Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Memimpin Diri Sendiri: Suatu Studi terhadap Pemaknaan Ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne T1 712009001 BAB II
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Studi Hermeneutik
Dalam dunia sastra, teori merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai
adanya suatu hubungan positif antara hubungan yang diteliti dalam masyarakat atau dalam
teks-teks sastra tulis atau teks-teks sastra lisan. Oleh karena itu, dalam sebuah penelitian sastra
dibutuhkan pemahaman akan teori yang akan dijadikan landasan dalam mengkaji objek
penelitian, sehingga ada sinkronisasi antara teori dengan objek yang dibahas tersebut. Metode
penelitian sastra adalah metode yang sangat penting untuk mengkaji karya-karya sastra. Sangat
penting untuk mengkaji karya-karya sastra yang kian hari makin beragam.
Metode penelitian sastra diperlukan agar kita bisa lebih mudah dalam melakukan
penelitian dimana sastra yang menjadi objeknya. Di dalam perkembangan peradaban manusia,
sastra selalu menempati posisi yang penting. Sastra juga menjadi tolak ukur terhadap majunya
peradaban manusia. Dari dulu hingga kini, sastra tidak pernah mati. Bahkan, ia selalu
berkembang dan tercipta karya-karya sastra yang fenomenal. Maka objek penelitian sastra
sudah selayaknya memiliki metode khusus yang sesuai dengan metode universal dalam
penelitian.
Metode-metode penelitian sastra sebenarnya juga bisa menggunakan metode yang sering
dipakai secara umum untuk meneliti suatu objek. Penelitian sastra juga bisa menggunakan
metode kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu dapat juga menggunakan metode observasi
maupun kepustakaan. Namun, ada metode yang memang khusus untuk melakukan kajian
ataupun penelitian terhadap sastra. Penelitian sastra bertujuan untuk menemukan,
mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan secara empiris yang didasarkan
pada data dan fakta. Dengan adanya penelitian sastra diharapkan ilmu-ilmu dan teori sastra
semakin berkembang.
B. Penafsiran Teks
Hermenetika berasal dari kata Yunani hermeneutine dan hermeneia yang masing – masing
berarti ―menafsirkan dan ― penafsiran‖. Istilah didapat dari sebuah risalah yang berjudul Peri
Hermeneias (Tentang Penafsiran). Hermeneneutika juga bermuatan pandangan hidup dari
penggagasnya. Dalam tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes
(Hermeios), seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menyampaikan
dan menerjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia. Menurut mitos itu, Hermes bertugas
menafsirkan kehendak dewata (Orakel) dengan bantuan kata-kata manusia1.
Tiga makna hermeneutis yang mendasar yaitu2 :
1.
Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai
medium penyampaian.
2.
Menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih samar- samar sehingga maknanya
dapat dimengerti
3.
Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain.
Tiga pengertian tersebut terangkum dalam pengertian ‖menafsirkan‖ – interpreting,
understanding. Dengan demikian hermeneutika merupakan proses mengubah sesuatu atau situasi
ketidaktahuan menjadi mengerti. Definisi lain, hermeneutika metode atau cara untuk
menafsirkan simbol berupa teks untuk dicari arti dan maknanya, metode ini mensyaratkan
1
2
xa.yimg.com/kq/groups/.../HERMENEUTIKA.doc. diunduh pada hari Minggu, 24 Maret 2013, pukul 18.25 WIB.
Ibid
adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke
masa depan. Dengan kata lain, hermeneutika adalah ilmu praktis yang dipakai untuk menentukan
kaidah dan patokan yang perlu diperhatikan dalam penafrsiran teks3. Jan van Luxemburg
membedakan enam jenis pokok penafsiran, sebagai berikut4 :
1.
Penafsiran yang bertitik tolak dari pendapat bahwa teks sudah jelas
2.
Penafsiran yang berusaha untuk meyusun kembali arti historik
3.
Penafsiran heurmenetik, yaitu keahlian menginterpretasi karya sastra—yang berusaha
memperpadukan masa lalu dan masa kini
4.
Tafsiran-tafsiran dengan sadar yang disusun dengan bertitik tolak pada pandangannya
sendiri mengenai sastra
5.
Tafsiran-tafsiran yang bertitik pangkal pada suatu problematik tertentu—misalnya;
permasalahan psikologi atau sosiologi
6.
Tafsiran yang tidak langsung berusaha agar secara memadai sebuah teks bisa diartikan.
Pendekatan yang berkiblat pada pembaca disebut estetika-represif.
Jika teks yang bersangkutan tidak memunyai versi yang berbeda, maka terlebih dahulu
harus dilakukan penafsiran filologis. Adapun aktivitas yang ketiga yaitu penilaian. Penilaian
memunyai arti untuk menunjukkan nilai karya sastra dengan bertitik tolak dari analisis dan
penafsiran yang telah dilakukan. Dalam hal ini, penilaian seorang kritikus sangat bergantung
pada aliran-aliran, jenis-jenis, dan dasar-dasar kritik sastra yang dianut/dipakai/dipahami seorang
kritikus.
3
Yusak. B. Setyawan, Hermeneutik Perjanjian Baru (Hand-outs), Salatiga,2010, 6
http://fatahinna.blogspot.com/2013/03/kritik-sastra-definisi-ruang-lingkup.html diunduh pada hari Minggu, 24
Maret 2013, pukul 18.25 WIB.
4
Menurut Carl Braathen juga, hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu
kata atau satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna di
masa sekarang sekaligus mengandung aturan – aturan metodologis untuk diaplikasikan dalam
penafsiran dan asumsi-asumsi metodologis dari aktivitas pemahaman. Semula hermeneutika
berkembang di kalangan gereja dan dikenal sebagai gerakan eksegegis (penafsiran teks-teks
agama) dan kemudian berkembang menjadi filsafat penafsiran. Sebagai sebuah metode
penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen pokok dalam kegiatan
penafsiran yakni teks, konteks dan kontekstualisasi5.
Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pemahaman mengenai hermeneutika yakni :
1.
Sebagai teknik praksis pemahaman atau penafsiran, dekat dengan eksegegis, yakni
kegiatan memberi pemahaman tentang sesuatu atau kegiatan untuk mengungkapkan
makna tentang sesuatu agar dapat dipahami.
2.
Sebagai sebuah metode penafsiran, tentang the conditions of possibility sebuah
penafsiran. Hal – hal apa yang dibutuhkan atau langkah-langkah bagaimana harus
dilakukan untuk menghindari pemahaman yang keliru terhadap teks.
3.
Sebagai penafsiran fisafat.
Dalam makna “Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang
memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini.
Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”, penulis menggunakan dua pendekatan
hermeneutik yaitu ; kritik historis dan reader response. Pendekatan kritik historis adalah
pendekatan yang menekankan pada segi intelektual dan dikembangkan karena dipengaruhi oleh
5
Dr.Nurjannah Ismail, Perempuan dalam pasung,Yogyakarta:LKIS Yogyakarta, 2003, 21
rasionalisme. Pendekatan ini bertujuan untuk menyelidiki teks–teks dalam konteks sejarah dan
budaya. Selain itu juga, untuk memahami teks-teks dan latar belakang kehidupan di balik teks6.
C. Pendekatan Sejarah/Historis
Pendekatan sejarah adalah pendekatan yang selalu berkutat dengan bagaimana persoalan
―Sosial, Politik, atau bahkan intelektual yang berpengaruh atau berkaitan dengan pada persoalan
teks tertentu‖. Para peneliti dengan pendekatan historis mencoba menggumuli, bagaimana suatu
teks mewadahi dan mewujudkan nilai dan pemikiran pada masa tertentu. Pendekatan ini
biasanya dilakukan untuk mempertanyakan alasan serta latar belakang teks atau hal-hal seperti
situasi khusus yang melahirkan karya, pemikiran, keadilan sosial dan politik yang mempengaruhi
pengarang dan kehidupannya, hubungan karya dan status kepengarangnya dan lain-lain, dengan
meneliti kata, kalimat dan konsep-konsep yang digunakan dalam sebuah teks. Seperti contoh
seorang peneliti dapat mendekatkan suatu teks kepada pembaca masa kini. Pendekatan sejarah
ini juga memiliki syarat sumber-sumber yang asli seperti kalender, brosur, foto, catatan sejarah,
buku harian, kamus, katalog, panduan, poster dan lain-lain7.
Dalam Kritik Sejarah sebagai peneliti perlu adanya ―Penelitian Sosiologi Sastra‖ atau
pendekatan sosiokultural. Pendekatan ini menekankan bahwa suatu karya sastra sebagai
gambaran kehidupan yang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat yang melahirkannya.
Pendekatan sosiokultural ini juga dalam landasan pemikirannya juga sejalan dengan pendekatan
sejarah. Suatu karya tidak selalu secara langsung dapat dinikmati kita. Penikmat suatu karya
akan meningkat ketika kita menelaah suatu karya dengan pendekatan sejarah 8. Pendekatan
sejarah ini pada dasar dan tujuannya sangat tepat di gunakan untuk mengetahui latar belakang
6
Yusak. B. Setyawan, Hermeneutik Perjanjian Baru (Hand-outs), Salatiga,2010, 16
Riris K. Toha-Sarumpat, Pedoman Penelitian Sastra Anak,Jakarta :Yayasan Pusat Obor Indonesia,2010, 41
8
Ibid 42
7
dari suatu karya dilihat dari sejarahnya khsusnya untuk memahami latar belakang adanya makna
memimpin diri sendiri.
D. Pendekatan Respon Pembaca (Reader Respons)
Pendekatan reader respons merupakan sebuah pendekataan yang telah digunakan selama lima
dekade oleh para peneliti sastra. Pendekatan ini berkembang sebagai suatu reaksi atas dominasi
pendekatan text-oriented. Pendekatan respons pembaca dinamakan sebagai teori resepsi, reader
response, atau aesthetic response9. Dalam penggunaan ketiga istilah itu tersebut hampir
bersinonim. Pendekatan ini menitikberatkan pada pembentukan estetika dalam sebuah teks,
sedangkan pendekatan resepsi lebih berfokus pada dampak yang timbul, senang atau tidaknya
pembaca, dan latar belakang penilaian pembaca.
Namun pada hakikatnya, pendekatan reader response dan resepsi sama-sama mengacu
kepada keterlibatan pembaca dalam membangun suatu makna baru dalam teks. Pendekatan
reader respons memiliki cakupan yang lebih luas dari pada resepsi karena tidak hanya berbicara
mengenai penerimaan pembaca, tetapi juga melibatkan interprestasi pembaca. Pendekatan ini
juga dijuluki pendekatan ―terbuka‖ dikarenakan pendekatan ini mengizinkan setiap orang untuk
menggunakan tanggapan pribadi atau reaksi pribadinya pada teks sastra10.
Seorang ahli teori membaca, Louise Rosenblatt dalam bukunya yang terkenal dengan judul
Literature as Exploration (1995) , menekankan bahwa teks dan pembaca tidak bisa terpisahkan
dalam suatu peristiwa membaca. Pendekatan ini juga sendiri bertujuan untuk meningkatkan
9
Mario Kalrier, An Introduction to Literary Studies, London :Roultadge, 2004, 54
10
Ibid 43
keterampilan pembaca dalam berhubungan dengan teks sastra. Dalam hal ini pembaca berfungsi
sebagai penanggap yang dengan sukarela mendekati teks dan memberikan respon terhadap
teks11.
Pendekatan ini percaya bahwa tidak ada makna secara pasti benar dan mutlak dalam sebuah
teks. Pendekatan ini juga menolak pendapat yang mengatakan bahwa pembaca datang pada teks
untuk mencari makna yang tersembunyi dan yang mutlak ditemukan tersebut, tetapi pendekatan
ini meyakini bahwa hadirnya teks sebagai sesuatu yang merangsang tanggapan dari pembaca
berdasarkan pengalaman, pikiran dan perasaan dari pembaca.
Kepedulian dan tanggapan pembaca atas teks, seluruhnya bersumber dari dalam teks,
ditopang oleh bukti yang berupa konteks, yang dapat dijelaskan dan ditunjukan berdasarkan
teks12. Setiap tanggapan dari para pembaca dikatakan berbeda, dikarenakan masing-masing
pembaca berada di lingkungan, suasana, serta pengetahuan yang pasti berbeda sehingga
tanggapan atas isi teks mungkin saja dapat berubah.
D.1. Tokoh pendekatan reader respons 13.
1.
Hans Rober Jauss
Tanggapan seorang pembaca tentunya berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan
tanggapan itulah yang disebut oleh Hans Robert Jauss sebagai horiszon of expactation atau
horison harapan dari pembaca tersebut. Horison harapan sendiri juga adalah harapan-harapan
pembaca sebelum membaca karya sastra. Horison harapan pembaca ditentukan oleh :
1.
11
12
13
Norma-norma umum yang keluar dari teks ;
Ibid
Ibid 44
http://elfarizi.blogspot.com/2012/08/pendekatan-reader-response.html, diunduh pada hari Minggu, 22 JUni
2013, pukul 18.10 WIB.
2.
Pengetahuan dan pengalaman pada teks yang sudah dibaca sebelumnya ;
3.
Kontradiksi antara fiksi dengan kenyataan.
2. Wolfgang Iser
Ia memperkenalkan konsep efek , yakni cara sebuah karya mengarahkan reaksi pembaca
kepada karya sastra tersebut. Dalam sebuah karya sastra, terdapat kesenjangan antara teks dan
pembaca. Di sanalah terjadi kekosongan atau tempat yang terbuka yang kemudian diisi oleh
pembaca. Respons pembaca yang mengisi tempat terbuka tersebut berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Menurutnya, karya sastra tersebut memiliki 2 kutub, yaitu kutub artistik dan kutub
estetik. Kutub artistik ini merupakan teks penulis, sedangkan kutub estetik adalah realisasi yang
dicapai oleh pembaca.
3. Norman Holland
Norman memulai pemikirannya berawal dari kajiannya terhadap karya sastra dengan
pendekatan psikoanalisis. Holland juga berbicara mengenai proses pembacaan. Holland
berargumentasi
bahwa
setiap pembaca
memasukan fantasinya
ke
dalam
teks dan
memodifikasikannya dengan mekanisme pertahanan.
Ia meyakini bahwa motif pembaca sangat mempengaruhi cara mereka membaca. Metodenya
juga disebut metode analisis transaksi , karena ia percaya bahwa proses membaca mencakup
proses transaksi antara pembaca dengan teks asli. Holland berpendapat juga bahwa di dalam
pemikiran setiap individu terdapat identitiy theme, yaitu pembaca memiliki gaya tertentu dalam
kehidupan dan pembacaannya. Tanda-tanda, komunitas pembaca, dan gaya membaca yang
bervariasi itulah yang membangun sebuah reader response.
D.2. Pembaca dalam pendekatan Reader Response14
Dalam pendekatan ini dikenal beberapa isitilah pembaca. Pembaca yang dimaksudkan adalah
sebagai berikut :
1.
Pembaca biasa, adalah pembaca dalam arti sesungguhnya. Pembaca biasa adalah orang
yang membaca suatu karya sastra sebagagai karya biasa, bukan dengan tujuan penelitian.
2.
Pembaca ideal, adalah pembaca yang membaca karya sastra sebagai bahan penelitian.
3.
Pembaca implisit, adalah peranan bacaan yang terletak di dalam teks itu sendiri, yakni
keseluruhan petunjuk tekstual bagi pembaca sebenarnya
4.
Pembaca eksplisit, adalah pembaca yang dapat disebut juga sebagai pembaca fiktif,
imajiner atau imanen.
Pembaca terinformasi (informed readers), adalah pembaca yang memiliki kemampuan
5.
literasi yang cukup.
D.3. Jenis Penelitian
Penelitian reader response dibagi menjadi dua, yaitu penelitian sinkronis dan diakronis.
Penelitian sinkronis hanya melibatkan pembaca dalam kurun waktu tertentu, sedangkan
penelitian diakronis melibatkan pembaca sepanjang zaman.
D.4. Kekuatan dan Kelemahan15
D.4.1. Penelitian Sinkronis
Kekuatan penelitian sinkronis adalah sebagai berikut :
14
15
ibid
Ibid
1.
Responden dapat ditentukan tanpa harus mencari artikel kritik sastra terlebih dahulu.
2.
Penelitian resepsi sinkronis dapat dilakukan secara langsung tanpa menunggu
kemunculan kritik atau ulasan mengenai karya sastra.
3.
Dapat dilakukan pada karya sastra populer.
Sedangkan, kelemahannya adalah sebagai berikut :
1.
Karena tergolong penelitian eksperimental dapat mengalami beberapa kendala saat
pelaksanaannya di lapangan, khususnya dalam pemilihan responden, pemilihan teks
sastra dan penentuan teori.
2.
Hanya dapat digunakan untuk mengetahui tanggapan pembaca pada satu kurun waktu,
sehingga apabila diterapkan untuk karya sastra yang terbit beberapa tahun yang lalu,
maka akan sangat sulit untuk membedakan antara tanggapan yang dulu dan masa
sekarang.
D.4.2. Penelitian Diakronis
Kekuatan penelitian diakronis adalah sebagai berikut
1.
Peneliti dapat melakukan penelitian atas hasil-hasil intertekstualitas, penyalinan,
penyaduran, maupun penerjemahan, yang berupa karya sastra turunan.
2.
Peniliti juga dapat menerapkan teori lain, seperti teori intertekstualitas, teori sastra
bandingan, teori filologi, dan beberapa teori lain yang mendukung.
3.
Peneliti dengan mudah mencari data, yaitu tanggapan pembaca ideal terhadap suatu karya
sastra.
Sedangkan, kelemahannya adalah sebagai berikut :
1.
Pada umumnya peneliti pemula akan mengalami kesulitan dalam menentukan karya sastra
yang dijadikan objek penelitian. Karena umumnya karya sastra yang dikenal banyak orang
telah diteliti resepsinya oleh peneliti-peneliti terdahulu.
2.
Selain itu, dalam penelitian terhadap karya sastra turunan, khusunya hasil intertekstual,
peneliti akan kesulitan dalam menemukan teks asal dari karya sastra turunan tersebut.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa setiap tanggapan dari para pembaca berbeda-beda
karena semua dipengaruhi oleh latar belakang pembaca. Jawaban dan tanggapan pembaca juga
akan berbeda sesuai dengan pola pikir keyakinan dan juga bacaan tersebut. Setiap pembaca
mempunyai andil dalam memberikan makna baru terhadap teks yang dibacanya. Metode reader
response ini sangat berkaitan untuk mendapatkan pemahaman dari para pembaca untuk
mengetahui apa makna dari ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne tersebut.
LANDASAN TEORI
A. Studi Hermeneutik
Dalam dunia sastra, teori merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai
adanya suatu hubungan positif antara hubungan yang diteliti dalam masyarakat atau dalam
teks-teks sastra tulis atau teks-teks sastra lisan. Oleh karena itu, dalam sebuah penelitian sastra
dibutuhkan pemahaman akan teori yang akan dijadikan landasan dalam mengkaji objek
penelitian, sehingga ada sinkronisasi antara teori dengan objek yang dibahas tersebut. Metode
penelitian sastra adalah metode yang sangat penting untuk mengkaji karya-karya sastra. Sangat
penting untuk mengkaji karya-karya sastra yang kian hari makin beragam.
Metode penelitian sastra diperlukan agar kita bisa lebih mudah dalam melakukan
penelitian dimana sastra yang menjadi objeknya. Di dalam perkembangan peradaban manusia,
sastra selalu menempati posisi yang penting. Sastra juga menjadi tolak ukur terhadap majunya
peradaban manusia. Dari dulu hingga kini, sastra tidak pernah mati. Bahkan, ia selalu
berkembang dan tercipta karya-karya sastra yang fenomenal. Maka objek penelitian sastra
sudah selayaknya memiliki metode khusus yang sesuai dengan metode universal dalam
penelitian.
Metode-metode penelitian sastra sebenarnya juga bisa menggunakan metode yang sering
dipakai secara umum untuk meneliti suatu objek. Penelitian sastra juga bisa menggunakan
metode kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu dapat juga menggunakan metode observasi
maupun kepustakaan. Namun, ada metode yang memang khusus untuk melakukan kajian
ataupun penelitian terhadap sastra. Penelitian sastra bertujuan untuk menemukan,
mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan secara empiris yang didasarkan
pada data dan fakta. Dengan adanya penelitian sastra diharapkan ilmu-ilmu dan teori sastra
semakin berkembang.
B. Penafsiran Teks
Hermenetika berasal dari kata Yunani hermeneutine dan hermeneia yang masing – masing
berarti ―menafsirkan dan ― penafsiran‖. Istilah didapat dari sebuah risalah yang berjudul Peri
Hermeneias (Tentang Penafsiran). Hermeneneutika juga bermuatan pandangan hidup dari
penggagasnya. Dalam tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes
(Hermeios), seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menyampaikan
dan menerjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia. Menurut mitos itu, Hermes bertugas
menafsirkan kehendak dewata (Orakel) dengan bantuan kata-kata manusia1.
Tiga makna hermeneutis yang mendasar yaitu2 :
1.
Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai
medium penyampaian.
2.
Menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih samar- samar sehingga maknanya
dapat dimengerti
3.
Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain.
Tiga pengertian tersebut terangkum dalam pengertian ‖menafsirkan‖ – interpreting,
understanding. Dengan demikian hermeneutika merupakan proses mengubah sesuatu atau situasi
ketidaktahuan menjadi mengerti. Definisi lain, hermeneutika metode atau cara untuk
menafsirkan simbol berupa teks untuk dicari arti dan maknanya, metode ini mensyaratkan
1
2
xa.yimg.com/kq/groups/.../HERMENEUTIKA.doc. diunduh pada hari Minggu, 24 Maret 2013, pukul 18.25 WIB.
Ibid
adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke
masa depan. Dengan kata lain, hermeneutika adalah ilmu praktis yang dipakai untuk menentukan
kaidah dan patokan yang perlu diperhatikan dalam penafrsiran teks3. Jan van Luxemburg
membedakan enam jenis pokok penafsiran, sebagai berikut4 :
1.
Penafsiran yang bertitik tolak dari pendapat bahwa teks sudah jelas
2.
Penafsiran yang berusaha untuk meyusun kembali arti historik
3.
Penafsiran heurmenetik, yaitu keahlian menginterpretasi karya sastra—yang berusaha
memperpadukan masa lalu dan masa kini
4.
Tafsiran-tafsiran dengan sadar yang disusun dengan bertitik tolak pada pandangannya
sendiri mengenai sastra
5.
Tafsiran-tafsiran yang bertitik pangkal pada suatu problematik tertentu—misalnya;
permasalahan psikologi atau sosiologi
6.
Tafsiran yang tidak langsung berusaha agar secara memadai sebuah teks bisa diartikan.
Pendekatan yang berkiblat pada pembaca disebut estetika-represif.
Jika teks yang bersangkutan tidak memunyai versi yang berbeda, maka terlebih dahulu
harus dilakukan penafsiran filologis. Adapun aktivitas yang ketiga yaitu penilaian. Penilaian
memunyai arti untuk menunjukkan nilai karya sastra dengan bertitik tolak dari analisis dan
penafsiran yang telah dilakukan. Dalam hal ini, penilaian seorang kritikus sangat bergantung
pada aliran-aliran, jenis-jenis, dan dasar-dasar kritik sastra yang dianut/dipakai/dipahami seorang
kritikus.
3
Yusak. B. Setyawan, Hermeneutik Perjanjian Baru (Hand-outs), Salatiga,2010, 6
http://fatahinna.blogspot.com/2013/03/kritik-sastra-definisi-ruang-lingkup.html diunduh pada hari Minggu, 24
Maret 2013, pukul 18.25 WIB.
4
Menurut Carl Braathen juga, hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu
kata atau satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna di
masa sekarang sekaligus mengandung aturan – aturan metodologis untuk diaplikasikan dalam
penafsiran dan asumsi-asumsi metodologis dari aktivitas pemahaman. Semula hermeneutika
berkembang di kalangan gereja dan dikenal sebagai gerakan eksegegis (penafsiran teks-teks
agama) dan kemudian berkembang menjadi filsafat penafsiran. Sebagai sebuah metode
penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen pokok dalam kegiatan
penafsiran yakni teks, konteks dan kontekstualisasi5.
Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pemahaman mengenai hermeneutika yakni :
1.
Sebagai teknik praksis pemahaman atau penafsiran, dekat dengan eksegegis, yakni
kegiatan memberi pemahaman tentang sesuatu atau kegiatan untuk mengungkapkan
makna tentang sesuatu agar dapat dipahami.
2.
Sebagai sebuah metode penafsiran, tentang the conditions of possibility sebuah
penafsiran. Hal – hal apa yang dibutuhkan atau langkah-langkah bagaimana harus
dilakukan untuk menghindari pemahaman yang keliru terhadap teks.
3.
Sebagai penafsiran fisafat.
Dalam makna “Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang
memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini.
Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”, penulis menggunakan dua pendekatan
hermeneutik yaitu ; kritik historis dan reader response. Pendekatan kritik historis adalah
pendekatan yang menekankan pada segi intelektual dan dikembangkan karena dipengaruhi oleh
5
Dr.Nurjannah Ismail, Perempuan dalam pasung,Yogyakarta:LKIS Yogyakarta, 2003, 21
rasionalisme. Pendekatan ini bertujuan untuk menyelidiki teks–teks dalam konteks sejarah dan
budaya. Selain itu juga, untuk memahami teks-teks dan latar belakang kehidupan di balik teks6.
C. Pendekatan Sejarah/Historis
Pendekatan sejarah adalah pendekatan yang selalu berkutat dengan bagaimana persoalan
―Sosial, Politik, atau bahkan intelektual yang berpengaruh atau berkaitan dengan pada persoalan
teks tertentu‖. Para peneliti dengan pendekatan historis mencoba menggumuli, bagaimana suatu
teks mewadahi dan mewujudkan nilai dan pemikiran pada masa tertentu. Pendekatan ini
biasanya dilakukan untuk mempertanyakan alasan serta latar belakang teks atau hal-hal seperti
situasi khusus yang melahirkan karya, pemikiran, keadilan sosial dan politik yang mempengaruhi
pengarang dan kehidupannya, hubungan karya dan status kepengarangnya dan lain-lain, dengan
meneliti kata, kalimat dan konsep-konsep yang digunakan dalam sebuah teks. Seperti contoh
seorang peneliti dapat mendekatkan suatu teks kepada pembaca masa kini. Pendekatan sejarah
ini juga memiliki syarat sumber-sumber yang asli seperti kalender, brosur, foto, catatan sejarah,
buku harian, kamus, katalog, panduan, poster dan lain-lain7.
Dalam Kritik Sejarah sebagai peneliti perlu adanya ―Penelitian Sosiologi Sastra‖ atau
pendekatan sosiokultural. Pendekatan ini menekankan bahwa suatu karya sastra sebagai
gambaran kehidupan yang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat yang melahirkannya.
Pendekatan sosiokultural ini juga dalam landasan pemikirannya juga sejalan dengan pendekatan
sejarah. Suatu karya tidak selalu secara langsung dapat dinikmati kita. Penikmat suatu karya
akan meningkat ketika kita menelaah suatu karya dengan pendekatan sejarah 8. Pendekatan
sejarah ini pada dasar dan tujuannya sangat tepat di gunakan untuk mengetahui latar belakang
6
Yusak. B. Setyawan, Hermeneutik Perjanjian Baru (Hand-outs), Salatiga,2010, 16
Riris K. Toha-Sarumpat, Pedoman Penelitian Sastra Anak,Jakarta :Yayasan Pusat Obor Indonesia,2010, 41
8
Ibid 42
7
dari suatu karya dilihat dari sejarahnya khsusnya untuk memahami latar belakang adanya makna
memimpin diri sendiri.
D. Pendekatan Respon Pembaca (Reader Respons)
Pendekatan reader respons merupakan sebuah pendekataan yang telah digunakan selama lima
dekade oleh para peneliti sastra. Pendekatan ini berkembang sebagai suatu reaksi atas dominasi
pendekatan text-oriented. Pendekatan respons pembaca dinamakan sebagai teori resepsi, reader
response, atau aesthetic response9. Dalam penggunaan ketiga istilah itu tersebut hampir
bersinonim. Pendekatan ini menitikberatkan pada pembentukan estetika dalam sebuah teks,
sedangkan pendekatan resepsi lebih berfokus pada dampak yang timbul, senang atau tidaknya
pembaca, dan latar belakang penilaian pembaca.
Namun pada hakikatnya, pendekatan reader response dan resepsi sama-sama mengacu
kepada keterlibatan pembaca dalam membangun suatu makna baru dalam teks. Pendekatan
reader respons memiliki cakupan yang lebih luas dari pada resepsi karena tidak hanya berbicara
mengenai penerimaan pembaca, tetapi juga melibatkan interprestasi pembaca. Pendekatan ini
juga dijuluki pendekatan ―terbuka‖ dikarenakan pendekatan ini mengizinkan setiap orang untuk
menggunakan tanggapan pribadi atau reaksi pribadinya pada teks sastra10.
Seorang ahli teori membaca, Louise Rosenblatt dalam bukunya yang terkenal dengan judul
Literature as Exploration (1995) , menekankan bahwa teks dan pembaca tidak bisa terpisahkan
dalam suatu peristiwa membaca. Pendekatan ini juga sendiri bertujuan untuk meningkatkan
9
Mario Kalrier, An Introduction to Literary Studies, London :Roultadge, 2004, 54
10
Ibid 43
keterampilan pembaca dalam berhubungan dengan teks sastra. Dalam hal ini pembaca berfungsi
sebagai penanggap yang dengan sukarela mendekati teks dan memberikan respon terhadap
teks11.
Pendekatan ini percaya bahwa tidak ada makna secara pasti benar dan mutlak dalam sebuah
teks. Pendekatan ini juga menolak pendapat yang mengatakan bahwa pembaca datang pada teks
untuk mencari makna yang tersembunyi dan yang mutlak ditemukan tersebut, tetapi pendekatan
ini meyakini bahwa hadirnya teks sebagai sesuatu yang merangsang tanggapan dari pembaca
berdasarkan pengalaman, pikiran dan perasaan dari pembaca.
Kepedulian dan tanggapan pembaca atas teks, seluruhnya bersumber dari dalam teks,
ditopang oleh bukti yang berupa konteks, yang dapat dijelaskan dan ditunjukan berdasarkan
teks12. Setiap tanggapan dari para pembaca dikatakan berbeda, dikarenakan masing-masing
pembaca berada di lingkungan, suasana, serta pengetahuan yang pasti berbeda sehingga
tanggapan atas isi teks mungkin saja dapat berubah.
D.1. Tokoh pendekatan reader respons 13.
1.
Hans Rober Jauss
Tanggapan seorang pembaca tentunya berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan
tanggapan itulah yang disebut oleh Hans Robert Jauss sebagai horiszon of expactation atau
horison harapan dari pembaca tersebut. Horison harapan sendiri juga adalah harapan-harapan
pembaca sebelum membaca karya sastra. Horison harapan pembaca ditentukan oleh :
1.
11
12
13
Norma-norma umum yang keluar dari teks ;
Ibid
Ibid 44
http://elfarizi.blogspot.com/2012/08/pendekatan-reader-response.html, diunduh pada hari Minggu, 22 JUni
2013, pukul 18.10 WIB.
2.
Pengetahuan dan pengalaman pada teks yang sudah dibaca sebelumnya ;
3.
Kontradiksi antara fiksi dengan kenyataan.
2. Wolfgang Iser
Ia memperkenalkan konsep efek , yakni cara sebuah karya mengarahkan reaksi pembaca
kepada karya sastra tersebut. Dalam sebuah karya sastra, terdapat kesenjangan antara teks dan
pembaca. Di sanalah terjadi kekosongan atau tempat yang terbuka yang kemudian diisi oleh
pembaca. Respons pembaca yang mengisi tempat terbuka tersebut berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Menurutnya, karya sastra tersebut memiliki 2 kutub, yaitu kutub artistik dan kutub
estetik. Kutub artistik ini merupakan teks penulis, sedangkan kutub estetik adalah realisasi yang
dicapai oleh pembaca.
3. Norman Holland
Norman memulai pemikirannya berawal dari kajiannya terhadap karya sastra dengan
pendekatan psikoanalisis. Holland juga berbicara mengenai proses pembacaan. Holland
berargumentasi
bahwa
setiap pembaca
memasukan fantasinya
ke
dalam
teks dan
memodifikasikannya dengan mekanisme pertahanan.
Ia meyakini bahwa motif pembaca sangat mempengaruhi cara mereka membaca. Metodenya
juga disebut metode analisis transaksi , karena ia percaya bahwa proses membaca mencakup
proses transaksi antara pembaca dengan teks asli. Holland berpendapat juga bahwa di dalam
pemikiran setiap individu terdapat identitiy theme, yaitu pembaca memiliki gaya tertentu dalam
kehidupan dan pembacaannya. Tanda-tanda, komunitas pembaca, dan gaya membaca yang
bervariasi itulah yang membangun sebuah reader response.
D.2. Pembaca dalam pendekatan Reader Response14
Dalam pendekatan ini dikenal beberapa isitilah pembaca. Pembaca yang dimaksudkan adalah
sebagai berikut :
1.
Pembaca biasa, adalah pembaca dalam arti sesungguhnya. Pembaca biasa adalah orang
yang membaca suatu karya sastra sebagagai karya biasa, bukan dengan tujuan penelitian.
2.
Pembaca ideal, adalah pembaca yang membaca karya sastra sebagai bahan penelitian.
3.
Pembaca implisit, adalah peranan bacaan yang terletak di dalam teks itu sendiri, yakni
keseluruhan petunjuk tekstual bagi pembaca sebenarnya
4.
Pembaca eksplisit, adalah pembaca yang dapat disebut juga sebagai pembaca fiktif,
imajiner atau imanen.
Pembaca terinformasi (informed readers), adalah pembaca yang memiliki kemampuan
5.
literasi yang cukup.
D.3. Jenis Penelitian
Penelitian reader response dibagi menjadi dua, yaitu penelitian sinkronis dan diakronis.
Penelitian sinkronis hanya melibatkan pembaca dalam kurun waktu tertentu, sedangkan
penelitian diakronis melibatkan pembaca sepanjang zaman.
D.4. Kekuatan dan Kelemahan15
D.4.1. Penelitian Sinkronis
Kekuatan penelitian sinkronis adalah sebagai berikut :
14
15
ibid
Ibid
1.
Responden dapat ditentukan tanpa harus mencari artikel kritik sastra terlebih dahulu.
2.
Penelitian resepsi sinkronis dapat dilakukan secara langsung tanpa menunggu
kemunculan kritik atau ulasan mengenai karya sastra.
3.
Dapat dilakukan pada karya sastra populer.
Sedangkan, kelemahannya adalah sebagai berikut :
1.
Karena tergolong penelitian eksperimental dapat mengalami beberapa kendala saat
pelaksanaannya di lapangan, khususnya dalam pemilihan responden, pemilihan teks
sastra dan penentuan teori.
2.
Hanya dapat digunakan untuk mengetahui tanggapan pembaca pada satu kurun waktu,
sehingga apabila diterapkan untuk karya sastra yang terbit beberapa tahun yang lalu,
maka akan sangat sulit untuk membedakan antara tanggapan yang dulu dan masa
sekarang.
D.4.2. Penelitian Diakronis
Kekuatan penelitian diakronis adalah sebagai berikut
1.
Peneliti dapat melakukan penelitian atas hasil-hasil intertekstualitas, penyalinan,
penyaduran, maupun penerjemahan, yang berupa karya sastra turunan.
2.
Peniliti juga dapat menerapkan teori lain, seperti teori intertekstualitas, teori sastra
bandingan, teori filologi, dan beberapa teori lain yang mendukung.
3.
Peneliti dengan mudah mencari data, yaitu tanggapan pembaca ideal terhadap suatu karya
sastra.
Sedangkan, kelemahannya adalah sebagai berikut :
1.
Pada umumnya peneliti pemula akan mengalami kesulitan dalam menentukan karya sastra
yang dijadikan objek penelitian. Karena umumnya karya sastra yang dikenal banyak orang
telah diteliti resepsinya oleh peneliti-peneliti terdahulu.
2.
Selain itu, dalam penelitian terhadap karya sastra turunan, khusunya hasil intertekstual,
peneliti akan kesulitan dalam menemukan teks asal dari karya sastra turunan tersebut.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa setiap tanggapan dari para pembaca berbeda-beda
karena semua dipengaruhi oleh latar belakang pembaca. Jawaban dan tanggapan pembaca juga
akan berbeda sesuai dengan pola pikir keyakinan dan juga bacaan tersebut. Setiap pembaca
mempunyai andil dalam memberikan makna baru terhadap teks yang dibacanya. Metode reader
response ini sangat berkaitan untuk mendapatkan pemahaman dari para pembaca untuk
mengetahui apa makna dari ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne tersebut.