Kerusakan Lingkungan Perairan yang Diaki

TUGAS PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN

Tema : Studi Kasus Kerusakan pada Lingkungan
Judul : Studi Kasus pada Kerusakan Lingkungan Perairan yang disebabkan
Oleh Harmful Algae Bloom (HABs) di Teluk Jakarta

Oleh :
MUTIA
08101005042

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Fitoplankton memiliki klorofil yang berperan dalam fotosintesis untuk

menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang digunakan sebagai dasar
mata rantai pada siklus makanan di laut. Namun fitoplankton tertentu mempunyai
peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebih (blooming).
Pertumbuhan fitoplankton yang terlalu berlebih akibat pengkayaan zat hara
(eutrofikasi) dapat menimbulkan dampak negatif karena beberapa spesiesnya
dapat menghasilkan senyawa toksin. Tetapi bila pada perairan tertentu terjadi
pertumbuhan alga yang sangat berlimpah yang dikenal dengan nama ledakan alga
atau Blooming Algae dan dikenal juga dengan istilah HABs (Harmful Alga
Blooms) karena berlimpahnya nutrient pada badan air, maka akan berdampak
besar terhadap lingkungan perairan tersebut.
Harmful Algae Blooms (HABs) merupakan fenomena pertumbuhan
fitoplankton di air laut atau air payau yang dapat menyebabkan kematian massal
ikan dan mengontaminasi biota lainnya dengan toksik yang dikeluarkan oleh
fitoplankton. Teluk Jakarta merupakan perairan yang kondisi zat haranya selalu
berubah secara dinamis akibat adanya masukan massa air tawar dari sungai sungai di sekitarnya yang mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik
sebagai sumber pengkayaan zat hara (eutrofikasi). Di periode awal tahun 2000-an
telah terjadi beberapa kali peristiwa ledakan populasi alga berbahaya (HABs) di
perairan Teluk Jakarta, salah satu faktor pemicunya kemungkinan karena
terjadinya pengkayaan zat hara.
Zat hara yang melimpah di satu sisi baik untuk suatu perairan karena

menandakan perairan tersebut subur, dan dapat meningkatkan laju pertumbuhan
fitoplankton atau alga. Menurut Sutomo (1993), keberadaan fitoplankton di dalam
suatu wilayah perairan mempengaruhi jumlah populasi ikan yang berada di
wilayah tersebut. Jumlah fitoplankton yang melimpah dalam suatu sistem
pembiakan akan menghasilkan jumlah ikan yang juga melimpah (Jha et al., 2004).

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

2

Di sisi lain, pertumbuhan fitoplankton yang terlalu berlebih (alga blooming)
akibat pengkayaan zat hara (eutrofikasi) dapat menimbulkan dampak negatif
karena beberapa spesiesnya dapat menghasilkan senyawa toksin. Alga blooming
juga menyebabkan konsentrasi oksigen di wilayah tersebut menurun (hypoxia)
dan menyebabkan ikan kekurangan oksigen untuk bernafas yang pada akhirnya
menyebabkan kematian ikan dalam jumlah besar.
1.2 Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini antara lain yaitu :
1) Untuk mempelajari permasalahan kerusakan ekosistem yang terjadi pada
lingkungan perairan

2) Mengetahui penyebab terjadinya Harmful Algae Blooms
3) Dapat mengetahui mekanisme terjadinya Harmful Algae Blooms
1.3 Manfaat
Manfaat dari makalah studi kasus ini antara lain sebagai berikut :
1) Mengetahui tipe kerusakan lingkungan pada perairan yang disebabkan
oleh blooming alga.
2) Memahami

cara

mengatasi

kerusakan

disebabkan oleh blooming alga.

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

3


lingkungan

perairan

yang

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor penyebab dan Pengaruh HABs
Air biasanya disebut tercemar ketika terganggu oleh kontaminan
antropogenik dan ketika tidak bisa mendukung kehidupan manusia, seperti air
minum, dan/atau mengalami pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk
mendukung komunitas penyusun biotik, seperti ikan. Fenomena alam seperti
gunung berapi, algae blooms, badai, dan gempa bumi juga menyebabkan
perubahan besar dalam kualitas air dan status ekologi air.
Terdapat beberapa faktor penyebab meledaknya popolasi fitoplankton atau
HABs antara lain :
1) Faktor karena adanya eutrofikasi adanya upwelling yang mengangkat
massa air kaya unsur-unsur hara

2) Faktor ekskresi senyawa-senyawa nitrogen dari usaha budidaya dan
dekomposisi mikrobia senyawa – senyawa organik yang berasal dari sisa –
sisa pakan ikan budidaya merupakan sumber utama amoniak, nitrat, nitrit,
fosfat, dan senyawa organik lainnya
3) Pengkayaan zat hara fosfat berasal dari limbah rumah tangga, industri,
lahan pertanian atau peternakan.
Keberadaan HABs secara umum sebenarnya dapat diklasifikasikan dalam
2 kelompok, antara lain : Organisme fitopIankton yang dapat mengeluarkan zat
racun spesifik sehingga mengakibatkan kematian ikan, meskipun densitas
fitoplanktonnya rendah (kelompok deskriminatif). HABs yang kedua merupakan
organisme fitopIankton yang tidak mengeluarkan zat beracun, namun karena
jumlahnya (densitas) yang sangat tinggi telah mengakibatkan terjadinya dampak
negatif dan merusak, seperti penurunan kandungan oksigen terlarut karena proses
pembusukan, penyumbatan insang oleh selsel fitoplankton dan pengeluaran
gas/uap yang mematikan/aerosol (kelompok non diskriminatif).

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

4


2.2 Dampak HABs
Dampak positif : Zat hara yang melimpah di satu sisi baik untuk suatu
perairan karena menandakan perairan tersebut subur, dan dapat meningkatkan laju
pertumbuhan fitoplankton atau alga.
Dampak Negatif : Ledakan populasi fitoplankton dapat menutupi permukaan
perairan, sehingga dapat menyebabkan deplesi oksigen, secara

Fisiologi

berpengaruh terhadap gangguan fungsi mekanik maupun kimiawi pada ingsang
ikan. Selain itu fitoplankton penyebab HABs yang menghasilkan toksin dapat
menyebabkan keracunan pada biota budidaya seperti ikan dan kerang di sekitar
perairan tersebut.
2.3 Jenis Fitoplankton Penyebab HABs dari Kajian Penelitian
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, menemukan beberapa jenis
fitoplankton yang berpotensi menyebabkan HABs, dan diantaranya dapat
membahayakan bagi kegiatan budidaya perikanan. Penelitian yang dilakukan oleh
Aunurohim dkk 2006, di perairan Sidoarjo, didapatkan 11 spesies fitoplankton
yang berpotensi menyebabkan Harmful Algae Blooms (HABs) adalah (Nitzschia
sp., Chaetoceros sp., Chaetoceros diversus, Chaetoceros pseudocarvisetum) dari

kelas

Bacillariophyceae, (Ceratium

homunculus) dari

kelas

sp.,

Dinophyceae

Prorocentrum

dan

(Anabaena

sp.,


Dinophysis

sp.)

dari

kelas

Cyanophyceae.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mulyani dkk pada bulan mei 2011 di
Kamal Muara, Jakarta Utara menemukan beberapa spesies fitoplankton berbahaya
dari kelas Dinophyceae (Ceratium furca, Dinophysis caudate, Ganyaulax
polygramma, Gayaurax spinifera, Gymnodinium catenatum, Gymnodinium
sanguenium,

Procetrum

micans,

dan


Prorocetrum

sigmoides).

Kelas

Bacillariophyceae (Chaetoceros sp., Nitzschia sp., Seklotonema costatum, dan
Thalassiosira sp.) yang berpotensi menghasilkan toksin di lokasi budidaya
Kerang.
Penelitian yang dilakukan oleh Hanif Budi Prayitno pada bulan mei 2010
terhadap perairan Teluk Jakarta merupakan perairan yang kondisi zat haranya

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

5

selalu berubah secara dinamis akibat adanya masukan massa air tawar dari sungaisungai di sekitarnya yang mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik
sebagai sumber pengkayaan zat hara (eutrofikasi). Dari penelitian di Teluk Jakarta
yang dilakukan oleh Hanif Budi Prayitno potensi terjadinya blooming

fitoplankton atau alga berbahaya pada bulan-bulan tertentu sangat kecil karena
ketersediaan silikat yang cukup melimpah.
Penelitian yang dilakukan oleh Yudhi Sutrisno 1999 di perairan pulau
Harapan yang merupakan salah satu pulau di gugusan pulau Seribu menemukan
beberapa spesies, yakni : (Nitzchia sp., Pseudonitzchia sp., Ceratium sp.,
Peridinium sp., Cochlodinium sp., Pyrocystis sp., Gonyaulax sp., Alexandrium
sp., Noctiluca sp., Trichodesmium sp.,) yang jika hadir dalam kepadatan tinggi
dapat membahayakan organisme lain khususnya hasil dari perikanan. Dominasi
komunitas fitoplankton oleh Pseudonitzchia sp dan Trichodesmium sp perlu
diwaspadai karena peledakan populasi (blooming) kedua jenis alga tersebut dapat
membahayakan organisme lain dan menggangu stabilitas ekosistem perairan.
Pulau ini telah dipilih untuk dijadikan tempat pengembangan Budidaya Ikan
dengan Keramba Jala Apung (KJA). Kegiatan tersebut dipastikan akan
menghasilkan limbah yang diperkirakan dapat merubah kualitas air sekitarnya.
Sebagian besar faktor blooming terjadi oleh akibat dari limbah dari
manusia, seperti : Bahan Pakan Budidaya perikanan, Limbah rumah tangga,
limbah pertanian dan peternakan. Hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh
alam seperti halnya upwelling dimana peristiwa menaiknya massa air laut dari
lapisan bawah ke permukaan karena proses fisik perairan. Gambar 1 dan 2
menunjukkan kerusakan lingkungan perairan yang disebabkan oleh blooming

alga dan sampah dari masyarakat :

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

6

Gambar 1. Kerusakan Lingkungan Perairan

Gambar 2. Perairan yang dipenuhi HABs
Adanya

fitoplankton beracun yang muncul di dalam perairan dapat

membahayakan kehidupan organisme konsumen seperti ikan dan invertebrata,
bahkan sampai pada manusia yang kebetulan memakan produk laut yang
mengandung racun yang berasal dari fitoplankton. Faktor-faktor yang dapat
memicu ledakan populasi fitoplankton berbahaya antara lain: adanya pengayaan
unsur-unsur hara atau eutrofikasi, adanya upwelling yang mengangkat massa air
kaya unsur-unsur hara, dan adanya hujan lebat dan masuknya air ke laut dalam
jumlah yang besar.
Pada tahun 2004 muncul kematian massal ikan di Teluk Jakarta, banyak
pernyataan yang menyalahkan industri ataupun karena tumpahan minyak, tetapi
tidak ada bukti nyata mengenai hal ini. Selain itu, penelitian di Pulau Pari (bagian
gugusan

Kepulauan Seribu) pada tahun 2001 juga menunjukkan terjadinya

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

7

penurunan kualitas ekologik perairan sebagai dampak kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat disana, sehingga menyebabkan kematian massal biota dasar
perairan seperti karang, larva udang, dan teripang. Sehingga untuk menambah
database fitoplankton spesies HABs maka perlu dilakukan penelitian tentang
kelimpahan fitoplankton dan hubungannya dengan beberapa parameter bahan
organik.
Pencemaran air berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air
minum, meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan
danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam, dan sebagainya. Di badan air, sungai
dan danau, nitrogen dan fosfat (dari kegiatan pertanian) telah menyebabkan
pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali (eutrofikasi berlebihan). Ledakan
pertumbuhan ini menyebabkan oksigen, yang seharusnya digunakan bersama oleh
seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang. Ketika tanaman air tersebut
mati, dekomposisi mereka menyedot lebih banyak oksigen. Sebagai akibatnya,
ikan akan mati, dan aktivitas bakteri menurun.
2.4 Dampak Kerusakan Lingkungan Perairan akibat HABs
2.4.1 Dampak terhadap kehidupan biota air
Banyaknya zat pencemaran pada air limbah akan menyebabkan
menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga mengakibatkan
kehidupan dalam air membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi
perkembangannya. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air
secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan
air limbah yang sulit terurai. Panas dari industri juga akan membawa dampak bagi
kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan terlebih dahulu.
2.4.2 Dampak terhadap kualitas air tanah
Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan faecal
coliform telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini dibuktikan oleh suatu survey
sumur dangkal di Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya
pencemaran tersebut.

2.4.3 Dampak terhadap kesehatan

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

8

Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam antara lain :
Air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen, air sebagai sarang insekta
penyebar penyakit, jumlah air yang tersedia tidak cukup sehingga manusia
bersangkutan tak dapat membersihkan diri, dan air sebagai media untuk hidup
vektor penyakit.
2.4.4 Dampak terhadap estetika lingkungan
Dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan
perairan, maka perairan tersebut akan semakin tercemar yang biasanya ditandai
dengan bau yang menyengat disamping tumpukan yang dapat mengurangi estetika
lingkungan. Masalah limbah minyak atau lemak juga dapat mengurangi estetika
lingkungan.
2.5 Menanggulangi Kerusakan Lingkungan Perairan
Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai cara penanggulangan
pencemaran air antara lain:
1. Sadar akan kelangsungan ketersediaan air dengan tidak merusak atau
mengeksploitasi sumber mata air agar tidak tercemar.
2. Tidak membuang sampah ke sungai.
3. Mengurangi intensitas limbah rumah tangga.
4. Melakukan penyaringan limbah pabrik sehingga limbah yang nantinya bersatu
dengan air sungai bukanlah limbah jahat perusak ekosistem.
5. Pembuatan sanitasi yang benar dan bersih agar sumber-sumber air bersih
lainnya tidak tercemar.
Cara penanggulangan pencemaran air lainnya adalah melakukan
penanaman pohon. Pohon selain bisa mencegah longsor, diakui mampu menyerap
air dalam jumlah banyak. Itu sebabnya banyak bencana banjir akibat penebangan
pohon secara massal. Padahal, pohon merupakan penyerap air paling efektif dan
handal. Bahkan, daerah resapan air pun dijadikan pemukiman dan pusat wisata.
Pohon sesungguhnya bisa menjadi sumber air sebab dengan banyaknya pohon,
semakin banyak pula sumber-sumber air potensial di bawahnya.

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

9

Dalam menyikapi permasalahan pencemaran air ini, Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat, menetapkan beberapa
cara penanggulangan pencemaran air yang bisa diterapkan oleh kita.
Beberapa cara penanggulangan pencemaran air tersebut di antaranya sebagai
berikut. Program Pengendalian Pencemaran dan Pengrusakan Lingkungan
• Mengurangi beban pencemaran badan air oleh industri dan domestik.


Mengurangi



Mengawasi

beban

emisi

dari

pemanfaatan

B3

kendaraan
dan

bermotor

pembuangan

dan

industri.

limbah

B3.

• Mengembangkan produksi yang lebih bersih (cleaner production) dan EPCM
(Environmental Pollution Control Manager).

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

10

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1) Harmful Algae Blooms (HABs) merupakan fenomena pertumbuhan
fitoplankton di air laut atau air payau yang dapat menyebabkan kematian
massal ikan dan mengontaminasi biota lainnya dengan toksik

yang

dikeluarkan oleh fitoplankton.
2) Pertumbuhan fitoplankton yang terlalu berlebih akibat pengkayaan zat
hara (eutrofikasi) dapat menimbulkan dampak negatif karena beberapa
spesiesnya dapat menghasilkan senyawa toksin.
3) Alga blooming juga menyebabkan konsentrasi oksigen di wilayah tersebut
menurun (hypoxia) dan menyebabkan ikan kekurangan oksigen untuk
bernafas yang pada akhirnya menyebabkan kematian ikan dalam jumlah
besar.
4) Cara penanggulangan pencemaran air lainnya adalah melakukan
penanaman pohon, sadar akan kelangsungan ketersediaan air dengan tidak
merusak atau mengeksploitasi sumber mata air agar tidak tercemar, tidak
membuang sampah ke sungai, Mengurangi intensitas dengan melakukan
penyaringan limbah pabrik sehingga limbah yang nantinya bersatu dengan
air sungai bukanlah limbah jahat perusak ekosistem.
5) Cara penanggulangan pencemaran air lainnya adalah melakukan
penanaman pohon.
3.2 Saran
Saran yang didapatkan yaitu Pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh
manusia sangat berdampak besar terhadap meledaknya populasi fitoplankton yang
berbahaya (HABs), Manusia harus semakin bijak dalam memperhatikan
lingkungan sekitar, khususnya membuang limbah agar HABs dapat dikendalikan.

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

11

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Q dan Sidabutar, T. 2005. Fenomena RED TIDE Di Perairan Indonesia
Dan Sekitarnya. LIPI Press. Jakarta.
Dewi R et al. Fitoplankton Penyebab Harmful Algae Blooms (HABs) di Perairan
Teluk Jakarta.
Kurniawan, G. 2008. Studi Ekologi Kista Dinoflagellata Spesies Penyebab HAB
(Harmful Alga Bloom) di Sedimen Pada Perairan Teluk Jakarta. Bandung :
Institut Pertanian Bogor.
Madubun, U. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Kaitannya dengan
Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Muara Jaya Teluk Jakarta. Bogor :
Institut Pertanian Bogor
Miller, P. 2006. SeaWiFS discrimination of harmful algal bloom evolution.
International Journal of Remote Sensing.
Praseno, Djoko Prawoto, & Kastoro, W., 1979. Evaluasi Hasil Pemonitoran
Kondisi Perairan Teluk Jakarta 1975-1979. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanografi-LIPI, Jakarta. 1-7
Prayitno Budi, H. 2011. Kondisi Trofik Perairan Teluk Jakarta dan Potensi
Terjadinya Ledakan Populasi Alga Berbahaya (HABs). Jakarta : LIPI
Sidabutar, Tumpak. 2008. Kondisi Plankton di Teluk Jakarta: Kajian Perubahan
ekosistem Perairan Teluk Jakarta. Kajian Perubahan Ekosistem Perairan
Teluk Jakarta. LIPI Press. Jakarta

Makalah Pengantar Ilmu Lingkungan

12