Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi Dalam O
Pendahuluan
Setiap pemimpin memiliki keinginan untuk membangun dan mengembangkan
organisasi yang dipimpinnya agar dapat bersaing dengan organisasi yang lain. Keberhasilan
seorang pemimpin sangat tergantung dengan kemampuannya dalam memimpin orang-orang
disekitarnya, karena keberhasilan organisasi diukur dari sumber daya manusianya.
Seorang pemimpin haruslah memiliki sifat menyayangi, perhatian, dan melayani terhadap apa
yang dipimpinnya. Itu diukur dari bentuk kepeduliannya terhadap kebutuhan, keinginan,
impian dan harapan orang-orang yang dipimpinnya.
Di dalam kepemimpinannya seorang pemimpin haruslah memiliki komunikasi yang
baik dalam memberikan tugas atau arahan kepada bawahannya, agar bawahan tidak merasa
seperti diperintah, dan merasa senang diperlakukan atasannya. Dan karena kesenangan yang
dirasakan bawahan akan berdampak pada pekerjaannya, ia akan lebih bisa meningkatkan
efektifitas kerjanya.
Pemimpin memiliki kedudukan yang sangat penting, karenanya siapa saja yang
menjadi pemimpin tidak boleh dan jangan sampai menyalahgunakan kepemimpinannnya
untuk hal-hal yang tidak benar. Dalam makalah ini akan dijelaskan gaya-gaya pemimpin yang
baik dan yang tidak baik dalam organisasi dan cara komunikasi atasan kepada bawahan.
1
Pembahasan
Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi dalam Organisasi
A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memtivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya.1Beberapa pengertian kepemimpinan menurut beberapa ahli:
1.
Koontz & O’Donnel, mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses memengaruhi
sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan
kelompoknya.
2.
George R. Terry, kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang-orang untuk
bersedia berusaha mencapai tujuan bersama.
3.
Robbins, kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok untuk
mencapai tujuan.
4.
John Piffner, kepemimpinan merupakan suatu seni dalam mengkoordinasikan dan
mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.
5.
Slamet Sentosa, mendefenisikan kepemimpinan adalah usaha untuk memengaruhi
anggota kelompok agar mereka bersedia menyumbangkan kemampuannya lebih banyak
dalam mencapai tujuan kelompok yang telah disepakati.2
Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi
perilaku seseorang atau sekelompok orang agar bersedia menyumbangkan kemampuannya
lebih banyak untuk mencapai tujuan bersama. Setiap pemimpin memiliki perilaku yang
berbeda dalam memimpin para pengikutnya. Perilaku para pemimpin secara singkat disebut
gaya kepemimpinan (leadership style). Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara
memimpin untuk memengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingah laku
atau kepribadian.
B. Teori Kepemimpinan
Enam teori pengklasifikasian gaya kepemimpinan yang paling populer adalah:
1.
Teori Kisi Kepemimpinan atau Kisi Manajerial (Blake dan Mouton)
1 Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), hlm. 2.
2 Veithzal Rivai,dkk., Pemimpin dan Kepemimpin dalam Organisasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2014), hlm. 3.
2
Kisi ini berasal dari hal-hal yang mendasari perhatian manajer, perhatiannya pada
tugas atau pada hal-hal yang telah direncanakan untuk diselesaikan oleh organisasi, dan
perhatian kepada orang-orang dan unsur-unsur organisasi yang mempengaruhi mereka. Ada
lima jenis gaya ekstrem yang dikemukakan model kisi ini:
a.
Gaya pengalah, ditandai oleh kurangnya perhatian pemimpin terhadap produksi.
Pemimpin dengan gaya ini cenderung menerima keputusan orang lain, menyetujui pendapat,
sikap dan gagasan-gagasan orang lain, serta menghindari sikap memihak dan jarang terlibat
bila ada konflik.
b.
Gaya pemimpin pertengahan, ditandai oleh perhatian yang seimbang terhadap produksi
dan manusia. Pemimpin dengan gaya ini selalu mencari cara-cara yang dapat berguna untuk
memecahkan masalah, dan berusaha mempertahankan agar keadaan tetap baik.
c.
Gaya tim, ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap tugas dan manusia. Pemimpin
tim, amat menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil dari pengertian dan
kesepakatan anggota organisasi. Bila terjadi konflik, pemimpin tim mencoba memeriksa
alasan timbulnya perbedaan dan penyebabnya.
d.
Gaya santai, ditandai oleh rendahnya perhatian terhadap tugas dan perhatian yang tinggi
terhadap manusia. Pemimpin ini menghindari terjadinya konflik, dan ia selalu bersikap
hangat dan ramah. Ia lebih bersikap menolong daripada memimpin
e.
Gaya kerja, ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan kerja tetapi amat
kurang memperhatikan manusianya. Ia mementingkan agar pelaksanaan dan penyelesaian
pekerjaan terselesaikan dengan efesien. Ia cenderung mempertahankan gagasannya dan
berkeras pada pendiriannya.3
2.
Teori 3-D (Reddin)
Reddin membuat teori berdasarkan pada kisi tugas yag dikemukakan Blake dan
Mouton dengan menambahkan dimensi ketiga, yaitu efektifitas. Ketiga dimensi itu
didefenisikan sebagai berikut:
-
Orientasi kerja; tingkat pengarahan manajer atas usaha bawahan untuk mencapai tujuan
-
Orientasi hubungan; tingkat hubungan pribadi antara manajer dengan bawahan, ditandai
oleh adanya saling mempercayai, menghormati gagasan dan memperhatikan perasaan
bawahan
-
Kefektifan; tingkat persyaratan produksi yang dicapai manajer yang telah ditetapkan.
3 R. Wayne Peace dan Don F.Faules, Komunikasi Organisasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010),
hlm. 280-281.
3
Kisi 3-D menghasilkan delapan gaya manajer atau kepemimpinan. Empat gaya termasuk
gaya yang efektif dan empat gaya yang lainnya kurang efektif.4
Empat gaya yang efektif terdiri dari yaitu:
-
Eksekutif, gaya ini mempunyai perhatian yang banyak terhadap tugas-tugas pekerjaan
dan hubungan kerja.
-
Pecinta pengembangan, gaya ini mempunyai perhatian yang penuh terhadap hubungan
kerja, sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas pekerjaan minim.
-
Otokratis yang baik, gaya ini menekankan perhatian yang maksimum terhadap pekerjaan
dan perhatian terhadap hubungan kerja sangat minim sekali, tetapi berusaha agar menjaga
perasaan bawahannya.
-
Gaya birokrat, gaya ini menaruh perhatian pada aturan-aturan prosedur demi kepentingan
sendiri, sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas pekerjaan minim, dan perhatian terhadap
hubungan kerjanya juga lemah.5
Sedangkan empat gaya yang kurang efektif yaitu:
-
Pencari kompromi; tugas berat, hubungan kuat, muncul sebagai pembuat keputusan yang
buruk dan membiarkan tekanan amat mempengaruhinya, suka meminimalkan tekanan dan
masalah
-
Otokrat; tugas berat, hubungan lemah, tidak mempunyai kepercayaan kepada orang lain,
hanya tertarik pada tugas-tugas langsung
-
Pembawa misi; tugas ringan, hubungan kuat, lebih tertarik kepada manusia sebagai
pribadi
-
Penyendiri; tugas ringan, hubungan lemah, tidak terlibat dan pasif.6
3.
Teori Kepemimpinan Situasional (Hersey dan Blanchard)
Gaya kepemimpinan situasional ini mirip dengan model Reddin. Faktor yang
menentukan efektifitas menurut mereka adalah “kesiapan anak-anak buah”. Kesiapan ini
didefenisikan sebagai kesediaan dan kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab.
Pemimpin atau manajer harus menyesuaikan responnya menurut kondisi atau tingkat
perkembangan kematangan, kemampuan, dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugastugasnya. Dalam hal ini, respons seorang manajer dala perilaku kepemimpinan memberikan
sejumlah pengarahan dan dukungan yang bersifat sosiemosional. Sementara tiu, manajer
harus menyesuaikan tingkat kematangan karyawan.7
4Ibid., hlm. 283.
5 Rivai,dkk., Pemimpin, hlm. 274-276.
6 Peace dan Faules, Komunikasi, hlm. 284.
7 Rivai,dkk., Pemimpin, hlm. 271.
4
Untuk membuat penilaian yang cepat, ada empat gaya kepemimpinan situasional yang
dapat dikemukakan:
a.
Gaya 1: memberitahu (telling). Gaya ini ditandai oleh komunikasi satu arah, disini
pemimpin menentukan peranan anak-anak buah dan cara mengerjakan tugasnya.
b.
Gaya 2: mempromosikan (selling). Gaya ini ditandai oleh usaha melalui komunikasi dua
arah, dan pemimpin menyediakan dukungan sosioemosional supaya anak buah turut
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
c.
Gaya 3: berpartisipasi (participating). Gaya ini ditandai oleh pemimpin dan anak buah
yang bersama-sama terlibat dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah yang
sebenarnya.
d.
Gaya 4: mewakilkan (delegating). Gaya ini ditandai oleh pemimpin yang membiarkan
anak buahnya bertanggung jawab atas keputusan-keputusan mereka.8
4.
Teori Empat Sistem (Likert)
Likert menemukan empat gaya atau sistem manajerial:
a.
Penguasa mutlak. Gaya ini menunjukkan bahwa pimpinan memberi bimbingan
sepenuhnya dan pengawasan ketat pada pegawai dengan anggapan bahwa cara terbaik untuk
memotivasi pegawai adalah dengan memberi rasa takut, ancaman, dan hukuman. Interaksi
antara atasan-bawahan amat sedikit.
b.
Penguasa semi-mutlak. Gaya ini pada dasarnya bersifat otoritarian, tetapi mendorong
komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun mengemukakan keluhan bawahan.
Komunikasi yang terjadi jarang dan bersifat bebas dan terus terang .
c.
Penasihat. Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering antara atasan dan bawahan
dalam organisasi. Manajer menaruh kepercayaan besar, meskipun tidak mutlak, dan
keyakinan kepada pegawai.
d.
Pengajak serta. Gaya ini amat sportif. Informasi berjalan ke segala arah, dan
pengendalian dijalankan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi dengan bebas, terbuka dan
berterus terang.
5.
Teori Kontinum (Tannenbaum dan Schmidt)
Tannenbaum dan Schmidt mengemukakan tujuh butir perilaku pada suatu kontinum:
a.
Manajer membuat keputusan dan mengumumkannya
b.
Manajer membuat keputusan dan menawarkannya
c.
Manajer
mengumumkan
keputusannya
mempertanyakannya
8 Peace dan Faules, Komunikasi, hlm. 287.
5
dan
memberi
kesempatan
untuk
d.
Manajer mengemukakan keputusan sementara, yang masih dapat diubah
e.
Manajer menentukan beberapa batasan dan meminta bawahan untuk membuat keputusan
f.
Manajer mengizinkan bawahan membuat keputusan.
Gaya kepemimpinan Kontinum yang dikembangkan pertama kali oleh Robert
Tannenbaum dan Warrent Schmidt memiliki dua bidang pengaruh yang ekstrem, yaitu:
-
Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas)
-
Bidang pengaruh kebebasan bawahan (pemimpin lebih menekankan gaya demokratis)
6.
Teori Kebergantungan (Fiedler)
Fiedler mengembangkan teori gaya kepemimpinan berdasarkan pada konsep
kebergantungan. Menurut teori kebenrgantungan, kefektifan pemimpin bergantung pada
hubungan-hubungan dalam gaya kepemimpinannya, juga dituasi tertentu yang dihadapinya.
Karakteristik suatu situasi kepemimpinan yang paling penting adalah:
-
Relasi pemimpin anggota, yang baik terjadi bila anggota menyukai, mempercayai, dan
menghargai pemimpin
-
Struktur tugas, menyatakan sejauh mana cara-cara melakukan pekerjaan diterangkan
secara terperinci tahap demi tahap
-
Kekuasaan jabatan pemimpin didefenisikan sebagai tingkat hukuman, penghargaan,
kenaikan pangkat, disiplin atau teguran yang dapat diberikan pemimpin kepada anggotanya.
-
Efektifitas pemimpin ditentukan oleh kesesuaian antara gaya kepemimpinan (tugas dan
hubungan) dengan keharmonisan situasinya. Penelitian pada model kebergantungan
menunjukkan bahwa:
-
Pemimpin bermotivasi tugas lebih efektif dalam situasi yang amat harmonis dan dalam
situasi yang amat tidak harmonis
-
Pemimpin bermotivasi hubungan lebih efektif dalam situasi yang cukup harmonis.
C. Gaya Kepemimpinan
Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak gerik yang bagus,
kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah
sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk memengaruhi bawahan agar sasaran
organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku
dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.
Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik
yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Artinya gaya kepemimpinan
adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap
6
yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba memengaruhi kinerja
bawahannya.9 Gaya kepemimpinan terbaik bersyarat adalah gaya pemimpin yang
menggunakan kombinasi perilaku komunikatif yang berbeda ketika menanggapi keadaan
sekelilingnya; dalam keadaan tersebut pemimpin berusaha membantu yang lainnya untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
Gaya kepemimpinan sejatinya ada tiga bentuk, yaitu:
1.
Otoriter (Authoritarian Leadership)
Kekuasaan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan pada kekuasaan
yang mutlak dan penuh. Artinya segala ketentuan dan keputusan berada di tangan si
pemimpin. Pemimpin dengan gaya ini membuat keputusan sendiri. Ia memikul tanggung
jawab dan wewenang penuh. Pengawasan bersifat ketat, langsung dan tepat. Keputusan
dipaksakan, dan bila ada komunikasi, maka hanya bersifat top down (atas-bawah), bawahan
ditekan, karena itu menjadi takut dan tidak leluasa dalam berprakarsa.
2.
Demokratis (Democratic Leadership)
Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya atau cara
memimpin yang demokratis, dan bukan karena dipilihnya si pemimpin secara demokratis.
Gaya yang demokratis seperti ini misalnya saja si pemimpin memberikan kebebasan dan
keleluasaan kepada para bawahan dan pengikutnya untuk mengemukakan pendapatnya, saran
dan kritikannya dan selalu berpegang pada nilai-nilai demokrasi pada umumnya.
Pemimpin dengan gaya ini berkonsultasi dengan kelompok mengenai masalah yang
menarik perhatian mereka. Bawahan berpartisipasi dalam menetapkan sasaran dan
memecahkan masalah. Pemimpin gaya ini menciptakan situasi dimana individu dapat belajar,
mampu memantau kinerja sendiri, mengakui bawahan untuk menentukan sasaran yang
menantang, menyediakan kesempatan untuk meningkatkan metode kerja dan pertumbuhan
pekerjaan serta mengakui pencapaian dan membantu pegawai belajar dari kesalahan.
3.
Kepemimpinan Bebas (Laisez Faire Leadership)
Dalam kepemimpinan jenis ini, sang pemimpin biasanya menunjukkan suatu gaya dan
perilaku yang pasif dan juga sering kali menghindari dirinya dari tanggung jawab. Dalam
praktiknya, si pemimpin hanya menyerahkan dan menyediakan instrumen dan sumbersumber yang diperlukan oleh anak buahnya untuk melaksanakan suatu pekerjaan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan pimpinan. Pimpinan yang memiliki gaya ini tidak
memberikan motivasi, pengarahan dan petunjuk, dan segala pekerjaan diserahkan kepada
anak buahnya.
9 Rivai dan Mulyadi, Kepemimpinan, hlm. 42.
7
4.
Kepemimpinan Paternalistik
Tipe paternalistik adalah gaya kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin
selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan dalam batas-batas kewajaran.
Pemimpin ini ditandai dengan bertindak sebagai seorang bapak, memperlakukan bawahan
sebagai orang yang belum dewasa, memberikan perlindungan kepada para bawahan yang
kadang-kadang berlebihan, bahkan tidak pernah meminta saran, serta pimpinan menganggap
dirinya yang paling mengetahui segala macam persoalan.
5.
Kepemimpinan Militeristik
Kepemimpinan militeristik memiliki ciri antara lain: (1) dalam komunikasi lebih
banyak mempergunakan saluran formal, (2) dalam menggerakkan bawahan dengan sistem
komando/perintah, baik secara lisan maupun tulisan, (3) segala sesuatu bersifat formal, (4)
disiplin tinggi, kadang-kadang bersifat kaku, (5) komunikasi berlangsung satu arah, bawahan
tidak diberikan kesempatan memberikan pendapat, (6) pimpinan menghendaki bawahan
patuh terhadap semua perintah yang diberikannya.10
D. Komunikasi Dalam Organisasi
Komunikasi adalah usaha mendorong orang lain menginterprestasikan pendapat
seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat tersebut. Komunikasi
senantiasa muncul dalam proses organisasi. Barry Cushway dan Derek Lodge
menggambarkan fungsi komunikasi dalam organisasi sebagai pembentuk. Komunikasi
mempunyai andil membentuk atau membangun iklim organisasi juga berdampak pada
membangun budaya budaya organisasi, yaitu nilai dan kepercayaan yang menjadi titik pusat
organisasi. Tujuan komunikasi dalam proses organisasi tidak lain dalam rangka membentuk
saling pengertian.11
Deddy Mulyana, Ph.d mengemukakan lingkup kajian komunikasi organisasi sebagai
berikut:
-
Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga
informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar dari pada
komunikasi kelompok.
-
Komunikasi organisasi seringkali juga komunikasi diadik, komunikasi antar-pribadi
dan ada kalanya juga komunikasi publik.12
10Ibid., 269.
11 Redi Panuju, Komunikasi Organisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 2.
12 Ibid., hlm. 21.
8
Organisasi adalah suatu kumpulan atau sistem individual yang berhirearki secara
jenjang dan memiliki sistem pembagian tugas untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi
memiliki suatu jenjang jabatan atau kedudukan yang menginginkan semua individu dalam
organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang sangat jelas dan masing-masing memiliki
tanggung terhadap posisinya tersebut. Dengan demikian, komunikasi organisasi adalah
komunikasi antarmanusia yang terjadi dalam konteks organisasi di mana terjadi jaringanjaringan pesan satu sama lain yang saling bergantungan satu sama lain.13
Pada dasarnya komunikasi di dalam organisasi terbagi kepada tiga bentuk, yaitu:
1.
Komunikasi Vertikal
Bentuk komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah
dan sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan pimpinan kepada bawahan, dan dari
bawahan kepada pimpinan secara timbal balik.
a.
Fungsi komunikasi ke bawah digunakan pimpinan untuk:
-
Melaksanakan kebijakan, prosedur kerja, peraturan, instruksi, mengenai pelaksanaan
kerja bawahan
b.
-
Menyampaikan pengarahan doktrinasi, evaluasi, teguran
-
Memberikan informasi mengenai tujuan organisasi, kebijakan orgnanisasi, insentif
Fungsi komunikasi ke atas digunakan bawahan untuk:
-
Memberikan pengertian mengenai laporan presentasi kerja, saran, usulan, opini,
permohonan bantuan dan keluhan
-
Memperoleh informasi dari bawahan mengenai kegiatn dan pelaksanaan pekerjaan
bawahan dari tingkat yang lebih rendah.
2.
Komunikasi Horizontal
Bentuk komunikasi secara mendatar, di antara sesama staf dan sebagainya.
Komunikasi horizontal sering kali bersifat tidak formal. Fungsi komunikasi horizontal ini
digunkana oleh dua pihak yang mempunyai level yang sama. Komunikasi ini berlangsung
dengan cara tatap muka, melalui media elektronik seperti telepon, atau melalui pesan tertulis.
3.
Komunikasi Diagonal
Bentuk komunikasi ini sering juga disebut komunikasi silang. Berlangsung dari
seseorang kepada orang lain dalam posisi yang berbeda. Dalam arti pihak yang satu tidak
berada pada jalur struktur yang lain. Fungsi komunikasi ini digunakan oleh dua pihak yang
mempunyai level berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain.14
13 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 278.
14 Rivai,dkk., Pemimpin, hlm. 369-370.
9
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
a.
Fungsi Informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem proses informasi yang seluruh
anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak,
baik, dan tepat waktu. Karyawan membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaannya,
di samping itu juga informasi tentang jaminan, keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin
cuti, dan sebagainya.
b. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap
fungsi regulatif ini. Pertama, atasan atau orang-orang yang berada dalam tatanan manajemen,
yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang
pekerjaan yang boleh untuk dilaksanakan.
c.
Fungsi Persuasif
Banyak pimpinan yang lebih suka untuk memersuasi bawahannya daripada memberi
perintah. Sebab, pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan
kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan
kewenangannya.
d. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Pelaksanaan aktivitas ini
akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan
terhadap organisasi.15
Kesimpulan
Kepemimpinan adalah proses seseorang dalam mempengaruhi bawahan agar bawahan
mau mengikuti perintahnya. Gaya kepemimpinan adalah sikap atau tingkah laku seorang
pemimpin dalam memimpin dan mengarahkan bawahannya.
15 Bungin, Sosiologi, hlm. 279-280.
10
Gaya kepemimpinan yang baik adalah gaya kepemimpinan yang bisa mengendalikan
bawahannya dengan menyesuaikan dengan situasi yang ada. Gaya kepemimpinan yang
efektif menurut kami adalah gaya kepemimpinan demokratis dimana pemimpin meminta
bawahan untuk ikut berpartisipasi dan berperan dalam pengambilan keputusan.
Komunikasi sangat berperan dalam organisasi. Karena semua pekerjaan dan aktivitas
menggunakan komunikasi. Jadi, hendaknya dalam organisasi, seorang pemimpin yang baik,
hendaknya menggunakan fungsi komunikasi yaitu persuasif, yaitu seorang pemimpin yang
bisa mempengaruhi karyawannya agar mau bekerja dengan sukarela, melaksanakan tugasnya
dengan perasaan senang karena pimpinan memintanya dengan hormat. Hal itu akan
mempengaruhi psikologis karyawan, membuatkaryawan bekerja dengan optimal untuk bisa
membantu atasannya.
Daftar Pustaka
Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006).
Don F.Faules dan R. Wayne Peace, Komunikasi Organisasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010).
11
Panuju, Redi, Komunikasi Organisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).
Deddy Mulyadi dan Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012).
Rivai, Veithzal, dkk., Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2014).
12
Setiap pemimpin memiliki keinginan untuk membangun dan mengembangkan
organisasi yang dipimpinnya agar dapat bersaing dengan organisasi yang lain. Keberhasilan
seorang pemimpin sangat tergantung dengan kemampuannya dalam memimpin orang-orang
disekitarnya, karena keberhasilan organisasi diukur dari sumber daya manusianya.
Seorang pemimpin haruslah memiliki sifat menyayangi, perhatian, dan melayani terhadap apa
yang dipimpinnya. Itu diukur dari bentuk kepeduliannya terhadap kebutuhan, keinginan,
impian dan harapan orang-orang yang dipimpinnya.
Di dalam kepemimpinannya seorang pemimpin haruslah memiliki komunikasi yang
baik dalam memberikan tugas atau arahan kepada bawahannya, agar bawahan tidak merasa
seperti diperintah, dan merasa senang diperlakukan atasannya. Dan karena kesenangan yang
dirasakan bawahan akan berdampak pada pekerjaannya, ia akan lebih bisa meningkatkan
efektifitas kerjanya.
Pemimpin memiliki kedudukan yang sangat penting, karenanya siapa saja yang
menjadi pemimpin tidak boleh dan jangan sampai menyalahgunakan kepemimpinannnya
untuk hal-hal yang tidak benar. Dalam makalah ini akan dijelaskan gaya-gaya pemimpin yang
baik dan yang tidak baik dalam organisasi dan cara komunikasi atasan kepada bawahan.
1
Pembahasan
Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi dalam Organisasi
A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memtivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya.1Beberapa pengertian kepemimpinan menurut beberapa ahli:
1.
Koontz & O’Donnel, mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses memengaruhi
sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan
kelompoknya.
2.
George R. Terry, kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang-orang untuk
bersedia berusaha mencapai tujuan bersama.
3.
Robbins, kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok untuk
mencapai tujuan.
4.
John Piffner, kepemimpinan merupakan suatu seni dalam mengkoordinasikan dan
mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.
5.
Slamet Sentosa, mendefenisikan kepemimpinan adalah usaha untuk memengaruhi
anggota kelompok agar mereka bersedia menyumbangkan kemampuannya lebih banyak
dalam mencapai tujuan kelompok yang telah disepakati.2
Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi
perilaku seseorang atau sekelompok orang agar bersedia menyumbangkan kemampuannya
lebih banyak untuk mencapai tujuan bersama. Setiap pemimpin memiliki perilaku yang
berbeda dalam memimpin para pengikutnya. Perilaku para pemimpin secara singkat disebut
gaya kepemimpinan (leadership style). Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara
memimpin untuk memengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingah laku
atau kepribadian.
B. Teori Kepemimpinan
Enam teori pengklasifikasian gaya kepemimpinan yang paling populer adalah:
1.
Teori Kisi Kepemimpinan atau Kisi Manajerial (Blake dan Mouton)
1 Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), hlm. 2.
2 Veithzal Rivai,dkk., Pemimpin dan Kepemimpin dalam Organisasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2014), hlm. 3.
2
Kisi ini berasal dari hal-hal yang mendasari perhatian manajer, perhatiannya pada
tugas atau pada hal-hal yang telah direncanakan untuk diselesaikan oleh organisasi, dan
perhatian kepada orang-orang dan unsur-unsur organisasi yang mempengaruhi mereka. Ada
lima jenis gaya ekstrem yang dikemukakan model kisi ini:
a.
Gaya pengalah, ditandai oleh kurangnya perhatian pemimpin terhadap produksi.
Pemimpin dengan gaya ini cenderung menerima keputusan orang lain, menyetujui pendapat,
sikap dan gagasan-gagasan orang lain, serta menghindari sikap memihak dan jarang terlibat
bila ada konflik.
b.
Gaya pemimpin pertengahan, ditandai oleh perhatian yang seimbang terhadap produksi
dan manusia. Pemimpin dengan gaya ini selalu mencari cara-cara yang dapat berguna untuk
memecahkan masalah, dan berusaha mempertahankan agar keadaan tetap baik.
c.
Gaya tim, ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap tugas dan manusia. Pemimpin
tim, amat menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil dari pengertian dan
kesepakatan anggota organisasi. Bila terjadi konflik, pemimpin tim mencoba memeriksa
alasan timbulnya perbedaan dan penyebabnya.
d.
Gaya santai, ditandai oleh rendahnya perhatian terhadap tugas dan perhatian yang tinggi
terhadap manusia. Pemimpin ini menghindari terjadinya konflik, dan ia selalu bersikap
hangat dan ramah. Ia lebih bersikap menolong daripada memimpin
e.
Gaya kerja, ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan kerja tetapi amat
kurang memperhatikan manusianya. Ia mementingkan agar pelaksanaan dan penyelesaian
pekerjaan terselesaikan dengan efesien. Ia cenderung mempertahankan gagasannya dan
berkeras pada pendiriannya.3
2.
Teori 3-D (Reddin)
Reddin membuat teori berdasarkan pada kisi tugas yag dikemukakan Blake dan
Mouton dengan menambahkan dimensi ketiga, yaitu efektifitas. Ketiga dimensi itu
didefenisikan sebagai berikut:
-
Orientasi kerja; tingkat pengarahan manajer atas usaha bawahan untuk mencapai tujuan
-
Orientasi hubungan; tingkat hubungan pribadi antara manajer dengan bawahan, ditandai
oleh adanya saling mempercayai, menghormati gagasan dan memperhatikan perasaan
bawahan
-
Kefektifan; tingkat persyaratan produksi yang dicapai manajer yang telah ditetapkan.
3 R. Wayne Peace dan Don F.Faules, Komunikasi Organisasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010),
hlm. 280-281.
3
Kisi 3-D menghasilkan delapan gaya manajer atau kepemimpinan. Empat gaya termasuk
gaya yang efektif dan empat gaya yang lainnya kurang efektif.4
Empat gaya yang efektif terdiri dari yaitu:
-
Eksekutif, gaya ini mempunyai perhatian yang banyak terhadap tugas-tugas pekerjaan
dan hubungan kerja.
-
Pecinta pengembangan, gaya ini mempunyai perhatian yang penuh terhadap hubungan
kerja, sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas pekerjaan minim.
-
Otokratis yang baik, gaya ini menekankan perhatian yang maksimum terhadap pekerjaan
dan perhatian terhadap hubungan kerja sangat minim sekali, tetapi berusaha agar menjaga
perasaan bawahannya.
-
Gaya birokrat, gaya ini menaruh perhatian pada aturan-aturan prosedur demi kepentingan
sendiri, sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas pekerjaan minim, dan perhatian terhadap
hubungan kerjanya juga lemah.5
Sedangkan empat gaya yang kurang efektif yaitu:
-
Pencari kompromi; tugas berat, hubungan kuat, muncul sebagai pembuat keputusan yang
buruk dan membiarkan tekanan amat mempengaruhinya, suka meminimalkan tekanan dan
masalah
-
Otokrat; tugas berat, hubungan lemah, tidak mempunyai kepercayaan kepada orang lain,
hanya tertarik pada tugas-tugas langsung
-
Pembawa misi; tugas ringan, hubungan kuat, lebih tertarik kepada manusia sebagai
pribadi
-
Penyendiri; tugas ringan, hubungan lemah, tidak terlibat dan pasif.6
3.
Teori Kepemimpinan Situasional (Hersey dan Blanchard)
Gaya kepemimpinan situasional ini mirip dengan model Reddin. Faktor yang
menentukan efektifitas menurut mereka adalah “kesiapan anak-anak buah”. Kesiapan ini
didefenisikan sebagai kesediaan dan kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab.
Pemimpin atau manajer harus menyesuaikan responnya menurut kondisi atau tingkat
perkembangan kematangan, kemampuan, dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugastugasnya. Dalam hal ini, respons seorang manajer dala perilaku kepemimpinan memberikan
sejumlah pengarahan dan dukungan yang bersifat sosiemosional. Sementara tiu, manajer
harus menyesuaikan tingkat kematangan karyawan.7
4Ibid., hlm. 283.
5 Rivai,dkk., Pemimpin, hlm. 274-276.
6 Peace dan Faules, Komunikasi, hlm. 284.
7 Rivai,dkk., Pemimpin, hlm. 271.
4
Untuk membuat penilaian yang cepat, ada empat gaya kepemimpinan situasional yang
dapat dikemukakan:
a.
Gaya 1: memberitahu (telling). Gaya ini ditandai oleh komunikasi satu arah, disini
pemimpin menentukan peranan anak-anak buah dan cara mengerjakan tugasnya.
b.
Gaya 2: mempromosikan (selling). Gaya ini ditandai oleh usaha melalui komunikasi dua
arah, dan pemimpin menyediakan dukungan sosioemosional supaya anak buah turut
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
c.
Gaya 3: berpartisipasi (participating). Gaya ini ditandai oleh pemimpin dan anak buah
yang bersama-sama terlibat dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah yang
sebenarnya.
d.
Gaya 4: mewakilkan (delegating). Gaya ini ditandai oleh pemimpin yang membiarkan
anak buahnya bertanggung jawab atas keputusan-keputusan mereka.8
4.
Teori Empat Sistem (Likert)
Likert menemukan empat gaya atau sistem manajerial:
a.
Penguasa mutlak. Gaya ini menunjukkan bahwa pimpinan memberi bimbingan
sepenuhnya dan pengawasan ketat pada pegawai dengan anggapan bahwa cara terbaik untuk
memotivasi pegawai adalah dengan memberi rasa takut, ancaman, dan hukuman. Interaksi
antara atasan-bawahan amat sedikit.
b.
Penguasa semi-mutlak. Gaya ini pada dasarnya bersifat otoritarian, tetapi mendorong
komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun mengemukakan keluhan bawahan.
Komunikasi yang terjadi jarang dan bersifat bebas dan terus terang .
c.
Penasihat. Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering antara atasan dan bawahan
dalam organisasi. Manajer menaruh kepercayaan besar, meskipun tidak mutlak, dan
keyakinan kepada pegawai.
d.
Pengajak serta. Gaya ini amat sportif. Informasi berjalan ke segala arah, dan
pengendalian dijalankan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi dengan bebas, terbuka dan
berterus terang.
5.
Teori Kontinum (Tannenbaum dan Schmidt)
Tannenbaum dan Schmidt mengemukakan tujuh butir perilaku pada suatu kontinum:
a.
Manajer membuat keputusan dan mengumumkannya
b.
Manajer membuat keputusan dan menawarkannya
c.
Manajer
mengumumkan
keputusannya
mempertanyakannya
8 Peace dan Faules, Komunikasi, hlm. 287.
5
dan
memberi
kesempatan
untuk
d.
Manajer mengemukakan keputusan sementara, yang masih dapat diubah
e.
Manajer menentukan beberapa batasan dan meminta bawahan untuk membuat keputusan
f.
Manajer mengizinkan bawahan membuat keputusan.
Gaya kepemimpinan Kontinum yang dikembangkan pertama kali oleh Robert
Tannenbaum dan Warrent Schmidt memiliki dua bidang pengaruh yang ekstrem, yaitu:
-
Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas)
-
Bidang pengaruh kebebasan bawahan (pemimpin lebih menekankan gaya demokratis)
6.
Teori Kebergantungan (Fiedler)
Fiedler mengembangkan teori gaya kepemimpinan berdasarkan pada konsep
kebergantungan. Menurut teori kebenrgantungan, kefektifan pemimpin bergantung pada
hubungan-hubungan dalam gaya kepemimpinannya, juga dituasi tertentu yang dihadapinya.
Karakteristik suatu situasi kepemimpinan yang paling penting adalah:
-
Relasi pemimpin anggota, yang baik terjadi bila anggota menyukai, mempercayai, dan
menghargai pemimpin
-
Struktur tugas, menyatakan sejauh mana cara-cara melakukan pekerjaan diterangkan
secara terperinci tahap demi tahap
-
Kekuasaan jabatan pemimpin didefenisikan sebagai tingkat hukuman, penghargaan,
kenaikan pangkat, disiplin atau teguran yang dapat diberikan pemimpin kepada anggotanya.
-
Efektifitas pemimpin ditentukan oleh kesesuaian antara gaya kepemimpinan (tugas dan
hubungan) dengan keharmonisan situasinya. Penelitian pada model kebergantungan
menunjukkan bahwa:
-
Pemimpin bermotivasi tugas lebih efektif dalam situasi yang amat harmonis dan dalam
situasi yang amat tidak harmonis
-
Pemimpin bermotivasi hubungan lebih efektif dalam situasi yang cukup harmonis.
C. Gaya Kepemimpinan
Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak gerik yang bagus,
kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah
sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk memengaruhi bawahan agar sasaran
organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku
dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.
Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik
yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Artinya gaya kepemimpinan
adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap
6
yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba memengaruhi kinerja
bawahannya.9 Gaya kepemimpinan terbaik bersyarat adalah gaya pemimpin yang
menggunakan kombinasi perilaku komunikatif yang berbeda ketika menanggapi keadaan
sekelilingnya; dalam keadaan tersebut pemimpin berusaha membantu yang lainnya untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
Gaya kepemimpinan sejatinya ada tiga bentuk, yaitu:
1.
Otoriter (Authoritarian Leadership)
Kekuasaan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan pada kekuasaan
yang mutlak dan penuh. Artinya segala ketentuan dan keputusan berada di tangan si
pemimpin. Pemimpin dengan gaya ini membuat keputusan sendiri. Ia memikul tanggung
jawab dan wewenang penuh. Pengawasan bersifat ketat, langsung dan tepat. Keputusan
dipaksakan, dan bila ada komunikasi, maka hanya bersifat top down (atas-bawah), bawahan
ditekan, karena itu menjadi takut dan tidak leluasa dalam berprakarsa.
2.
Demokratis (Democratic Leadership)
Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya atau cara
memimpin yang demokratis, dan bukan karena dipilihnya si pemimpin secara demokratis.
Gaya yang demokratis seperti ini misalnya saja si pemimpin memberikan kebebasan dan
keleluasaan kepada para bawahan dan pengikutnya untuk mengemukakan pendapatnya, saran
dan kritikannya dan selalu berpegang pada nilai-nilai demokrasi pada umumnya.
Pemimpin dengan gaya ini berkonsultasi dengan kelompok mengenai masalah yang
menarik perhatian mereka. Bawahan berpartisipasi dalam menetapkan sasaran dan
memecahkan masalah. Pemimpin gaya ini menciptakan situasi dimana individu dapat belajar,
mampu memantau kinerja sendiri, mengakui bawahan untuk menentukan sasaran yang
menantang, menyediakan kesempatan untuk meningkatkan metode kerja dan pertumbuhan
pekerjaan serta mengakui pencapaian dan membantu pegawai belajar dari kesalahan.
3.
Kepemimpinan Bebas (Laisez Faire Leadership)
Dalam kepemimpinan jenis ini, sang pemimpin biasanya menunjukkan suatu gaya dan
perilaku yang pasif dan juga sering kali menghindari dirinya dari tanggung jawab. Dalam
praktiknya, si pemimpin hanya menyerahkan dan menyediakan instrumen dan sumbersumber yang diperlukan oleh anak buahnya untuk melaksanakan suatu pekerjaan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan pimpinan. Pimpinan yang memiliki gaya ini tidak
memberikan motivasi, pengarahan dan petunjuk, dan segala pekerjaan diserahkan kepada
anak buahnya.
9 Rivai dan Mulyadi, Kepemimpinan, hlm. 42.
7
4.
Kepemimpinan Paternalistik
Tipe paternalistik adalah gaya kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin
selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan dalam batas-batas kewajaran.
Pemimpin ini ditandai dengan bertindak sebagai seorang bapak, memperlakukan bawahan
sebagai orang yang belum dewasa, memberikan perlindungan kepada para bawahan yang
kadang-kadang berlebihan, bahkan tidak pernah meminta saran, serta pimpinan menganggap
dirinya yang paling mengetahui segala macam persoalan.
5.
Kepemimpinan Militeristik
Kepemimpinan militeristik memiliki ciri antara lain: (1) dalam komunikasi lebih
banyak mempergunakan saluran formal, (2) dalam menggerakkan bawahan dengan sistem
komando/perintah, baik secara lisan maupun tulisan, (3) segala sesuatu bersifat formal, (4)
disiplin tinggi, kadang-kadang bersifat kaku, (5) komunikasi berlangsung satu arah, bawahan
tidak diberikan kesempatan memberikan pendapat, (6) pimpinan menghendaki bawahan
patuh terhadap semua perintah yang diberikannya.10
D. Komunikasi Dalam Organisasi
Komunikasi adalah usaha mendorong orang lain menginterprestasikan pendapat
seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat tersebut. Komunikasi
senantiasa muncul dalam proses organisasi. Barry Cushway dan Derek Lodge
menggambarkan fungsi komunikasi dalam organisasi sebagai pembentuk. Komunikasi
mempunyai andil membentuk atau membangun iklim organisasi juga berdampak pada
membangun budaya budaya organisasi, yaitu nilai dan kepercayaan yang menjadi titik pusat
organisasi. Tujuan komunikasi dalam proses organisasi tidak lain dalam rangka membentuk
saling pengertian.11
Deddy Mulyana, Ph.d mengemukakan lingkup kajian komunikasi organisasi sebagai
berikut:
-
Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga
informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar dari pada
komunikasi kelompok.
-
Komunikasi organisasi seringkali juga komunikasi diadik, komunikasi antar-pribadi
dan ada kalanya juga komunikasi publik.12
10Ibid., 269.
11 Redi Panuju, Komunikasi Organisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 2.
12 Ibid., hlm. 21.
8
Organisasi adalah suatu kumpulan atau sistem individual yang berhirearki secara
jenjang dan memiliki sistem pembagian tugas untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi
memiliki suatu jenjang jabatan atau kedudukan yang menginginkan semua individu dalam
organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang sangat jelas dan masing-masing memiliki
tanggung terhadap posisinya tersebut. Dengan demikian, komunikasi organisasi adalah
komunikasi antarmanusia yang terjadi dalam konteks organisasi di mana terjadi jaringanjaringan pesan satu sama lain yang saling bergantungan satu sama lain.13
Pada dasarnya komunikasi di dalam organisasi terbagi kepada tiga bentuk, yaitu:
1.
Komunikasi Vertikal
Bentuk komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah
dan sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan pimpinan kepada bawahan, dan dari
bawahan kepada pimpinan secara timbal balik.
a.
Fungsi komunikasi ke bawah digunakan pimpinan untuk:
-
Melaksanakan kebijakan, prosedur kerja, peraturan, instruksi, mengenai pelaksanaan
kerja bawahan
b.
-
Menyampaikan pengarahan doktrinasi, evaluasi, teguran
-
Memberikan informasi mengenai tujuan organisasi, kebijakan orgnanisasi, insentif
Fungsi komunikasi ke atas digunakan bawahan untuk:
-
Memberikan pengertian mengenai laporan presentasi kerja, saran, usulan, opini,
permohonan bantuan dan keluhan
-
Memperoleh informasi dari bawahan mengenai kegiatn dan pelaksanaan pekerjaan
bawahan dari tingkat yang lebih rendah.
2.
Komunikasi Horizontal
Bentuk komunikasi secara mendatar, di antara sesama staf dan sebagainya.
Komunikasi horizontal sering kali bersifat tidak formal. Fungsi komunikasi horizontal ini
digunkana oleh dua pihak yang mempunyai level yang sama. Komunikasi ini berlangsung
dengan cara tatap muka, melalui media elektronik seperti telepon, atau melalui pesan tertulis.
3.
Komunikasi Diagonal
Bentuk komunikasi ini sering juga disebut komunikasi silang. Berlangsung dari
seseorang kepada orang lain dalam posisi yang berbeda. Dalam arti pihak yang satu tidak
berada pada jalur struktur yang lain. Fungsi komunikasi ini digunakan oleh dua pihak yang
mempunyai level berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain.14
13 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 278.
14 Rivai,dkk., Pemimpin, hlm. 369-370.
9
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
a.
Fungsi Informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem proses informasi yang seluruh
anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak,
baik, dan tepat waktu. Karyawan membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaannya,
di samping itu juga informasi tentang jaminan, keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin
cuti, dan sebagainya.
b. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap
fungsi regulatif ini. Pertama, atasan atau orang-orang yang berada dalam tatanan manajemen,
yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang
pekerjaan yang boleh untuk dilaksanakan.
c.
Fungsi Persuasif
Banyak pimpinan yang lebih suka untuk memersuasi bawahannya daripada memberi
perintah. Sebab, pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan
kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan
kewenangannya.
d. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Pelaksanaan aktivitas ini
akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan
terhadap organisasi.15
Kesimpulan
Kepemimpinan adalah proses seseorang dalam mempengaruhi bawahan agar bawahan
mau mengikuti perintahnya. Gaya kepemimpinan adalah sikap atau tingkah laku seorang
pemimpin dalam memimpin dan mengarahkan bawahannya.
15 Bungin, Sosiologi, hlm. 279-280.
10
Gaya kepemimpinan yang baik adalah gaya kepemimpinan yang bisa mengendalikan
bawahannya dengan menyesuaikan dengan situasi yang ada. Gaya kepemimpinan yang
efektif menurut kami adalah gaya kepemimpinan demokratis dimana pemimpin meminta
bawahan untuk ikut berpartisipasi dan berperan dalam pengambilan keputusan.
Komunikasi sangat berperan dalam organisasi. Karena semua pekerjaan dan aktivitas
menggunakan komunikasi. Jadi, hendaknya dalam organisasi, seorang pemimpin yang baik,
hendaknya menggunakan fungsi komunikasi yaitu persuasif, yaitu seorang pemimpin yang
bisa mempengaruhi karyawannya agar mau bekerja dengan sukarela, melaksanakan tugasnya
dengan perasaan senang karena pimpinan memintanya dengan hormat. Hal itu akan
mempengaruhi psikologis karyawan, membuatkaryawan bekerja dengan optimal untuk bisa
membantu atasannya.
Daftar Pustaka
Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006).
Don F.Faules dan R. Wayne Peace, Komunikasi Organisasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010).
11
Panuju, Redi, Komunikasi Organisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).
Deddy Mulyadi dan Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012).
Rivai, Veithzal, dkk., Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2014).
12