasi wajb dimuat dalam Berita
Acara Sidang
d. Para pihak memilih seorang atau lebih Mediator yang tercantum dalam Daftar
Mediator di Pengadilan termasuk biaya yang mungkin timbul jika mereka
memilih Mediator bukan hakim dan bukan Pegawai Pengadilan.
Jika para pihak gagal bersepakat untuk memilih Mediator bukan Hakim dan
bukan pegawai pengadilan.
e. Jika para pihak gagal bersepakat untuk memilih Mediator, ketua majelis
menunjuk hakim dan diutamakan hakim yang bersertifikat mediator.
f. Ketua majelis menerbitkan penetapan yang memuat perintah kepada para
pihak untuk menempuh mediasi dan nama mediator yang ditugaskan oleh
ketua majelis.
g. Hakim pemeriksa perkara wajib menunda pesidangan untuk memberi
kesempatan kepada para pihak untuk menempu mediasi wajib.
h. Setelah menerima penetapan penugasan sebagai mediator, mediator
menentukan hari dan tanggal pertemuan mediasi.
i. Mediator atas Kuasa Hakim pemeriksa perkara melalui Panitera melakukan
pemanggilan kepada Para Pihak dengan bantuan juru sita. Kuasa tersebut
adalah demi hukum artinya sudah sah tanpa perlu dibuat dalam bentuk surat
kuasa. Juru sita atau juru sita pengganti wajib melaksanakan pemanggilan para
pihak yang diperintahkan oleh Mediator Hakim maupun bukan Mediator
hakim1
2. Tahap proses mediasi
a. Dalam waktu 5 hari sejak penetapan perintah mediasi oleh Hakim pemeriksa
perkara kepada para pihak , para pihak dapat menyerahkan resume perkara
kepada satu sama lainnya dan kepada mediator.
Penyiapan resume perkara oleh para pihak secara timbal balik dan kepada
mediator memang tidak bersifat wajib, tetapi bersifat anjuran atau suka rela
sesuai rumusan ketentuan pasal 24 ayat (1) Perma Nomor 1 tahun 2016 yang
berbunyi “......para pihak dapat menyerahan resume perkara kepada pihak lain
dan kepada mediator”. Pengertian “pihak lain” adalah para pihak satu sama
lainnya dalam perkara yang sama . Kata “dapat” mengandung arti anjuran atau
pilihan para pihak. Tujuan dari perlunya penyiapan dan penyerahan resume
perkara adalah untuk mempermudah dan membantu para pihak dan mediator
dalam memahami posisi dan kepentingan masing-masing pihak, serta poko
masalah sengketa/perkara, sehingga para pihak dan mediator dapat
menghemat waktu dalam mencari berbagai kemungkina pemecahan masalah.
b. Mediator meneyelenggarakan sesi-sesi atau pertemuan-pertemuan mediasi.
Perma Nomor 1 tahun 2016 membolehkan pertemuan mediasi dilaksanakan
melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinakan
semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam pertemuan mediasi.2 Para pihak wajib menghadiri secara
langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa
hukumnya3. Kehadiran para pihak melalui komunikasi audio visual jaral jauh
dianggap sebagai kehadiran langsung4. Ketidak hadiran para pihak secara
langsung dalam proses mediasi hanya dapat diterima ata dibenarkan karena
alasan-alasan yang sah yang sah, yaitu :
1 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 21 ayat (3)
2 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 5 ayat (3)
3 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 6 ayat (1)
4 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 6 ayat (2)
Kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan
Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter;
Di bawah pengampuan;
Mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri;
atau
Menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak
dapat ditinggalkan.5
Berdasarkan PERMA Nomor 1 tahun 2016 proses mediasi berlangsung dalam
waktu 30 hari sejak penetapan perintah kepada mediator untuk melakukan
mediasi, atas dasar kesepakatan para pihak dapat diperpanjang selama 30 hari
sejak 30 hari sebelumnya telah habis. Banyaknya sesi pertemuan selama
waktu tersebut ditentukan berdasarkan kesepakata para pihak 6. Namun,
PERMA Nomor 1 tahun 2016 tidak mengatur secara rinci bagaimana mediator
menyelenggarakan sesi-sesi mediasi selama proses mediasi. Bagaimana
mediator menggiring dan menstimulasi para pihak menempuh mediasi
memang tidak perlu dituangkan ke dalam PERMA karena hal itu menyangkut
keterampilan dan pengetahuan mediator. Keterampilan dan pengetahuan dapat
diperoleh dari pelatihan, jika keterampilan dituangkan kedalam norma maka
keterampilan menjadi sangat legislatik dan kaku sehingga kehilangan daya
kekuatan dan keluwesennya. Namun, perma No 1 tahun 2016 mengatur
beberapa pendekatan atau teknik keterampilan yang dapat diginakan mediator
untuk mengantarkan para pihak berhasil mencapai kesepakatan mediasi.
PERMA tersebut mengatur bahwa bila perlu mediator dapat mengadakan
kaukus dengan salah satu pihak. Kaukus adalah pertemuan antara mediator
dengan salah satu pihak saja. Kaukus merupakan salah satu ciri penting proses
mediasi yang membedakan mediasi dan litigasi, dalam litigasi hakim tidak
diperbolehkan menyelenggarakan sidang dengan satu pihak saja terkecuali
tedapat hal hal yang dibenarkan oleh hukum. Sementara didalam mediasi
alasan mediator untuk mengadakan pertemuan terpisah dengan salah satu
pihak adalah untuk menemukan kepentingan tersembunyi salah satu atau para
pihak
c. PERMA Nomor 1 tahun 2016 juga mengatur bahwa proses mediasi dapat
membahas masalah-masalah yang tidak secara tegas disebutkan dalam posita
atau petitum gugatan.
Sepanjang pembahasan masalah mediator dapat membantu para pihak untuk
mencapai kesepakan perdamaian, pembahasan diluar posita dan petitum
sangat diperlukan untuk memperoleh informasi yang melatar belakangi
lahirnya sebuah perkara. Perma mediasi mengatur bahwa proses mediasi yang
membahas masalah-masalah yang tidak disebutkan dalam posita dan petitum
gugatan, jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian maka
5 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 6 ayat (4)
6 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 24 ayat (2 dan 3)
penggugat harus mengubah gugatannya dengan masalaha itu sebagai bagian
dari petitumnya7.
d. Atas dasar kesepakatan para pihak proses mediasi dapat melibatkan ahli,toko
masyarakat,atau tokoh adat jika pelibatan itu dapat memperjelas masalahmasalah yang diperundingkan dan dapat membantu para pihak menyeleseikan
masalah-masalah yang diperundingkan.
3. Proses mediasi yang menghasilkan kesepakatan perdamaian
Akhir dari mediasi menghasilkan dua kemungkinan yaitu para pihak mencapai
kesepakatan perdamaian atau gagal mencapai kesepakatan perdamaian. Jika para
pihak berhasil mencapai kesepakatan perdmaian, mediator wajib melaporkan
keberhasian itu degan sekaligus melampirkan kesepakatan perdamaian 8. PERMA No
1 tahun 2016 mengatur hal-hal yang perlu dilakukan para pihak,yaitu :
a. Merumuskan kesepakatan perdamaian secara tertulis dan menandatanganinya
b. Menyatakan persetujuan secara tertulis atas kesepakatan perdamaian jika
dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum
c. Dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara
agar dikuatkan dalam akta perdamaian9
Dalam hal para pihak tidak berkehendak Kesepakatan Perdamaian dikuatkan
dengan Akta Perdamaian, Penggugat diwajbkan untuk mencabut gugatannya10.
Ketentuan pencabutan perkara pentng bagi administrasi Pengadilan untuk
memberikan kepastian tentang status perkara, bahwa perkara telah selezai tanpa
melalui putusan pengadilan.
Mediator juga diwajibkan untuk menandatangani kesepakatan perdamaian agar
mediator juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa materi kesepakatan
perdamaian tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan atau kesusilaan,
tidak meugika pihak ketiga dan bukan kesepakatan perdamaian yang tidak dapat
dilaksanakan11. Namun keikutsertaan mediator menandatangani dokumen kesepakatan
tidak dapat diartikan bahwa mediator secara hkum bertanggung jawab atas isi
kesepakatan. Tiadanya tanggung jawab mediator atas isi kesepakatan perdamaian juga
ditegaskan dalam ketentuan PERMA No 1 tahun 2016 yang menyatakan : “Mediator
tidak dapat dikenai pertanggung jawaban pidana maupun perdata atas isi kesepakatan
pedamaian hasil proses mediasi”12. Kesepakatan perdamaian merupakan perwujudan
dari kehendak dan kepentingan para pihak dan bukan kehendak dan kepentingan
mediator karena fungsi mediator hanya membantu atau fasilitatif terhadap proses
pencarian penyeleseian sengketa dan mediator bukan sebagai pemutus.
Setelah menerima dokumen kesepakatan pedamaian yang ditanda tangani para
pihak dan mediator, Hakim pemeriksa perkara segera meneliti dan mempelajari
7 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 25 ayat (2)
8 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (6)
9 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (1),(3),(4)
10 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (5)
11 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (2)
12 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 35 ayat (6)
kesepakatan itu dalam waktu paling lama dua hari 13. Majelis hakim pemeriksa perkara
juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa materi kesepakatan pedamaian itu
tidak tidak bertentangan dengan hukum, ketertibatan umum dan kesusilaan, tidak
merugikan pihak ketiga dan dapat dilaksanakan. Jika ketiga hal itu tidak terpenuhi,
hakim pemeriksa wajib mengembalikan naskah kesepakatan perdamaian itu kepada
mediator dan para pihak untuk diperbaiki. Perbikan kesepakatan perdamaian wajib
diselesaikan oleh para pihak dengan bantuan mediator dalam waktu paling lama tujuh
hari. Palig lama tiga hari setelah perkara wajib menerbitkan penetapan hari sidang
untuk membacakan akta perdamaian
4. Proses Mediasi yang tidak berhasil dan yang tidak dapat dilaksanakan
PERMA Nomor 1 tahun 2016 membedakan anatar Mediasi yang tidak berhasil atau
gagal dengan Mediasi yang tidak dapat dilaksanakan. Mediasi yang tidak berhasil
dapat terjadi karena dua kemungkinan atau situasi. Pertama, mediasi dinyatakan tidak
berhasil jika setelah batas waktu maksimal yang ditentukan dalam PERMA, yaitu 30
hari atau waktu perpanjangan 30 hari lagi telah dipenuhi, Para pihak telah menempuh
mediasi tetapi tidak menghasilkan kesepakatan. Kedua, mediasi dinyatakan tidak
berhasil karen salah satu atau para pihak telah beriktikad tidak baik. Kriteria mediasi
dengan iktikad tidak baik yaitu :
a. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam
pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
b. Menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada
pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturutturut tanpa alasan sah;
c. Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi
tanpa alasan sah;
d. Menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak
menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau
e. Tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati
tanpa alasan sah.14
Jika proses mediasi tidak berhasil karena situasi tersebut diatas, mediatir wajib
menyatakan secara tertulis bahwa mediasi telah tidak berhasil dan memberitahukan
kegagalan itu kepada Hakim Pemeriksa Perkara15
Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat dilaksanakan dan
memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:
a. Melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan
dengan pihak lain yang:
Tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang
berkepentingan tidak menjadi salah satu pihak dalam proses Mediasi;
Diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak
berperkara lebih dari satu subjek hukum, tetapi tidak hadir di
persidangan sehingga tidak menjadi pihak dalam proses Mediasi; atau
13 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 28 ayat (1)
14 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 7 ayat (2)
15 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 32 ayat (1)
Diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak
berperkara lebih dari satu subjek hukum dan hadir di persidangan,
tetapi tidak pernah hadir dalam proses Mediasi.
b. Melibatkan wewenang kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah
dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak
berperkara, kecuali pihak berperkara yang terkait dengan pihakpihak tersebut
telah memperoleh persetujuan tertulis dari kementerian/lembaga/instansi
dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk mengambil keputusan
dalam proses Mediasi.
c. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c.16
Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), Hakim Pemeriksa Perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan
pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku17.
16 Ibid., ayat (2)
17 Ibid., ayat (3)
Prosedur adalah ketentuan-ketentuan normatif tentang tahapan dan tata cara atau
langkah-langkah melaksanakan sesuatu. Perma Nomor 1 tahun 2016 mengatur tahapan dan
tata carapenggunaan mediasi dalam tiga kontek. Konteks pertama, mediasi wajib pada awal
persidangan sebagai penguatan upaya perdamaian berdasarkan pasal 130 HIR dan 154 Rbg.
Kontks kedua, mediasi sukarela yaitu setelah mediasi wajib dan perkara telah memasuki
tahap pemeriksaan oleh Hakim. Konteks ketiga, penguatan oleh Hakim atas kesepakatan
perdamaian melaui mediasi di Luar pengadilan. Namun, sebagian besar ketentuan-ketentuan
dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 lebih berkaitan dengan penggunaan mediasi dalam
konteks pertama, yaitu Mediasi wajib. Prosedur mediasi dapat dibedakan atas ketentuanketentuan tahap Pra mediasi, proses mediasi, dan tahap akhir mediasi.
1. Tahap Pra Mediasi
a. Hakim pemeriksa perkara dalam sidang pertama yang dihadiri parapihak
mewajibkan untuk menempuh Mediasi sesua dengan ketentuan Pasal 17 ayat
(1).
b. Hakim pemeriksa perkara diwajibkan untuk menjelaskan proses mediasi
kepada para pihak sebagaimana diperintahkan pasal 17 ayat (6). Materi yang
harus dijelaskan oleh Hakim pemeriksa perkara kepada para pihak adalah
sebagaimana yang disebut dalam Pasal 17 ayat (7) yang meliputi :
Pengertian dan manfaat Mediasi;
Kewajiban Para Pihak untuk menghadiri langsung pertemuan Mediasi
berikut akibat hukum atas perilaku tidak beriktikad baik dalam proses
Mediasi;
Biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan Mediator nonhakim
dan bukan Pegawai Pengadilan;
Pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian melalui Akta
Perdamaian atau pencabutan gugatan;
Kewajiban Para Pihak untuk menandatangani formulir penjelasan
Mediasi.
Ayat (8) “Hakim Pemeriksa Perkara menyerahkan formulir penjelasan Mediasi
kepada Para Pihak yang memuat pernyataan bahwa Para Pihak”:
Memperoleh penjelasan prosedur Mediasi secara lengkap dari Hakim
Pemeriksa Perkara;
Memahami dengan baik prosedur Mediasi;
Bersedia menempuh Mediasi dengan iktikad baik.
c. Para pihak menandatangani Formulir Mediasi.
Penjelasan tentang Prosedur Mediasi oleh Hakim pemeriksa Perkara dan
penandatanganan formulir penjelasan Mediasi wajb dimuat dalam Berita
Acara Sidang
d. Para pihak memilih seorang atau lebih Mediator yang tercantum dalam Daftar
Mediator di Pengadilan termasuk biaya yang mungkin timbul jika mereka
memilih Mediator bukan hakim dan bukan Pegawai Pengadilan.
Jika para pihak gagal bersepakat untuk memilih Mediator bukan Hakim dan
bukan pegawai pengadilan.
e. Jika para pihak gagal bersepakat untuk memilih Mediator, ketua majelis
menunjuk hakim dan diutamakan hakim yang bersertifikat mediator.
f. Ketua majelis menerbitkan penetapan yang memuat perintah kepada para
pihak untuk menempuh mediasi dan nama mediator yang ditugaskan oleh
ketua majelis.
g. Hakim pemeriksa perkara wajib menunda pesidangan untuk memberi
kesempatan kepada para pihak untuk menempu mediasi wajib.
h. Setelah menerima penetapan penugasan sebagai mediator, mediator
menentukan hari dan tanggal pertemuan mediasi.
i. Mediator atas Kuasa Hakim pemeriksa perkara melalui Panitera melakukan
pemanggilan kepada Para Pihak dengan bantuan juru sita. Kuasa tersebut
adalah demi hukum artinya sudah sah tanpa perlu dibuat dalam bentuk surat
kuasa. Juru sita atau juru sita pengganti wajib melaksanakan pemanggilan para
pihak yang diperintahkan oleh Mediator Hakim maupun bukan Mediator
hakim1
2. Tahap proses mediasi
a. Dalam waktu 5 hari sejak penetapan perintah mediasi oleh Hakim pemeriksa
perkara kepada para pihak , para pihak dapat menyerahkan resume perkara
kepada satu sama lainnya dan kepada mediator.
Penyiapan resume perkara oleh para pihak secara timbal balik dan kepada
mediator memang tidak bersifat wajib, tetapi bersifat anjuran atau suka rela
sesuai rumusan ketentuan pasal 24 ayat (1) Perma Nomor 1 tahun 2016 yang
berbunyi “......para pihak dapat menyerahan resume perkara kepada pihak lain
dan kepada mediator”. Pengertian “pihak lain” adalah para pihak satu sama
lainnya dalam perkara yang sama . Kata “dapat” mengandung arti anjuran atau
pilihan para pihak. Tujuan dari perlunya penyiapan dan penyerahan resume
perkara adalah untuk mempermudah dan membantu para pihak dan mediator
dalam memahami posisi dan kepentingan masing-masing pihak, serta poko
masalah sengketa/perkara, sehingga para pihak dan mediator dapat
menghemat waktu dalam mencari berbagai kemungkina pemecahan masalah.
b. Mediator meneyelenggarakan sesi-sesi atau pertemuan-pertemuan mediasi.
Perma Nomor 1 tahun 2016 membolehkan pertemuan mediasi dilaksanakan
melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinakan
semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam pertemuan mediasi.2 Para pihak wajib menghadiri secara
langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa
hukumnya3. Kehadiran para pihak melalui komunikasi audio visual jaral jauh
dianggap sebagai kehadiran langsung4. Ketidak hadiran para pihak secara
langsung dalam proses mediasi hanya dapat diterima ata dibenarkan karena
alasan-alasan yang sah yang sah, yaitu :
1 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 21 ayat (3)
2 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 5 ayat (3)
3 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 6 ayat (1)
4 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 6 ayat (2)
Kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan
Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter;
Di bawah pengampuan;
Mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri;
atau
Menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak
dapat ditinggalkan.5
Berdasarkan PERMA Nomor 1 tahun 2016 proses mediasi berlangsung dalam
waktu 30 hari sejak penetapan perintah kepada mediator untuk melakukan
mediasi, atas dasar kesepakatan para pihak dapat diperpanjang selama 30 hari
sejak 30 hari sebelumnya telah habis. Banyaknya sesi pertemuan selama
waktu tersebut ditentukan berdasarkan kesepakata para pihak 6. Namun,
PERMA Nomor 1 tahun 2016 tidak mengatur secara rinci bagaimana mediator
menyelenggarakan sesi-sesi mediasi selama proses mediasi. Bagaimana
mediator menggiring dan menstimulasi para pihak menempuh mediasi
memang tidak perlu dituangkan ke dalam PERMA karena hal itu menyangkut
keterampilan dan pengetahuan mediator. Keterampilan dan pengetahuan dapat
diperoleh dari pelatihan, jika keterampilan dituangkan kedalam norma maka
keterampilan menjadi sangat legislatik dan kaku sehingga kehilangan daya
kekuatan dan keluwesennya. Namun, perma No 1 tahun 2016 mengatur
beberapa pendekatan atau teknik keterampilan yang dapat diginakan mediator
untuk mengantarkan para pihak berhasil mencapai kesepakatan mediasi.
PERMA tersebut mengatur bahwa bila perlu mediator dapat mengadakan
kaukus dengan salah satu pihak. Kaukus adalah pertemuan antara mediator
dengan salah satu pihak saja. Kaukus merupakan salah satu ciri penting proses
mediasi yang membedakan mediasi dan litigasi, dalam litigasi hakim tidak
diperbolehkan menyelenggarakan sidang dengan satu pihak saja terkecuali
tedapat hal hal yang dibenarkan oleh hukum. Sementara didalam mediasi
alasan mediator untuk mengadakan pertemuan terpisah dengan salah satu
pihak adalah untuk menemukan kepentingan tersembunyi salah satu atau para
pihak
c. PERMA Nomor 1 tahun 2016 juga mengatur bahwa proses mediasi dapat
membahas masalah-masalah yang tidak secara tegas disebutkan dalam posita
atau petitum gugatan.
Sepanjang pembahasan masalah mediator dapat membantu para pihak untuk
mencapai kesepakan perdamaian, pembahasan diluar posita dan petitum
sangat diperlukan untuk memperoleh informasi yang melatar belakangi
lahirnya sebuah perkara. Perma mediasi mengatur bahwa proses mediasi yang
membahas masalah-masalah yang tidak disebutkan dalam posita dan petitum
gugatan, jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian maka
5 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 6 ayat (4)
6 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 24 ayat (2 dan 3)
penggugat harus mengubah gugatannya dengan masalaha itu sebagai bagian
dari petitumnya7.
d. Atas dasar kesepakatan para pihak proses mediasi dapat melibatkan ahli,toko
masyarakat,atau tokoh adat jika pelibatan itu dapat memperjelas masalahmasalah yang diperundingkan dan dapat membantu para pihak menyeleseikan
masalah-masalah yang diperundingkan.
3. Proses mediasi yang menghasilkan kesepakatan perdamaian
Akhir dari mediasi menghasilkan dua kemungkinan yaitu para pihak mencapai
kesepakatan perdamaian atau gagal mencapai kesepakatan perdamaian. Jika para
pihak berhasil mencapai kesepakatan perdmaian, mediator wajib melaporkan
keberhasian itu degan sekaligus melampirkan kesepakatan perdamaian 8. PERMA No
1 tahun 2016 mengatur hal-hal yang perlu dilakukan para pihak,yaitu :
a. Merumuskan kesepakatan perdamaian secara tertulis dan menandatanganinya
b. Menyatakan persetujuan secara tertulis atas kesepakatan perdamaian jika
dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum
c. Dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara
agar dikuatkan dalam akta perdamaian9
Dalam hal para pihak tidak berkehendak Kesepakatan Perdamaian dikuatkan
dengan Akta Perdamaian, Penggugat diwajbkan untuk mencabut gugatannya10.
Ketentuan pencabutan perkara pentng bagi administrasi Pengadilan untuk
memberikan kepastian tentang status perkara, bahwa perkara telah selezai tanpa
melalui putusan pengadilan.
Mediator juga diwajibkan untuk menandatangani kesepakatan perdamaian agar
mediator juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa materi kesepakatan
perdamaian tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan atau kesusilaan,
tidak meugika pihak ketiga dan bukan kesepakatan perdamaian yang tidak dapat
dilaksanakan11. Namun keikutsertaan mediator menandatangani dokumen kesepakatan
tidak dapat diartikan bahwa mediator secara hkum bertanggung jawab atas isi
kesepakatan. Tiadanya tanggung jawab mediator atas isi kesepakatan perdamaian juga
ditegaskan dalam ketentuan PERMA No 1 tahun 2016 yang menyatakan : “Mediator
tidak dapat dikenai pertanggung jawaban pidana maupun perdata atas isi kesepakatan
pedamaian hasil proses mediasi”12. Kesepakatan perdamaian merupakan perwujudan
dari kehendak dan kepentingan para pihak dan bukan kehendak dan kepentingan
mediator karena fungsi mediator hanya membantu atau fasilitatif terhadap proses
pencarian penyeleseian sengketa dan mediator bukan sebagai pemutus.
Setelah menerima dokumen kesepakatan pedamaian yang ditanda tangani para
pihak dan mediator, Hakim pemeriksa perkara segera meneliti dan mempelajari
7 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 25 ayat (2)
8 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (6)
9 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (1),(3),(4)
10 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (5)
11 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 27 ayat (2)
12 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 35 ayat (6)
kesepakatan itu dalam waktu paling lama dua hari 13. Majelis hakim pemeriksa perkara
juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa materi kesepakatan pedamaian itu
tidak tidak bertentangan dengan hukum, ketertibatan umum dan kesusilaan, tidak
merugikan pihak ketiga dan dapat dilaksanakan. Jika ketiga hal itu tidak terpenuhi,
hakim pemeriksa wajib mengembalikan naskah kesepakatan perdamaian itu kepada
mediator dan para pihak untuk diperbaiki. Perbikan kesepakatan perdamaian wajib
diselesaikan oleh para pihak dengan bantuan mediator dalam waktu paling lama tujuh
hari. Palig lama tiga hari setelah perkara wajib menerbitkan penetapan hari sidang
untuk membacakan akta perdamaian
4. Proses Mediasi yang tidak berhasil dan yang tidak dapat dilaksanakan
PERMA Nomor 1 tahun 2016 membedakan anatar Mediasi yang tidak berhasil atau
gagal dengan Mediasi yang tidak dapat dilaksanakan. Mediasi yang tidak berhasil
dapat terjadi karena dua kemungkinan atau situasi. Pertama, mediasi dinyatakan tidak
berhasil jika setelah batas waktu maksimal yang ditentukan dalam PERMA, yaitu 30
hari atau waktu perpanjangan 30 hari lagi telah dipenuhi, Para pihak telah menempuh
mediasi tetapi tidak menghasilkan kesepakatan. Kedua, mediasi dinyatakan tidak
berhasil karen salah satu atau para pihak telah beriktikad tidak baik. Kriteria mediasi
dengan iktikad tidak baik yaitu :
a. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam
pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
b. Menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada
pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturutturut tanpa alasan sah;
c. Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi
tanpa alasan sah;
d. Menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak
menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau
e. Tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati
tanpa alasan sah.14
Jika proses mediasi tidak berhasil karena situasi tersebut diatas, mediatir wajib
menyatakan secara tertulis bahwa mediasi telah tidak berhasil dan memberitahukan
kegagalan itu kepada Hakim Pemeriksa Perkara15
Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat dilaksanakan dan
memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:
a. Melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan
dengan pihak lain yang:
Tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang
berkepentingan tidak menjadi salah satu pihak dalam proses Mediasi;
Diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak
berperkara lebih dari satu subjek hukum, tetapi tidak hadir di
persidangan sehingga tidak menjadi pihak dalam proses Mediasi; atau
13 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 28 ayat (1)
14 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 7 ayat (2)
15 Perma Nomor 1 Thun 2016, Pasal 32 ayat (1)
Diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak
berperkara lebih dari satu subjek hukum dan hadir di persidangan,
tetapi tidak pernah hadir dalam proses Mediasi.
b. Melibatkan wewenang kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah
dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak
berperkara, kecuali pihak berperkara yang terkait dengan pihakpihak tersebut
telah memperoleh persetujuan tertulis dari kementerian/lembaga/instansi
dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk mengambil keputusan
dalam proses Mediasi.
c. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c.16
Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), Hakim Pemeriksa Perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan
pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku17.
16 Ibid., ayat (2)
17 Ibid., ayat (3)