BAB II Final rancangan

(1)

BAB II

EVALUASI HASIL KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

2.1. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Propinsi Jawa Timur 2006-2008 memuat Visi Pemerintah Propinsi Jawa Timur yaitu : “Terwujudnya masyarakat Jawa Timur yang berakhlak mulia, maju, berdaya saing, sejahtera, serta aman dan damai yang berkesinambungan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”, yang dijabarkan kedalam misi :

1. Mewujudkan peningkatan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama, peningkatan aksesibilitas serta kualitas pendidikan dan kesehatan;

2. Mewujudkan penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, perbaikan iklim ketenagakerjaan, dan memacu kewirausahaan ;

3. Mewujudkan percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan percepatan pembangunan infrastruktur ;

4. Mewujudkan Optimalisasi pengelolaan sumber daya alam, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup ;

5. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban, supremasi hukum dan HAM ; 6. Mewujudkan Revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah

melalui reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik.

Untuk melaksanakan visi dan misi tersebut,didukung oleh motto sebagai berikut: NOTO ROSO, AMONG ROSO, MIJIL TRISNO, AGAWE KARYO yang secara nyata moto ini merupakan jati diri masyarakat Jawa Timur. Dengan moto tersebut, diharapkan akan membangun fundamental sikap mental masyarakat Jawa Timur dalam menempatkan diri pribadinya untuk berkiprah dalam pembangunan.


(2)

Keterangan

2003 2004 2005 2006* 2007**

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. PDRB ADHB (Miliar Rupiah) 300.610 341.065 403.392 470.619 531.613 2. PDRB ADHK 2000 (Miliar Rp) 228.884 242.229 256.375 271.249 287.580 3.

Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,78 5,83 5,84 5,80 6,02

2.2. EVALUASI PENCAPAIAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH 2.2.1. Kinerja Makro Ekonomi dan Sosial

Sebagaimana amanat Perda 8 Tahun 2005 tentang RPJMD 2006-2008, kinerja pembangunan Jawa Timur diukur melalui 44 indikator yang merupakan representasi dari kinerja 7 (tujuh) agenda pembangunan. Untuk memudahkan analisa kinerja pembangunan Jawa Timur, disajikan menurut bidang – bidang pembangunan yaitu bidang ekonomi, bidang pemerintahan, kemasyarakatan dan pendidikan, bidang prasarana wilayah, serta bidang moralitas dan pendidikan.

1. BIDANG EKONOMI a. Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja perekonomian Jawa Timur dari tahun ke tahun cenderung mengalami perbaikan, kecuali pada tahun 2006, dimana pada saat itu dampak negatif kenaikan harga BBM dan cukai rokok terhadap perekonomian mencapai puncaknya. Hal ini dapat dilihat terutama dari perkembangan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 (ADHK 2000), seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.1

PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun 2003–2007

Sumber: BPS Propinsi Jawa Timur

Keterangan: * ) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara

Pada tahun 2003, PDRB ADHK 2000 Jawa Timur adalah Rp 228.884 milyar. Kemudian pada tahun 2004 tumbuh sebesar 5,83 persen menjadi Rp 242.229 milyar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja perekonomian Jawa Timur pada tahun 2004 lebih baik dari tahun 2003 yang


(3)

tumbuh hanya sebesar 4,78 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya laju pertumbuhan seluruh sektor, kecuali sektor Pertambangan dan Penggalian, pada tahun 2004 dibanding tahun 2003. Berarti capaian pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2004 jauh melampaui target yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar 4,8 persen.

Sektor dengan laju pertumbuhan paling cepat pada tahun 2004 adalah sektor Listrik, Gas dan Air Minum (12,23 persen); kemudian diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (9,25 persen); sektor Angkutan dan Komunikasi (6,77 persen); sektor Keuangan, Sewa Bangunan, dan Jasa Perusahaan (6,76 persen); sektor Industri Pengolahan (5,28 persen); dan sektor lainnya rata-rata sudah mulai tumbuh sebesar 3 persen.

Namun demikian yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2004 adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dan kemudian diikuti oleh Sektor Industri Pengolahan dan sektor lainnya. Kedua sektor tersebut tidak hanya mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, tapi juga mempunyai peran yang paling besar dalam struktur perekonomian Jawa Timur. Pertumbuhan PDRB per sektor ADHK 2000 disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.2

Pertumbuhan PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2003-2007 (persen)

Sektor 2003 2004 2005 2006* 2007**

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Pertanian 1,91 2,82 3,16 3,99 3,89

2. Pertambangan & Penggalian 2,21 1,84 9,32 8,58 8,94

3. Industri Pengolahan 4,46 5,28 4,61 3,05 3,68

4. Listrik,Gas & Air bersih 9,94 12,23 6,18 4,07 11,81

5. Konstruksi 1,86 1,85 3,48 1,42 0,45

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7,92 9,25 9,15 9,62 9,19 7. Pengangkutan & Komunikasi 5,78 6,77 5,00 6,77 6,85 8. Keuangan, sewa, & Js. Perus. 3,58 6,76 7,32 7,46 7,88

9. Jasa-jasa 3,41 3,44 4,23 5,27 5,13

PDRB 4,78 5,83 5,84 5,80 6,02

Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur


(4)

Pada tahun 2005, pemerintah membuat kebijakan ekonomi yang tidak populer berupa peningkatan harga BBM pada bulan Mei dan Oktober serta cukai rokok. Dampak negatif kebijakan tersebut terhadap perekonomian Jawa Timur sudah tampak pada tahun 2005 dan mencapai puncaknya pada tahun 2006.

Memang pada tahun 2005, PDRB ADHK 2000 Jawa Timur masih tumbuh, namun laju pertumbuhannya relatif tidak lebih besar dibanding tahun 2004. Pada tahun 2005 perekonomian Jawa Timur tumbuh sebesar 5,84 persen, relatif sama dibanding tahun 2004 yang besarnya 5,83 persen. Namun demikian, pencapaian pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2005 masih lebih besar dari target yang ditetapkan pemerintah, yaitu 5,30 persen.

Secara sektoral, seluruh sektor masih tumbuh pada tahun 2005, kecuali sektor Listrik, Gas dan Air Minum. Namun beberapa sektor utama mengalami perlambatan dalam pertumbuhannya pada tahun 2005 dibanding tahun 2004, yaitu sektor Industri Pengolahan; sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; dan sektor Angkutan dan Komunikasi. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih bahkan mengalami kontraksi pada tahun 2005.

Sektor dengan laju pertumbuhan paling cepat pada tahun 2005 adalah sektor Pertambangan dan Penggalian (9,32 persen); sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (9,15 persen); sektor Keuangan, Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan (7,32 persen); sektor Angkutan dan Komunikasi (5,00 persen); sektor Industri Pengolahan (4,61 persen); dan sektor lainnya.

Namun demikian, sektor-sektor yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tetap sama, yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta sektor Industri Pengolahan.

Pada tahun 2006, seperti telah disinggung dimuka, dampak negatif kenaikan harga BBM mencapai puncaknya terhadap perekonomian Jawa Timur. Ditambah dengan adanya bencana luapan lumpur panas lapindo yang membuat kinerja ekonomi Jawa Timur pada tahun 2006 merosot dibanding tahun 2005. Hal itu diperlihatkan oleh melambatnya laju pertumbuhan


(5)

Uraian 2003 2004 2005 2006* 2007**

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku (Miliar Rupiah) 300.610 341.065 403.392 470.619 531.613 2.

Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun (Ribu jiwa)

36.206 36.668 37.071 37.479 37.790 3. PDRB Per Kapita (Ribu

Rupiah) 8.303 9.301 10.881 12.557 14.07

ekonomi Jawa Timur, dari 5,84 persen pada tahun 2005 menjadi 5,80 persen pada tahun 2006. Hal ini terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan sektor Industri Pengolahan, sektor Konstruksi; dan sektor Keuangan, Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan.

Namun demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang dicapai pada tahun 2006 masih sama dengan target pertumbuhan yang ditetapkan, yaitu 5,80 persen.Tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada Tahun 2007 juga masih sama dengan target yang ditetapkan, yaitu sebesar 6,02 persen.

b. PDRB Perkapita

Tingkat perekonomian Jawa Timur meningkat terus secara mantap dari tahun ke tahun. Hal itu dapat dilihat dari perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) Jawa Timur, seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.3

PDRB ADHB dan PDRB per Kapita Jawa Timur Tahun 2003-2007

Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur

Keterangan : *) Angka Diperbaiki. **) Angka Sementara

Pada tahun 2003, PDRB ADHB Jawa Timur adalah Rp 300.610 milyar. Kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007 meningkat terus berturut-turut menjadi Rp 341.065 milyar, Rp 403.392 milyar, Rp 470.619 milyar dan 531.613 milyar.

Namun demikian, PDRB ADHB tidak dapat menceritakan keseluruhan cerita mengenai kesejahteraan ekonomi. Karena walaupun menghasilkan lebih banyak barang dan jasa secara umum menguntungkan, kita tidak dapat


(6)

Uraian 2003 2004 2005 2006* 2007**

(1) (3) (4) (5) (6)

1. Indeks PDRB Per Kapita 144,66 162,06 189,6 218,79 208.83 2. Indeks Harga Konsumen (IHK) 129,77 137,45 158,33 169,03 151.47 3. Indeks Daya Beli (IDB) 111,48 117,91 119,75 129,44 137.87 4. Laju Pertumbuhan IDB (%) 7,09 5,77 1,56 8,09 6.51

melihat apakah dalam kondisi ini rata-rata orang menjadi lebih baik atau tidak. Untuk itu kita harus melihat perkembangan suatu indikator yang disebut PDRB perkapita.

PDRB perkapita diperoleh dengan cara membagi PDRB ADHB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2003, PDRB perkapita adalah Rp 8,3 juta. Kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 meningkat berturut-turut menjadi Rp 9,3 juta, Rp 10,9 juta, Rp 12,6 juta dan Rp. 14 Juta. Dari data tersebut terlihat bahwa capaian PDRB perkapita pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006 dan 2007 jauh diatas target yang ditetapkan pemerintah, yaitu berturut-turut Rp 6,2 juta, Rp 7,0 juta, Rp 7,9 juta, Rp 8,2 juta dan Rp 8,6 juta.

c. Daya Beli

PDRB perkapita belum dapat memperlihatkan daya beli rata-rata masyarakat. Untuk itu diperlukan indikator lain yang disebut Indeks Daya Beli (IDB). Perkembangan Indeks Daya Beli Jawa Timur disajikan dalam tabel di bawah.

Tabel 2.4

Perkembangan Indeks Daya Beli Jawa Timur Tahun 2003-2007

Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur

Keterangan : *) Angka Diperbaiki. **) Angka Sementara

IDB diperoleh dengan cara mendeflasi PDRB perkapita dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). Pada tahun 2003 IDB Jawa Timur adalah 111,48. Kemudian pada tahun 2004 meningkat sebesar 5,77 persen menjadi 117,91. Pada tahun 2005, IDB Jawa Timur meningkat kembali sebesar 1,56 persen menjadi 119,75. Merosotnya pertumbuhan IDB pada tahun 2005 disebabkan oleh meningkatnya inflasi secara tajam akibat meningkatnya harga BBM secara dramatis. Namun demikian, pada tahun 2006, IDB kembali tumbuh


(7)

lebih cepat, sebesar 8,09 persen menjadi 129,44 persen. Hal ini disebabkan mulai pulihnya perekonomian di Indonesia secara umum. Pencapaian IDB pada tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006 selalu jauh berada diatas target yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar 103,00. Sedangkan kenaikan IDB pada Tahun 2007 jika dibandingkan dengan Tahun 2006, yaitu naik sebesar 6,51 persen, atau menjadi sebesar 137,87 persen.

d. Nilai Tukar Petani (NTP)

Sektor pertanian pada tahun 2007 masih memberikan kontribusi cukup besar yaitu 17 persen terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau terbesar ketiga setelah perdagangan, Hotel dan Restoran (29 persen) dan sektor Industri Pengolahan (29 persen). Selain itu, jumlah tenaga kerja yang terserap dalam sektor pertanian juga besar, yang mencapai 42,17 persen. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan pada sektor Pertanian jauh lebih kecil dari pendapatan mereka yang berkecimpung dalam sektor-sektor lainnya, terutama sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Sebagian besar dari mereka yang dikategorikan miskin, berada pada sektor Pertanian.

Menyadari keadaan diatas, berbagai kebijakan dan program telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam merevitalisasi sektor tersebut pada umumnya, dan pendapatan pada sektor Pertanian khususnya. Salah satu indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan Pertanian adalah Nilai Tukar Petani (NTP), seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.5

Nilai Tukar Petani (NTP), Indeks Harga Diterima dan Dibayar Petani Jawa Timur Tahun 2003-2007

(2000=100)

Tahun

No. Uraian

2003 2004 2005 2006 2007*

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Indeks harga diterima petani (It) 106.19 113.53 127.86 155.19 170.64 2 Indeks harga dibayar petani (Ib) 103.17 103.09 121.43 138.92 150.83 3 Nilai Tukar Petani (NTP) 102.93 105.02 105.29 111.68 113.12

Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur


(8)

Pada tahun 2003, NTP Jawa Timur adalah 102,93. Kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006 meningkat terus berturut-turut menjadi 105,02; 105,29 ; 111,68 dan Tahun 2007 kembali meningkat menjadi sebesar 113,12. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 6,21 persen. Hal ini terutama disebabkan oleh karena Indeks Harga Yang Diterima Petani melonjak jauh lebih cepat dari Indeks Harga Yang Dibayar Petani. Selanjutnya, tingginya lonjakan Indeks Harga Yang Diterima terutama disebabkan oleh tingginya peningkatan Indeks Harga Yang Diterima Petani untuk Tanaman bahan makanan (33,99 persen), seperti cabai rawit (89,61 persen), ketimun (26,39 persen), padi (21,08 persen) dan komoditi lainnya. Capaian NTP pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006 dan 2007 selalu berada diatas target yang ditetapkan, yaitu 98,5 ; 99,0 ; 100,0, 105,80 dan 106,33. e. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat adalah suatu ungkapan yang menyiratkan pentingnya peran manusia dalam pembangunan di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Manusia disini bukan hanya semata-mata diperlakukan sebagai obyek, tapi yang lebih penting sebagai subyek pembangunan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkesinambungan agar dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran secara signifikan, maka sangat diperlukan upaya peningkatan kualitas manusia secara terus-menerus melalui pembangunan manusia. Untuk dapat mengetahui perkembangan kinerja pembangunan manusia, indikator yang dapat digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

IPM Jawa Timur dari tahun ke tahun meningkat secara mantap, dengan perkembangan seperti pada tabel di bawah.


(9)

Tabel 2.6

Perkembangan Angka IPM di Jawa Timur Tahun 2003-2007

No. Tahun PertumbuhanEkonomi IPM

Angka IPM Tertinggi Angka IPM Terendah Jml. Kab dng IPM dibawah rata-rata Jatim Jml. Kab dng IPM di atas rata-rata Jatim

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. 2003 4,78 63,66 72,27 51,12 19 18

2. 2004 5,83 64,49 72,91 53,86 18 20

3 .

2005 5,84 67,51 73,80 54,89 1

5

2 3 4

.

2006 5,80 66,87 73,96 54,69 1

5

2 3 5

.

2007**) 6,02 67,92 75,65 54,50 1

8

2 0 Keterangan : *) angka diperbaiki

**) angka sementara Sumber : BPS (data diolah)

Pada tahun 2003, IPM Jawa Timur adalah 63,66. Kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 meningkat berturut-turut menjadi 64,49; 66,84; 66,87; dan 67,92. Secara umum kenaikan IPM pada tahun 2006 disebabkan membaiknya kualitas pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Level IPM Jawa Timur pada tahun 2006 mulai bergeser dari level menengah bawah menjadi menengah atas. Capaian IPM pada tahun 2003, 2004, 2005, 2006 dan2007 selalu berada diatas target yang ditetapkan pemerintah, yaitu 59,5 ; 60,0 ; 60,3; 65,1; dan 65,57.

f. ICOR

ICOR merupakan suatu ukuran untuk melihat tingkat efisiensi suatu investasi. ICOR menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan / menambah satu unit output. Selama 5 (lima) tahun terakhir ICOR Jawa Timur disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.7 ICOR Jawa Timur Tahun 2003-2007 Tahun ICOR (1) (2) 2003 3,95 2004 2,60 2005 3,84 2006 3,18 2007 3,09


(10)

ICOR Jawa Timur pada tahun 2003 adalah 3,95. Kemudian pada tahun 2004, 2005 dan 2006 berturut-turut menjadi 2,60, 3,84 dan 3,18. Akhirnya turun kembali menjadi 3,09 pada tahun 2007. Selama 5 (lima) tahun terakhir ICOR Jawa Timur rata-rata per tahun sebesar 3,33. Dari data tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata investasi yang ditanamkan sudah cukup efisien.

Namun demikian apabila dilihat per sektornya, nilai ICOR cenderung bervariasi, yang berarti bahwa masing-masing sektor mempunyai waktu pengembalian investasi yang berbeda. Perbedaan waktu pengembalian investasi terjadi karena bahan baku, proses pengolahan dan jenis barang yang dihasilkan serta lama waktu barang/jasa terjual dari masing-masing usa berbeda. Hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada tingkat efisiensi suatu jenis usaha. Sejak tahun 2003, capaian ICOR selalu lebih rendah dari target yang ditetapkan.

Angka ICOR pada tahun 2007 sebesar 3,09 berarti bahwa menambah output sebesar 1 unit diperlukan investasi sekitar 3,09 unit. Sedangkan besaran ICOR pada tahun sebelumnya 3,18 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 unit output memerlukan investasi sebesar kurang lebih 3,18 unit. Dengan demikian terlihat bahwa investasi yang dibutuhkan untuk menaikkan satu unit output pada tahun 2007 lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Artinya investasi pada tahun 2007 sedikit lebih efisien dibanding pada tahun 2006. Namun capaian tahun 2007 masih di bawah target yang ditetapkan yaitu 4,80.

g. Tingkat Kemiskinan

Barangkali hampir tidak ada satupun negara atau di daerah di dunia ini yang steril dari masalah kemiskinan. Namun demikian, tingkat kemiskinan antar negara di dunia atau antar daerah dalam satu negara tertentu kemungkinan besar berbeda. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan strategi pembangunan yang dilakukan oleh masing-masing negara atau daerah.


(11)

Gambar 4.1

Penduduk Miskin Jawa Timur Tahun 2007

Pada tahun 2003, tingkat kemiskinan di Jawa Timur adalah 19,52 persen. Kemudian pada tahun 2004 turun menjadi 19,10 persen sebelum akhirnya naik kembali menjadi 22,51 persen pada tahun 2005. Kenaikan harga BBM pada tahun 2005 secara tajam telah memberikan dampak negatif khususnya bagi masyarakat yang berada diambang kemiskinan, karena sebagian besar dari mereka menjadi miskin. Tetapi pemerintah telah mengantisipasi hal ini dengan melakukan berbagai program pengentasan kemiskinan, diantaranya penyaluran BLT pada rumah tangga miskin. Sehingga persentase penduduk

miskin pada tahun 2006 turun kembali menjadi 19,89 persen, atau dapat dilihat pada gambar berikut.

Dari deretan data tersebut, terlihat bahwa meskipun masih tinggi, tetapi capaian tingkat

kemiskinan di Jawa Timur dari tahun ke tahun berada jauh dibawah target yang ditetapkan oleh pemerintah pada periode tahun 2003-2005. Pada tahun 2006, walaupun mengalami penurunan, tapi tingkat kemiskinan yang dicapai masih lebih tinggi dari target yang ditetapkan pemerintah. Dampak negatif kenaikan harga BBM mungkin masih terasa pada daya beli masyarakat. Sedangkan pada Tahun 2007, persentase jumlah penduduk miskin kembali menurun menjadi sebesar 18,89 persen. Hal ini disebabkan semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur pada Tahun 2007.

2. BIDANG PEMERINTAHAN, KEMASYARAKATAN DAN PENDIDIKAN a. Penanganan Pelayanan Publik

Untuk menanggapi kritik dan keluhan masyarakat, pemerintah, baik di tingkat propinsi maupun Kabupaten/Kota telah membuka kotak pengaduan. Pengaduan berasal dari 2 (dua) sumber, yaitu kotak pengaduan dan media


(12)

massa. Pengaduan dipergunakan oleh pemerintah sebagai input bagi perbaikan dan peningkatan pelayanan.

Berbagai kasus pengaduan yang masuk telah menyebabkan adanya perbaikan pelayanan dari pemerintah dan inovasi dalam menjawab keluhan dan kebutuhan masyarakat. Informasi terbaru mengenai pembentukan Komisi Pelayanan Publik (KPP) oleh DPRD Jawa Timur merupakan jawaban atas tuntutan masyarakat akan perbaikan dan peningkatan pelayanan prima dari pemerintah.

b. Kerugian Negara terhadap APBD

Untuk melihat komitmen pemerintah untuk melaksanakan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintah dapat digunakan suatu indikator yang dinamakan ” Rasio Jumlah dan Besar Nilai Kerugian Negara terhadap APBD”. Dengan perkembangan seperti pada tabel di bawah.

Tabel 2.8

Rasio Jumlah dan Besar Nilai Kerugian Negara terhadap APBD Tahun 2003-2007

Uraian 2003 2004 2005 2006 2007*

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Temuan Kerugian Daerah

Temuan Kewajiban Penyetoran ke Negara Temuan Administrasi

Nilai Rit

0,023 0,008 0,250 0,280

0,009 0,265 0,127 0,401

0,003 0,391 0,095 0,49

0,002 0,420 0,087 0,425

0,0017 0,440 0,089 0,411

Sumber : Banwas Jawa Timur * = Angka Estimasi

Pada tahun 2003, Rasio Kerugian Negara terhadap APBD adalah 0,28 dan kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 meningkat berturut-turut menjadi 0,40, 0,49 dan 0,43 dan 0,41. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya Rasio Temuan Kewajiban Penyetoran kepada Negara, dari hanya 0,008 pada tahun 2003 menjadi 0,265; 0,391 dan 0,420 pada tahun 2004, 2005 dan 2006. Sedangkan capaian pada tahun 2007 sebesar 0,440. Dengan demikian capaian Rasio Kerugian Negara terhadap APBD dari tahun 2002 sampai 2007 selalu lebih buruk dari target yang diharapkan, yaitu setiap tahun turun 2,00 persen.


(13)

Gambar 2.2 Angka Buta Huruf (ABH) Menurut Kelompok Umur 10-44 Tahun

Di Propinsi Jawa Timur 2003 -2007

Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur

Gambar 2.3 Angka Buta Huruf (ABH)

Menurut Kelompok Umur 10-44 Tahun dan Jenis Kelamin Di Propinsi Jawa Timur 2003 -2007 c. Perda yang Dihasilkan

Peraturan Daerah (Perda) adalah merupakan salah satu inovasi dari pihak legislatif dan eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan. Dari informasi yang ada, beberapa Perda yang dihasilkan daerah dibatalkan oleh Depdagri. Dari lain pihak ada beberapa Perda yang dapat memacu perkembangan secara cepat, misal Integrasi Pendidikan Unggul di Lumajang, Kerjasama antara PT. Kutai Timber Indonesia dengan Pemkot Probolinggo dalam sharing penyediaan tenaga kerja. Dari berbagai Perda yang ada ternyata ada beberapa yang harus ditinjau kembali dan adanya tepat untuk memajukan kesejahteraan masyarakat.

d. Angka Buta Huruf (ABH) Pada tahun 2003, ABH penduduk Jawa Timur adalah 5,46 persen. Kemudian pada tahun 2004, 2005 dan 2006 menurun terus berturut-turut menjadi 4,39 persen; 3,65 persen dan 3,47 persen. Pada tahun 2007 ABH Jawa Timur kembali menurun menjadi sebesar 3,06. Penurunan ABH

Jawa Timur seperti gambar di samping.

Penurunan ABH

disebabkan oleh menurunnya, baik ABH laki-laki maupun ABH perempuan. Menurut jenis kelamin, ABH perempuan jauh diatas ABH laki-laki.

Namun demikian

kesenjangannya dari tahun ke tahun makin kecil.


(14)

Pencapaian ABH dari tahun ke tahun selalu lebih baik dari target yang ditetapkan pemerintah. Pada tahun 2003, target ABH yang ditetapkan adalah 15,6 persen dan kemudian pada tahun 2004 dan 2005 menurun menjadi 15,3 persen dan 15,1 persen.

Ada 2 Kabupaten dengan ABH berada pada kisaran 15,00 persen keatas, yaitu Sampang. kabupaten ini perlu mendapat perhatian ekstra dari pemerintah dalam rangka menekan ABH Jawa Timur.

e. Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Pada tahun 2003, APS SD/MI adalah 97,18 persen. Kemudian pada tahun 2004 APS SD/MI meningkat menjadi 97,43 persen. Pada tahun 2005 APS SD/MI turun menjadi 96,30 persen dan Tahun 2007 kembali naik menjadi sebesar 98,42. Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya harga

BBM secara tajam yang berakibat pada melemahnya daya beli masyarakat. Namun demikian, dengan disalurkannya BOS sejak Januari 2006, APS SD/MI kembali meningkat pada tahun 2006 menjadi 98,22 persen. Dengan demikian pada tahun 2005, 2006 dan 2007 capaian APS SD/MI masih dibawah target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar 97,50 persen, 99,53 persen 99,63 persen. Peningkatan APS SD/MI (usia 7-12 tahun) Jawa Timur seperti gambar di atas.

Sedangkan APS SLTP pada tahun 2003 adalah 81,99 persen. Kemudian pada tahun 2004, 2005 dan 2006 berturut-turut menjadi 84,63 persen ; 83,90 persen dan 85,24 persen. Pada tahun 2005, APS SLTP turun dibanding tahun 2004. Tetapi pada Tahun 2007 APS SLTP kembali meningkat menjadi 86,08. Peningkatan

APS SLTP (usia 13-15 tahun) seperti gambar berikut.

Gambar 2.4

Persentase APS Usia SD (7-12 Tahun) Menurut Jenis Kelamin Propinsi Jawa Timur 2003-2007

Sumber : BPS Propinsi Jawa

Gambar 2.5

Persentase APS Usia SLTP (13-15 Tahun) Menurut Jenis Kelamin Propinsi Jawa


(15)

Gambar 2.6

Persentase APS Usia SLTA (16-18 Tahun)

Menurut Jenis Kelamin Propinsi Jawa Timur 2003-2007 Peningkatan tersebut, terutama

disebabkan oleh meningkatnya harga BBM secara tajam pada tahun 2005 yang telah berakibat pada menyusutnya daya beli masyarakat secara tajam. Pencapaian APS setiap tahun sejak tahun 2003 sampai dengan 2007 selalu diatas target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar 81,4 persen ; 81,7 persen ; 81,9 persen , 85,35 persen dan 85,71 persen.

Terakhir, APS SLTA pada tahun 2003 adalah 52,14 persen. Kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 meningkat terus berturut-turut menjadi 52,80 persen ; 54,64 persen, 53,98 persen dan 58,19 persen.

Namun, pencapaian APS SLTA sejak tahun 2003 – 2007 selalu dibawah target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 54,1 persen ; 54,3 persen ; 54,7 persen , 59,65 persen dan 62,02 persen.

f. Rasio Murid SMK terhadap SMU

Rasio Murid SMK terhadap SMU pada tahun 2003 adalah 0,65. Berarti dari setiap 100 murid SMU terdapat sekitar 65 murid SMK. Kemudian pada tahun 2004, 2005 dan 2006 meningkat berturut-turut menjadi 0,68 ; 0,68 dan 0,69. Sedangkan pada tahun 2007 tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu tetap sebesar 0,69, seperti dapat dilihat tabel berikut.

Tabel 2.9

Rasio Murid SMK terhadap Murid SMU

Propinsi Jawa Timur Tahun Pelajaran 2002/2003 – 2006/2007

Uraian 2002/2003 2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Murid SMK 361.771 461.634 421.299 424.939 462.378

Murid SMU* 558.929 609.936 619.561 612.814 674.272

Rasio Murid SMK terhadap Murid SMU

0,65 0,68 0,68 0,69 0,69

* Keterangan : Termasuk Madrasah Aliyah


(16)

Gambar 2.7 Angka Kematian Bayi Propinsi Jawa Timur 2003-2007

Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur

Dari data tersebut terlihat bahwa animo masyarakat untuk memasuki SMK makin besar. Hal ini mungkin disebabkan oleh harapan agar lebih cepat terserap oleh pasar tenaga kerja. Pencapaian rasio murid SMK terhadap SMU dari tahun ke tahun selalu lebih besar dari target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 0,47 ; 0,47 ; 0,48, 0,69 dan 0,70.

g. Kematian Bayi

Kematian bayi sangat berkaitan dengan kondisi kehamilan ibu, perawatan bayi baru lahir. Penyebab langsung kematian bayi baru lahir adalah infeksi dan bayi lahir dengan berat badan rendah. Sedangkan penyebab tidak langsung mencakup jumlah sarana dan kualitas pelayanan kesehatan pada saat persalinan dan setelah bayi lahir.

Pada tahun 2003, Angka Kematian Bayi Jawa Timur adalah 42,0 , berarti terdapat 42 bayi meninggal pada setiap 1000 kelahiran hidup. Kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 turun berturut-turut menjadi 39,3 ; 36,65 , 35,32 dan 35.09, atau seperti pada gambar berikut.

Turunnya Angka Kematian Bayi terutama disebabkan oleh adanya peningkatan kualitas pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan, peningkatan kualitas penolong persalinan oleh tenaga medis, keberhasilan program KB dan lain-lain.

Namun demikian, masih ada beberapa daerah yang perlu mendapat perhatian lebih serius,yaitu Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan dan wilayah pulau Madura.

Menurut jenis kelamin, Angka Kematian Bayi laki-laki selalu lebih tinggi dari bayi perempuan. Pada tahun 2006 terdapat 38 bayi laki-laki yang meninggal, sedangkan bayi perempuan hanya 28 orang.


(17)

Gambar 2.8

Angka Harapan Hidup Penduduk Jawa Timur

Tahun 2003-2007

Capaian Angka Kematian Bayi selalu lebih baik dari target yang ditetapkan pemerintah, yaitu 42, 40, 39 , 38 dan 37.

h. Angka Harapan Hidup (AHH)

AHH sangat berkaitan dengan tingkat pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah. Bila pembangunan sosial ekonomi semakin maju, maka AHH juga semakin baik.

AHH Jawa Timur pada tahun 2003 adalah 66,80 tahun. Kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut menjadi 67,2 tahun; 67,9 tahun, 68,25 tahun, dan 68,69 tahun. Meningkatnya AHH secara tidak langsung memberikan gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat. Peningkatan AHH Jawa Timur seperti gambar di bawah.

Berdasarkan jenis kelamin, AHH perempuan selalu lebih tinggi dari AHH laki-laki. Pada tahun 2006, AHH laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 66,63 tahun dan 70,66 tahun. Capaian AHH Jawa Timur selalu lebih tinggi dari target yang ditetapkan pemerintah, yaitu 66,4 ; 66,7 ; 67,0 dan 67,40 pada tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006.

i. Kematian Ibu Melahirkan

Angka kematian Ibu (AKI) sangat berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran untuk berperilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan, terutama untuk ibu hamil, dan pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas.

AKI Indonesia pada tahun 2002 adalah sebesar 307 jiwa dan kemudian pada tahun 2005 turun menjadi 291 jiwa. Memang AKI turun dari tahun ke tahun.


(18)

Namun demikian, AKI Indonesia dapat dikatakan masih tinggi. Penyebab langsung kematian ibu melahirkan adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. AKI di negara maju hanya sekitar 10 per 100.000 kelahiran hidup. AKI yang tinggi di Indonesia menunjukkan burukya tingkat kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

Data tentang kematian ibu maternal di Jawa Timur masih tercatat dalam jumlah kasus. Pada tahun 2003 kasus kematian ibu maternal tercatat sekitar 446 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2007 turun menjadi 349 per 100.000 kelahiran hidup. Capaian tahun 2007 tersebut, lebih baik jika dibanding tahun sebelumnya, namun masih belum mencapai target yang ditetapkan pemerintah tahun 2007 sebesar 304 per 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI dipengaruhi oleh dua penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung yang berkaitan dengan kematian ibu antara lain adalah berkaitan dengan kondisi saat melahirkan seperti pendarahan, hipertensi saat kehamilan, infeksi dan komplikasi keguguran. Penyebab kematian tidak langsung antara lain adanya anemia dan penyakit menular yang diderita ibu.

Upaya efektif untuk menurunkan AKI antara lain dengan mengupayakan semua persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan. Pemerintah juga telah melakukan berbagai kebijakan perbaikan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, seperti pelatihan dukun bayi, pengembangan klinik kesehatan Ibu dan Anak, pembangunan rumah sakit, pengembangan Puskesmas, pondok bersalin desa dan posyandu, pendidikan dan penempatan bidan di desa serta penggerakan masyarakat untuk penyelamatan ibu hamil dan bersalin. Namun demikian upaya tersebut belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Indikasi AKI yang tinggi yang diikuti dengan lambatnya penurunan merupakan salah satu ciri dari negara berkembang.


(19)

Gambar 2.10

Persentase Penolong Persalinan Oleh Medis

Tahun 2003-2007

Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur Gambar 2.9

Persentase Penolong Persalinan Oleh Medis

Tahun 2003-2007 j. Persalinan oleh Tenaga Medis

Pada tahun 2003, Persalinan oleh Tenaga Medis (dokter, bidan dan tenaga medis lainnya) adalah 74,01 persen. Kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 meningkat menjadi 77,87 persen; 77,50 persen, 81,20 persen dan 81,79. Ini berarti bahwa pada tahun 2007, masih terdapat sekitar 18 persen

masyarakat di Jawa Timur yang memanfaatkan jasa tenaga non-medis (dukun bayi atau famili) dalam membantu proses persalinan. Persentase Penolong Persalinan oleh tenaga medis, seperti gambar berikut.

Di daerah pedesaan presentase penolong persalinan oleh tenaga medis umumnya lebih rendah dari daerah perkotaan. Pada tahun 2006 persentase penolong persalinan oleh tenaga medis di daerah perkotaan dan daerah pedesaan masing-masing sebesar 90,77 persen dan 73,51 persen.

Pada tahun 2007 persentase penolong persalinan oleh tenaga medis di daerah perkotaan dan daerah pedesaan, dapat dilihat pada gambar berikut.

Pencapaian angka penolong persalinan oleh tenaga medis selalu jauh lebih tinggi dari target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 60,3 persen ; 60,7 persen dan 61,1 persen

pada tahun 2003, 2004 dan 2005. Namun demikian pada tahun 2007, pencapaian masih dibawah target yang ditetapkan, yaitu sebesar 84.


(20)

k. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan hasil penghitungan, laju pertumbuhan penduduk Jawa Timur adalah sebesar 1,07 persen pada periode 2002-2006. Sedangkan pada Tahun 2007 laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan sampai sebesar 0,83. Berarti bahwa pencapaian pertumbuhan penduduk lebih baik dari target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 1,11 persen. Jadi setiap tahunnya penduduk bertambah sebesar 1,07 persen.

Kabupaten dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi pada periode itu adalah Kabupaten Sidoarjo, yaitu sebesar 2,92 persen. Sedangkan daerah dengan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Kabupaten Magetan, yaitu 0,02 persen.

Kabupaten/Kota yang merupakan daerah penyangga ibukota memiliki laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, yaitu Kabupaten Sidoarjo (2,85 persen), Kabupaten Gresik (1,78 persen), Kabupaten Bangkalan (2,08 persen), Kabupaten Mojokerto (1,90 persen) dan Kota Mojokerto (1,79 persen)

3. BIDANG PRASARANA WILAYAH a. Kualitas Air Sungai

Selama ini kualitas air biasa ditentukan melalui kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD). BOD adalah kadar oksigen yang terlarut dalam air limbah yang mengandung senyawa kimia organik (karbon, hidrogen, nitrogen dan belerang).

Diantara 6 (enam) wilayah sungai di Jawa Timur, sungai Brantas dan sungai Bengawan Solo adalah sungai yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa Timur untuk keperluan hidup sehari-hari. Oleh sebab itu sudah selayaknya dilakukan pengawasan yang lebih ketat pada ke2 (dua) sungai tersebut.

Secara umum, dari tahun ke tahun, kadar BOD sungai Bengawan Solo lebih rendah dari sungai Brantas. Dengan kata lain, beban limbah cair di


(21)

Tabel 2.10

Nilai BOD dan Kinerja Kualitas Sungai Brantas, Tahun 2002-2007 (mg/liter)

Tahun Nilai BOD PBOD

(1) (2) (3)

2002 6,00 -2,92

2003 8,16 -26,47

2004 7,13 10,62

2005 7,13 00,00

2006 6,72 5,13

2007 5,96 11,39

Sumber : PT Jasa Tirta, Hasil Pengolahan

sungai Brantas lebih tinggi dari sungai Bengawan Solo. Jadi kualitas air sungai Bengawan Solo masih lebih baik dari sungai Brantas.

Secara rinci dapat diketahui bahwa pada tahun 2003, BOD sungai Bengawan Solo adalah 5,00. kemudian pada tahun 2004, 2005 dan 2006 meningkat terus berturut-turut menjadi 5,21 ; 6,40 dan 6,91. Dari deretan data tersebut terlihat bahwa kualitas air sungai Bengawan Solo dari tahun ke tahun semakin buruk. Memang kualitas air pada tahun 2003 dan 2004 masih bearada dalam batas toleransi. Namun mulai tahun 2005, kualitas air sudah mulai melewati batas toleransi yang ditetapkan yaitu 6,00.

Sementara kadar BOD secara rata-rata di Brantas selama tahun 2002 – 2007 cenderung berfluktuasi, seperti pada tabel berikut.

Pada tahun 2003, BOD sungai Brantas adalah 8,16. kemudian pada tahun 2004 turun menjadi 7,13 namun pada tahun 2005 tetap sebesar 7,13. Pada tahun 2006 kembali turun terus, berturut-turut menjadi 6,72 dan 5,96 Dari deretan data tersebut terlihat bahwa kadar BOD sungai Brantas sejak tahun 2003 telah menunjukkan penurunan dan bahkan hingga tahun 2007 menurun terus.

Namun demikian, pencapaian kadar BOD, baik sungai Bengawan Solo maupun sungai Brantas, masih jauh berada dibawah target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 12,00 ; 10,00 ; 9,00 dan 10,00.

b. Kualitas Udara Ambien

Semakin meningkatnya perindustrian dan penggunaan kendaraan bermotor sangat mempengaruhi kualitas udara di wilayah perkotaan khususnya. Dari emisi gas buang yang dihasilkan kendaraan bermotor,


(22)

terdapat 4 (empat) unsur yang mengurangi kualitas udara, diantaranya adalah Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), Sulfur Oksida (SOx) dan partikel debu. Diperkirakan bahwa besarnya emisi buang yang berasal dari kendaraan bermotor di Jawa Timur telah mendekati DKI Jakarta, yang notabene merupakan daerah dengan kualitas udara yang paling rendah di Indonesia. Keadaan ini dari tahun ke tahun makin parah seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebenarnya polusi udara yang ditimbulkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor dapat ditekan seminimal mungkin dengan berbagai cara. Hal ini dapat ditempuh salah satunya adalah dengan cara menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan bagi semua jenis kendaraan. Baha bakar ramah lingkungan misalnya besin tanpa timbal atau bio diesel, sebenarnya telah digunakan di beberapa daerah di Indonesia. Hal inilah yang patut kita lakukan di Jawa Timur untuk dapat mengendalikan dan meminimalkan polusi udara di Jawa Timur. Kualitas udara ambien Jawa Timur tahun 2007 sebesar 24,78 persen lebih besar jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 21,35 persen. Capaian tersebut, telah melebihi target yang ditetapkan pemerintah yaitu 10 persen dan 20 persen tahun 2007.

c. Pengendalian Limbah B3

B3 adalah suatu sisa kegiatan dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun, yang karena sifat dan / atau konsentrasinya dan/atau merusak lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya.

Di Jawa Timur belum tersedia data mengenai limbah yang secara komprehensif menggambarkan mengenai limbah B3. Namun hasil dari beberapa studi khusus dapat diketahui bahwa di beberapa daerah di Jawa Timur telah terjadi pencemaran lingkungan yang diindikasikan faktor penyebabkan adalah limbah B3. Pada tahun 2006 rata-rata B3 di Jawa Timur yang berpotensi mencemari sebesar 10,74 persen dari total pencemaran


(23)

yang ada. Sumber pencemaran B3 meliputi sektor industri, rumrahtangga, pertanian dan lainnya, merupakan sumber pencemaran B3 yang perlu diwaspadai karena potensi pencemarannya menunjukan hampir keterbandingan yang sama dengan dapat dikelola. Data tahun 2006 merupakan kegiatan khusus yang dilakukan oleh BAPPEDAL Jawa Timur. Pengendalian limbah B3 yang dihasilkan pada tahun 2006 sebesar 10,74 persen, terpaut sedikit dari target yang ditetapkan yaitu 10 persen tahun 2006.

d. Lahan Kritis Tahura dan Non-Tahura R. Suryo

Lahan kritis, baik Tahura maupun Non-Tahuva, dari tahun ke tahun di Jawa Timur cenderung mengalami penurunan.

Pada tahun 2003, luas lahan kritis tahura adalah 11.825,00 hektar. Kemudian pada tahun 2004, 2005, dan 2006 menurun berturut-turut menjadi 10.236,00 hektar; 9.286,00 hektar dan 8.286,00 hektar. Dengan demikian, pencapaian luas lahan kritis Tahura pada tahun 2006 jauh berada dibawah target yang ditetapkan, yaitu 13.000,00 hektar.

Tabel 2.11

Luas Lahan Kritis dalam Kawasan Tahura R. Soerjo dan Luas Reboisasi Tahun 2002 - 2006

Tahun Lahan Kritis (ha)

Kegiatan Reboisasi

Sisa Lahan Kritis (ha)

(1) (2) (3) (4)

2002 14.181 212 14.269

2003 14.269 2.444 11.825

2004 11.825 1.589 10.236

2005 10.236 950 9.286

2006 9.286 1.000 8.286

Sedangkan luas lahan kritis Non-Tahura pada tahun 2003 adalah 185.519,00 hektar. Kemudian pada tahun 2004,2005 dan 2006 menurun berturut-turut menjadi

185.519,00 hektar; 156.334,00 hektar dan 100.334,00 hektar. Dari deretan data tersebut terlihat bahwa pada tahun 2006, pencapaian luas lahan kritis Non-Tahura jauh dibawah target yang ditetapkan pemerintah, yaitu 430.000


(24)

hektar. Sedangkan target pada tahun 2007 menurun menjadi sebesar 400.000 Ha.

4. BIDANG MORALITAS DAN KETERTIBAN a. Angka Perceraian

Keluarga atau rumahtangga sebagai elemen dasar pembentukan masyarakat, merupakan cerminan awal karakter masyarakat. Dengan demikian, eksistensi lembaga keluarga/rumahtangga yang terbentuk dan terjaga keberlangsungannya dapat digunakan sebagai sinyal awal mutu kesalehan sosial masyarakat. Keberlangsungan ini dapat diperlihatkan oleh tingkat perceraian yang terjadi di masyarakat.

Tabel 2.12

Jumlah Perceraian dan Rumah Tangga di Jawa Timur Tahun 2003-2007 Tahu

n

Jumlah Perceraian

Jumlah Rumah Tangga

Rasio Perceraian

(%)

(1) (2) (3) (4)

2003 12.209 9.486.492 0,129

2004 10.798 9.964.912 0,108

2005 18.616 10.111.802 0,184

2006 19.665 10.474.675 0,188

2007 *

17.631 10.672.400 0,165

Sumber : BPS Jawa Timur

Pada tahun 2007 rasio perceraian di Jawa Timur adalah 0,165 persen. Capaian di tahun 2007 ini lebih kecil dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 0,188 persen tahun 2006 dan sebesar 0,184 persen tahun 2005. Penyebab perceraian cenderung didominasi sebagai akibat dari tidak adanya tanggung jawab, keharmonisan, masalah ekonomi, perselingkuhan serta diakibatkan kekerasan dalam rumahtangga/keluarga. Sedangkan jumlah rumahtangga/keluarga makin besar dari 9.486.492 tahun 2003 naik terus menjadi 10.672.400 rumahtangga di tahun 2007

b. Pemakai Narkoba

Akhlak dan moral masyarakat dapat pula tercermin dari tingkat penyalahgunaan obat-obatan terlarang, narkoba dan zat aditif lainnya.


(25)

Berbagai program dan kebijakan telah ditelorkan oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi penyalahgunaan obat-obatan terlarang tersebut.

Pada tahun 2003, jumlah tersangka penyalahgunaan narkoba adalah 971 orang. Kemudian pada tahun 2004 meningkat sebesar 32,03 persen menjadi 1.282 orang. Pada tahun 2005 kembali meningkat tajam sebesar 56,47 persen menjadi 2.006 orang, lalu meningkat lagi sebesar 22,93 persen menjadi 2.466 orang pada tahun 2006 tetapi pada tahun 2007 ada sedikit penurunan jumlah pemakai narkoba, yaitu sebesar 2,11 persen dengan target sebesar dari pemerintah, yaitu (-) 2,00 persen.

c. Pelanggaran Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan yang sedang bergerak dengan atau tanpa pengguna jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Korban yang jatuh dari sebuah peristiwa kecelakaan lalu lintas dapat dikategorikan sebagai mati, luka berat dan luka ringan. Kecelakaan disebut total apabila sampai menimbulkan korban jiwa. Selama tahun 2004-2006 jumlah pelanggaran lalu lintas di Jawa Timur cenderung mengalami penurunan seperti tabel berikut.

Tabel 2.13

Jumlah, korban dan angka indeks kecelakaan lalu lintas di Jawa Timur Tahun 2004-2007

Uraian 2004 2005 2006* 2007*

(1) (2) (3) (4) (5)

Jumlah Pelanggaran lalu-lintas Jumlah Korban Kecelakaan Jumlah Kecelakaan Nilai Pt

887.175

-885.242 2.802 1.458 100.000

646.927 10.943 6.914 474.210

646.980 8.969 5.975 320.090 Pada tahun 2005, jumlah pelanggaran lalu lintas adalah 885.242 kejadian dengan jumlah korban sebanyak 2.802 orang. Kemudian pada tahun 2006, jumlah pelanggaran lalu lintas turun sebesar 26,92 persen menjadi 646.927 kejadian dengan jumlah korban sebanyak 10.943 orang. Pada tahun 2007 jumlah pelanggaran lalu lintas tercatat sebesar 646.980 kejadian dengan jumlah korban sebanyak 8.969 orang.


(26)

Jenis Kejahatan 2005 2006 2007**

(1) (2) (3) (4)

1. Pembunuhan 100,00 103,61 96,99 2. Pencurian denganKekerasan 100,00 101,18 94,28 3. Pencurian denganPemberatan 100,00 121,73 125,91 4. Pencurian KendaraanBermotor 100,00 106,53 112,14 5. Pencurian Kawat Telepon 100,00 202,74 181,28 6. Pencurian Kayu Jati 100,00 145,21 99,10 7. Pencurian Hewan 100,00 108,69 125,45 8. Pemerkosaan 100,00 101,82 81,16 9. Kebakaran 100,00 121,05 101,97 10. Penganiayaan Berat 100,00 107,49 103,36 11. Narkotik 100,00 123,05 133,18 12. Uang Palsu 100,00 101,30 85,71 13. Kekerasan dalam Rumah Tangga 100,00 68,79 86,03 Jumlah 100,00 115,59 114,46

Sumber : Kepolisian Daerah Jawa Timur

Kemudian jumlah kecelakaan lalu lintas tahun 2006 sebesar 6.914 kejadian dan pada tahun 2007 tercatat 5.975 kejadian. Hal ini menunjukkan penurunan sebesar 13,58 persen. Dari data tersebut, terlihat bahwa capaian penurunan kecelakaan Jawa Timur telah melebihi target kinerja yang ditetapkan yaitu penurunan 2,00 persen.

d. Kriminalitas

Untuk mengetahui sampai sejauh mana tercapainya pemantapan, ketertiban dan ketentraman masyarakat dapat digunakan suatu indeks yang dinamakan Indeks Kriminalitas. Pahun 2005 sebagai tahun dasar penghitungan, terlihat angka indeks kriminalitas yang angkanya diatas 100. Hal ini mengisyaratkan jumlah kriminalitas lebih besar dari tahun 2005. Kriminalitas selama tahun 2007 mengalami peningkatan baik secara agregat maupun jenis kriminalitas kecuali pencurian dengan pemberatan, pencurian kendaraan bermotor,atau seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.14

Indeks Kriminalitas di Jawa Timur Tahun 2005 – 2007

Pada tahun 2005, Indeks Kriminalitas Jawa Timur adalah 100,00 dan kemudian pada tahun 2006 meningkat sebesar 15,59 persen menjadi 115,59. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya Pencurian Dengan Pemberatan dan


(27)

Pencurian Kendaraan bermotor. Dengan demikian pencapaian Indeks Kriminalitas pada tahun 2006 masih lebih tinggi dari target yang ditetapkan, yaitu terjadi penurunan Indeks Kriminalitas menjadi 98,00.

e. Indeks Korban Kejahatan

Kejahatan ditinjau dari segi hukum adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan oleh kaidah hukum, tegasnya perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat dimana yang bersangkutan bertempat tinggal. Jumlah kejahatan dan korban kejahatan di Jawa Timur, menunjukkan peningkatan seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.15

Jumlah dan Korban Kejahatan di Jawa Timur Tahun 2004-2007

Uraian 2004 2005 2006* 2007

(1) (2) (3) (4) (5)

Jumlah Kejahatan Jumlah Korban kejahatan Angka Indeks Ikj

15.576

-29.694 9.999 100,000

45.206 13.863 138,64

45.354 14.923 149,24 Sumber : Kepolisian Daerah Jawa Timur, Hasil Pengolahan

*) Data diperbaiki -) Data tidak tersedia.

Pada tahun 2005, jumlah kejahatan di Jawa Timur adalah 29694 kasus. Kemudian pada tahun 2006, jumlah kejahatan meningkat sebesar 52,24 persen menjadi 45.206 kasus dengan jumlah korban 13.863 orang. Pada tahun 2007 jumlah kejahatan bertambah lagi menjadi 45.354 kasus dengan jumlah korban 14.923 orang.

Selanjutnya dapat diketahui Indeks Korban Kejahatan di Jawa Timur pada tahun 2006 adalah 138,64 dan pada tahun 2007 sebesar 149,24.


(28)

Dengan demikian pencapaian kinerja pada tahun 2007 belum mencapai dari target kinerja yang ditetapkan yaitu sebesar 100.

2.3. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2007 Evaluasi program dan kegiatan pembangunan tahun 2007 sangat terkait erat dengan pengukuran indikator kinerja pembangunan yang merupakan hasil agregat dari kinerja beberapa kegiatan yang dikelompokkan kedalam program-program, yang dibagi kedalam 7 (tujuh) agenda pembangunan yang terdiri dari 47 (empat puluh tujuh) indikator kinerja pembangunan. Adapun agenda pembangunan Jawa Timur meliputi:

 Agenda Peningkatan Kesalehan Sosial Dalam Beragama.

 Agenda Peningkatan Aksesibilitas Terhadap Kualitas Pendidikan dan Kesehatan.

 Agenda Penanggulangan Kemiskinan, Pengangguran, Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan dan Memacu Kewirausahaan.

 Agenda Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas dan Berkelanjutan dan Pembangunan Infrastruktur.

 Agenda Optimalisasi Pengendalian SDA, Pelestarian Lingkungan Hidup dan Penataan Ruang.

 Agenda Peningkatan Ketentraman dan Ketertiban, Supremasi Hukum dan HAM.

 Agenda Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah melalui Reformasi Birokrasi dan Peningkatan Pelayanan Publik.

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan maka prioritas pembangunan pada tahun 2009 perlu difokuskan pada upaya memperkokoh "sendi-sendi" Kesejahteraan Masyarakat dan meningkatkan upaya penanganan kemiskinan. Hal ini antara lain dapat ditempuh melalui strategi yang diarahkan pada pertumbuhan ekonomi dengan fokus UMKM serta pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, antara lain melalui: (1) peningkatan investasi, perdagangan dan pariwisata; (2) peningkatan daya saing industri pengolahan; (3) pemberdayaan koperasi dan UMKM; (4) revitalisasi pengelolaan BUMD;


(29)

dan (5) revitalisasi pertanian serta , (6) fasilitasi pelayanan sosial dasar yang semakin lebih baik.

2.4. ISU STRATEGIS DAN MASALAH MENDESAK

Dalam segmen sub bab Isu Strategis dan Masalah Mendesak , data base analisa masalah yang menjadi acuan adalah perbandingan absolut Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Per Kapita /Tahun antar Kabupaten/Kota se Jawa Timur yang diklasifikasikan kedalam 4 kuadran dengan standar Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Per Kapita/Tahun Propinsi Jawa Timur.

Daerah - daerah yang ada di kuadran I menggambarkan daerah dengan nilai PDRB per kapita dan pertumbuhan tinggi. Hal ini terjadi pada Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Mojokerto dan Kota Probolinggo, dimana daerah ini merupakan daerah yang mampu mencapai pertumbuhan yang tinggi dengan didukung oleh Sektor Industri, Perdagangan, Hotel dan Restoran serta Sektor Jasa, juga karena dukungan infrastruktur yang sudah cukup baik.

Daerah - daerah yang ada di kuadran II adalah Kab. Tulungagung, Kota Batu, Kota Blitar, Kota Pasuruan, Kab. Malang, Kab. Mojokerto, Kab. Jombang, Kab. Bojonegoro, Kab. Nganjuk, Kab. Pasuruan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan PDRB per kapita yang lebih rendah dari rata-rata PDRB per kapita propinsi dengan struktur perekonomian yang tidak didominasi oleh sektor tertentu. Dalam artian bahwa daerah-daerah yang hampir merata pembangunannya di semua sektor ini tinggal menunggu waktu saja untuk terus berkembang dan bergeser ke arah yang ideal.

Daerah kuadran III menunjukkan PDRB per kapita dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Daerah yang ada di kuadran ini adalah Kab. Probolinggo, Kab. Situbondo, Kab. Magetan, Kab. Blitar, Kab. Jember, Kab. Kediri, Kab. Lamongan, Kab. Ponorogo, Kab. Bangkalan, Kab. Ngawi, Kab. Trenggalek, Kab. Bondowoso, Kab. Sampang, Kab. Pacitan, Kota Madiun, Kab. Banyuwangi, Kab. Tuban, Kab. Lumajang, Kab. Sumenep, Kab. Madiun dan Kab. Pamekasan, dimana struktur ekonomi masih didominasi oleh sektor-sektor primer.


(30)

Daerah kuadran IV merupakan ciri – ciri daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, tetapi PDRB per kapita tinggi. Hal ini terjadi pada Kota Kediri, dimana sebuah perusahaan Industri Rokok berskala nasional yang mendorong tingginya PDRB per kapita, meskipun secara empiris tingginya nilai PDRB per kapita tidak benar-benar mencerminkan tingginya pendapatan masyarakat.

Gambar 2.11

Perbandingan Capaian Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per kapita Tahun 2007 (konstan 2000)

Namun dari hasil evaluasi terhadap kinerja pembangunan, masih ditemukan berbagai permasalahan yang menjadi hambatan dalam mewujudkan target-target yang telah direncanakan. Oleh karena itu rumusan isu strategis dan permasalahan pembangunan di Jawa Timur sampai dengan tahun 2008 ini adalah sebagai berikut :


(31)

A. Rendahnya Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan

Pesatnya perkembangan teknologi, komunikasi, dan informasi menuntut peningkatan kualifikasi pendidikan dan kualitas Sumber Daya Manusia sebagai pencipta, pengguna, dan pemanfaat. Dalam konteks lingkungan strategis tersebut dan mengingat pencapaian APK SMP/MTs di Jawa Timur sudah Tuntas Paripurna yaitu 96,84% maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se Jawa Timur, mulai Tahun Anggaran 2008 mengambil langkah terobosan yang nyata dengan memulai merintis Wajib Belajar Pendidikan Menengah 12 Tahun (Wajardikmen 12 Tahun).

Rasio Murid SMK terhadap SMU pada tahun 2005 adalah 0,68 (0,66 versi Dinas P & K). Berarti dari setiap 100 murid SMU terdapat sekitar 68 murid SMK (66 murid menurut Dinas P & K). Kemudian pada tahun 2006 meningkat menjadi 0,69 (0,75 versi Dinas P & K), dan tahun 2007 tetap pada angka 0,69. Dari data tersebut terlihat bahwa animo masyarakat untuk memasuki SMK semakin besar. Pencapaian rasio murid SMK terhadap SMU dari tahun ke tahun selalu lebih besar dari target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 0,48 dan 0,69. Pada tahun 2007 relatif lebih rendah dari target 0,70. Namun dengan rendahnya kualitas pembelajaran dan kualitas lulusan menyebabkan menurunnya jumlah lulusan SMK yang berwirausaha atau bekerja di dalam maupun luar negeri.

Dengan tingkat pendidikan penduduk relatif masih rendah, angka buta huruf penduduk usia 10 - 44 tahun mencapai 750.000 orang. Kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global dan belum mencukupi pula sebagai landasan pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy). Di samping itu, kualitas pendidikan relatif masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik. Hal tersebut terutama disebabkan oleh (1) ketersediaan pendidik yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, (2) kesejahteraan pendidik yang masih rendah, (3) fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi, dan (4) biaya operasional pendidikan belum disediakan secara memadai.


(32)

Dalam bidang kesehatan, Kualitas pelayanan belum optimal karena belum semua sarana pelayanan kesehatan melaksanakan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Keterjangkauan dan pemerataan pelayanan dapat dilihat dengan rasio jumlah sarana yang ada. Di Jawa Timur terdapat 922 Puskesmas dan 2.134 Puskesmas Pembantu, berarti setiap Puskesmas melayani 38.698 orang atau belum sesuai standar dimana setiap Puskesmas melayani 30.000 penduduk.

Perkembangan AKB pada dua tahun terakhir menunjukkan adanya penurunan dimana pada tahun 2006 mencapai 35,32 per 1.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2007 menurun menjadi 35,09 per 1000 kelahiran hidup, dan hal ini pada tahun 2009 perlu lebih dipacu penurunnannya.

Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2006 sebesar 364 per 100.000 kelahiran hidup dan angka ini pada tahun 2007 menurun menjadi 349 per 100.000 kelahiran hidup, dan hal ini pada tahun 2009 perlu lebih dipacu penurunnannya.

Angka Harapan Hidup penduduk Jawa Timur pada tahun 2006 sebesar 68,25 tahun dan pada tahun 2007 sebesar 68,69 meskipun trennya sudah mengalami kenaikan namun perlu terus diupayakan peningkatannya pada tahun 2009 dikarenakan AHH semakin meningkat menjadi indikator meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Disamping itu rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan sering terjadi terutama pada masyarakat miskin karena kendala biaya (cost barrier). Berdasarkan jumlah tenaga medis yang ada, rasio tenaga medis masih belum merata. Di sisi lain belum semua tenaga kesehatan memenuhi kompetensi profesi terkait untuk dapat ter-regristrasi sebagai tenaga kesehatan profesional.

B. Tingkat Kemiskinan, Kesenjangan, dan Pengangguran

Perkembangan jumlah penduduk miskin di Jawa Timur walaupun jumlahnya mengalami penurunan namun masih tetap tinggi, pada tahun 2003 sebesar 7.064.289 orang atau 19,52% dan pada tahun 2004 turun menjadi


(33)

6.979.565 orang atau 19,10%. Penurunan angka kemiskinan tersebut hanya terjadi di daerah perkotaan, sedangkan di daerah pedesaan relatif tidak berubah. Permasalahan kemiskinan di perkotaan umumnya berkaitan dengan terbatasnya lapangan kerja dan kenaikan upah yang lambat dalam menyesuaikan terhadap kenaikan harga. Stagnasi upah dan peningkatan harga mengakibatkan masyarakat kurang mampu di perkotaan tergolong sebagai penduduk miskin.

Memasuki tahun 2007, angka kemiskinan mengalami penurunan menjadi sebesar 18,85% yang disebabkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dan melalui berbagai program pengentasan kemiskinan seperti JPES, maka angka tersebut pada tahun 2006 (2007) turun menjadi 19,89% dan tahun 2007 turun lagi sebesar 1,01 poin menjadi 18,89%.

Masih tingginya penduduk miskin ini dinilai semakin memprihatinkan, walaupun Pemerintah Propinsi telah mengeluarkan beberapa program kemiskinan seperti Gerdutaskin. Namun capaian melalui program pengentasan kemiskinan belum memenuhi sasaran yang diharapkan, karena sasaran program hanya mengarah pada peningkatan SDM dan bantuan modal usaha sebagai perangsang, namun nilainya masih sangat kecil karena banyaknya kriteria sasaran penduduk yang menyebar di berbagai pelosok Jawa Timur. Selain itu, akibat migrasi ke perkotaan menyebabkan ketimpangan di perkotaan (rasio gini 0,30) ternyata lebih tinggi dari di pedesaan (rasio gini 0,24).

Sementara itu, di Jawa Timur masih terdapat pengangguran pada tahun 2005 sebesar 1.646.056 orang atau meningkat 12,1% dari tahun 2004 sebanyak 1.447.263 orang. Dan tahun 2006 turun menjadi 1.575.299 orang serta tahun 2007 turun lagi menjadi 1.460.827 orang. Peningkatan pengangguran tersebut disebabkan oleh: (1) Pertambahan Angkatan Kerja lebih besar dari pada Lapangan Kerja (2) Rendahnya kualitas dan ketrampilan Tenaga Kerja (3) Meningkatnya jumlah PHK, yang mendorong meningkatnya jumlah angkatan kerja (4) Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan terhadap ketersediaan lapangan kerja (5) Kurangnya Informasi


(34)

Pasar Kerja dan rendahnya Efektifitas Bursa Kerja karena lemahnya Pendataan serta terbatasnya Jaringan Pelayanan Bursa Kerja dan (6) Adanya pemulangan TKI ilegal dari negara Malaysia maupun negara lain.

C. Rendahnya Percepatan Pembangunan Ekonomi berkualitas dan Pembangunan Infrastruktur

Perekonomian Jawa Timur pada tahun 2007 menunjukkan peningkatan namun perkembangannya masih lambat. Melalui berbagai program yang dilaksanakan belum mampu memberikan hasil yang maksimal. Permasalahan di atas juga ditandai oleh terpuruknya pabrik-pabrik yang memproduksi barang ekspor, semakin meluasnya kebijakan untuk memutuskan hubungan kerja karena kondisi unit usaha terus merugi, semakin meningkatnya angka pengangguran, semakin sempitnya lapangan kerja di daerah, semakin menurunnya produksi industri yang diekspor, semakin tidak mempunyai unit usaha dan lembaga ekonomi dalam mengembangkan produksinya, semakin melemahnya daya saing pengusaha dalam pasar bebas yang disebabkan oleh lemahnya daya saing daerah. Selanjutnya masih terdapat ketimpangan wilayah di Jawa Timur yaitu kawasan selatan Jawa Timur, Madura dan Kepulauan. Pengembangan wilayah ini menjadi prioritas, dan secara politis akan mendukung rasa persatuan dan kesatuan bangsa, karena pemerataan hasil pembangunan akan terjadi sampai ke pelosok wilayah. Kondisi tersebut disebabkan antara lain oleh memadainya infrastruktur ekonomi dan infrastruktur dasar khususnya didaerah-daerah tertinggal. Disamping itu percepatan pembangunan infrastruktur strategis ekonomi juga menjadi kendala, sehingga akan berpengaruh pada kinerja ekonomi daerah.

D. Rendahnya Kualitas Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, serta Ketimpangan Wilayah

Issue strategis yang saat ini memerlukan perhatian serius adalah pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, terutama konservasi dan rehabilitasi sumber daya lahan dan hutan sebagai akibat kerusakan


(35)

sumberdaya hutan, maka menyebabkan kerugian ekonomis yang sangat besar dengan terjadinya banjir dan tanah longsor.

Di sisi lain masalah ketimpangan wilayah masih menjadi kendala dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkeadilan. Selain itu terkonsentrasinya kegiatan perekonomian pada wilayah Surabaya dan sekitarnya mengakibatkan ketergantungan wilayah lainnya. Hal ini terbukti dengan putusnya jalur perekonomian akibat lumpur Sidoarjo telah berdampak pada turunnya kinerja perekonomian beberapa daerah di sekitar wilayah Sidoarjo.

E. Bencana Alam

Propinsi Jawa Timur yang terletak diujung timur pulau Jawa dengan luas +47.921.98 km terdiri dari beberapa pegunungan berapi yang masih aktif dan dilalui oleh sungai-sungai besar sehingga wilayah ini berpotensi untuk mengalami gunung meletus dan banjir lava/lahar, banjir bandang dan longsor. Selain itu, adanya pertemuan antara lempeng tektonik euro asia dan austro india serta adanya fenomena pemanasan global (global warming) mengakibatkan potensi terjadinya gempa dan dapat menimbulkan tsunami di Selatan Jawa Timur serta terjadinya angin puting beliung di berbagai daerah.

Beberapa kejadian bencana alam yang terjadi di Jawa Timur antara lain sebagai berikut :

a. Bencana Tanah Longsor dan Bandang yang telah terjadi di Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, Jombang, Kediri dan Kabupaten Trenggalek.

b. Bencana banjir genangan yang terjadi di Kabupaten Pasuruan, Bangkalan, Sampang, Mojokerto dan Gresik merupakan bencana yang diakibatkan oleh meluapnya sungai-sungai besar di sekitarnya.

c. Aktivitas Gunung berapi Bromo, Gunung Semeru dan Gunung Lamongan yang masih berstatus waspada.


(36)

d. Gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Pacitan, Ponorogo dan Tulungagung.

e. Luapan lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo.

Saat ini penanganan bencana alam yang dilakukan masih bersifat tanggap darurat, dimana upaya penanganan dilakukan pada saat dan setelah terjadinya bencana serta belum dilaksanakan secara terkoordinasi, baik dalam hal penanganan maupun pendanaan.

Mengingat besarnya potensi daerah rawan bencana di Jawa Timur, antara lain berupa kejadian gunung meletus dan banjir lava/lahar, banjir genangan/bandang dan tanah longsor, tsunami, kebakaran hutan berpotensi, angin puting beliung serta kekeringan, maka diperlukan upaya penanganan secara terpadu, baik meliputi aspek pendanaan maupun pengelolaan yang melibatkan seluruh pihak terkait (pemerintah, swasta dan masyarakat).

F. Kurang Optimalnya Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Penegakan Supremasi Hukum dan HAM serta Ketentraman dan Ketertiban

Penerapan otonomi daerah masih menyisakan banyak masalah yang terkait dengan kewenangan dan sinkronisasi kebijakan, selain itu tuntutan otonomi desa semakin menguat. Mengingat desa sebagai satuan pemerintahan wilayah terkecil, selama ini lebih banyak menjadi obyek pembangunan dari pemerintah.

Berkaitan dengan penegakan supremasi hukum dan HAM bahwa Sistem peradilan yang tidak transparan dan terbuka, mengakibatkan hukum belum sepenuhnya memihak pada kebenaran dan keadilan karena tiadanya akses masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan. Kondisi tersebut juga diperlemah dengan profesionalisme dan kualitas sistem peradilan yang masih belum memadai sehingga membuka kesempatan terjadinya penyimpangan kolektif di dalam proses peradilan sebagaimana dikenal dengan istilah mafia peradilan.

Selanjutnya berkaitan dengan masalah ketentraman dan ketertiban dengan beragamnya kondisi sosial, ekonomi, budaya, etnis dan agama yang


(37)

ada menjadikan Jawa Timur memiliki potensi ancaman yang dapat mengganggu kemanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat. Potensi ancaman ini harus dapat diminimalkan sehingga tidak menjadi bibit munculnya konflik horizontal dan vertikal serta adanya terorisme.

G. Terbatasnya Sumber Pembiayaan Pembangunan

Alokasi dana pembangunan Jawa Timur saat ini masih sangat terbatas, walaupun didukung dengan bagian dana dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat, hingga saat ini masih sekitar Rp. 4,6 Trilyun. Jumlah dana riil yang ada masih belum memadai untuk dapat menuntaskan permasalahan pokok yang dihadapi Jawa Timur, lebih-lebih dalam menangani masalah kemiskinan dan pengangguran. Kecilnya dana pemerintah tersebut disebabkan antara lain :

a. Terbatasnya pembiayaan pembangunan APBN/APBD b. Terbatasnya jumlah dana perimbangan ke Propinsi

c. Belum optimalnya pengelolaan BUMD Prpinsi Jawa Timur.

Pengangguran dan kemiskinan, kualitas sumberdaya manusia, kelembagaan, dan lingkungan hidup merupakan kelemahan utama ketahanan perekonomian Jawa Timur. Kondisi ini pada gilirannya dapat berpengaruh negatif pada aspek sosial dan budaya dan tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang paling mendasar. Sedangkan ancaman utama pembangunan adalah perkembangan global yang berakibat pada perubahan iklim ekonomi di Jawa Timur. Namun Jawa Timur sebagai salah satu propinsi strategis memiliki kekuatan banyaknya jumlah tenaga kerja, kekayaan sumberdaya alam, keberagaman budaya dan letak geografis yang strategis. Di sisi lain, peningkatan kewenangan bagi pemerintah propinsi (sesuai dengan UU 32 tahun 2004) akan mempermudah pemerintah melakukan fungsi koordinasi. Dengan sejumlah kekuatan ekonomi dan sosial budaya yang dimiliki maka ancaman globalisasi dapat ditanggulangi dan ketahanan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat semakin menguat.


(38)

Penyediaan lapangan kerja yang cukup dan pengentasan kemiskinan merupakan prioritas utama pembangunan Jawa Timur. Salah satu strategi untuk menciptakan lapangan kerja adalah mengundang investasi sebanyak-banyaknya ke Jawa Timur, salah satunya melalui penciptaan iklim investasi yang baik untuk menarik modal luar negeri atau menghambat pelarian modal keluar negeri (capital flight). Investasi asing dan domestik dapat ditingkatkan dengan memberikan jaminan hukum dan kepastian kepada investor tanpa harus mengorbankan kepentingan dan hak hukum masyarakat.

Selain itu permintaan tenaga kerja di luar negeri selain sebagai penyumbang devisa yang cukup besar, juga merupakan peluang untuk mengatasi kelemahan yaitu mengurangi tingkat pengangguran. Walaupun dalam kegiatan tersebut perlu diperhatikan hak-hak hukum tenaga kerja kita yang ada di luar negeri. Pemberian kemudahan dan akses informasi tentang pasar kerja akan meningkatkan peluang kerja di luar negeri.

Secara umum perekonomian Jawa Timur mulai membaik, namun pertumbuhan ekonomi hanya terjadi di wilayah koridor utara, sedangkan di koridor selatan masih tertinggal yang memerlukan investasi pemerintah baik dalam peningkatan sarana fisik maupun non fisik sebagai upaya mengurangi disparitas antar wilayah.

Selain kesenjangan regional, juga terdapat kesenjangan sektoral. Sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat kontribusinya lebih rendah dari pada sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran, walaupun masih dalam kategori yang tinggi. Sebagai propinsi lumbung pangan, keberadaan Jawa Timur sangat strategis dalam pemenuhan pangan daerah maupun kebutuhan pangan nasional. Oleh sebab itu perhatian pada sektor pertanian juga harus menjadi prioritas pembangunan dalam rangka revitalisasi pertanian.

Sektor ekonomi strategis Jawa Timur adalah industri pengolahan. Dalam rangka menangkap peluang perdagangan bebas sekaligus mengatasi ancaman produk impor, sektor ini perlu dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Untuk itu diperlukan industri


(39)

berdaya saing tinggi. Namun demikian pembangunan industri harus juga mempertimbangan aspek wilayah dan lingkungan hidup. Berbagai dampak lingkungan yang dapat mengurangi derajat kesehatan harus dapat ditanggung pemerintah sebagai bagian pemenuhan hak sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sektor Koperasi dan UMKM menyerap tenaga kerja yang cukup besar, walaupun memiliki kontribusi nilai tambah yang lebih kecil dari pada industri skala usaha besar. Untuk itu, UMKM harus mendapat perhatian khusus dalam strategi pembangunan karena sektor ini dapat menjadi sarana pemenuhan kebutuhan dasar. Peningkatan peranan UMKM akan memberikan akses masyarakat terhadap pemenuhan hak atas pekerjaan dan usaha. Penenuhan hak atas pekerjaan ini harus disertai dengan penyiapan pendidikan yang lebih berkualitas melalui perbaikan kurikulum baik di lembaga formal maupun non formal.

Diberlakukannya otonomi daerah dan meningkatnya akan meningkatkan kewenangan daerah sekaligus meningkatkan tanggung jawab yang terkait dengan tujuan otonomi, yaitu berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat akibat meningkatnya tuntutan masyarakat. Besarnya tanggung jawab tersebut tidak diimbangi oleh kapasitas fiskal yang memadai sehingga memerlukan alternatif pembiayaan. Strategi yang dapat ditempuh adalah meningkatkan pendapatan BUMD. Oleh sebab itu pemerintah harus dapat meningkatkan peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui berbagai format yang dikenal dengan kerjasama antara publik dan swasta (public-private partnership) dalam mengelola BUMD. Selain itu dengan semakin besarnya tuntutan reformasi pembangunan maka proses perencanaan pembangunan secara partisipatif perlu terus dikembangkan. Pada kegiatan ini propinsi harus dapat menjadi motivator bagi pemerintah kabupaten Kota. Tentu saja hal ini harus disertai dengan aparatur yang profesional.

Strategi pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan kesenjangan antara wilayah surplus dan minus semakin besar. Oleh sebab itu pertumbuhan ini harus dikompensasi dengan strategi pemerataan. Dengan demikian pembangunan ekonomi harus dapat memberikan dampak pada peningkatan


(40)

kesejahteraan secara menyeluruh baik bagi peningkatan derajat kesehatan, terpenuhinya kebutuhan pangan, meningkatnya tingkat pendidikan, terpenuhinya kebutuhan air bersih, sumber daya alam dan lingkungan hidup, tersedianya perumahan yang sehat dan serta meningkatnya partisipasi politik dan hak suara atau demokratisasi.

Strategi yang dikembangkan diharapkan mampu membantu pembangunan Propinsi Jawa Timur lebih terarah dan terfokus, berdasarkan kemampuan dan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Didalam implementasinya, diharapkan proses pembangunan dilakukan dengan transparan dan akuntabel. Perbaikan tersebut dilakukan dalam kerangka reformasi pemerintahan (good government) sebagai asas pelaksanaan semua program pemerintah.

Lampiran A Tabel

Kinerja Pembangunan Propinsi Jawa Timur Tahun 2007

No Indikator Pencapaian

Tahun 2007

Standar Kinerja Th

2007 (RPJMD)

Pencapaian 2007 thd.

Standar Kinerja Th. 2007 (RPJMD)

Kategori

I AGENDA PENINGKATAN KESALEHAN SOSIAL DALAM BERAGAMA 1 Rasio Angka

Perceraian thdp Jumlah Rumah Tangga

0,165 0,20 Tercapai C

2 Pemakai Narkoba (% penurunan)

- 2,11 - 2 Tercapai C

3 Indeks Komposit kriminalitas yang dominan (2005 = 100)

114,46 97 Belum tercapai B

II. AGENDA PENINGKATAN AKSESIBILITAS

TERHADAP KUALITAS PENDIDIKAN DAN KESEHATAN

1 Angka buta huruf penduduk umur 10 – 44 tahun (%)

3,06 7,94 Tercapai C

2 Angka partisipasi sekolah menurut tingkat pendidikan (%)

a. SD – MI 98,42 99,63 Belum tercapai B

b. SLTP – MTs 86,08 85,71 Tercapai C


(41)

No Indikator Pencapaian Tahun 2007 Standar Kinerja Th 2007 (RPJMD) Pencapaian 2007 thd.

Standar Kinerja Th. 2007 (RPJMD)

Kategori

3 Rasio murid SMK terhadap murid SMU

0,69 0,70 Tercapai C

4 Angka Kematian Bayi per 1.000 kelahiran hidup

35,09 37,00 Tercapai C

5 Angka Harapan Hidup (tahun)

68,69 67,55 Tercapai C

6 Angka Kematian Ibu melahirkan per 100.000 kelahiran

349.00 304 Belum tercapai A

7 Prevalensi kurang gizi pada anak (%)

15,86 20,00 Tercapai C

8 Persalinan oleh tenaga kesehatan

81,79 84,00 Belum tercapai A

III AGENDA PENANGGULANGAN KEMISKINAN, PENANGGURAN, PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKER1JAAN DAN MEMACU KEWIRAUSAHAAN

1 Tingkat pengangguran terbuka / TPT (%)

5,68 (6,79) 5,4 Belum tercapai B

2 Pemenuhan kebutuhan pangan (skor pola pangan harapan)

75,53 78,2 Belum tercapai B

3 ILOR 0,03 0,054 Belum tercapai B

4 %tase penduduk miskin terhadap jumlah penduduk (%)

18,89 17,00 Belum tercapai B

5 Peranan APBD terhadap PDRB (%)

0,94 1,50 Tercapai C

6 Indeks Jumlah Kecelakaan Kerja (2005 = 100)

40,08 97,00 Tercapai C

IV AGENDA PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BERKUALITAS DAN BERKLANJUTAN DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

1 Pertumbuhan Ekonomi ADHK Tahun 2000 (%)

6,02 6,10 Belum tercapai B

2 PDRB per kapita (ribu rupiah)

14.070 8.650 Tercapai C

3 Indeks Daya Beli (tahun)


(1)

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2009

Penyediaan lapangan kerja yang cukup dan pengentasan kemiskinan merupakan prioritas utama pembangunan Jawa Timur. Salah satu strategi untuk menciptakan lapangan kerja adalah mengundang investasi sebanyak-banyaknya ke Jawa Timur, salah satunya melalui penciptaan iklim investasi yang baik untuk menarik modal luar negeri atau menghambat pelarian modal keluar negeri (capital flight). Investasi asing dan domestik dapat ditingkatkan dengan memberikan jaminan hukum dan kepastian kepada investor tanpa harus mengorbankan kepentingan dan hak hukum masyarakat.

Selain itu permintaan tenaga kerja di luar negeri selain sebagai penyumbang devisa yang cukup besar, juga merupakan peluang untuk mengatasi kelemahan yaitu mengurangi tingkat pengangguran. Walaupun dalam kegiatan tersebut perlu diperhatikan hak-hak hukum tenaga kerja kita yang ada di luar negeri. Pemberian kemudahan dan akses informasi tentang pasar kerja akan meningkatkan peluang kerja di luar negeri.

Secara umum perekonomian Jawa Timur mulai membaik, namun pertumbuhan ekonomi hanya terjadi di wilayah koridor utara, sedangkan di koridor selatan masih tertinggal yang memerlukan investasi pemerintah baik dalam peningkatan sarana fisik maupun non fisik sebagai upaya mengurangi disparitas antar wilayah.

Selain kesenjangan regional, juga terdapat kesenjangan sektoral. Sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat kontribusinya lebih rendah dari pada sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran, walaupun masih dalam kategori yang tinggi. Sebagai propinsi lumbung pangan, keberadaan Jawa Timur sangat strategis dalam pemenuhan pangan daerah maupun kebutuhan pangan nasional. Oleh sebab itu perhatian pada sektor pertanian juga harus menjadi prioritas pembangunan dalam rangka revitalisasi pertanian.

Sektor ekonomi strategis Jawa Timur adalah industri pengolahan. Dalam rangka menangkap peluang perdagangan bebas sekaligus mengatasi ancaman produk impor, sektor ini perlu dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Untuk itu diperlukan industri


(2)

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2009

berdaya saing tinggi. Namun demikian pembangunan industri harus juga mempertimbangan aspek wilayah dan lingkungan hidup. Berbagai dampak lingkungan yang dapat mengurangi derajat kesehatan harus dapat ditanggung pemerintah sebagai bagian pemenuhan hak sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sektor Koperasi dan UMKM menyerap tenaga kerja yang cukup besar, walaupun memiliki kontribusi nilai tambah yang lebih kecil dari pada industri skala usaha besar. Untuk itu, UMKM harus mendapat perhatian khusus dalam strategi pembangunan karena sektor ini dapat menjadi sarana pemenuhan kebutuhan dasar. Peningkatan peranan UMKM akan memberikan akses masyarakat terhadap pemenuhan hak atas pekerjaan dan usaha. Penenuhan hak atas pekerjaan ini harus disertai dengan penyiapan pendidikan yang lebih berkualitas melalui perbaikan kurikulum baik di lembaga formal maupun non formal.

Diberlakukannya otonomi daerah dan meningkatnya akan meningkatkan kewenangan daerah sekaligus meningkatkan tanggung jawab yang terkait dengan tujuan otonomi, yaitu berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat akibat meningkatnya tuntutan masyarakat. Besarnya tanggung jawab tersebut tidak diimbangi oleh kapasitas fiskal yang memadai sehingga memerlukan alternatif pembiayaan. Strategi yang dapat ditempuh adalah meningkatkan pendapatan BUMD. Oleh sebab itu pemerintah harus dapat meningkatkan peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui berbagai format yang dikenal dengan kerjasama antara publik dan swasta (public-private partnership) dalam mengelola BUMD. Selain itu dengan semakin besarnya tuntutan reformasi pembangunan maka proses perencanaan pembangunan secara partisipatif perlu terus dikembangkan. Pada kegiatan ini propinsi harus dapat menjadi motivator bagi pemerintah kabupaten Kota. Tentu saja hal ini harus disertai dengan aparatur yang profesional.

Strategi pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan kesenjangan antara wilayah surplus dan minus semakin besar. Oleh sebab itu pertumbuhan ini harus dikompensasi dengan strategi pemerataan. Dengan demikian pembangunan ekonomi harus dapat memberikan dampak pada peningkatan


(3)

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2009

kesejahteraan secara menyeluruh baik bagi peningkatan derajat kesehatan, terpenuhinya kebutuhan pangan, meningkatnya tingkat pendidikan, terpenuhinya kebutuhan air bersih, sumber daya alam dan lingkungan hidup, tersedianya perumahan yang sehat dan serta meningkatnya partisipasi politik dan hak suara atau demokratisasi.

Strategi yang dikembangkan diharapkan mampu membantu pembangunan Propinsi Jawa Timur lebih terarah dan terfokus, berdasarkan kemampuan dan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Didalam implementasinya, diharapkan proses pembangunan dilakukan dengan transparan dan akuntabel. Perbaikan tersebut dilakukan dalam kerangka reformasi pemerintahan (good government) sebagai asas pelaksanaan semua program pemerintah.

Lampiran A Tabel

Kinerja Pembangunan Propinsi Jawa Timur Tahun 2007

No Indikator Pencapaian

Tahun 2007

Standar Kinerja Th

2007 (RPJMD)

Pencapaian 2007 thd.

Standar Kinerja Th. 2007 (RPJMD)

Kategori

I AGENDA PENINGKATAN KESALEHAN SOSIAL DALAM BERAGAMA

1 Rasio Angka Perceraian thdp Jumlah Rumah Tangga

0,165 0,20 Tercapai C

2 Pemakai Narkoba (% penurunan)

- 2,11 - 2 Tercapai C

3 Indeks Komposit kriminalitas yang dominan (2005 = 100)

114,46 97 Belum tercapai B

II. AGENDA PENINGKATAN AKSESIBILITAS

TERHADAP KUALITAS PENDIDIKAN DAN KESEHATAN

1 Angka buta huruf penduduk umur 10 – 44 tahun (%)

3,06 7,94 Tercapai C

2 Angka partisipasi sekolah menurut tingkat pendidikan (%)

a. SD – MI 98,42 99,63 Belum tercapai B

b. SLTP – MTs 86,08 85,71 Tercapai C


(4)

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2009

No Indikator Pencapaian

Tahun 2007

Standar Kinerja Th

2007 (RPJMD)

Pencapaian 2007 thd.

Standar Kinerja Th. 2007 (RPJMD)

Kategori

3 Rasio murid SMK terhadap murid SMU

0,69 0,70 Tercapai C

4 Angka Kematian Bayi per 1.000 kelahiran hidup

35,09 37,00 Tercapai C

5 Angka Harapan Hidup (tahun)

68,69 67,55 Tercapai C

6 Angka Kematian Ibu melahirkan per 100.000 kelahiran

349.00 304 Belum tercapai A

7 Prevalensi kurang gizi pada anak (%)

15,86 20,00 Tercapai C

8 Persalinan oleh tenaga kesehatan

81,79 84,00 Belum tercapai A

III AGENDA

PENANGGULANGAN KEMISKINAN, PENANGGURAN, PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKER1JAAN DAN MEMACU

KEWIRAUSAHAAN

1 Tingkat pengangguran terbuka / TPT (%)

5,68 (6,79) 5,4 Belum tercapai B 2 Pemenuhan kebutuhan

pangan (skor pola pangan harapan)

75,53 78,2 Belum tercapai B

3 ILOR 0,03 0,054 Belum tercapai B

4 %tase penduduk miskin terhadap jumlah penduduk (%)

18,89 17,00 Belum tercapai B

5 Peranan APBD terhadap PDRB (%)

0,94 1,50 Tercapai C

6 Indeks Jumlah Kecelakaan Kerja (2005 = 100)

40,08 97,00 Tercapai C

IV AGENDA PERCEPATAN PERTUMBUHAN

EKONOMI YANG BERKUALITAS DAN BERKLANJUTAN DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

1 Pertumbuhan Ekonomi ADHK Tahun 2000 (%)

6,02 6,10 Belum tercapai B

2 PDRB per kapita (ribu rupiah)

14.070 8.650 Tercapai C

3 Indeks Daya Beli (tahun)


(5)

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2009

No Indikator Pencapaian

Tahun 2007

Standar Kinerja Th

2007 (RPJMD)

Pencapaian 2007 thd.

Standar Kinerja Th. 2007 (RPJMD)

Kategori

4 Indeks Disparitas Wilayah

109,44 101,5 Belum tercapai B 5 Nilai Tukar Petani

(NTP) 2002 = 100

113,12 106,33 Tercapai C

6 NIlai Tukar Nelayan (NTN)

115,11 107 Tercapai C

7 Peningkatan Nilai Tambah UKM dalam PDRB (%)

53,45 62,00 Belum tercapai B

8 Indeks Pembangunan Manusia

67,92 65,57 Tercapai C

9 ICOR 3,12 4,80 Tercapai C

10 Pertumbuhan Penduduk (%)

0,83 1,100 Tercapai C

V AGENDA OPTIMALISASI PENGENDALIAN SDA, PELESTARIAN

LINGKUNGAN HIDUP DAN PENATAAN RUANG

1 Kualitas air sungai (% terhadap parameter kunci dalam baku mutu)

11,39 15,00 Belum tercapai B

2 Kualitas udara ambien di perkotaan (% terhadap baku mutu udara ambien)

24,78 20,00 Tercapai C

3 Pengendalian limbah B 3 (% terhadap total potensi olimbah B 3 yang dihasilkan)

20,00 Data belum tersedia

4 Lahan kritis Tahura R. Suryo (Ha)

12.000 5 Lahan kritis Non

Tahura R. Suryo di Jawa Timur (Ha)

100.334 400.000 Tercapai C

VI AGENDA PENINGKATAN KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN,

SUPREMASI HUKUM DAN HAM

1 Indeks korban

kejahatan (2005 = 100)

149,24 100 Belum Tercapai A

2 Penurunan kecelakaan lalu lintas (%)

320,09 - 2 Belum Tercapai B

3 Indeks korban kekerasan (2005 = 100)


(6)

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2009

No Indikator Pencapaian

Tahun 2007

Standar Kinerja Th

2007 (RPJMD)

Pencapaian 2007 thd.

Standar Kinerja Th. 2007 (RPJMD)

Kategori

4 Indeks perkelahian antara pelajar (2005 = 100)

120,00 98 Belum Tercapai B

5 Indeks kerusuhan berlatarbelakang SARA (2005 = 100)

30,77 98 Tercapai C

6 Indeks pertikaian antar aparat keamanan (2005 = 100)

100 90 Belum Tercapai A

7 Indeks kerusuhan berlatar belakang politik (2005 = 100)

90 Data tidak tersedia 8 Indeks konflik antar

nelayan (2005 = 100)

33,33 90 Tercapai C

VII AGENDA REVITALISASI PROSES

DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH MELALUI REFORMASI BIROKRASI DAN PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK

1 Evektivitas perda yang dihasilkan

Cukup baik Meningkat Tercapai C 2 Penanganan

pengaduan di DPRD Jawa Timur

100 Meningkat Tercapai C

3 Rasio jumlah dan besar kerugian negara terhadap APBD (%)

0,41 0,330 Belum Tercapai B

4 Penanganan terhadap pengaduan pelayanan publik

Baik dg. catatan

Meningkat Tercapai B

Keterangan :

A = Belum mencapai target RPJMD

B = Berhasil dibanding Th yg lalu namun dibawah target RPJMD C = Berhasil mencapai/melebihi target RPJMD